• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEKNOLOGI GASIFIKASI BATUBARA BAWAH PERMUKAAN UNTUK PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI LISTRIK DALAM NEGERI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TEKNOLOGI GASIFIKASI BATUBARA BAWAH PERMUKAAN UNTUK PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI LISTRIK DALAM NEGERI"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Minyak dan Gas Bumi

Minyak dan Gas Bumi

Minyak dan Gas Bumi

Minyak dan Gas Bumi

Minyak dan Gas Bumi

TEKNOLOGI GASIFIKASI BATUBARA BAWAH PERMUKAAN

UNTUK PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI LISTRIK

DALAM NEGERI

Suprajitno Munadi dan Subijanto

Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS”

smunadi@lemigas.esdm.go.id

S A R I

Energi merupakan kebutuhan vital masyarakat modern. Energi ini banyak macamnya. Sejauh ini energi yang berasal dari BBM (Bahan Bakar Minyak) dan listrik merupakan pilihan yang paling populer, bahkan BBM sering dibakar untuk menghasilkan listrik. Selain BBM, batubara juga dibakar untuk menghasilkan listrik. Pembakaran batubara ini memberikan polusi ke udara. Diversifikasi perlu dilakukan. UCG merupakan alternatif pembangkitan energi listrik yang memenuhi syarat-syarat diversifikasi, intensifikasi dan konservasi. Diversifikasi karena hal ini merupakan teknologi baru untuk menghasilkan energi, intensifikasi karena pemanfaatan bahan mentahnya menjadi semakin efisien dan konservasi karena lingkungan tak begitu dirusak dan dikotori.

Kata kunci: CBM, insitu, keekonomian UCG, UCG

1. PENDAHULUAN

Kebutuhan energi akan semakin meningkat seiring dengan tingkat modernisasi masyarakat. Energi diperlukan diantaranya untuk mendukung aktivitas masyarakat tersebut termasuk dalam memutar roda perekonomian dan menggerakkan mesin - mesin industri. Listrik dan BBM (Bahan Bakar Minyak) merupakan energi yang sangat populer saat ini. Proyeksi kebutuhan akan energi listrik dan BBM di masyarakat kita yang semakin meningkat telah mencapai suatu keadaan dimana tuntutan kebutuhan (demand) lebih tinggi dari pada penyediaan (supply). Untuk mengantisipasi kemungkinan yang lebih buruk lagi, maka perlu adanya kesadaran tentang hemat energi dalam keluarga dan masyarakat, disamping usaha-usaha Pemerintah untuk melakukan diversifikasi, intensifikasi ataupun konservasi energi.

Penemuan sumber-sumber minyak yang besar yang tersisa yang semakin langka dan semakin jauhnya wilayah-wilayah yang prospek dari ketersediaan fasilitas maupun pasar, maka diverisifikasi energi merupakan suatu hal yang harus dikerjakan. Diversifikasi ini telah dilaksanakan di negara-negara maju namun di Indonesia belum significant. Diversifikasi energi ini misalnya dalam bentuk energi : panas bumi, tenaga matahari, bio-diesel, tenaga angin, batubara dan lain-lain. Dari sekian jenis energi alternatif tersebut ternyata batubara merupakan yang paling banyak memberikan kontribusi. Batubara yang berasal dari penambangan terbuka diambil energinya dengan jalan dibakar dan panasnya dimanfaatkan oleh turbin uap yang memutar generator listrik atau langsung dibakar untuk keperluan pemanasan/ pengolahan.

(2)

Minyak dan Gas Bumi

Minyak dan Gas Bumi

Minyak dan Gas Bumi

Minyak dan Gas Bumi

Minyak dan Gas Bumi

Indonesia memiliki sumber daya dan cadangan

batubara yang melimpah (Gambar 1) tetapi sebagian besar berjenis lignite yang kalorinya rendah dan nilai jualnya pun rendah.

Pemanfaatan batubara dengan cara ini banyak menuai protes karena polusi gas carbón dioksida yang dihasilkannya dapat mempengaruhi iklim. Menurut Prof. Palarsky (2009) dari Polandia, pembakaran batubara untuk menghasilkan energi listrik setara dengan 1000 Mega Watt mengakibatkan juga timbulnya 20.000 ton gas SO2, 20.500 ton NOx dan 8 juta ton CO2 per tahunnya. Oleh karena itu, ada ide untuk mengambil gas methana yang terperangkap di dalam batubara. Apabila gas methana ini dapat dikumpulkan dalam jumlah yang besar, maka ini ibarat kita menambang gas alam yang berasosiasi dengan minyak bumi. Methana dapat dibakar untuk menghasilkan panas dan panasnya dimanfaatkan untuk memutar turbo generator listrik. Methana dapat juga diolah terlebih dahulu menjadi Dimethyl Ether (DME) dan ini adalah sejenis BBM. Itulah sebabnya CBM cukup menarik perhatian.

Gambar 1. Sumber daya dan cadangan batubara di Indonesia. Sumber

daya batubara 104,76 milyar ton dan cadangannya sebesar 20,99 milyar ton (Sumber : Badan Geologi Nasional, 2009)

Teknologi CBM (Coal Bed Methane) mulai diterapkan oleh beberapa industri di Indonesia akan tetapi sejauh ini kontribusinya terhadap substitusi energi nasional masih belum terlihat. Hal ini disebabkan oleh produksi gas methana dari batubara yang baru akan muncul setelah proses watering selesai, dan proses de-watering ini memakan waktu 2 - 3 tahun. De-watering merupakan upaya yang dilakukan untuk mengurangi tekanan yang memerangkap CBM yang berada di dalam ruang pori berukuran mikro. CBM yang sudah terbebas dari ruang pori berukuran mikro inilah yang dapat dialirkan menuju pipa produksi. Oleh karena adanya kesukaran - kesukaran teknis yang harus diatasi dan lamanya waktu yang dibutuhkan dalam rangka memproduksi CBM tersebut, maka sebaiknya kita melirik ke teknologi lain yang dekat dengan itu dalam upaya memanfaatkan batubara tanpa polusi. Teknologi tersebut dinamakan Underground Coal Gasification (UCG).

Penulisan ini membahas keuntungan-keuntungan teknis-ekonomis yang dapat diraih apabila kita menerapkan teknologi UCG sebagai

(3)

Minyak dan Gas Bumi

Minyak dan Gas Bumi

Minyak dan Gas Bumi

Minyak dan Gas Bumi

Minyak dan Gas Bumi

pembangkit energi listrik yang memenuhi

syarat-syarat diversifikasi, intensifikasi dan konservasi.[1]

2. APA ITU UCG ?

Seperti halnya CBM, UCG juga memproduksi gas dari batubara tetapi proses gasifikasinya dilakukan di tempat batubara tersebut berada yaitu di bawah tanah (insitu) sehingga tidak mencemari lingkungan. Secara prinsip pembangkitan energi dengan teknologi UCG ini dapat dilakukan dengan melakukan pengeboran sumur ke dalam lapisan batubara yang ada di bawah tanah agar dapat menginjeksikan oksidan kemudian mengebor sumur lagi (sumur produksi) untuk mengambil panas dan gas-gas yang terbentuk sewaktu proses gasifikasi. Panas yang terbentuk tersebut digunakan untuk memutar turbin generator listrik (Gambar 2). Gas-gas yang dihasilkan dari teknologi UCG adalah : CO, H2, CO2, dan methana. Gas H2, CO, dan metana disebut syngas (synthesis gas). Beberapa dari gas-gas ini dapat ditampung dan dijadikan sebagai bahan dasar industri Petrokimia dan sisanya dapat dimanfaatkan

Batas air tanah Overburden

Oksidan (udara, oksigen, dan uap) Instalasi pembangkit listrik

Penginjeksian

Sisa

Gambar 2. Prinsip pembangkitan energi listrik dengan teknologi UCG

Gambar 3. Pemanfaatan synthesis gas hasil

UCG

Selain itu karena proses gasifikasi batubara di bawah tanah tadi menghasilkan panas yang tinggi, maka panas ini dapat dipakai untuk menggerakkan turbo generator yang dapat membangkitkan energi listrik. Jadi, UCG sangat menjanjikan karena teknologi ini tidak hanya menghasilkan listrik, tetapi juga menghasilkan gas - gas yang bermanfaat (gas sintesis) dan mempertahankan konservasi lingkungan (Gambar 4).

untuk kepentingan yang lain yaitu gas dikonversi menjadi liquid (GTL), lihat Gambar 3.

Bahan Petrokimia Pupuk Bahan bakar cair (GTL) Gas sintesis

(4)

Minyak dan Gas Bumi

Minyak dan Gas Bumi

Minyak dan Gas Bumi

Minyak dan Gas Bumi

Minyak dan Gas Bumi

Gambar 4. Instalasi pembangkit listrik dengan teknologi UCG

Di Indonesia CBM cukup populer di kalangan investor industri energi. Sebaliknya UCG hanya baru dikenal namanya saja. Mengapa begitu ? Apakah UCG memang ditemukan setelah CBM? Untuk mejawab pertanyaan ini, ada baiknya kita melihat sejarah UCG.

3. SEJARAH UCG

Ide tentang UCG ditemukan pada tahun 1868 oleh Sir William Siemens[2] dengan melakukan

pemanfaatan limbah dan slack yang berasal dari tambang batubara. Beberapa puluh tahun kemudian ahli kimia dari Rusia, Dmitri Mendeleyev melakukan pengembangan-pengembangan ide dari Siemens. Lalu negara Inggris mengambil alih pengembangan tentang UCG ini dengan melakukan percobaan -percobaan lapangan di Dirham di bawah pimpinan Sir William Ramsay (pemenang hadiah Nobel). Walaupun demikian, hasilnya belum terlihat sampai menjelang Perang Dunia I. Setelah itu pengembangan UCG terhenti sampai akhir Perang Dunia II.

Usaha Sir William Ramsey tidak berhenti begitu saja, pemimpin besar Uni Soviet yakni Vladimir

Lenin mendapatkan inspirasi dari Ramsey dan 20 tahun kemudian Stalin sebagai penerus Lenin mendukung penelitian dan pengembangan yang dilakukan oleh ahli - ahli Soviet untuk merealisasikan teknologi UCG dalam skala industri. Pada tahun 1937 penelitian dan pengembangan teknologi UCG tersebut mengalami kegagalan, tetapi pada tahun 1939 Uni Soviet berhasil membangun pembangkit listrik dari UCG di Ukraina namun terpaksa ditutup karena adanya pendudukan Jerman. Setelah Perang selesai sampai dengan tahun 1960, Uni Soviet berhasil membangun 14 unit UCG dalam skala industri. Pengembangan UCG ini kemudian mengalami penurunan karena ditemukannya gas alam dalam jumlah yang banyak. Akibat persaingan ini hanya tertinggal satu saja pembangkit listrik UCG yang beroperasi yakni di Uzbekistan.

Pada kurun waktu antara 1944-1959 pembangunan UCG di Uni Soviet mengalami penurunan sehingga memprovokasi minat negara-negara Eropa Barat untuk menerapkannya. Eropa Barat mengembangkan UCG dengan memanfaatkan lapisan batubara tipis dan dangkal di Bois-la-Dame, Belgia dan Djerada, Maroko, lalu di Newman Spinney dan Overburden kedalaman 80 – 900 m Pembangkit listrik Penangkapan CO2 Pembersihan gas panas Sumur injeksi Sumur produksi Produksi H2 (optional) Oksigen

& air Perangkap CO

2

Produk gas

(5)

Minyak dan Gas Bumi

Minyak dan Gas Bumi

Minyak dan Gas Bumi

Minyak dan Gas Bumi

Minyak dan Gas Bumi

Bayton di Inggris. Pada tahun 1960 kegiatan

pembangunan pembangkit UCG di Eropa Barat ini dihentikan karena melimpahnya energi dan murahnya harga minyak.

Di Amerika Serikat program pengembangan UCG bertumpu pada pengalaman Rusia yang dimulai pada tahun 1972 terutama yang dilakukan oleh Lawrence Livermore National Laboratory di Rocky Mountain. Pada tahun 1989 dibentuk sebuah tim yang disebut European Working Group on UCG yang melakukan evaluasi segi komersial dari UCG. Evaluasi ini dilakukan di Spanyol, Inggris, dan Belgia yang disponsori oleh Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE). Saat ini program pemanfaatan UCG yang paling intensif dilakukan oleh China dengan membangun 16 pembangkit listrik UCG skala eksperimantal. Dari sekian banyak percobaan UCG, pengalaman sukses yang paling menarik terjadi pada tahun 1999-2003 di Chincilla sekitar 350 km sebelah barat kota Brisbane di Australia yang membuktikan efisiensi teknologi ini[3]. Di

Chincilla, proses gasifikasi dilakukan secara insitu batubara sebanyak 35.000 ton dan dihasilkan energi dengan tingkat polusi lingkungan yang dapat diabaikan.

4. PROSES GASIFIKASI BATUBARA

Teknologi UCG dilakukan dengan cara gasifikasi batubara yaitu menginjeksikan oksidan melewati suatu sumur yang dibor sampai menembus lapisan batubara yang ada di bawah tanah . Penginjeksian oksidan ini menyebabkan terjadinya reaksi kimia di dalam lapisan batubara tersebut. Karena prosesnya bersifat eksotermal akibatnya batubara tersebut seolah-olah dibakar dan temperaturnya dapat mencapai 700 -900oC.(Gambar 5).

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, reaksi eksotermal ini tidak hanya menghasilkan panas tetapi juga gas. Panas dan gas-gas tersebut dapat diambil melalui sumur pengeboran lainnya (sumur produksi). Gas-gas yang muncul dari UCG dapat dimanfaatkan sebagai GTL , bahan petrokimia seperti amonia dan pupuk serta untuk keperluan pengurasan sekunder dengan memakai teknik CO2 flooding. Selain itu gas-gas hasil UCG ini digunakan untuk menggantikan gas alam dan hal ini merupakan penghematan biaya pengeluaran yang cukup banyak.

(6)

Minyak dan Gas Bumi

Minyak dan Gas Bumi

Minyak dan Gas Bumi

Minyak dan Gas Bumi

Minyak dan Gas Bumi

5. KEEKONOMIAN UCG

UCG dapat memanfaatkan batubara lebih efisien dari pada pembakaran batubara di permukaan. Tingkat pemanfaatannya menurut Lawrence Livermore National Laboratory meningkat sebanyak 300 %. Jadi hal ini merupakan bentuk intensifikasi. Linc Enery menyatakan : UCG memerlukan modal dan biaya operasi yang lebih murah[4] dibandingkan

dengan penambangan batubara terbuka. Panas yang dihasilkan UCG apabila dikombinasikan dengan turbo generator tipe CCGT (Combined Cycle Gas Turbine) power plant efisiensinya meningkat 43% dan disamping itu, emisi gas rumah kacanya dapat ditekan.

Keekonomian UCG ini juga dapat dibandingkan dengan pemanfaatan batubara secara tradisional yang memerlukan pengangkutan dengan kereta api. Lain halnya dengan gas dari UCG yang dapat dipipakan secara langsung ke pemakai tanpa harus mengotori lingkungan dan membuang limbahnya karena sisa pembakaran ini sudah terbenam di dalam tanah. Dengan kemajuan teknologi yang dicapai dalam CCS (Carbon Capture and Storage) dan digabung dengan teknologi UCG maka pembangkitan listrik lewat teknologi UCG ini disebut sebagai Listrik Bersih dari batubara. Teknologi ini telah dilakukan oleh Laurus Energy sebuah perusahaan Canada.

Pengalaman pada tahun 2009 di Australia di Chincilla (Quensland) harga jual listrik dari UCG adalah 3 -4 sen U$ /Kwh, Paiton1 dan Paiton 2 harga listriknya berkisar antara 4-5 sen U$/Kwh serta di Tanjung Jati B sebesar 5,73 sen U$/ Kwh.

6. UCG DAN LINGKUNGAN

UCG memberikan keuntungan terhadap konservasi lingkungan karena tidak harus menambang sehingga tidak ada limbah dalam bentuk padat maupun gas seperti sulfur dioksida dan hidrogen sulfida yang lolos ke udara[5].

Disamping itu juga tidak ada limbah dalam bentuk ash maupun zat-zat radioaktif yang muncul kepermukaan karena semuanya tetap terbenam di dalam tanah. Sebagai bahan perbandingan jumlah limbah ash batubara jika dibakar di permukaan adalah sekitar 70 mg/m3 sementara

UCG hanya meloloskan ash sebesar 10 mg/m3,

suatu jumlah yang sangat kecil. Air tanah juga tidak begitu tercemari karena UGC menyisakan air bersih dan CO2.

7. DAMPAK SOSIAL

UCG tidak memerlukan lagi aktivitas penambangan ke bawah permukaan sehingga tidak ada lagi kecelakaan yang dialami oleh para pekerja/buruh tambang batubara seperti yang sering terjadi. Masyarakat juga akan merasakan bedanya karena UCG tidak mencemari udara di tempat mereka bekerja.

8. KESIMPULAN

1) Teknologi UCG dapat memanfaatkan batubara kalori rendah yang banyak dijumpai di Indonesia yang jumlahnya lebih dari 60% sumber daya yang ada dan harga jualnya rendah.

2) Berdasarkan Undang Undang Energi No.39/ 2007, dapat disimpulkan bahwa UCG termasuk dalam katagori energi baru. 3) Dalam UU Energi No.30/2007 pasal 20 ayat

4, penyediaan energi baru dan energi terbarukan wajib ditingkatkan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya.

4) Pemelajaran dan penguasaan teknologi UCG ini memerlukan peran Litbang secara aktif. Teknologi UCG ini banyak bertumpu pada teknologi minyak dan gas bumi yang sudah cukup dikuasai oleh bangsa Indonesia. Berdasarkan hal tersebut, Indonesia memiliki momentum yang tepat untuk mulai mengimplementasi proyek-proyek UCG tersebut di atas. Untuk itu,

(7)

Minyak dan Gas Bumi

Minyak dan Gas Bumi

Minyak dan Gas Bumi

Minyak dan Gas Bumi

Minyak dan Gas Bumi

diperlukan dukungan regulasi dari

Pemerintah. Salah satu regulasi yang sudah tertulis adalah : "Penyediaan energi dari sumber energi baru dan terbarukan yang dilakukan oleh badan usaha, bentuk usaha tetap dan perorangan dapat memperoleh kemudahan dan / atau insentif dari Pemerintah dan / atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan keekonomiannya" (Pasal 20, ayat 5 UU Energi No. 30/2007).[6]

DAFTAR PUSTAKA

[ 1 ]h t t p : / / e n . w i k i p e d i a . o r g / w i k i / Underground_coal_gasification.

[2] Siemens W.,1868.,Transaction of Chemical

Society, 21, 279 (http://www.patentstorm.us/ patents/4197911/description.html)

[3] Andrew Beath.,2006 (PDF)., Underground

Coal Gasification Resource Utilization Efficiency

[4] http://www.lincenergy.com.au/ucg.php., 2007

- 11 - 24

[5] Underground Coal Gasification. Current

Developments (1990 to date)

Gambar

Gambar 1. Sumber daya dan cadangan batubara di Indonesia. Sumber daya batubara 104,76 milyar ton dan cadangannya sebesar 20,99 milyar ton  (Sumber : Badan Geologi Nasional, 2009)
Gambar 2. Prinsip pembangkitan energi listrik dengan teknologi UCG
Gambar 4. Instalasi pembangkit listrik dengan teknologi UCG
Gambar 5. Reaksi eksotermal pada saat gasifikasi batubara di bawah tanah

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, (1) faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana pencabulan terhadap anak yaitu faktor rendahnya Pendidikan dan ekonomi,

Psoriasis juga dapat menyebabkan kelainan kuku, yakni sebanyak kira-kira 50%, yang agak khas ialah yang disebut pitting nail atau nail pit berupa lekukan-lekukan miliar,Kelainan

 Pekerja atau buruh (p/b), adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima - imbalan - upah atau imbalan dalam bentuk lain

Potensi resiko dan dampak lingkungan dari UCG yang mungkin dapat timbul, antara lain kebocoran gas (leakage) ke formasi di sekitar rongga, masuknya air tanah (water influx) ke

Ruang lingkup pedoman ini memuat tentang berbagai program pelayanan dan standar fasilitas untuk penyelenggaraan Pelayanan penanggulangan HIV dan AIDS di Rumah

Router juga kadang digunakan untuk mengoneksikan dua buah jaringan yang menggunakan media yang berbeda (seperti halnya router wireless yang pada umumnya selain ia dapat

Skor obstruksi hidung dengan menggunakan visual analogue scale (VAS) merupakan salah satu parameter untuk menilai obstruksi hidung secara subjektif, sedangkan secara objektif

Kelompok penulis yang artikel ilmiahnya dinilai baik dan layak dipublikasikan oleh DIKTI, akan memperoleh insentif dana tunai sebesar Rp3.000.000,- (tiga juta