• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua pihak atau masyarakat yang kena dampak tindakan perusahaan di dalam pengambilan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua pihak atau masyarakat yang kena dampak tindakan perusahaan di dalam pengambilan"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Stakeholder

Teori stakeholder digunakan untuk menjelaskan bagaimana hubungan antara masyarakat dengan perusahaan, karena perusahaan harus mempertimbangkan kepentingan semua pihak atau masyarakat yang kena dampak tindakan perusahaan di dalam pengambilan keputusan.

Menurut teori stakeholder, meningkatkan tanggung jawab sosial perusahaan membuat perusahaan menjadi lebih menarik bagi masyarakat dan investor. Teori ini memiliki hubungan yang kompleks dengan individuals, organisasi, dan masyarakat lainnya. Seperti perusahaan, pihak-pihak yang berkepentingan atau pemilik perusahaan yang memiliki dampak positif atau negatif terhadap kelangsungan usaha. Tanggung jawab sosial yang diberikan oleh perusahaan kepada masyarakat akan membuat perusahaan itu terlihat. Stakeholder adalah orang-orang atau individu dan kelompok baik internal maupun eksternal yang memiliki hubungan baik yang bersifat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh keputusan, kebijakan, dan organisasi operasional (Post et al, 2002).

Individu, kelompok, maupun komunitas dan masyarakat dapat dikatakan sebagai stakeholder jika memiliki karakteristik yaitu mempunyai kekuasaan, legitimasi, dan kepentingan terhadap perusahaan. Praktik pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan memainkan peran yang penting bagi perusahaan karena perusahaan hidup dilingkungan masyarakat sehingga kemungkinan aktivitasnya memiliki dampak sosial dan lingkungan. Perusahaan diharapkan mampu memenuhi kebutuhan informasi yang dibutuhkan melalui pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.

(2)

2.1.2 Teori Legitimasi

Teori legitimasi digunakan untuk menjelaskan apabila perusahaan memiliki kontrak dengan masyarakat untuk melakukan segala kegiatan usahanya berdasarkan nilai-nilai kebenaran. Perusahaan harus mendapatkan legitimasi dari berbagai pihak yang berkepentingan dengan perusahaan demi mempertahankan kelangsungan hidup dan peningkatan nilai perusahaan. Teori legitimasi (Legitimacy theory) berfokus pada interaksi antara perusahaan dengan masyarakat. Menurut Dowling dan Pfeffer dalam Ghozali dan Chariri (2007), legitimasi adalah hal yang penting bagi organisasi, batasan-batasan yang ditekankan oleh norma-norma dan nilai-nilai sosial, dan reaksi terhadap batasan tersebut mendorong pentingnya analisis perilaku organisasi dengan memperhatikan lingkungan.

Ghozali dan Chariri (2007) menyatakan bahwa hal yang mendasari teori legitimasi adalah kontrak sosial antara perusahaan dengan masyarakat dimana perusahaan beroperasi dan menggunakan sumber ekonomi. Shocker dan Sethi dalam Ghozali dan Chariri (2007) memberikan penjelasan tentang konsep kontrak sosial, yaitu: “semua institusi sosial tidak terkecuali perusahaan beroperasi di masyarakat melalui kontrak sosial, baik eksplisit maupun implisit, dimana kelangsungan hidup pertumbuhannya didasarkan pada hasil akhir yang secara sosial dapat diberikan kepada masyarakat luas dan distribusi manfaat ekonomi, sosial atau politik kepada kelompok sesuai dengan power yang dimiliki.”

2.1.3 Teori Keagenan

Teori keagenan digunakan untuk menjelaskan hubungan antara pemegang saham (shareholders) sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen. Manajemen merupakan pihak yang dikontrak oleh pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan pemegang saham. Pihak manajemen harus mempertanggung jawabkan semua pekerjaannya kepada pemegang saham. Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan hubungan keagenan merupakan suatu kontrak dimana satu atau lebih orang (prinsipal) memerintah orang lain (agent) untuk

(3)

melakukan suatu jasa atas nama prinsipal serta memberi wewenang kepada agen dalam membuat keputusan yang terbaik bagi prinsipal. Teori keagenan (agency theory) muncul berdasarkan adanya fenomena pemisahan antara pemilik perusahaan (pemegang saham/owner) dengan para manajer yang mengelola perusahaan. Fakta-fakta empiris menunjukkan bahwa para manajer tidak selamanya bertindak sesuai dengan kepentingan para pemilik perusahaan, melainkan sering kali terjadi bahwa para pengelola perusahaan (direksi dan manajer) bertindak mengejar kepentingan mereka sendiri (Solihin, 2009 : 120).

Menurut Messier et.al (2006:6) hubungan keagenan ini mengakibatkan dua permasalahan. Pertama, terjadinya informasi asimetris (information asymmetry), dimana manajemen secara umum memiliki lebih banyak informasi mengenai posisi keuangan yang sebenarnya dan posisi operasi entitas dari pemilik. Kedua, terjadinya konflik kepentingan (conflict of interest) akibat ketidaksamaan tujuan, dimana manajemen tidak selalu bertindak sesuai dengan kepentingan pemilik.

Pihak manajemen yang mempunyai kepentingan tertentu cenderung menyusun laporan laba yang sesuai dengan tujuannya dan bukan demi kepentingan prinsipal. Dalam kondisi seperti ini diperlukan suatu mekanisme pengendalian yang dapat mensejajarkan perbedaan kepentingan antara kedua belah pihak. Mekanisme tata kelola perusahaan memiliki kemampuan dalam kaitannya menghasilkan suatu laporan keuangan yang memiliki kandungan informasi laba.

2.1.4 Tanggung jawab Sosial Perusahaan

Pertanggung jawaban sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) adalah mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasinya dan interaksinya dengan stakeholders, yang melebihi tanggung jawab organisasi di bidang hukum (Darwin, 2004 dalam Anggraini 2006). World Business Council on Sustainable Development (WBCSD) dalam Solihin (2008)

(4)

menyatakan bahwa CSR merupakan suatu komitmen dari perusahaan untuk melaksanakan etika keperilakuan dan berkontribusi untuk pembangunan ekonomi yang berkelanjutan melalui kerja sama dengan para karyawan serta perwakilan mereka, keluarga mereka, komunitas setempat maupun masyarakat umum untuk meningkatkan kualitas kehidupan dengan cara yang bermanfaat baik bagi bisnis sendiri maupu untuk pembangunan.

Global Compact Initiative (2002) menyebut pemahaman ini dengan 3P (profit, people, planet), yaitu tujuan bisnis tidak hanya mencari laba (profit), tetapi juga mensejahterakan orang (people), dan menjamin keberlanjutan hidup (planet) ini (Nugroho, 2007 dalam Dahli dan Siregar, 2008). Pengembangan program-program sosial perusahaan dapat berupa bantuan fisik, pelayanan kesehatan, pembangunan masyarakat (community development), outreach, beasiswa dan sebagainya. Tanggung jawab Sosial Perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan (corporate value) yang direfleksikan dalam kondisi keuangannya (financial) saja. Tetapi tanggung jawab perusahaan harus berpijak pada triple bottom lines, yaitu juga memperhatikan masalah sosial dan lingkungan.

Tanggung jawab Sosial Perusahaan diwujudkan agar terjaga keseimbangan diantara pelaku bisnis dan masyarakat sekitarnya agar semua pihak tidak ada yang dirugikan. Pelaksanaan Tanggung jawab Sosial Perusahaan di Indonesia, merupakan suatu keharusan bagi suatu perusahaan (corporate) mengingat perkembangan dan laju perekonomian bangsa Indonesia semakin pesat, hal ini dapat dilihat dari banyaknya perusahaan yang didirikan baik perusahaan nasional yang modalnya dari Negara, perusahaan swasta yang modalnya dimiliki oleh pihak swasta, perusahaan gabungan antara pihak asing dengan Negara manapun, perusahaan patungan antara pihak asing dengan Negara dalam bentuk perusahaan penanaman modal asing di Indonesia.

(5)

Pertanggung jawaban sosial perusahaan diungkapkan di dalam laporan yang disebut Sustainability Reporting. Sustainability Reporting adalah pelaporan mengenai kebijakan ekonomi, lingkungan dan sosial, pengaruh dan kinerja organisasi dan produknya di dalam konteks pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Sustainability Reporting meliputi pelaporan mengenai ekonomi, lingkungan dan pengaruh sosial terhadap kinerja organisasi (ACCA, 2004 dalam Anggraini, 2006). Dalam aspek hukum, tanggung jawab sosial perusahaan di Indonesia telah diatur dalam beberapa peraturan seperti yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dalam pernyataan PSAK No.1 (Revisi 2009) merupakan suatu aturan yang dijadikan dasar oleh perusahaan dalam menyajikan dan mengungkapkan informasi tanggung jawab sosial dan lingkungan dalam laporan tahunan perusahaan terpisah dari laporan keuangan perusahaan.

Peraturan tersebut diperkuat dengan dikeluarkannya peraturan oleh BAPEPAM selaku lembaga yang mengatur dan mengawasi pelaksanaan pasar modal dan lembaga keuangan di Indonesia. Peraturan yang dikeluarkan IAI dan BAPEPAM sejalan dengan diberlakukannya Undang-undang yaitu dalam UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas disebutkan bahwa Perseroan yang melanjutkan usaha di bidang dan/atau bersangkutan dengan sumber daya alam wajib menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungan (Pasal 74 ayat 1) tanggung jawab sosial sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilaksanakan dengan memperhatikan kapatutan dan kewajaran. Selain adanya peraturan yang mendesak perusahaan untuk mengungkapkan kegiatan CSR adapula motivasi lain yang mendorong perusahaan dalam mengungkapkan informasi kegiatan CSR-nya, seperti untuk membangun reputasi sebagai warga negara yang baik (Barnea dan Rubin, 2006), memenuhi keinginan stakeholder (Belal dan Owen, 2007), dan guna memperoleh

(6)

dukungan dari masyarakat dengan tujuan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya CEO turnover di masa mendatang (Cespa dan Cestone, 2007).

Pengungkapan (disclosure) mengandung arti bahwa laporan keuangan harus memberikan informasi dan penjelasan yang cukup mengenai hasil aktivitas suatu unit usaha (Ghozali dan Chariri, 2007). Pengungkapan sosial yang dilakukan oleh perusahaan umumnya bersifat voluntary (sukarela), unaudit (belum diaudit), dan unregulated (tidak dipengaruhi oleh peraturan tertentu). Salah satu badan yang aktif mengeluarkan pedoman bagi perusahaan terkait pengungkapan lingkungan hidup adalah Global Reporting Initiative (GRI).

Dalam standar GRI Indikator kinerja terbagi menjadi 3 kategori yaitu kinerja ekonomi, kinerja lingkungan hidup dan kinerja sosial yang mencakup indikator kinerja tenaga kerja, hak asasi manusia, sosial/kemasyarakatan, dan produk. Global Reporting Initiative (GRI) adalah sebuah jaringan berbasis organisasi yang telah mempelopori perkembangan dunia paling banyak menggunakan kerangka laporan keberlanjutan dan berkomitmen untuk terus-menerus melakukan perbaikan dan penerapan di seluruh dunia (www.globalreporting.org).

Tujuan pengungkapan dikategorikan menurut Securities Exchange Commission (SEC) menjadi dua, yaitu 1) protective disclosure yang sebagai upaya perlindungan terhadap investor, dan 2) informative disclosure yang bertujuan memberikan informasi yang layak kepada pengguna laporan. Crowther David (2008) dalam Nor Hadi (2011) mengurai prinsip-prinsip tanggung jawab social (social responsibiliy) menjadi tiga yaitu : (1) sustainability; (2) accountability dan (3) transparency. Sustainability, berkaitan dengan bagaimana perusahaan dalam melakukan aktivitas (action) tetap memperhitungkan keberlanjutan sumber daya dimasa depan.

Accountabilty, upaya perusahaan terbuka dan bertanggung jawab atas aktivitas yang telah dilakukan. Akuntabilitas dibutuhkan, ketika aktivitas perusahaan mempengaruhi dan dipengaruhi lingkungan eksternal. Konsep ini menjelaskan pengaruh kuantitatif aktivitas

(7)

perusahaan terhadap pihak internal dan eksternal (Crowther David, 2008) dalam Nor Hadi (2011). Transparency, merupakan prinsip penting bagi pihak eksternal. Transparansi bersinggungan dengan peloporan aktivitas perusahaan berikut dampak terhadap pihak eksrernal.

2.1.5 Tata Kelola Perusahaan

Mekanisme adalah suatu prosedur yang dapat mengendalikan perusahaan, sehingga memberikan nilai tambah terhadap pemegang saham dan stakeholder secara berekesinambungan dalam jangka panjang. Mekanisme tata kelola perusahaan dibagi menjadi mekanisme eksternal dan mekanisme internal. Mekanisme eksternal dijelaskan dijelaskan melalui outsider. Hal ini termasuk pemegang saham institusional, outside block holding dan kegiatan takeover. Mekanisme pengendalian eksternal tidak hanya pasar modal saja, tetapi juga perbankan sebagai penyuntik dana, masyarakat sebagai konsumen, supplier, tenaga kerja, pemerintah sebagai regulator, serta stakeholder lainnya. Mekanisme pengendalian internal yang berhubungan langsung dengan proses pengambilan keputusan perusahaan tidak hanya dewan komisaris saja, tetapi ada juga komite-komite dibawahnya seperti dewan direksi, sekretaris perusahaan, dan manajemen. Hal ini juga dipengaruhi oleh pemegang saham internal, anggota dari dewan komisaris dan karakteristiknya seperti ukuran dewan komisaris, jumlah dari dewan komisaris yang independen (dari luar perusahaan), komite remunerasi, pembiayaan utang.

Tata Kelola Perusahaan merupakan seperangkat peraturan dalam rangka pengendalian perusahaan untuk menghasilkan value added (nilai tambah) bagi para stakeholders, karena dengan adanya Tata Kelola Perusahaan akan terbentuk pola kerja manajemen yang transparan, bersih, dan profesional (Effendi, 2009). Perusahaan dengan pengelolaan yang baik dan transparan, berarti sudah menerapkan implementasi tata kelola perusahaan. Tata Kelola Perusahaan diharapkan tidak hanya terfokus memberikan manfaat bagi manajemen

(8)

dan karyawan perusahaan, melainkan juga bagi stakeholders, konsumen, pemasok, pemerintah, dan lingkungan masyarakat terkait dengan perusahaan tersebut.

Tata Kelola Perusahaan sebagai sistem yang mengatur hubungan antara perusahaan dengan pemegang saham. Tata Kelola Perusahaan juga mengatur hubungan dan pertanggung jawaban kepada seluruh anggota stakeholders non pemegang saham diantaranya adalah para kreditur, pelanggan, karyawan dan masyarakat (terutama pada sarana unit yang berada disekitar unit sarana produksi perusahaan).

Kinerja perusahaan akan baik jika perusahaan menggunakan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Tata Kelola Perusahaan pada dasarnya menyangkut masalah pengendalian perilaku para eksekutif puncak perusahaan untuk melindungi kepentingan pemilik perusahaan (pemegang saham). Masalah tata kelola perusahaan dapat ditelusuri dari pengembangan agency theory yang menjelaskan bagaimana pihak-pihak yang terlibat dalam perusahaan (manajer, pemilik perusahaan dan kreditor) akan berperilaku karena mereka pada dasarnya memiliki kepentingan yang berbeda.

Menurut forum for corporate governance in Indonesia (FCGI) Tata Kelola Perusahaan adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegeng saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegeng kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, dengan kata lain yaitu suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan. Menurut FCGI tujuan dari tata kelola perusahaan adalah menciptakan nilai tambah untuk stakeholder. FCGI juga berpendapat, apabila perusahaan menerapkan tata kelola perusahaan maka keuntungan yang bisa didapatkan oleh perusahaan lebih mudah untuk mendapatkan tambahan modal, cost of capital menjadi lebih rendah, meningkatkan kinerja bisnis, dan mempunyai dampak yang baik terhadap harga saham perusahaan.

(9)

Teori Keagenan (agency theory) memunculkan argumentasi terhadap adanya konflik antara pemilik yaitu pemegang saham dengan para manajer. Konflik tersebut muncul sebagai akibat perbedaan kepentingan di antara kedua belah pihak. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa kepemilikan saham yang besar dari segi nilai ekonomisnya memiliki insentif untuk memonitor. Secara teoritis ketika kepemilikan manajemen rendah, maka insentif terhadap kemungkinan terjadinya perilaku opportunistik manajer akan meningkat.

Kepemilikan manajerial merupakan persentase jumlah saham yang dimiliki oleh manajer (Anwar et al., 2013). Kepemilikan manajerial berperan sebagai pihak yang menyatukan kepentingan antara manajer dengan pemegang saham karena proporsi saham yang dimiliki manajer dan direksi mengindikasikan menurunnya kecenderungan adanya tindakan manipulasi oleh manajemen (Purwaningtyas, 2011). Dengan meningkatnya kepemilikan saham oleh manajer, diharapkan manajer akan bertindak sesuai dengan keinginan para prinsipal, karena manajer akan termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya sehingga dalam hal ini akan berdampak baik kepada perusahaan.

Semakin besar kepemilikan manajerial dalam perusahaan maka manajemen akan lebih giat untuk meningkatkan kinerjanya karena manajemen mempunyai tanggung jawab untuk memenuhi keinginan dari pemegang saham yang tidak lain adalah dirinya sendiri. Manajemen akan lebih berhati-hati dalam mengambil suatu keputusan, karena manajemen akan ikut merasakan manfaat secara langsung dari keputusan yang diambil.

2.1.5.2 Kepemilikan Institusional

Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa kepemilikan institusional memiliki peranan yang sangat penting dalam meminimalisasi konflik keagenan yang terjadi antara manajer dan pemegang saham. Keberadaan investor institusional dianggap mampu menjadi mekanisme monitoring yang efektif dalam setiap keputusan yang diambil oleh manajer. Hal ini disebabkan investor institusional terlibat dalam pengambilan yang strategis sehingga tidak

(10)

mudah percaya terhadap tindakan manipulasi laba. Kepemilikan institusional umumnya bertindak sebagai pihak yang memonitor perusahaan.

Perusahaan dengan kepemilikan institusional yang besar (lebih dari 5 % ) mengindikasikan kemampuannya untuk memonitor manajemen. Semakin besar kepemilikan institusional maka semakin efisien pemanfaatan aktiva perusahaan. Dengan demikian proporsi kepemilikan institisional bertindak sebagai pencegahan terhadap pemborosan yang dilakukan manajemen (Fauzi, 2004). Kepemilikan institusional adalah persentase saham yang dimiliki oleh investor institusi seperti perusahaan asuransi, perusahaan investasi, dan bank (Moradi, 2012). Investor institusional dapat berperan dalam memonitor agen (manajer) perusahaan. Nilai perusahaan dapat meningkat jika lembaga institusi mampu menjadi alat pemonitoran yang efektif.

2.1.5.3 Dewan Komisaris Independen

Dewan komisaris adalah inti dari tata kelola perusahaan yang bertugas untuk menjamin strategi perusahaan, melakukan pengawasan terhadap manajer, serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas dalam perusahaan (Purwaningtyas, 2011). Komisaris independen mempunyai akuntabilitas yang tinggi didalam melakukan pengawasan, semakin baik pengawasan sebuah perusahaan semakin baik kualitas pengungkapan informasi yang disampaikan. Dewan Komisaris memegang peranan yang sangat penting dalam perusahaan, terutama dalam pelaksanaan tata kelola perusahaan.

Efektivitas dewan komisaris dalam menyeimbangkan kekuatan CEO sangat dipengaruhi oleh tingkat independensi dari dewan komisaris tersebut. Dengan adanya komisaris independen, diharapkan para eksekutif akan bertindak untuk kepentingan pemilik (Boediono, 2005) dalam Darwis (2009). Adanya komisaris independen yang berasal dari luar perusahaan diharapkan akan direaksi positif oleh pasar (investor), karena kepentingan investor akan lebih dilindungi (Darwis, 2009). Dewan komisaris merupakan suatu mekanisme

(11)

mengawasi dan mekanisme untuk memberikan petunjuk dan arahan pada pengelola perusahaan (FCGI, 2001). Komposisi dewan komisaris merupakan salah satu karakteristik dewan yang berhubungan dengan kandungan informasi laba. Melalui perannya dalam menjalankan fungsi pengawasan, komposisi dewan dapat mempengaruhi pihak manajemen dalam menyusun laporan keuangan sehingga dapat diperoleh suatu laporan laba yang berkualitas (Boediono, 2005).

2.1.5.4 Komite Audit

Komite audit juga berfungsi untuk melakukan pengawasan terhadap pengendalian internal perusahaan. Adanya pengawasan ini akan memastikan pencapaian kinerja perusahaan dan mampu meningkatkan nilai perusahaan (Chan dan Li, 2008). Komite audit meningkatkan integritas dan kredibilitas pelaporan keuangan melalui: (1) pengawasan atas proses pelaporan termasuk sistem pengendalian internal dan penggunaan prinsip akuntansi berterima umum, dan (2) mengawasi proses audit secara keseluruhan. Komite audit mempunyai peran yang sangat penting dan strategis dalam hal memelihara kredibilitas proses penyusunan laporan keuangan seperti halnya menjaga terciptanya sistem pengawasan perusahaan yang memadai serta dilaksanakannya tata kelola perusahaan. Tugas komite berhubungan dengan kualitas laporan keuangan, karena komite audit diharapkan dapat membantu dewan komisaris dalam pelaksanaan tugas yaitu mengawasi proses pelaporan keuangan oleh manajemen.

2.1.5.5 Dewan Direksi

Pengawasan yang dilakukan oleh dewan komisaris dan direksi akan mencegah manajemen untuk melakukan tindakan yang dapat merugikan pemegang saham sehingga biaya atau kerugian akibat manajemen dapat berkurang. Dewan direksi dalam suatu perusahaan akan menentukan kebijakan yang akan diambil atau strategi perusahaan tersebut secara jangka pendek maupun jangka panjang.

(12)

a. Prinsip-prinsip Tata Kelola Perusahaan

Prinsip-prinsip dasar penerapan tata kelola perusahaan menurut forum for corporate governance in Indonesia (FCGI) terdapat 5 asas/prinsip yang menjadi pedoman dalam penerapan tata kelola perusahaan yaitu antara lain:

a) Tranparansi (Transparency) yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materil dan relevan mengenai perusahaan.

b) Akuntabilitas (Accountability) yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.

c) Pertanggungjawaban (Responsibility) yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.

d) Kemandirian (Independency) yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.

e) Kewajaran (Fairness) yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b. Manfaat penerapan tata kelola perusahaan

a) Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders.

b) Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah sehingga dapat lebih meningkatkan corporate value (nilai perusahaan). Selain itu dapat mengembalikan

(13)

kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Dan yang terakhir adalah pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena akan sekaligus meningkatkan shareholders value dan dividen.

2.1.6 Nilai Perusahaan

Menurut Nica Febrina (2010:5) nilai perusahaan adalah nilai jual perusahaan atau nilai tumbuh bagi pemegang saham, nilai perusahaan akan tercermin dari harga pasar sahamnya. Menurut Nurlela dan Islahudin (2008:7) nilai perusahaan didefinisikan sebagai nilai pasar. Alasannya karena nilai perusahaan dapat memberikan kemakmuran pemegang saham secara maksimum apabila harga saham perusahaan meningkat. Nilai perusahaan sangat penting karena dengan nilai perusahaan yang tinggi akan diikuti oleh tingginya kemakmuran pemegang saham (Brigham, 2010).

Semakin tinggi harga saham semakin tinggi pula nilai perusahaan. Nilai perusahaan yang tinggi menjadi keinginan setiap pemilik perusahaan, sebab dengan nilai yang tinggi menunjukkan kemakmuran pemegang saham juga tinggi. Kekayaan pemegang saham dan perusahaan dipresentasikan oleh harga pasar dari saham yang merupakan cerminan dari keputusan investasi, pendanaan (financing), dan managemen asset. Tujuan utama perusahaan menurut theory of the firm adalah untuk memaksimumkan kekayaan atau nilai perusahaan (value of the firm) (Salvatore, 2005).

Memaksimumkan nilai perusahaan sangat penting artinya bagi semua perusahaan, karena dengan memaksimalkan nilai perusahaan berarti juga memaksimalkan kemakmuran pemegang saham yang merupakan tujuan utama perusahaan. Nilai perusahaan yang tinggi akan membuat pasar percaya tidak hanya pada kinerja perusahaan saat ini namun juga pada prospek perusahaan dimasa depan. Dengan nilai perusahaan yang tinggi maka diharapkan kesejahteraan pemegang saham terpenuhi. Menurut Siallagan dan Machfoez (2006), terdapat suatu sistem yang dapat meningkatkan nilai perusahaan yaitu tata kelola perusahaan. Tata

(14)

Kelola Perusahaan merupakan suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan yang diharapkan dapat memberikan dan meningkatkan nilai perusahaan dengan pemegang saham.

2.2 Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara atas pokok permasalahan yang akan diuji kebenarannya. Berdasarkan rumusan permasalahan, tujuan penelitian dan kajian-kajian teori yang relevan serta hasil-hasil penelitian sebelumnya, maka akan dikemukakan hipotesis dalam penelitian ini yaitu, sebagai berikut:

2.2.1 Pengaruh Tanggung jawab Sosial Perusahaan Terhadap Nilai Perusahaan

Tanggung jawab Sosial Perusahaan adalah mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasinya dan interaksinya dengan stakeholders yang melebihi tanggung jawab di bidang hukum (Darwin, 2004 dalam Anggraini, 2006). Pengungkapan tanggung jawab sosial oleh perusahaan diharapkan dapat meningkatkan nilai perusahaan. Penelitian yang mengkaitkan antara pengungkapan pertanggung jawaban sosial perusahaan terhadap nilai perusahaan diungkapkan oleh Rustiarini (2010), Murwaningsari(2009) dan Andayani (2008) yang mendukung hipotesa yang menyatakan bahwa tingkat pengungkapan informasi tanggung jawab sosial perusahaan dalam laporan tahunan perusahaan berpengaruh dalam meningkatkan nilai perusahaan.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Penelitian Saraswati dan Basuki (2012) yang berjudul Pengaruh Corporate Governance Pada Hubungan Corporate Social Responsibility Dan Nilai Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di BEI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa corporate social responsibility (CSR) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap nilai perusahaan namun dengan arah negatif. Hasil menjelaskan bahwa

(15)

perusahaan yang mengungkapkan CSR yang lebih luas justru cenderung menurunkan nilai perusahaan. Nurlela dan Islahudin (2008) menyatakan bahwa dengan adanya praktik CSR yang baik diharapkan nilai perusahaan akan dinilai dengan baik oleh para investor. Menurut Astiari dan Anantawikrama (2014) menyatakan bahwa CSR dapat mempengaruhi nilai perusahaan karena dengan adanya hubungan CSR dengan nilai perusahaan menunjukkan bahwa semakin luas pengungkapan CSR maka nilai perusahaan juga akan semakin meningkat. Tingginya nilai perusahaan menyebabkan keberadaan perusahaan tersebut akan lebih disorot oleh stakeholder-nya, apabila perusahaan dapat memaksimalkan manfaat yang diterima stakeholder maka akan timbul kepuasan bagi stakeholder yang akan meningkatkan nilai perusahaan. Berdasarkan uraian tersebut, dapat ditarik hipotesis :

H1: Tanggung jawab Sosial Perusahaan berpengaruh positif terhadap Nilai Perusahaan. 2.2.2 Pengaruh Kepemilikan Manajerial terhadap Nilai Perusahaan

Menurut Tendi Haruman (2008) perbedaan kepentingan antara manajemen dan pemegang saham mengakibatkan manajemen berperilaku curang dan tidak etis, sehingga merugikan pemegang saham. Oleh karena itu diperlukan suatu mekanisme pengendalian yang dapat mensejajarkan perbedaan kepentingan antara manajemen dengan saham. Kepemilikan manajemen terhadap saham perusahaan dipandang dapat menyelaraskan potensi perbedaan kepentingan antara pemegang saham luar dengan manajemen (Jensen dan Meckling, 1976). Dengan meningkatkan kepemilikan saham oleh manajer, diharapkan manajer akan bertindak sesuai dengan keinginan para prinsipal, karena manajer akan termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya sehingga dalam hal ini akan berdampak baik kepada perusahaan. Semakin besar kepemilikan manajerial dalam perusahaan maka manajemen akan lebih giat untuk meningkatkan kinerjanya karena manajemen mempunyai tanggung jawab untuk memenuhi keinginan dari pemegang saham yang tidak lain adalah dirinya sendiri.

(16)

Siallagan dan Machfoedz (2006) menemukan bahwa mekanisme Tata Kelola Perusahaan yang terdiri dari kepemilikan manajerial, dewan komisaris dan komite audit secara statistik berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Nurlela dan Islahuddin (2008) menyatakan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara kepemilikan manajerial terhadap nilai perusahaan. Berdasarkan uraian tersebut, dapat ditarik hipotesis:

H2: Kepemilikan Manajerial berpengaruh positif terhadap Nilai Perusahaan. 2.2.3 Pengaruh Kepemilikan Institusional terhadap Nilai Perusahaan

Murwaningsari (2009) menyatakan bahwa terdapat pengaruh kepemilikan institusional dengan nilai perusahaan. Kepemilikan Institusional terhadap saham perusahaan dipandang dapat meningkatkan fungsi pengawasan terhadap perusahaan, agar melakukan praktek Tata Kelola Perusahaan yang lebih baik. Dengan meningkatnya kepemilikan institusional, diharapkan dapat memberikan tekanan agar perusahaan dapat terus melaksanakan praktek Tata Kelola Perusahaan sesuai yang diharapkan investor institusional. Oleh karena itu, kinerja perusahaan akan semakin baik dan semakin meningkatkan nilai perusahaan.

Kepemilikan institusional dalam proporsi yang besar juga mempengaruhi nilai perusahaan. Nilai perusahaan dapat meningkat jika lembaga institusi mampu menjadi alat pemonitoran yang efektif. Selain itu, investor institusional, memiliki akses informasi yang lebih baik karena aktivitas mereka, yang berarti pengetahuan yang lebih baik tentang kinerja perusahaan (Ellili, 2011). Hasil penelitian ini didukung juga oleh Bjuggren et al. (2007) menemukan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Berdasarkan uraian tersebut, dapat ditarik hipotesis:

H3: Kepemilikan Institusional berpengaruh positif terhadap Nilai Perusahaan. 2.2.4 Pengaruh Dewan Komisaris Independen terhadap Nilai perusahaan

Dewan Komisaris independen mempunyai akuntabilitas yang tinggi didalam melakukan pengawasan, semakin baik pengawasan sebuah perusahaan semakin baik kualitas

(17)

pengungkapan informasi yang disampaikan. Penelitian Rustiarini (2010) menunjukkan bahwa komisaris independen berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Harjoto dan Jo (2007) menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif antara komisaris independen dengan nilai perusahaan.

Dewan komisaris independen merupakan proporsi anggota dewan komisaris independen yang ada di dalam perusahaan. Jumlah dewan komisaris independen yang semakin banyak menandakan bahwa dewan komisaris yang melakukan fungsi pengawasan dan koordinasi dalam perusahaan semakin baik. Oleh karena semakin banyak anggota dewan komisaris independen, maka tingkat integritas pengawasan terhadap dewan direksi yang dihasilkan semakin tinggi, sehingga mewakili kepentingan stakeholders lainnya selain daripada kepentingan pemegang saham mayoritas dan dampaknya akan semakin baik terhadap nilai perusahaan. Dengan adanya komisaris independen, maka akan dapat mengurangi konflik agensi dalam perusahaan sehingga perusahaan dapat lebih berfokus dalam meningkatkan nilai perusahaan. Berdasarkan uraian tersebut, dapat ditarik hipotesis: H4: Dewan Komisaris Independen berpengaruh positif terhadap Nilai Perusahaan.

2.2.5 Pengaruh Komite Audit terhadap Nilai Perusahaan

Rustiarini (2010) menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif antara komite audit dengan nilai perusahaan. Penelitian Siallagan dan Machfoedz (2006) menguji pengaruh kualitas laba terhadap nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ pada periode 2000-2004 menyatakan bahwa keberadaan komite audit mempunyai pengaruh positif terhadap nilai perusahaan yang dihitung dengan Tobin’s Q. Hal ini memberi bukti bahwa keberadaan komite audit dapat meningkatkan efektifitas kinerja perusahaan.

Dengan adanya komite audit, diharapkan dapat mengurangi konflik agensi sehingga laporan yang disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dapat dipercaya sehingga dapat membantu meningkatkan nilai perusahaan di mata investor. Komite audit yang

(18)

bertanggung jawab untuk mengawasi laporan keungan, mengawasi audit eksternal, dan mengamati sistem pengendalian internal dapat mengurangi sifat opportunistic manajemen dengan cara mangawasi laporan keuangan dan melakukan pengawasan pada audit eksternal (Hermansyah, 2013). Adanya pengawasan ini akan memastikan pencapaian kinerja perusahaan dan mampu meningkatkan nilai perusahaan (Chan dan Li, 2008). Berdasarkan uraian diatas, dapat ditarik hipotesis:

H5: Komite Audit berpengaruh positif terhadap Nilai Perusahaan. 2.2.6 Pengaruh Dewan Direksi terhadap Nilai Perusahaan

Dewan direksi merupakan mekanisme internal utama yang dapat melakukan monitoring terhadap manajer (Fama, 1978). Pengawasan yang dilakukan oleh dewan komisaris dan direksi akan mencegah manajemen untuk melakukan tindakan yang dapat merugikan pemegang saham sehingga biaya atau kerugian akibat manajemen dapat berkurang. Penelitian (Isshaq et al, 2009 dalam Tri Sariri, 2014) menemukan bahwa ukuran dewan direksi berhubungan positif dengan nilai perusahaan.

Susanti (2010) menyimpulkan bahwa board size atau jumlah dewan direksi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Dari hubungan tersebut menunjukkan bahwa dengan jumlah board size (ukuran dewan direksi) yang meningkat disesuaikan dengan kondisi perusahaan berarti pengelolaan perusahaan oleh dewan direksi semakin baik, sehingga kinerja perusahaan akan meningkat dan nilai perusahaan akan ikut meningkat. Berdasarkan uraian diatas, dapat ditarik hipotesis:

Referensi

Dokumen terkait

Memiliki Standar Pelayanan Publik yang jelas memang penting untuk pedoman pegawai dalam melayani pengguna layanan dalam proses pelayanan karena dengan berpatokan

Menurut ketentuan pasal tersebut ,perseroan terbatas yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasar pada

antar rasa organik terhadap rasa air juga akan membentuk lapisan ganda listrik yang merupakan pelindung listrik dari partikel.(4) Pada waktu membran dipakai untuk

Selama praktik kerja, penulis melakukan pekerjaan pencatatan surat masuk pada buku agenda dan pengarsipan surat masuk, pencatatan surat keluar pada buku agenda dan pengarsipan

Dari Gambar 3, dapat diketahui bahwa jumlah hasil produksi ikan pora-pora di Danau Toba yang ditangkap dengan menggunakan alat tangkap doton lebih stabil..

Data hasil keterampilan berpikir kreatif siswa setelah diterapkan pembelajaran dengan model pembelajaran problem based learning pada materi pencemaran lingkungan

26 Karena dengan proses yang panjang maka data yang diperoleh semakin mendalam, dalam penelitian mengenai analisis scope, sequence dan relevansi materi PAI pada

konsep geometri yang terdapat didalamnya adalah geometri dimensi dua (bidang datar) meliputi trapesium sama kaki, segitiga sama sisi, segitiga sama kaki,