• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRANATA DAN MODAL SOSIAL DALAM KOMUNITAS VIRTUAL. (Studi Kasus Komunitas Virtual Kaskus)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PRANATA DAN MODAL SOSIAL DALAM KOMUNITAS VIRTUAL. (Studi Kasus Komunitas Virtual Kaskus)"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

PRANATA DAN MODAL SOSIAL DALAM

KOMUNITAS VIRTUAL

(Studi Kasus Komunitas Virtual Kaskus)

LATIFA HANUM MUTIARA SARI

DEPARTEMEN

SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN

MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRACT

LATIFA HANUM MUTIARA SARI. Social Institution and Capital on Virtual Community (Case of Virtual Community of Kaskus) (under guidance of DJUARA P LUBIS)

Virtual community is a new form of community that generated by internet.Virtual community has great potention to build social capital that disappearing from real life.Virtual community is important not only socially but also economically and politically. Virtual community has a fundamental difference with the physical community because its members do not have geographic proximity, it becomes strongnesses and weaknesses. This research is using descriptive qualitative metode which aims to provide a picture of a virtual community based on social institutions and capital in it. The existence of institutions and social capital provide initial description of the potential of virtual community. The study found social institutions and capital in virtual community of Kaskus. However, social institutions and capital have different forms and has its own advantages and limitations when compared with the physical community.

(3)

RINGKASAN

LATIFA HANUM MUTIARA SARI. Pranata dan Modal Sosial dalam Komunitas Virtual (Studi Kasus Komunitas Virtual Kaskus) (Di bawah bimbingan DJUARA P LUBIS)

Modernisasi dengan berbagai teknologinya sering dianggap sebagai penyebab peregangan hubungan sosial. Di sisi lain, modernisasi memunculkan berbagai teknologi yang memudahkan untuk membangun hubungan yang terpisah jarak, membangun gerakan sosial hingga membangun kembali komunitas. Komunitas virtual yang muncul di dalam dunia virtual internet, menjadi harapan perbaikan komunitas yang hilang meskipun banyak ahli meragukan kemampuannya untuk menjadi setara dengan komunitas fisik.

Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan pranata dan modal sosial yang ada dalam komunitas virtual. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan partisipatif. Peneliti menggunakan metode wawancara mendalam secara tatap muka maupun virtual (chatting) serta pengamatan partisipatif terhadap kegiatan komunitas secara virtual. Hasil wawancara diolah dan diklasifikasikan agar mengetahui kecukupan data yang diambil. Kemudian hasil tersebut disajikan dalam bentuk narasi, gambar serta bagan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pranata dan modal sosial dalam komunitas virtual Kaskus. Akan tetapi baik pranata maupun modal sosial ini berbeda dengan pranata dan modal sosial dalam komunitas fisik konvensional. Perbedaan pranata komunitas mencangkup komponen personel, sistem norma, peralatan fisik serta kelakuan berpola. Personel dalam komunitas virtual lebih mengandalkan identitas virtual dan cenderung mengabaikan identitas yang digunakan dalam dunia nyata. Komunitas virtual Kaskus mengandalkan identifikasi melalui sistem reputasi serta pangkat berdasarkan jumlah posting. Sistem reputasi dalam komunitas kaskus diwakili dengan jumlah GRP (Good Reputation Point) dan BRP (Bad Reputation Point). Sistem norma dalam

(4)

komunitas virtual memiliki kelemahan dalam menegakkan sanksi. Hukuman dalam komunitas virtual yang terberat yaitu banned yang dapat disetarakan dengan hukuman pengusiran dalam komunitas nyata tidak dapat diberlakukan secara total. Dengan kata lain, anggota yang di-banned masih dapat kembali masuk ke dalam jaringan komunitas virtual kaskus tanpa dikenali dengan menggunakan identitas baru. Hal ini disebabkan hukuman tidak dapat menjangkau pelanggar secara fisik. Oleh karena itu hukuman dalam komunitas virtual sangat bergantung pada ekspektasi anggota, terutama terkait penghargaan (cendol) dan hukuman (bata). Komponen peralatan fisik yang digunakan dalam komunitas virtual kaskus adalah perlengkapan untuk masuk ke dalam jaringan komunitas virtual. Sementara komponen kelakuan berpola ditunjukkan dengan interaksi secara online maupun offline.

Modal sosial mencakup kepercayaan dan jaringan. Kepercayaan yang tumbuh dalam komunitas virtual umumnya memiliki batasan tertentu. Batasan ini pertama dipengaruhi oleh anonimitas anggota komunitas. Kepercayaan dalam komunitas virtual dibangun dengan menggunakan data-data personel yang dapat memangkas sebagian anonimitas serta pertukaran informasi antar anggota. Jaringan dalam komunitas virtual dapat menjangkau lebih banyak orang sehingga membentuk jaringan yang sangat luas.

Penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa terdapat pranata dan modal sosial di dalam komunitas virtual Kaskus. Bentuk pranata dan modal sosial berbeda dengan komunitas fisik. Pranata dan modal sosial di dalam komunitas virtual memiliki kelemahan yang terutama berasal dari ketiadaan ikatan fisik antar anggota. Akan tetapi di sisi lain, komunitas virtual memiliki kelebihan dan potensi besar dibandingkan komunitas fisik, terutama dalam membangun jaringan sosial.

(5)

PRANATA DAN MODAL SOSIAL DALAM

KOMUNITAS VIRTUAL

(Studi Kasus Komunitas Virtual Kaskus)

Oleh:

LATIFA HANUM MUTIARA SARI I34050953

Skripsi

Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada

Fakultas Ekologi Manusia

DEPARTEMEN

SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

(6)

LEMBAR PENGESAHAN DEPARTEMEN

SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir Djuara P Lubis, MS NIP. 19600315 198503 1 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP. 19550630 198103 1 003

Tanggal Lulus:_______________________

Nama : Latifa Hanum Mutiara Sari

NRP : I34050953

Departemen : Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Judul Skripsi : Pranata dan Modal Sosial dalam Komunitas

(7)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ”PRANATA DAN MODAL SOSIAL DALAM KOMUNITAS VIRTUAL (STUDI KASUS KOMUNITAS VIRTUAL KASKUS)” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Mei 2010

Latifa Hanum Mutiara Sari I34050953

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Kendal pada tanggal 25 April 1987. Penulis adalah anak ketiga dari lima bersaudara, dari pasangan Haryanto dan Muzayanah. Penulis menempuh pendidikannya di SMP Boja Negeri 1 pada tahun 1999, kemudian melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Boja pada tahun 2003. Selama masa pendidikan tersebut, penulis mengikuti organisasi OSIS dan MPK.

Setelah lulus SMA penulis mengikuti program USMI dan diterima di Institut Pertanian Bogor. Setahun setelahnya, penulis masuk ke dalam Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Selama berada di IPB, penulis mengikuti berbagai keorganisasian dan kepanitiaan seperti HIMASIERA sebagai sekretaris II, Commnex 2008, Promosi KPM serta Masa Perkenalan Departemen. Penulis juga pernah mengikuti Training Basic Participatory yang diselenggarakan oleh Corporate Forum Community Development (CFCD) saat Kuliah Kerja Profesi.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Pranata dan Modal Sosial dalam Komunitas Virtual (Studi Kasus Komunitas Virtual Kaskus)”. Skripsi ini merupakan syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Skripsi ini memberikan gambaran komunitas virtual sebagai komunitas baru yang muncul pada era cyber, serta memaparkan keberadaan pranata dan modal sosial sebagai inti kesehatan komunitas di dalamnya. Bentuk-bentuk pranata dan modal sosial di dalam komunitas virtual serta perbedaannya dengan komunitas konvensional atau komunitas fisik. Dengan penelitian ini diupayakan sebuah gambaran tentang komunitas virtual serta potensinya sebagai sebuah komunitas.

Penulisan skripsi ini mendapat dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan rasa terimakasih untuk:

1. Dr. Ir Djuara P Lubis, MS, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan dan dukungan yang luar biasa kepada penulis sejak awal penulisan studi pustaka.

2. Dr. Ir. Ninuk Purnaningsih, MSi serta Ir. Anna Fatchiya, MSi selaku dosen penguji, yang telah memberikan banyak masukan yang berharga untuk perbaikan skripsi.

3. Keluargaku tercinta: Ibu dan Bapak atas segala do’a, kesabaran dan dukungan yang luar biasa. Mbak Arum, Mas Ardi, Irwin, Intan, Mas Hendra dan Eshan.

4. Warga Komunitas Kaskus yang telah membantu dengan segala bantuan data, informasi dan kepercayaan mereka. Rifky Ayerseptian, Tri Cahyo, Aditya Rahman, ID setan biasaTM, ID Mendo25, ID Traktor666, ID Deperruku, serta seluruh moderator dan administrator Kaskus.

(10)

6. Segenap teman-teman dari Wisma Bintang yang telah memberikan banyak dukungan dan bantuan yang sangat berharga.

7. Serta beberapa pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, terima kasih.

Bogor, Mei 2010

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv BAB I. PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah ... 3 1.3 Pertanyaan Penelitian ... 4 1.4 Tujuan Penelitian ... 4 1.5 Kegunaan Penelitian ... 4

BAB II. PENDEKATAN TEORITIS ... 5

2.1 Tinjauan Pustaka ... 5

2.1.1 Komunitas Virtual ... 5

2.1.2 Perkembangan Teknologi dan Komunitas ... 9

2.1.3 Pranata Sosial ... 11

2.1.4 Modal Sosial ... 15

2.1.5 Modal Sosial dan Internet ... 17

2.2 Kerangka Pemikiran ... 19

2.3 Hipotesis Pengarah ... 21

2.4 Definisi Konseptual ... 21

BAB III. PENDEKATAN LAPANG ... 23

3.1 Metode Penelitian ... 23

3.2 Lokasi Penelitian ... 23

3.3 Waktu Penelitian... 25

3.4 Penentuan Unit Analisis, Informan dan Responden ... 26

3.4.1 Penentuan Unit Analisis ... 26

3.4.2 Penentuan Informan ... 26

3.4.3 Penentuan Responden ... 27

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 27

3.6 Teknik Analisis Data ... 27

BAB IV. PROFIL KASKUS ... 28

4.1 Gambaran Umum Kaskus ... 28

4.2 Kaskus sebagai Komunitas Virtual ... 30

4.3 Bagian-bagian dalam Forum Kaskus ... 33

4.4 Pengguna Notable ... 35

4.5 Kaskus dan Anti Kaskus ... 36

(12)

4.6.1 Pertamax ... 37

4.6.2 Bahasa Khas Kaskus ... 39

BAB V. PRANATA SOSIAL DALAM KASKUS ... 41

5.1 Personel ... 41

5.1.1 Data Personel secara Offline ... 41

5.1.2 Data Personel secara Online ... 42

5.1.2.1 Pangkat ... 42

5.1.2.2 Reputasi ... 44

5.2 Sistem Norma ... 44

5.2.1 Konfrontasi ... 44

5.2.2 Sistem Norma Komunitas Kaskus ... 45

5. 2.2.1 Sistem Reputasi ... 46

5. 2.2.2 Aturan-Aturan Terkait Sistem Reputasi ... 47

5. 2.2.3 Hak Anggota ISO 2000 ... 49

5.2.3 Sanksi ... 50

5. 2.3.1 Keterbatasan Hukuman Pada Komunitas Virtual ... 52

5. 2.3.2 penyimpangan Ekspektasi ... 54 5.3 Peralatan Fisik ... 56 5.4 Kelakuan Berpola ... 57 5.4.1 Pertemuan Online ... 57 5.4.2 Pertemuan Offline ... 59 5.4.3 Bahasa Khas ... 59

BAB VI. MODAL SOSIAL ... 61

6.1 Kepercayaan ... 61

6.1.1 Kepercayaan dalam Forum Jual Beli ... 61

6.1.2 Kepercayaan Terhadap Threads ... 63

6.1.2.1 Aturan dalam Menulis Threads ... 64

6.1.2.2 Umpan Balik Anggota ... 65

6.1.3 Kelemahan Kepercayaan Virtual ... 67

6.2 Jaringan ... 68

BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN... 71

7.1 Kesimpulan ... 71

7.2 Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 73

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Komponen-Komponen dari Pranata Sosial ... 12

2 Bagan Kerangka Analisis ... 21

3 Lambang Kaskus ... 28

4 Halaman depan Situs Anti Kaskus ... 37

5 Pertamax dan Gagal Pertamax ... 39

6 Penggunaan bahasa Kaskus dalam situs pertemanan Facebook ... 40

7 Gambar Profil ... 46

8 Tempat Melaporkan ID secara Langsung ... 51

9 Bagan Gambaran Kelemahan Hukuman Virtual ... 53

10 Tips Berjualan Aman di Forum Jual Beli ... 62

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Pembagian Forum pada Komunitas Kaskus ... 34 2 Hierarki Pangkat Anggota Kaskus Berdasarkan Jumlah Posting ... 43 3 Bahasa Khas Kaskus dan Pengertiannya ... 60

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Contoh Kasus Gerakan Sosial dalam Internet ... 75

1 Data Peringkat Kaskus Menurut Situs Alexa ... 79

2 Halaman Depan Situs Kaskus ... 80

3 Glossary ... 81

4 Lirik Lagu Kaskus Anthem... 84

5 Kasus Konfrontasi secara Online ... 86

6 Kasus Kelemahan Penegakan Sanksi secara Online ... 90

(16)

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Modernisasi seringkali dikaitkan dengan peregangan hubungan sosial. Ferdinand Tonnies mengungkapkan terjadinya pergeseran masyarakat yang memiliki hubungan kekeluargaan dan kontak langsung (gemeinschaft) menjadi lebih associational (gesselschaft) dimana kontrak dan bukti pembayaran (token) seperti uang mempersatukan orang (Lyon 1997). Di sisi lain modernisasi ditandai dengan kehadiran teknologi-teknologi komunikasi (Information and Communications Technologies) baru yang membantu menjembatani hubungan terpisah jarak dengan komunikasi jarak jauh. Information and Communications Technologies (ICTs) memfasilitasi kehadiran bentuk baru interaksi manusia yang kemudian dikenal sebagai cyberspace yaitu sebuah domain publik yang digerakkan oleh komputer yang tidak memiliki batasan teritorial ataupun atribut fisik (Loader 1997). oleh karena itu meskipun di satu sisi modernisasi dianggap sebagai peregang hubungan sosial tetapi di sisi lain, modernisasi memberikan harapan untuk memperbaiki hubungan sosial dan membangun kembali ikatan komunitas.

Kemampuan internet yang memungkinkan banyak orang yang terpisah jarak untuk saling berkomunikasi, berinteraksi secara virtual (tanpa kehadiran fisik) dan membangun hubungan, memfasilitasi munculnya komunitas virtual. Komunitas virtual (virtual community) adalah istilah yang digunakan oleh Howard Rheingold (1993) untuk menjelaskan kumpulan sosial yang muncul

(17)

dalam internet ketika ada cukup banyak orang untuk melanjutkan diskusi cukup lama untuk membentuk hubungan sosial.

Komunitas virtual memiliki perbedaan dengan komunitas fisik karena anggota komunitas virtual terpisah secara geografis. Hal ini mendorong beberapa peneliti merasa pesimis dengan kemampuan komunitas virtual untuk membangun modal sosial. Best dan Krueger (2006) mengungkap adanya dua alasan yang menunjukkan bahwa modal sosial tidak dapat terbentuk dalam komunitas online. Alasan pertama adalah bahwa ikatan sosial online terlalu lemah untuk membentuk modal sosial. Alasan kedua adalah bahwa internet memungkinkan individu untuk memilih komunitas mereka sendiri menurut topik, aktivitas atau ideologi, sehingga komunitas virtual cenderung menyatukan orang-orang dengan pemikiran serupa yang menghambat pembentukan modal sosial. Sementara itu London (1997) mengungkap bahwa komunitas virtual seringkali disebut sebagai pseudocommunities atau komunitas palsu. Hal ini disebabkan karena komunitas virtual tidak memiliki banyak ciri mendasar dari komunitas fisik seperti percakapan tatap muka dan pertemuan-pertemuan yang tidak direncanakan dan yang terpenting, adalah konfrontasi dengan orang lain yang menganut nilai dan gaya hidup yang berbeda, sehingga komunitas virtual dipandang cenderung menjadi utopian.

Komunitas virtual selain memiliki berbagai kelemahan namun juga memiliki potensi yang besar. Beberapa gerakan sosial terjadi dalam internet yang turut didukung oleh komunitas virtual. Dalam beberapa tahun terakhir, terdapat beberapa contoh kasus yang terjadi di Indonesia bahwa internet dapat membangun gerakan sosial yang sangat kuat. Diantaranya adalah dukungan terhadap Prita

(18)

Mulyasari serta kasus Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melawan Polri (Lampiran 1).

Komunitas virtual dengan berbagai potensinya diharapkan dapat memperbaiki komunitas yang mulai menghilang dalam dunia fisik. Howard Rheingold (Lyon 1997) memperkirakan kemunculan kembali komunitas sebagai ganti dari kehilangan di masa lalu. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk melihat komunitas virtual ditinjau dari kepemilikan pranata dan modal sosial.

1.2 Perumusan Masalah

Komunitas virtual merupakan cara baru bagi orang di masa modernisasi untuk membentuk hubungan dengan orang lain. Fenomena ini layak diamati karena berbagai fungsi yang dapat dicapai dari komunitas virtual, termasuk kepentingan sosial dan bisnis. Penelitian ini mencoba meneliti keberadaan dan ketegasan pranata pengatur komunitas virtual. Hal tersebut dilakukan dengan asumsi bahwa kepemilikan pranata yang tegas akan membentuk ikatan yang kuat diantara anggota komunitas, karena pranata mampu menjaga keutuhan kelompok serta menjadi pegangan pengendalian sosial (Soekanto 2002).

Selanjutnya komunitas yang kuat diharapkan mampu menghasilkan manfaat berupa modal sosial. Meskipun peneliti tidak menemukan literatur yang secara tegas menghubungkan pranata dengan kepemilikan modal sosial, akan tetapi penelitian Wade (Krishna 2000) menyebutkan bahwa efisiensi modal sosial lebih tinggi ketika tujuan sosial terdefinisi dengan baik dan secara obyektif disetujui. Sehingga diasumsikan jika pranata yang tegas yang berfungsi menjaga keutuhan kelompok memiliki hubungan dalam kepemilikan tujuan bersama oleh setiap

(19)

anggota komunitas, yang pada akhirnya membentuk modal sosial yang lebih efisien.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat keberadaan komponen pranata dan modal sosial di dalam komunitas virtual, karena kedua komponen tersebut dianggap penting untuk membentuk komunitas yang kuat dan produktif.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian yang diajukan antara lain:

1. Bagaimana bentuk pranata di dalam komunitas virtual? 2. Apakah terdapat modal sosial di dalam komunitas virtual?

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian untuk menghasilkan: 1. Deskripsi pranata sosial di dalam komunitas virtual. 2. Deskripsi modal sosial di dalam komunitas virtual.

1.5 Kegunaan Penelitian

1. Bagi peneliti : dapat menambah wawasan mengenai komunitas virtual terutama terkait dengan kepemilikan modal sosial.

2. Bagi komunitas dan pengembang komunitas virtual: dapat digunakan sebagai data yang membantu mengembangkan komunitas virtual.

(20)

BAB II

PENDEKATAN TEORITIS

2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Komunitas Virtual

Komunitas virtual merupakan terjemahan langsung dari kata virtual community, istilah yang digunakan oleh Rheingold (1993) untuk menyebut komunitas yang terbentuk di dalam dunia maya internet. Terdapat beberapa istilah lain yang merujuk pada komunitas yang terbentuk di dalam internet seperti internet community (Stockdale dan Borovicka 2006; Turner dan Fisher 2006), cyberspace community (Cantel dan Siegel dikutip oleh Stockdale dan Borovicka 2006) ataupun non-place community (London 1997).

Komunitas virtual memiliki berbagai pengertian berbeda. Stockdale dan Borovicka (2006) mengambil pengertian yang digunakan oleh Rheingold (1993), menyatakan bahwa komunitas virtual merupakan kumpulan sosial yang muncul dari internet ketika ada cukup banyak orang untuk melanjutkan diskusi cukup lama untuk membentuk hubungan sosial. Lee, Voyagel dan Limayem (dikutip oleh Turner dan Fisher 2006) mengartikannya sebagai teknologi yang didukung oleh dunia maya, terpusat pada komunikasi dan interaksi partisipan yang disatukan dalam suatu bangunan relasi. Sementara itu London (1997) mengutip pengertian lain komunitas virtual dari Rheingold dan mendefinisikannya sebagai kelompok dari individu-individu yang dihubungkan bukan oleh geografi melainkan oleh partisipasi mereka dalam jaringan komputer. Berbagai pengertian tersebut, menunjukkan bahwa komunitas virtual membutuhkan beberapa ciri

(21)

seperti adanya komunikasi dan interaksi partisipan yang membentuk hubungan sosial serta mengembangkan sebuah bangunan relasi. Semua itu dilakukan di dalam sebuah ruang cyber dengan mengesampingkan kedekatan secara geografis antar partisipan.

Komunitas virtual terbentuk karena adanya keberadaan teknologi computer-mediated communications (CMC) dan dorongan dari luar. Rheingold (1993) menyimpulkan bahwa dimanapun teknologi CMC disediakan bagi seseorang, siapapun dia, mereka tidak bisa dihindari akan membangun komunitas virtual dengan teknologi tersebut, seperti mikroorganisme membentuk koloni. Untuk perkembangan internet, cyberspace dan komunitas virtual yang berjalan cepat Rheingold menggambarkannya dengan perumpamaan biologis: cyberspace sebagai cawan petri sosial, Net sebagai medium agar-agar dan komunitas virtual dengan segala keberagamannya sebagai koloni mikroorganisme yang tumbuh dalam cawan petri. Setiap koloni kecil mikroorganisme (komunitas dalam Net) adalah percobaan sosial yang tidak direncanakan oleh seseorang tetapi tetap terjadi. Sementara itu hilangnya ruang publik dalam dunia nyata menumbuhkan kebutuhan dalam diri setiap orang untuk membentuk komunitas virtual.

Rheingold (1993) meyakini bahwa komunitas virtual dalam internet merupakan komunitas yang sesungguhnya. Di lain pihak, meski sering dianggap memiliki ciri komunitas fisik, London (1997) mengungkap bahwa komunitas virtual seringkali disebut sebagai pseudocommunities atau komunitas palsu. Hal ini disebabkan karena komunitas virtual tidak memiliki banyak ciri mendasar dari komunitas fisik seperti percakapan tatap muka dan pertemuan-pertemuan yang tidak direncanakan, dan mungkin yang terpenting, menurut London (1997), adalah

(22)

konfrontasi dengan orang lain yang menganut nilai dan gaya hidup yang berbeda, sehingga komunitas virtual dipandang cenderung menjadi utopian. London (1997) juga mengkritisi komunitas virtual yang tidak memiliki tempat tertentu (non-place) yang memberikan kepada anggota mereka rasa kepemilikan (sense of belonging) tanpa membebankan kewajiban layaknya komunitas model lama. Sehingga ketika memvirtualkan hubungan manusia, Ehrenfeld (dikutip oleh London 1997) mengajukan bahwa manusia tidak lagi menyentuh komposisi pokok komunitas, dengan beragam perbedaan fisik dan lingkungan.

Perbedaan paling mendasar antara komunitas virtual dengan komunitas nyata, terdapat pada konteks ruang (space). Ruang, bagi anggota komunitas virtual adalah sebuah alamat dalam dunia cyber, dan lokasi yang terpisah puluhan kilometer dalam dunia nyata, disatukan dalam sebuah layar komputer.

Mengambil pernyataan Parson tentang hubungan ruang dengan komunitas dikutip Brown (2002), bahwa hak hukum (jurisdiction) merujuk pada kewajiban (obligation). Kewajiban menyebabkan penegakan (reinforcement). Penegakan diikuti dengan sanksi. Sanksi untuk menyebabkan pengaruh, harus mencapai obyek. Obyek untuk dapat dicapai harus memiliki lokasi ruang (space). Semua dimulai dengan hak hukum dan berakhir dengan ruang. Sehingga mengikuti pernyataan Parson, sebuah komunitas tidak akan melakukan penegakan kewajiban (jurisdiction) jika mereka tidak menempati sebuah ruang tertentu. Komunitas tanpa kedekatan ruang seperti komunitas virtual menjadi sulit untuk mengikat anggotanya.

Penelitian yang dilakukan Blanchard dan Markus (dikutip oleh Stockdale dan Borovicka 2006) di lain pihak, menemukan elemen obligasi yang oleh mereka

(23)

diartikan sebagai komitmen untuk ikut serta secara aktif dalam aktivitas komunitas. Melihat bukti ini cukup memberikan gambaran bahwa ikatan komunitas virtual yang didukung oleh kontak fisik memiliki ikatan yang cukup kuat, meskipun tidak mencapai level penegakan kewajiban (jurisdiction). Sementara itu, pengalaman yang dialami Thornton memperlihatkan bahwa dalam komunikasi melalui layar dalam komunitas internet, seseorang dapat dihukum dengan tindakan pengasingan (alienation). Tindakan tersebut dilakukan dengan cara tidak menanggapi percakapan yang dilakukan seseorang yang dihukum oleh semua anggota komunitas.

Stockdale dan Borovicka (2006) menyatakan bahwa suatu komunitas online memperlihatkan beberapa komponen seperti:

1. Tujuan, kepentingan atau kebutuhan bersama.

2. Partispasi aktif dan berulang oleh anggota-anggota dengan interaksi dan ikatan yang kuat.

3. Aksesbilitas terhadap sumberdaya bersama dan kebijakan yang mengatur akses.

4. Pertukaran informasi, dukungan dan layanan.

5. Konteks bersama tentang ketentuan sosial, bahasa atau protokol.

Ciri komunitas tersebut memperlihatkan pentingnya modal sosial dan pranata sosial. Oleh karena beberapa komponen modal dan pranata sosial turut menjadi cirinya. Penjelasan terkait modal dan pranata sosial akan dijelaskan dalam bagian selanjutnya.

(24)

2.1.2 Perkembangan Teknologi dan Komunitas

Sejak revolusi industri Eropa pada abad ke-19 hingga revolusi informasi, perkembangan teknologi dan modernisasi selalu dikaitkan dengan kemunduran komunitas. Putnam (London 1997) secara tegas menarik garis langsung sejajar antara kemunculan televisi dengan kemunduran apa yang dia sebut sebagai modal sosial. Komputer, VCRs, virtual reality dan teknologi lain dituduh mengurung manusia dari pertetanggaan dan komunitas, memperburuk hilangnya modal sosial. Di sisi lain, terdapat pula pendapat yang menganggap jaringan komputer dan komunitas virtual memperkuat ikatan komunitas dan membalikkan kemunduran modal sosial.

Penelitian Quan-Haase et al (2002), membagi dua sumber pandangan tentang teknologi dan komunitas. Pandangan pertama berasal dari para utopian, yang menganggap internet menyediakan cara baru yang lebih baik untuk melibatkan diri dalam masyarakat dan menemukan informasi. Sementara itu pandangan kedua berasal dari dystopian yang menganggap internet memikat orang menjauhi komunitas in-person dan diskusi informasi mereka.

Howard Rheingold (1993), berargumen bahwa jaringan elektronik sebaiknya dipandang bukan sebagai dunia yang terpisah dari dunia nyata, melainkan sebagai sistem syaraf dari dunia fisik. Dari pengalamannya selama bertahun-tahun menjadi anggota sekaligus pengamat komunitas virtual WELL, Rheingold melihat bahwa komunitas virtual sebenarnya membutuhkan ikatan kepada komunitas fisik. Selain itu, sense of community berkembang saat anggota bertemu tatap muka. Francis Fukuyama (London 1997) mendukung gagasan

(25)

tersebut, menurutnya manfaat teknologi bukan dalam menciptakan komunitas baru, melainkan memperkuat jaringan sosial yang sudah ada.

Pengaruh teknologi terhadap komunitas dapat dilihat dalam hasil penelitian Quan-Haase et al (2002). Penelitian mereka bertujuan untuk melihat pengaruh internet terhadap kontak sosial, civic engagement, dan sense of community. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa frekuensi penggunaan internet tidak berhubungan, dengan keseluruhan sense of community maupun dengan pengasingan diri (alienation). Di lain pihak, terdapat peningkatan dalam sense of online community yang disebut dalam penelitian Navarrete dan Huerta (2006) sebagai sense of virtual community. Sementara itu, para peneliti menduga bahwa orang memiliki lebih banyak hubungan relasi dibandingkan dengan masa pra-internet, kontak yang lebih sering dengan relasi, serta penguatan pertalian melalui kontak yang lebih sering.

Dalam penelitian ini (Quan-Haase et al 2002) ditemukan sejumlah anomali, pertama meskipun penggunaan email berhubungan dengan tingkat sense of virtual community yang lebih tinggi, namun tidak mempengaruhi sense of community secara keseluruhan. Kedua, penggunaan email yang tinggi dengan teman dan keluarga (yang tempat tinggalnya) dekat, sedikit mempengaruhi penurunan kontak offline. Secara keseluruhan, penelitian tersebut tidak menunjukkan efek tunggal internet. Pada saat waktu memisahkan komunitas, internet memfasilitasi kontak sosial yang mendukung kontak tatap muka dan telepon. Pada saat terjadi kemunduran civic engagement, internet menyediakan alat bagi mereka yang telah terlibat untuk meningkatkan keterikatan (engagement) mereka. Ketika identitas menjadi bagian dari komunitas multipersonal, internet

(26)

menyediakan alat yang lain untuk merasa terhubung dengan teman dan sanak keluarga. Daripada melemahkan bentuk komunitas mereka yang lebih aktif secara offline lebih aktif pula secara online, begitupun sebaliknya. Dengan cara tersebut, orang memasukkan internet kedalam kehidupan sehari-harinya, internet membantu perkembangan perubahan komposisi modal sosial (Quan-Haase et al 2002).

2.1.3 Pranata Sosial

Istilah pranata sosial merupakan terjemahan dari kata institution yang berasal dari bahasa inggris. Istilah ini diterjemahkan dalam berbagai istilah oleh banyak ahli, sebagai pranata-sosial, bangunan sosial ataupun lembaga sosial (Soekanto 2002). Soekanto menyebutnya sebagai lembaga kemasyarakatan dan mengartikannya sebagai “himpunan norma-norma dari segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok di dalam kehidupan masyarakat”. Hodgson mendefinisikannya sebagai sistem dari aturan yang ditetapkan dan umum yang membangun interaksi sosial. Bahasa, uang, hukum, sistem ukuran berat dan panjang serta table manners merupakan beberapa contoh dari pranata sosial (Hodgson 2006).

Koentjaraningrat (2002b) menyebutnya sebagai pranata sosial untuk membedakannya dengan lembaga dan mengartikannya sebagai suatu sistem aktivitas khas dari kelakuan berpola beserta komponen-komponennya yaitu: sistem norma dan tata kelakuannya, dan peralatannya ditambah dengan manusia atau personel yang melaksanakan kelakuan berpola. Menurut fungsinya, Koentjaranigrat (2002a) menjelaskannya sebagai sistem-sistem yang menjadi

(27)

wahana yang memungkinkan warga masyarakat itu untuk berinteraksi menurut pola-pola resmi.

Gambar 1. Komponen-Komponen dari Pranata Sosial (Koentjaranngrat 2002b)

Pranata sosial atau lembaga kemasyarakatan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok dari manusia, pada dasarnya memiliki beberapa fungsi, antara lain (Soekanto 2002):

1. Memberikan pedoman kepada anggota masyarakat, bagaimana mereka harus bertingkah-laku atau bersikap di dalam menghadapi masalah-masalah dalam masyarakat, yang terutama menyangkut kebutuhan pokoknya.

2. Menjaga keutuhan dari masyarakat yang bersangkutan.

3. Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial (social control), artinya, sistem pengawasan dari masyarakat terhadap tingkah-laku anggota-anggotanya.

Kelakuan Berpola Sistem Norma

(28)

Hodgson (2006) menyebut bahwa pranata sosial membatasi sekaligus memungkinkan terjadinya tingkah laku (behavior). Keberadaan aturan mengimplikasikan pembatasan, akan tetapi pembatasan itu membuka pilihan dan tindakan yang tanpa aturan tidak mungkin hadir, seperti bahasa yang memungkinkan manusia berkomunikasi atau aturan lalu lintas yang menjadikan lalu lintas teratur dan lebih aman. Oleh karena itu keberadaan pranata sosial sangat esensial bagi kelangsungan hidup kelompok.

Norma sebagai salah satu komponen dari pranata sosial dijelaskan oleh Tuomela (Hodgson 2006) sebagai suatu aturan perilaku (behavioral regularities) yang muncul dari pertukaran tujuan dan ekspektasi. Tujuan kolektif tumbuh ketika individu yang memiliki tujuan tertentu mengikuti kelompok yang memegang tujuan tersebut dan percaya bahwa anggota kelompok yang lain juga memegang tujuan yang serupa.

Penegakan norma lebih melibatkan jaringan kesalingpercayaan daripada persetujuan yang sesungguhnya (actual agreements). Sehingga bagi Tuomela norma berbeda dengan aturan (rules). Peraturan merupakan produk persetujuan yang jelas yang dibawa oleh suatu otoritas dan mengimplikasikan sanksi disisi lain, norma ditegakkan melalui pencelaan sosial (social disapproval). Meskipun sulit menegakkan pembedaan yang tegas diantara keduanya (Hodgson 2006).

Komponen kelakuan berpola yang digunakan oleh Koentjaraningrat dalam penelitian ini akan dijelaskan dengan konsep kebiasaan (habit) dalam konsep Hodgson. Menurut Hodgson, tingkah laku berulang (dalam hal ini disamakan dengan kelakuan berpola) penting dalam menentukan kebiasaan,

(29)

meskipun keduanya tidak sama. Kebiasaan (habit) dijelaskan Hodgson sebagai repertoire bawah sadar terhadap pemikiran atau tingkah laku potensial yang dapat dicetuskan atau ditegakkan oleh stimulus atau konteks yang tepat. Penerimaan kebiasaan merupakan mekanisme psikologis yang membentuk sebagian besar perilaku mengikuti aturan (rule-following behavior). Aturan yang berlaku menyediakan imbalan dan batasan bagi tindakan individu. Oleh karena itu struktur aturan membantu menciptakan kebiasaan dan preferensi yang sejalan dengan reproduksinya. Kebiasaan merupakan material konstitutif dari pranata sosial, menyediakan daya tahan, kekuatan dan otoritas normatif bagi pranata sosial. Pada gilirannya, dengan mereproduksi kebiasaan bersama tentang pemikiran, pranata sosial menciptakan mekanisme kuat terkait konformitas dan persetujuan normatif (Hodgson 2006).

Hodgson menjelaskan bahwa pranata sosial tidak berdiri terpisah dari kelompok individu yang terlibat, eksistensi pranata sosial bergantung kepada individu-individu, interaksi mereka terutama pola pemikiran bersama milik mereka. Lebih lanjut Hodgson menjelaskan bahwa pranata sosial terletak pada disposisi individu lain, selain itu juga bergantung pada interaksi yang tersusun diantara mereka, seringkali juga menyertakan artefak dan instrument material. Sehingga Hodgson menyatakan bahwa pranata sosial sesuai dengan botol Klein bahwa the subjective “inside” is simultaneously the objective “outside.”

(30)

2.1.4 Modal Sosial

Modal sosial bukan merupakan entitas tunggal, Krishna (2000) menyatakannya sebagai aset sosial yang menghasilkan aliran manfaat. Aset terdiri dari persediaan (stock) modal sosial, sedangkan manfaat sebagai aliran (flow). Seperti halnya bentuk modal (capital) yang lain, modal sosial bersifat produktif, memungkinkan prestasi yang saat modal sosial tidak hadir, hal itu menjadi tidak mungkin (Coleman 2000). Sementara itu Putnam (dikutip oleh London 1997) mengartikan modal sosial sebagai stok kepercayaan sosial (social trust), norma dan jaringan yang dapat digunakan orang untuk menyelesaikan masalah bersama.

Krishna (2000) mengungkap bahwa dalam konsep modal sosial yang dipopulerkan antara lain oleh Putnam, Leonardi, dan Nanetti, aliran dianggap berhubungan langsung dengan dengan tingkat persediaan, sehingga persediaan modal sosial yang tinggi selalu menghasilkan sebesar-besarnya aliran manfaat, sementara persediaan yang rendah selalu menghasilkan aliran yang memiskinkan (impoverished flows). Hubungan antara persediaan dengan aliran adalah langsung, sebanding, dan invariant. Sehingga menurut teori ini, modal sosial yang tinggi selalu menghasilkan aliran manfaat yang juga tinggi. Penelitian Wade di lain pihak (Krishna 2000) menunjukkan hasil yang berbeda. Wade melihat bahwa sebuah masyarakat dapat membawa persediaan modal sosial mereka untuk menghasilkan lebih atau kurang efektif terhadap tugas di tangan mereka. Efisiensi penggunaan akan lebih tinggi ketika tujuan sosial terdefinisi dengan baik dan disetujui secara obyektif. Jika anggota dalam kelompok tidak memiliki kesamaan pandangan atau kepentingan

(31)

terhadap tugas yang dihadapi, modal sosial tidak akan memberikan manfaat secara efektif.

Dalam pembentukan modal sosial, baik Krishna maupun Uphoff (2000) menyadari satu fenomena perilaku obyektif yang menjadi dasar bagi modal sosial, yaitu ekspektasi. Ekspektasi tersebut terkait bagaimana seseorang seharusnya berperilaku, bagaimana orang lain berperilaku, dan bagaimana seseorang memperkirakan akan berperilaku, mempengaruhi bagaimana masing-masing dari kita akan berperilaku pada suatu situasi yang dihadapi.

Beragam ahli memiliki penjelasan yang beragam tentang modal sosial. Coleman (2000) mengungkapkan bentuk-bentuk modal sosial berupa: Kewajiban, pengharapan (expectancy) dan struktur rasa kepercayaan; Saluran informasi, serta; Norma dan sanksi yang efektif. Tidak banyak berbeda dengan Coleman, Putnam (dalam Mohan dan Mohan 2002) menekankan bahwa modal sosial merupakan properti dari kolektivitas, dia mengacu pada ciri kehidupan sosial berupa jaringan, norma dan kepercayaan yang memungkinkan partisipan untuk melakukan tindakan bersama dengan lebih efektif untuk mengejar sasaran bersama (shared objectives). Menyatukan kedua pendapat tersebut, modal sosial yang ingin diteliti berupa kepercayaan, dan jaringan.

Rasa kepercayaan memiliki fungsi esensial bagi pembentukan modal sosial. Coleman (2000) menjelaskan bahwa tanpa rasa kepercayaan yang tinggi diantara para anggota kelompok, kelembagaan tidak dapat hadir, atau dengan kata lain tidak memiliki modal sosial. Sementara itu terkait dengan komponen jaringan, Goddard (2003) dengan mengambil hasil penelitian

(32)

Coleman di Korea Selatan menunjukkan bahwa jaringan sosial menyediakan kesempatan bagi pertukaran informasi yang memfasilitasi hasil yang diinginkan oleh anggota kelompok. Tanpa hubungan sosial tidak mungkin dilakukan pertukaran informasi ataupun penegakan norma yang memfasilitasi tujuan kolektif (Goddard 2003). Sejalan dengan itu Andrea Kavaraugh dan Scott Patterson (dikutip oleh London 1997) menyatakan bahwa jaringan komunitas mampu membangun jaringan sosial dan pertukaran informasi yang dibutuhkan untuk mencapai tindakan kolektif. Hal tersebut dianggap sebagai sebuah poin kepada kapasitas membangun (building capacity) dengan potensi meningkatkan modal sosial.

2.1.5 Modal Sosial dan Internet

Berbagai penelitian telah melihat hubungan antara internet dengan modal sosial. Penelitian Navarrete dan Huerta (2006) terhadap komunitas Transnasional Communities of Immigrants (TCIs) menyediakan cukup bukti untuk membuktikan bahwa pengalaman TCIs memiliki perasaan community-like dan tingkah laku dalam keadaan yang setara dengan komunitas fisik. Hal ini bisa jadi disebabkan karena komunitas TCIs mampu untuk melakukan kontak secara online maupun offline, yang disebut oleh Navarrete dan Huerta sebagai hybrid community of interest (komunitas minat hibrida).

Bertolak belakang dengan hal tersebut, Best dan Krueger (2006) mengungkapkan beberapa peneliti yang memiliki pandangan berbeda. Pertama mereka menyatakan bahwa ikatan sosial online terlalu lemah untuk membentuk modal sosial. Menurut mereka, meskipun interaksi sosial secara online dapat memperluas jaringan sosial, namun ikatan lemah yang muncul

(33)

dari internet tidak menunjukkan kondisi minimal yang dibutuhkan untuk membentuk modal sosial. Salah satu alasannya adalah karena internet memungkinkan anggotanya untuk menyembunyikan identitas asli mereka. Mengambil pendapat Blanchard dan Horan serta Shah et al (dikutip oleh Best dan Krueger 2006) bahwa meskipun anonimitas ini memiliki manfaat seperti menyingkirkan ciri pembatas sosial seperti ras atau usia, tetapi karena users tidak dapat memutuskan dengan siapa dia berinteraksi online, users tidak dapat membangun kepercayaan.

Alasan kedua yaitu bahwa internet memungkinkan individu untuk memilih komunitas mereka sendiri menurut topik, aktivitas atau ideologi, komunitas ini cenderung menyatukan orang-orang dengan pemikiran serupa, yang menghambat pembentukan modal sosial. Best dan Krueger mengambil pandangan Uslaner bahwa homophily ini memberikan dampak negatif bagi pembentukan kepercayaan bersama (Best dan Krueger 2006).

Penelitian Best dan Kruger (2006) tersebut menunjukkan bahwa secara umum internet menyatukan orang-orang yang saling mempercayai. Oleh karena itu, meskipun terdapat pandangan bahwa interaksi sosial tidak mampu menghasilkan modal sosial, penemuan mereka mengimplikasikan bahwa setidaknya komunitas online bukanlah tempat berkumpul orang-orang yang saling membenci (misanthropic) (Best dan Krueger 2006). Sejalan dengan hal tersebut, London (1997) melihat bahwa jaringan elektronik, terutama ketika ditambah dengan jaringan tatap muka, dapat memperkuat komunitas dengan menyediakan “free spaces” dengan mengembangkan dialog dan deliberation

(34)

serta dengan memperkaya ikatan kepercayaan, pertukaran dan keterhubungan yang memperbaiki modal sosial.

2.2 Kerangka Pemikiran

Seiring dengan perkembangannya, komunitas virtual menjangkau berbagai kepentingan, mulai dari kepentingan sosial hingga ekonomi. Dengan menggunakan internet sebagai sarana penghubung, komunitas virtual mampu menyatukan berbagai orang dari berbagai wilayah bahkan berbagai negara. Oleh karena kemampuannya menyatukan orang dan sebagai sarana komunikasi banyak orang ke banyak orang lainnya (many-to-many) itulah komunitas virtual memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Akan tetapi untuk membangun sebuah komunitas dalam dunia virtual bukan hal mudah, beberapa kendala seperti kerahasiaan identitas dan tingkat kepercayaan antar anggota yang tidak pernah bertemu muka secara langsung (face-to-face) dapat menghalangi pembentukan sense of community sebagai syarat komunitas.

Pranata dan modal sosial merupakan dua hal yang penting bagi keberlanjutan suatu komunitas. Pranata sosial merupakan sistem dari peraturan sosial yang ditetapkan dan bersifat umum yang membentuk interaksi sosial (Hodgson 2006). Koentjaraningrat membagi pranata sosial kedalam empat komponen pembentuk berupa, sistem norma dan tata kelakuannya, peralatannya ditambah dengan manusia atau personel, yang melaksanakan kelakuan berpola.

Modal sosial merupakan gabungan dari beberapa entitas yang berbeda. Akan tetapi setiap ahli memiliki konsep yang berbeda terhadap modal sosial.

(35)

Dalam konsep yang digunakan Quan-Haase et al (2002), modal sosial merupakan gabungan dari modal jaringan (network capital), civic engangement, serta sense of community. Sementara itu dalam konsep Coleman menyebutkan tiga entitas berupa kewajiban, pengharapan dan struktur rasa kepercayaan; Saluran informasi, serta; Norma dan sanksi yang efektif. Sementara itu Putnam (Mohan dan Mohan 2002) menekankan bahwa modal sosial merupakan properti dari kolektivitas, dia mengacu pada ciri kehidupan sosial berupa jaringan, norma dan kepercayaan.

Beberapa ahli berpendapat bahwa modal sosial tidak dapat terbentuk didalam komunitas virtual (sebagai contoh Uslaner yang dikutip oleh Best dan Krueger 2006). Akan tetapi ahli yang berbeda berpendapat bahwa modal sosial dan sense of community dapat muncul dalam komunitas virtual, meskipun modal sosial dan sense of community tersebut mulai terbentuk pada saat anggotanya bertemu secara offline (Rheingold 1993). Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui kepemilikan modal sosial dan pranata sosial didalam komunitas virtual, baik dengan ataupun tanpa interaksi offline.

(36)

Gambar 2. Bagan Kerangka Analisis

2.3 Hipotesis Pengarah

Komunitas virtual dapat memiliki pranata dan modal sosial layaknya komunitas dalam dunia nyata. Bentuk-bentuk pranata maupun modal sosial dalam komunitas virtual dapat berbeda dengan komunitas nyata sehingga perlu dideskripsikan tersendiri.

Personel Karakteristik anggota Sistem Norma Aturan Sanksi penegakan Peralatan fisik Peralatan komunikasi Kelakuan berpola • Pertemuan offline • Pertemuan online MODAL SOSIAL: • Kepercayaan • Jaringan PRANATA SOSIAL

(37)

2.4 Definisi Konseptual

1. Komunitas Virtual : Komunitas virtual dibentuk oleh cukup banyak orang dalam waktu yang cukup lama untuk membentuk hubungan sosial.

2. Pranata sosial : sistem dari peraturan sosial yang ditetapkan dan bersifat umum yang membentuk interaksi sosial yang terdiri dari empat komponen, yaitu personel, sistem norma, peralatan fisik dan kelakuan berpola.

3. Personel : individu yang mejadi anggota, berkomunikasi dan berinteraksi di dalam komunitas.

4. Peralatan fisik : Peralatan fisik dalam penelitian ini ditujukan bagi instrumen material, yaitu alat-alat yang digunakan oleh anggota komunitas untuk menjalankan kegiatannya sebagai komunitas.

5. Kelakuan berpola : merupakan tindakan berulang yang dilakukan bersama oleh anggota komunitas. Kelakuan berpola penting untuk membentuk kebiasaan (habits).

6. Sistem norma : merupakan aturan perilaku (behavioral regularities) yang muncul dari pertukaran tujuan dan ekspektasi yang penegakannya lebih lebih melibatkan jaringan kesalingpercayaan daripada persetujuan yang sesungguhnya (actual agreements).

7. Modal sosial : aset sosial yang bersifat produktif, properti dari kolektivitas yang mengacu pada ciri kehidupan sosial berupa jaringan dan kepercayaan.

8. Jaringan : merupakan pola pertukaran dan interaksi sosial yang berlangsung terus menerus.

(38)

BAB III

PENDEKATAN LAPANGAN

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dan dilakukan melalui pendekatan

kualitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan kegiatan komunitas yang

didukung dengan wawancara mendalam terhadap anggota komunitas virtual Kaskus.

Pendekatan ini dipilih karena peneliti ingin melihat secara langsung keberadaan dan

bentuk-bentuk pranata serta modal sosial yang ada di dalam komunitas virtual. Pendekatan wawancara dilakukan untuk memperdalam data yang sudah ditemukan dari

pengamatan terhadap komunitas virtual Kaskus. Selain itu untuk melakukan pengamatan terhadap kegiatan komunitas, peneliti juga melakukan pendekatan partisipatif dengan

menjadi anggota komunitas virtual Kaskus.

Wawancara sebagian dilakukan secara tatap muka dan sebagian yang lain

dilakukan secara online. Pendekatan online dilakukan karena lokasi responden yang

tersebar. Responden dihubungi melalui private message melalui situs Kaskus kemudian

dilanjutkan dengan melakukan percakapan secara online (chatting).

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan terhadap anggota website komunitas virtual Kaskus yang

diakses melalui www.kaskus.us. Penelitian dilakukan secara online maupun offline untuk memudahkan pengamatan dan demi mendapatkan data yang lebih lengkap bagi

penelitian. Penelitian secara online selain melakukan pengamatan terhadap situs juga

dilakukan wawancara dengan percakapan online (chatting) melalui “Yahoo! Messenger”.

Sementara itu penelitian offline dilakukan dengan melakukan wawancara tatap muka

(39)

Komunitas Kaskus sendiri memiliki berbagai forum, selain forum tempat

bertukar informasi, Kaskus juga memiliki forum jual beli, blog, dan radio internet. Forum

bertukar informasi misalnya Lounge, Forum Musik serta Forum Movie, di dalam forum

ini anggota saling berkomunikasi membahas topik-topik tertentu hingga terbentuk

hubungan yang dinamis. Forum jual beli diisi dengan anggota-anggota yang menjadi

penjual dan pembeli serta melakukan transaksi ekonomi. Blog berisi dengan

tulisan-tulisan catatan personal anggota dan anggota yang lain dapat memberikan umpan balik.

Sementara itu Radio Internet Kaskus merupakan radio online yang memutar musik

layaknya radio konvensional, serta memiliki tempat untuk melakukan komunikasi virtual

antar anggota ataupun dengan pihak (Disk Jockey) radio Kaskus.

Penelitian ini memfokuskan pada satu bidang saja, yaitu forum, dan pengamatan

lebih fokus dilakukan dalam forum lounge. Pilihan ini diambil dengan pertimbangan

antara lain:

1. Bidang yang dicakup Kaskus terlalu luas untuk diteliti secara keseluruhan. Bukan hanya keterbatasan waktu, melainkan juga adanya keterbatasan bidang ilmu yang dimiliki peneliti yang tidak memungkinkan melakukan penelitian komunitas secara menyeluruh.

2. Forum jual beli (FJB) tidak menjadi fokus penelitian karena hubungan yang terjadi didalamnya adalah berbasis keuntungan materi. Akan tetapi bukan berarti forum ini diacuhkan sama sekali karena FJB memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan forum Kaskus. Identitas penjual dan pembeli dalam forum ini sama dengan identitas anggota forum Kaskus. Sistem pangkat, reputasi, norma dan aturan lain dari forum Kaskus adalah pranata sosial bagi FJB. Perumpamaan dalam dunia nyata, FJB merupakan sebuah pasar, di dalam sebuah pasar, pranata

(40)

sosial komunitas ikut mengatur dan menjadi penggerak terjadinya aktivitas jual beli, akan tetapi sulit menemukan modal sosial di dalam sebuah pasar.

3. Forum lounge menjadi fokus utama penelitian, karena forum ini berperan sebagai ‘ruang keluarga’ bagi ‘rumah’ komunitas virtual Kaskus. Forum lounge menampung semua anggota secara umum, baik dia penjual ataupun pembeli dalam FJB, penggemar musik rock ataupun jazz, anggota grup penggemar klub Liverpool ataupun Manchester United, semua berkumpul dan berinteraksi di lounge. Thread yang dikemukakan biasanya bersifat ringan dan dapat diterima semua anggota. Oleh karena itu dalam forum ini setiap pranata sosial, modal sosial serta konfrontasi terlihat lebih jelas dibandingkan forum Kaskus yang lain. Forum lounge juga dianggap dapat mewakili gambaran komunitas Kaskus secara umum.

3.3 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan tiga bulan, mulai bulan Oktober 2009 hingga Januari 2010. Sebelum dilakukan penelitian, peneliti telah melakukan pengamatan dan ikut masuk menjadi anggota komunitas untuk mempermudah penelitian. Awal penelitian digunakan untuk mendapatkan informasi dari informan dan melakukan pengamatan terhadap komunitas Kaskus untuk memahami cara-cara dan aturan-aturan dalam komunitas.

(41)

3.4 Penentuan Unit Analisis, Informan, dan Responden 3.4.1 Penentuan Unit Analisis

Unit analisis yang dipilih sebagai objek kajian adalah anggota komunitas virtual Kaskus. Pemilihan dilakukan secara sengaja karena komunitas virtual Kaskus merupakan komunitas virtual terbesar di Indonesia sehingga dianggap dapat mewakili gambaran sebuah komunitas virtual. Selain itu komunitas virtual Kaskus juga telah berdiri cukup lama sehingga diharapkan telah tumbuh pranata dan modal sosial yang lebih baik dibandingkan komunitas virtual yang masih baru. Anggota komunitas juga mudah dijangkau peneliti, karena tersebar di berbagai wilayah, sehingga mempermudah penelitian.

3.4.2 Penentuan Informan

Informan yang dipilih yaitu orang yang mengetahui tentang keberadaan komunitas virtual Kaskus serta orang yang mengikuti komunitas virtual. Informan yang dipilih adalah anggota yang telah lama menjadi anggota dan memiliki hubungan offline dengan peneliti untuk meningkatkan tingkat kepercayaan. Moderator dan Administrator Kaskus sendiri turut menjadi informan terutama terkait dengan aturan-aturan dalam Kaskus. Jumlah informan penelitian sebanyak lima orang.

3.4.3 Penentuan Responden

Responden merupakan anggota komunitas virtual Kaskus. Responden yang dipilih selain anggota Kaskus yang sudah lama menjadi anggota juga responden yang memiliki kekhasan seperti menjadi pengumpul bad reputation point. Responden offline dipilih yang memiliki lokasi dekat dengan peneliti, sehingga mudah dijangkau. Sementara itu responden online dipilih melalui

(42)

informasi yang didapat dari thread Kaskus secara sengaja karena memiliki kekhasan. Responden penelitian berjumlah tujuh orang.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti adalah pengambilan data primer di lapangan melalui wawancara mendalam secara online maupun offline, observasi langsung online serta pengamatan berperan serta. Wawancara dilakukan kepada responden dan informan. Informan yang diwawancarai adalah anggota komunitas Kaskus yang telah dikenal secara offline, hal ini untuk memperkuat kepercayaan terhadap sumber informasi.

3.6 Teknik Analisis Data

Data hasil pengamatan dan wawancara merupakan data kualitatif yang akan dideskripsikan dan dinarasikan berdasarkan hasil yang didapat sesuai dengan permasalahan yang diambil. Data yang dideskripsikan tersebut digolongkan berdasarkan permasalahan yang diajukan oleh peneliti sehingga dapat terlihat kecukupan data yang diambil.

(43)

BAB IV PROFIL KASKUS

4.1 Gambaran Umum Kaskus

Kaskus (www.kaskus.us) adalah situs forum komunitas maya terbesar

Indonesia. Kaskus lahir pada tanggal 6 November 1999 oleh tiga pemuda asal Indonesia yang sedang melanjutkan studi di Seattle, Amerika Serikat. Saat ini Kaskus dikelola oleh PT. Darta Media Indonesia. Kaskus merupakan singkatan dari kasak kusuk. Kaskus saat ini telah menjadi komunitas virtual terbesar di Indonesia dengan jumlah anggota mencapai lebih dari satu juta orang yang tidak hanya berdomisili di Indonesia, melainkan juga tersebar ke berbagai negara yang lain. Berikut adalah lambang komunitas virtual Kaskus:

Gambar 3. Lambang Kaskus

Situs Alexa (www.alexa.com) merupakan sebuah situs yang khusus

menghitung peringkat situs dari seluruh dunia termasuk dari Indonesia. Kaskus dalam peringkat Alexa, menempati urutan ke 368 dunia dan terbesar ke delapan di Indonesia (data tanggal 12 Oktober 2009). Berikut ini data peringkat beberapa situs teratas di Indonesia menurut situs Alexa per 12 Oktober 2009:

1. Facebook (facebook.com) 2. Google.co.id (google.co.id) 3. Google (google.com)

(44)

4. Yahoo! (yahoo.com) 5. Blogger.com (blogger.com) 6. YouTube (youtube.com) 7. WordPress (wordpress.com) 8. Kaskus (kaskus.us)

Situs-situs yang menempati peringkat diatas Kaskus tersebut tidak satupun yang berupa komunitas virtual, sehingga data itu mendukung pernyataan Kaskus sebagai komunitas terbesar di Indonesia. Data peringkat Kaskus menurut situs Alexa dapat dilihat di Lampiran 2.

Peringkat ini terus diperbarui secara rutin, sehingga peringkat Kaskus dapat berubah setiap saat. Jumlah anggota dan posting Kaskus sendiri hingga penelitian selesai dilakukan masih terus meningkat dengan cepat. Hal ini menunjukkan bahwa Kaskus masih terus berkembang sehingga terdapat kemungkinan peringkat Kaskus dalam perhitungan situs Alexa akan meningkat, meskipun tidak pula menutup kemungkinan muncul pesaing baru yang membuat peringkat Kaskus turun.

Kaskus sebagai komunitas virtual terbesar Indonesia telah diakui oleh PC Magazine, sebuah majalah yang membahas tentang komputer dan internet yang pada tahun 2005 menganugerahi Kaskus sebagai situs terbaik dan komunitas terbesar. Tahun 2006, Kaskus kembali terpilih sebagai website terbaik pilihan pembaca PC Magazine.

(45)

4.2 Kaskus sebagai Sebuah Komunitas Virtual

Stockdale dan Borovicka (2006) mengambil pengertian yang digunakan oleh Rheingold, menyatakan bahwa komunitas virtual merupakan kumpulan sosial yang muncul dari internet ketika ada cukup banyak orang untuk melanjutkan diskusi cukup lama untuk membentuk hubungan sosial. Lee, Voyagel dan Limayem (Turner dan Fisher 2006) mengartikannya sebagai dukungan teknologi cyberspace terkait komunikasi dan interaksi partisipan, sehingga menghasilkan pembangunan suatu hubungan (relationship). Sementara itu London (1997) mengutip pengertian lain komunitas virtual dari Rheingold dan mendefinisikannya sebagai kelompok dari individu-individu yang dihubungkan bukan oleh geografi melainkan oleh partisipasi mereka dalam jaringan komputer.

Kaskus sendiri merupakan sebuah forum virtual dimana seseorang dapat bergabung dan kemudian berinteraksi dengan anggota lain dan berpartisipasi dalam komunitas. Terdapat sebuah bangunan sosial di dalamnya, hierarki berupa pangkat anggota, modal serta pranata sosial yang mengatur kelakuan anggota.

Stockdale dan Borovicka (2006) menyatakan bahwa suatu komunitas online memperlihatkan beberapa komponen seperti:

1. Tujuan, kepentingan atau kebutuhan bersama. Berkumpulnya orang-orang menjadi anggota dalam komunitas virtual Kaskus merupakan sebuah penyaluran kebutuhan mereka terhadap ruang publik yang semakin menghilang di dalam dunia nyata, hal ini sesuai dengan pernyataan Rheingold (1993) tentang teknologi CMC. Di dalam komunitas Kaskus sendiri terdapat kebutuhan bersama, selain kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain juga terdapat kebutuhan untuk saling berbagi informasi atau bertransaksi (khusus FJB). Sebagai contoh pemilik

(46)

ID setan biasa™ yang memilih berinteraksi di forum civitas academica untuk berhubungan dengan teman satu universitas. Pertemuan itu dapat berlanjut dengan pertemuan offline melalui acara gathering yang digunakan sebagai sarana mempererat hubungan. Anggota juga membutuhkan hubungan dengan anggota lain untuk membangun reputasi. Melalui hubungan antar anggota komunitas, seorang anggota bisa mendapatkan cendol sebagai pembentuk reputasi.

2. Partispasi aktif dan berulang oleh anggota-anggota dengan interaksi dan ikatan yang kuat. Setiap anggota aktif berpartisipasi dengan membuat thread dan anggota yang lain berpartisipasi memberikan posting balasan. Dalam forum Heart to Heart (H2H) anggota bahkan dapat berinteraksi dengan lebih intim, dalam artian mereka dapat membicarakan masalah-masalah personal, termasuk masalah hubungan percintaan, atau masalah dalam keluarga. ID setan biasa™ melalui pertemuan dalam forum civitas academica, mendapatkan kenalan anggota lain yang berada dalam satu universitas sehingga memungkinkan dilakukan pertemuan offline dan membangun interaksi yang lebih erat. Hubungan dipererat melalui acara seperti menonton film bersama. Anggota yang lain seperti peneliti dengan ID anaktengah, membangun hubungan dalam forum Movie dan mendapatkan informasi-informasi terbaru dari anggota-anggota lain. Hubungan dengan anggota lain diakui peneliti masih belum erat, karena status pangkatnya yang masih pemula (newbie) sehingga interaksi yang dilakukannya diakuinya masih belum cukup untuk membentuk ikatan yang kuat.

3. Aksesbilitas terhadap sumberdaya bersama dan kebijakan yang mengatur akses. Terdapat norma yang mengatur hubungan anggota terutama batasan-batasan hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Setiap anggota memiliki akses dan hak

(47)

yang sama di dalam Kaskus akan tetapi terdapat beberapa batasan seperti tidak boleh memposting sesuatu yang menyinggung SARA dan atau bersifat provokatif yang dapat menimbulkan perpecahan antar anggota.

4. Pertukaran informasi, dukungan dan layanan. Pertukaran informasi terjadi secara terus menerus di dalam komunitas virtual Kaskus. Pertukaran ini terjadi dalam setiap threads baru yang diposting setiap menit dalam berbagai forum Kaskus. Forum yang paling ramai adalah lounge, dalam forum ini pertukaran informasi terjadi dengan sangat cepat, melalui threads baru dan posting komentar dari anggota lain. Akan tetapi forum lounge juga menjadi forum yang paling rawan dan paling sering mendapatkan “serangan junker”. Junker adalah anggota yang mem-posting hal-hal yang dianggap sampah (junk) karena tidak penting, tidak memiliki arti, atau dianggap dapat merusak ketentraman komunitas. Forum-forum lain lebih teratur dibandingkan lounge karena terdapat beberapa alasan: 1) anggota yang berkumpul di forum lain memiliki keragaman yang lebih kecil dibandingkan forum lounge, karena forum-forum tersebut memiliki pengelompokan berdasar minat yang jelas (seperti musik, film, supranatural, dan sebagainya); 2) anggota forum lain memiliki minat dan kebutuhan yang serupa (contoh forum Movies diisi oleh anggota yang memiliki minat yang sama tentang film, forum Music diisi oleh anggota yang memiliki minat yang sama besar terhadap musik, dan sebagainya); 3) forum lain memiliki jumlah pengunjung yang lebih sedikit dibandingkan forum lounge. Oleh karena itu meskipun pertukaran informasi terjadi paling cepat dalam forum lounge, akan tetapi untuk dukungan dan layanan, forum-forum lain dapat dikatakan memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan forum lounge.

(48)

5. Konteks bersama tentang ketentuan sosial, bahasa atau protokol. Komunitas Kaskus memiliki beberapa bahasa khas (seperti: cendol, juragan, bata, TKP, dan sebagainya) yang telah dikenali oleh anggota (lihat bagian tentang Pranata di Bab V). Bagi anggota baru, terdapat sebuah forum khusus yang memperkenalkan Kaskus, kebiasaan, bahasa, serta berbagai pertanyaan umum (FAQ) lainnya. Aturan-aturan ini meskipun sebagian merupakan aturan tertulis, akan tetapi sifatnya lebih seperti norma. Penjelasan tentang aturan-aturan ini dijelaskan lebih lanjut dalam Bab V tentang Sistem Norma.

4.3 Bagian-bagian dalam Forum Kaskus

Forum Kaskus memiliki empat bagian utama yaitu: Kaskus Corner, Casciscus, Loekeloe dan Regional. Masing-masing bagian tersebut membawahi beberapa bagian yang lain. Kaskus Corner diisi dengan kabar-kabar tentang kegiatan yang diselenggarakan oleh Kaskus ataupun yang melibatkan Kaskuser. Selain itu dalam Kaskus Corner juga terdapat bagian Kaskus Celeb yang menjadi tempat pemberitaan selebritis yang menjadi Kaskuser, juga menjadi tempat beberapa selebritis untuk berinteraksi dengan penggemarnya.

Casciscus sebagai tempat untuk berbagi gosip, melakukan curhat (curahan hati) serta mendiskusikan berbagai informasi, mulai dari info-info ringan hingga berita dan politik terbaru.

Loekeloe (dibaca Lo ke Lo) yang berarti dari kamu untuk kamu berisi forum-forum informasi, hobi atau minat. Forum ini menyatukan anggota yang memiliki kesamaan dan mereka dapat saling berbagi informasi terkait minat mereka tersebut.

(49)

Regional merupakan forum tempat berkumpulnya anggota Kaskus yang berasal dari wilayah regional yang sama. Wilayah regional Kaskus tidak hanya mencangkup Indonesia saja melainkan hingga ke negara-negara Australia, Eropa, Amerika juga beberapa negara lain. Jika Kaskuser membutuhkan informasi tentang luar negeri maka dapat menghubungi regional negara yang dituju.

Tabel 1. Pembagian Forum pada Komunitas Kaskus

KASKUS CORNER CASCISCUS LOEKELOE REGIONAL

Kaskus celeb Welcome to

Kaskus

All About Design

Australia Kaskus Event & Bakti

Sosial

The Lounge AMH Eropa

Kaskus Promo Surat Pembaca Arsitektur Indonesia Cinta Kaskus Berita dan

Politik

Computer Stuff

USA Cinta Indonesiaku Business Board Cooking

Mencooking + Restaurant Guide

Asia

Lelang Amal Kaskus-Puteri Indonesia

Can You Solve This Game?

Fitness & health body

Other Regional Debate Club Gadget &

Gizmo Disturbing

Picture

Games

Education Handphone & PDA

English Ilmu

Marketing Girls & Boys’s

Corner

Health & Medical Heart to Heart Lifestyle

(50)

4.4 Pengguna Notable

Anggota komunitas Kaskus menjangkau berbagai kalangan, termasuk beberapa selebritis. Menurut wikipedia, beberapa dari mereka adalah:

• Exc@libur dan Black Angle. Kaskuser yang sempat dicari karena keterlibatannya menyebarkan rekaman kotak hitam Adam Air Penerbangan 574 di dunia maya.

• Saykojigor. Rapper, Saykoji. • AndrieWongso, seorang motivator. • Katon Bagaskara, seorang musisi.

• Melly Goeslaw, seorang penyanyi dan komposer lagu. • Budi Anduk, seorang komedian.

• Zahir Ali, seorang pembalap nasional Indonesia. • Tarzan, seorang komedian.

• Tukul Arwana, seorang komedian. • Roy Suryo, seorang pakar telematika.

Saykoji, di antara anggota notable tersebut, dapat mewakili ikon Kaskus. Dalam beberapa kesempatan, Saykoji secara terang-terangan menyebut dirinya sebagai seorang “Kaskuser”. Sebagai contoh saat dia mengikuti kuis “Siapa Lebih Berani” di salah satu stasiun TV swasta, dia mengaku dapat memenangkan hadiah utama karena sering “ngaskus” istilah untuk mengakses situs Kaskus. Saykoji bahkan memiliki thread khusus untuk berkomunikasi dengan penggemarnya di forum “Kaskus Celeb”. Saykoji juga membuat sebuah lagu khusus tentang keseharian seorang kaskuser berjudul “Kaskus Anthem”.

Gambar

Gambar 2. Bagan Kerangka Analisis
Tabel 1. Pembagian Forum pada Komunitas Kaskus
Gambar 4. Halaman depan Situs Anti Kaskus
Gambar 5. Pertamax dan Gagal Pertamax  4.6.2 Bahasa Khas Kaskus
+6

Referensi

Dokumen terkait

Kompetensi inti dalam aspek profe- sional, meliputi: (a) menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu; (b) menguasai

Pada Pasal 102 bahq,a setiap pejabat berwenang yang dcngan sengaja tidak mela.krkan pengau aszrn terhadap ketaalan penanggung j awab usaha dair/atau kegiatan dan izin lingku,'rgeur

In der Arbeit versucht man zu zeigen, was die kindlichen und nicht-kindlichen Erzählelemente in Grimms Märchensammlung sind und ob diese Märchen wirklich für Kinder oder

Dipandang dari aspek keluhan utama dan tindakan operasi akan terlihat bahwa sebagian besar pasien dengan keluhan utama muntah dengan atau tanpa sakit kepala menjalani

Sistem yang digunakan pada Pasar Induk adalah sistem Faraday, adalah dengan menggunakan tiang setinggi 30 cm dari atap bangunan, dihubungkan dengan konduktor

Dalam hal gangguan teknis sebagaimana dimaksud pada angka 4 terjadi pada batas akhir tanggal penyampaian Laporan, form header dan/atau koreksi Laporan sebagaimana

Berdasarkan uraian di atas maka yang menjadi permasalah dalam penelitian ini adalah: (1) Seberapa besar biaya dan pendapatan dari usaha budidaya lebah madu jenis Trigona sp di

Jumlah rumah tangga usaha pertanian kelompok umur kurang dari 15 tahun dengan kepala rumah tangga laki-laki tercatat sebesar 0,1 ribu rumah tangga, lebih tinggi