• Tidak ada hasil yang ditemukan

KASUS PROLAPSUS UTERI DI RUMAH SAKIT DR. MOHMMAD HOESIN PALEMBANG SELAMA LIMA TAHUN ( ) Kemas Anhar, Amir Fauzi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KASUS PROLAPSUS UTERI DI RUMAH SAKIT DR. MOHMMAD HOESIN PALEMBANG SELAMA LIMA TAHUN ( ) Kemas Anhar, Amir Fauzi"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Kemas Anhar, Amir Fauzi

Bagian/Departemen Obstetri dan Ginekologi

Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/RSMH Palembang

Abstrak

Tujuan: Untuk mengetahui jumlah kasus prolapsus uteri.

Tempat: Bagian/Departemen Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit dr. Mohammad Hoesin/Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang dari tahun 1999 - tahun 2003.

Rancangan: Penelitian ini bersifat deskriptif retrospektif.

Metode: Telaah kasus prolapsus uteri dari rekam medis pasien periode tahun 1999 - tahun 2003. Data dilaporkan, ditabulasi dan disajikan dalam bentuk persentase.

Hasil: Jumlah kasus prolapsus uteri adalah 43. Terbanyak dari kasus adalah pada usia 45-64 tahun (65%) dan usia termuda adalah 30 tahun (2,32%), grandemultipara (47%) dan prolapsus uteri grade III (77%). Keluhan klinis yang ditimbulkan 95% adalah rasa adanya benda yang mengganjal di dalam vagina dan 74% dari kasus dilakukan histerektomi pervaginam.

Kesimpulan: Jumlah kasus prolapsus uteri lebih tinggi pada wanita usia lanjut dengan paritas tinggi.

Kata kunci : Jumlah kasus, prolapsus uteri

PENDAHULUAN

Prolapsus genitalia dapat disamakan dengan suatu hernia, yaitu turunnya organ genitalia ke dalam vagina, bahkan bisa sampai keluar dari liang vagina. Prolapsus alat genitalia dapat disebabkan karena kelemahan otot, fasia dan ligamen penyokongnya. Secara klinis dapat berupa prolapsus uteri dan prolapsus vagina. Prolapsus genitalia secara klinis lebih mudah diklasifikasikan berdasarkan lokasi anatomi serta mudah dipahami dimulai dari prolapsusnya berdasarkan atas posisi letaknya dari introitus vagina tersebut, yaitu derajat satu kalau masih di atas introitus vagina (dalam vagina), derajat dua bila organ yang turun tersebut telah mencapai introitus vagina, derajat tiga kalau bagian yang turun tersebut telah keluar dari introitus vagina dan derajat empat bila seluruh uterus telah keluar dari vagina. Pada tahun 1996 ICS memperkenalkan sistem POPQ dalam klasifikasi prolapsus genitalis

(2)

yang lebih akurat. Tetapi sistem ini hanya sedikit digunakan karena sulit untuk diajarkan dan dipelajari. Prolapsus alat genitalia dapat berupa uretrokel, uretrovesikel, vesikokel (sistokel), prolapsus uteri, enterokel dan rektokel. 1-6

Penyebab prolapsus uteri adalah multifaktorial, secara umum antara lain; frekuensi partus yang tinggi, partus dengan penyulit, asites atau tumor-tumor daerah pelvis, usia tua, defisiensi hormonal (hipoestrogen) akibat menopause, batuk kronis, obesitas, aktivitas angkat berat, konstipasi kronis dan disfungsi neuromuskuler.2,7- 12

Insidensi dari prolapsus organ pelvis yang tepat sulit ditentukan. Diperkirakan wanita yang telah melahirkan 50% akan menderita prolapsus genitalia dan 20% dari kasus ginekologi yang menjalani operasi akan mengalami prolapsus genitalia. Kasus prolapsus uteri akan meningkat jumlahnya seiring dengan meningkatnya usia harapan hidup wanita. Diperkirakan bahwa the lifetime risk menjalani operasi untuk prolapsus atau inkontinensia adalah 11,1%. Djafar Sidik pada penelitiannya selama dua tahun (1968-1970) mendapatkan 65 kasus prolapsus genitalia dari 5.371 kasus ginekologi di RS dr. Pingardi Medan. Junizaf melaporkan ada 186 kasus prolapsus uteri baru di RSCM pada tahun 1986. Sedangkan Erman melaporkan kasus prolapsus genitalia di RS. M. Jamil Padang selama lima tahun (1993-1998) sebanyak 94 kasus.2,3,13,14

Prolapsus genitalia yang paling sering dijumpai adalah uretrosistokel, sistokel, prolapsus uteri dan rektokel. Pada derajat ringan (derajat I) atau sedang (derajat II) mungkin tidak ada keluhan. Biasanya keluhan baru ada atau dirasakan penderita setelah derajat III (lanjut).

Keluhan penderita pada saat datang ke rumah sakit yang tersering antara lain perdarahan, infeksi dan nyeri. Sedangkan keluhan akibat penyakit yang sering dijumpai antara lain; perasaan adanya benda yang mengganjal didalam vagina, perasaan ada sesuatu yang keluar, nyeri pinggang, sistokel rektokel, kesulitan koitus, enterokel sampai kesulitan

(3)

berjalan. Pada kasus prolapsus uteri derajat III dimana uterus sudah keluar dari introitus vagina biasanya akan disertai dengan sekret purulen, ulkus dekubitus dan perdarahan.

2,3,6,7,15

Penanganan prolapsus uteri bersifat individual terutama pada mereka yang mempunyai keluhan. Penanganan kasus prolapsus uteri pada dasarnya ada dua yaitu konservatif dan operatif. Tindakan konservatif diambil biasanya bila pasien tidak memungkinkan dilakukan tindakan operatif, pasien dalam keadaan hamil atau bila penderita menolak untuk dilakukan operasi. Metode konservatif yang dipilih antara lain; latihan Kegel, pesarium dan terapi sulih hormon. Pada prolapsus uteri derajat II dan III biasanya dipilih vaginal histerektomi karena keuntungannya dapat dilakukan kolporafi anterior dan kolpoperineorafi pada waktu yang sama. Tindakan operasi dipilih terutama bila terapi dengan pesarium gagal, penderita menginginkan penanganan definitif, sudah menopause dan tidak memerlukan organ reproduksi lagi.2,3,6,10,13,14,16

Penelusuran data ini bertujuan untuk mengetahui jumlah kasus prolapsus uteri di Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang selama lima tahun (1999-2003), serta mengetahui faktor-faktor yang berperan pada kejadian kasus ini.

METODE

Penelusuran data rekam medis pasien prolapsus uteri dari bulan Januari tahun 1999 sampai dengan bulan Desember tahun 2003. Data dikumpulkan dan dikelompokkan berdasarkan beberapa faktor antara lain; usia, tempat tinggal, paritas, status menopause, keluhan, kelainan klinis, derajat prolapsus uteri dan cara terapi. Data yang didapat kemudian ditabulasi, disajikan dan dilaporkan dalam bentuk persentase.

(4)

HASIL

Antara bulan Januari 1999 sampai dengan bulan Desember 2003 telah didapatkan sebanyak 43 kasus prolapsus uteri di Rumah Sakit Moh. Hoesin Palembang. Pada tahun 1999 didapat 8 kasus, tahun 2000 ada 9 kasus, tahun 2001 ada 9 kasus, tahun 2002 ada 10 kasus dan tahun 2003 ada 7 kasus. Di RS M. Jamil Padang selama lima tahun (1993-1998) didapatkan 94 kasus, sedangkan di RSCM Jakarta (1995-2000) didapatkan 240 kasus.2,15

Dari 43 kasus tersebut sebagian besar (65,12%) penderita berusia antara 45-64 tahun. Sedangkan yang paling sedikit berusia antara 15-44 tahun (4,65%). Usia termuda yang mengalami prolapsus uteri ada satu orang yaitu berusia 30 tahun. Di RS M. Jamil Padang 21,56% kasus timbul pada usia > 50 tahun sedangkan di RSCM Jakarta antara usia 60-70 tahun. 15,18

Tabel 1. Sebaran kasus menurut usia

Usia Jumlah Persentase

15 – 44 tahun 45 – 64 tahun ≥ 65 tahun 2 28 13 4,65 65,12 30,23 Jumlah 43 100,00

Semakin tinggi jumlah paritas maka didapatkan makin tinggi jumlah kasus prolapsus uteri. Kasus prolapsus uteri terbanyak didapatkan pada penderita grandemultipara yaitu ada 29 kasus (47,44%). Pada multipara didapatkan 14 kasus (32,56%) dan tidak dijumpai pada nulipara. Di RS M. Jamil Padang didapatkan 40,03% kasus terjadi pada wanita grandemultipara.15

(5)

Tabel 2. Sebaran kasus menurut paritas

Paritas Jumlah Persentase

Nullipara Multipara Grandemultipara 0 14 29 0,0 32,56 47,44 Jumlah 43 100,00

Dari tabel 3 terlihat bahwa sebagian besar penderita bertempat tinggal di Palembang (79,07%) dan sisanya sekitar 20% bertempat tinggal di luar kota Palembang.

Tabel 3. Sebaran kasus menurut tempat tinggal

Tempat tinggal Jumlah Persentase

Palembang

Ogan Komering Ilir Muaraenim

Ogan Komering Ulu Musi Banyuasin Lain-lain 34 4 2 1 1 1 79,06 9,3 4,65 2,33 2,33 2,33 Jumlah 43 100,00

Dari tabel 4 terlihat bahwa 79,07% kasus prolapsus uteri dialami oleh penderita yang sudah menopause sedangkan yang belum mengalami menopause hanya 20,93%.

Tabel 4. Sebaran kasus menurut status menopause

Status menopause Jumlah Persentase

Sudah Belum 34 9 79,07 20,93 Jumlah 43 100,00

Berdasarkan keluhan klinis akibat prolapsus uteri didapatkan bahwa 95,35% penderita datang ke Poli Rawat Jalan Ginekologi RSMH Palembang dengan keluhan rasa adanya benda yang mengganjal di dalam vagina. Sedangkan keluhan gangguan miksi, gangguan

(6)

defekasi dan nyeri pinggang masing-masing ada tiga kasus (6,98%). Gangguan koitus dan perdarahan masing-masing hanya satu kasus (2,33%).

Tabel 5. Sebaran kasus menurut keluhan

Jenis keluhan Jumlah Persentase

Rasa mengganjal dalam vagina Gangguan miksi Gangguan defekasi Leukorea Nyeri pinggang Perdarahan Gangguan koitus 41 3 3 2 3 1 1 95,35 6,98 6,98 2,33 6,98 2,33 2,33

Seluruh kasus prolapsus uteri yang datang ke Poli Rawat Jalan Ginekologi RSMH Palembang disertai dengan sistokel dan rektokel (100%). Sedangkan dengan riwayat operasi ginekologi sebelumnya ada dua kasus (4,65%) dan dengan penyakit diabetes melitus ada satu kasus (2,33%).

Tabel 6. Sebaran kasus menurut kelainan klinis

Kelainan klinis Jumlah Persentase

Sistokel Rektokel

Riwayat operasi ginekologi Penyakit DM 43 43 2 1 100,0 100,0 4,65 2,33

Berdasarkan derajat prolapsus uteri sebagian besar penderita datang dengan derajat III (76,74%). Ada delapan kasus dengan derajat II (18,60%) dan dua kasus dengan derajat I (4,65%). Sedangkan di RS M. Jamil Padang 70,12% penderita datang dengan derajat III.15

(7)

Tabel 7. Sebaran kasus menurut derajat prolapsus uteri

Derajat prolapsus uteri Jumlah Persentase I II III 2 8 33 4,65 18,61 76,74 Jumlah 43 100,00

Dari 43 kasus prolapsus uteri ini 74,42% diterapi dengan histerektomi pervaginam dan 25,58% dengan histerektomi perabdominam. 11 kasus dilakukan histerektomi perabdominam disebabkan beberapa faktor antara lain; adanya perlengketan, disertai mioma uteri yang besar, keterbatasan kemampuan operator dan bekas operasi ginekologi sebelumnya. Ada dua kasus derajat I yang dilakukan histerektomi pervaginam karena disertai dengan sistokel, rektokel dan ingin sterilisasi. Sedangkan di RS M. Jamil Padang dilaporkan bahwa 54,35% kasus prolapsus uteri diterapi dengan histerektomi pervaginam. Tingginya angka histerektomi pervaginam pada kasus prolapsus uteri disebabkan karena teknik ini lebih banyak memberikan keuntungan dibandingkan perabdominam. Keuntungannya antara lain masa penyembuhan lebih cepat, masa rawat lebih pendek dan infeksi lebih sedikit.18,19,20

Tabel 8. Sebaran kasus menurut terapi

Terapi Jumlah Persentase

Histerektomi pervaginam Histerektomi perabdominam 32 11 74,42 25,58 Jumlah 43 100,00 KESIMPULAN

Jumlah kasus prolapsus uteri di Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang selama lima tahun adalah sebanyak 43 kasus. Kasus terbanyak dijumpai pada usia 45-64 tahun dengan

(8)

usia termuda 30 tahun, grandemultipara, bertempat tinggal di kota Palembang, sudah menopause. Keluhan klinis yang paling banyak ditemui adalah adanya rasa yang mengganjal di dalam vagina dan seluruh kasus disertai dengan sistokel dan rektokel. Sebagian besar penderita diterapi dengan histerektomi pervaginam.

RUJUKAN

1. Rivlin ME. Prolapse. In: Rivlin ME, Martin RW. Eds. Manual of clinical problem s in obstetrics and gynecology. 5th edition. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins, 2000: 241-244

2. Junizaf. Prolapsus alat genitalia. Dalam: Junizaf. Ed. Buku ajar uroginekologi. Subbagian Uroginekologi-Rekonstruksi Bagian Obstetri dan Ginekologi FKUI/RSUPN-CM. Jakarta, 2002: 70-75

3. Muchtar R. Kelainan dalam letak alat-alat genital. Dalam: Wiknjosastro H, Sumapraja S, Saifuddin AB. Ed. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 1991: 360-374

4. Coates KW, Shull BC. Standarization of the description of pelvic organ prolapse. In: Bent AE, Curdiff GW, Ostergard DR, Swift SE. Eds. Ostergard’s urogynecology and pelvic floor dysfunction. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkin, 1997: 97-101 5. Bump RC, Mattiasson A, Bo K, et al. The standarization of terminology of female

pelvic organ prolapse and pelvic floor dysfunction. Am J Obstet Gynecol 1996; 175: 10-17

6. Sakala EP. Obstetrics and gynecology. Baltimore: Williams and wilkins, 1997; 230-232

7. Karell SA. Nonsurgical management of pelvic organ prolapse. In: Bent AE, Curdiff GW, Ostergard DR, Swift SE. Eds. Ostergard’s urogynecology and pelvic floor dysfunction Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkin, 1997: 393

8. Rock JA, Horowitz IR. Surgical condition of the vagina and urethra. In: Rock JA, Thompson JD. Ed. Te Linde’s operative gynecology. 8th edition. Philadelphia: Lippincott-Raven, 1997: 922-925

9. Baziad A. Endokrinology ginekologi. Edisi ke-2. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003; 82-85

10. Thompson JD. Surgical correction of defect in pelvic support. In: Rock JA, Thompson JD. Eds. Te Linde’s operative gynecology. 8th edition. Philadelphia: Lippincott-Raven, 1997: 958-967

11. Aronoff CK, Aronoff DR, Shah D, Badlani G. Pelvic organ prolapse: comprehensive approach to diagnosis and treatment. Contemporary Urology 2003; 15: 25-36

12. O’Boyle AL, Woodman PJ, O’Boyle JD, Davis GS,Swift SE. Pelvic organ support in nullipararous pregnant and nonpregnant women: A case control study. Am J Obstet Gynecol 2002; 187: 99-102

13. Olsen AL, Smith VJ, Bergstrom JO, et al. Epidemiology of surgically managed pelvic organ prolapse and urinary incontinence. Obstet Gynecol 1997; 89: 501

14. Thakar R, Stanton S. Management of genital prolapse. BMJ 2002; 324: 1258-1262 15. Erman, E Bakar. Gambaran prolapsus genitalia di RSUP dr. M. Jamil Padang selama

lima tahun (1993-1998). MOGI 2001; 25: 92

16. Jakckson S, Smith P. Fortightly review: Diagnosing and managing genitourinary prolapse. BMJ 1997; 314: 1-13

(9)

17. Menefee SA, Wall LL. Incontinence, prolapse, and disorders of the pelvic floor. In: Berek JS, Adhasi EY, Hillard PA, Rinehart RD. Eds. Novak’s gynecology. 13nd edition. Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins, 2002: 690-693

18. Junizaf. Histerektomi vaginal pada prolapse uteri. Workshop vaginal delivery. Subbagian Uroginekologi-Rekonstruksi Bagian Obstetri dan Ginekologi FKUI/RSUPN-CM. Jakarta, 2002; 1-4

19. Chan MSN. Teknik histerektomi vaginal pada nonprolapse. Workshop vaginal delivery. Subbagian Uroginekologi-Rekonstruksi Bagian Obstetri dan Ginekologi FKUI/RSUPN-CM. Jakarta, 2002; 1-2

20. Kovac SR. Guidelines for determining the route of hysterectomy. In: Ransom SB, Dombrowski MP, Evans MI, Ginsburg KA. Eds. Contemporary therapy in obstetric and gynecology. Philapdelphia: W.B. Saunders, 2002: 417-420

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa dengan adanya sistem komputerisasi di rumah sakit umum imelda pekerja indonesia medan akan menjadi

Adapun judul dari laporan akhir ini adalah “ANALISA RUGI ENERGI LISTRIK PADA JARINGAN TEGANGAN RENDAH DI PELAYANAN PT.PLN PERSERO RAYON KENTEN PALEMBANG”.. Dalam penyusunan

Pada aplikasi layanan berbasis lokasi pada pencarian perangkat daerah Kota Bengkulu terdapat 9 kelas yang dibangun antara lain manajemen POI, manajemen admin,

(2012) Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Pada Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Berdasarkan pelaksanaan, hasil yang diperoleh serta pembahasan dari penelitian Peningkatan Aktivitas Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Model Kooperatif Tipe Number

dengan ditanggapi aktif oleh peserta didik dari kelompok lainnya sehingga diperoleh sebuah pengetahuan baru yang dapat dijadikan sebagai bahan diskusi kelompok kemudian,

Kejadian tersebut sementara dapat disebabkan bahwa konsumsi ransum pada perlakuan A lebih ren- dah dibandingkan dengan konsumsi ransum babi pada perlakuan B dan C

Sampel yang retak tersebut apabila dilihat mikrostrukturnya berupa campuran butir ekuiaksial dan kolumnar yang terdeformasi pada reduksi 5% (Gambar 6a), untuk