• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KEPADATAN POPULASINYAMUK ANOPHELES SUNDAICUS DENGAN TEMPAT PERKEMBANGBIAKAN DI KABUPATEN CIAMIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN KEPADATAN POPULASINYAMUK ANOPHELES SUNDAICUS DENGAN TEMPAT PERKEMBANGBIAKAN DI KABUPATEN CIAMIS"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KEPADATAN POPULASINYAMUK ANOPHELES

SUNDAICUS DENGAN TEMPAT PERKEMBANGBIAKAN DI

KABUPATEN CIAMIS

Relationship between Mosquito Population Density of Anopheles sundaicus and its

breeding places in Ciarais District

Lukman Hakim*, Sugianto*

Abstract. The flight distances of Anopheles sundaicus in Sukaresik District of Ciamis is 910 meters from its breeding places, however the area which is related to mosquito density is not described due to influence of many variables, therefore the study was carried out to determine relationship between flight range and mosquito density .The benefit of data related to priority setting for malaria vector control. The methodology analysis for this study was performed by entomological survey which is divided into 5 zones. The range of zone was 0 into 375 meters from breeding places with different of human density (Zone I was 0 - 75 m, Zone II was 75-150 m, Zone III was 150 - 225 m, zone IV was 225 - 300 m and zone V was 300 - 375 m). Each zone was selected 5 houses for catching stations of mosquito both indoor and outdoor. The number of An. sundaicus which was trapped both indoor and outdoor was combined and grouped by range zone, therefore was calculated the number of proportion each zone. The replication of this study is 3 times at interval of 14 days. The result of proportion was analyzed to figure out each zone relationship between range of potential breeding places mosquito density and human density. The conclusion of this study: the human density under flight range of An. sundaicus area related to mosquito density, however the range of breeding places and human density was not correlated to mosquito density. The recommendation of this study: for malaria control both human density and house density should be considered.

Keywords: Mosquito density, Anopheles sundaicus, human density, Mosquito flight distances

PENDAHULUAN

Secara epidemiologi, penyebaran malaria dipengaruhi oleh keberadaan vektor, sumber parasit dan keadaan lingkungan (environment) (Russel, et al., 1963). Dengan demikian, pengendalian vektor bertujuan menurunkan populasi vektor agar tidak berpengaruh lagi dalam penularan malaria (Soemarto, 1995). Upaya yang dilakukan dalam pengendalian malaria, selain mencegah penularan kepada host baru dan akhirnya menurunkan angka kesakitan dan kematian, juga dilakukan upaya penyembuhan dan pemulihan penderita malaria (WHO, 1993).

Pengendalian vektor yang dilakukan selama ini belum berhasil mencegah penularan malaria secara keseluruhan, salah satunya karena terbatasnya sumber daya yang dimiliki serta belum didukung data entomologi yang lengkap, dengan demikian penentuan prioritas kegiatan belum bisa dilakukan dengan sempurna (Soeroso, 2003).

Selain memerlukan gula sebagai sumber energi (Koella & Sorensen, 2002), nyamuk betina juga membutuhkan darah untuk proses pematangan telur (Foster et al., 1995), karena itu nyamuk akan terbang mendatangi sumber darah yaitu manusia atau binatang berdarah panas. Nyamuk tertarik pada CO2 yang merupakan hasil proses pernapasan manusia atau binatang (Clement, 1995), juga tertarik pada cahaya yang keluar dari penerangan di rumah (Horsfall, 1999 dan Reisen, et al, 2002). Karena itu di pemukiman yang padat, ada kemungkinan populasi nyamuk akan lebih tinggi karena terdapat lebih banyak CO2 dan cahaya.

Kemampuan terbang nyamuk juga dipengaruhi oleh arah dan kecepatan angin, suhu dan kelembaban udara, sehingga kemampuan jangkauan terbang nyamuk tidak sama di setiap wilayah tergantung faktor yang mempengaruhinya (Depkes RI, 2001).

Desa Sukaresik merupakan daerah endemis malaria starta tinggi atau high case incidence (HCI) yang terletak di daerah pantai selatan Kabupaten Ciamis Jawa Barat (UPF-PVRP Jawa Barat, 2001). Nyamuk

(2)

Anopheles spp. yang paling dominan di wilayah ini adalah An. sundaicus dengan puncak kepadatan menggigit pada bulan Oktober dan Nopember (UPF-PVRP Jawa Barat, 2002) dan jangkauan terbangnya mencapai 985 meter dari tempat perkembang-biakannya (Hakim, 2002a). Nyamuk An. sundaicus merupakan spesies yang jangkauan terbangnya sangat tinggi, misalnya di pantai wilayah Kecamatan Simpenan Kabupaten Sukabumi, bisa menjangkau jarak sejauh 1.880 meter (Hakim, 2002b).

Untuk mengetahui kepadatan nyamuk An. sundaicus yang menggigit pada berbagai jarak dari tempat perkembang-biakan potensial vektor malaria serta variasi kepadatan penduduk, telah dilakukan penelitian di Kampung Karang Tirta Desa Sukaresik Kecamatan Sidamulih Kabupaten Ciamis dengan tujuan mengetahui hubungan jarak serta kepadatan penduduk dengan kepadatan menggigit nyamuk An.s sundaicus.

BAHAN DAN CARA Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan diawali dengan survei tempat perkembang-biakan (TP) potensial dengan tujuan mengetahui jumlah, jenis dan posisi TP potensial serta jaraknya ke rumah penduduk. Dilakukan dengan pencidukan larva di genangan air serta pengukuran jarak ke perumahan penduduk. Tempat perkembang-biakan yang ditemukan larva nyamuk Anopheles spp. didefmisikan sebagai TP potensial. Dari survei ini diketahui TP potensial terdiri dari 2

buah tambak udang terbengkalai dan sebidang sawah air payau. Pada tambak udang, ditemukan larva nyamuk Anopheles spp. dengan rata-rata kepadatan 7,6 ekor per cidukan, kadar garam 11,6 ppm, vegetasi airnya adalah lumut dan rumput air dengan kedalam air antara 20 sampai dengan 90 cm. Pada sawah air payau, rata-rata kepadatan Anopheles spp. adalah 3,9 ekor per cidukan dengan kadar garam 7,6 ppm, kedalaman air antara 3 sampai dengan 16 cm, vegetasi air yang ditemukan adalah padi dan rumput air. Ketiga TP potensial tersebut terletak di pinggir sungai sekitar 1 km dari muara dan jarak terdekat ke laut sekitar 600 meter, terhalang oleh aliran sungai dan daratan menyerupai pulau kecil yang memanjang yang terletak di antara sungai dan pantai. Jarak rumah terdekat dari TP potensial dengan arah tegak lurus tepi sungai adalah 24 meter dan terjauh adalah 359 meter.

Selanjutnya dilakukan penentuan luas zona penelitian yaitu wilayah yang terdapat rumah penduduk. Jarak 359 meter, dibagi menjadi 5 wilayah atau zona penelitian, yaitu Zona I mulai dari tepi TP potensial sampai sejauh 75 meter, Zona II yaitu mulai jarak 75 meter sampai dengan 150 meter, Zona III yaitu mulai jarak 150 meter sampai dengan 225 meter, Zona IV yaitu mulai jarak 225 meter sampai dengan 300 meter dan Zona V yaitu mulai jarak 300 meter sampai dengan 375 meter. Lebar masing-masing zona adalah 500 meter yaitu 250 meter ke sisi kiri dan 250 lagi ke sisi kanan TP potensial; dengan demikian luas masing-masing zona 500 meter x 75 meter adalah 37.500 m2 (Gambar 1.).

(3)

Samudra Indonesia

Daratan tidak berpenghuni

_•

Sungai Cikembulan

TPP (tambak) | TPP (tambak)

—-».m m,m.mm.m.m m.m.m m'm

Gambar 1. Zona Wilayah Penelitian di Kampung Karang Tirta Desa Sukaresik Kecamatan Sidamulih Kabupaten Ciamis

Di Zona I terdapat 11 rumah dengan jumlah penduduk 52 jiwa atau kepadatan 13,87 jiwa per hektar juga terdapat 3 ekor ternak besar (sapi), di Zona II terdapat 7 rumah dengan jumlah penduduk 32 jiwa atau kepadatan 8,53 jiwa per hektar juga terdapat 2 ekor ternak besar (sapi), di Zona III terdapat 29 rumah dengan jumlah penduduk 131 jiwa atau kepadatan 34,93 jiwa per hektar, di Zona IV terdapat 19 rumah dengan jumlah penduduk 84 jiwa atau kepadatan 22,40 jiwa per hektar dan di Zona V terdapat 9 rumah dengan jumlah penduduk 41 jiwa atau kepadatan 10,93 jiwa per hektar juga terdapat 6 ekor ternak sedang (kambing). Agar tidak menjadi variabel pengganggu dalam penelitian, seluruh ternak besar dan sedang, dipindahkan keluar wilayah zona penelitian.

Penghitungan Proporsi Kepadatan Menggigit Nyamuk Anopheles sundaicus.

Dilakukan dengan penangkapan nyamuk secara bersamaan di tiap zona penelitian menggunakan umpan orang (human landing collecting) di dalam dan luar rumah. Di tiap zona penelitian, ditentukan 5 (lima) buah rumah sebagai tempat penangkapan nyamuk yang dimulai jam 18.00 sampai dengan jam 06.00. Di tiap rumah, ditempatkan 2 (dua) orang penangkap nyamuk, jadi secara keseluruhan jumlah penangkap nyamuk adalah 10 orang per zona penelitian.

Nyamuk yang tertangkap kemudian diidentifikasi spesiesnya berpedoman kepada Kunci Bergambar Nyamuk Anopheles Dewasa di Indonesia (O'Connor, 1999). Nyamuk An. sundaicus yang menggigit di dalam dan luar rumah digabungkan, selanjutnya dikelompokkan per zona penelitian dan dihitung proporsi kepadatan

(4)

menggigitnya. Suhu dan kelembaban udara di tempat penangkapan nyamuk, diukur dan dicatat. Penangkapan nyamuk ini dilakukan 3 (tiga) pengulangan dengan interval setiap 14 hari.

Analisis data

Variabel yang dikumpulkan dalam penelitian ini, yaitu (1). jarak tegak lurus tepian sungai yang diukur dari TP potensial sampai dengan ujung terjauh Zona penelitian, yaitu 75 meter, 150 meter, 225 meter, 300 meter dan 375 meter. (2). kepadatan penduduk di tiap Zona Penelitian dengan satuan jiwa/km2 dan (3). Proporsi kepadatan menggigit nyamuk An. sundaicus di tiap Zona Penelitian.

Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan variabel jarak dan dan kepadatan penduduk dengan proporsi kepadatan

menggigit nyamuk An.sundaicus, dilakukan dua kali uji korelasi pada derajat kepercayaan 95% antara jarak dari TP potensial ke zona penelitian dan kepadatan penduduk sebagai variable bebas dengan proporsi kepadatan menggigit nyamuk An. Sundaicus sebagai variabel terikat

HASIL

Pada setiap pengulangan, ditemukan nyamuk An. sundaicus yang menggigit dengan proporsi berbeda per zona penelitian maupun tempat menggigitnya. Pada 3 kali pengulangan, jumlah nyamuk An. sundaicus yang menggigit seluruhnya 429 ekor, yaitu menggigit di dalam rumah sebanyak 121 ekor atau 28,21% dan menggigit di luar rumah sebanyak 308 ekor atau 71,79% (label 1).

Tabel 1. Jumlah dan Proporsi Kepadatan Nyamuk Anopheles sundaicus Yang Menggigit Per Zona Penelitian Kampung Karang Tirta Desa Sukaresik Kec. Sidamulih Kab. Ciamis

Zona Penelitian Zona I Zona II Zona III Zona IV Zona V Jumlah Pengulangan I Jml 24 9 54 41 21 149 % 16,11 6,04 36,24 27,52 14,09 100,00 Pengulangan II Jml 43 34 60 23 23 183 % 23,50 18,58 32,79 12,57 12,57 100,00 Pengulangan III Jml 12 14 37 22 12 97 % 12,37 14,43 38,14 22,68 12,37 100,00 Jumlah Jml 79 57 151 86 56 429 % 18,41 13,29 35,20 20,05 13,05 100,00

Pada tiga kali pengulangan, jumlah nyamuk An. sundaicus yang menggigit sebanyak 429 ekor, tertinggi di Zona III sebesar 35,20%, kemudian di Zona IV sebesar 20,05%, di Zona I sebesar 18,41%, di Zona II sebesar 13,29% dan yang paling rendah di Zona V sebesar 13,05%.

Suhu dan kelembaban udara di zona penelitian di tiap pengulangannya, hampir semua sama. Pada pengulangan I, rata-rata suhu udara di Zona Penelitian I sampai dengan IV adalah sama yaitu 31° C dan kelembaban udaranya adalah 95%, sedangkan pada Zona Penelitian V rata-ratanya adalah 30,5 ° C tapi kelembaban udaranya sama yaitu 95%. Pada pengulangan II, rata-rata suhu dan kelembaban udara di seluruh zona penelitian adalah sama yaitu

31,5° C dan 95%, sedangkan pada pengulangan III rata-rata suhunya adalah 30,5 ° C dan kelembaban udaranya adalah 95%.

Hubungan Jarak dari Tempat Perindukan Potensial dan Kepadatan Penduduk Dengan Proporsi Kepadatan Menggigit Nyamuk Anopheles sundaicus.

Dari uji korelasi pada a 0,05, diketahui bahwa variabel jarak dari TP potensial dengan zona penelitian, tidak mempunyai hubungan bermakna dengan proporsi kepadatan menggigit nyamuk An. sundaicus karena menghasilkan P value 0,969 (Gambar 2.); karena itu tidak dilakukan analisa lebih lanjut.

(5)

Zona III Zona IV 225 300_ _.__|__— .— — 35,2 i 20,05 r 40,00 % 30,00% 20,00 % - 10,00% — 0,00%

Gambar 2. Hubungan Jarak Dari TP Potensial Dengan Proporsi Kepadatan Nyamuk An. sundaicus di Kampung Karang Tirta Desa Sukaresik Kecamatan Sidamulih Kabupaten Ciamis

Hubungan bermakna didapatkan pada uji korelasi antara kepadatan penduduk dengan proporsi kepadatan menggigit nyamuk An. sundaicus karena menghasilkan P value 0,000 (Gambar 3.), karena itu

40 30 20 10 0 _________

Kepadatan Pdd

dilakukan analisa lanjutan yaitu untuk mengetahui pengaruh variasi kepadatan penduduk terhadap proporsi kepadatan menggigit nyamuk dan untuk mengetahui bentuk hubungannya.

lal

87

41

Zona II

1 8,53 J_

13,29

Zona III Zona IV Zona V

1 , j

34,93

35,2

22,4

20,05

10,93

13,05

Gambar 3. Hubungan Kepadatan Penduduk Dengan Proporsi Kepadatan Menggigit Nyamuk An. sundaicus di Kampung Karang Tirta Desa Sukaresik Kecamatan Sidamulih Kabupaten Ciamis

Dari uji ANOVA pada a 0,05 dengan variabel bebas variasi kepadatan penduduk dan variabel terikat adalah proporsi kepadatan menggigit nyamuk An. sundaicus, diketahui bahwa tinggi rendahnya kepadatan penduduk berpengaruh terhadap besarnya proporsi kepadatan menggigit nyamuk An. sundaicus karena menghasilkan P value sebesar 0,000. Sedangkan dari uji regresi, diketahui bentuk hubungannya adalah Y = 0,858 X + 4,446 dimana X adalah kepadatan penduduk (j'wa Per km2) dan Y adalah proporsi kepadatan menggigit nyamuk An. sundaicus.

PEMBAHASAN

Dari hasil analisis data diketahui bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara jarak TP potensial dengan proporsi kepadatan menggigit nyamuk An.sundaicus di masing-masing zona penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh wilayah dalam zona penelitian yaitu yang berjarak mulai 0 sampai dengan 375 meter, mempunyai peluang yang sama untuk didatangi nyamuk An.sundaicus. Hal ini dimungkinkan karena seluruh wilayah dalam zona penelitian, masih ada dalam jangkauan terbang nyamuk An. sundaicus yang sangat dipengaruhi oleh kelembaban nisbi udara (Depkes RI, 2001). Dalam penelitian terdahulu yang dilakukan di

(6)

lokasi yang sama dengan metoda mark and recapture, jangkauan terbang nyamuk An. sundaicus bisa mencapai 910 meter (Hakim, 2002a); bahkan di Kabupaten Sukabumi; dengan metoda survai human biting, diketahui jangkauan terbang nyamuk An. sundaicus bisa mencapai 1.750 meter dari TP potensial (Hakim, 2002b). Selain itu, suhu dan kelebaban udara pada masing-masing pengulangannya, tidak berbeda di antara masing-masing zona penelitian.

Suhu dan kelembaban udara, mempunyai pengaruh yang besar terhadap aktifitas nyamuk dan nyamuk. Nyamuk tidak bisa bertahan hidup lama pada suhu dan kelembaban udara yang ekstrim (Clement AN, 1995), suhu optimum untuk perkembangan nyamuk adalah 25°-27°C (Depkes RI, 2001). Karena tidak berbeda di masing-masing zona penelitian, maka suhu dan kelembaban udara memberikan pengaruh yang sama terhadap aktifitas menggigit nyamuk di setiap zona penelitian.

Nyamuk dapat mendeteksi CO2 yang

berasal dari keluaran proses pernapasan ataupun berasal dari sumber lainya, karena itu nyamuk akan mendatangi manusia atau ternak bahkan akan masuk kedalam perangkap CO2 trap, makin tinggi volume

CO2 dan daya tarik lainnya, makin mudah

dideteksi oleh nyamuk sehingga akan berpeluang lebih tinggi untuk didatangi oleh nyamuk(Alexander, 2002). Selain itu, nyamuk juga menyukai cahaya dan akan mendatanginya (Depkes RI, 2001 dan Horsfall, (1999). Dalam penelitian ini, kepadatan penduduk mempunyai hubungan bermakna dengan proporsi kepadatan menggigit nyamuk An. sundaicus, sehingga zona penelitian yang lebih tinggi kepadatan penduduknya, mempunyai proporsi kepadatan menggigit nyamuk An. sundaicus yang lebih tinggi dibanding zona peneleitian lainnya. Hal ini dimungkinkan karena di zona penelitian yang kepadatan penduduknya lebih tinggi, akan menghasilkan volume COa lebih banyak karena jumlah manusia yang bernapas lebih banyak; dengan demikian akan lebih mudah dideteksi oleh nyamuk. Ini selaras dengan laporan percobaan Alexander, L. (2002) yang menyebutkan bahwa CO2 trap yang mengeluarkan CO2 lebih besar,

berhasil menangkap nyamuk yang lebih banyak; tapi dalam laporan tersebut tidak disebutkan volume CO2 paling efektif

menarik nyamuk serta spesies nyamuk apa yang paling tertarik dengan CO2.

Selain itu, zona penelitian yang lebih padat penduduknya mempunyai rumah yang lebih banyak yang juga mempunyai sumber cahaya yang lebih banyak sehingga lebih menarik nyamuk An. sundaicus untuk mendatanginya. Ini sesuai dengan hasil penelitian Horsfall, (1999) yang menyebutkan bahwa beberapa spesies nyamuk Anopheles spp. yang menjadi vector malaria, mempunyai respon positif terhadap cahaya yang dikeluarkan lampu penerangan rumah.

KESIMPULAN

Disimpulkan bahwa jarak tempat perkembang-biakan potensial vektor malaria dengan pemukiman penduduk yang masih berada dalam jangkauan terbang nyamuk, tidak mempengaruhi kepadatan menggigit nyamuk An. sundaicus. Sedangkan kepadatan penduduk di wilayah yang sama, sangat mempengaruhi kepadatan nyamuk An. Sundaicus.

SARAN

Dalam rangka peningkatan efektifitas pengendalian malaria, maka kepadatan penduduk dan jumlah rumah, bisa dijadikan sebagai salah satu bahan dalam penentuan lokasi pengendalian vektor malaria. Dan karena kepadatan menggigit nyamuk juga dipengaruhi oleh variabel lainnya seperti arah dan kecepatan angin, rimbunnya tumbuhan dan lainnya, maka sebaiknya juga dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui hubungan variabel tersebut dengan kepadatan menggigit nyamuk baik An. sundaicus ataupun spesies lainnya.

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam kesempatan ini, kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu terselenggaranya penelitian ini. Terutama kami sampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Ciarnis, Kepala Puskesmas Cikembulan Kecamatan Sidamulih Kabupaten Ciamis, Camat

(7)

Sidamulih Kabupaten Ciamis, Kepala dan seluruh warga Desa Sukaresik Kecamatan Sidamulih Kabupaten Ciamis serta para teknisi yang terlibat dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Alexander, L., 2002, How Does the Carbon Dioxide Mosquito Light Trap Work? http://www.articleinsider.com/home-and- garden/pest-control/carbon-dioxide-mosquito-light-trap.

Clement AN, Mosquitoes Volume 2, Sensory Reception

and Behaviour, CABI Publishing, 1995.

Depkes RI, 2001, Pedoman Ekologi dan aspek Perilaku

Vektor Malaria. Ditjen PPM&PL, Jakarta.

Foster W.A., 1995, Mosquito sugar feeding and

reproductive energetics. Annu. Rev.

Entomol. 40:443-474.

doi:10.1146/annurev.en.40.010195.002303 [PubMed]

Hakim L., Sanusi A., Ivan M., Delia T., 2002a.

Jangkauan Terbang Nyamuk Anopheles sundaicus Di Wilayah Selatan Kabupaten Ciamis. Laporan Kegiatan UPF-PVRP Jawa

Barat.

Hakim L., Suratman M., Superiyatna H, Delia T., 2002b, Jangkauan Terbang Nyamuk

Anopheles sundaicus berdasarkan Penangkapan Umpan Badan di Desa Sukaresik Kecamatan Simpenan Kabupaten

Sukabumi. Laporan Kegiatan UPF-PVRP Jawa Barat.

Horsfall W.E. 1999. Some respons of the malaria mosquito to light. Ann Entomol Soc Am 36:41-45

Koella J.C, Sorensen F.L. Effect of adult nutrition on

the melanization immune response of the malaria vector Anopheles Stephens!. Med.

Vet. Entomol. 2002;16:316-320.

doi:10.1046/j.!365-2915.

O'Connor C.T., Sopepanto A., 1999, Kunci Bergambar Nyamuk Anopheles Dewasa di Indonesia, Ditjen PPM&PLP, Jakarta. Reisen WK, Eldridge BF, Scott TW, Gutierez A,

Takahashi R, Lorenzen K, DeBenedictis J, Swartzell R, 2002. Comparison of dry ice-baited centers for disease control and New jersey light traps for measuring mosquito abundance in California. J Am Mosq Control Assoc 18;158-163

Russell P.F, West L.S, Manwell R.D, MacDonals G, Practical Malariology, Oxpord University Press, London 1963.

Soemarto, 1995, Dasar-Dasar Entomologi Kesehatan. Akademi Penilik Kesehatan Bandung.

Soeroso T., 2003, Review Program ICDC-ADB Tahun

2002-2003, Jakarta.

UPF-PVRP Jawa Barat, 2001, Laporan Validasi Data

P2Malaria Kabupaten Ciamis, 2001.

UPF-PVRP Jawa Barat, 2002, Bionomik Anopheles

sundaicus di Kabupaten Ciamis. Laporan

Kegiatan UPF-PVRP Jawa Barat Tahun 2001.

WHO, 1993, A Global Strategy for Malaria Control, Geneva.

Gambar

Gambar 1. Zona Wilayah Penelitian di Kampung Karang Tirta Desa Sukaresik Kecamatan Sidamulih Kabupaten Ciamis
Tabel 1. Jumlah dan Proporsi Kepadatan Nyamuk Anopheles sundaicus Yang Menggigit Per Zona Penelitian Kampung Karang Tirta Desa Sukaresik Kec
Gambar 2. Hubungan Jarak Dari TP Potensial Dengan Proporsi Kepadatan Nyamuk An.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mencapai interaksi belajar mengajar perlu adanya komunikasi yang jelas antara guru (komunikator) dengan siswa (komunikan). Sehingga terpadu dua kegiatan yang

Hasil studi di Afrika misalnya mengungkapkan bahwa sistem pertanian semi organik ternyata mampu meningkatkan produktivitas dan ketahanan pangan,

Dari dua dalil tersebut fuqahâ‟ berusaha menafsirkannya dengan metode al-jam‘ wa al-tawfîq, bahwa jika ia bisa membedakan darahnya, maka masa haidnya adalah sesuai darah

Arus di perairan Angsana merupakan arus sejajar/ menyusur pantai ( Longsore current), hal ini dikarenakan besar dan arah arus yang ditimbulkan dipengaruhi oleh

Untuk membantu organisasi dan anggota saat ini dan masa depan tenaga kerja ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) bekerjasama dengan para ahli dari

1. Disarankan kepada masyarakat setempat untuk menjaga panorama alam dan lingkungan Pantai Tanjung Setia, sehingga keindahan alam Pantai Tanjung Setia tetap

kebutuhan konsumen, keyakinan konsumen bahwa brand tersebut sesuai dari pada brand lain yang baru muncul dan keyakinan konsumen bahwa brand tersebut dapat memenuhi