• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Path Analysis atau juga dikenal dengan sebutan analisis jalur dikembangkan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Path Analysis atau juga dikenal dengan sebutan analisis jalur dikembangkan"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Path Analysis (Analisis Jalur)

2.1.1 Sejarah Path Analysis

Path Analysis atau juga dikenal dengan sebutan analisis jalur dikembangkan

pertama kali pada tahun 1920-an oleh seorang ahli genetika bernama Sewall Wrigh. mengartikan Path Analysis sebagai “ a technique for estimating the effect’s a set

independents variabels has on a dependents variabel from a set correlation, given a set of hypothesized causal asymmetric relation among variabels” (Kuncoro, 2007).

Teknik-teknik yang dikembangkan Sewall Wrigh merupakan pengembangan korelasi yang diurai menjadi beberapa inteprestasi akibat yang ditimbulkannya. Lebih lanjut, Path Analysis mempunyai kedekatan dengan regresi berganda. Dengan kata lain, regresi berganda merupakan bentuk khusus dari analisis jalur. Teknik ini juga dikenal sebagai model sebab akibat (causing modeling). Penamaan ini didasarkan pada alasan bahwa analisis jalur memungkinkan pengguna dapat menguji proposisi teoritis mengenai hubungan sebab akibat tampa memanipulasi variabel. Manipulasi variabel-veriabel maksudnya ialah memberi perlakuan (treatment) terhadap variabel-variabel tertentu dalam pengukurannya. Asumsi dasar model ini ialah beberapa variabel sebenarnya mempunyai hubungan yang sangat dekat satu dengan lainya (Sarwono, 2007). 2.1.2 Pengertian Path Analysis

“Path Analysis ialah suatu teknik untuk menganalisis hubungan sebab akibat yang tejadi pada regresi berganda jika variabel bebasnya memengaruhi variabel tergantung tidak hanya secara langsung tetapi juga secara tidak langsung”. (Robert D. Retherford 1993 dikutip oleh Widaryano, 2005).

(2)

Sedangkan definisi lain mengatakan: “Path Analysis merupakan pengembangan langsung bentuk regresi berganda dengan tujuan untuk memberikan estimasi tingkat kepentingan (magnitude) dan signifikansi (significance) hubungan sebab akibat hipotetikal dalam seperangkat variabel.” (Paul Webley 1997 dikutip oleh Sarwono 2007).

David Garson dari North Carolina State University mendefinisikan Path Analysis sebagai “Model perluasan regresi yang digunakan untuk menguji keselarasan matriks korelasi dengan dua atau lebih model hubungan sebab akibat yang dibandingkan oleh peneliti. Modelnya digambarkan dalam bentuk gambar lingkaran dan panah dimana anak panah tunggal menunjukkan sebagai penyebab. Regresi dikenakan pada masing-masing variabel dalam suatu model sebagai variabel tergantung (pemberi respon) sedang yang lain sebagai penyebab. Pembobotan regresi diprediksikan dalam suatu model yang dibandingkan dengan matriks korelasi yang diobservasi untuk semua variabel dan dilakukan juga penghitungan uji keselarasan statistik. (David Garson, 2003 dikutip oleh Sunyoto 2011).

Menurut Kuncoro, 2007, teknik Path Analysis adalah teknik yang digunakan dalam menguji besarannya sumbangan (kontribusi) yang ditunjukan oleh koefisien jalur pada setiap diagram jalur dari hubungan kausal antar variabel X1, X2,dan X3 terhadap Y serta dampaknya terhadap Z.

2.1.3 Tujuan Path Analysis

Menurut Sarwono, 2012, tujuan menggunakan Path Analysis diantaranya adalah: 1. variabel tetentu terhadap variabel lain yang dipengaruhinya.

2. Menghitung besarnya pengaruh satu variabel Melihat hubungan antar variabel dengan didasarkan pada model apriori.

(3)

3. Menerangkan mengapa variabel-variabel berkorelasi dengan menggunakan suatu model yang berurutan secara temporer.

4. Menggambarkan dan menguji suatu model matematis dengan menggunakan persamaan yang memadai.

5. Mengidentifikasi jalur penyebab suatu independen exogenous atau lebih terhadap variabel dependen endogenous lainnya.

2.1.4 Manfaat Path Analysis

Manfaat dari model Path Analysis sebagai berikut (Kuncoro, 2007) :

1. Menjelaskan explanation terhadap fenomena yang dipelajari atau permasalahan yang diteliti.

2. Memprediksi nilai variabel terikat (Y) berdasarkan nilai variabel bebas (X), dan memprediksi dengan Path Analysis ini bersifat kualitatif.

3. Faktor determinan yaitu penentu variabel bebas (X) mana yang berpengaruh dominan terhadap variabel terikat (Y), juga dapat digunakan untuk menelusuri mekanisme (jalur-jalur) pengaruh variabel (X) terhadap variabel terikat (Y).

4. Pengujian model

2.1.5 Istilah-istilah dalam Path Analysis

Dalam metode Path Analysis ada beberapa istilah yang digunakan, istilah-istilah tersebut antara lain (Sarwono, 2007) :

1. Model jalur. Model jalur ialah suatu diagram yang menghubungkan antara variabel bebas, perantara dan tergantung. Pola hubungan ditunjukkan dengan menggunakan anak panah. Anak panah-anak panah tunggal menunjukkan hubungan sebab–akibat antara variabel-variabel exogenous atau perantara dengan satu variabel tergantung

(4)

atau lebih. Anak panah juga menghubungkan kesalahan (variabel residue) dengan semua variabel endogenous masing-masing. Anak panah ganda menunjukkan korelasi antara pasangan variabel-variabel exogenous.

2. Jalur penyebab untuk suatu variabel yang diberikan. meliputi pertama jalur-jalur arah dari anak-anak panah menuju ke variabel tersebut dan kedua jalur-jalur korelasi dari semua variabel endogenous yang dikorelasikan dengan variabel-variabel yang lain yang mempunyai anak panah-anak panah menuju ke variabel yang sudah ada tersebut.

3. Variabel exogenous ialah semua variabel yang tidak ada penyebab-penyebab eskplisitnya atau dalam diagram tidak ada anak-anak panah yang menuju kearahnya, selain pada bagian kesalahan pengukuran. Jika antara variabel exogenous dikorelasikan maka korelasi tersebut ditunjukkan dengan anak panah dengan kepala dua yang menghubungkan variabel-variabel tersebut. Dalam istilah lain, dapat disebut pula sebagai independen variabel.

4. Variabel endogenous. Variabel endogenous ialah variabel yang mempunyai anak-anak panah menuju kearah variabel tersebut. Variabel yang termasuk didalamnya ialah mencakup semua variabel perantara dan tergantung. Variabel perantara

endogenous mempunyai anak panah yang menuju kearahnya dan dari arah variabel

tersebut dalam sutau model diagram jalur. Sedang variabel tergantung hanya mempunyai anak panah yang menuju kearahnya. Atau dapat disebut juga sebagai variabel dependen.

(5)

5. Koefesien jalur / pembobotan jalur. Koefesien jalur adalah koefesien regresi standar atau disebut ‘beta’ yang menunjukkan pengaruh langsung dari suatu variabel bebas terhadap variabel tergantung dalam suatu model jalur tertentu. Oleh karena itu, jika suatu model mempunyai dua atau lebih variabel-variabel penyebab, maka koefesien-koefesien jalurnya merupakan koefesien-koefesien-koefesien-koefesien regresi parsial yang mengukur besarnya pengaruh satu variabel terhadap variabel lain dalam suatu model jalur tertentu yang mengontrol dua variabel lain sebelumnya dengan menggunakan data yang sudah distandarkan atau matriks korelasi sebagai masukan.

6. Mediasi. Mediasi ialah perantara yang berfungsi sebagai variabel endogenous pertama terhadap variabel sebelumnya (variabel axogenous) dan sebagai variabel exogenous terhadap variabel endogenous kedua, atau variabel yang secara teoritis memengaruhi hubungan antar variabel independent dengan variabel dependen menjadi hubungan yang tidak langsung dan tidak dapat diamati dan di ukur. Dalam urutan posisi diagram jalur berada pada antara dua variabel dimana pengaruh tidak langsung akan diukur.

7. Total effect. Pengaruh tidak langsung dari satu variabel exogenous melalui variabel endogenous perantara menuju ke variabel endogenous kedua.

8. Direct effect. Pengaruh langsung dari suatu variabel exogenous menuju variabel endogenous.

9. Pengaruh gabungan. Pengaruh dari semua variabel exogenous terhadap satu variabel endogenous yang dikenal dengan nilai r2.

10. Pengaruh parsial. Pengaruh setiap variabel exogenous masing-masing terhadap satu variabel endogenous.

(6)

X1

Z

Y X

2.1.6 Model Path Analysis

Ada beberapa model Path Analysis yang dapat digunakan, mulai dari yang paling sederhana sampai yang paling rumit. Menurut Sunyoto, 2011 model Path Analysis tersebut diantaranya:

1. Model Regresi Berganda (model analisis satu jalur)

Model ini merupakan pengembangan regresi berganda dengan menggunakan dua variabel eksogen, yaitu X1 dan X2 dengan satu variabel endogen. Model ini dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 2.1 Model Regresi Berganda 2. Model Mediasi

Model mediasi atau perantara yaitu dimana variabel Y memodifikasi variabel X terhadap variabel Z. Model ini digambatkan sebagai berikut:

Gambar 2.2 Model Mediasi X2

(7)

X

Y

Z 3. Model Kombinasi

Model kombinasi adalah kombinasi antara model regresi berganda dan model mediasi. Maksudnya variabel X berpengaruh terhadap variabel Z secara langsung dan sacara tidak langsung memengaruhi variabel Z melalui variabel Y. Model ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.3 Model Kombinasi 4. Model Kompleks

Model kompleks yaitu variabel X1 memengaruhi secara langsung Y2 dan melalui variabel X2 secara tidak langsungmemengaruhi Y2, sementara variabel Y2 juga dipengaruhi oleh Y1.

Gambar 2.4 Model Kompleks X1

Y1

X2

(8)

2.1.7 Asumsi-asumsi Path Analysis

Menurut Sarwono (2012) asumsi-asumsi pada Path Analysis adalah sebagai berikut :

1. Adanya linieritas (Linierity) artinya hubungan antar variabel bersifat linier. 2. Adanya aditivitas (Aditivity) artinya tidak ada efek-efek interaksi.

3. Variabel terikat (endogen) minimal dalam skala interval dan rasio.

4. Semua variabel residual (yang tidak diukur) tidak berkolerasi dengan salah satu variabel dalam model.

5. Disturbance terms (gangguan) atau variabel residual tidak boleh berkolerasi dengan semua variabel endogen dalam model.

6. Terdapat multikolinieritas yang rendah, artinya dua atau lebih variabel bebas (penyebab) mempunyai hubungan yang sangat tinggi. Jika terjadi hubungan yang sangat tinggi maka akan mendapatkan standar error yang besar dari koefisien beta (ß) yang digunakan untuk menghilangkan varian biasa dalam melakukan analisis korelasi secara parsial.

7. Adanya rekursivitas artinya semua anak panah mempunyai satu arah, tidak boleh pemutaran kembali (looping)

8. Spesifikasi model sangat diperlukan untuk menginterprestasi koefisien-koefisien jalur. Kesalahan spesifikasi terjadi ketika variabel penyebab yang signifikan dikelurkan dalam model, semua koefisien jalur akan mereflesikan kovarian bersama dengan semua variabel yang tidak diukur dan tidak dapat diinterprestasi secara tepat dalam kaitanya dengan akibat langsun maupun tidak langsung.

(9)

9. Terdapat masukan korelasi yang sesuai, artinya jika menggunakan matriks korelasi sebagai masukan maka korelasi person digunakan untuk dua variabel skala interval. 10. Terdapat ukuran sampel yang memadai minimal 100.

11. Menggunakan sampel probability sampling yaitu teknik pengambilan sampel untuk memberikan peluang yang sama pada setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel.

12. Obseverved variabels diukur tampa kesalahan (instrument pengukuran valid dan reliabel artinya variabel yang diteliti dapat diobservasi secara langsung.

13. Model yang dianalisis dispesifikasikan (diidentifikasi) dengan benar berdasarkan teori-teori dan konsep-konsep yang relavan. artinya model teori yang dikaji atau diuji dibangun berdasarkan kerangka teoritis tertentu yang mampu menjelaskan hubungan kausal antar variabel yang diteliti.

Model Path Analysis berbeda dengan model regresi. Perbedaan tersebut terletak pada pola hubungan yang diinginkan. Model regresi digunakan untuk meramalkan atau menduga nilai sebuah variabel responden Y atas dasar nilai tertentu beberapa variabel prediktor X1; X2; …..,Xk atau pola hubungan yang mengisyaratkan besarnya pengaruh variabel penyebab X1; X2; …..,Xk terhadap sebuah variabel akibat Y, baik pengaruh yang langsung secara individu maupun bersaman. Telaah statistik menyatakan bahwa untuk peramalan / pendugaan niali Y atas dasar nilai-nilai X1; X2; …..,Xk, pola hubungan yang sesuai adalah pola hubungan yang mengikuti model regresi, sedangkan untuk mengetahui hubungan sebab akibat, pola yang tepat adalah model struktural (Kuncoro, 2007). Sacara matematik, Path Analysis mengikuti pola model struktural. Model struktural yaitu apabila

(10)

setiap variabel terikat/endogen (Y) keadaanya ditentukan oleh seperangkat variabel bebas/eksogen (X).

1.2 Rumah Sakit

2.2.1 Defenisi Rumah Sakit

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit berasal dari kata latin hospitium yang berarti suatu tempat tamu diterima. Menurut Anjaryani, 2009 defenisi rumah sakit terdiri dari:

a. Rumah sakit adalah pusat dimana pelayanan kesehatan masyarakat, pendidikan serta penelitian kedokteran terselenggara.

b. Rumah sakit adalah suatu alat organisasi yang terdiri dari tenaga medis professional yang terorganisir serta sarana kedokteran yang permanen menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diaqnosis serta pengobatan penyakit yang diderita pasien.

c. Rumah sakit adalah tempat dimana orang sakit mencari dan menerima pelayanan kedokteran serta tempat dimana pendidikan klinik untuk mahasiswa kedokteran, perawat dan tenaga profesi kesehatan lainnya terselenggara.

d. Rumah sakit adalah sarana upaya kesehatan menyelenggarakan kegiatan pelayanan serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian.

Menurut Pohan (2006) Rumah sakit merupakan tempat penyelenggara layanan kesehatan menyeluruh yang dipadukan dengan penggunaan penemuan teknologi kedokteran keperawatan terkini, Dengan demikian rumah sakit menjadi tumpuan harapan manusia untuk dapat hidup sehat.

(11)

Rumah sakit juga merupakan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan yaitu setiap kegiatan memelihara dan meningkatkan kesehatan serta bertujuan untuk mewujudkan kesehatan optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan dilakukan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan (rehabilitative) yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu serta berkesinambungan (Soejitno ,2002).

Untuk dapat menyelenggarakan, upaya-upaya tersebut dan mengelola rumah sakit agar dapat memenuhi kebutuhan pasien dan masyarakat yang dinamis maka setiap komponen yang ada dirumah sakit harus terintegrasi dalam sistem (Soejitno, 2002). Rumah sakit dalam suatu sistem dapat dilihat pada gambar berikut:

Lingkaran Luar

Sanak saudara, pihak asuransi, peraturan pemerintah, hukum, masyarakat, dsb. Gambar 2.5 Rumah Sakit Sebagai Suatu Sistem

Selain itu juga dipengaruhi faktor lingkungan. Yang dimaksud dengan unsur lingkungan adalah keadaan sekitar yang memengaruhi penyelenggaran pelayanan kesehatan. Untuk suatu institusi kesehatan, keadaan sekitar yang paling terpenting adalah kebijakan, organisasi dan manejemen institusi kesehatan tersebut (Puspita, 2009).

Masukan Pelanggan (sehat & sakit), Dokter, Karyawan, Sarana dan prasarana, peralatan Luaran Pasien sembuh /cacat/ meninggal Proses Pelayanan Medik, ICU & UGD, Rawat Inap, Rawat Jalan, Hasil Akhir Pasien puas atau tidak puas, Rumah sakit maju atau mundur

(12)

2.2.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009, rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Palayanan kesehatan secara paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi

promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative.

Fungsi utama rumah sakit adalah memberikan pelayanan kepada pasien-diagnostik dan terapeutik untuk berbagai penyakit dan masalah kesehatan, baik bersifat bedah maupun non bedah (Tjandra, 2003).

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009, rumah sakit mempunyai fungsi:

a. Penyelenggraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standart pelayanan rumah sakit.

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melaui pelayanan kesehatan yang paripurna

c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

2.2.3 Klasifikasi Rumah Sakit

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009, berdasarkan pembedaan tingkat menurut kemampuan unsur pelayanan kesehatan yang dapat

(13)

disediakan, ketenagaan, fisik dan peralatan, maka rumah sakit pemerintah pusat atau daerah diklasifikasikan menjadi:

a. Rumah sakit kelas A, adalah rumah sakit yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik luas dan subspesialitik luas.

b. Rumah sakit kelas B, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya sebelas spesialialistik dan subspesialistik luas.

c. Rumah sakit kelas C, adalah rumah sakit yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar.

d. Rumah sakit kelas D, adalah rumah sakit yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik dasar.

2.3 Kualitas Pelayanan Rumah Sakit 2.3.1 Pengertian Kualitas pelayanan

Goesth dan Davis (1994) yang dikutip oleh Tjiptono (2004) menyatakan bahwa kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Defenisi kualitas jasa atau kualitas pelayanan berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaian untuk mengimbangi harapan pelanggan.

Tjiptono (2004) menyatakan kualitas pelayanan harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi pelanggan. Hal ini berarti bahwa kualitas yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang atau persepsi pihak penyedia pelayanan, melainkan berdasarkan sudut pandang atau persepsi pelanggan. Pelangganlah yang mengkonsumsi

(14)

dan menikmati pelayanan perusahaan, sehingga merekalah yang seharusnya menentukan kualitas pelayanan.

Menurut Nasutioan (2004) yang dikutip oleh Elisa (2007) ada 2 (dua) faktor utama yang memengaruhi kualitas pelayanan yaitu expected service dan perceived sevice,dimana apabila pelayanan yang dirasakan atau diterima (perceived service) sesuai atau melebihi dengan yang diharapkan maka kualitas pelayanan dipersepsikan baik dan memuaskan, begitu pula sebaliknya jika pelayanan yang diterima lebih rendah dari yang diharapkan maka kualitas pelayanan dipersepsikan buruk.

Pohan (2003) menyatakan palayanan kesehatan yang berkualitas adalah suatu pelayanan yang dibutuhkan, dalam hal ini akan ditentukan oleh profesi pelayanan kesehatan dan sekaligus diinginkan baik oleh pasien maupun masyarakat serta terjangkau oleh daya beli masyarakat. Menurut Azwar (1996) kualitas pelayanan kesehatan menunjukan pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan, yang satu pihak dapat minimbulkan kepuasan pada setiap pasien sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta dipihak lain tata cara penyelenggraanya sesuai dengan standart dan kode profesi yang telah ditetapkan.

2.3.2 Kualitas Pelayanan Rumah Sakit

Kualitas pelayanan rumah sakit adalah derajat kesempurnaan rumah sakit untuk memenuhi permintaan konsumen akan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standart pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit dengan wajar, efesien dan efektif serta diberikan aman dan memuaskan sesuai norma, etika, hukum dan sosio budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah dan konsumen (Lumenta,2000).

(15)

Kualitas pelayanan rumah sakit merupakan produk jasa yang diberikan pihak rumah sakit kepada kliennya. Pelayanan kesehatan yang diberikan rumah sakit merupakan tolak ukur dari kualitas rumah sakit tersebut. Bila suatu rumah sakit telah berhasil memberikan pelayanan kesehatan dengan baik sehingga dapat memberikan kepuasan kepada kliennya, itu berarti rumh sakit tersebut telah memiliki kualitas yang baik (Lestari, 2004).

Kualitas pelayanan rumah sakit bukan hanya ditinjau dari sudut pandang aspek medis yang berhubungan langsung antara pelayanan medis dan pasien saja tetapi juga sistem pelayanan kesehatan secara keseluruhan, termasuk manejemen administrasi, keuangan, peralatan dan tenaga kesehatan lainnya (Wijono, 2000).

2.3.3 Dimensi Pengukuran Kualitas Pelayanan

Menurut Zeithaml dan Berry (1988) dikutip oleh Tjiptono (2005) mengemukakan ada 5 (lima) dimensi yang digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan. Beberapa dimensi tersebut diantaranya:

1. Kehandalan (Reliablility), berkaitaan dengan kemampuan rumah sakit untuk memberikan pelayanan yang sesuai dengan akurat, segera dan sesuai dengan waktu yang disepakati.

2. Daya tanggap (Responsiveness), berkaitan dengan kesedian dan kemampuan para staff untuk membantu pasien dan memberikan palayanan dengan tanggap.

3. Keyakinan (Assurance), berkaitan dengan kemampuan, pengetahuan, keterampilan staff dalam menangani setiap palayanan yang diberikan sehingga mampu menunbuhkan kepercayaan dan rasa aman pada pasien.

(16)

4. Kepedulian (Empathy), berkaitan dengan rumah sakit bertindak demi kepentingan pasien, seperti kemudahan dalam melakukan hubungan komunitas yang baik, perhatian, memahami kebutuhan pasien.

5. Bukti fisik (Tangibles), berkenaan dengan daya tarik fasilitas fisik, perlengkapan yang tersedia, material yang digunakan rumah sakit serta penampilan karyawan.

Gronroons (2000) memaparkan tiga dimensi utama atau faktor yang dipergunakan konsumen dalam menilai kualitas, ketiga dimensi tersebut diantaranya Outcome-Related

(Technical quality), Process-Related (Fungtional Quality), dan Image-Related Dimentions. Ketiga dimensi ini kemudian dijabarkan sebagai berikut:

1. Professionalism and skill, yaitu merupakan outcome-related, dimana pelanggan menganggap bahwa penyedian jasa, para karyawan, sistem operasional dan sumber daya fisiknya memiliki pengetahuan yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah pelanggan secara professional.

2. Attitudes and behavior yaitu merupakan process related. Pelanggan merasa bahwa karyawan dalam memberikan pelayanan selalu memperhatikan mereka dan berusaha membantu memecahkan masalah pelanggan secara spontan dan dengan senang hati. 3. Accessibility and flexibility merupakan process related. Pelanggan merasa bahwa

penyedin jasa, lokasi, jam kerja, karyawan, dan sistem operasionalnya dirancang dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga pelanggan dapat mengakesnya dengan mudah. Selain itu juga dirancang dengan maksud agar dapat bersifat fleksibel dalam menyesuaikan permintaan dan keinginan pelanggan.

4. Reliability and trustworthiness merupakan process related. Pelanggan meyakini apapun yang terjadi atau telah disepakati, mereka bisa mengandalkan penyedia jasa,

(17)

karyawan dan sistem dalam memenuhi janji-janjinya dan bertindak demi kepentingan pelanggan.

5. Service recovery merupakan process related. Pelanggan meyakini bila ada kesalahan atau bila terjadi sesuatu yang tidak diharapkan, penyedia jasa akan segera dan secara aktif mengambil tindakan untuk mengendalikan situasi dan menemukan solusi yang tepat.

6. serviscape merupakan process related. Pelanggan merasa bahwa kondisi fisik dan aspek lingkungan service encounter lainnya mendukung pengalaman positif atas proses jasa.

7. Reputation and credibility merupakan image related. Pelanggan menyadari bahwa bisnis penyedia jasa dapat dipercaya.

2.4 Kepuasan Pasien 2.4.1 Pengertian Kepuasan

Menurut Pohan (2006) kepuasan dapat diartikan sebagai perasaan seseorang atau masyarakat setelah membandingkan hasil yang dirasakan dengan harapannya. Apabila hasil yang dirasakan sama atau melebihi harapannya maka akan timbul perasaan puas, sebaliknya akan timbul perasaan kecewa atau ketidakpuasan apabila hasil yang dirasakan tidak sesuai dengan harapan.

Kepuasan adalah reaksi emosi terhadap kualitas pelayanan yang dirasakan dan kualitas pelayanan yang dirasakan merupakan pendapat menyeluruh atau sikap yang berhubungan dengan keutamaan pelayanan. Dengan kata lain kepuasan pelanggan adalah kualitas pelayanan yang dipandang dari kepentingan konsumen dalam hal ini adalah pasien (Anjaryani, 2009).

(18)

Oliver (1997) dikutip oleh Koentjoro (2007) menyatakan kepuasan merupakan respon pelanggan terhadap dipenuhinya kebutuhan dan harapan. Hal tersebut merupakan penilain pelanggan terhadap pelayanan, yang merupakan cerminan tingkat kenikmatan yang didapatkan berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dan harapan, termasuk didalamnya tingkat pemenuhan yang kurang atau tingkat pemenuhan yang melebihi kebutuhan dan harapan. Setiap pasien memiliki standar pembanding untuk menilai pelayanan yang diterimanya. Hasil penilai tersebut menunjukan persepsi apakah kebutuhan dan harapan dipenuhi atau tidak, yang akan menghasilkan kepuasan atau ketidakpuasan. Ungkapan dari rasa kepuasan atau ketidakpuasan dapat berupa tindakan untuk membeli kembali, memberikan pujian, mengajukan komplain, atau menceritakan apa yang dialaminya kepada orang lain.

Kepuasan pasien terbentuk dari penilain pasien terhadap kualitas/mutu, kinerja hasil, dan pertimbangan biaya yang dikeluarkan dengan manfaat yang diperoleh dari produk atau pelayanan yang diterima (Koentjoro, 2007). Dengan demikian, kepuasan terjadi karena penilaian terhadap manfaat serta kenikmatan yang diperoleh lebih dari apa yang dibutuhkan atau dihatapkan.

2.4.2 Ukuran-ukuran Kepuasan

Menurut Pohan (2006) kepuasan pasien dapat diukur dengan beberapa indikator, indikator-indikator tersebut diantaranya:

1. Kepuasan terhadap akses layanan kesehatan, hal ini dinyatakan oleh sikap dan pengetahuan tentang sejauh mana layanan kesehatan itu tersedia pada waktu dan tempat saat dibutuhkan, kemudahan dalam memperoleh layanan kesehatan, serta sejauhmana pasien mengerti bagaimana sistem pelayanan kesehatan itu bekerja.

(19)

2. Kepuasan terhadap proses layanan kesehatan, termasuk hubungan antar manusia. Hal ini ditentukan dengan malakukan pengukuran sejauh mana ketersedian layanan rumah sakit menurut penilaian pasien, persepsi tentang perhatian dokter atau profesi layanan kesehatan lainnya, tingkat kepercayaan dan keyakinan terhadap dokter, tingkat pengertian tentang kondisi atau diagnos, dan sejauh mana tingkat kesulitan untuk dapat mengerti nasihat dokter atau profesi layanan kesehatan lainnya.

3. Kepuasan terhadap sistem layanan kesehatan, hal ini ditentukan oleh sikap terhadap fasilitas fisik dan lingkungan layanan kesehatan, sistem perjanjian termasuk waktu menunggu serta sifat keuntungan dan layanan kesehatan yang ditawarkan.

Menurut Sabarguna (2008) pengukuran kepuasan pasien meliputi 4 (empat) aspek, keempat aspet tersebut adalah:

a. Kenyamana, meliputi: lokasi rumah sakit, kenyamanan ruang, makanan, peralatan ruang, dan kebersihan rumah sakit.

b. Hubungan pasien dengan petugas rumah sakit, meliputi: keramahan, komunikatif, responatif, suportif, dan cekatan.

c. Kompetensi teknis petugas, meliputi: keberanian bertindak, pengalaman, gelar, terkenal, dan kursus.

d. Biaya, meliputi: mahalnya pelayanana, ada tidaknya keringanan, kemudahan proses. Pengukuran kepuasan pasien menunjukan bahwa upaya untuk mengukur tingkat kepuasan pasien tidaklah mudah, karena upaya untuk memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengukur tingkat kepuasan pasien akan berhadapan dengan suatu kendala kultur, yaitu terdapatnya suatu kecenderungan masyarakat yang tidak mau mengemukakan kritik, apalagi terhadap fasilitas layanan kesehatan milik pemerintah, hal

(20)

ini disebabkan sebagian besar fasilitas layanan kesehatan yang digunakan oleh masyarakat dari golongan strata bahwa (Pohan, 2006).

Pohan (2003) juga mengemukakan ketidakmudahan pengukuran kepuasan pasien dikarenakan layanan kesehatan tidak mengalami semua perlakuan yang dialami pasar biasa. Dalam layanan kesehatan, pilihan-piihan yang ekonomis tidak jelas. Pasien tidak mungkin atau sulit mengetahui apakah layanan kesehatan yang didapatinya optimal atau tidak. Apabila fasilitas layanan kesehatan dianggap produsen suatu layanan kesehatan, akan dijumpai suatu rentetan dari struktur dan proses. Didalam struktur terdapat gedung, peralatan, obat, profesi layanan kesehatan, prosedur, kebijaksanaan dan organisasi. Proses akan menyangkut penyelenggara pelayanan itu sendiri. Keluaran akan menghasilkan sesuatu untuk kepentingan pasien dan penyelenggara dari layanan kesehatan itu sendiri. 2.5 Citra

Peran citra sangat memengaruhi keberhasilan kegiatan suatu lembaga seperti rumah sakit. Citra perusahaan yang positif, akan membantu dalam era kondisi persaingan saat ini. Menurut Zeitham, (1996) dikutip oleh Puspita, (2009) menyatakan citra perusahan yang baik merupakan asset bagi kebanyakan perusahaan, karena citra dapat berdampak kepada kualitas, nilai dan kepuasan.

Citra tidak dapat dicetak seperti membuat barang di pabrik, akan tetapi citra ini adalah kesan yang diperoleh sesuai dengan pengetahuan dan pemahaman seseorang tentang sesuatu. Citra terbentuk dari bagaimana perusahaan melaksanakan kegiatan operasionalnya yang mempunyai landasan pada segi pelayanan (Alma, 2005).

Menurut Andreassen (1998) dalam Puspita (2009) menyatakan citra perusahan dapat diidentifikasi sebagai suatu faktor untuk mengevaluasi jasa dan perusahaan secara

(21)

keseluruhan. Evaluasi secara keseluruhan terhadap perusahaan diukur dengan menggunakan 3 indikator yaitu: (1) pendapat keseluruhan perusahaan, (2) pendapat mengenai kontribusi perusahaan untuk masyarakat dan (3) kesukaan terhadap perusahaan.

Sutojo (2004) mengatakan citra masyarakat terhadap perusahaan didasari pada apa yang mereka ketahui atau mereka kira tentang perusahaan yang bersangkutan. Keberhasilan perusahaan membangun citra dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu:

1. Citra dibangun berdasarkan orientasi terhadap manfaat yang dibutuhkan dan diinginkan kelompok sasaran.

2. Manfaat yang ditonjolkan cukup realitas.

3. Citra yang ditonjolkan sesuai dengan kemampuan perusahaan. 4. Citra yang ditonjokan mudah dimengerti kelompok sasaran.

5. Citra yang ditonjolkan merupakan sarana untuk mencapai tujuan usaha.

Citra perusahaan yang baik dan kuat mempunyai manfaat sebagai berikut: (1) daya saing jangka menengah dan panjang yang mantap, (2) menjadi perisai selama masa krisis, (3) menjadi daya tarik eksekutif handal, (4) meningkatkan efektifitas strategis pemasaran, dan (5) penghematan biaya operasional.

Menurut Goonroos (2000) pengalaman dalam menggunakan jasa merupakan sebuah fungsi dari dua dimensi yaitu Technical quality dan functional. Dua model dimensi kualitas jasa tersebut menentukan citra perusahan, hal ini karena adanya pengaruh pelanggan akan kualitas jasa tersebut. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Cooper (1994) yang dikutip oleh Lita (2004) bahwa pelayanan kesehatan dimiliki dan diberikan kepada pengguna jasa oleh suatu institusi seperti rumah sakit akan berpengaru pada citra rumah sakit tersebut

(22)

Technical quality

2.6 Kerangka Konsep Kualitas Pelayanan

2.7 Hipotesis Penelitian

a. Ada pengaruh antara kualitas pelayanan (Technical quality dan Functional

quality) terhadap kepuasan pasien.

b. Ada pengaruh antara Technical quality terhadap kepuasan pasien. c. Ada pengaruh Functional quality terhadap kepuasan pasien.

d. Ada pengaruh antara kualitas pelayanan (Technical quality dan Functional

quality) dan kepuasan pasien terhadap citra.

e. Ada pengaruh antara Technical quality terhadap citra f. Ada pengaruh antara Functional quality terhadap citra g. Ada pengaruh antara kepuasan pasien terhadap citra

h. Ada pengaruh tidak langsung antara kualitas pelayanan (Technical quality dan

Functional quality) terhadap citra melalui kepuasan pasien Functional

quality

Gambar

Gambar 2.2 Model Mediasi X2
Gambar 2.4 Model Kompleks X1
Gambar 2.5 Rumah Sakit Sebagai Suatu Sistem

Referensi

Dokumen terkait

Subjek penelitian guru, dan peserta didik kelas IV SDN 04 Sungai Kunyit yang berjumlah 22 orang.Teknik penelitian ini adalah teknik obsservasi langsung, teknik

Manfaat penelitian ini yaitu mengetahui seberapa besar kestabilan pondasi perkuatan buis beton dari penurunan dan angka keamanan, dari variasi kedalaman dan material limbah yang

Penelitian mengenai burner head bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi diameter lubang atas burner head dengan variasi diameter lubang 1,5 mm, 2 mm, 2,5 mm, 3 mm,

|jejakseribupena.com, Soal dan Solusi Simak UI Matematika Dasar, 2009

Tomat (Lycopersicum esculentum) merupakan salah satu produk agrikultura yang berpotensi, menyehatkan, mempunyai prospek pasar yang cukup menjanjikan dan memiliki komposisi zat

Beberapa faktor yang berpengaruh kuat terhadap pembentukan persepsi pengguna dalam menggunakan sistem informasi pendataan pendidikan adalah latar belakang pendidikan,

Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Putri (2014), bahwa tidak ada hubungan antara rasio lingkar pinggang panggul dengan kadar kolesterol

Angkasa Pura I (Persero) Cabang Bandar Udara Internasional Adisutjipto Yogyakarta pernah dijadikan tempat Praktik Kerja Lapangan pada tahun 1997 oleh mahasiswa