• Tidak ada hasil yang ditemukan

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PERSEPSI PETERNAK TERHADAP SUPLEMENTASI UMB DAN

PEMBERIAN OBAT CACING UNTUK MENINGKATKAN KINERJA

TERNAK DOMBA DI DESA BABADJURANG, MAJALENGKA,

JAWA BARAT

(Farmer Perception on UMB Supplementation and Anthelmintic Treatment to Increase Sheep Productivity in Babadjurang Village, Majalengka, West Java)

HANAFIAH1, BERIAJAYA2, DYAH HARYUNINGTYAS2, danDWI YULISTIANI3 1)Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Lembang

2)Balai Penelitian Veteriner, Jl. R.E.Martadinata 30 PO Box 151, Bogor 16114 3)Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002

ABSTRACT

This study was aimed to evaluate farmer’s perception on technical control of gastrointestinal nematodiasis using Urea Molasses Block (UMB) treatment and anthelmintic treatment on sheep given every 2 weeks for 3 months during wet season in fiscal year of 1999-2000, located at Babadjurang village, Majalengka, West Java. Interviews were carried out at the end of trial on 25 cooperator farmers who involved in the trial. Questions were designed on the knowledge of nematode infections, control of worms, perception of farmers on th effect and usefull of technical control, farmers interest on control of worms and constraints on supplementation of UMB and anthelmintic. Data collected was descriptively analized. Results recorded that more than half of farmers (56%) knew their animals were worms infected. Apart from these, farmers noted clinical signs of infection were thin (100%), loss of appetite (88%), diarrhea (88%) and alopecia (64%). They also noted that infection was occurred on wet season and most farmers tried to cure their animals using human anthelmintic (76%). They impressed that UMB supplementation and dremching with anthelmintic increased overall performance (82%) which indicated on increasing of appetite (76%), weight gain (74%) and sale of animals (48%). Farmers interested to use UMB supplement (84%) and anthelmintic (68%), however, cost of these materials was constraint (96%). Age, education and custom were noted constraints in adoption of these tchnology.

Key words: Sheep, UMB, anthelmintic, farmer’s perception ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji persepsi peternak domba terhadap pengendalian penyakit cacing saluran pencernaan menggunakan perlakuan suplementasi Urea Molases Block (UMB) dan perlakuan obat cacing yang diberikan tiap 2 minggu selama 3 bulan pada musim penghujan tahun 1999-2000 di Desa Babadjurang, Majalengka, Jawa Barat. Wawancara dilakukan terhadap 25 orang peternak kooperator yang terlibat dalam penelitian suplementasi UMB dan penggunaan obat cacing sebagai metoda kontrol terhadap infeksi cacing menggunakan kuesioner semi struktur. Pertanyaan yang diajukan menyangkut pengetahuan tentang infeksi cacing, penanggulangan infeksi cacing, persepsi peternak tentang pengaruh dan manfaat teknik pengendalian parasit cacing, minat peternak untuk menanggulangi infeksi cacing dan hambatan yang ditemukan dalam pemberian UMB dan obat cacing. Data yang dikumpulkan dianalisis secara deskriptif. Hasil wawancara menunjukkan bahwa sebagian peternak (56%) mengetahui bahwa ternak mereka terinfeksi cacing. Selain itu menurut peternak, tanda yang jelas bahwa ternak mereka terinfeksi cacing adalah kurus (100%), kurang nafsu makan (88%), mencret (88%) dan bulu rontok (64%). Menurut peternak infeksi cacing terjadi pada musim hujan dan sebagian peternak berusaha mengobati dengan obat cacing untuk manusia (76%). Peternak berpendapat bahwa suplementasi UMB dan pemberian obat cacing berguna untuk meningkatkan penampilan ternak (82%) yang ditandai dengan peningkatan nafsu makan (76%), bobot badan (74%) dan harga

(2)

jual ternak (48%). Peternak berminat untuk menggunakan UMB (84%) dan obat cacing (68%), tetapi kemampuan ekonomi peternak merupakan kendala yang utama untuk aplikasi UMB atau obat cacing (96%). Selain itu umur, tingkat pendidikan dan kebiasaan-kebiasaan peternak merupakan kendala dalam proses adopsi teknik pengendalian parasit cacing.

Kata kunci: Domba, UMB, obat cacing, persepsi peternak PENDAHULUAN

Rendahnya tingkat produktivitas usaha ternak domba di Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor manajemen diantaranya manajemen perkandangan (HARYANTO et al., 1997), pakan dan

kesehatan. Daya tampung ternak dan sanitasi kandang merupakan masalah yang berkaitan dengan kesehatan ternak. Selain itu menurut YULISTIANI et al. (1999) ketersediaan pakan yang tidak

berkesinambungan serta rendahnya kualitas pakan menyebabkan ternak kekurangan gizi. Keadaan ini tercermin antara lain dari tingginya tingkat kematian anak serta rendahnya laju pertambahan bobot hidup.

Menurut BERIAJAYA dan SUHARDONO (1998), dalam usaha meningkatkan produktivitas ternak, penyakit cacing masih merupakan salah satu penghambat utama karena penyakit ini menyebabkan penurunan bobot badan sampai 38 persen (BERIAJAYA dan STEVENSON, 1985) dan kematian sampai

17 persen terutama pada ternak muda (BERIAJAYA dan STEVENSON, 1986). Masalah penyakit cacing

akan sangat berpengaruh terutama pada ternak yang digembalakan (BERIAJAYA, 1986).

Berbagai upaya untuk mengatasi infeksi parasit cacing mulai dari pengaturan waktu penggembalaan (MIRZA dan GATENBY, 1993; GINTING et al., 1996), pemberian obat cacing

(BERIAJAYA dan STEVENSON, 1985), manajemen kandang, manajemen pakan (GINTING, 1998; GINTING et al., 1996; 1999) hingga pemilihan ternak yang resisten terhadap penyakit cacing

(BATUBARA et al., 1995; BATUBARA, 1997) telah diteliti, namun nampaknya cara-cara ini belum sepenuhnya dapat diadopsi dan dilaksanakan oleh petani. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa usaha ternak domba masih merupakan usaha sampingan dengan sistem pemeliharaan yang tradisional, sehingga pendapatan yang diharapkan masih belum optimal (KUSNADI et al., 1998).

Diantara hambatan yang mengganggu proses inovasi teknik pengendalian parasit cacing pada ternak domba adalah persepsi peternak tentang penyakit parasit cacing dan cara pengendaliannya. Peternak dapat memberikan persepsi tentang inovasi suatu teknik dalam terapan maupun nilai tambahnya. Oleh karena itu penting untuk melakukan pendekatan partisipatif.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji persepsi peternak domba terhadap teknologi pengendalian penyakit cacing dengan suplementasi UMB dan pemberian obat cacing.

METODOLOGI PENELITIAN Lokasi, waktu dan responden

Penelitian Persepsi Peternak Terhadap Suplementasi UMB dan Pemberian Obat cacing Untuk Meningkatkan Kinerja ternak Domba dilakukan di desa Babadjurang, Kecamatan Jatitujuh, Kabupaten Majalengka. Penelitian ini dilakukan pada bulan April tahun 2001. Peternak responden adalah peternak kooperator yang terlibat dalam penelitian penggunaan obat cacing dan UMB dalam pengendalian penyakit parasit cacing di Desa Babadjurang, Kecamatan Jatitujuh, Kabupaten Majalengka. Penentuan responden ditentukan secara purposif terhadap 25 orang peternak

(3)

kooperator yang terdiri dari 15 orang peternak yang ternaknya diberi perlakuan suplementasi UMB dan 10 orang peternak yang ternaknya diberi perlakuan obat cacing.

Pengumpulan data dan analisis

Informasi yang diperlukan menyangkut pengetahuan tentang infeksi cacing, penanggulangan infeksi cacing, persepsi peternak tentang pengaruh dan manfaat teknologi pengendalian penyakit cacing, minat peternak untuk menanggulangi infeksi cacing dan hambatan yang ditemukan dalam pemberian UMB maupun penggunaan obat cacing dilakukan melalui kuesioner semi struktur dan analisis dilakukan secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Desa Babadjurang merupakan desa yang berada diantara dua ekosistem, yaitu ekosistem sawah dan perkebunan tebu. Keberadaan perkebunan tebu memberi keuntungan bagi peternak domba khususnya dalam penyediaan pakan hijauan sepanjang tahun. Berlimpahnya hijauan diperkebunan tebu menyebabkan peternak mampu memelihara ternak domba dalam jumlah lebih banyak dibandingkan dengan peternak di daerah lain. Usaha ternak domba merupakan sumber penghasilan utama bagi petani berlahan sempit dan tidak memiliki lahan. Lebih dari 80% peternak domba di Desa Babadjurang adalah petani yang tidak memliki lahan atau hanya berlahan sempit. Usia peternak di desa ini termasuk usia yang tidak produktif (55–70 tahun). Kondisi seperti ini mendorong peternak memilih manajemen pemeliharaan dengan cara digembalakan pada siang hari dan dikandangkan pada malam hari karena tidak memerlukan banyak tenaga kerja dan dapat dilakukan oleh mereka yang sudah berusia lanjut.

Pemeliharaan ternak dengan cara digembalakan mempunyai resiko terinfeksi penyakit cacing khususnya parasit cacing saluran pencernaan yang dapat mengganggu produktivitas ternak bahkan kematian ternak, sedangkan pemeliharaan dengan cara pemberian pakan dikandang dan ternak selalu dikandang mempunyai resiko yang lebih kecil, terutama bila sumber hijauan tersebut bebas dari larva cacing.

Introduksi teknologi peningkatan produksi ternak domba melalui pengendalian penyakit parasit cacing saluran pencernaan dengan cara pemberian obat cacing dan UMB telah dilakukan bekerjasama dengan 25 orang peternak kooperator dan sudah menunjukkan hasil positif dengan menurunnya tingkat infeksi. Akan tetapi agar teknologi pengendalian parasit cacing saluran pencernaan ini dapat diadopsi secara berkelanjutan maka perlu untuk melihat persepsi peternak terhadap teknologi tersebut.

Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa sebagian besar perternak (80%) yang terlibat dalam penelitian ini sudah berusia lanjut dan hanya sebagian kecil yang masih muda. Hal ini juga menggambarkan kondisi peternak di desa ini. Mereka yang masih muda atau anak-anak mereka tidak mau ikut menggembala atau mengurus ternak karena pekerjaan ini termasuk membosankan atau merasa malu. Selain itu sebagian besar (60%) para peternak tidak pernah mengikuti pendidikan formal, sehingga agak menyulitkan dalam mengadopsi inovasi baru walaupun pengalaman berternak sudah lama, sehingga diperlukan ketekunan. Mereka harus melihat hasilnya dulu sebelum melakukan sendiri. Lahan yang sempit juga menyebabkan mereka memilih untuk menggembalakan ternak di padang penggembalaan untuk umum seperti perkebunan tebu atau sawah setelah panen. Akibat dari itu mereka sangat tergantung dengan ketersediaan pakan di tempat penggembalaan, dimana sangat dipengaruhi oleh musim.

(4)

Tabel 1. Karakteristik peternak kooperator didesa Babadjurang, Majalengka Parameter Jumlah % Umur: <55 tahun (orang) >55 tahun (orang) 5 20 20 80 Pendidikan Formal: 1-3 tahun 7 28 4–6 tahun 2 8 9 tahun 1 4 Informal 15 60

Rata-rata jumlah tanggungan keluarga (orang) 3 -

Rata-rata pengalaman beternak (tahun) 23 -

Rata-rata Penguasaan lahan (ha) Rata-rata Penguasaan ternak (ekor)

0,2 19,8

- -

Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa lebih dari setengah jumlah peternak kooperator menyatakan ternaknya terserang penyakit cacing. Umumnya peternak mengenali tanda-tanda ternaknya terserang penyakit cacing dari kondisi badan yang kurus (100%), kotoran lembek (88%), nafsu makan kurang (88%), bulu rontok (64%) dan hanya 8% peternak menduga ternaknya terserang infeksi cacing dari mata.

Musim tampaknya mempunyai pengaruh terhadap infeksi penyakit parasit cacing, seperti pendapat peternak (96%) mengatakan bahwa penyakit parasit cacing biasanya terjadi pada saat musim hujan. Selama musim hujan, ternak mereka jadi kurus dan banyak kejadian mencret. Selain itu waktu penggembalaan menjadi kurang karena terhambat oleh hujan. Pada musim hujan jumlah telur cacing dalam faeces meningkat dari 2000 epg hingga mencapai 6000 epg kemudian menurun kembali pada musim kemarau (BERIAJAYA et al., 2001).

Menurut persepsi peternak penyakit cacing memang merugikan dan perlu ditangani. Oleh karena itu sebagian besar peternak (76%) mencoba mengatasi penyakit parasit cacing pada ternaknya dengan memberikan obat cacing manusia dengan dosis dan selang waktu yang tidak tentu. Obat cacing untuk manusia dapat dengan mudah dibeli di pasar dan harganya murah. Obat cacing untuk hewan, selain sulit didapat, juga tidak tersedia dalam kemasan kecil sehingga harganya menjadi mahal untuk ukuran petani.

Sebanyak 8% responden memberi obat tradisional berupa kunyit dicampur dengan terasi dan dicekokkan pada ternak yang diduga sakit, karena cara ini sudah biasa dilakukan secara turun temurun serta mudah dan murah. 16% peternak responden tidak melakukan tindakan apapun pada ternak yang sakit karena mereka tidak memperhatikan kondisi ternaknya, tidak mengetahui cara penanganan atau tidak mempunyai uang untuk mengobati ternak mereka walaupun mereka sudah tahu. Dari kenyataan di atas menunjukkan bahwa sudah ada upaya peternak untuk mengatasi penyakit parasit cacing pada ternaknya meskipun dengan cara yang kurang tepat. Hal ini memerlukan dukungan dari lembaga terkait khususnya dalam penanganan dan penyediaan obat cacing. Untuk mengatasi hal ini, maka sangat diperlukan pembentukkan kelompok peternak sehingga memungkinkan penanganan penyakit yang lebih efisien.

(5)

Tabel 2. Pengetahuan tentang penyakit cacing diantara peternak kooperator

Pengetahuan peternak (%)

Pengetahuan tentang infeksi cacing pada ternak mereka: Tahu

Tidak tahu

56 44 Tanda ternak yang terinfeksi cacing

Kurus

Kurang nafsu makan Mencret atau tinja lembek Bulu rontok Mata pucat 100 88 88 64 8 Kombinasi tanda ternak terinfeksi cacing yang diketahui peternak

5 kombinasi 4 kombinasi (1,2,3,4) (1,2,4,5) 3 kombinasi (1,2,3) (1,2,4) 2 kombinasi (1,3) (1,4) 4 52 4 52 12 8 4 Kejadian infeksi cacing

Musim hujan Musim kemarau Sepanjang tahun 96 0 4 Penanggulangan infeksi cacing

Obat cacing untuk manusia Obat tradisionil Tanpa pengobatan 76 8 16 Keterangan: N = 25 orang

Persepsi petani terhadap penggunaan obat cacing dan UMB

Potensi pengembangan usaha ternak di Desa Babadjurang dinilai cukup baik terutama bagi petani yang tidak memiliki lahan atau mempunyai lahan yang sempit dan petani yang tergolong dalam usia tidak produktif, karena terbukti usaha ternak domba mampu memberikan lapangan kerja dan penghasilan. Menurut PRANADJI dan SUDARYANTO (1999) untuk mengembangkan potensi yang

ada menjadi kegiatan usaha yang benar-benar menjadi kenyataan dibutuhkan pengetahuan yang lebih mendalam tentang persepsi peternak setempat dan juga bentuk kelembagaan yang lebih sesuai untuk pengembangan usaha secara berkelanjutan. Demikian juga dalam introduksi teknik pengendalian penyakit parasit cacing saluran pencernaan dengan menggunakan perlakuan pemberian obat cacing maupun perlakuan suplementasi UMB perlu dipahami persepsi mereka terhadap kedua teknologi tersebut.

Tabel 3. Persepsi peternak terhadap manfaat penggunaan obat cacing dan UMB berdasarkan responden (%) di

Desa Babadjurang, Majalengka

(6)

Pengaruh Berat badan Nafsu Makan Nilai Jual

Baik Tidak 1 2 3 1 2 3 1 2 3

Obat Cacing 88 12 72 28 0 76 24 0 44 56 0

UMB 76 24 76 24 0 76 24 0 52 48 0

Keterangan: 1 = meningkat, 2 = tetap, 3 = menurun

Pemberian obat cacing pada ternak domba yang dilakukan selama penelitian menurut peternak berpengaruh positif. Hal ini ditunjukkan dengan pendapat dari 88% peternak kooperator yang menyatakan bahwa pemberian obat cacing pada ternak domba berpengaruh baik dan bermanfaat terhadap peningkatan berat badan dan nafsu makan, akan tetapi relatif tetap (56%) terhadap nilai jual. Demikian juga pemberian UMB pada ternak domba memberikan pengaruh yang baik terhadap peningkatan berat badan, nafsu makan, tetapi terhadap nilai jual belum dirasakan manfaat nilai tambah ekonomisnya.

Persepsi peternak yang positif terhadap perlakuan penggunaan obat cacing maupun perlakuan suplementasi UMB menimbulkan minat peternak untuk menggunakan salah satu cara tersebut diatas. Sebanyak 84% peternak meminati penggunaan UMB dan 68% peternak meminati penggunaan obat cacing. Dari kedua cara tersebut di atas, kemungkinan salah satu dapat dijadikan alternatif dalam pengendalian penyakit parasit cacing saluran pencernaan pada ternak domba. Selain manfaat positif dari penerapan teknik yang menimbulkan minat peternak, beberapa kendala juga dihadapi peternak.

Tabel 4. Kendala utama peternak dalam menerapkan teknik pengendalian penyakit cacing (%) di Desa

Babadjurang, Majalengka

Kendala Obat Cacing UMB

Keuangan 86 84

Teknis 4 8

Kelembagaan 8 8

Total 100 100

Dari Tabel 4 terlihat bahwa kendala utama dalam menerapkan teknik pengendalian penyakit parasit cacing adalah faktor keuangan. Hal ini dapat dimaklumi karena pada umumnya peternak domba di Desa Babadjurang tergolong petani miskin yang mengandalkan penghasilan dari usaha ternak domba. Selain itu pengaruh teknologi terhadap peningkatan nilai jual ternak belum secara nyata dirasakan oleh mereka. Faktor usia, pendidikan dan kebiasaan petani juga merupakan kendala dalam proses adopsi teknologi.

KESIMPULAN

Persepsi peternak tentang penyakit parasit cacing, pengaruh dan manfaat penggunaan obat cacing maupun suplementasi UMB cukup positif. Latar belakang sosial ekonomi peternak, umur dan pendidikan serta kebiasaan-kebiasaan peternak merupakan kendala dalam proses adopsi teknik pengendalian penyakit cacing.

(7)

Arahan komersialisasi baik secara individu dan lebih diutamakan secara berkelompok perlu dikembangkan untuk percepatan sosialisasi teknik ini.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penelitian ini merupakan bagian kegiatan kerjasama antara Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan dengan International Livestock Research Institute (ILRI) dan Australian Center for International Agriculture Research (ACIAR). Kegiatan di lapang ini melibatkan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Lembang dan Dinas Peternakan Kabupaten Majalengka. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

BATUBARA, A. 1997. Studies on genetic resistance of Sumatra breed and hair sheep crossbreds to experimental

infection with Haemonchus contortus in North Sumatra, Indonesia. M.Sc. Thesis. Prince Leopold Institute of Tropical Medicine, Department of Animal Production and Health. Antwerp. Belgium.

BATUBARA, A., V.S. PANDEY, E. ROMJALI, I. MIRZA, WASITO, P. DORNY, R.M. GATENBY, A.J. WILSON and Ng.

GINTING. 1995. Experimental infection of different genotypes weaned lambs with Haemonchus contortus.

Small Ruminant Collaborative Research Support Program, Sungai Putih. North Sumatra. Indonesia. pp. 31-36.

BERIAJAYA. 1986. Pengaruh albendazole terhadap infeksi cacing nematoda saluran pencernaan pada domba lokal di daerah Cirebon. Penyakit Hewan. 18(31):54-57.

BERIAJAYA and P. STEVENSON.1985. The effect of anthelmintic treatment on the weight gain of village sheep.

Proceedings 3rd AAAP Animal Science Congress I: 519-521.

BERIAJAYA and P. STEVENSON.1986. Reduced productivity in small ruminant in Indonesia as a result of gastro

intestinal nematode infections. In Livestock Production and Diseases in the Tropics, (eds M R Jainudeen, M Mahyuddin and J E Huhn). Proceedings of 5th Conference Institute Tropical Veterinary Medicine, Kuala Lumpur. Malaysia.

BERIAJAYA dan SUHARDONO. 1998. Penanggulangan nematodiasis pada ruminansia kecil secara terpadu antara manajemen, nutrisi dan obat cacing. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. hal. 110-121. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor.

BERIAJAYA, DWI YULISTIANI, A. HANAFIAH, SUBANDRIYO, DYAH HARYUNINGTYAS and G.D. GRAY. 2001.

Suplementation With Urea Molasses Block During Wet Season in Sheep to Control Nematodiasis in Indonesia.

GINTING, S.P. 1998. Effects of supplement and anthelmintic treatments on parasite establishment and the performance of lambs artificially infected with Haemonchus contortus. Jurnal Ilmu Ternal dan Veteriner 3(2): 117-123.

GINTING, S.P., K.R. POND and SUBANDRIYO. 1996. Effects of grazing management and levels of concentrate

supplementation on parasite establishment in two genotypes of lambs infected with Haemonchus

contortus. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 2(2): 114-119.

GINTING, S.P., A. BATUBARA, E. ROMJALI, M. RANGKUTI and SUBANDRIYO. 1999. Respons dua genotipe domba terhadap tingkat infeksi Haemonchus contortus dan tingkat energi pakan. Jurnal Ilmu Ternak dan

Veteriner 4(1): 20-27.

HARYANTO, B., I. INOUNU dan I.K. SUTAMA. 1997. Ketersediaan dan kebutuhan teknologi produksi kambing

dan domba. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Hal. 112-131.

(8)

KUSNADI, U., D. SUGANDI, SUKMAYA, M. SALMON, A. RACHMAT dan D. KARDIANA. 1998. Model usaha ternak domba secara terpadu di desa Sukawangi Kabupaten Garut. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Hal. 187-194.

MIRZA, I. and R.M. GATENBY. 1993. Effect of time of grazing on worm uptake by sheep. Jurnal Penelitian Peternakan Sei Putih 1(5): 64-72.

PRANAJI, T. dan B. SUDARYANTO. 1999. Kajian terhadap persepsi petani dan kelembagaan korporasi untuk

pengembangan usaha ternak domba di pedesaan: Studi kasus pada desa-desa di Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 4(2): 71-79.

YULISTIANI, D., I.W. MATHIUS, I.K. SUTAMA, U. ADIATI, R. S. G. SIANTURI, HASTONO dan I.G.M. BUDIARSANA. 1999. Respon produksi kambing PE induk sebagai akibat perbaikan pemberian pakan pada

fase bunting tua dan laktasi. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 4(2): 88-94. DISKUSI

P

Peerrttaannyyaaaann::

Apakah pemberian UMB dan obat cacing merupakan 1 paket atau secara capital pada hewan yang berbeda ?

J

Jaawwaabb::

Pemberian UMB dan obat cacing adalah bukan/tidak merupakan 1 paket, tetapi dua perlakuan yang diterapkan pada ternak yang berbeda, sehingga ada kelompok ternak yang diberi perlakuan suplementasi UMB dan ada kelompok ternak yang diberi perlakuan obat cacing. Penelitian persepsi ternak adalah untuk melihat persepsi peternak terhadap kedua teknik pengendalian parasit cacing.

Gambar

Tabel 1. Karakteristik peternak kooperator didesa Babadjurang, Majalengka  Parameter Jumlah  %  Umur:  &lt;55 tahun (orang)  &gt;55 tahun (orang)    5 20  20 80  Pendidikan   Formal:   1-3 tahun    7  28  4–6 tahun    2    8  9     tahun    1    4  Informa
Tabel 2. Pengetahuan tentang penyakit cacing diantara peternak kooperator
Tabel 4. Kendala utama peternak dalam menerapkan teknik pengendalian penyakit cacing (%) di Desa  Babadjurang, Majalengka

Referensi

Dokumen terkait

Pemberian ekstrak etanol kulit manggis (Garcinia mangostana) peroral menghambat penurunan testosteron total pada tikus wistar (Rattus norvegicus) jantan yang dipapar

Menurut Ramaiah (2006) bahwa salah satu cara yang sangat efektif untuk mencegah nyeri disminore adalah melakukan aktifitas olahraga. Beberapa latihan dapat meningkatkan

Secara umum kebijakan yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri Tual dalam melaksanakan seluruh kegiatan yang berkaitan dengan kepentingan Peradilan Tingkat Pertama, baik yang

Sehubungan dengan keputusan Mata Acara Rapat Ketiga sebagaimana tersebut di atas, dimana Rapat telah memutuskan untuk dilakukan pembayaran dividen tunai kepada pemegang saham

Bidang Pendaftaran, Ekstensifikasi, dan Penilaian mempunyai tugas melaksanakan bimbingan dan pemantauan pelaksanaan kebijakan teknis pendaftaran, melaksanakan bimbingan

Adanya galur mutan yang memiliki kadar gula batang lebih manis dibandingkan tetua, hal ini terlihat bahwa perlakuan radiasi gamma dapat memperbaiki sifat gula batang

Walaupun Nabi Musa (a.s) diberi mukjizat tongkat sakti dan merupakan seorang rasul yang diberi anugerah oleh Allah dapat bercakap dengan Allah tanpa ada perantaraan , namun

Bahan-bahan hukum yang diperoleh akan dianalisis dengan cara deskriptif kualitatif, khususnya dalam hasil analisis dari pertimbangan hakim dalam putusan pengadilan