• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III BIOGRAFI DAN KARYA-KARYA PEMIKIRAN PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM MUHAMMAD ABDUH PADA ABAD 20

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB III BIOGRAFI DAN KARYA-KARYA PEMIKIRAN PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM MUHAMMAD ABDUH PADA ABAD 20"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

23

PENDIDIKAN ISLAM MUHAMMAD ABDUH PADA ABAD 20

A. Biografi Muhammad Abduh

Muhammad Abduh (Bahasa Arab: دمحم هدبع) (Delta Nil, 1849,Alexandria, 11 Juli 1905) adalah seorang pemikir muslim dari Mesir, dan salah satu penggagas gerakan modernisme Islam. Beliau belajar tentang filsafat dan logika di Universitas Al-Azhar, Kairo, dan juga murid dari Jamal al-Din al- Afghani, seorang filsuf dan pembaharu yang mengusung gerakan Pan- Islamisme untuk menentang penjajahan Eropa di negara-negara Asia dan Afrika.

Muhammad Abduh adalah tokoh terkemuka pembaharu islam atau modernism islam. Beliau terkenal dengan pemikirannya yang jenius yang melahirkan banyak paham-paham baru dari Mesir. Muhammad Abduh memiliki nama lengkap Muhammad bin Abduh bin Hasan Khairullah (M.

Quraish Shihab, 1994: 11). Ia dilahirkan dari keluarga petani pada tahun 1849 M atau 1266 H, di suatu desa di Mesir Hilir. Mengenai di desa mana ia dilahirkan masih belum diketahui secara pasti. Sedangkan tahun 1849 M adalah tahun yang umum dipakai sebagai tahun kelahirannya. Ayah Muhammad Abduh bernama Abduh binHasan Khairullah, ia mempunyai silsilah keturunan dengan bangsa Turki yang telah lama tinggal di Mesir.

Sedangkan Ibu dari Muhammad Abduh bernama Junainah (Nasution, Enskiklopedia, 751)

Menurut riwayat hidupnya Ibu Muhammad Abduh berasal dari bangsa Arab yang silsilah keturunannya sampai ke Umar bin Khattab yaitu Khalifah kedua (Khulafaur Rasyidin) (Muhammad Abduh, Risalah Tauhid, 1989).

(2)

Abduh Ibn Hasan Khairullah menikah dengan Ibu Junainah sewaktu merantau dari desa ke desa dan ketika ia menetap di Mahallat Nashr, Muhammad Abduh masih dalam ayunan dan gendongan Ibunya.

Muhammad Abduh lahir dan beranjak dewasa dalam lingkungan pedesaan di bawah asuhan Ibu dan Ayahnya yang tidak memiliki hubungan dengan pendidikan sekolah, tetapi memiliki jiwa keagamaan yang teguh (Nasution, Pembaharuan, 59).

B. Pendidikan dan Pengalaman Muhammad Abduh

Pendidikan Muhammad Abduh dimulai dari Masjid al-Ahmadi Thantha (sekitar 80 Km. dari Kairo) untuk mempelajari tajwid Al-Qur’an.

Setelah dua tahun berjalan di sana, pada tahun 1864 ia memutuskan untuk kembali ke desanya dan bertani seperti saudara-saudara dan kerabatnya. Waktu kembali ke desa inilah ia dikawinkan.

Walaupun sudah kawin, ayahnya tetap memaksanya untuk kembali belajar. Namun Muhammad Abduh sudah bertekad untuk tidak kembali. Maka ia lari ke desa Syibral Khit, tempat di mana banyak paman dari pihak ayahnya yang bertempat tinggal. Di kota inilah ia bertemu dengan Syaikh Darwisy Khidr, salah seorang pamannya yang mempunyai pengetahuan mengenai al- Qur’an dan menganut paham tasawuf asy-Syadziliah. Pada periode ini, Muhammad Abduh sangat dipengaruhi oleh cara dan paham sufi yang ditanamkan oleh sang paman. Ia berhasil merubah pandangan pemuda ini dari seorang yang membenci ilmu pengetahuan menjadi menggemarinya.

Setelah selesai belajar di masjid Syaikh Ahmadi di Thanta, Muhammad Abduh kembali harus meninggalkan keluarga dan istrinya untuk belajar ke Al-Azhar, Kairo, Mesir pada tahun 1866 M. Namun, sistem pengajaran di Al-Azhar ketika itu tidak berkenan di hatinya, karena menurut Abduh “kepada para Mahasiswa hanya dilontarkan pendapat- pendapat para ulama terdahulu tanpa mengantarkan mereka kepada usaha penelitian, perbandingan dan pertarjihan”. Hampir tidak mengherankan kalau pembaharuan sistem belajar mengajar ini menjadi keinginan besar

(3)

Muhammad Abduh selama hidupnya (Dikutip dari Sayyid Quthb,Kasha’ish Al- Tashawwur Al-Islamiy (tanpa tahun), cetakan III, 1968, 19.)

Setelah beberapa tahun belajar di Al-Azhar pada tahun 1871 M, Jamaluddin Al-Afghani datang ke Mesir dalam perjalanan ke Istanbul.

Pada usia ke 23 tahun Muhammad Abduh untuk pertama kalinya berjumpa dengan Al-Afghani (Munawir Sjadzali, 1990, 120). Ketika tahu bahwa Al-Afghani datang ke Mesir, Muhammad Abduh dan teman-teman Mahasiswanya pergi berjumpa ke tempat penginapan Al-Afghani di dekat Al- Azhar. Dalam pertemuan itu Al-Afghani memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada mereka mengenai arti beberapa ayat Alquran. Kemudian ia menjelaskan tafsirannya sendiri.

Muhammad Abduh dinyatakan lulus pada tahun 1877 M dan mendapatkan gelar alim di Al-Azhar pada umur 28 tahun. Setelah lulus dari Al-Azhar, ia juga mengajar dirumahnya, di sana ia mengajar kitab Tahdzib Al-Akhlaq karangan Ibnu Miskawaih, mengajarkan sejarah peradaban kerajaan-kerajaan Eropa karangan Guizot yang diterjemahkan oleh Al- Tahtawi ke dalam bahasan Arab di tahun 1877 M dan mukaddimah Ibn Khaldun (Shihab, Studi Kritis, 14).

Pada tahun 1878 M atas usaha Perdana Mentri Mesir Riadl Pasya, ia diangkat menjadi dosen pada Universitas “Darul Ulum”,di samping itu ia juga menjadi dosen di Al-Azhar (Abduh, Risalah Tauhid, vi. Terj. K.H.Firdaus A.N). Untuk pertama kalinya ia mengajar di Al-Azhar dengan mengajar manthiq (logika) dan ilmu Al-kalam (teologi) (Shihab, Studi Kritis, 14).

Serta mengajar ilmu-ilmu bahasa Arab di Madrasah Al-Idarah wal-Alsun (sekolah administrasi dan bahasa-bahasa).

Dengan berbekal berbagai ilmu agama yang dimilikinya, Muhammad Abduh kemudian menggunakan bidang pendidikan sebagai medan pengabdiannya, dan sekaligus menggunakannya sebagai media untuk menyampaikan gagasan dan pemikirannya. Karena berbagai gagasan dan pemikirannya itu terkadang bertentangan dengan pemikiran penguasa, maka ia

(4)

terkadang berhadapan dengan risiko yang harus ditanggung, ia pernah diasingkan ke luar negri, karena dianggap ikut terlibat dalam revolusi Urabi Pasya pada tahun 1882, selanjutnya pada tahun 1884, ia diminta oleh Al- Afghani untuk datang ke Paris dan bersama-sama menerbitkan majalah al- Urwah al-Wusqa. Selanjutnya pada tahun 1885 ia pergi ke Beirut dan mengajar disana. Akhirnya atas bantuan temannya, pada tahun 1888 ia diizinkan pulang ke Kairo. Disana ia kemudian diangkat menjadi hakim, dan pada tahun 1894 ia menjadi anggota Majelis Al-A’la al-Azhar dan telah banyak memberikan sumbangan pemikiran bagi pembaruan Mesir dan dunia Islam pada umumnya.

Selanjutnya pada tahun 1899 ia diangkat sebagai Mufti Mesir hingga akhir hayatnya pada tahun 1905 dalam usia kurang lebih 56 tahun (Abuddin, 2012.

307-308).

C. Dasar dan Corak Pemikiran Pendidikan Muhammad Abduh

Dengan latar belakang pendidikan dan kaum intelektual, pengalaman serta motivasi yang kuat untuk mesejahterakan dunia Islam, Muhammad ABduh tidak hanya memiliki pemikiran pendidikan yang bercorak modern, melainkan juga memiliki pemikiran dalam bidang politik, kebangsaan, sosial kemasyarakatan, teologi dan filsafat. (Djarnawi, 1986:64)

Selain itu, corak pemikirannya juga berdasar pada pemikiran teologi rasional, filsafat dan sejarah. Dengan dasar corak pemikirannya yang demikian itu, maka Muhammad Abduh dapat mengemukakan gagasan dan pemikirannya dengan cara yang segar dan sesuai dengan perkembangan zaman pada waktu itu (Ibid, hal 308).

D. Pemikiran Pembaharuan Pendidikan

Pemikiran pendidikan Muhammad Abduh memfokuskan pada masalah dikotomi pendidikan, mengembangkan kelembagaan pendidikan, pengembangan kurikulum dan metode pengajaran. Beberapa gagasan dan pemikirannya ini dapat dikemukakan secara singkat sebagai berikut:

1. Menghilangkan Dikotomi Pendidikan

(5)

Menurut Muhammad Abduh, bahwa di antara faktor yang membawa kemunduran Islam adalah karena adanya pandangan dikotomis yang dianut oleh umat islam, yakni dikotomi atau mempertentangkan antara ilmu agama dan ilmu umum. Berbagai lembaga pendidikan Islam di dunia pada umumnya hanya mementingkan ilmu agama, dan kurang mementingkan ilmu umum.

Menurut Muhammad Abduh, corak bentuk pendidikan yang demikian itu akan berdampak negative dalam dunia pendidikan. Sistem madrasah lama akan menghasilkan ahli ilmu agama, sedangkan sekolah pemerintah mengeluarkan tenaga ahli yang tidak mepunyai visi dan wawasan keagamaan. Keadaan ini mirip yang terjadi di Indonesia sebelum tahun 70-an. Yakni pada waktu itu madrasah bernaung di bawah Departemen Agama, yang hanya mengajarkan ilmu agama, sedangkan sekolah berada di bawah Kementerian Pendidikan Nasional kurang mementingkan agama (Ibid. Hal 309).

Memang pendidikan adalah tolok ukur suatu bangsa akan kemajuannya, sistem pendidikan seperti ini atau biasa dikatakan sebagai dualisme pendidikan harus diperbaiki, dikutip dari bukunya Ris’an Rusli, Menurut Muhammad Abduh sekolah-sekolah umum harus diajarkan agama, sedangkan di sekolah- sekolah agama harus diajarkan ilmu pengetahuan modern (Harun Nasution.

1975: 7). Ia ingin membawa ilmu-ilmu modern yang sedang berkembang di Eropa ke dalam al-Azhar. Ia ingin membuat al-azhar serupa dengan universitas- universitas yang ada di Barat. Umat Islam harus belajar bahasa-bahasa Barat, menurutnya seseorang baru bisa disebut ulama jika memahami bahasa Barat, terutama Perancis dan Jerman (Abduh, 1992: 24). Dengan usulan tersebut Muhammad Abduh berharap berbagai lembaga pendidikan di berbagai Negara lainnya akan mengikutinya, karena Universitas al-Azhar pada saat itu adaah merupakan lambang dan panutan pendidikan Islam di Mesir khususnya, dan di dunia Islam pada umumnya (Abuddin, 2012:309).

2. Pengembangan Kelembagaan Pendidikan

Dalam upaya mengembangkan kelembagaan pendidikan, Muhammad Abduh mendirikan sekolah menengah pemerintah untuk menghasilkan tenaga ahli dalam berbagai bidang yang dibutuhkan, yaitu bidang

(6)

administrasi, militer, kesehatan, perindustrian, dan sebagainya. Melalui berbagai lembaga pendidikan ini, muhammad Abduh berupaya memasukan pelajaran agama, sejarah dan kebudayaan Islam (Ibid, hal 310).

Selain itu, madrasah-madrasah yang berada di naungan al-Azhar, Muhammad Abduh mengajarkan Ilmu Manthiq, Falsafah dan Tauhid. Hal ini merupakan gagasan baru, karena sebelumnya al-Azhar memandang Ilmu Manthiq dan Falsafah itu sebagai barang haram. Selain itu, di rumahnya Muhammad Abduh juga mengajarkan kitab Tahzib al-Akhlaq karangan Ibn Miskawih, serta kitab sejarah peradaban Eropa yan telah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, karangan seorang Prancis. Dalam upaya mengajarkan ilmu- ilmu umum bahwa ilmu yang ada di dunia memang harus dipelajari, dan di ajarkan ke sesame asal ilmu itu bermanfaat bagi khalayak umum dan bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Agama dan ilmu umum berharap bisa akur dan membangun pemahaman baru yang lebih sejahtera dan bisa membawa perubahan besar bagi umat Islam, sebab kemunduran Islam dalah Karena tidak belajar lebih dan berhenti di suatu tempat, dengan munculnya pemikiran Muhammad Abduh akan membawa pemahaman baru yang lebih efisien.

3. Pengembangan Kurikulum

Muhammad Abduh melakukan pengembangan kurikulum Sekolah Dasar, Sekolah Menengah dan Kejuruan, serta Universitas Al-Azhar.

Pengembangan tersebut secara singkat dapat dikemukakan sebagai berikut:

a. Pengembangan Kurikulum Sekolah Dasar

Sekolah Dasar dianggap menjadi pondasi meletakan dasar pemahaman yang efektif. Mata pelajaran agama dijadikan pelajaran wajib pada semua mata pelajaran. Pandangan ini mengacu pada anggapan bahwa ajaran agama Islam adalah dasar pembentukan jjiwa pribadi Muslim.

b. Pengembangan Kurikulum Sekolah Menengah dan Sekolah Kejuruan

Selain pelajaran Manthiq dan Falsafah Muhammad Abduh memasukan pelajaran sejaran peradaban Islam dengan maksud agar umat Islam

(7)

mengetahui keunggulan yang pernah dicapai umat Islam di masa silam, sebagai pemicu lahirnya kebanggaan menjadi umat Islam untuk membangun kejayaan umat Islam yang akan datang.

c. Pengembangan kurikulum Universitas Al-Azhar

Pengembangan kurikulum universitas Al-Azhar disesuaikan dengan kebuthan masyarakat pada saat itu dengan para lulusa pendidikan, yakni orang- orang yang dapat berpikir kritis, komprehensif, progresif, dan seimbang tentang ajaran Islam, yaitu para ulama yang intelek ulama modern, dengan hal ini Muhammad Abduh mengusulkan mata kuliah filsafat, logika, dan lmu pengethauan modern kedlaam kurikulum Universitas AL-Azhar.

d. Pengembangan Metode Pengajaran

Menurut Muhammad Abduh metode pengajaran dengan hafalan perlu dilengkapi dengan metode rasional dan pemahaman. Dengan hal ini disamping siswa bisa menghafal, siswa juga bisa berfikir kritis, objektif, dan komprehensif. Muhammad Abduh mengusulkan memasukan metode diskusi dalam memahami pengetahuan dan menjauhkan diri dari metode taklid buta terhadap para ulama. Selain itu, mengembangkan kebebasan ilmiah di kalangan mahasiswa al-azhar. Ia juga menjadikan bahasa Arab berkembang pesat untuk menerjemahkan teks-teks pengetahuan modern ke dalam bahasa Arab.

Muhammad Abduh memiliki perhatian yang besar pada perkembangan pendidikan Islam. Pemikiran Muhamma Abduh lambat laun akan mempengaruhi dunia pendidikan di seluruh jagat raya di bumi ini, sebagai kaum intelek Muhammad Abduh tidak hanya bisa belajar agama, namun ia bisa belajar ilmu-ilmu lain sebagi penunjang pengetahuan umum tentang dunia, yang akan melahirkan generasi yang melek akan ilmu pengetahuan dan teknologi ynag semakin berkembang dan mengikuti zaman. Pendapat-pendapat dan ajaran-ajaran Muhammad Abduh di atas mempengaruhi dunia Islam pada umumnya terutama dunia Arab melalui karangan-karangan Muhammad Abduh sendiri, dan melalui tulisan-tulisan muridnya seperti Muhammad Rasyid Rida dengan majalah Al-Manar dan TAfsir al-Manar, Qasim Amin dengan buku

(8)

Tahrir al-Mar’ah, Farid Wajdi dengan Dairah al-Ma’arif dan karangan- karangan yang lain, Syeikh Tantawi Jauhari dengan AL-Taj al-Murassa’ bi Jawahir al-Quran wa al-‘Ulum, dengan bukunya Hayah Muhammad; Abu Bakar dan sebagainya; Abbas Mahmud al-Akkad, Ibrahim A. Kadir al-Mazin, Mustafa Abd al-Raziq, Ali Abd al-Raziq, dan Sa’ad Zaglul, bapak kemerdekaan Mesir.

Hikmawan dalam blognya yang berjudul Muhammad Abduh dan pemikirannya menuturkan bahwa, Mohammad Abduh adalah seorang pelopor reformasi dan pembaharuan dalam pemikiran Islam. Ide-idenya yang cemerlang, meninggalkan dampak yang besar dalam tubuh pemikiran umat Islam. Beliaulah pendiri sekaligus peletak dasar-dasar sekolah pemikiran pada zaman modern juga menyebarkannya kepada manusia. Walau guru beliau Jamal Al-Afghani adalah sebagai orang pertama yang mengobarkan percikan pemikiran dalam jiwanya, akan tetapi Imam Muhammad Abduh sebagaimana diungkapkan Doktor. Mohammad Imarah, adalah seorang arsitektur terbesar dalam gerakan pembaharuan dan reformasi atau sekolah pemikiran modern.

Melebihi guru beliu Jamaluddin Al-Afghani.

Muhammad Abduh memiliki andil besar dalam perbaikan dan pembaharuan pemikiran Islam kontemporer. Telah banyak pembaharuan yang beliau lakukan diantaranya:

1. Reformasi pendidikan

Mohammad Abduh memulai perbaikannya melalui pendidikan.

Menjadikan pendidikan sebagai sektor utama guna menyelamatkan masyarakat Mesir. menjadikan perbaikan sistem pendidikan sebagai asas dalam mencetak muslim yang shaleh.

2. Mendirikan lembaga dan yayasan sosial.

Sepak terjang dalam perbaikan yang dilakukan Muhammad Abduh tidak hanya terbatas pada aspek pemerintahan saja seperti halnya perbaikan

(9)

pendidikan dan Al-Azhar. Akan tetapi lebih dari itu hingga mendirikan beberapa lembaga-lembaga sosial. Diantaranya: Jami’ah khairiyah islamiyah,jami’ah ihya al-ulum al-arabiyah,dan juga jami’ah at-taqorrub baina al-adyan.

2. Mendirikan sekolah pemikiran.

Muhammad Abduh adalah orang pertama yang mendirikansekolah pemikiran kontemporer. Yang memiliki dampak besar dalam pembaharuan pemikiran islam dan kebangkitan akal umat muslim dalam menghadapi musuh- musuh islam yang sedang dengan gencar menyerang umat muslim saat ini.

4. Penafsiran al-Qur’an

Di antara pembaruan yang dilakukan Muhammad Abduh adalah dengan menghadirkan buah karya penafsiran al-qur’an. Adalah Tafir Al-Mannar yang di tulis Muhammad Abduh dan muridnya Muhammad Rasyid Ridho yang telah meberikan corak baru dalam ilmu tafsir. Corak tafsir yang dikembangkan ini disebut Mufassirin “adabi ijtima’i” (budaya masyarakat). Corak ini menurut Muhammad Husein adz-Dzahabi menitik beratkan penjelasan ayat-ayat al- Qur’an pada segi ketelitian redaksinya, kemudian menyusun kandungannya dalam suatu redaksi yang indah dengan menonjolkan segi-segi petunjuk al- Qur’an bagi kehidupan, serta menghubungkan pengertian ayat-ayat tersebut dengan hukum-hukum alam yang berlaku dalam masyarakat dan pembangunan dunia

Diantara prinsip Muhammad Abduh dalam menafsirkan ayat adalah, Al-Qur’an menjadi pokok. al-Qur’an didasarkan segala mazhab dan aliran keagamaan, bukannya mazhab-mazhab dan aliran yang menjadi pokok, dan ayat-ayat Al-Qur’an hanya dijadikan pendukung mazhab-mazhab tersebut.

Kecuali itu, Muhammad Abduh membuka lebar pintu ijtihad. Menurutnya dengan membuka pintu ijtihad akan memberi semangat dinamis terhadap perkembangan Islam dalam seluruh aspeknya.

(10)

Muhammad Abduh sosok reformis yang diakui dunia, berbagai pemikirannya masuk ke berbagai negara, mengubah cara pandang Islam dalam menentukan kebijakan-kebijakannya. Salah satu pemikiran pendidikan Muhammad Abduh sudah diimplementasikan di berbagai negara. Sistem pendidikan dan kurikulum dipadukan untuk menjadi sebuah lembaga pendidikan yang dibutuhkan dunia. Sekolah umm dipadukan dengan sekolah agama, itu menjadi sebuah nilai baik dalam dunia pendidikan.

E. Relevansi Pemikiran Muhammad Abduh Tentang Pendidikan

Setiap guru mempunyai strategi dalam mengajar, begitu juga Muhammad Abduh. Muhammad Abduh mengajar dengan menempuh tiga langkah, yaitu: mengutarakan materi (matan), menerangkan (al-syarh), menyebutkan hasyiyah-hasyiyah-nya. Terkadang Muhammad Abduh menambahkan langkah terakhir dengan keputusan atau penentuan sikap. Kalau dilihat dari langkah-langkah yang ditempuh Muhammad Abduh ini, maka dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah pengajaran tersebut pada materi yang mangandung perbedaan pendapat seperti materi pelajaran ilmu kalam dan fiqh.

Muhammad Abduh berusaha agar anak didiknya tidak membaca hasyiyah suatu buku.

Muhammad Abduh juga mengarang Ta’liqat dari buku al-Bashair al- Nashiriyah dalam ilmu mantiq, tetapi ia tidak mewajibkan anak didiknya untuk membacanya. Muhammad Abduh mengarang Ta’liqat tersebut untuk mempermudah mahasiswa Universitas Al-Azhar Mesir dalam memahami pendapatnya tentang ilmu mantiq.

Muhammad Abduh ketika mengajar meletakkan buku catatan materi di depannya, kemudian ia menulis judul materi pelajaran yang akan diajarkan dengan singkat dan jelas. Selain itu, ia juga menulis beberapa pertanyaan yang akan dijawab setiap tatap muka. Muhammad Abduh tidak lupa menulis tujuan pembelajaran setiap tatap muka dengan ungkapan yang variatif. Menurut Rasyid Ridha langkah-langkah pengajaran atau kegiatan pengajaran seperti yang dilakukan oleh Muhammad Abduh sangat berbeda dengan yang dilakukan gurunya Jamaluddin al-Afghani. Jamaluddin al-Afghani pertama kali meminta

(11)

anak didiknya bertanya, kemudian masalah itu diidentifikasi dan selanjutnya ia menerangkannya dengan merujuk suatu buku untuk memahamkan anak didik.

Seperti halnya sekarang pada KTSP, tujuan pembelajaran di tuliskan di papan tulis agar siswa memahami apa yang akan mereka kuasai dalam materi pelajaran. Muhammad Abduh membawa pemikiran anak didiknya kedalam apa yang akan ia sampaikan, agar semuanya pada rencana yang akan dicapai.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memahami pemikiran Muhammad Abduh tentang metode pendidikan dan pengajaran. Ia berpendapat bahwa metode penyampaian ilmu kepada manusia tidak selalu sama. Metode dapat berubah sesuai dengan perubahan tempat dan zaman. Dalam hal ini memang sekarang banyak sekali metode maupun model-model pembelajaran yang akan mengarah siswa kepada student centre, diharapkan siswa akan aktif dan selalu berinovasi dengan kebebasan berpendapat. Muhammad Abduh juga menyarankan untuk metode diskusi, sekarang metode diskusi mengalami perkembangan yang snagat pesat, seperti metode jigsaw, hal ini merujuk pada pemikiran Muhammad Abduh. Muhammad Abduh memang sosok pembaharu yang memajukan sistem pendidikan di dunia. Siswa tidak lagi merasa pasif, siswa bebas berdemokrasi, pembelajaran menyesuaikan keinginan peserta didik.

Disesuaikan dengan psikologis siswa. Tidak heran sampai sekarang mengalami perubahan di dunia pendidikan disekolah umum maupun dimadrasah.

a. Tugas Guru

Muhammad Abduh mengatakan; “Tujuan utama mendirikan sekolah adalah untuk pengajaran”. Pengajaran yang dimaksud oleh Muhammad Abduh tentu pendidikan sekolah formal yang sangat berbeda dengan pendidikan non formal. Pendidikan Sekolah tentu memiliki keteraturan, sedangkan pendidikan non sekolah tentu tentu tidak ada keteraturan formalnya, seperti tidak ada kurikulum yang sama antara satu pendidikan rumah dengan rumah yang lain, tidak seragamnya tujuan pendidikan rumah tangga, tidak sama waktu belajarnya, dan sebagainya.

Oleh karena itu, pengajaran menurut Muhammad Abduh identik dengan keteraturan belajar. Dengan kata lain, pendidikan tidak selamanya melalui, pengajaran tetapi pengajaran adalah salah satu bentuk pendidikan. Jadi

(12)

antara pendidikan dan pengajaran terdapat perbedaan. Menurut Muhammad Abduh, hendaknya dalam pengajaran di sekolah-sekolah selalu diperhatikan pendidikan akal dan jiwa, sehingga anak didik menemukan kebahagiaan yang sempurna selama ia hidup.” Hal ini juga guru mencari latar belakang setiap siswa agar mengetahui berbagai kepribadian siswa. Tidak hanya mengajar namun, guru membawa keceriaan dan keaktifan sebagai pendidik yang di senangi oleh muridnya. Dalam RPP contohnya sudah ditentukan berapa alokasi waktu yang disesuaikan dengan apa saja yang akan disampaikannya. Pola pembelajaran diatur sedemikian rupa agar menjadi sebuah tujuan emas yang akan dicapai guru.

Sikap afektif merupakan komplementasi bagi ranah kognitif. Ia harus berdisiplin yang benar karena guru bukan saja fungsional yang digaji dan yang mempunyai tanggung jawab tertentu yang justru membatasi kewajiban- kewajiban sehingga membuat terciptannya jarak antara guru, murid, dan masyarakat.

Guru bukan hanya sebagi pengajar saja, namun lebih dari itu, guru menurut Muhammad Abduh adalah orangtua kedua siswa yang diharapkan bisa menciptakan hubungan sosial yang baik agar siswa mau belajar dan mengikuti semua apa yang guru maksdukan agar lebih mudah apa yang diinginkan siswa, tidak hanya itu dan tidak hanya guru bersosial di kelas saja namun di luar ruangan kelas, harus memiliki hubungan yang harmonis, agar terciptanya kompetensi sosial yang menarik.

b. Kompetensi Guru

Muhammad Abduh menghendaki guru yang professional, tahu akan ilmu pendidikan, ilmu psikologi, dan sebagainya. Hanya saja ia tidak merincikan kompetensi seorang guru, tetapi setidaknya kritikannya itu dapat dilihat dari potret dirinya sebagai seorang guru sebagaimana digambarkan oleh C.C.Adams.

Mengenai guru yang baik pakar pendidikan C.C Adams menggambarkan bahwa Muhammad Abduh merupakan seorang guru yang bijaksana, mengetahui keadaan objektif muridnya, baik fisik, mental, dan pengetahuan, sehingga dapat mengkomunikasikan segala sesuatunya selama proses pengajaran secara benar.

Dalam hal ini, Muhammad Abduh berkata; “Seharusnya guru memilik

(13)

pengetahuan atau pertimbangan yang memadai tentang muridnya, sehingga ia dapat menilai pemikiran dan kesiapan muridnya untuk menerima apa yang dikatakannya.

c. Sifat Seorang Pendidik

Pendidikan menurut Muhammad Abduh hendaknya berusaha menghasilkan manusia yang berakhlak mahmudah. Oleh karena itu, pendidikan harus menghasilkan insan-insan berakhlak mahmudah. Karena di antara hasil yang akan dicapai dalam pendidikan pembinan akhlak mulia,maka sudah pasti guru sebagai tenaga pendidik juga harus berakhlak mahmudah. Hal ini sesuai dengan kompetensi kepribadian yang harus dimilki oleh pendidik. Pendidik seharusnya bisa menjadi suri tauladan bagi anak didiknya, dikelas maupun diluar kelas.

Dalam rangka mengajarkan akhlak mulia, menurutnya seorang guru harus menjadi tauladan bagi anak didiknya, sehingga kesempurnaan sikapnya menjadi pelajaran tambahan bagi mereka (anak didik). Prilaku yang baik dari seorang guru akan lebih berkesan dan berpengaruh bagi anak didik dari pada ilmu yang ia sampaikan.

Dalam pengajaran geometri, hendaknya guru mengaitkanmya dengan bentuk-bentuk yang berlaku dalam suatu negara. Dalam pengajaran tata bahasa Arab, hendaknya guru menganjurkan untuk digunakan dalam tulis menulis.

Dalam pengajaran tentang pertanian dan industri, hendaknya guru memberi kesempatan untuk praktek lapangan setiap minggu.

Menurut Muhammad Imarah, bahwa Muhammad Abduh menganut madzhab pendidikan demokratis. Ia berpendapat pendidikan harus memperhatikan perkembangan dan periode anak, sehingga bisa menyesuaikan, tujuan, kurikulum, dan metode pengajaran yang layak digunakan oleh guru.

d. Panduan Khusus Pendidik Islam

Telah dikatakan oleh Muhammad Abduh bahwa agama tidak satu tetapi bermacam-macam dan demikian juga madzhab-madzhab dalam agama masing- masing. Oleh sebab itu, hendaknya satu agama dengan agama yang lain saling menghormati akidah masing-masing dan tidak menghina akidah orang lain. Dari keterngan singkat tentang pelajaran agama terdahulu, dapat dipahami dalam

(14)

konteks pendidikan guru menurut Muhammad Abduh harus memberikan materi- materi pelajaran agama yang dapat memperkuat akidah anak didik. Guru tidak boleh memberi keterangan yang berupaya untuk mendiskriditkan agama yang lain. Dalam hal ini Muhammad Abduh dapat disebut penganut madzhab pluralisme dalam ajaran agama.

Sebagai panduan operasional dalam pelajaran agama, hendaknya guru menerapkan nilai-nilai berikut: Menghindari buruk sangka (su’u al-zhan) terhadap agama lain. Guru berusaha mempersatukan semua agama, tetapi bukan mempersatukan akidahnya. Membangkitkan rasa kemanusiaan. Hendaknya ditanamakan oleh guru kepada semua anak didik bahwa semua manusia bersaudara bersumber dari satu bapak dan satu ibu, maka hendaknya yang satu memberi manfaat bagi yang lainnya. Oleh sebab itu semua manusia harus saling mencintai.

e. Tugas Anak Didik

Tugas sebagai anak didik tentunya bermacam-macam. Ada tugasnya terhadap dirinya, terhadap orang tuanya, terhadap teman-temannya, terhadap gurunya, terhadap pendidikan, dan sebagainya. Tugas anak didik terhadap pendidikan menurut Muhammacl Abduh adalah belajar bersungguh-sungguh.

Pendapatnya ini didukung oleh data bahwa ketika ia mengajar di Universitas al- Azhar, mewajibkan mahasiswa bersungguh-sungguh dalam belajar, tidak boleh memiliki kesibukan selainnya. Ia juga mewajibkan mahasiswa untuk mengikuti ujian umum tahunan setelah mereka mengikuti ujian sesuai dengan tingkatan, kepintaran, dan kapasitas keilmuan mereka secara lisan.

Dari uraian tersebut di atas tentang kewajiban belajar dan ujian, dapat dipahami bahwa Muhammad Abduh menerapkan disiplin belajar yang baik.

Kemudian sistem ujian umum tahunan yang dimaksud berbentuk tes tulis setelah dilakukan tes lisan untuk melihat kemampuan mahasiswa yang variatif. Konsep disiplin belajar yang diterapkan oleh Muhammad Abduh masih relevan sampai sekarang. Sistem boarding school dan beberapa pesantren di Indonesia juga masih menerapkan system ini. Adapun sistem ujian lisan dan tulis inipun masih banyak diterapkan di sekolah-sekolah di Indonesia.

(15)

Dengan demikian, di antara tugas anak didik terhadap pendidikan adalah bersungguh-sungguh belajar.Pendapat Muhammad Abduh ini sifat dengan sifat anak didik yang ditemukakan al-Abrasyi. la berpendapat bahwa diantara sifat anak didik adalah bersungguh-sungguh dan tekun belajar, bahkan untuk mendapat suatu kemuliaan (ilmu) seseorang perlu melakukan sahiru al-lail artinya tidak tidur pada malam hari dengan tujuan lainnya tidak dimasukkan dalam konteks ini.

f. Fungsi Motivasi Bagi Anak Didik

Pada fitrahnya, manusia ingin mulia dan dimuliakan. Salah satu bentuk pemuliaan di sekolah adalah pemberian beasiswa, baik beasiswa prestasi ataupun beasiswa tidak mampu. Dalam hal ini, Muhammad Abduh dalam pembaharuannya di Universitas al-Azhar memberikan beasiswa bagi para mahasiswa berprestasi sebagai motivasi untuk lebih bersemangat lagi dalam belajar. Beasiswa yang diberikan kepada mahasiswa termasuk leaving cost.

Sistem pendidikan yang memberikan beasiswa adalah salah satu bentuk memotivasi anak didik yang masih relevan sampai sekarang.Beasiswa sebagai reword sangat berguna untuk membangkitkan semangat belajar yang berimplikasi pada kompetisi anak didik, karena padu dasarnya manusia ingin lebih mulia dari yang lainnya. Konsep ini jugalah yang tersirat dalam ayat fastabiqul al-khairat. Muhammad Abduh tidak saja memperhatikan kesejahteraan mahasiswa, ia juga memperlihatkan kesejahteraan guru-guru dengan memberikan perumahan khusus untuk mereka bagi mereka juga disediakan kantor-kantor khusus untuk bekerja.

g. Perpustakaan dan Anak Didik

Belajar untuk memperoleh ilmu tentu tidak cukup hanya didapatkan dari guru. Demi memperluas wawasan, anak didik harus senang membaca.

Senang membaca, salah satunya dapat dipengaruhi oleh lingkungan. Fasilitas perpustakaan adalah salah satu wadah untuk menciptakan cinta membaca.

Dalam kaitannya dengan perpustakaan, Muhammad Abduh dalam pembaharuannya di Universitas Al-Azhar sangat apresiatif terhadap pengembangan, perpustakaan yang menginventarisir buku-buku. Sebagian perpustakaan itu ditempatkan di mesjid-mesjid yang dekat.

(16)

Oleh sebab itu, Muhammad Abduh menyediakan anggaran khusus untuk menambah buku-buku di perpustakaan, sehingga perpustakaan Universitas al-Azhar mengoleksi buku-huku dari berbagai ilmu pengetahuan.

Perpustakaan adalah hal yang penting mengingat semua buku yang haus kita cari dan dipelajari ada di perpustakaan. Memanfaatkan perpustakaan bagi siswa adalah hal yang baik.

h. Sistem Drop Out dan Anak Didik

Dalam rangka menciptakan kesungguhan belajar anak didik, maka perlu dibuat aturan-aturan, salah satunya adalah sistem droup out. Berkenaan dengan drop out, Muhammad Abduh juga menerapkan sistem ini di Universitas al-Azhar. Paling lama seseorang kuliah di Universitas al-Azhar lima belas tahun.

Delapan tahun pertama, mahasiswa bisa mendapatkan ijazah lokal dan empat tahun berikutnya bisa mendapatkan ijazah sarjana. Hal ini diharapkan menjadi dorongan siswa untuk lulus pada waktunya dan diharapkan akan lebih menimba ilmu ditempat lain. Dan bisa dijadikan sebagai asset bangsa dan berkembangnya ilmu pengetahuan. Muhammad Abduh banyak menyumbang pemikiran yang selalu dkenang dan digunakan sepanjang masa, karena pembaharuannya inilah sebagai tolok ukur Islam untuk bangkit seperti kejayaan masa lalu.

Dengan saling memanfaatkan dan melengkapi sumber ilmu yang sudah ada maupun sama-sama mencari ilmu pengetahuan baik ilmu agama maupun ilmu umum. Memang ilmu agama dan umum diharuskan berjalan beriringan agar tidak adanya kecondongan yang lebih dominan. Seperti halnya mengikuti arah ukhrowi maupun duniawi. Ilmu akans selalu bermanfaat bagi orang lain maupun untuk generasi selanjutnya.

Para pelajar yang menjembatani modernisasi Islam, dengan banyak lahirnya sekolah-sekolah berciri khas Islam. Namun tetap menunjukan prestasi di sekolah umum. Tidak menutupi bahwa yang belajar kedua-duanya akan mendapatkan nilah yang lebih baik disbanding dengan hanya belajar ilmu umum saja atau ilmu agama saja, hidup akan selalu terus berlangsung maka dari itu bagaimana caranya kita sebagai manusia, tetap hidup dengan belajar bagaimana caranya bertahan hidup dengan makan dan minum. Dengan belajar kita akan membuka tabir rahasia yang memang sudah seharusnya manusia

(17)

mengetahuinya. Tdak lain adlah agar manusia beribadah kepad Allah SWT.

Bukan hanya kita belajar saja kerjapun adalah ibadah. Sebagai manusia memang harus bisa bermanfaat bagi orang lain. Guru tidak hanya mengajar saja tapi bagaimana caranya bisa menanamkan sikap kepribadian yang suci.

F. Karya-karya Muhammad Abduh

Adapun karya-karya Muhammad Abduh adalah sebagai berikut:

1. Risalah al-Waridah: kitab yang pertama kali dikarang beliau yang isinya menerangkan ilmu tauhid dari segi tasawuf.

2. Wahdatul Wujud: menerangkan faham segolongan ahli tasawuf tentang kesatuan antara Tuhan dengan makhluk-Nya.

3. Falsafatul Ijtima’ Wattarikh: disusun ketika memberi kuliah di madrasah Darul Ulum, berisi uraian tentang filsafat sejarah dan perkembangan masyarakat.

4. Syarah Nahjul Balagha: uraian dari karangannya sayyidina Ali yang berisi kesusastraan Arab dan menerangkan tentang tauhid serta kebenaran agama Islam.

5. Syarah Bashairun Nasiriyah: uraian tentang ringkasan ilmu mantiq (logika), kitab ini diselesaikan M. Rasyid Ridha.

6. Risalah Tauhid: buku ini berisi masalah bagaimana manusia dapat mengenal ke-Esa-an Tuhan dengan dalil-dalil yang rasional.

7. al-Islamu wa Nashraniyah ma’al ilmi wa madaniyah: berisi tentang pembelaan Islam terhadap serangan agama kristen dalam lapangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan.

8. Tafsir juz ‘amma: tafsir yang isinya untuk menghilangkan segala tahayul dan syirik yang menghinggapi kaum muslimin.

(18)

Selain buku-buku tersebut ada karangan-karangan yang lain seperti:

1. Hasy’iyyah ala Syarh ad Daiwani lil aqo’idil adudiyah

2. Risalah ar rodad ‘ala dhohriyyah, yaitu terjemahan dari karangan Jamaluddin al-Afghani.

3. Maqomat badi’ az-Zamanai al-Hamdi Nizamaut Tarbiyah al-Mishriyah, dan lain-lain.

Referensi

Dokumen terkait

Janji ini dapat diandalkan, seperti hukum-hukum alam yang tidak berobah dan fakta bahwa alam semesta yang luas tak terbatas tidak mungkin terukur atau terselidiki

Pada kejadian hujan yang singkat dan kecil di atas lahan bertajuk lebat (hutan), sebagian besar hujan tertahan oleh intersepsi, sehingga infiltrasi kumulatif untuk sangat

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian empiris adalah metode kualitatif, yaitu hal yang dinyatakan responden atau narasumber baik secara tertulis maupun

Lebih banyak informasi yang diketahui tentang setiap komponen epidemi dan bahkan untuk setiap sub-komponennya pada keadaan tertentu, maka akan lebih dapat memahami dan

Dengan tawaran metodologi ini, ayat- ayat tentang qital lebih dipahami sebagai salah satu instrumen dari sekian banyak instrumen untuk mewujudkan perdamaian yang

Dari sistem informasi perizinan dan manajemen arsip data pada Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, maka pengembangan sistem dengan

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Dalam Pencegahan dan Pengendalian

Pada BAB III berisi pembahasan tentang “Kritik Al Quran Terhadap Gaya Hidup Hedonisme dalam Tafsir Juz Amma Karya Muhammad Abduh” yang meliputi: biografi