• Tidak ada hasil yang ditemukan

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 51 TAHUN 2012 TENTANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 51 TAHUN 2012 TENTANG"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

WALIKOTA TEGAL

PERATURAN WALIKOTA TEGAL

NOMOR 51 TAHUN 2012

TENTANG

RENCANA AKSI DAERAH PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK DI KOTA TEGAL TAHUN 2012 - 2017

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TEGAL,

Menimbang : a. bahwa praktek mempekerjakan anak pada bagian jenis pekerjaan-pekerjaan terburuk, harus segera dihapus karena merendahkan harkat dan martabat manusia khususnya anak-anak serta merampas hak anak untuk tumbuh dan berkembang secara wajar;

b. bahwa penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak di daerah, perlu diselenggarakan secara terarah, terkoordinasi, terpadu dan berkesinambungan;

c. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2009 tentang Pedoman Pembentukan Komite Aksi Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat dalam Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak perlu menetapkan Rencana Aksi Daerah Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak di Kota Tegal Tahun 2012-2017;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a , huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Walikota Tegal tentang Rencana Aksi Daerah Penghapusan Bentuk-Bentuk pekerjaan Terburuk Untuk Anak di Kota Tegal Tahun 2012-2017;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kota Besar dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan dalam Daerah Istimewa Yogyakarta;

2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kota Kecil dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat;

(2)

- 2 -

3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1954 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 16 dan Nomor 17 Tahun 1950 tentang Pembentukan Kota-Kota Besar dan Kota-Kota Kecil di Jawa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1954 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 551);

4. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi ILO 138 mengenai Usia Minimum Untuk Diperbolehkan Bekerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3835);

5. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886);

6. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan Konvensi International Labour Organization 182 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Bagi Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3941);

7. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235);

8. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279);

9. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496);

10. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

11. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);

(3)

12. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1986 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Tegal dan Kabupaten Daerah Tingkat II Tegal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3321);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2007 tentang Perubahan Batas Wilayah Kota Tegal dengan Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah di Muara Sungai Kaligangsa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4713);

14. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

15. Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on the Rights of the Child (Konvensi tentang Hak-Hak Anak);

16. Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2001 tentang Komite Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak;

17. Keputusan Presiden Nomor 59 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak;

18. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-Undangan;

19. Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Tegal Nomor 6 Tahun 1988 tentang Perubahan Batas dan Luas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Tegal dan Memberlakukan Semua Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Tegal serta Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Tegal di Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Tegal (Lembaran Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Tegal Tahun 1989 Nomor 4);

20. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2009 tentang Pedoman Pembentukan Komite Aksi Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat dalam Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak;

21. Peraturan Walikota Tegal Nomor 1 Tahun 2009 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah Kota Tegal (Berita Daerah Kota Tegal Tahun 2009 Nomor 1);

MEMUTUSKAN :

(4)

- 4 -

Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA TENTANG RENCANA AKSI DAERAH PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK DI KOTA TEGAL TAHUN 2012 - 2017.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Walikota ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kota Tegal.

2. Pemerintah Daerah adalah Walikota dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.

3. Walikota adalah Walikota Tegal.

4. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

5. Pekerja anak adalah anak yang melakukan jenis pekerjaan yang membahayakan kesehatan dan menghambat proses belajar serta tumbuh kembang anak.

6. Tumbuh kembang anak adalah tumbuh dalam arti bertambahnya ukuran dan masa yaitu tinggi, berat badan, tulang, dan panca indera tumbuh sesuai dengan usia, dan kembang dalam arti bertambahnya dalam kematangan fungsi tumbuh yaitu pendengaran, penglihatan, kecerdasan, dan tanggung jawab.

7. Komite Aksi Daerah atau sebutan lain adalah wadah koordinasi penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak di daerah. 8. Rencana Aksi Daerah Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk

untuk Anak Kota Tegal adalah pedoman bagi Komite Aksi Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak Kota Tegal dalam menyusun program dan kegiatan.

BAB II RENCANA AKSI

Pasal 2

Rencana Aksi Daerah Penghapusan Bentuk-Bentuk pekerjaan Terburuk Untuk Anak di Kota Tegal Tahun 2012-2017 tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini.

Pasal 3

Rencana Aksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilaksanakan melalui strategi :

a. penyediaan pusat data informasi mengenai bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak;

b. penguatan kapasitas kelembagaan Komite Aksi Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak;

c. pengembangan program terpadu;

d. peningkatan kapasitas dan komitmen penegak hukum; e. peningkatan koordinasi lintas sektor;

f. pengembangan jaringan kerjasama yang tidak mengikat dengan pihak manapun baik dalam maupun luar negeri

(5)

Diundangkan di Tegal pada tanggal 5 Juli 2012

SEKRETARIS DAERAH KOTA TEGAL ttd

EDY PRANOWO

BERITA DAERAH KOTA TEGAL TAHUN 2012 NOMOR 51 BAB III

KETENTUAN PENUTUP Pasal 4

Peraturan Walikota ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Walikota ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kota Tegal.

Ditetapkan di Tegal Pada tanggal 5 Juli 2012

WALIKOTA TEGAL, ttd

IKMAL JAYA

Salinan sesuai dengan aslinya

KEPALA BAGIAN HUKUM DAN ORGANISASI ttd

BUDI HARTONO, S.H. Penata Tingkat I

(6)

RENCANA AKSI DAERAH PENGHAPUSAN

BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK DI KOTA TEGAL TAHUN 2012 - 2017

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Anak adalah generasi yang akan menjadi penerus bangsa sehingga mereka harus dipersiapkan dan diarahkan sejak dini agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi anak yang sehat jasmani dan rohani, maju, mandiri dan sejahtera menjadi sumber daya yang berkualitas dan dapat menghadapi tantangan di masa datang.

Kesadaran masyarakat dunia terhadap nasib anak telah menghasilkan cara baru dalam memandang anak sebagai manusia yang perlu mendapatkan hak-haknya sebagai Warga Negara Indonesia, warga dunia dan amanat Tuhan Yang Maha Kuasa. Konvensi Hak Anak yang dideklarasikan oleh masyarakat internasional pada tahun 1989, menegaskan komitmen global untuk memberikan yang terbaik bagi kepentingan anak, tanpa ada diskriminasi. Konvensi juga mengamanatkan arti anak sebagai seorang individu lain. Ciri-ciri anak lainnya ditegaskan sebagai makhluk Tuhan yang senantiasa mengalami tumbuh kembang baik secara fisik, mental maupun dalam kehidupan sosialnya.

Indonesia bagian dari masyarakat internasional telah ikut menegakkan komitmen terhadap hak anak dengan meratifikasikan Konvensi Hak Anak (CRC, 1984) melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990. Indonesia juga merupakan salah satu dari negara-negara yang pertama kali ikut meratifikasikan konvensi tersebut, ratifikasi mengandung makna bahwa Indonesia beserta seluruh elemen bangsa mempunyai komitmen dimana di dalamnya ikut ambil bagian dalam melaksanakan kewajiban terhadap anak dengan memberikan perlindungan dan menghargai hak anak di dalam wilayah yuridisnya. Komitmen ini kemudian ditindaklanjuti melalui upaya legislasi dalam aspek perlindungan anak dengan membentuk dan mengesahkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Dalam Undang-Undang Perlindungan Anak tersebut bahwa setiap anak memiliki hak untuk tumbuh dan berkembang, sehingga orang tua dilarang menelantarkan anaknya, dimana pelanggaran terhadap ketentuan tersebut dapat dikenakan sanksi hukuman kurungan yang cukup berat, termasuk didalamnya perusahaan yang mempekerjakan anak.

Salah satu isu mengenai hak asasi anak yang banyak mendapat tanggapan masyarakat internasional dalam konvensi hak anak adalah mengenai anak-anak yang memerlukan perlindungan khusus (Children

LAMPIRAN

PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 51 TAHUN 2012

TENTANG RENCANA AKSI DAERAH PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK DI KOTA TEGAL TAHUN 2012 - 2017

(7)

Need Special Protection), salah satunya adalah anak-anak yang bekerja dalam situasi yang berbahaya. Respon global masyarakat terhadap pekerja anak, diwujudkan dalam kesepakatan lewat International Labour Organisasion (ILO) mengenai tenaga kerja buruh anak, dalam bentuk Konvensi ILO (KILO) Nomor 182 yang diratifikasi dengan Undang-undang No. 1 Tahun 2000 tentang pelarangan dan tindakan segera penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak. Sebagai penegasan dari pelarangan mempekerjakan anak Pemerintah RI juga mengeluarkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Aturan ini mengedepankan wacana perlindungan anak dalam aturan hukum yang telah ada sebagai landasan kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Sebagai tindak lanjut dari perundang-undangan yang telah ada, Pemerintah terus melaksanakan upaya implementasi lewat penataan administrasi struktur dan aparat pemerintah, melalui pembentukan Komitmen Aksi Nasional (KAN) Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk Anak (PBTA) dengan keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2001 dan Perumusan Rencana Aksi Nasional (RAN), sebagai langkah program aksi konkrit menuju harapan terhapusnya bentuk-bentuk-bentuk terburuk pekerja anak di Indonesia yang telah di sahkan melalui Keputusan Presiden Nomor 59 Tahun 2002.

Kota Tegal selama ini telah berupaya untuk menghapus PBTA ini melalui Instansi dan atau lembaga baik pemerintah dan non pemerintah yang telah melakukan kegiatan berkaitan dengan penanganan anak tetapi penanganannya masih parsial dan tidak terpadu.

Guna sinkronisasi program Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk anak, di Kota Tegal perlu disusun Rencana Aksi Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk anak sebagai pedoman bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah dalam menyusun Program dan Kegiatan berkaitan dengan anak.

B. Definisi Anak

1. Definisi Anak dan Perlindungan Anak

Definisi anak dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal ayat (1) “Anak” adalah seseorang yag belum berusia 18 (delapan belas) tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan. Ayat (2) “Perlindungan Anak” adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpatisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan atas kekerasan dan diskriminasi.

2. Pengertian Pekerjaan Terburuk untuk Anak

Bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak menurut Undang-undang Nomor 1 tahun 2000 tentang Pengesahan ILO Convention Nomor 182 Concerning the Prohibition and Immediate Action for the Elimination of the Worst Forms of Child Labour (Konvensi ILO Nomor 182 Mengenai Pelarangan Pekerjaan Terburuk untuk Anak), adalah :

1) segala perbudakan atau praktek sejenis perbudakan seperti penjualan dan perdagangan anak, kerja ijon (debt bondage), dan perhambaan ( serfdom) serta kerja paksa atau wajib kerja, termasuk pengarahan anak secara paksa atau wajib untuk dimanfaatkan dalam konflik bersenjata ;

(8)

3

2) Pemanfaatan, penyediaan atau penawaran anak untuk pelacuran, produksi pornografi, atau untuk pertunjukan porno ;

3) Pemanfaatan, penyediaan atau penawaran anak untuk kegiatan terlarang, khususnya untuk produksi dan perdagangan obat-obatan sebagaimana diatur dalam perjanjian international yang relevan ;

4) Pekerjaan yang sifatnya atau keadaan tempat pekerjaan itu dilakukan dapat membahayakan kesehatan, keselamatan atau moral anak.

Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 235 Tahun 2004 :

 Jenis-jenis pekerjaan yang membahayakan kesehatan dan keselamatan anak adalah :

1. Pekerjaan yang berhubungan dengan mesin, pesawat, instalasi dan peralatan lainnya.

a. mesin-mesin;

b. pesawat seperti pesawat uap, pesawat cairan panas, pesawat pendingin, pesawat angkat-angkut, pesawat tenaga;

c. alat berat seperti traktor, pemecahan batu, grader, pencampuran aspal, mesin pancang;

d. instalasi seperti instalasi pipa bertekanan instalasi listrik, instalasi pemadam kebakaran, saluran listrik; e. Peralatan lainnya seperti tanur, dapur peleburan, lift,

perancah;

f. Bejana tekan, botol baja, bejana penimbun, bejana pengangkut dan sejenisnya;

2. Pekerjaan yang dilakukan pada lingkungan kerja yang berbahaya.

a. Pekerjaan yang mengandung bahaya fisik; b. Pekerjaan yang mengandung bahaya kimia; c. Pekerjaan yang mengandung bahaya biologis;

3. Pekerjaan yang mengandung sifat dan keadaan berbahaya tertentu

a. pekerjaan konstruksi bangunan, jembatan, irigasi atau jalan;

b. pekerjaan yang dilakukan dalam perusahaan pengelolaan kayu seperti penebangan, pengangkutan dan bongkar muat;

c. pekerjaan mengangkat dan mengangkut secara manual beban diatas 12 kg untuk anak laki-laki dan diatas 10 kg untuk anak perempuan ;

d. pekerjaan dalam bangunan tempat kerja yang dikunci ;

e. pekerjaan penangkapan ikan yang dilakukan dilepas pantai atau perairan laut dalam;

f. pekerjaan yang dilakukan di daerah terisolir; g. pekerjaan di kapal;

h. pekerjaan yang dilakukan dalam pembuangan dan pengelolaan sampah atau daur ulang barang-barang bekas ;

(9)

 Jenis-jenis pekerjaan yang membahayakan moral anak, adalah :

a. Pekerjaan pada usaha bar, diskotik, karaoke, bola sodok, bioskop, panti pijat, atau lokasi yang dapat dijadikan tempat prostituti;

b. pekerjaan sebagai model untuk promosi minuman keras; c. obat perangsang seksualitas atau rokok.

Anak-anak yang terjebak dalam bentuk-bentuk pekerjaan terburuk (intolerable form of child labour), harus dientaskan dan tidak boleh dibiarkan terlalu lama berada dalam kondisi tersebut.

Dalam rekomendasi ILO 182 mewajibkan negara yang telah meratifikasikan untuk mengambil tindakan eliminasi segera.

Pengertian pekerjaan terburuk untuk anak menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 2000 tersebut diatas di Indonesia secara umum meliputi anak-anak yang dieksploitasi secara fisik maupun ekonomi yang antara lain dalam bentuk :

1) Anak-anak yang dilacurkan ;

2) anak-anak yang bekerja di pertambangan ;

3) Anak-anak yang bekerja sebagai penyelam mutiara ; 4) Anak-anak bekerja di sektor konstruksi ;

5) Anak- anak yang bekerja di jermal ;

6) Anak-anak yang bekerja sebagai pemulung sampah;

7) Anak-anak yang dilibatkan dalam produksi dan kegiatan yang menggunakan bahan-bahan peledak ;

8) Anak-anak yang bekerja di jalan ;

9) Anak-anak yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga ; 10) Anak-anak yang bekerja di industri rumah tangga ;

11) Anak-anak yang bekerja di perkebunan ;

12) Anak-anak yang bekerja pada penebangan, pengolahan dan pengangkutan kayu ;

13) Anak-anak yang bekerja pada industri dan jenis kegiatan yang menggunakan bahan – bahan kimia yang berbahaya.

C. Kondisi Anak dan Pekerja Anak di Kota Tegal

Kota Tegal Terdiri dari 4 kecamatan dan berdasarkan Data BPS tahun 2011 jumlah penduduk sebanyak 90.067 jiwa, terdiri dari laki-laki 51.532 Jiwa dan perempuan 38.535 Jiwa, dengan tingkatan usia:

 0-4 tahun : L : 10.735 Jiwa P : 10.112 Jiwa  5-9 tahun : L : 20.924 Jiwa P : 9.248 Jiwa  10-14 tahun : L : 10.746 Jiwa P : 10.579 Jiwa  15-18 tahun : L : 9.127 Jiwa P : 8.596 Jiwa

Sedangkan jumlah anak putus sekolah berdasarkan data dari Dinas Pendidikan Kota Tegal untuk Tahun ajaran 2012 adalah sejumlah 208 anak putus sekolah.

Dalam konteks pekerja anak di Kota Tegal terdapat sajian data dari beberapa sumber yang bisa menjadi acuan bagi penyusunan Rencana Aksi Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerja Terburuk untuk Anak (RAKPBPTA) di Kota Tegal antara lain :

(10)

5

1. Data dari Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Tegal Tahun 2012 berdasarkan identifikasi pekerja anak informal dengan pendataan sejumlah 100 jiwa dari 4 kecamatan di Kota Tegal.

2. Sedangkan jenis-jenis pekerjaan terburuk anak yang ada di Kota Tegal berdasarkan Rapat Koordinasi Komite Aksi PBPTA Kota Tegal Tahun 2012 : anak jalanan, pemulung, nelayan dan pengemis.

3. Dinsosnakertrans Kota Tegal telah berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Kota Tegal mendapatkan data anak putus sekolah sejumlah 208 anak putus sekolah yang mempunyai potensi untuk menjadi pekerja anak walaupun tidak semuanya masuk pada dunia kerja

Berdasarkan data tersebut maka dipandang perlu untuk segera melakukan aksi untuk mengentaskan anak melalui lembaga atau komite yang dapat mengkoordinasikan dari kegiatan lintas sektor dalam lingkungan pekerjaan yang dapat membahayakan tumbuh kembangnya anak. Untuk melaksanakan kegiatan tersebut sangat diperlukan adanya suatu lembaga atau komite yang dapat mengkoordinasikan kegiatan lintas sektor guna penanganan dan pengentasan pekerjaan anak tersebut. Sedangkan kondisi anak-anak yang terlibat dalam bentuk pekerjaan terburuk pada umumnya mengalami kekerasan, eksploitas fisik maupun mental akibat dari keterlibatan anak pada pekerjaan terburuk yang sifatnya eksploitatif dan sangat membahayakan bagi pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, moral, sosial dan intelektual anak.

Faktor penyebab munculnya pekerja anak secara umum adalah sebagai berikut :

1. Faktor permintaan yang disebabkan menggunakan tenaga anak-anak relative lebih murah dan tidak banyak tuntutan ;

2. ekonomi keluarga, ini biasanya dialami oleh keluarga miskin yang kemudian menyuruh anaknya atau atas kesadaran sendiri anak masuk di dunia kerja dan pada akhirnya sampai memutuskan tidak melanjutkan sekolah ;

3. terbatasnya kebijakan yang dapat diakses oleh masyarakat miskin, terutama di daerah pinggiran baik kota maupun desa ;

4. sistem birokrasi pemerintahan yang masih mengedepankan kekuasaan dan belum pelayanan ;

5. program dan kegiatan terkait dengan penanggulangan pekerja anak masih bersifat parsial dan tidak berkesinambungan baik di pemerintahan maupun non pemerintah ;

6. masih suburnya praktek korupsi, kolusi dan nepotisme yang semakin memperburuk kondisi bangsa

D. Respon Kebijakan dan Program 1. Respon Kebijakan

Dalam hal upaya penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak sesungguhnya bangsa Indonesia melalui para pemangku kepentingan seperti pemerintahan, Lembaga Swadaya Masyarakat mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang terkait dengan upaya Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak diantaranya adalah :

(11)

b. Undang-undang Nomor 3 Tahun1977 tentang Pengadilan Anak ;

c. Undang-undang Nomor 20 Tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi ILO Nomor 138 mengenai batasan usia minimum untuk diperbolehkan bekerja ;

d. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia ; e. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan Konvensi

ILO Nomor 182 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak ;

f. Undang-undang Nomor 26 Tahun2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia ;

g. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak ; h. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ; i. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan

Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT);

j. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang ;

k. Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Konvensi Hak-hak Anak ;

l. Keputusan Presiden Nomor 129 tahun 1998 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia;

m. Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2011 tentang Komite Aksi Nasional Pengahapusan Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak ; n. Keputusan Presiden Nomor 59 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi

Nasional Penghapusan Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak ;

o. Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Pekerjaan Eksploitas Seksual Komersil Anak ; p. Keputusan Presiden Nomor 88 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi

Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak ;

q. Kepmenakertrans RI Nomor Kep. 115 / Men / VI / 1 / 2004 tentang Perlindungan bagi Anak yang Melakukan Pekerjaan untuk Mengembangkan Bakat dan Minat ;

Provinsi Jawa Tengah sendiri telah mengeluarkan beberapa peraturan diantaranya :

a. Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 76 tahun 2006 tentang Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak ;

b. Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 94 Tahun 2006 tentang Pembentukan Komite Aksi Provinsi Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk Anak ;

2. Respon Program

Dalam upaya penghapusan bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak telah mendapat respon positif dengan melakukan berbagai aksi, misalnya pendamping, pemberdayaan beasiswa, berbagai forum dialog, seminar maupun pelatihan tetapi berbagai kegiatan tersebut masih berjalan sendiri-sendiri dan tidak ada keterpaduan, akibatnya out put, proses maupun keberlanjutan program hanya disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi dan atau capaian program dari dinas / instansi yang ada. Sebagai gambaran bahwa beberapa instansi / lembaga yang telah mengembangkan program untuk mencegah dan menanggulangi pekerja anak dan penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak antara lain :

(12)

7

a. Dinsosnakertrans Kota Tegal memfasilitasi pembentukan Komite Aksi Kabupaten/Kota penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan untuk anak dengan fungsi untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat atau perusahaan-perusahaan di Kota Tegal tentang pekerjaan anak, pekerjaan terburuk untuk anak disertai pendataannya serta penanggulangannya, serta adanya Program Rehabilitasi Sosial bagi anak-anak jalanan / terlantar ;

b. Bagian Sosial dan Kesra Setda Kota Tegal telah membentuk Forum Perlindungan Perempuan dan Anak Kota Tegal dan Pusat Pelayanan Terpadu terkait dengan kekerasan terhadap perempuan dan anak ; c. Bagian Hukum dan Organisasi Sekretariat Daerah Kota Tegal

melakukan sosialisasi perundang-undangan terkait dengan penghapusan PBTA ;

d. Dinkes Kota Tegal telah memberikan Pelayanan kesehatan dasar gratis yang mencakup didalamnya warga tidak mampu dan anak-anak terlantar ;

e. Fatayat NU telah eksis dalam penanganan pekerja anak dan anak terlantar serta mengikutsertakan dalam pelatihan ketrampilan hidup yang diselenggarakan berbagai instansi di Kota Tegal maupun luar Kota Tegal ;

f. Dharma Wanita Kota Tegal telah mengadakan pembinaan berkaitan dengan perempuan dan anak ;

g. Badan Amil Zakat dan Yayasan Rumah Yatim telah menyalurkan zakat yang diterimanya kepada warga yang tidak mampu, mencakup didalamnya anak-anak yang terlantar / miskin ;

Namun berbagai kegiatan tersebut diatas masih bersifat parsial dan ego sektoral, terkesan tumpang tindih dan tidak terkoordinasi dengan baik yang mengakibatkan pendampingan dan penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak di Jawa Tengah kurang efektif dan efisien. Sehingga diperlukan kegiatan atau program yang sifatnya komprehensif dan integral melalui pembentukan Komite Aksi Kota Tegal Penghapusan BPTA yang ditetapkan dengan Keputusan Walikota Tegal ini, sesuai dengan Kepres Nomor 12 Tahun 2001 tentang Komite Aksi Nasional Penghapusan BPTA, dengan tugas pokok : mengkoordasikan langkah-langkah preventif dan represif untuk terlaksananya penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk anak. Demikian pula sangat penting bagi Komite ini memiliki Rencana Aksi Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak (RAK PBPTA) Kota Tegal sebagai pedoman bersama.

E. Permasalahan

Berdasarkan hasil analisis situasi dan kondisi pekerja anak di Kota Tegal dibandingkan dengan respon yang ada, maka masih terdapat besaran masalah sebagai berikut :

1. Permasalahan data :

a. tidak ada data pekerja anak yang akurat dan up to date ; b. belum ada mapping/ pemetaan pekerja anak (BPTA) ;

c. penyajian data dari masing-masing dinas terkait masih berbeda-beda ;

d. pendataan yang dilakukan masih sektoral dan lokal belum terkait dengan data makro ;

(13)

e. belum jelasnya data faktor utama penyebab pekerja anak di Jawa Tengah, data mengenai anak menyebar di berbagai instansi dan belum ada koordinasi untuk menjadi data spesifik dan menyeluruh ; f. data di BPS tidak menggambarkan pemilahan terkait dengan usia

anak untuk kebutuhan masing-masing dinas 2. Keorganisasian / Kelembagaan :

a. anggota yang hadir selalu bergantian (personalia tidak tetap);

b. anggota yang hadir tidak memiliki kewenangan untuk mengambil kebijakan;

c. pembidangan belum didasarkan pada isu dan fokus permasalahan, tetapi didasarkan pada tupoksinya;

d. belum punya aturan kelembagaan; e. belum punya sekretariat tetap;

f. belum punya staf khusus yang menangani komite; g. belum ada sumber dana yang jelas;

h. belum memiliki sarana prasarana pendukung; i. belum ada pertemuan rutin anggota Komite;

j. banyak lembaga-lembaga koordinasi di Kota Tegal masih ego sektoral dan tumpang tindih.

3. Program :

a. belum ada program yang terfokus ke persoalan penghapusan PBTA; b. tidak ada rencana strategis untuk dibuat acuan;

c. anggaran untuk program belum ada;

d. penghapusan BPTA belum menjadi prioritas; e. belum ada program yang berkelanjutan;

f. belum adanya program terpadu dalam penarikan dan pengentasan anak dari bentuk pekerjaan terburuk anak.

4. Dukungan penegakan dan pengembangan hukum : a. terbatasnya Pegawai Pengawasan Ketenagakerjaan; b. terbatasnya jumlah PPNS Ketenagakerjaan;

c. pemahaman penegak hukum masih terbatas dan belum sama/belum memiliki persepsi yang sama terhadap aturan Penghapusan Bentuk Pekerjaan Terburuk Anak;

c. belum ada langkah kongkrit sebagai tindak lanjut hasil penegakan hukum.

5. Peran serta masyarakat :

a. kurangnya pemahaman masyarakat tentang BPTA sehingga menimbulkan lemahnya pemahaman tehadap perlindungan anak; b. persoalan anak belum dianggap penting dan merupakan tanggung

jawab keluarga;

c. kurangnya partisipasi masyarakat termasuk yang menyangkut perlindungan anak;

d. belum ada komitmen masyarakat dalam penanggulangan BPT;

e. belum ada sistem yang mengatur partisipasi masyarakat dalam penghapusan BPTA;

f. rendahnya kesadaran pengusaha dalam mengeliminir pekerja anak; g. masih kurangnya pemahaman masyarakat tentang BPTA.

6. Keadaan yang diinginkan :

(14)

9

b. Menigkatnya kesejahteraan masyarakat miskin sehingga dapat membantu mengentaskan pekerja anak di Kota Tegal.

(15)

BAB II

ANALISA LINGKUNGAN STRATEGIS

Berdasarkan situasi permasalahan anak diatas, maka dapat diidentifikasikan factor eksternal dan internal yang dapat mempengaruhi upaya penanggulangan pekerja anak dan penghapusan bentuk pekerjaan terburuk untuk anak di Kota Tegal dan dapat dirumuskan isu strategis secara lebih jelas sebagai dasar dalam penentuan kebijakan.

B. Faktor Eksternal 1. Peluang

a. Adanya peraturan perundang-undangan, kesepakatan dan komitmen global tentang anak,

b. Terbentuknya Komite Aksi Nasional (KAN) adalah merupakan salah satu bentuk penanganan PBPTA,

c. Adanya Rencana Aksi Nasional (RAN) adalah mendukung dalam PBPTA,

d. Adanya program sektoral yang berpihak pada anak, e. Adanya kepedulian dari pihak sponsor,

f. Adanya partisipasi masyarakat dalam melaporkan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak,

g. Adanya pemetaan bewntuk pekerjaan terburuk untuk anak, h. Adanya pendamping untuk anak,

i. Sosialisasi Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak dan perundang-undangan yang memberikan perlindungan pada anak.

2. Ancaman

a. Rendahnya kondisi ekonomi masyarakat atau banyaknya masyarakat kiskin di Kota Tegal,

b. Rendahnya pendidikan orangtua dan anak,

c. Faktor budaya masyarakat yang menganggap anak sebagai obyek,

d. Belum adanya koordinasi antar stakeholder4 tentang program Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak (PBPTA),

e. Isu Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak (PBPTA) belum menjadi mainstream,

f. Rendahnya kesadaran dalam perlindungan anak, g. Belum optimalnya implementasi produk hukum,

h. Minimnya anggaran dalam penanganan PBPTA akibat dari kebijakan dan kebiasan plotting anggaran,

i. Kesadaran masyarakat masih rendah, j. Tidak sinerginya program,

k. Minimnya perspektif hak anak dimasyarakat. C. Faktor Internal

1. Kekuatan

a. Terbentuknya Komite Aksi Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak,

b. Adanya kebijakan yang mendukung upaya-upaya penanggulangan pekerja anak dan PBPTA,

c. Adanya komitmen dari para penentu kebijakan,

d. Adanya kepedulian dan konsistensi dari LSM dalam program PBPTA.

(16)

11 2. Kelemahan

a. Belum memiliki secretariat tetap, b. Personil yang tidak tetap,

c. Pembidangan belum didasarkan pada isu dan focus permasalahan tetapi didasarkan pada tugas pokok dan fungsi, d. Banyaknya lembaga-lembaga yang berkoordinasi masih

mengedepankan ego sektoral dan tumpang tindih,

e. Belum adanya program yang terfokus pada persoalan PBPTA, f. Belum ada sumber dana yang jelas,

g. Belum jelasnya data pekerja anak (pendataan yang dilakukan masih sektoral dan local, belum terkait dengan data makro), h. Belum optimalnya penegakan hukum,

D. Isu Strategis

Dari kenyataan diatas, maka isu Komite Aksi Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburk untuk Anak Kota Tegal dapat dirumuskan sebagai berikut :

a. Bagaimana menyediakan pusat data informasi pekerja anak yang standard an valid sebagai dasar pembuatan kebijakan dan program,

b. Bagaimana mengembangkan Komite Aksi Kota Tegal sebagai institusi yang efektif dalam Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak,

c. Bagaimana mengembangkan program terpadu (pencegahan, rehabilitasi, reintegrasi) dalam penanganan PBPTA,

d. Bagaimana meningkatkan kapasitas dan komitmen penegak hukum agar dapat melakukan penegakan hukum yang berprespektif anak,

e. Bagaimana meningkatkan koordinasi lintas sektor pemerintah dan stakeholder terhadap PBPTA,

f. Bagaimana mengembangkan jaringan kerjasama yang tidak mengikat dengan pihak manapun.

(17)

BAB III KEBIJAKAN

Kebijakan yang diambil Pemerintah Kota Tegal dalam melaksanakan Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak (PBPTA) perlu ditetapkan adanya Visi, Misi, Tujuan, Motto dan Nilai yang disesuaikan dengan cita-cita Kota Tegal melalui Gerakan Membangun Masyarakat Kota Bahari (Gerbang Mas Kota Bahari) yaitu : A. Visi dan Misi

1. Visi : Kota Tegal zona bebas Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak.

2. Misi :

a. Membentuk pusat data dan mengembangkan informasi mengenai pekerja anak yang standard an valid sebagai dasar pembuatan kebijakan dan program di Kota Tegal,

b. Memperkuat Komite Aksi Kota Tegal sebagai institusi koordinasi yang efektif dalam penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak di Kota Tegal,

c. Mengembangkan program terpadu untuk mencegah, melakukan penanganan korban dan menghapus bentuk pekerjaan terburuk untuk anak di Kota Tegal,

d. Meningkatkan kapasitas dan komitmen penegak hukum agar dapat melakukan penegakan hukum yang berperspektif anak di Kota Tegal,

e. Meningkatkan koordinasi lintas sector pemerintah dan stakeholder dalam penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak di Kota Tegal,

f. Meningkatkan pemahaman dan penyadaran agar dapat memenuhi hak-hak mereka, khususnya hak bagi anak-anak di Kota Tegal.

B. Tujuan

Rencana Aksi Kota Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak bertujuan :

“Menghapus bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak secara sistematis dan pragmatis guna terpenuhinya hak-hak anak untuk hidup, tumbuh dan berkembang serta berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak yang berkualitas di Kota Tegal”.

C. Moto

Bersama menghapus Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak demi masa depan anak Kota Tegal.

D. Nilai-nilai yang dijunjung

Nilai yang dijunjung tinggi dalam Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak sebagai berikut :

(18)

13 1. Non Diskriminasi :

Adalah perlindungan kepada semua anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, budaya, status social, bahasa, status hukum dan kondisi fisik maupun mental anak

2. Kepentingan yang terbaik untuk anak :

Adalah semua tindakan yang menyangkut kepentingan anak dan dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, aparat, badan legislative dan yudikatif adalah untuk kepentingan yang terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama.

3. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan anak : Adalah hak asasi yang paling mendasar yang harus dilindungi oleh negara, pemerintah, masyarakat, keluarga dan orangtua.

4. Penghargaan terhadap pendapat anak :

Adalah penghargaan atas hak-hak anak unjtuk berpartisipasi dan menyatakan pendapatnya dalam mengambil keputusan terutama yang menyangkut kehidupan anak.

E. Strategi

a. Penyediaan pusat data informasi pekerja anak yang standard an valid sebagai dasar pembuatan kebijakan dan program.

b. Pengembangan Komite Aksi Kota Tegal sebagai institusi yang efektif dalam penanganan PBPTA.

c. Pengembangan program terpadu (pencegahan, rehabilitasi, reintegrasi) dalam hal penanganan PBPTA.

d. Peningkatan kapasitas dan komitmen penegak hukum agar dapat melakukan penegakan hukum yang berperspektif anak.

e. Peningkatan koordinasi lintas sector pemerintah dan stakeholder dalam penghapusan bentuk pekerjaan terburuk untuk anak (BPTA) f. Pengembangan jaringan kerjasama yang tidak mengikat dengan

pihak manapun.

g. Penyediaan pusat penyebaran informasi mengenai hak-hak bagi anak serta penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan Terburuk untuk anak.

(19)

BAB IV PROGRAM AKSI A. Sasaran Program Aksi

Dengan memperhatikan indikator dampak terhadap tumbuh kembang anak, urgensi, kemampuan pelaksanaan, multipler effect dan besaran kasus, maka prioritas sasaran program di Kota Tegal dalam rencana aksi penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak akan diprioritaskan pada sektor-sektor sebagai berikut:

1. Eksploitasi seks komersial anak (ESKA)

2. Eksploitasi anak untuk mengemis, anak jalanan 3. Anak yang bekerja di Pertanian / Laut

4. Anak yang memulung sampah 5. Anak bekerja di sektor industry

6. Anak bekerja di sektor perkebunan dan pertanian 7. Anak yang bekerja di sektor konstruksi

8. Anak bekerja di sektor pertambangan

9. Putting Out Sistem (melampaui jam belajar anak) 10. Pekerja Cosmetic (PRT, Baby Sitter)

11. Anak yang dilibatkan dalam kampanye politik

12. Anak yang belum mendapatkan pelayanan kesehatan secara wajar 13. Anak yang belum mendapatkan pendidikan

Sedangkan untuk memaksimalkan pencapain program aksi tersebut Rencana Aksi PBPTA Kota Tegal yang dimulai tahun 2012 dan diakhiri pada tahun 2028 akan dibagi dalam tahapan-tahapan program :

a. Tahapan pertama (2012 – 2017)

Sasaran yang ingin dicapai dalam 5 tahun pertama yang disebut dengan program jangka pendek

b. Tahapan kedua (2018-2023)

Sasaran yang ingin dicapai dalam 5 tahun kedua dan setelah 10 tahun yang disebut dengan program jangka menengah

c. Tahapan Ketiga (2023-2028)

Sasaran yang ingin dicapai dalam 5 tahun ketiga dan setelah 15 tahun yang disebut dengan program jangka panjang

B. Pokok-pokok program

Pokok-pokok program dirumuskan berdasarkan 6 (enam) isu strategis Komite Aksi Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak di Kota Tegal yang menjadi prioritas dituangkan dalam RAK PBPTA dalam rentang waktu hingga tahun 2028.

Semua isu strategis tersebut ditetapkan sebagai pokok program yang secara terencana dan terinci akan dirumuskan setiap 5 (lima) tahun sekali dalam forum perencanaan (renstra). Sedangkan evaluasi dan penetapan kegiatan secara berkala akan dilakukan setiap 1 (satu) tahun sekali dalam musyawarah kerja Komite Aksi PBPTA Kota Tegal

Adapun pokok-pokok program dan RAK PBPTA adalah sebagai berikut : 1. Menyediakan pusat data informasi pekerja anak standar dan valid

sebagai dasar pembuatan kebijakan dan program

2. Mengembangkan Komite Aksi PBPTA Kota Tegal sebagai institusi yang efektif

(20)

15

3. Mengembangkan program terpadu (Pencegahan, Rehabilitasi, Reintegrasi) penanganan bentuk pekerjaan terburuk untuk anak (BPTA)

4. Meningkatkan kapasitas dan komitmen penegak hukum agar dapat melakukan penegakan hukum yang berspektif anak

5. Meningkatkan Koordinasi Lintas Sektor Pemerintah dan Stakeholder penghapusan bentuk pekerjaan terburuk untuk anak (BPTA)

6. Mengembangkan jaringan kerja sama yang tidak mengikat dengan pihak manapun

7. Penyediaan pusat penyebaran informasi mengenai hak-hak bagi anak serta penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan untuk anak.

C. Tahapan Program

1. Tahapan Pertama (2012-2017)

Sasaran yang ingin dicapai dalam 5 tahun pertama adalah :

terpetakan permasalahan bentuk-bentuk pekerja terburuk untuk anak dalam upaya penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak, yaitu dengan :

a. Komite aksi PBPTA Kota Tegal kuat secara institusi, personil maupun program,

b. Ditetapkannya peraturan daerah dan berbagai aturan lainnya mengenai penanggulangan pekerjaan anak,

c. Peningkatan kapasitas pemerintah dan pemangku kepentingan tentang penghapus PBPTA,

d. Terkoordinasinya program penanggulanan pekerja anak antara instansi pemerintah dan stakeholder,

e. Terlaksananya program penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak dengan prioritas sesuai dengan sasaran program,

f. Penanganan isu sektor pekerja anak lain yang dipandang mendesak.

2. Tahapan Kedua (2018-2023)

a. Tumbuhnya kesadaran masyarakat untuk menghapus bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak,

b. Terkoordinasinya program penanggulangan pekerja anak antar stakeholder,

c. Desiminasi berbagai peraturan daerah menangani penanggulangan pekerja anak dan uji coba penerapan aturan di berbagai kasus yang terjadi,

d. Tersosialisasinya program penghapusan PBPTA melalui berbagai media komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE),

e. Terlaksananya program penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak dengan prioritas sesuai dengan sasaran program,

f. Penanganan isu sektor pekerja anak lain yang dipandang mendesak.

(21)

3. Tahapan Ketiga (2023-2028)

a. Pelembagaan gerakan daerah penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak secara efektif,

b. Pengarustamaan penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak,

c. Penegakan secara efektif dan represif berbagai peraturan perundang-undagan menangani penanggulangan pekerja anak, d. Terlaksananya program penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan

terburuk untuk anak dengan prioritas sesuai dengan sasaran program,

e. Penanganan isu sektor pekerja anak lain yang dipandang mendesak.

(22)

17 BAB V

PERAN DAN TANGGUNG JAWAB BERBAGAI PIHAK

Penghapusan bentuk pekerja terburuk untuk anak adalah sebuah pekerjaan besar yang membutuhkan waktu, biaya dan tenaga karena akar permasalahan pekerja anak sangat rumit dan kompleks. Berbagai upaya yang dikembangkan, biasanya mengacu pada kondisi dan situasi dimana pekerja anak tersebut berada.

Pihak-pihak yang dapat berperan dalam mengambil tanggung jawab antara lain pemerintah sendiri lewat berbagai departemen dan lembaga yang ada, lembaga legislative, organisasi profesi serta pengusaha, LSM, serikat pekerja, perguruan tertinggi, media masa, tokoh agama dan masyarakat.

Perumusan peran-peran tersebut dapat dimulai dengan menguraikan permasalahan yang menjadi faktor dominan anak terlibat dalam bentuk pekerjaan terburuk. Beberapa faktor dan bentuk peran yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Bidang Pendidikan.

a. Melakukan pendataan tentang anak putus sekolah,

b. Mendorong kemudahan agar program wajib belajar 9 tahun dapat berjalan dengan baik,

c. Memfasilitasi anak-anak dari keluarga kurang mampu agar dapat mendapatkan beasiswa,

d. Mendorong untuk meningkatkan metode belajar mengajar agar nyaman bagi anak,

e. Mendorong untuk terpenuhinya saran prasarana pendidikan, f. Memfasilitasi kemudahan akses pendidikan bagi pekerja anak, g. Pemangkuan Kepentingan adalah dinas pendidikan, perguran

tinggi dan lembaga lain yang berkompeten, yayasan rumah yatim. 2. Bidang Ketenagakerjaan

a. Melakukan pendataan secara akurat anak-anak yang terlibat dalam bentuk pekerjaan terburuk,

b. Memfasilitasi pelatihan, pendidikan dan pendampingan kepada anak yang terlibat dalam BPTA sebagai upaya menarik anak-anak dari pekerjaannya,

c. Pemeriksaan pada tempat-tempat yang diduga rawan pekerja anak, d. Pemangku Kepentingan Dinsosnakertrans, Organisasi Pengusaha

dan Organisasi Pekerja. 3. Bidang Kesehatan

a. Melakukan pendataan, penelitian dan pengkajian dari aspek kesehatan terhadap anak-anak yang melakukan pekerjaan,

b. Penyediaan layanan kesehatan mudan dan murah bagi pekerja anak,

c. Peningkatan kesadaran tentang resiko kesehatan bagi anak-anak dan orang tua.

(23)

4. Bidang Penegakan Hukum dan Advokasi

a. Mendorong lahirnya peraturan daerah dan peraturan lainnya yang sejalan bagi penghapusan BPTA,

b. Penyusunan dan penetapan kebijakan secara optimal bagi penghapus BPTA,

c. Mendorong instansi berwenang untuk menggunakan hak konstitusinya dalam penghapusan BPTA,

b. Penuntutan terhadap para pihak yang melibatkan anak dalam BPTA.

c. Pemangku Kepentingan Polres, Kejaksaan Negeri, Pengadilan Negeri, LSM.

5. Bidang Harmonisasi Hukum dan peraturan Perundang-undangan a. Melakukan pengkajian terhadap berbagai peraturan yang terkait

dengan penghapusan BPTA,

b. Menyusun draf regulasi tentang penghapusan BPTA,

c. Penyusunan skema untuk penguatan keluarga miskin bagi penghapusan BPTA,

d. Pemberdayaan keluarga miskin untuk mencegah pekerja anak, e. Pemangku Kepentingan Bidang Hukum.

6. Bidang Sosial Budaya dan Ekonomi

a. Melakukan pemetaan daerah dan para pihak yang berpotensi sebagai pusat pekerja anak,

b. Memfasilitasi bagi terbentuknya sosial worker bagi penghapusan BPTA,

c. Penyusunan skema untuk penguatan keluarga miskin bagi penghapusan BPTA,

d. Pemberdayaan keluarga miskin untuk mencegah pekerjaan anak. e. Pemangku Kepentingan BAPPEDA, Bid. Kesra Setda, Bidang sosial

(Dinsosnakertrans), Badan Amil Zakat-Zakat, Yayasan Rumah Yatim.

7. Bidang Media

a. Menyebarluaskan informasi rencana aksi Kota Tegal tentang penghapusan BPTA,

b. Menyebarkan informasi tentang berbagai produk kebijakan tentang penghapusa BPTA,

c. Menyebarluaskan hasil penelitian, pengkajian dan pelaksanaan program penghapusan BPTA,

d. Meningkatkan kemampuan dan pengetahuan jurnalistik bagi para jurnalis mengenai penghapusan BPTA,

e. Meningkatkan kerjasama antara komite aksi PBPTA Kota Tegal dengan kalangan media.

f. Pemangku Kepentiangan Bagian Humas Kota Tegal 8. Bidang Pemberdayaan

a. Memberikan pendampingan bantuan hukum dalam rangka perlindungan anak

b. Memberikan bimbingan, bantuan konseling dalam rangka perlindungan anak.

(24)

19

BAB VI

MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN A. Pengetian, Kedudukan, Tujuan dan instrument

1. Pengertian :

a. Monitoring adalah kegiatan untuk melihat sejauh mana rencana aksi Kota Tegal telah dilaksanakan sesuai dengan pedoman kegitan yang disusun. Monitoring dilakukan secara peridodik setiap 6 bulan sekali.

Hasil dari Monitoring dipakai sebagai dasar acuan untuk memperbaiki rencana aksi selanjutnya.

b. Evaluasi adalah suatu tindakan untuk mengetahui efektifitas kegiatan yang telah dicapai termasuk dampak yang terjadi. c. Pelaporan adalah kegiatan penyusuana hasil monitoring dan

evaluasi dalam bentuk tulisan yang dilakukan sacara periodik setiap 6 bulan sekali.

2. Kedudukan :

Monitoring, Evaluasi dan pelaporan merupakan bagian intergral dari RAK.

Tujuannya untuk menjamin terselenggaranya penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak serta melakukan koordinasi pelaksanaan kebijakan, regulasi dan program sesuai dengan jalur lingkup yang dituangkan dalam RAK.

Pelaksanaan kebijakaan, regulasi, program penghapusan bentuk pekerjaan terburuk untuk anak dilakukan dengan tujuan untuk : a. Menyediakan dan meyelenggarakan mekanisme monitoring,

evaluasi dan pelaporan guna menjamin pencapaian tujuan penghapusan bentuk pekerjaan terburuk anak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang nomor 1 tahun 2000,

b. Menyediakan data, infomasi dan laporan yang diarahkan untuk menyusun serta menyampaikan laporan periodik tentang pelaksanaan RAK dan kemajuan program aksi penghapusan dan pelanggaran bentuk pekerjaan terburuk untuk anak,

c. Memberikan respon yang memungkinkan terselenggaranya proses penegakan hukum dalam kasus yang dilaporkan.

3. Tujuan

a. Mengetahui implementasi RAN, RAP, dan RAK.

b. Memberikan masukan untuk memecahkan permasalahan di lapangan dalam merealisasikan RAN dan RAK.

c. Mengetahui pencapaian hasil dan dampak dari pelaksaan RAN dan RAK.

d. Memberikan pertanggungjawaban hasil program pada public. 4. Instrumen yang digunakan untuk :

a. Mengetahui kemajuan dan hambatan dalam implementasi RAK, b. Memetakan dan menyelesaikan permasalahan dalam

(25)

c. Menjamin konsistensi semua pihak dalam melaksanakan ketentuan hukum tentang larangan mempekerjakan anak pada bentuk pekerjaan terburuk,

d. Mengukur tingkat pencapaian hasil dan skala dampak yang muncul paska pelaksanaan RAK,

e. Membuka akses dan partisipasi masyarakat,

f. Memungkinkan terselenggaranya pertanggungjawaban public melalui media.

B. Mekanisme Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan 1. Mekanisme Monitoring dan Evaluasi

a. Dilakukan secara vertikal dan horisontal,

b. Monitoring dan evaluasi secara vertikal dilakukan oleh aksi Propinsi kepada Komite aksi Kota,

c. Monitoring dan evaluasi secara horisontal dilakukan lintas stakeholder di tingkat kota dan antar institusi,

d. Kunjungan lapangan, memanfaatkan jaringan informasi, mempelajari dan menganalisa data-data sekunder,

e. Dilakukan secara periodic dan berkesinambungan. 2. Mekanisme Pelaporan

a. Komite aksi kota akan menyediakan pelaksanaan RAK kepada Walikota Tegal dengan tembusan KAP, laporan yang disampaikan merupakan bentuk

1. Analisa perkembangan,

2. Kemajuan yang dicapai oleh KAK,

3. Kinerja yang dijalankan selama 1 tahun sebelumnya, 4. Rekomendasi.

b. Laporan tahunan dan periodic juga disampaikan dan dikonsultasikan ke stakeholder.

C. Struktur Organisasi Komite Aksi Kota Tegal

Struktur Organisasi Komite Aksi Kota Tegal Penghapusan Bentu-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak berdasarkan Keputusan Walikota Tegal adalah sebagai berikut :

(26)

21

SEKRETARIS I SEKRETARIS II

STRUKTUR ORGANISASI KOMITE AKSI KOTA TEGAL

WALIKOTA TEGAL, ttd IKMAL JAYA WAKIL WALIKOTA TEGAL KETUA I KETUA II DINSOSNAKERTRANS KOTA TEGAL SEKRETARIS UMUM BIDANG KETENAGAKERJAAN BIDANG KESEHATAN BIDANG PENDIDIKAN BIDANG SOSIAL BUDAYA BIDANG PENEGAKAN HUKUM DAN ADVOKASI

BIDANG HARMONISASI HUKUM DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BIDANG MEDIA BIDANG PEMBERDAYAAN WALIKOTA TEGAL

Salinan sesuai dengan aslinya

KEPALA BAGIAN HUKUM DAN ORGANISASI ttd

BUDI HARTONO, S.H. Penata Tingkat I

Referensi

Dokumen terkait

Apabila buku yang hilang itu adalah buku fiksi (cerita) dapat diganti dengan judul lain dan murid dapat memilih dari judul-judul yang disediakan guru pustakawan agar si siswa

wadah kegiatan perstatistikan dan sistem informasi pertanian di tingkat pusat maupun daerah dalam rangka terjalinnya kerjasama dan sinkronisasi perencanaan kegiatan

Selain itu, dalam rangka mendukung Reformasi Birokrasi serta pelayanan pada KPPN Yogyakarta, bersama ini kami lampirkan Pakta Integritas dan Kuesioner untuk

Dalam menetapkan perkara waris diatas Mahkamah Agung menyatakan anak perempuan akan menghalang saudara pewaris untuk menerima harta peninggalan karena memberikan

Teks novel Profesor juga sarat dengan tradisi lama yang menggambarkan perlakuan seks sadis atau perlakuan seks ganas yang sering berlaku dalam kalangan masyarakat tradisi. Perlakuan

Sedangkan nilai rata-rata unsur pelayanan yang cukup tinggi antara lain: kepastian jadwal pelayanan, kedisiplinan pelayanan, kesopanan dan keramahan petugas,

Hasil dari pengolahan dengan menggunakan software Caris HIPS&SIPS 6.1 hanya diperoleh tampilan 2 dimensi topografi dasar perairan dari lokasi survei dengan bentuk yang tidak

Aplikasi sms server pada SMK YAPENKOS ini juga dapat membantu sekolah untuk memberikan informasi kepada siswa dan menyebarkan informasi akademik kepada