• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMIKIRAN MUHAMMAD ABDUH TENTANG PEMBARUAN PENDIDIKAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMIKIRAN MUHAMMAD ABDUH TENTANG PEMBARUAN PENDIDIKAN"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

40

e-ISSN : 2746-4873 p-ISSN : 2774-5473

Jurnal Fakultas Ilmu Keislaman Vol. 2 No. 1, Januari 2021

PEMIKIRAN MUHAMMAD ABDUH TENTANG PEMBARUAN PENDIDIKAN Saepudin, Nurul Iman Hima Amrullah, Yanti Hasbian Setiawati, Junaedi, dan Yuliana Universitas Islam Al-Ihya (UNISA) Kuningan, Universitas Islam Al-Ihya (UNISA) Kuningan, Institut Agama Islam Laa Roiba Bogor, Universitas Mercu Buana Jakarta, Institut Agama Islam

Laa Roiba Bogor

Email: saepudin_66@yahoo.com, imanrol@unisa.ac.id, yantihasbiansetiawati@laaroib.ac.id, junaidi@mercubuana.ac.id, yuliana@laaroiba.ac.id

Abstrak

Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji pemikiran Muhammad Abduh tentang pembaharuan pendidikan melalaui implementasi metode pembelajaran. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif analisis yaitu mendeskripsikan latar belakang pemikiran, inti pemikiran dan pengaruh pemikiran Muhammad Abduh terhadap perkembangan pemikiran pendidikan Islam. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah karya-karya Muhammad Abduh dan karya-karya pemikir Islam yang mengkaji dan menganalisis pemikiran Muhammad Abaduh. Analisis data dilakukan melalui reduksi data, sajian data dan kesimpulan atau verifikasi. Hasil analisis mengindikasikan bahwa Muhammad Abduh adalah tokoh muslim yang popular yang dikenal sebagai pemikir dalam bidang pendidikan Islam mewakili kelompok modernis-rasionalis yang responsif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Muhammad Abduh melakukan pembaharuan dalam pendidikan Islam dengan memgintegrasikan antara ilmu umum dengan ilmu agama. Pendidikan baginya bukan hanya bertujuan mengembangkan aspek kognitif (akal), tetapi juga perlu menyelaraskan dengan aspek afektif (moral) dan psikomotorik (keterampilan). Sehingga Umat Islam terhindar dari kejumudan, keterbelakangan dalam berfikir dan taklid yang berlebihan. Pemikiran Muhammad Abduh tentang pembaharuan pendidikan melalui implementasi metode pembelajaran sesuai dengan kebutuhan dunia industry dan relevan dengan perkembangan ilmu pengetahuan.

Kata Kunci: Muhammad Abduh, Pembaruan Pendidikan Abstract

This study aims to identify and examine Muhammad Abduh's thoughts about educational renewal through the implementation of learning methods. This study used a qualitative research method with a descriptive analysis approach, namely describing the background of thought, core thoughts and the influence of Muhammad Abduh's thoughts on the development of Islamic education thought. Sources of data used in this study are the works of Muhammad Abduh and the works of Islamic thinkers who study and analyze Muhammad Abaduh's thoughts. Data analysis was carried out through data reduction, data presentation and conclusions or verification. The results of the analysis indicate that Muhammad Abduh is a popular Muslim figure who is known as a thinker in the field of Islamic education representing a modernist-rationalist group who is responsive to the development of science. Muhammad Abduh made reforms in Islamic education by integrating general science with religious knowledge. Education for him is not only aimed at developing cognitive aspects, but also needs to align with affective and psychomotor aspects. So that Muslims avoid stagnation, underdevelopment in thinking and excessive imitation. Muhammad Abduh's thoughts on educational renewal through the implementation of learning methods in accordance with the needs of the industrial

(2)

41

world and relevant to the development of science.

Keyword: Muhammad Abduh, Innovative Education Pendahuluan

Muhammad Abduh adalah tokoh muslim yang popular dikalangan pelajar atau mahasiswa Islam yang dikenal sebagai pemikir dalam bidang pendidikan yang inovatif. Menurut Iswanto (2020) bahwa Muhammad Abduh merupakan seorang tokoh yang melakukan pembaharuan bagi dunia Islam, khususnya pendidikan Islam. Usaha-usaha pembaharuan yang dilakukan Muhammad Abduh memiliki dampak luas bagi kaum muslim dan sangat menetukan bagi perjalanan mutakhir sejarah Islam.

Menurut Pohan (2019) bahwa Muhammad Abduh adalah seorang tokoh salaf, tetapi tidak menghambakan diri pada teks-teks agama. Ia memegangi teks-teks agama tapi dalam hal ini ia juga menghargai akal. Ia terkenal sebagai bapak peletak aliran modern dalam Islam, karena kemauannya yang keras untuk melaksanakan pembaruan dalam Islam dan menempatkan Islam secara harmonis dengan tuntutan zaman modern dengan cara kembali kepada kemurnian Islam.

Pemikiran Muhammad Abduh tentang pembaruan pendidikan ini, dilatarbelakangi oleh situasi sosial keagamaan dan situasi pendidikan Islam yang sedang mengalami kemunduran di bidang ilmu pengetahuan dan keagamaan pada zamannya.

Konsep pendidikan sampai dewasa ini nampaknya belum menghasilkan suatu perumusan yang mantap. Hal ini benar, dan kenyataan tersebut disebabkan bukan saja oleh kompleksnya masalah pendidikan, melainkan juga karena dunia pendidikan juga dituntut terus untuk memberikan jawaban baru yang relevan terhadap perubahan sosial yang bergerak begitu cepat.

Berdasarkan deskripsi tersebut persoalannya adalah bagaimana pemikiran Muhammad Abduh tentang pendidikan dilihat dari latar belakang, pemikiran dan pengaruhnya terhadap perkembangan pemikiran di Mesir.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif analisis yaitu mendeskripsikan latar belakang pemikiran Muhammada Abduh tentang pendidikan, pembahruan pemikiran Muhammad Abduh pada bidang pendidikan dan pengaruh pemikiran Muhammad Abduh terhadap perkembangan pemikiran pendidikan Islam. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah karya Muhammad Abduh dan karya-karya pemikir Islam yang mengkaji dan menganalisis pemikiran Muhammad Abaduh. Analisis data dilakukan melalui penerapkan model analisis interaktif. Model ini melibatkan tiga komponen yang saling terkait dan menentukan hasil akhirnya, yaitu reduksi data, sajian data dan kesimpulan atau verifikasi.

Hasil dan Pembahasan

1. Riwayat Hidup Muhammad Abduh

Muhammad Abduh lahir pada tahun 1849 M atau 1265 H, di Desa Agraris bapaknya bernama Abduh Hasan Khairullah berasal dari Turki yang telah lama tinggal di Mesir, ibunya berasal dari suku Arab. (Nasution, 1975) Pertama kali Abduh memperoleh pendidikan yang diselenggarakan di Masjid. Setelah ia pandai membaca dan menulis, ayahnya mengirim pada seorang Hafizh untuk belajar Al-Qur’an dan di usia 12 tahun, ia telah mampu mengahafal Al-Qur’an secara keseluruhan. Tahun berikutnya, melanjutkan

(3)

42

pendidikan ke Thanta lembaga pendidikan di Masjid Manawi tetapi ia tidak puas dengan metode pengajarannya, sehingga ia kembali ke daerah asalnya. (Abduh, 1989).

Pada tahun 1866 dalam usia 20 tahun beliau menikah dengan modal niat mau menggarap ladang pertanian seperti halnya dengan ayahnya. Tidak lama menikah, ayahnya memaksa beliau untuk kembali ke Thanta tetap dalam perjalanan beliau tidak ke Thanta tetapi ke desa Kani Sahurin tempat tinggal Syekh Darwish Khadr yang belajar berbagai ilmu agama di Mesir. Syekh Darwish mendorong Muhammad Abduh untuk selalu membaca, dan pernah membaca buku–buku lagi.

Berkat dorongan dari Syaikh Darwis, Muhamad Abduh belajar di Thanta dan kemudian melanjutkan belajar di Al-Azhar dan bertemu dengan Jamaludin al-Afghani pada tahun 1869. (Abduh mampu menamatk pendidikan dan memperoleh peringkat Kedua, di karenakan banyak opini yang berkembang, yakni pro-kontra antara dosen pengujinya ketika itu, ia ber umur 28 tahun (Abduh, 1344H) Pertemuannya dengan Jamaludin al-Afghani mengubah pemikirannya dari penguasaan teori-teori ilmiah ke arah sikap praktis.

Muhammad Abduh bersama gurunya al-Afghani aktif dalam berbagai bidang sosial dan politik yang kemudian menyebabkan ia bertempat tinggal di Paris dan menguasai bahasa Perancis, menghayati kehidupan masyarakat serta berkomunikasi dengan pemikir-pemikir Eropa.

Muhammad Abduh bersama Jalaludin al-Afghani membentuk organisasi al-Urwatul al-Wutsqo di Paris dan menerbitkan majalah dengan nama yang sama, sebagai media perjuangan. (Rais, 2001). Satu tahun kemudian Abduh diijinkan kembali ke Mesir, kemudian diangkat menjadi hakim pada Pengadilan Tinggi. Selanjutnya ia diangkat menjadi Mufti Negara hingga wafat pada tahun 1905. (qad, tt:122). Muhammad Abduh termasuk salah seorang pembaru dan ali pikir Muslim yang hidup pada pertengahan abad ke-19 di Mesir.

2. Analisis Abduh Sebab-sebab Kemunduran Ummat Islam

Muhammad Abduh menyadari kemunduran masyarakat muslim bila dikontraskan dengan masyarakat Eropa. Menurut analisisnya, kondisi lemah dan terbelakang ini disebabkan oleh faktor eksternal, seperti hegemoni Eropa yang mengancam eksistensi masyarakat muslim, dan faktor internal, yaitu situasi yang diciptakan kaum muslimin sendiri.

Menurut Muhammad Abduh dalam (Iswanto, 2020) bahwa bangsa Eropa telah memasuki fase baru yang bercirikan peradaban yang berdasarkan ilmu pengetahuan, seni, industri, kekayaan dan keteraturan, serta organisasi politik baru yang berdasarkan pada penaklukan yang disangga oleh sarana baru, seperti melakukan perang, dan didukung oleh senjata yang mampu menyapu bersih banyak musuh. Mereka dianggap sebagai agresor, karena berusaha merebut negeri bangsa lain, Muhammad Abduh ditanya bagaimana pendapatnya tentang keadaan kebijakan Mesir dan Inggris di sana, maka ia menjawab:

“Kami, bangsa Mesir dari Partai Liberal, pernah percaya kepada liberalisme dan simpati Inggris. Kini kami tidak lagi percaya karena fakta lebih kuat dibandingkan dengan kata-kata. Kami lihat sikap leberal anda hanyalah untuk anda sendiri, simpati anda kepada kami seperti simpatinya serigala kepada domba yang akan disantapnya.” (Rahnema, 1998)

Faktor internal yang menyebabkan kemunduran dan keterbelakangan ummat Islam adalah paham jumud yang terdapat dikalangan ummat Islam. Dalam kata jumud terkandung arti keadaan membeku, keadaan statis, tidak ada perubahan. Karena dipengaruhi paham jumud itulah maka ummat Islam tidak menghendaki perubahan dan

(4)

43

tidak mau menerima perubahan, ummat Islam hanya berpegang pada tradisi. Sikap ini dibawa oleh orang-orang bukan Arab (‘ajam) yang kemudian dapat mrampas puncak-puncak kekuasaan politik di dunia Islam. Mereka bukan dari bangsa yang mementingkan pemakaian akal sebagaimana yang dianjurkan dalam Al-Qur’an. Mereka berasal dari bangsa yang jahil dan tidak kenal dengan ilmu pengetahuan. Mereka memusuhi ilmu pengetahuan karena ilmu pengetahuan akan membukakan mata rakyat. Rakyat perlu ditinggalkan dalam kebodohannya agar mudah diperintah. Mereka memasukkan ke dalam Islam ajaran-ajaran yang akan membuat rakyat berada dalam keadaan statis, seperti memuja secara berlebih-lebihan kepada syekh atau wali, kepatuhan membuta kepada ulama, taklid kepada ulama-ulama terdahulu, dan tawakkal serta pasrah yang membabi buta kepada qadha’ dan qadar. Dengan demikian akal akan membeku dan berhentilah pemikiran dalam Islam. Semakin lama faham jumud semakin meluas di dalam masyarakat di seluruh dunia Islam. Muhammad Abduh menganggap ini semua adalah bid’ah. Sebagaimana Muhammad bin Abd Al-Wahab dan Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh berpendapat bahwa masuknya berbagai macam bid’ah itulah yang membuat ummat Islam lupa kepada ajaran-ajaran Islam yang sebenarnya. Bid’ah-bid’ah itu pula yang menjadikan masyarakat Islam jauh menyeleweng dari masyarakat Islam yang seharusnya dan yang sebenarnya. (Nasution, 1996).

Menurut Abduh dalam Nasution, (1996)Permusuhan di antara kelompok-kelompok keagamaan dan intelektual yang berbeda-beda kemudian diperuncing oleh kaum politisi, lebih jauh menambah keresahan masyarakat. Akhirnya, kebodohan dan keserbakaburan menjadi gejala umum, dan pertentangan antara ilmu dan agama yang telah dielesaikan Al-Qur’an muncul kembali untuk kedua kalinya. Maka, untuk selanjutnya Muhammad Abduh menyerukan agar umat Islam kembali kepada satu sumber sejati ajaran Islam, yaitu Al-Qur’an. Dia menegaskan bahwa Al-Qur’an jelas-jelas memperlihatkan sunan Allah, yaitu hukum Allah yang tak akan berubah, yang menentukan siklus kemunduran serta kehancuran, dan siklus kemajuan serta kejayaan suatu bangsa. Mengikuti hukum-hukum ini merupakan satu-satunya jalan bagi kebangkitan ummat Islam. Tegaknya suatu masyarakat yang baik dan adil tentulah karena mengikuti ajaran Al-Qur’an.

3. Ide Pemikiran dan Pembaharuan Muhammad Abduh Pada Bidang Pendidikan Munculnya ide-ide pendidikan Muhammad Abduh tampaknya lebih dilatar- belakangi oleh faktor situasi, yaitu situasi sosial keagamaan dan situasi pendidikan pada saat itu. Yang dimaksud dengan situasi sosial keagamaan dalam hal ini adalah sikap yang umumnya diambil oleh umat di Mesir dalam memahami dan melaksanakan ajaran agama dalam kehidupan mereka sehari-hari. Sikap tersebut tampaknya tidak jauh berbedah dari apa yang dialami umat Islam dibagian dunia Islam lainnya. Pemikiran yang statis, taklid, bid’ah dan khufarat yang menjadi ciri dunia Islam saat itu, juga berkembang di Mesir. Muhammad Abduh memandang pemikiran yang jumud itu telah merambat dalam berbagai bidang, bahasa, syari’ah, akidah, dan sistem masyarakat.

Muhammad Abduh berpendapat bahwa penyakit tersebut, antara lain, berpangkal dari ketidak tahuan umat Islam pada ajaran sebenarnya, karena mereka mempelajarinya dengan cara yang tidak tepat. Situasi lain yang memunculkan pemikiran pendidikan Muhamad Abduh adalah sistem pendidikan yang ada saat itu. Seperti diketahui pada abad ke-19 Muhammad Abduh memulai pembaharuan pendidikan di Mesir pembaharuannya yang hanya menekankan perkembangan aspek intelek, mewariskan dua tipe pendidikan pada abad ke-20. Tipe pertama adalah sekolah-sekolah agama dengan al-Azhar sebagai

(5)

44

lembaga pendidikan yang tertinggi.Sedangkan tipe kedua adalah sekolah-sekolah modern, baik yang dibangun oleh pemerintah Mesir, mupun yang didirikan oleh bangsa asing.Kedua tipe sekolah tersebut tidak mempunyai hubungan antara satu dengan lainnya, masing-masing berdiri sendiri dalam memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan pendidikannya.Sekolah-sekolah agama berjalan di atas garis tradisional, baik dalam kurikulum maupun metode pengajaran yang diterapkan.

Ilmu-ilmu Barat tidak diberikan di sekolah-sekolah agama. Dengan demikian pendidikan agama kala itu tidak mementingkan perkembangan intelektual, padahal Islam mengajarkan untuk mengembangkan aspek jiwa tersebut sejajar dengan perkembangan dengan aspek jiwa yang lain. Dari itulah agaknya pemikiran yang statis tetap mendominasi corak pemikiran guru dan murid saat itu, bukan hanya dalam tingkat awal dan menengah, tetapi juga dalam kalangan al-Azhar sendiri.

Sekolah-sekolah pemerintah di pihak lain tampil dengan kurikulum yang memberikan ilmu pengetahuan Barat sepenuhnya, tanpa memasukkan ilmu pengetahuan agama ke dalam kurikulumnya. Dengan demikian, terjadi dualisme pendidikan yang melahirkan dua kelas sosial dengan spirit yang berbeda. Tipe sekolah yang pertama memproduksi ulama’ serta tokoh masyarakat yang enggan menerima perubahan dan cenderung untuk mempertahankan tradisi.Tipe sekolah yang kedua melahirkan kelas elite generasi muda, hasil pendidikan yang dimulai pada abad kesembilan belas. Dengan ilmu-ilmu Barat yang mereka peroleh, mereka dapat menerima ide-ide yang datang dari Barat.

Langkah yang di tempuh Muhammad Abduh untuk meminimalisir kesenjangan dualisme pendidikan adalah uapaya menselaraskan, menyeimbangkan antara porsi pelajaran agama dengan pelajaran umum. Hal ini di lakukan untuk memasukan ilmu-ilmu umum kedalam kurikulum sekolah agama dan memasukan pendidikan agama kedalam kurikulum modern yang didirikan pemerintah sebagai sarana untuk mendidik tenaga-tenaga administrasi, militer, kesehatan, perindustrian. Atas usaha Muhammad Abduh tersebut maka didirikan suatu lembaga yakni “Majlis Pendidikan Tinggi”. Untuk mengejar ketertinggalan dan memperkecil dualisme pandidikan Muhammad Abduh mempunyai beberapa langkah untuk memberdayakan sistem Islam antara lain yaitu:

a. Rekonstruksi Tujuan Pendidikan Islam

Untuk memberdayakan sistem pendidikan Islam, Muhammad Abduh menetapkan tujuan, pendidikan Islam yang dirumuskan sendiri yakni: “Mendidik jiwa dan akal serta menyampaikannya kepada batas-batas kemungkinan seseorang dapat mencapai kebahagian hidup di dunia dan akhirat”.

Pendidikan akal ditujukan sebagai alat untuk menanamkan kebiasaan berpikir dan dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk.Dengan menanamkan kebiasaan berpikir.Muhammad Abduh berharap kebekuan intelektual yang melanda kaum muslimin saat itu dapat dicairkan dan dengan pendidikan spiritual diharapkan dapat melahirkan generasi yang tidak hanya mampu berpikir kritis, juga memiliki akhlak mulia dan jiwa yang bersih.

Dalam karya teologisnya yang monumental Muhammad Abduh menselaraskan antara akal dan agama.Beliau berpandangan bahwa Al-Qur’an yang diturunkan dengan perantara lisan Nabi di utus oleh Tuhan.Oleh karena itu sudah merupakan ketetapan di kalangan kaum muslimin kecuali orang yang tidak percaya terhadap akal kecuali bahwa sebagian dari ketentuan agama tidak mungkin dapat meyakini kecuali dengan akal. (Lubis, 1993).

(6)

45

b. Menggagas Kurikulum Pendidikan Islam Yang Integral

Sistem pendidikan yang di perjuangkan oleh Muhammad Abduh adalah sistem pendidikan fungsional yang bukan impor yang mencakup pendidikan universal bagi semua anak, laki-laki maupun perempuan.Semua harus memiliki kemampuan dasar seperti membaca, menulis, dan menghitung.disamping itu, semua harus mendapatkan pendidikan agama.

Bagi sekolah dasar, diberikan pelajaran membaca, menulis, berhitung, pelajaran agama, dan sejarah Nabi. Sedangkan bagi sekolah menengah, diberikan mata pelajaran syari’at, kemiliteran, kedokteran, serta pelajaran tentang ilmu pemerintah bagi siswa yang berminat terjun dan bekerja di pemerintahan. Kurikulum harus meliputi antara lain, buku pengantar pengetahuan, seni logika, prinsip penalaran dan tata cara berdebat.

Untuk pendidikan yang lebih tinggi yaitu untuk orientasi guru dan kepala sekolah, maka ia mengggunakan kurikulum yang lebih lengkap yang mencakup antara lain tafsir al-quran, ilmu bahasa, ilmu hadis, studi moralitas, prinsip-prinsip fiqh, histogarfi, seni berbicara.

Kurikulum tersebut di atas merupakan gambaran umum dari kurikulum yang di berikan pada setiap jenjang pendidikan. Dari beberapa kurikulum yang dicetuskan Muhammad Abduh, ia menghendaki bahwa dengan kurikulum tersebut diharapkan akan melahirkan beberapa kelompok masyarakat seperti kelompok awam dan kelompok masyarakat golongan pejabat pemerintah dan militer serta kelompok masyarakat golongan pendidik. Dengan kurikulum yang demikian Muhammad Abduh mencoba menghilangkan jarak dualisme dalam pendidikan.

Adapun usaha Muhamad Abduh menggajukan Universitas Al-Azhar antara lain: 1) Memasukan ilmu-ilmu modern yang berkembang di Eropa kedalam al-Azhar. 2) Mengubah sistem pendidikan dari mulai mempelajari ilmu dengan sistem hafalan

menjadi sistem pemahaman dan penalaran.

3) Menghidupkan metode munazaroh (discution) sebelum mengarah ke taqlid.

4) Membuat peraturan-peraturan tentang pembelajaran seperti larangan membaca hasyiyah (komentar-komentar) dan syarh (penjelasan panjang lebar tentang teks pembelajaran) kepada mahasiswa untuk empat tahun pertama.

Dalam bidang pendidikan nonformal Muhammad Abduh menyebutnya sebagai ishlah (usaha perbaikan). Dalam penyelenggaraan pendidikan ini ia melihat perlunya campur tangan pemerintah, terutama dalam mempersiapkan para pendakwah. Muhammad Abduh menekankan mereka dari golongan yang terdidik yang telah mendapatkan pendidikan dengan kurikulum pendidikan tingkat atas. Tugas mereka yang terutama adalah:

1) Menyampaikan kewajiban dan pentingnya belajar

2) Mendidik mereka dengan memberikan pelajaran tentang apa yang mereka lupakan atau belum mereka ketahui.

3) Meniupkan kedalam jiwa mereka cinta pada Negara, tanah air dan pemimpin. Di luar pendidikan formal pun Muhammad Abduh menekankan pentingnya pendidikan akal dan mempelajari ilmu-ilmu yang datang dari Barat. Pendidikan akal menurutnya tidak hanya berlangsung dalam lembaga pendidikan formal, tetapi juga di luarnya, yaitu melalui pengamatan terhadap alam dan gejala-gejalanya.Banyak ayat-ayat

(7)

46

Qur’an yang dapat dijadikan bahan latihan akal. Dari itulah ia mengatakan, bahwa Tuhan menurunkan dua kitab, yaitu kitab yang diciptakan berupa alam semesta dan kitab yang diwahyukan berupa kitab Qur’an yang mulia. Kitab Qur’an menurutnya diturunkan Tuhan untuk membimbing manusia meneliti alam yang diciptakan Tuhan melalui akal yang di anugerahkan-Nya. Dengan demikian keduanya pun merupakan sumber pengetahuan dan mempelajarinya bisa melatih akal untuk berpikir.Di samping itu Muhammad Abduh pun menggalakkan umat Islam untuk mempelajari ilmu-ilmu modern.

Pemikiran pendidikan Muhammad Abduh yang demikian adalah merupakan konsep-konsep yang disusunnya yang belum pernah diterapkannya disekolah mana pun. Mungkin itulah sebabnya mengapa Muhammad al-‘Imarah menyebutnya sebagai suatu ide, bukan fakta yang disusunnya dari hasil pengalaman atau percobaan yang dilakukannya pada sebuah lembaga pendidikan.Meskipun demikian, konsep-konsep yang disusunnya itu menggambarkan pemikiran dan ide-ide baru yang dinamis, yang merupakan suatu terobosan yang dihargai dan disadari nilainya setelah wafat. (Lubis, 1993).

c. Metode Pendidikan Islam

Yang dimaksud dengan metode pendidikan Islam adalah semua cara yang digunakan dalam upaya mendidik anak. Oleh karena itu, metode yang dimaksud di sini mencakup juga metode pengajaran. Sesungguhnya, membicarakan metode pengajaran terkandung juga dalam pembahasan materi pelajaran karena dalam materi pelajaran secara tidak langsung juga membicarakan metode pengajaran.

Sebagai seorang idealis yang rasionalistis, Muhammad Abduh dalam kegiatan mengajar menekankan pada metode yang berprinsip atas kemampuan rasio dalam memahami ajaran Islam dari sumbernya yaitu al-Qur’an dan al-Hadist, sebagai ganti metode verbalisme (menghafal). Sering pula mengajarkan bahasa Arab dengan metode demonstrasi tentang cara-cara menulis huruf Arab dengan jelas dan sederhana. (Muzayyin Arifin, 2009). Metode yang digunakan, oleh Muhammad Abduh diantaranya sebagai berikut:

1) Metode Menghafal

Dalam bidang metode pengajaran Muhammad Abduh menggunakan metode menghafal yang telah dipraktekkan di sekolah sekolah saat itu.Karena metode menghapal ini pulalah Muhammad Abduh frustasi dan membenci belajar saat ia belajar di masjid Ahmadi Thanta. Muhammad Abduh mengkritik metode menghapal bukan berarti membenci metode tersebut, ia tidak setuju dengan metode ini kalau berhenti sampai di situ. Selanjutnya ia mengatakan: "Saya kata Muhammad Abduh, telah mengalami pengajaran seperti ini, belajar setahun setengah tanpa memahami sesuatu dari al-Kafrawi dan Ajrumiyah. Metode pengajaran ilmu nahwu tanpa memahami istilah-istilahnya telah membuatku (Muharnmad Abduh) tidak memahami sesuatu, akhirnya saya benci belajar dan putus asa, tetapi Allah ternyata menghendaki lain, bapak saya memaksaku untuk kembali belajar dan ditengah jalan saya menyimpang [pergi ke Kanisah Urin] ”.

Hendaknya metode menghafal ini hendaknya diteruskan pada pemahaman, sehingga dimengerti apa yang dipelajari. Menurut Arbiyah Lubis, dalam tulisan-tulisan Muhammad Abduh, ia tidak menjelaskan metode apa yang sebaiknya

(8)

47

diterapkan, tetapi dari pengalamannya mengajar di Universitas al-Azhar, Mesir nampaknya ia menerapkan metode diskusi.

2) Metode Diskusi

Dari pengalaman belajar Muhammad Abduh dan kritikannya terhadap metode menghapal, dapat diketahui bahwa ia mementingkan pemahaman, hal itu didukung oleh fakta metode yang ia praktekkan dan ia sukai metode diskusi. Sewaktu Muhammad Abduh menafsirkan sebuah QS. al-Nisa: 35), dalam keterangannya tentang:

ِإ ِنْيَدِلا َوْلاِب َو اًناَسْح

Disebutkan bahwa metode orang tua dalam mendidik anak di Mesir membuat anak sebagai manusia pasif, sehingga mereka (para orang tua) mendidik anak-anak dengan cara diktator. Kebanyakan orang tua mencetak anak-anak sesuai dengan kehendak mereka. Anak-anak dijadikan berpengetahuan atau berilmu sesuai dengan pengetahuan orang tua, anak-anak marah sesuai dengan marahnya orang tua. Anak-anak berbuat sesuai dengan keinginan orang tua, selanjutnya Muhammad Abduh berpikir dan kemudian bertanya: “Apakah dengan metode pendidikan seperti ini akan menghasilkan umat yang kuat dan adil sehingga mereka bebas dalam berbuat baik dalam bidang politik maupun dalam hukum ?”

Rumah adalah lembaga yang menciptakan pendidikan kediktatoran yang buruk dan mencetak kader-kader pemimpin yang zhalim dan yang hina.Para orang tua yang mendidik anak secara diktator sesungguhnya mereka yang gila akan kehinaan mereka anggap suatu kenikmatan dan keselamatan. Selanjutnya, Muhammad Abduh mengatakan,

“Wahai ulama agama dan adab, hendaknya kalian menerangkan kepada umat baik di sekolah-sekolah atau majlis-majlis apa kewajiban orang tua terhadap anak dan apa kewajiban anak terhadap orang tua, dan kewajiban umat terhadap dua kelompok itu.Hendaklah kalian tidak lupa kaidah atau teori kemerdekaan dan kebebasan.Dua kaidah itu adalah landasan dasar berdirinya bangunan Islam.Para sosiolog bagian utara yang berkuasa pada zaman ini (Roma) mengakui bahwa peradaban mereka maju karena mereka berlandaskan dua dasar di atas [kebebasan berpikir dan berbuat].

3) Metode Tanya Jawab

Manusia berhak membuka jalan bagi penuntut ilmu untuk meneliti dalam berbagai ilmu pengetahuan. Contohnya:ia menerangkan kaidah atau sebuah teori, kemudian ia mencari kecocokannya dalam berbagai aspek pekerjaan. Dalam hal ini metode pengajaran, hendaknya guru mengajarkan kepada anak didik cara untuk mengetahui kesalahan dan cara kembali kepada yang benar. Cara yang demikianlah yang dipraktekkan oleh Muhammad Abduh ketika belajar sehingga ia menjadi seorang seorang ahli. Adapun untuk memperdalam suatu ilmu sangat tergantung pada usaha seorang anak didik setelah seseorang lulus dari suatu lembaga pendidikan, maka ia akan mengamalkan apa-apa yang ia peroleh ketika sekolah. Kemudian untuk memperdalam pengetahuannya itu, hendaknya ia belajar lebih lanjut.

Muhammad Qodri Luthfi mengatakan bahwa Muhammad Abduh dalam mengajar menggunakan metode hiwar (tanya-jawab) dan munaqasah (diskusi)

(9)

48

tidak hanya ceramah Memang dua metode tanya jawab dan diskusi bisa berdampingan bahkan pada setiap diskusi ada metode tanya jawab, tetapi mutlak dalam metode tanya jawab ada metode diskusi.

4) Metode Darmawisata.

Muhammad Abduh dalam pemikirannya sering membuat terobosan dalam pendidikan dan pengajaran. Dalam hal metode darma wisata misalnya menyebutkan bahwa rihlah adalah rukun dalam pendidikan. Ketika ingin mengajarkan kepada anak didik materi "pesawat" hendaknya mereka dibawa langsung ke bandara.Ketika ingin mengajarkan "kapal" hendaknya anak didik dibawa ke pelabuhan. Mereka sulit memahami sesuatu yang abstrak.

Kalau dilihat contoh metode darmawisata tersebut di atas, dapat dipahami bahwa salah satu fungsi metode ini untuk dapat dipahami bahwa salah satu fungsi metode ini untuk dapat memahami materi kepada anak didik.Selain itu, metode darmawisata salah satu indikasi bahwa belajar tidak hanya di kelas.Metode pengajaran seperti disebutkan di atas sangat lebih tepat digunakan pada sekolah dasar dimana kemampuan berpikir abstrak anak didik belum matang.

5) Metode Demontrasi

Dalam menyampaikan materi Ilmu-ilmu praktis (fi'liyah) hendaknya tidak hanya diajarkan dengan menyampaikan ilmunya dengan cara berceramah, kemudian anak didik disuruh untuk menghafalnya ilmu-ilmu fi'liyah harus diajarkan dengan cara menyertakan prakteknya, seperti mengajarkan tata cara shalat lima waktu dengan mendemontrasikannya baik di depan kelas maupun di masjid. Lebih lanjut Muhammad Abduh mengatakan: Hendaknya guru mengadakan praktek mengajar di sekolah tidak hanya sebentar, tetapi dalam waktu yang cukup lama, sehingga para calon guru tersebut telah siap ilmu dan mentalnya untuk mengajar di saat mereka telah menjadi sarjana.

d. Metode Latihan

Untuk mengintegrasikan antara pendidikan akal dan jiwa, guru di sekolah harus menyuruh anak didik untuk melakukan shalat lima waktu. Bagi sekolah yang memiliki anak didik beragama non Islam seperti Kristen, maka guru hendaknya tidak menyuruh mereka untuk melaksanakan shalat, namun meskipun anak didik yang non Islam tidak melaksanakan shalat, tetapi nilai-nilai spiritual tersebut tidak boleh hilang dari mereka.

Dari penjelasan tentang pembiasaan ibadah tersebut di atas, dapat dipahami bahwa Muhammad Abduh sangat demokratis dan menghormati kebebasan beragama.Tetapi nilai-nilai akal (intelektual) dan jiwa (spiritual) bersifat universal, sehingga berlaku pada seluruh negara, suku, bangsa, agama, dan sebagainya.

e. Metode Teladan

Pendidik harus dapat mendidik anak didik untuk memiliki sifat kasih sayang terhadap sesama manusia.Dalam mengajarkan pesan kasih sayang itu, guru dapat memberi tauladan kepada anak didik.Tauladan yang baik jauh lebih berpengaruh kepada jiwa anak didik dari pada sekedar teori. Selain aspek tauladan, guru juga harus memperhatikan dan memilih gaya bahasa yang serasi untuk menyampaikan pesan sifat kasih sayang itu. Gaya bahasa yang digunakan guru juga harus memperhatikan aspek efektivitas dan efesiensi.

Dengan demikian bahwa pengajaran yang bertujuan untuk membina akhlak, hendaknya guru menggunakan bahasa yang baik mudah dipahami, jelas, dan tegas,

(10)

49

disampaikan dengan uslub atau tata cara yang baik. Dari beberapa usaha yang dilakukan oleh Muhamad Abduh, meskipun belum sempat ia aplikasikan sepenuhnya secara temporal. Telah memberikan pengaruh positif terhadap lembaga pendididkan Islam. (Suharto, 2006).

4. Peranan Wanita Dalam Bidang Pendidikan

Untuk kepentingan pembaharuan sosial, Muhammad Abduh menyerukan supaya syari’at direvisi agar lebih sesuai dengan tuntutan dunia modern. Pembaharuan yang berkenaan dengan peranan dan kedudukan wanita perlu dilakukan. Di dalam Islam terdapat ajaran tentang kesetaraan gender. Pria dan wanita punya hak dan kewajiban yang sama, mereka juga memiliki nalar dan perasaan yang sama. Antara pria dan wanita terdapat hak dan kewajiban terhadap satu sama lainnya, memiliki tanggung jawab dan kewajiban yang sama terhadap Allah, sama-sama punya kewajiban dan tanggung jawab iman dan Islam, dan sama-sama diseru untuk menuntut ilmu. (Rahnema, 1998) Terkait dengan masalah pendidikan, sebagaimana kesejajaran wanita dan pria dalam hal keampunan dan pahala dari Allah atas perbuatan yang sama, maka wanita juga berhak mendapatkan pendidikan, seperti hak yang didapatkan lelaki. Wanita harus dilepaskan dari rantai kebodohan, dan yang demikian ini hanya mungkin dengan memberikan mereka pendidikan. (Arbiyah Lubis, 1993).

Mengenai pengelolaan keluarga, pria lebih patut jadi pemimpin, karena pria itu kuat dan pria bertanggung jawab memberikan nafkah kepada keluarganya. Menurut ketentuan hukum, suami bertanggung jawab melindungi dan menafkahi isterinya, dan isteri mentaati suami. Hal ini bukan berarti bahwa wanita dapat dipaksa, wanita dan pria punya fungsi komplementer. Wanita untuk pria dan pria untuk wanita, seperti halnya organ tubuh, pria adalah kepalanya dan wanita adalah badannya. Muhammad Abduh berpendapat, jika wanita mempunyai kualitas memimpin dan kualitas membuat keputusan, maka keunggulan pria tidak berlaku lagi. Muhammad Abduh juga termasuk pendukung monogami, menurutnya praktik poligami yang ada di awal Islam itu, tidak boleh ada lagi di dunia modern ini, karena itu poligami harus dilarang. Nabi dan para sahabat itu sangat adil, namun hal ini mustahil bagi manusia lainnya. Kendati syari’at membolehkan beristeri empat, jika memang mampu dan bisa berlaku adil, namun dalam analisis akhirnya, mustahil manusia bisa berlaku adil. (Rahnema, 1999)

Kesimpulan

MuhammadAbduh mengkaji lebih jauh pemikiran tentang pendidikan Islam yang mewakili kelompok modernis-rasionalis yang responsif terhadap adanya perubahan.

Muhammad Abduh melakukan pembaharuan dalam pendidikan Islam dengan cara memgintegrasikan antara ilmu umum dengan ilmu agama. Pendidikan baginya bukan hanya bertujuan mengembangkan aspek kognitif (akal) semata, tetapi juga perlu menyelaraskan dengan aspek afektif (moral) dan psikomotorik (keterampilan) serta aspek spritual. Sehingga Umat Islam terhindar dari kejumudan, keterbelakangan dalam berfikir dan taklid yang berlebihan yang mengakibatkan umat Islam ketinggalan dengan bangsa lain.

(11)

50

DAFTAR PUSTAKA

Abduh, Muhammad. (1996). Risalat Al-Tauhid. Diterjemahkan oleh Firdaus A.N. dengan judul Risalah Tauhid. Jakarta: Bulan Bintang.

Arifin, Muzayyin. (2009). Filsafat Pndidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Black, Anthony. (2006). The History of Islamic Political Though from The Prophet to The Present. Diterjemahkan oleh Abdullah Ali dan Mariana Ariestyawati dengan judul Pemikiran Politik Islam dari Masa Nabi hingga Masa Kini. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.

Fakhry, Majid. (1987). History of Islamic Philosophy. Diterjemahkan oleh R. Mulyadhi Kartanegara dengan judul Sejarah Filsafat Islam. Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya. Fatah, Yasin, A. (2008). Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam. Malang: UIN Press.

Iswanto, (2020) The Concept of Islamic Eduction Muhammada Abduh and Implication on Islamic Education In Indonesia, Studia Religia, Jurnal Pemikiran dan Pendidikan IslamVol. 4 No. 1, Juni 2020, pp. 157-166

Jalaluddin, Usman, S. (1996). Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Grafindo Persada.

Lubis, Arbiyah. (1993). Pemikiran Muhammadiyah dan Muhammad Abduh. Jakarta: Bulan Bintang.

Madjid, Nurcholish. (1994). Kazanah Intelektual Islam. Jakarta: Bulan Bintang.

Nasution, Harun. (1996). Pembaharuan dalam Islam, Sejarah, Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang.

Nasution, Harun. (1998). Islam Rasional, Gagasan dan Pemikiran. Bandung: Mizan. Pohan, I.S. (2019) Konsep Pemikiran Pendidikan Islam Muhammad Abduh, Jurnal Wahana

Inovasi Volume 8 No 1, ISSN : 2089-8592

Rahnema, Ali. (1998). Pioneer of Islamic Revival. Diterjemahkan oleh Ilyas Hasan dengan judul Para Perintis Zaman Baru Islam. Bandung: Mizan.

Shihab, M. Quraish. (2006). Rasionalitas Al-Quran, Studi Kritis atas Tafsir Al-Manar. Tangerang: Lentera Hati.

Sjadzali, Munawir. (1993). Islam dan Tata Negara, Ajaran, Sejarah dan Pemikiran. Jakarta: Universitas Indonesia (UI Press).

Suharto, Toto. (2006). Filsafat Pendidikan Islam. Jogjakarta: Ar-ruzz Media.

Taufik, Akhmad. (2005). Sejarah Pemikiran dan Tokoh Modernisme Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Referensi

Dokumen terkait

Dari sistem informasi perizinan dan manajemen arsip data pada Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, maka pengembangan sistem dengan

Pelaksanaan survai mitra dilakukan pada tanggal 17 April 2020 dengan hasil yang didapat yaitu mengetahui beberapa langkah yang sudah dilakukan oleh Kantor

MONITORING KESIAPAN PERPINDAHAN DAN RAPAT KOORDINASI PEMANTAPAN PROGRAM PERPINDAHAN DAN PENEMPATAN • Terlaksananya pelaksanaan perpindahan transmigran sesuai

Kasus kekerasan seksual anak menjadi fenomena yang semakin marak di Indonesia, salah satunya disebabkan oleh ketidakpekaan dan ketidakpedulian masyarakat terhadap

Dari hasil wawancara mendalam mengenai frekuensi hubungan LSL baik dengan istri ataupun pasangan sesama jenis menunjukkan bahwa dua orang subyek hanya melakukan 3

Janji ini dapat diandalkan, seperti hukum-hukum alam yang tidak berobah dan fakta bahwa alam semesta yang luas tak terbatas tidak mungkin terukur atau terselidiki

Dengan tawaran metodologi ini, ayat- ayat tentang qital lebih dipahami sebagai salah satu instrumen dari sekian banyak instrumen untuk mewujudkan perdamaian yang

Kami berharap sejawat dokter, psikiater, psikolog dan profesi lain yang terkait dengan problem seksual dan marital memiliki kesempatan untuk mendapatkan pengetahuan serta