• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Karakteristik Semen Segar Kambing PE

Semen ditampung dari satu ekor kambing jantan Peranakan Etawah (PE) menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian dievaluasi secara makroskopis dan mikroskopis. Evaluasi makroskopis meliputi volume, warna, pH, konsistensi, dan bau. Evaluasi mikroskopis meliputi gerakan massa, konsentasi total sperma, motilitas, keutuhan membran plasma, dan abnormalitas primer. Berikut Tabel karakteristik semen segar kambing PE secara lengkap.

Tabel 5. Karakterisitik Semen Segar Kambing PE

Karakteristik Semen Hasil rata-rata

Volume (ml) 0,9 Warna Krem Ph 6,8 Konsistensi Sedang Bau Khas Gerakan massa +++

Konsentrasi total sperma (juta sel sperma/ml) 3023

Motilitas (%) 80,5

Keutuhan Membran Plasma (%) 81,0

Abnormalitas Primer (%) 2,08

Berdasarkan Tabel 5, rata-rata volume semen segar per ejakulat sebesar 0,9 ml. Hal ini sesuai dengan pernyataan Devandra dan Burns (1994) bahwa volume semen kambing bervariasi setiap penampungan yaitu 0,5 – 1,0 ml atau 0,5 – 1,5 ml (Wildeus, 1995). Selain itu, volume semen setiap penampungan untuk masing-masing ternak berbeda – beda menurut bangsa, umur, ukuran ternak, dan makanan (Partodihardjo, 1992).

Warna semen kambing PE pada penelitian ini pada umumnya berwarna krem. Hal ini membuktikan bahwa semen berkualitas bagus dan tidak terkontaminasi oleh benda asing karena menurut Toelihere (1981) jika adanya

(2)

warna lain seperti coklat dan hijau pada semen mengindikasi semen tersebut telah tercemar.

Rata-rata pH semen kambing PE yang didapat pada penelitian ini adalah 6,8. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suwarso (1999) bahwa derajat keasaman (pH) semen kambing PE yang normal berkisar antara 6,8-7,0. Bau yang dihasilkan juga khas dan tidak mengandung bau menyengat. Menurut Arifiantini (2012) menyatakan bahwa jika ada bau yang menyengat akan berhubungan dengan kandungan bakteri yang terkandung dalam semen tersebut.

Konsistensi semen kambing PE yang didapat pada penelitian ini yaitu sedang, tidak encer maupun tidak kental. Konsistensi nantinya akan berhubungan dengan konsentrasi total sperma, jika semakin kental semen, konsentasi total spema akan semakin besar dan sebaliknya. Namun, konsentrasi total sperma yang didapat pada penelitian ini sebesar 3023×106 sel sperma/ml. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Tambing, dkk (2000) bahwa konsentrasi spermatozoa pada semen kambing PE 2801,42 – 3530,00 x 106 sel/ml.

Gerakan massa yang didapatkan pada penelitian ini bernilai +++ yang ditandai dengan adanya gerakan bergelombang cepat dan padat dan membentuk pusaran-pusaran gelombang dan bisa digunakan ke proses selanjutnya dalam pembuatan semen cair/beku. Hal ini sesuai dengan pernyataan Affandhy, dkk. (2004) yang menyatakan bahwa pembuatan semen cair standar yang harus dipenuhi adalah gerakan massa ++ sampai dengan +++.

Rata – rata motilitas semen segar kambing PE yang didapat pada penelitian ini adalah 80,5%. Hasil tersebut lebih tinggi dari penelitian yang dilakukan oleh Tambing, dkk (2000) dengan hasil persentase motilitas sebesar 72,79%. Beberapa faktor yang diketahui mempengaruhi motilitas spermatozoa adalah jumlah ejakulat, umur pejantan, perubahan temperatur, bangsa ternak.

(3)

Keutuhan membran plasma berkorelasi dengan motilitas karena membran plasma yang baik akan memberikan zat – zat yang dibutuhkan untuk metabolisme pergerakan spermatozoa. Rata – rata keutuhan membran plasma pada penelitian ini sebesar 81,0%. Hasil tersebut membuktikan bahwa semen layak untuk dibekukan Menurut Evans dan Maxwell (1987) kerusakan membran plasma dan pencairan kembali semen beku tidak lebih dari 70%. Rata-rata abnormalitas yang didapat pada penelitian ini adalah 2,08%. Hal ini membuktikan bahwa semen layak untuk diinseminasikan. Selama abnormalitas spermatozoa belum mencapai 20% dari contoh semen, maka semen tersebut masih dapat dipakai untuk inseminasi (Toelihere, 1985).

4.2. Pengaruh Lama Inkubasi Terhadap Motilitas Spermatozoa Kambing PE Fraksi Atas dan Fraksi Bawah

4.2.1. Pengaruh Lama Inkubasi Terhadap Motilitas Spermatozoa Fraksi Atas

Nilai rata – rata motilitas spermatozoa fraksi atas post thawing dengan berbagai perlakuan lama inkubasi disajikan secara lengkap pada Tabel 6.

Tabel 6. Rataan Motilitas Spermatozoa pada Fraksi Atas

Ulangan Perlakuan P1 P2 P3 ---%--- 1 37,8 32,8 31,1 2 35,6 33,3 33,3 3 40,5 38,7 26,6 4 38,6 34,6 31,2 5 38,9 33,3 29,7 6 35,9 31,3 25,0 Total 227,3 204,0 176,9 Rata-rata ± SD 37,88 ± 1,87 34,0 ± 2,54 29,48 ± 3,12 Keterangan:

P1 = Perlakuan Lama Inkubasi selama 45 menit P2 = Perlakuan Lama Inkubasi selama 60 menit P3 = Perlakuan Lama Inkubasi selama 75 menit

(4)

Berdasarkan Tabel 6, rataan motilitas spermatozoa fraksi atas dengan

berbagai perlakuan lama inkubasi berkisar antara 29,48-37,88%. Dilakukan uji sidik ragam untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap parameter yang diamati. Hasil analisis menunjukkan lama inkubasi berpengaruh sangat nyata (F hitung > F Tabel 1%) terhadap motilitas spermatozoa fraksi atas dengan hasil tertinggi pada perlakuan lama inkubasi selama 45 menit sebesar 37,88%.

Nilai rata – rata motilitas spermatozoa fraksi atas yang didapat pada penelitian ini kurang baik karena menurut Ditjennak (2009) untuk semen beku yang baik harus mengandung motilitas post thawing sebesar 40%. Hal ini disebabkan oleh adanya perlakuan pada proses sexing yang membuat spermatozoa fraksi atas

kehabisan energi, selain itu perubahan suhu yang sangat ekstrim pada saat pembekuan (-196˚C) dan juga saat proses thawing. Kristal – kristal es yang terbentuk saat proses pembekuan bisa merusak ekor spermatozoa yang merupakan inti untuk pergerakan spermatozoa itu sendiri.

Sejalan dengan pendapat Januskauskas dan Zillinskas (2002) yang mengatakan menurunnya motilitas sperma akibat pembekuan diyakini terkait dengan kerusakan mitokondria. Motilitas sperma bergantung pada fungsi mitokondria. Adenosine Tri Phosphate (ATP) dihasilkan oleh fosforilasi oksidatif di dalam membran mitokondria dan ditransfer ke mikrotubulus untuk kontraksi fibril-fibril yang ada pada bagian principle piece dan end piece dari ekor spermatozoa yang nantinya untuk pergerakan spermatozoa. Nilai motilitas spermatozoa fraksi atas yang didapat masih dibawah standar untuk inseminasi buatan namun masih layak untuk digunakan pada teknologi reproduksi ternak lainnya dengan kepentingan agar bisa mementukan jenis kelamin anak akan dilahirkan.

Penelitian tentang sexing semen Sapi Limousin dengan menggunakan gradien albumin putih telur berpengencer Andromed yang dilakukan oleh

(5)

Purwoistri, dkk (2013) menghasilkan motilitas X sebesar 63,00%. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Sutama (1999) tentang uji kualitas semen beku kambing PE dengan berbagai pengencer berbahan dasar tris-sitrat mengasilkan motilitas seteleh thawing sebesar 40,62 – 43,12%. Hasil motilitas spermatozoa fraksi atas pada penelitian ini cukup buruk jika dibandingkan dengan peneltian Sutama (1999) karena penelitian ini sebelumnya melalui proses sexing dengan berbagai perlakuan lama inkubasi.

Hasil dari perhitungan Koefisien Keragaman (KK) pada pengamatan pengaruh lama inkubasi terhadap motilitas spermatozoa fraksi atas adalah 7,58%. Hal ini membuktikan bahwa derajat keakuratan pada pengamatan ini sangat bagus. Menurut pernyataan Hanafiah (1991) menyatakan jika penelitian dilakukan di laboratorium atau di lingkungan yang terkontrol dengan derajat koefisien keragaman (KK) antara 5-10%, maka keakuratan data dikatagorikan tinggi.

Uji selanjutnya adalah uji polinomial orthogonal yang digunakan untuk mengetahui pola hubungan antar perlakuan lama inkubasi yang diberikan terhadap motilitas spermatozoa fraksi atas. Berdasarkan analisis, dihasilkan sebuah grafik regresi linier yang menunjukkan penurunan motilitas spermatozoa fraksi atas dipengaruhi oleh lama inkubasi dengan persamaan y = -0,28x + 50,59 yang digambarkan pada Ilustrasi 5.

(6)

Ilustrasi 5. Grafik Pengaruh Lama Inkubasi Terhadap Motilitas Spermatozoa

Fraksi Atas

Berdasarkan Ilustrasi 5, hasil analisis menunjukkan bahwa nilai paling tinggi didapatkan oleh lama inkubasi selama 45 menit dan setiap 1 menit lama inkubasi akan menurunkan motilitas spermatozoa fraksi atas sebanyak 0,28%. Nilai determinasi (R2) dalam pengamatan ini didapat sebesar 0,9981 yang artinya penurunan motilitas dipengaruhi oleh lama inkubasi sebesar 99,81%. Jika waktu inkubasi semakin lama maka nilai motilitas spermatozoa akan menurun. Hal ini senada dengan pendapat Saili, dkk (2000) yang mengatakan spermatozoa yang banyak menggunakan energi lama kelamaan nilai motilitasnya akan turun bahkan bisa tidak bergerak sama sekali.

4.2.2. Pengaruh Lama Inkubasi Terhadap Motilitas Spermatozoa Fraksi Bawah

Nilai rata – rata motilitas spermatozoa fraksi bawah post thawing dengan berbagai perlakuan lama inkubasi disajikan secara lengkap pada Tabel 7.

37.88333333 34 29.48333333 y = -0.28x + 50.59 R² = 0.9981 28 30 32 34 36 38 40 40 45 50 55 60 65 70 75 80 Motil itas Sperm a Pe mbw a Krom osom X( %)

(7)

Tabel 7. Rataan Motilitas Spermatozoa pada Fraksi Bawah Ulangan Perlakuan P1 P2 P3 ---%--- 1 38,7 30,0 32,8 2 33,3 30,0 33,3 3 36,4 32,6 33,3 4 38,9 35,3 27,8 5 37,5 33,3 30,8 6 32,3 30,0 22,9 Total 217,1 191,2 180,9 Rata-rata ± SD 36,18 ± 2,79 31,87 ± 2,23 30,15 ± 4,13 Keterangan:

P1 = Perlakuan Lama Inkubasi selama 45 menit P2 = Perlakuan Lama Inkubasi selama 60 menit P3 = Perlakuan Lama Inkubasi selama 75 menit

Berdasarkan Tabel 7, rataan motilitas spermatozoa fraksi bawah dengan

berbagai perlakuan lama inkubasi berkisar antara 30,15 – 36,18%. Dilakukan uji sidik ragam untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap parameter yang diamati. Hasil analisis menunjukkan lama inkubasi berpengaruh nyata (F hitung > F Tabel 5%) terhadap motilitas spermatozoa fraksi bawah dengan hasil tertinggi yang didapat pada perlakukan lama inkubasi 45 menit dengan hasil 36,18%.

Sama halnya dengan motilitas spermatozoa fraksi atas, nilai rata – rata motilitas spermatozoa fraksi bawah yang didapat pada penelitian ini kurang baik karena menurut Ditjennak (2009) untuk semen beku yang baik harus mengandung motilitas post thawing sebesar 40%. Proses sexing dengan berbagai perlakuan lama inkubasi pada penelitian ini membuat spermatozoa fraksi bawah kehabisan energi, selain itu perubahan suhu yang sangat ekstrim pada saat pembekuan (-196˚C) dan juga saat proses thawing. Kristal – kristal es yang terbentuk saat proses pembekuan bisa merusak ekor spermatozoa yang merupakan inti untuk pergerakan spermatozoa itu sendiri. Hasil motilitas spermatozoa fraksi bawah pada penelitian ini memang kurang layak untuk inseminasi buatan namun masih bisa digunakan untuk teknologi

(8)

reproduksi ternak lainnya yang tujuannya untuk menentukan jenis kelamin anak yang akan dilahirkan.

Sejalan dengan pendapat Januskauskas dan Zillinskas (2002) yang mengatakan menurunnya motilitas sperma akibat pembekuan diyakini terkait dengan kerusakan mitokondria. Motilitas sperma bergantung pada fungsi mitokondria. Adenosine Tri Phosphate (ATP) dihasilkan oleh fosforilasi oksidatif di dalam membran mitokondria dan ditransfer ke mikrotubulus untuk kontraksi fibril-fibril yang ada pada bagian principle piece dan end piece dari ekor spermatozoa yang nantinya untuk pergerakan spermatozoa.

Penelitian Purwoistri, dkk (2013) tentang semen sexing Sapi Limousin menggunakan gradien albumin putih telur berpengencer Andromed yang menghasilkan motilitas spermatozoa Y sebesar 53,5%. Suhu ekstim pada proses pembekuan dan pencairan kembali terbukti menurunkan nilai motilitas. Terbukti pada penelitian Sutama (1999) tentang uji kualitas semen beku kambing PE dengan berbagai pengencer berbahan dasar tris-sitrat mengasilkan motilitas seteleh thawing sebesar 40,62 – 43,12%. Hasil motilitas spermatozoa penelitian Sutama (1999) masih lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian ini karena sebelumnya penelitian ini melalui proses sexing dengan berbagai perlakukan lama inkubasi.

Koefisien Keragaman (KK) yang didapatkan dari pengaruh lama inkubasi terhadap motilitas spermatozoa fraksi bawah adalah 9,63%. Angka tersebut menurut pernyataan Hanafiah (1991) menunjukkan bahwa keakuratan hasil penelitian yang diperoleh berupa rataan motilitas spermatozoa fraksi bawah termasuk katergori yang tinggi karena berada di bawah angka 10%.

Uji selanjutnya adalah uji polinomial orthogonal yang digunakan untuk mengetahui pola hubungan antar perlakuan lama inkubasi yang diberikan terhadap motilitas spermatozoa fraksi bawah. Berdasarkan analisis, dihasilkan sebuah grafik regresi linier yang menunjukkan penurunan motilitas spermatozoa fraksi bawah

(9)

dipengaruhi oleh lama inkubasi dengan persamaan y = -0,2x + 44,77 yang digambarkan pada Ilustrasi 6.

Ilustrasi 6. Grafik Pengaruh Lama Inkubasi Terhadap Motilitas Spermatozoa

Fraksi Bawah

Berdasarkan Ilustrasi 6, hasil analisis menunjukkan bahwa nilai paling tinggi didapatkan oleh lama inkubasi selama 45 menit dan setiap 1 menit lama inkubasi akan menurunkan motilitas spermatozoa fraksi bawah sebanyak 0,2%. Nilai determinasi (R2) dalam pengamatan ini didapat sebesar 0,9417 yang artinya penurunan motilitas dipengaruhi oleh lama inkubasi sebesar 94,17%. Penurunan motilitas spermatozoa fraksi bawah lebih kecil dibandingkan penurunan motilitas spermatozoa fraksi atas setiap menitnya. Hal ini disebabkan spermatozoa Y memiliki daya gerak yang lebih cepat dibandingkan spermatozoa X.

4.3. Pengaruh Lama Inkubasi Terhadap Keutuhan Membran Plasma Spermatozoa Kambing PE Fraksi Atas dan Fraksi Bawah

4.3.1. Pengaruh Lama Inkubasi Terhadap Keutuhan Membran Plasma Spermatozoa Fraksi Atas

Nilai rata – rata keutuhan membran plasma spermatozoa fraksi atas post thawing dengan berbagai perlakuan lama inkubasi disajikan secara lengkap pada Tabel 8. 36.18333333 31.86666667 30.15 y = -0.2x + 44.77 R² = 0.9417 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 40 45 50 55 60 65 70 75 80 Motil itas Sperm a Pe mbw a Krom osom Y (%)

(10)

Tabel 8. Rataan Keutuhan Membran Plasma Spermatozoa pada Fraksi Atas

Keterangan:

P1 = Perlakuan Lama Inkubasi selama 45 menit P2 = Perlakuan Lama Inkubasi selama 60 menit P3 = Perlakuan Lama Inkubasi selama 75 menit

Berdasarkan Tabel 8, rataan keutuhan membran plasma spermatozoa fraksi atas dengan berbagai perlakuan lama inkubasi berkisar antara 26,58 – 36,42%. Dilakukan uji sidik ragam untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap parameter yang diamati. Hasil analisis menunjukkan lama inkubasi berpengaruh sangat nyata (F hitung > F Tabel 1%) terhadap keutuhan membran plasma spermatozoa fraksi atas dengan hasil tertinggi pada perlakuan lama inkubasi 45 menit sebesar 36,42%.

Nilai rata – rata keutuhan membran plasma yang dirasa cukup rendah disebabkan oleh perlakuan sexing dengan berbagai lama inkubasi yang membuat membuat membran plasma spermatozoa semakin rusak dan suhu ekstrim saat pembekuan serta saat proses pencairan kembali thawing. Hal ini sejalan dengan pendapat Nur, dkk (2011) yang menyatakan proses pembekuan-thawing dapat menyebabkan kerusakan fungsional membran mencakup peningkatan fluiditas membran dan terjadinya peningkatan tekanan osmotik pada membran yang terjadi ketika sel mengalami dehidrasi ekstrim selama proses pendinginan. Keadaan ini diperburuk juga dengan terbentuknya peroksidasi lipid yang mengakibatkan perubahan struktur dan fungsi pada membran sel spermatozoa (Gadella, 2008).

Ulangan Perlakuan P1 P2 P3 ---%--- 1 41,0 36,5 26,0 2 41,5 34,5 29,0 3 36,5 32,5 24,5 4 33,5 31,0 28,0 5 33,0 31,5 29,0 6 33,0 27,5 23,0 Total 218,5 193,5 159,5 Rata-rata ± SD 36,42 ± 3,97 32,25 ± 3,09 26,58 ± 2,49

(11)

Penelitian semen sexing sapi Limousin menggunakan gradien Percoll yang diencerkan dengan CEP-2 ditambah kuning telur 10% yang dilakukan oleh Diliyana, dkk (2014) menghasilkan keutuhan membran plasma spermatozoa X sebesar 85,41%. Penelitian Tambing, dkk (2000) tentang kualitas semen beku kambing PE menghasilkan keutuhan membran plasma utuh sebesar 45,63% yang membuktikan bahwa pembekuan dan thawing merusak integritas membran plasma spermatozoa. Hasil keutuhan membran plasma spermatozoa dari penelitian Tambing, dkk (2000) lebih besar jika dibandingkan dengan penelitian ini karena penelitian ini melalui proses sexing dengan berbagai perlakuan lama inkubasi.

Hasil dari perhitungan Koefisien Keragaman (KK) pada pengamatan pengaruh lama inkubasi terhadap keutuhan membran plasma spermatozoa fraksi atas adalah 10,22%. Hal ini membuktikan bahwa derajat keakuratan pada pengamatan ini cukup bagus. Menurut pernyataan Hanafiah (1991) menyatakan jika penelitian dilakukan di laboratorium atau di lingkungan yang terkontrol dengan derajat koefisien keragaman (KK) antara 5-10%, maka keakuratan data dikatagorikan normal. Namun, jika nilai koefisisen keragaman melebihi 10% dapat dikatakan bahwa terdapat salah satu perlakuan yang menonjol diantara perlakuan yang lain.

Uji selanjutnya adalah uji polinomial orthogonal yang digunakan untuk mengetahui pola hubungan antar perlakuan lama inkubasi yang diberikan terhadap keutuhan membran plasma spermatozoa X. Berdasarkan analisis, dihasilkan sebuah grafik regresi linier yang menunjukkan penurunan keutuhan membran plasma spermatozoa X dipengaruhi oleh lama inkubasi dengan persamaan y = -0,33x + 51,52 yang digambarkan pada Ilustrasi 7.

(12)

Ilustrasi 7. Grafik Pengaruh Lama Inkubasi Terhadap Keutuhan Membran plasma

Spermatozoa Fraksi Atas

Berdasarkan Ilustrasi 7, hasil analisis menunjukkan bahwa nilai paling tinggi didapatkan oleh lama inkubasi selama 45 menit dan setiap 1 menit lama inkubasi akan menurunkan keutuhan membran plasma spermatozoa X sebanyak 0,33%. Nilai determinasi (R2) dalam pengamatan ini didapat sebesar 0,9923 yang artinya penurunan keutuhan membran plasma dipengaruhi oleh lama inkubasi sebesar 99,23%.

4.3.2. Pengaruh Lama Inkubasi Terhadap Keutuhan Membran Plasma Spermatozoa Fraksi Bawah

Nilai rata – rata keutuhan membran plasma spermatozoa fraksi bawah post thawing dengan berbagai perlakuan lama inkubasi disajikan secara lengkap pada Tabel 9.

Tabel 9. Rataan Keutuhan Membran Plasma Spermatozoa pada Fraksi Bawah

Ulangan Perlakuan P1 P2 P3 ---%--- 1 40,0 32,0 30,5 2 39,0 33,0 32,0 3 34,0 31,0 26,0 4 34,0 31,5 24,5 5 33,5 29,0 25,0 6 36,0 34,5 28,5 Total 216,5 191,0 166.5 Rata-rata ± SD 36,08 ± 2,80 31,83 ± 1.86 27,75 ± 3,08 36.41666667 32.25 26.58333333 y = -0.33x + 51.52 R² = 0.9923 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40 45 50 55 60 65 70 75 80 Keutu han Memr an P las ma Sp erm a Pe mbw a Krom osom X (%)

(13)

Keterangan:

P1 = Perlakuan Lama Inkubasi selama 45 menit P2 = Perlakuan Lama Inkubasi selama 60 menit P3 = Perlakuan Lama Inkubasi selama 75 menit

Berdasarkan Tabel 9, rataan keutuhan membran plasma spermatozoa fraksi bawah dengan berbagai perlakuan lama inkubasi berkisar antara 27,75 – 36,08%. Dilakukan uji sidik ragam untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap parameter yang diamati. Hasil analisis menunjukkan lama inkubasi berpengaruh sangat nyata (F hitung > F Tabel 1%) terhadap keutuhan membran plasma spermatozoa fraksi bawah dengan hasil tertinggi pada perlakukan lama inkubasi selama 45 menit sebesar 36,08%.

Berbagai perlakuan lama inkubasi yang membuat membran plasma spermatozoa fraksi bawah menjadi semakin rusak dan suhu ekstrim saat pembekuan serta proses thawing merupakan penyebab buruknya nilai keutuhan membran plasma spermatozoa fraksi bawah pada penelitian ini. Hal ini sejalan dengan pendapat Nur dkk., (2011) yang menyatakan proses pembekuan-thawing dapat menyebabkan kerusakan fungsional membran mencakup peningkatan fluiditas membran dan terjadinya peningkatan tekanan osmotik pada membran yang terjadi ketika sel mengalami dehidrasi ekstrim selama proses pendinginan.

Hasil yang cukup berbeda jauh dengan penelitian Diliyana, dkk (2014) tentang semen sexing dengan menggunakan gradien Percoll berpengencer CEP-2 ditambahkan dengan kuning telur 10% tanpa dibekukan yang menghasilkan keutuhan membran plasma spermatozoa Y sebesar 83,14%. Perlakuan pembekuan dan thawing yang menyebabkan penurunan keutuhan membran plasma secara dratis juga dialami oleh penelitian Tambing, dkk (2000) kualitas semen beku kambing PE menghasilkan keutuhan membran plasma sebesar 45,63%. Hasil Tambing, dkk (2000) masih lebih besar dengan hasil penelitian ini karena penelitian ini sebelumnya melalui proses sexing dengan berbagai lama waktu inkubasi.

(14)

Koefisien Keragaman (KK) yang didapatkan dari pengaruh lama inkubasi terhadap keutuhan membran plasma spermatozoa fraksi bawah adalah 8,25%. Angka tersebut menurut pernyataan Hanafiah (1991) menunjukkan bahwa keakuratan hasil penelitian yang diperoleh berupa rataan keutuhan membran plasma spermatozoa fraksi bawah termasuk katergori yang tinggi karena berada di bawah angka 10%.

Uji selanjutnya adalah uji polinomial orthogonal yang digunakan untuk mengetahui pola hubungan antar perlakuan lama inkubasi yang diberikan terhadap keutuhan membran plasma spermatozoa fraksi bawah. Berdasarkan analisis, dihasilkan sebuah grafik regresi linier yang menunjukkan penurunan keutuhan membran plasma spermatozoa fraksi bawah dipengaruhi oleh lama inkubasi dengan persamaan y = -0,28x + 48,69 yang digambarkan pada Ilustrasi 8.

Ilustrasi 8. Grafik Pengaruh Lama Inkubasi Terhadap Keutuhan Membran plasma

Spermatozoa Fraksi Bawah

Berdasarkan Ilutrasi 8, hasil analisis menunjukkan bahwa nilai paling tinggi didapatkan oleh lama inkubasi selama 45 menit dan setiap 1 menit lama inkubasi akan menurunkan keutuhan membran plasma spermatozoa fraksi bawah sebanyak 0,2%. Nilai determinasi (R2) dalam pengamatan ini didapat sebesar 0,9411 yang

36.08333333 31.83333333 21.08333333 y = -0.28x + 48.69 R² = 0.9411 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40 40 45 50 55 60 65 70 75 80 Keutu han Memr an P las ma Sp erm a Pe mbw a Krom osom Y(%)

(15)

artinya penurunan keutuhan membran plasma dipengaruhi oleh lama inkubasi sebesar 94,11%.

4.4. Pengaruh Lama Inkubasi Terhadap Abnormalitas Primer Spermatozoa Kambing PE Fraksi Atas dan Fraksi Bawah

4.4.1. Pengaruh Lama Inkubasi Terhadap Abnormalitas Primer Spermatozoa Fraksi Atas

Nilai rata – rata abnomalitas primer spermatozoa fraksi atas post thawing dengan berbagai perlakuan lama inkubasi disajikan secara lengkap pada Tabel 10.

Tabel 10. Rataan Abnormalitas Primer Spermatozoa pada Fraksi Atas

Ulangan Perlakuan P1 P2 P3 ---%--- 1 2,5 2,0 3,0 2 3,5 4,0 2,0 3 1,5 2,0 1,5 4 2,5 1,5 1,5 5 2,0 3,5 3,5 6 1,5 2,5 2,5 Total 13,5 15,5 14,0 Rata-rata ± SD 2,25 ± 0,76 2,58 ± 0,97 2,33 ± 0,82 Keterangan:

P1 = Perlakuan Lama Inkubasi selama 45 menit P2 = Perlakuan Lama Inkubasi selama 60 menit P3 = Perlakuan Lama Inkubasi selama 75 menit

Berdasarkan Tabel 10, rataan abnormalitas primer spermatozoa fraksi atas dengan berbagai perlakuan lama inkubasi berkisar antara 2,25 – 2,58%. Nilai abnomalitas primer spermatozoa fraksi atas terendah dihasilkan oleh perlakuan lama inkubasi selama 45 menit (P1) dengan hasil sebesar 2,25%. Setelah itu, dilakukan uji sidik ragam untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap parameter yang diamati. Hasil analisis menunjukkan lama inkubasi tidak berpengaruh sangat nyata (F hitung < F Tabel 1%) terhadap abnormalitas primer spermatozoa fraksi bawah. Hal ini disebabkan abnormalitas primer muncul saat proses spermatogenesis dalam alat kelamin jantan. Sejalan dengan pendapat

(16)

Riyadhi, dkk (2012) abnormalitas primer terjadi pada bagian kepala dan sebagian bersifat genetik dan berdampak pada fertilitas. Namun, abnormalitas yang didapat terhitung sedikit karena menurut Barth dan Oko (1989), abnormalitas akan dianggap serius apabila abnormalitas primer mencapai 18-20% karena dapat menyebabkan penurunan fertilitas dan abnormalitas primer dapat disebabkan faktor keturunan dan pengaruh lingkungan yang buruk. Artinya, kambing PE yang diambil semennya memiliki keturunan yang baik dan pemeliharaannya yang sangat diperhatikan dari segi pakan dan kebersihan.

Hasil dari perhitungan Koefisien Keragaman (KK) pada pengamatan pengaruh lama inkubasi terhadap keutuhan membran plasma spermatozoa fraksi atasadalah 35,71%. Hal ini membuktikan bahwa derajat keakuratan pada pengamatan ini amat buruk karena melebih 10%. Menurut pernyataan Hanafiah (1991) menyatakan jika penelitian dilakukan di laboratorium atau di lingkungan yang terkontrol dengan derajat koefisien keragaman (KK) antara 5-10%, maka keakuratan data dikatagorikan normal. Koefisien keragaman yang didapat menunjukkan bahwa tidak ada perlakuan lama inkubasi yang menonjol terhadap abnormalitas primer spermatozoa fraksi atas karenanya tidak ada lama inkubasi yang optimum pada pengamatan ini.

4.4.2 Pengaruh Lama Inkubasi Terhadap Abnormalitas Primer Spermatozoa Fraksi Bawah

Nilai rata – rata abnomalitas primer spermatozoa fraksi bawah post thawing dengan berbagai perlakuan lama inkubasi disajikan secara lengkap pada Tabel 11.

(17)

Tabel 11. Rataan Abnormalitas Primer Spermatozoa pada Fraksi Bawah Ulangan Perlakuan P1 P2 P3 ---%--- 1 3,0 3,5 4,5 2 2,5 2,5 2,5 3 2,5 2,0 2,0 4 1,5 2,0 2,0 5 2,5 2,5 4,0 6 2,5 1,5 3,0 Total 14,5 14,0 18,0 Rata-rata ± SD 2,42 ± 0,49 2,33 ± 0,68 3,0 ± 1,05 Keterangan:

P1 = Perlakuan Lama Inkubasi selama 45 menit P2 = Perlakuan Lama Inkubasi selama 60 menit P3 = Perlakuan Lama Inkubasi selama 75 menit

Berdasarkan Tabel 11, rataan abnormalitas primer spermatozoa fraksi bawah dengan berbagai perlakuan lama inkubasi berkisar antara 2,33 – 3,0%. Nilai abnormalitas primer spermatozoa fraksi bawah terendah dihasilkan oleh perlakuan lama inkubasi selama 60 menit (P1) dengan hasil sebesar 2,25%. Setelah itu, dilakukan uji sidik ragam untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap parameter yang diamati. Hasil analisis menunjukkan lama inkubasi tidak berpengaruh sangat nyata (F hitung < F Tabel 1%) terhadap abnormalitas primer spermatozoa fraksi bawah. Hal ini disebabkan abnormalitas primer muncul saat proses spermatogenesis dalam alat kelamin jantan. Sejalan dengan pendapat Riyadhi, dkk (2012) abnormalitas primer terjadi pada bagian kepala dan sebagian bersifat genetik dan berdampak pada fertilitas. Namun, abnormalitas yang didapat terhitung sedikit karena menurut Barth dan Oko (1989), abnormalitas akan dianggap serius apabila abnormalitas primer mencapai 18-20% karena dapat menyebabkan penurunan fertilitas dan abnormalitas primer dapat disebabkan faktor keturunan dan pengaruh lingkungan yang buruk. Artinya, kambing PE yang diambil semennya memiliki keturunan yang baik dan pemeliharaannya yang sangat diperhatikan dari segi pakan dan kebersihan.

(18)

Koefisien Keragaman (KK) yang didapatkan dari pengaruh lama inkubasi terhadap abnormalitas primer spermatozoa fraksi bawah adalah 30,05%. Angka tersebut menurut pernyataan Hanafiah (1991) menunjukkan bahwa keakuratan hasil penelitian yang diperoleh berupa rataan abnormalitas primer spermatozoa fraksi bawah termasuk katergori yang rendah karena berada di atas angka 10%. Koefisien keragaman yang didapat menunjukkan bahwa tidak ada perlakuan lama inkubasi yang menonjol terhadap abnormalitas primer spermatozoa fraksi bawah karenanya tidak ada lama inkubasi yang optimum pada pengamatan ini.

Gambar

Ilustrasi  5.    Grafik  Pengaruh  Lama  Inkubasi  Terhadap  Motilitas  Spermatozoa  Fraksi Atas
Ilustrasi 6.   Grafik  Pengaruh  Lama  Inkubasi  Terhadap  Motilitas  Spermatozoa  Fraksi Bawah
Ilustrasi 7. Grafik Pengaruh Lama Inkubasi Terhadap Keutuhan Membran plasma  Spermatozoa Fraksi Atas
Ilustrasi 8. Grafik Pengaruh Lama Inkubasi Terhadap Keutuhan Membran plasma  Spermatozoa Fraksi Bawah

Referensi

Dokumen terkait

bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 110/PMK.010/2006 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang Dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor

〔最高裁民訴事例研究四三九〕平二五3民集六七巻八号一四八三頁

b) Kebijakan remunerasi terbukti meningkatkan kinerja pegawai negeri sipil di Fakultas Ilmu Sosial UM, mengingat perolehan remunerasi dipengaruhi oleh prestasi

Tujuan dari buku ini yaitu untuk memberitahukan salah satu benda peninggalan budaya suku Dayak Benuaq yaitu Papan Ketika pada generasi selanjutnya maupun masyarakat luas.

kemampuan uan untuk mengidentifikasi perbedaan-perbe untuk mengidentifikasi perbedaan-perbedaan daan bentuk tubuh bentuk tubuh Patokan Patokan titik truss pada tubuh ikan sebanyak

[r]

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Perusahaan yang melakukan manajemen laba atas perubahan tarif pajak Badan hanya perusahaan yang laba; (2) Manajemen laba pada

Perencanaan bangunan ini berbeda dengan orientasi massa bangunan pada rumah sakit umum, pada bangunan BBKPM Bandung, kebutuhan fungsi ruang dan penempatan bukaan berada pada