• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga merupakan wadah yang pertama dan merupakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga merupakan wadah yang pertama dan merupakan"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang Masalah

Lingkungan keluarga merupakan wadah yang pertama dan merupakan dasar dalam pembentukan akhlak pada setiap anak. Pendidikan di lingkungan keluarga merupakan proses pendidikan yang pertama dan mendasar bagi anak. Pendidikan dalam keluarga mempunyai peran yang penting yaitu mengenai perkembangan kepribadian dan moral anak. Pelaksanaan kehidupan keluarga membutuhkan terciptanya komunikasi yang baik antar anggota keluarga. Komunikasi antara orangtua dengan anak memberi pengaruh dalam perkembangan moral anak. Pada dasarnya kewajiban orangtua di dalam keluarga adalah memiliki peranan dan tanggung jawab mendidik anak

Oleh karenanya tugas menjadi orangtua memiliki banyak tantangan besar. Salah satu tantangan yang menghambat hubungan antara anak adalah menjadi bapak tiri. Dimana dalam satu keluarga bapak tiri bersama–sama dengan ibu kandung membesarkan anak–anak. Hal ini adalah suatu fenomena yang cukup menarik untuk diteliti mengingat bahwa dalam lingkungan keluarga biasa, yang masih utuh saja, sudah banyak sekali hal yang dapat menimbulkan pertentangan antara anggota-anggotanya. Apalagi dalam keluarga dengan bapak tiri tentunya akan menimbulkan ketegangan baru karena anak tiba–tiba dihadapkan pada hubungan keluarga yang baru.

(2)

Kondisi hubungan antara remaja dan bapak tiri tentu saja akan menjadi hambatan dalam menjalin komunikasi interpersonal. Komunikasi interpersonal dalam keluarga sendiri dan secara khusus kepada anak tentu akan menyebabkan pengaruh negatif bagi si anak. Komunikasi interpersonal dalam keluarga diperlukan untuk mengatur tata krama pergaulan antar manusia, sebab dengan melakukan komunikasi interpersonal dengan baik akan memberikan pengaruh langsung pada struktur seseorang dalam kehidupannya (Cangara, 2006:19). Komunikasi interpersonal dalam keluarga sangat penting karena dengan adanya komunikasi interpersonal antar sesama anggota keluarga maka akan tercipta hubungan yang harmonis dan dapat diketahui apa yang diinginkan dan yang tidak diinginkan oleh salah satu anggota keluarga. Komunikasi interpersonal dalam keluarga sendiri diartikan sebagai hubungan timbal balik antara anggota keluarga untuk berbagi berbagai hal dan makna dalam keluarga. Tujuan dari komunikasi interpersonal dalam keluarga yaitu untuk mengetahui dunia luar, untuk mengubah sikap dan prilaku. Oleh karena itu dengan melakukan komunikasi interpersonal yang baik diharapkan perkembangan pemahaman moral akan berjalan baik pada seorang remaja. (Widjaya, 2000; 23)

Hal inilah yang kemudian memunculkan berbagai konflik diantara bapak tiri dan anak. Satu hal patut dikhawatirkan adalah dengan adanya komunikasi yang kurang antara bapak tiri dan anak nantinya akan memunculkan konflik makin besar. Penolakan anak tiri kepada Bapak tiri umumnya dimulai dari awal perkenalan karena anak merasa Bapak tiri tidak memiliki perasaan yang tulus terhadap mereka, misalkan Tasya (30) menyatakan bahwa Bapak tirinya adalah

(3)

orang yang kaku, dan sulit berkomunikasi, sehingga pada suatu ketika saat dia berusia 17 tahun Bapak tirinya memarahinya karena pulang ke rumah dini hari dia pun kabur dari rumah, dan walaupun setelah menginap dua hari di rumah temannya dia kembali ke rumah, peristiwa tersebut sempat membuatnya trauma untuk berkeluarga (http://www.mari-bicara.com/node/7873) diakses pada tanggal 20 April 2012. Kasus yang hampir sama dialami oleh Bunga, ia memutuskan kabur dari rumah saat usianya 12 tahun karena ibunya menikah lagi dengan seorang pria lain, dan ketika dia tidak setuju ibunya malah memarahi dan memukulnya (http://lifestyle.kompasiana.com/urban/2012/01/10/miris-anak-

perempuan-jalanan-di-gilir-beberapa-laki-laki-untuk-jadi-anggota-baru-komunitas-mereka/) diakses pada tanggal 20 April 2012.

Tentu contoh kasus tersebut tidak dapat menggeneralisir bahwa semua pernikahan antara seorang pria dengan wanita yang telah memilik anak akan memunculkan permasalahan dengan tidak harmonisnya hubungan antara bapak tiri dan anak atau bahkan memperburuk hubungan ibu dan anak yang sebelumnya berlangsung dengan baik. Karena itulah penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimana eskalasi hubungan yang terjadi antara bapak tiri dan anak dalam membangun suatu hubungan keakraban. Bagaimana peran bapak tiri dan anak dalam merubah hubungan dari yang sebelumnya orang asing menjadi hubungan keluarga yang saling pengertian.

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara pra penelitian diketahui bahwa selama masa perkenalan mengajak anak laki-laki berkegiatan olahraga yang dia senangi dan menggunakan cara memeluk, mengelus kepala dan

(4)

sebagainya perkenalan sebelum pernikahan merupakan masa-masa sulit untuk mendekati anak tiri. Berikut ini keterangan Bapak S (40 tahun) yang menikahi Ibu Ri (32 tahun) dengan 1 orang anak dari suami sebelumnya:

Sejak saya mengetahui calon istri saya memiliki 1 orang anak dari suami sebelumnya saya selalu berusaha mendekati mereka dengan berbagai cara. Kasih hadiah lah, ajak jalan-jalan lah…tapi ya, mereka tetep gak mau sama saya. Sempat sih F anak tunggal Ri yang usianya 17 Tahun ngambek dan tiba-tiba pergi dengan berjalan kaki ke rumah neneknya yang jaraknya kurang lebih 5 Km dari rumah Ri. Habis itu dianya gak mau pulang beberapa hari, tapi setelah di bujuk-bujuk ibunya ya akhirnya mau pulang juga ( Wawancara 26 Maret 2012 )

Sang bapak meskipun sudah memiliki anak sebelumnya namun tetap mengalami kesulitan untuk mendekati sang anak tiri. Anak tiri yang pernah memiliki Ayah sebelumnya akan menganggap Bapak tiri sebagai pengganggu dalam kehidupan mereka yang hanya menyukai Ibu mereka tanpa memperdulikan mereka.

Dengan demikian, antara bapak tiri dan anak memerlukan suatu upaya tertentu dalam mengembangkan hubungan yang menuju arah keakraban antar anggota keluarga. Poses komunikasi yang lancar antara bapak tiri dengan anak menumbuhkan kedekatan hubungan diantara kedua belah pihak sehingga meminimalisir ketidaknyamanan. Proses untuk mencapai keakraban hubungan antar pribadi disebut dengan istilah penetrasi sosial. Altman dan Taylor mengemukakan suatu model perkembangan hubungan dengan pengungkapan diri sebagai media utamanya.

Penetrasi sosial ini terjadi dalam dua dimensi utama yaitu keluasan dan kedalaman. Dimensi keluasan yaitu dimana seseorang dapat berkomunikasi dengan siapa saja baik orang asing atau dengan teman dekat. Sedangkan dimensi

(5)

kedalaman dimana seseorang berkomunikasi dengan orang dekat, yang diawali dengan perkembangan hubungan yang dangkal sampai hubungan yang sangat akrab, atau mengungkapkan hal-hal yang bersifat pribadi tentang dirinya. Pada umumnya ketika berhubungan dengan orang asing pengungkapan diri sedikit mendalam dan rentang sempit (topik pembicaraan sedikit). Sedangkan perkenalan biasa, pengungkapan diri lebih mendalam dan rentang lebih luas. Sementara hubungan dengan teman dekat ditandai adanya pengungkapan diri yang mendalam dan rentangnya terluas (topik pembicaraan semakin banyak) (Sears, dkk, 1999;21).

Pengungkapan diri (self-disclosure) adalah proses menghadirkan diri yang diwujudkan dalam kegiatan membagi perasaan dan informasi dengan orang lain (Wrightsman, 1987 dalam Dayakisni, 2006: 47). Pengungkapan diri ini dapat berupa berbagai topik seperti informasi perilaku, sikap, perasaan, keinginan, motivasi dan ide yang sesuai dan terdapat di dalam diri orang yang bersangkutan. Kedalaman dan pengungkapan diri seseorang tergantung pada situasi dan orang yang diajak untuk berinteraksi. Jika orang yang berinteraksi dengan menyenangkan dan membuat merasa aman serta dapat membangkitkan semangat maka kemungkinan bagi idividu untuk lebih membuka diri amatlah besar. Sebaliknya pada beberapa orang tertentu yang dapat saja menutup diri karena merasa kurang percaya (Devito, 1997:63).

Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti tentang Bagaimana proses eskalasi hubungan antara Bapak tiri terhadap anak untuk membangun sebuah hubungan keakraban yang tinggal serumah di

(6)

Yogyakarta. Terutama antara bapak dangan anak tirinya yang masih remaja. Peneliti memilih anak tiri yang remaja karena mengingat secara fisik, psikis masih sangat labil. Selain itu remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak dengan nilai-nilai sifat emosi dan moral menjadi dewasa, sehingga hanya sedikit remaja yang benar-benar telah dewasa. Selain lingkup objek yang sering terjadi di masyarakat peneliti melihat ini permasalahan umum yang sering terjadi tapi jarang orang mengetahuinya sebelum terjun langsung untuk menelitinya, penelitian ini dilakukan dengan harapan agar peneliti mengetahui proses penetrasi dalam hubungan antara bapak tiri dan anak serta bagaimana cara yang digunakan bapak tiri dalam melakukan pendekatan secara interpersonal.

Menarik untuk diketahui bagaimana seorang bapak tiri membangun hubungan dengan anaknya karena sifat dasar pria yang cenderung kurang sensitif dan kaku jika dibandingkan dengan wanita. Bagaimana pola-pola hubungan yang terjadi antara bapak tiri dan anaknya untuk menciptakan sebuah hubungan keakraban dan keluarga yang harmonis. Apakah ketidaksensitifan dan kekakuan sifat pria memegang peranan penting dalam mengahambat perkembangan suatu hubungan atau hanya masalah minor yang tidak terlalu signifikan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat di rumuskan bahwa “Bagaimana proses eskalasi hubungan antara Bapak tiri terhadap anak untuk membangun sebuah hubungan keakraban?”

(7)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin diangkat dalam penelitian ini adalah mengetahui proses eskalasi hubungan antara Bapak tiri terhadap anak untuk membangun sebuah hubungan keakraban.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan wawasan pemahaman dalam bidang ilmu pengetahuan khususnya dalam studi komunikasi interpersonal, yang berkaitan tentang bagaimana proses eskalasi hubungan antara Bapak tiri terhadap anak untuk membangun sebuah hubungan keakraban yang tinggal serumah di Yogyakarta.

2. Praktis

a. Bagi remaja yang mempunyai bapak tiri tentang cara-cara penetrasi yang timbul dalam hubungan keluarga antara bapak tiri dengan anak sehingga keakraban dan kebahagiaan keluarga akan tercapai.

b. Bagi bapak tiri dapat mengetahui dan mempercepat langkah penetrasi dengan anak tiri dalam sebuah keluarga, serta memberikan pengetahuan tentang proses hubungan keakraban yang baik.

(8)

E. Kerangka Teori

1. Komunikasi Interpersonal

Komunikasi interpersonal adalah “as the process of creating unique

shared meaning, but the impact of this statement depends on images it calls to mind.” Dapat diartikan bahwa komunikasi interpersonal adalah proses

menciptakan makna yang unik dan kemudian disampaikan kepada orang lain. Pengaruh dari pesan yang disampaikan tergantung pada pandangan seseorang yang disebut pemahaman (Griffin, 2003:50).

Komunikasi antar pribadi ialah komunikasi yang melibatkan komunikator yang relatif kecil, berlangsung dengan jarak fisik yang dekat, bertatap muka, dan memungkinkan dengan umpan balik seketika. Sementara menurut Rakhmat (1996:49) komunikasi interpersonal berkaitan dengan bagaimana orang menerima informasi, mengolahnya, menyimpannya, dan menghasilkannya kembali. Proses pengolahan informasi yang dinamakan komunikasi interpersonal meliputi sensasi, persepsi, memori, dan berpikir.

Pengertian Komunikasi Interpersonal adalah komunikasi yang dilakukan kepada pihak lain untuk mendapatkan umpan balik, baik secara langsung (face to face) maupun dengan media (Burgon and Huffner, 2004:67). Menurut De Vito (1997:233), komunikasi interpersonal adalah penyampaian pesan oleh satu orang dan penerimaan pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang, dengan berbagai dampaknya dan dengan peluang untuk memberikan umpan balik segera. Komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang

(9)

memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal atau nonverbal. Komunikasi interpersonal ini adalah komunikasi yang hanya dua orang, seperti suami istri, dua sejawat, dua sahabat dekat, guru-murid dan sebagainya (Mulyana, 2001:73).

Menurut Efendi (2003:13), pada hakekatnya komunikasi interpersonal adalah komunikasi antar komunikator dengan komunikan, komunikasi jenis ini dianggap paling efektif dalam upaya mengubah sikap, pendapat atau perilaku seseorang, karena sifatnya yang dialogis berupa percakapan. Arus balik bersifat langsung, komunikator mengetahui tanggapan komunikan ketika itu juga. Pada saat komunikasi dilancarkan, komunikator mengetahui secara pasti apakah komunikasinya positif atau negatif, berhasil atau tidaknya, Jika ia dapat memberikan kesempatan pada komunikan untuk bertanya seluas-luasnya (Sunarto, 2003:13). Menurut Hardjana (2003:85) komunikasi interpersonal adalah interaksi tatap muka antara dua atau beberapa orang, dimana pengirim dapat menyampaikan pesan secara langsung, dan penerima dapat menerima dan menanggapi secara langsung pula.

Pada hubungan komunikasi antar pribadi (interpersonal), para komunikan membuat prediksi terhadap satu sama lain atas dasar data psikologis. Masing-masing mencoba mengerti mengapa pihak lainnya bertindak sebagai individu, tidak seperti pada hubungan cultural dan sosiologis. Rentangan perilaku yang diperbolehkan menjadi sangat berbeda

(10)

10 

dibandingkan dengan rentangan perilaku komunikasi yang dibolehkan pada situasi non-antar pribadi (Budyatna dan Ganiem, 2011:10).

Terdapat empat tujuan atau motif komunikasi interpersonal yakni: (1) menemukan atau penemuan diri (personal discovery), seseorang berkomunikasi dengan orang lain, orang yang bersangkutan belajar mengenai diri sendiri dan juga tentang orang lain, (2) untuk berhubungan dengan orang lain (membina dan memelihara hubungan dengan orang lain), seseorang ingin merasa dicintai dan disukai, dan kemudian dirinya juga ingin mencintai dan menyukai orang lain, (3) untuk meyakinkan seseorang agar mengubah sikap dan perilakunya, dan (4) untuk bermain, setiap orang menggunakan banyak perilaku komunikasinya untuk bermain dan menghibur diri, seseorang mendengarkan pelawak, pembicaraan, musik, dan film sebagian besar untuk hiburan (Devito, 1997:84).

Devito (1987, 42-43) mengemukakan terdapat beberapa elemen komunikasi interpersonal yakni:

1) Adanya pesan-pesan baik verbal (lisan) maupun nonverbal (simbol, isyarat, perasa, dan penciuman).

2) Adanya orang atau sekelompok kecil orang, yang dimaksud disini apabila orang berkomunikasi paling sedikit akan melibatkan dua orang, tetapi mungkin juga akan melibatkan sekelompok kecil orang.

(11)

3) Adanya penerimaan pesan-pesan, yang dimaksud adalah dalam situasi komunikasi interpersonal, tentu pesan-pesan yang dikirimkan oleh seseorang harus diterima orang lain.

4) Adanya efek. Efek disini mungkin berupa suatu persetujuan mutlak atau ketidaksetujuan mutlak, mungkin berupa pengertian mutlak atau ketidakmengertian mutlak.

5) Adanya umpan balik, yakni balikan atau pesan-pesan yang dikirim kembali oleh si penerima, baik secara sengaja maupun tidak sengaja.

Dalam ilmu komunikasi tindakan menghasilkan pesan (misalnya, berbicara atau menulis) dinamai enkoding (encoding). Dengan menuangkan gagasan-gagasan kedalam gelombang suara atau ke atas selembar kertas, seseorang menjelmakan gagasan-gagasan tadi kedalam kode tertentu (Ruben & Stewart, 1998:119). Tindakan menerima pesan (misalnya, mendengarkan atau membaca) dinamai sebagai dekoding (decoding). Seperti halnya sumber-penerima, dituliskan enkoding-dekoding sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan untuk menegaskan bahwa seseorang menjalankan fungsi-fungsi ini secara simultan.

Ketika seseorang berbicara (encoding), dirinya juga menyerap tanggapan yang kurang lebih sama dengan pendengar (decoding). Hal ini memperlihatkan bahwa seseorang sekaligus berperan sebagai pengirim dan penerima secara bersamaan.

(12)

12 

Pesan komunikasi dapat mempunyai banyak bentuk. Pesan dapat dikirimkan dan diterima melalui salah satu atau kombinasi tertentu dari panca indera manusia. Walaupun biasanya masyarakat menganggap pesan selalu dalam bentuk verbal (lisan atau tertulis), ini bukanlah satu-satunya jenis pesan. Komunikasi juga dapat terjadi secara nonverbal (tanpa kata). Media atau saluran adalah alat untuk penyampaian pesan seperti: TV, radio, surat kabar, papan pengumuman, telepon dan lainnya (Gitosudarmo, 2000:200-201).

Komunikasi selalu mempunyai efek atau dampak atas satu atau lebih orang yang terlibat dalam tindak komunikasi. Pada setiap tindak komunikasi selalu ada konsekuensi. Komunikasi mengandung konsekuensi yakni ada aspek benar-salah dalam setiap tindak komunikasi. Tidak seperti prinsip-prinsip komunikasi yang efektif, prinsip-prinsip-prinsip-prinsip komunikasi yang etis sulit dirumuskan. Seringkali dapat diamati dampak komunikasi, dan berdasarkan pengamatan ini, merumuskan prinsip-prinsip komunikasi yang efektif, tetapi kebenaran atau ketidakbenaran suatu tindak komunikasi tidak dapt diamati.

Dilihat dari jenis komunikasi interpersonal secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua yakni komunikasi verbal dan nonverbal. Komunikasi verbal atau komunikasi langsung merupakan komunikasi yang dilakukan secara tatap muka. Sementara komunikasi nonverbal adalah penyampaian pesan tanpa kata-kata dan komunikasi nonverbal memberikan arti pada komunikasi verbal. Hal yang termasuk dalam komunikasi

(13)

gaya berjalan, sound (suara), dan gerak isyarat (Gitosudarmo, 2000:200-201).

Komunikasi interpersonal sendiri tidak hanya mempunyai batasan, tetapi juga mempunyai ciri khusus yang membedakan dengan jenis komunikasi lainnya, sehingga tidak salah dalam penguraian tentang komunikasi interpersonal, yakni komunikasi yang dilakukan dengan bertatap muka dan pesertanya mempunyai dua fungsi. Dalam proses komunikasi tersebut, suatu saat komunikan akan menjadi komunikator, begitu juga sebaliknya.

Beberapa ciri komunikasi interpersonal dikemukakan Putra (1991:56) sebagai berikut:

1) Komunikasi antara dua orang atau lebih, dimana peserta-pesrtanya saling menyadari kehadiran satu sama lain. dengan demikian, pesan dalam komunikasi interpersonal tidak lain merupakan seluruh potensi komunikatif yang dimiliki manusia. Pesan dapat berupa pesan verbal maupun nonverbal.

2) Setiap peserta disebut komunikator, kerena masing-masing pihak memiliki dua fungsi sekaligus, baik sebagai pengirim pesan maupun penerima pesan secara dinamis.

3) Komunikasi interpersonal relatif tidak berstruktur, bersifat lebih spontan.

Ciri terakhir membedakan komunikasi interpersonal dengan komunikasi kelompok. Komunikasi interpersonal terjadi secara spontan dan

(14)

14 

tidak berstruktur, sedangkan komunikasi kelompok terjadi dalam suasana dimana para peserta lebih cenderung melihat dirinya sebagai anggota kelompok, seperti biasanya mempunyai kesadaran yang tinggi tentang tujuan kelompok atau tujuan bersama. Derajat kesadaran akan kehadiran masing-masing peserta komunikasi relatif lebih rendah. Sementara dalam komunikasi interpersonal, derajat kesadaran akan kehadiran masing-masing peserta relatif tinggi.

Hubungan yang terjadi antar sesama manusia sangat mempengaruhi hubungan antar pribadi. Komunikasi antar pribadi dapat meningkatkan pengenalan satu dengan yang lain. Komunikasi antar pribadi ini dapat menciptakan hubungan yang semakin dekat, semakin akrab, dan semakin mengenal satu sama lain. Apabila terjadi keakraban, maka komunikasi antar pribadipun dapat terjalin dengan baik. Itu berarti bahwa untuk menciptakan komunikasi antar pribadi yang baik dan berkualitas, maka terlabih dahulu harus tercipta hubungan yang baik dan akrab. Hal ini didukung oleh Altman dan Taylor bahwa dengan berkembangnya hubungan, keleluasaan dan kedalaman semakin meningkat. Itu dapat diartikan bahwa ketika perilaku komunikasi semakin mengenal satu dengan yang lain, maka hubungan semakin akrab dan komunikasi antar pribadipun semakin efektif (Grifin, 2003:134).

Berdasarkan uraian diatas, penulis mendefinisikan komunikasi interpersonal sebagai sebuah interaksi tatap muka secara verbal dan non-verbal pada tataran psikologis antara individu yang satu dengan individu

(15)

yang lain, yang memiliki norma relational berdasarkan kesepakatan individu-individu tersebut, dimana arus pesan terjadi dari dua arah secara aktif serta saling mempengaruhi dan mengubah satu sama lain.

1.1 Fungsi Komunikasi Interpersonal

Menurut Budyatna dan Ganiem (2011:27-33) fungsi utama dalam komunikasi adalah mengendalikan lingkungan guna memperoleh imbalan-imbalan tertentu berupa fisik, ekonomi, dan sosial. Pengendalian lingkungan dapat dibagi ke dalam dua tingkatan:

a. Pengendalian lingkungan melalui compliance

Compliance terjadi apabila perilaku satu atau lebih individu sesuai

dengan keinginan pihak lain. Pada situasi komunikasi di mana compliance mewakili tingkat dari pengendalian lingkungan yanitu apa yang diinginkan dan hasil yang diperoleh komunikator benar-benar sama. Karena kemampuan untuk mengendalikan banyak hal dari lingkungan eksternal kita sebagian besar bergantung kepada kesediaan pihak lain untuk mengabulkan permintaan kita berupa pesan, maka compliance merupakan fugsi komunikasi yang amat penting.

1) Pendekatan Non-antar pribadi dengan terhadap compliance

Di antara contoh-contoh yang nyata mengenai pendekatan non-antar pribadi ialah iklan-iklan di media massa dan kampanye politik. Khalayak media masssa yang jumlahnya besar dan heterogen, maka pesan-pesan yang disampaikan melalui media massa harus didasarkan pada prediksi

(16)

16 

cultural dan sosiologis. Banyak orang yang menyamakan dirinya dengan bintang-bintang olahraga, bintang sinetron, maka produk-produk yang diiklankan di media massa menggunakan mereka. Oleh karena itu umumnya salesman menawarkan pesan-pesan yang bersifat baku sebagaimana ia dilatih sebelumnya di perusahaan tempat ia bekerja.

2) Pendekatan antar pribadi dengan terhadap compliance

Bila salesman itu sadar bahwa produk yang dijajakannya sukses bila sekali-kali ia menggunakan pendekatan antar pribadi. Melalui komunikasi antar pribadi salesman dapat menentukan kapan kalau komunikasi akan diteruskan akan sia-sia. Karena akan membuang-buang waktu untuk berkomunikasi dengan pelanggan yang tidak dapat dikendalikan bisa menghilangkan imbalan ekonomis yang potensial dari si salesman.

b. Pengendalian lingkungan melalui penyelesaian konflik

Penyelesaian konflik atau conflict resolution terjadi apabila dua atau lebih pihak bersaing mencapai penyelesaian tentang alokasi beberapa sumber yang bersifat fisik, ekonomi dan sosial. Penyelesaiannya dinilai secara realtif adil oleh pihak yang bersaing. Nyatanya situasi semacam itu mengharuskan para komunikator menerima seseuatu yang kurang dari apa yang seharusnya. Jadi apa yang dia terima tidak sama dengan apa yang ia inginkan. Tidak satu pun pihak yang benar-benar berhasil dalam melakukan pengendalian lingkungan. Namun demikian, hasil kompromi menyisakan masing-masing perasaan sesbagai sebagian berhasil.

(17)

1) Penyelesaian Konflik melalui pendekatan Non-antar pribadi

Pihak-pihak yang berselisih berbeda dalam hal kedudukan formal dengan peran yang luas dan status yang berbeda. Misalnya, konflik antara dosen dan mahasiswa mengenai nilai yang buruk. Dosen dalam hal ini berperan dan bersikap sebagai dosen dan bukan pribadi. Nilai yang buruk karena prestasi mahasiswa yang rendah, bukan karena penilaian suka dan tidak suka. Untuk menghilangkan ganjalan yang mungkin terjadi dosen bukan sekedar meredakan konflik tetapi menyelesaikan konflik. Caranya, dengan munjukkan kesalahan-kesalahan pada hasil kerja mahasiswa. 2) Penyelesaian Konflik melalui pendekatan antar pribadi

Bila terjadi konflik antara atasan dan bawahan, dosen dan mahasiswa, anak dan orang tua yang merupakan pendekatan komunikasi non-antar pribadi pada tingkatan sosiologis. Konflik sering kali berakhir dengan penundaan bukan penyelesaian dan sewaktu-waktu akan muncul kembali karena dendamnya belum hilang. Tetapi dengan strategi komunikasi antar pribadi, maka konflik itu bisa diselesaikan dengan adanya toleransi keterbukaan untuk mencari sebab-sebab terjadinya konflik dan berakhir dengan penyelesaian atau win win solution. Tetapi ini dengan syarat pihak yang memiliki forced comlipliance tidak akan menggunakannaya dalam konflik tersebut karena akan berakhir dengan penundaan dan bukan penyelesaian konflik.

(18)

18 

1.2 Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Interpersonal

Menurut Widjaja (2000:15) faktor yang dapat mempengaruhi komunikasi interpersonal agar menjadi lebih efektif adalah :

a. Keterbukaan

Sifat keterbukaan menunjukkan paling tidak dua aspek tentang komunikasi interpersonal. Aspek pertama yaitu, bahwa kita harus terbuka pada orang-orang yang berinteraksi dengan kita. Dari sini orang lain akan mengetahui pendapat, pikiran dan gagasan kita. Sehingga komunikasi akan mudah dilakukan. Aspek kedua dari keterbukaan merujuk pada kemauan kita untuk memberikan tanggapan terhadap orang lain dengan jujur dan terus terang segala sesuatu yang dikatakannya, demikian sebaliknya.

b. Empati

Empati adalah kemampuan seseorang untuk menempatkan dirinya pada peranan atau posisi orang lain. Mungkin yang paling sulit dari faktor komunikasi adalah kemampuan untuk berempati terhadap pengalaman orang lain. Karena dalam empati, seseorang tidak melakukan penilaian terhadap perilaku orang lain tetapi sebaliknya harus dapat mengetahui perasaan, kesukaan, nilai, sikap dan perilaku orang lain.

c. Perilaku Sportif

Komunikasi interpersonal akan efektif bila dalam diri seseorang ada perilaku sportif, artinya seseorang dalam menghadapi suatu masalah tidak

(19)

bersikap bertahan (defensif). Menurut Widjaya (2000:16), keterbukaan dan empati tidak dapat berlangsung dalam suasana yang tidak sportif.

2. Konsep Penestrasi Sosial

Penetrasi sosial (social penetration) merujuk pada sebuah proses ikatan hubungan dimana individu-individu bergerak dari komunikasi superfisial menuju ke komunikasi yang lebih intim. Teori Penetrasi Sosial, teori ini dicetuskan oleh Irwin Altman dan Darwis Taylor pada tahun 1973. Teori ini berintisarikan tentang hubungan yang berkembang dari tahap perkenalan ke tahap yang lebih dalam. Teori yang merupakan pengembangan dari Teori Self Disclosure ini menggambarkan suatu pola pengembangan hubungan, sebuah proses yang mereka identifikasikan sebagai penetrasi sosial (Littlejohn, 2002: 457).

Self Disclosure adalah salah satu teori dalam komunikasi antar pribadi

yang dikemukakan oleh Sidney Jourard dalam Burhan Bungin (2006:262). Teori ini menyatakan bahwa manusia memerlukan pembagian informasi tentang dirinya kepada orang lain. Teori Self Disclosure lebih banyak berisikan kejujuran, kenyataan dan perasaan. Teori ini memerlukan rasa percaya kepada komunikan yang tinggi, karena menyangkut informasi pribadi komunikator.

Teori Self Disclosure diperlukan oleh setiap manusia, karena bisa meredam rasa gelisah dan stress dengan berbagi informasi dengan orang lain. Dengan berbai informasi oorang lain kita bisa mencegah hal-hal yang buruk

(20)

20 

terjadi pada diri kita. Efek negatif dari Teori Self Disclosure ini adalah komunikator mengalami penurunan keawasan diri mereka sendiri, karena adanya informasi pribadi yang dibagikan oleh mereka. Aspek – aspek yang berada dalam teori ini adalah (Burhan Bungin, 2006:263):

a. Nilai Penghargaan

Dilihat apakah informasi yang diberikan positif ataukah negative dari komunikator atau komunikan

b. Kesediaan Informasi

Jumlah informasi yang diberikan dalam bentuk kedekatan pribadi. Berapa besar informasi pribadi yang dibagikan kepada komunikan dengan kejujuran komunikator.

c. Aksesibilitas

Kemudahan mendapat informasi dari komunikator atau dari orang lain. d. Kejujuran

Pesan yang didapat dari informasi mengindikasikan kejujuran psikologikal dari komunikator.

e. Kesukarelaan

Informasi yang diberikan berdasarkan niat rela dari komunikator kepada komunikan tanpa ada paksaan.

f. Norma Sosial

Informasi yang diberikan oleh komunikator kepada komunikan mendukung atau tidak dari kebiasaan yang ada ataupun tingkah laku yang normal.

(21)

g. Efektifitas

Informasi yang dibagi bisa memberikan keinginan komunikator Tahapan-tahapan yang terjadi di dalam sebuah penetrasi sosial meliputi :

a) Orientasi : Membuka Sedikit Demi Sedikit

Tahap paling awal dari interaksi, di sebut sebagai tahap orientasi (orientation stage), terjadi pada tingkat publik; hanya sedikit mengenai diri kita yang terbuka untuk orang lain. Selama tahapan ini, pernyataan-pernyataan yang dibuat biasanaya hanya hal-hal yang klise dan merefleksikan aspek superfisial dari seorang individu. Orang biasanya bertindak sesuai dengan cara yang dianggap baik secara sosial dan berhati-hati untuk tidak melanggar harapan sosial. Selain itu, individu-individu tersenyum manis dan bertindak sopan pada tahapan orientasi.

Taylor dan Altman dalam Littlejohn (2002: 458) menyatakan bahwa orang cenderung tidak mengevaluasi atau mengkritik selama tahap orientasi. Prolaku ini akan dipersiapkan sebagai ketidakwajaran oleh orang lain dan mungkin akan merusak interaksi selanjutnya.

b) Pertukaran Penjajakan Afektif : Munculnya Diri

Tahap pertukaran penjajakan afektif (exploratory affective exchange

stage) merupakan perluasan area publik dari diri dan terjadi ketika

aspek-aspek dari kepribadian seorang individu mulai muncul. Apa yang tadinya privat menjadi publik. Seperti tahap-tahap lainnya, tahap ini juga melibatkan prilaku verbal dan nonverbal.

(22)

22 

c) Pertukaran Afektif : Komitmen Dan Kenyamanan

Tahap ini ditandai pleh persahabatan yang dekat dan pasangan yang intim. Tahap pertukaran afektif (affective exchange stage) termasuk interaksi yang lebih “tanpa beban dan santai” (Taylor & Altman, 1987, dalam Littlejohn, 2002: 458) di mana komunikasi sering kali berjalan spontan dan individu membuat keputusan yang cepat, sering kali dengan sedikit memberikan perhatian untuk hubungan secara keseluruhan. Tahap pertukaran afektif menggambarkan komitmen lebih lanjut kepada individu lainnya; para interaktan merasa nyaman satu dengan lainnya. d) Pertukaran Stabil : Kejujuran Total Dan Keintiman

Tahap keempat dan terakhir, pertukaran stabil, dicapai dalam sedikit hubungan. Tahap pertukaran stabil (stabil sxchange stage) berhubungan dengan pengungkapan pemikiran, perasaan dan perilaku secara terbuka yang mengakibatkan munculnya spontanitas dan keunikan hubungan yang tinggi. Dalam tahap ini, pasangan berada dalam tingkat keintiman tinggi dan sinkron; maksudnya perilaku-perilaku di antara keduanya kadang kala terjadi kembali, dan pasangan mampu untuk menilai dan menduga perilaku pasangannya dengan cukup akurat.

Altman dan Taylor mendapatkan ide teori ini dengan perumpamaan sebuah bawang. Menurut mereka hubungan manusia itu seperti bawang. Pada awalnya kulitnya terpisah-pisah, sehingga masih sulit untuk menemukan kesamaan sifat dan pengalaman (frame of reference & experience). Namun ketika keduanya telah membuka kulitnya satu persatu dan makin kedalam,

(23)

maka akan kelihatan kesamaan diantara mereka. Kulit bagian luar adalah perumpamaan dari apa yang bisa terlihat dan diketahui sebelum hubungan meningkat. Ketika sampai pada bagian inti, informasi, perasaan, kehidupan pribadi dan lain sebagainya akan terungkap. Altmen dan Taylor mengatakan bahwa ketika mereka merasa nyaman dan untung, mereka akan semakin terbuka. Jika mereka merasa dirugikan dari hubungan tersebut, maka mereka tidak akan ragu–ragu menutup dirinya. Hal ini sangat sesuai dengan pernyataan ciri–ciri komunikasi antar pribadi yang bisa menghasilkan suatu hal yang tidak terduga.

Penetrasi sosial dapat dilihat dengan menggunakan dua dimensi keluasan dan kedalaman. Keluasan (breadth) merujuk kepada berbagai topik yang di diskusikan dalam suati hubungan waktu keluasan (breadth time) berhubungan dengan waktu yang dihabiskan oleh pasangan dalam berkomunikasi satu sama lainnya mengenai berbagai macam topik tersebut. Kedalaman (depth) merujuk kepada tingkat keintiman yang mengarahkan diskusi mengenai suatu topik. Pada tahap awal hubungan dapat dikatakan mempunyai keluasan yang sempit dan kedalaman yang dangkal (West dan Turner, 2008: 202)

Gambaran mengenai Model Penetrasi Sosial (Social Penetration Model) Altman dan Taylor adalah seperti pada gambar berikut:

(24)

24 

Gambar Analogi Bawang Teori Penetrasi Sosial Sumber : Richard West dan Lynn H. Turner, Pengantar Teori

Komunikasi hal (2007:200)

Dari gambar di atas dapat dilihat pada lapisan paling luar bawang, dimana merupakan bagian yang memiliki lingkaran terluas Menurut Griffin (2003:132) tersebut menggambarkan lapisan terluar yang memuat informasi atau hal-hal umum yang sering atau biasanya seseorang ungkapkan pada orang lain yang tidak memiliki hubungan yang sangat dekat atau intim. Di lapisan terluar ini seseorang mengungkapkan informasi-informasi mengenai nama, pekerjaan, pendidikan,tempat tinggal, tempat bekerja, dan sebagainya.

Kemudian lapisan terluar kedua yaitu memuat informasi mengenai preferensi seseorang dalam hal selera berpakaian, selera makanan, selera musik, dan sebagainya. Pada lapisan kedua ini memuat informasi yang menyatakan hal-hal yang disukai dan hal-hal yang tidak disukai oleh seseorang. Kemudian pada lapisan yang ketiga terdapat informasi mengenai tujuan-tujuan dan aspirasi hidup seseorang. Lapisan yang keempat merupakan

(25)

informasi yang mengungkapkan kepercayaan seseorang akan suatu agama tertentu. Kemudian pada lapisan yang terakhir terdapat konsep diri, yaitu bagaimana seseorang memandang dirinya sendiri. Dalam komunikasi face to

face, konsep diri akan terlihat oleh orang lain ketika seseorang

mengkomunikasikan dirinya sebagaimana orang tersebut memandang dirinya sendiri. Misalnya yaitu ketika seseorang menganggap dirinya pintar dalam hal akademis, maka orang tersebut akan mengkomunikasikan pada orang lain bahwa dirinya pintar dalam hal akademis, melalui komunikasi verbal maupun non-verbal.

2.1 Konsep Pengungkapan Diri

Dalam suatu interaksi antara individu dengan orang lain, apakah orang lain akan menerima atau menolak, bagaimana mereka ingin orang lain mengetahui tentang mereka akan ditentukan oleh bagaimana individu dalam mengungkapkan dirinya. Pengungkapan diri (self-disclosure) adalah proses menghadirkan diri yang diwujudkan dalam kegiatan membagi perasaan dan informasi dengan orang lain (Wrightsman, 1987 dalam Dayakisni, 2006: 47).

Menurut Morton (dalam Sears, 1999:254) pengungkapan diri merupakan kegiatan membagi perasaan dan informasi yang akrab dengan orang lain. Informasi di dalam pengungkapan diri ini bersifat deskriptif atau evaluatif. Deskriptif artinya individu melukiskan berbagai fakta mengenai diri sendiri yang mungkin belum diketahui oleh pendengar seperti, jenis pekerjaan, alamat dan usia. Sedangkan evaluatif artinya individu

(26)

26 

mengemukakan pendapat atau perasaan pribadinya seperti tipe orang yang disukai atau hal-hal yang tidak disukai atau dibenci.

Pengungkapan diri ini dapat berupa berbagai topik seperti informasi perilaku, sikap, perasaan, keinginan, motivasi dan ide yang sesuai dan terdapat di dalam diri orang yang bersangkutan. Kedalaman dan pengungkapan diri seseorang tergantung pada situasi dan orang yang diajak untuk berinteraksi. Jika orang yang berinteraksi dengan menyenangkan dan membuat merasa aman serta dapat membangkitkan semangat maka kemungkinan bagi idividu untuk lebih membuka diri amatlah besar. Sebaliknya pada beberapa orang tertentu yang dapat saja menutup diri karena merasa kurang percaya (Devito, 1997:62).

Dalam proses pengungkapan diri nampaknya individu-individu yang terlibat memiliki kecenderungan mengikuti norma resiprok (timbal balik). Bila seseorang menceritakan sesuatu yang bersifat pribadi, maka akan cenderung memberikan reaksi yang sepadan. Pada umumnya mengharapkan orang lain memperlakukan sama seperti memperlakukan mereka (Raven & Rubin, 1983:59).

“Seseorang yang mengungkapkan informasi pribadi yang lebih akrab daripada yang kita lakukan akan membuat kita merasa terancam dan kita akan lebih senang mengakhiri hubungan semacam ini. Bila sebaliknya kita yang mengungkapkan diri terlalu akrab dibandingkan orang lain, kita akan merasa bodoh dan tidak aman” (Sears, dkk., 1988).

(27)

Kebudayaan juga memiliki pengaruh dalam pengungkapan diri seseorang. Tiap-tiap bangsa dengan corak budaya masing-masing memberikan batas tertentu sampai sejauh mana individu pantas atau tidak pantas mengungkapkan diri. Kurt Lewin (dalam Raven & Rubin, 1983) dari hasil peneitiannya menemukan bahwa orang-orang Amerika nampaknya lebih mudah terbuka daripada orang-orang Jerman, tetapi keterbukaan ini hanya terbatas pada hal-hal permukaan saja dan sangat enggan untuk membuka rahasia yang menyangkut pribadi mereka. Di lain pihak, orang Jerman pada awalnya lebih sulit untuk mengungkapkan diri meskipun untuk hal-hal yang bersifat permukaan, namun jika sudah menaruh kepercayaan maka mereka tidak enggan untuk membuka rahasia pribadi mereka yang paling dalam.

2.2 Konsep Eskalasi

Istilah eskalasi menjelaskan sebuah aspek mengenai proses pengembangan yang memiliki analogi dalam quantum physics. Apabila kita katakan terjadi eskalasi hubungan, kita maksudkan bahwa hubungan itu tidak berkembang atau mengalami kemajuan pada tingkat yang mantap secara berkesinambungan, tetapi pada waktu-waktu tertentu hubungan itu melompat atau melangkah keatas atau kedepan. Lompatan yang berturut-turut dapat terjadi yang satu menyusul yang lain atau menyebar dari waktu ke waktu. Sebuah lompatan dapat terjadi pada permulaan sebuah hubungan, atau hanya terjadi setelah dua orang telah mengenal satu sama lain untuk jangka waktu

(28)

28 

lama. Lompatan bisa baik buruk, naik turun, bergantung pada sudut pandang orang-orang yang bertransaksi (Budyatna dan Galiem, 2011:62)

Menurut Miller dan Steinberg (dalam Budyatna dan Galiem, 2011:63), ada dua alasan untuk menekankan bahwa kondisi dan perilaku yang menyebabkan terjadinya eskalasi. Pertama, keduanya berfungsi sebagai stimuli yang penting bagi pengembangan hubungan. Apabila kondisinya sudah tepat, apabila manusia mengalami keadaan emosional tertentu, maka mereka akan menampilkan dan terutama peka bagi perilaku yang kondusif untuk terjadinya eskalasi. Kedua, kita berharap bahwa dengan meningkatkan kesadaran anda mengenai perilaku ini, anda akan meningkatkan kendali anda mengenai masalah hubungan dimana anda ingin dilibatkan.

F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2001: 3) mendefenisikan penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang hanya terbatas pada usaha mengungkapkan suatu masalah atau keadaan atau peristiwa bagaimana adanya sehingga bersifat sekedar untuk mengungkapkan fakta-fakta (Hadari, 1990: 31). Penelitian kualitatif dapat digunakan dalam penelitian kehidupan bermasyarakat, sejarah tingkah laku, fungsional organisasi, peristiwa tertentu,

(29)

pergerakan-pergerakan sosial dan hubungan kekerabatan dalam keluarga (Ruslan, 2003 : 213). Penelitian kualitatif bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang bersifat umum terhadap kenyataan sosial dari perpektif partisipan. Pemahaman tersebut tidak di tentukan terlebih dahulu, tatapi di peroleh setelah melakukan analisis terhadap kenyataan sosial yang menjadi fokus penelitian dan kemudian ditarik suatu kesimpulan berupa pemahaman umum tentang kenyataan-kenyataan tersebut.

Dikarenakan penelitian ini berusaha untuk menggambarkan proses eskalasi hubungan antara Bapak tiri terhadap anak untuk membangun sebuah hubungan keakraban yang tinggal dalam satu rumah di Yogyakarta serta tidak mencari korelasinya dengan variabel lain maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengacu pada metode penelitian deskriptif.

2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan dari bulan November 2011 sampai dengan bulan Januari 2012 dan dilaksanakan didaerah Yogyakarta. Peneliti melakukan penelitian di Yogyakarta karena melihat dari beberapa contoh kasus yang telah disebutkan bahwa bagaimana proses bapak tiri membangun sebuah hubungan keakraban terhadap anak yang tinggal dalam satu rumah di Yogyakarta. Ruang lingkup objek yang sering terjadi peneliti melihat ini permasalah umum yang sering terjadi di masyarakat sekitar kita tapi jarang orang mengetahuinya sebelum terjun langsung untuk menelitinya, selain itu peneliti juga ingin mengetahui hambatan-hambatan apa saja yang muncul

(30)

30 

dalam proses eskalasi hubungan antara Bapak tiri terhadap anak untuk membangun sebuah hubungan keakraban yang tinggal serumah.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam. Wawancara dengan menggunakan pandauan wawancara (interview guide) yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Percakapan dilakukan antara kedua belah pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong 2007: 186). Teknik wawancara dalam penelitian ini yakni, pengumpulan data dengan cara wawancara langsung dengan bapak tiri dan anak yang tinggal dalam satu rumah yang telah dijadikan informan. Pertanyaan yang akan ditanyakan berkaitan dengan bagaimana pengelolaan hambatan-hambatan yang muncul dalam proses eskalasi hubungan antara Bapak tiri terhadap anak untuk membangun sebuah hubungan keakraban yang tinggal serumah agar hubungan keakraban di dalam keluarga yang di bangun tetap harmonis. Alasan penggunaan wawancara mendalam sebagai metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah karena dengan wawancara langsung dapat diperoleh informasi yang mendalam mengenai hambatan-hambatan yang sedang diteliti. Selain itu masalah pendekatan antara bapak tiri dan anak merupakan masalah yang sangat pribadi sehingga peneliti kesulitan jika harus melakukan pengamatan saat bapak tiri dan anak tersebut sedang mengalami permasalahan.

(31)

4. Informan Penelitian

Dalam penelitian ini, informan ditentukan secara Insidental sampling. Insidental sampling adalah teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan atau insidental bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data dan mampu memberikan data dengan baik (Ruslan, 2003 : 156). Alasan teknik pemilihan informan menggunakan insidental sampling karena adanya keterbatasan informan yang bersedia untuk dijadikan sampel. Selain itu masalah konflik antara bapak tiri dan anak merupakan masalah yang sangat pribadi sehingga peneliti kesulitan mencari informan yang bersedia untuk di gunakan sebagai sampel. Maka siapa saja yang secara kebetulan yang bertemu dengan peneliti maka dapat digunakan sebagai sampel bila dipandang orang yang ditemui mampu memberikan data yang diperlukan dalam penelitian ini.

Kriteria yang digunakan untuk penentuan informan penelitian adalah sebagai berikut:

a. Bapak tiri dan anak yang tinggal dalam satu rumah, dimana seorang bapak tiri yang hidup bersama dengan anaknya.

b. Anak remaja (11 thn - 24 thn), karena masa remaja adalah masa terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas diri pada usia remaja mulai ada tanda-tanda penyempurnaan perkembangan jiwa, seperti tercapainya identitas diri (ego identity), pada tahap remaja mulai melakukan penolakan apabila tidak sesuai dengan keinginanya (Sarwono, 2001:14)

(32)

32  5. Teknik analisis data

Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif. Analisi data adalah usaha untuk menemukan jawaban atau pertanyaan perihal rumusan-rumusan dan pelajaran-pelajaran atau hal-hal yang tersusun dan di peroleh dalam proyek penelitian (Moleong, 2007: 150). Teknik untuk menganlisis data dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Metode kualitatif merupakan analisis deskriptif kualitatif yang hanya menunjukan kualitas atau mutu dari sesuatu yang ada berupa keadaan, proses kejadian atau peristiwa dan dinyatakan kedalam bentuk perkataan (Nawawi dan Hadari, 1995: 189).

Langkah-langkah dalam analisis data kulitatif yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Pengumpulan data. Data penelitian diperoleh dengan menggunakan teknik wawancara mendalam (indepth interview). Dalam penelitian ini data yang akan diambil adalah data-data yang berkaitan dengan pengelolaan hambatan-hambatan yang muncul dalam proses eskalasi hubungan antara Bapak tiri terhadap anak untuk membangun sebuah hubungan keakraban yang tinggal serumah.

b. Reduksi data. Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan dan pemusatan pada data yang relevan dengan permasalahan penelitian. Data-data yang direduksi adalah Data-data-Data-data dari hasil wawancara mendalam yang di dapat dari lapangan. Setelah dibaca, dipelajari, ditelaah, selanjutnya diambil data yang memiliki relevansi dengan penelitian dan disesuaikan

(33)

dengan kebutuhan penelitian ini. Data yang diambil adalah data yang berhubungan dengan pengelolaan hambatan-hambatan yang muncul dalam proses eskalasi hubungan antara Bapak tiri terhadap anak untuk membangun sebuah hubungan keakraban yang tinggal serumah.

c. Penyajian data merupakan upaya penyusunan, pengumpulan informasi ke dalam suatu metrik atau konfigurasi sehingga mudah untuk dipahami. Penyusunan semacam ini memungkinkan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data yang sederhana dan mudah untuk dipahami adalah cara utama untuk menganalisa data deskriptif yang valid. Penyajian data yang dilakukan peneliti adalah mengenai gambaran pengelolaan hambatan-hambatan yang muncul dalam upaya eskalasi hubungan antara Bapak tiri terhadap anak untuk membangun sebuah hubungan keakraban yang tinggal serumah.

d. Menarik kesimpulan. Berdasarkan pengumpulan data, peneliti mulai mencari makna dari data-data yang terkumpul. Selanjutnya peneliti mencari arti dan penjelasannya, kemudian menyusun pola-pola hubungan tertentu ke dalam satu satuan informasi yang mudah dipahami dan ditafsirkan sehingga dapat menarik kesimpulan sebagai jawaban dari permasalahan yang ada. Kesimpulan yang akan ditulis peneliti adalah mengenai pengelolaan hambatan-hambatan yang muncul dalam proses eskalasi hubungan antara Bapak tiri terhadap anak untuk membangun sebuah hubungan keakraban yang tinggal serumah.

(34)

34  6. Uji Keabsahan

Dalam penelitian ini, sebelum data dianalisis dan disajikan dalam bentuk laporan, maka data yang diperoleh diuji validitas datanya menggunakan teknik trianggulasi sumber data. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang menggunakan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (Moleong, 2007 : 330). Trianggulasi sumber yakni membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif. Cara yang digunakan untuk menguji keabsahan data yang diperoleh dengan metode trianggulasi sumber dalam hal ini adalah membandingkan antara bapak tiri dan anak.

 

 

 

 

 

 

Gambar

Gambar Analogi Bawang Teori Penetrasi Sosial  Sumber : Richard West dan Lynn H. Turner, Pengantar Teori

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang masalah pendidikan akhlak pada anak dalam keluarga pedagang Pasar Terapung Lok Baintan Di Desa Paku Alam Kecamatan Sungai Tabuk Kabupaten

Maka dengan adanya kedisiplinan pada siswa yang didapatkan dari pola asuh otoriter ini diduga menjadi hal yang menyebabkan self-regulated learning yang siswa miliki tinggi

Penelitian ini menggunakan desain deskriptif kualitatif karena mendeskripsikan bentuk-bentuk dan penyebab terjadinya alih kode dan campur kode pada mahasiswa

1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Selanjutnya dalam penulisan ini disebut sebagai UU Perkawinan), kedua orang tua mempunyai kewajiban untuk memelihara dan mendidik

Penelitian ini ditulis dalam enam bab yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Bab pertama merupakan pendahuluan yang merupakan gambaran umum dan

Sebagai salah satu faktor penentu kinerja organisasi, kepuasan kerja merupakan faktor yang sangat kompleks karena kepuasan kerja dipengaruhi berbagai faktor diantaranya

Namun begitu, hal-hal prinsip pembentuk kebijaksanaan tata ruang cenderung tetap eksis dalam menata ruang untuk mendapatkan perimbangan yang harmonis anatara

Penulis menggunakan beberapa diagram Unified Modelling Language (UML) sebagai alat bantu dalam menganalisa sistem untuk mendeskripsikan proses bisnis sistem yang sedang berjalan