• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOMUNIKASI DALAM KONTEKS GLOBAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KOMUNIKASI DALAM KONTEKS GLOBAL"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

MODUL PERKULIAHAN

KOMUNIKASI

DALAM KONTEKS

GLOBAL

Pokok Bahasan

1.

Komunikasi Konteks Global

2.

Komunikasi Multi Kultural

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

Ilmu Komunikasi Public Relations

13

42008 Dr. Inge Hutagalung, M.Si

Abstrak

Kompetensi

Modul ini menjelaskan tentang komunikasi dalam konteks global dan multi kultural

Mampu memahami konteks komunikasi dalam konteks global dengan

(2)

Pembahasan

Kemajuan yang dicapai dalam bidang teknologi distribusi dan pertumbuhan ekonomi baru telah mempercepat laju globalisasi. Sebagaimana bidang yang lain, media massa sebagai objek dan agen proses globalisasi juga terkena pengaruh dari fenomena globalisasi. Salah satu pengaruh yang dirasakan oleh media massa adalah adanya kemajuan dalam bidang teknlologi distribusi, dimana dengan teknologi ini media masa tidak lagi mengenal hambatan wilayah dan waktu. Contoh dari kemajuan teknologi distribusi dapat dilihat dari penemuan internet. Melalui internet situasi dunia dapat diketahui dalam waktu yang singkat tanpa harus pergi ketempat dimana peristiwa terjadi.

Disisi lain perkembangan teknologi distribusi telah pula mendorong pertumbuhan ekonomi baru dalam bentuk bermunculannya perusahaan maupun industri yang memproduksi hardware komunikasi seperti CD, VCD, televisi, internet, maupun industri

software komunikasi, seperti microsoft, pemasaran, dan lainnya. Tak kalah penting

mengikuti perkembangan industri ini adalah tumbuhnya hubungan diplomatik dan perdagangan antara negara produsen dengan negara yang akan dijadikan pasar baru bagi produk hardware maupun software yang dihasilkan oleh negara produsen. Akibatnya terbentuklah pola tanah jajahan ekonomi dalam bentuk penciptaan pasar-pasar baru diluar negara produsen, dan terciptanya geopolitik yang tidak berimbang antara negara produsen dan negara yang dijadikan pasar bagi produksi negara produsen. Tercatat adalah Amerika Serikat yang merupakan negara pengekspor utama untuk produk teknologi komunikasi baik

hardware maupun software, hal ini terjadi karena Amerika dikenal sebagai negara yang

memiliki produksi berita serta hiburan populer yang paling maju dan memiliki teknologi serta infrastruktur komunikasi yang paling canggih di dunia.

Kemajuan industri teknologi dalam bidang komunikasi telah pula meningkatkan periklanan sebagai bagian dari komunikasi massa international, yaitu untuk menunjang pemasaran dan penjualan produk keseluruh pasar yang tersebar di seluruh dunia.

Pada kenyataannya, pengaruh globalisasi pada media massa hanyalah menciptakan ketergantungan negara berkembang pada negara maju terkait dengan produksi hardware maupun software dalam bidang teknologi komunikasi, dan tidak menghasilkan pertumbuhan ekonomi bagi negara berkembang, sebaliknya justru menguntungkan negara maju dan menciptakan tumbuhnya pasar-pasar baru di negara berkembang.

(3)

KEPEMILIKAN DAN PENGAWASAN MEDIA MULTINASIONAL

Perkembangan globalisasi terkait media massa ternyata tidak saja menciptakan ketergantungan dibidang pengadaan produk perangkat teknologi komunikasi (hardware maupun software), tetapi juga menciptakan ketergantungan dibidang pemberitaan media massa.

Tercatat bahwa berita merupakan produk pertama yang diperjual belikan melalui kantor berita internasional yang menjadi penyedia berbagai macam jenis berita. Pertumbuhan kantor berita internasional pada abad ke 20 banyak dipengaruhi perkembangan teknologi dan didorong oleh timbulnya perang, perdagangan, dan ekspansi imperialisme dan industri. Kantor berita utama pada era pasca Perang Dunia II antara lain adalah North American (UPI dan Associated Press), British (Reuters), French (APP) dan Russian (Tass).

Selain Amerika, Eropa telah menjadi penghasil dan konsumen terbesar berita-berita luar negeri. Lebih lanjut Peterson (1998) menyatakan bahwa paling tidak ada tiga buah kantor berita televisi yang mengawali pemberitaan secara internasional yaitu Reuters, WTN (World Television News), APTV (Associated Press Television News). Dengan adanya kantor berita secara global mengakibatkan terjadinya kesamaan pada sistem media, penyebaran informasi berita, maupun produksi siaran hiburan diseluruh dunia, baik melalui televisi, surat kabar, film, buku maupun radio. Disisi lain, adanya kesamaan sistem menyebabkan audience dapat melakukan pilihan terhadap media dari negara lain.

Dalam perkembangannya globalisasi dan konsentrasi perusahaan media besar cenderung mengarah pada cartel forming, dimana sejumlah perusahaan raksasa bekerjasama dan berkompetisi sedemikian rupa untuk menguasai ‟pasar informasi dan hiburan‟ dunia, seperti yang dilakukan perusahaan raksasa Amerika Time Warner, Disney, dan Viacom, dan empat buah perusahaan diluar Amerika yaitu Seagram, Bertelsmann, Sony, dan News Corporation.

Terkait dengan adanya pengaruh globalisasi pada media massa (informasi dan hiburan), maka perlu diperhatikan mengenai sejauh mana isi dari informasi dan hiburan yang masuk dari luar sebuah negara dapat dikontrol. Mekanisme utama dalam pengawasan tidak selalu berbentuk kebijakan atau hukum, ataupun kebijaksanaan ekonomi terkait masalah import, akan tetapi pengawasan dapat dilakukan melalui pen-dubbing-an suara ataupun terjemahan dalam bahasa sendiri. Disisi lain, pengawasan perlu diperhatikan karena globalisasi dalam media disadari atau tidak, juga membawa dampak akan timbulnya budaya yang homogen dan kebarat-baratan. Selain itu globalisasi juga berpotensi untuk

(4)

menurunkan tingkat komunikasi secara nasional dan meningkatkan arus komunikasi secara dunia, tanpa kendala waktu dan batas wilayah.

KETERGANTUNGAN MEDIA INTERNATIONAL

Menurut teori ketergantungan, kondisi yang diperlukan dalam menyingkirkan hubungan ketergantungan adalah dengan memiliki self-sufficiency (mampu memenuhi kebutuhan sendiri) dalam kaitannya dengan informasi, ide, dan budaya. Sebuah analisis berbagai bentuk komunikasi international mengajukan sebuah model dengan dua dimensi yang merupakan faktor penentu utama pada tahap ketergantungan atau otonomi, yaitu

technology axis (hardware /perangkat keras versus software/perangkat lunak) dan communication axis (produksi versus distribusi). Model tersebut menggambarkan rangkaian

dari sender (pengirim) kepada receiver (penerima) yang dimediasi oleh sistem produksi dan distribusi berbasis teknologi. Model tersebut menggambarkan kondisi ketergantungan proses komunikasi dari negara-negara berkembang pada teknologi komunikasi yang diproduksi negara maju. Pada teori ketergantungan, media digambarkan sebagai bagian dari sistem eksploitasi modal asing dan berfungsi untuk meningkatkan dan memperkukuh keadaan ketergantungan negara berkembang kepada negara maju.

Pola media global dalam kaitannya dengan model centre-periphery dibuat berdasarkan pada apakah bangsa-bangsa di dunia dapat diklasifikasikan menjadi dominan/central ataukah dependen/tidak central, dengan arus utama dari central kesekitarnya. Semakin central sebuah negara maka semakin independen dalam pemberitaan, dan semakin tidak central bentuk suatu negara maka semakin tercipta ketergantungan pada distribusi berita yang dilakukan oleh negara central.

Analisa mengenai ketergantungan media secara international ini, memperlihatkan bahwa perkembangan media secara global hanya menciptakan ketergantungan negara berkembang pada negara maju, dan menciptakan bentuk imperialisme baru terkait dengan budaya dan media. Kedua bentuk imperialisme ini mengimplikasikan usaha terencana untuk mendominasi, melakukan invasi cultural space (interval budaya) dari negara maju kepada negara berkembang, dan suatu bentuk pemaksaan dalam hubungan komunikasi. Kenyataan ini juga mengimplikasikan adanya pola ideologi dan budaya yang disampaikan dan diinterpretasikan dalam kaitannya dengan nilai-nilai barat, seperti individualisme, sekularisme, dan materialisme, disebarkan kepenjuru dunia melalui isi media.

(5)

EVALUASI ULANG GLOBALISASI

Pada umumnya proposisi yang muncul dari masalah imperialisme media cenderung mengkonstruksikan komunikasi massa global sebagai proses cause and effect (penyebab dan akibat), dimana media mentransmisikan ide-ide, makna, dan format budaya dari suatu tempat ke tempat lain, dari pengirim ke penerima.

Tidak dapat dibantah bahwa media dapat membantu proses pertumbuhan budaya, difusi, penemuan dan kreativitas, yang dapat melemahkan budaya yang sudah ada. Namun berbagai teori modern mengemukakan pandangannya bahwa invasi media-budaya dapat ditangkal atau didefinisi ulang berdasarkan budaya dan pengalaman lokal. Adalah Lull dan Wallis yang menggunakan istilah transkulturalisasi untuk menjelaskan proses mediasi interaksi budaya, di mana musik-musik Vietnam mampu melakukan tekanan pada warga Amerika Utara dan menghasilkan budaya baru hybrid. Di samping daya tarik budaya media global, perbedaan bahasa juga merupakan kendala nyata bagi subversi budaya.

Cara lain untuk menahan intervensi globalisasi media massa terkait dengan budaya adalah melalui proses sirkulasi media, yaitu jika suatu content semakin difilter melalui sistem media nasional maka semakin besar content dapat diseleksi dan diadaptasikan dengan budaya nasional, sehingga intervensi budaya dapat diminimalisasi.

KONSEP NASIONAL DAN IDENTITAS BUDAYA

Diketahui bahwa internasionalisasi media cenderung mengantarkan sebuah negara yang tidak central pada homogenisasi ataupun sinkronisasi budaya, dan mendorong terciptanya suatu budaya yang mendunia, bersifat universal, dan tidak mengenal batas wilayah. Hal ini tidak dapat diterima oleh sebagian besar negara yang menyatakan bahwa budaya adalah bagian dari sistem belief suatu masyarakat yang erat hubungannya dengan kebiasaan dan adat istiadat tertentu. Homogenisasi budaya juga dipandang sebagai rintangan perkembangan budaya asli dari suatu negara, atau bahkan mengikis budaya lokal maupun regional negara tersebut.

Untuk itu perlu dilakukan pengaturan dalam media global agar tidak menimbulkan intervensi budaya maupun ketergantungan teknologi pada negara maju. Adapun organisasi dunia yang berperan terkait pengaturan sistem dalam media global adalah:

- ITU (International Telecommunication Union), terdiri dari delegasi yang dinominasikan oleh pemerintah nasional, berurusan dengan standar-standar teknis telekomunikasi, alokasi spectrum, orbit-orbit satelit, dsb.

(6)

- WTO (World Trade Organization) memiliki kekuatan besar dalam menangani persoalan-persoalan ekonomi dan banyak berpengaruh terhadap media sejalan dengan perkembangan bisnis media yang semakin besar dan semakin komersial. - UNESCO, cabang UN yang berdiri pada tahun 1945 memiliki kompetensi besar pada

persoalan-persoalan budaya dan pendidikan, namun tidak memiliki kekuatan yang besar dan fungsi media yang jelas.

- World Intellectual Property Organization (WIPO), berdiri pada tahun 1893, memiliki tujuan untuk mengharmonikan legislasi dan prosedur relevan dan mengatasi percekcokan antara pemilik kuasa, penulis, dan pengguna.

- International Corporation for Assigned Names and Numbers (ICANN) merupakan penambahan terbaru bagi pengaturan tubuh pemerintahan yang bertujuan untuk merepresentasikan komunitas pengguna internet.

KOMUNIKASI DAN BUDAYA

Cara pandang alternatif atas komunikasi yaitu komunikasi dalam model „ritual‟: komunikasi sebagai proses simbolik dimana realita diciptakan, dipelihara, diperbaiki, dan diubah. Artinya, komunikasi adalah proses yang melaluinya kita menerima dan menafsirkan realitas lalu membangun pandangan kita atas realitas dan dunia. Dengan demikian, budaya dibangun, dipelihara dan dikembangkan, dan dipelihara melalui komunikasi. Tanpa komunikasi budaya tidak akan berkembang dan runtuh. Komunikasi adalah jantung dari budaya.Budaya sendiri, selain mempunyai komunikasi sebagai unsur yang paling umum dan esensial, juga mempunyai atribut-atribut seperti: kolektif dan dimiliki bersama, memiliki bentuk-bentuk ekspresi simbolik, memiliki tatanan, terpola secara sistematis, selalu bergerak (dinamis) dan berubah.

Untuk mempelajari budaya, secara esensial kita bisa menemukan dan mengenali budaya dari tiga tempat: dalam manusia (sebagai produsen dan pembaca teks-teks), dalam benda-benda (yang berisi teks-teks seperti film, buku, dll), dan dalam perilaku-perilaku manusia yang terpola (misalnya pola perilaku pekerja media atau penguna media).

Tema-Tema Teori Kultural-Media

Kualitas. Munculnya kultur media telah merangsang adanya pemikiran ulang atas budaya populer (pop culture). Disini muncul distingsi (pembedaan) antara budaya populer vs budaya tinggi yang mana budaya populer sering dianggap tak bernilai/tak

(7)

berkualitas karena diproduksi secara massal untuk konsumsi massal. Persoalan inilah, (dalam menilai produk budaya) yang disebut persoalan “kualitas”.

Efek-Efek Teknologi Komunikasi. Munculnya teknologi komunikasi telah mengubah cara kita berkomunikasi sehingga juga merubah pengalaman kultural kita menjadi semakin beragam. Tapi, pengalaman kultural yang termediasi semacam ini bisa saja merubah makna dari pengalaman kultural itu.

Komoditifikasi. Adanya aspek-aspek ekonomi politik dari produksi budaya terorganisir sebagaimana dilakukan media massa membuat kita memandang media massa sebagai “industri kesadaran” yang merubah nilai-nilai budaya jadi komoditas dan memperjualbelikannya.

Globalisasi. Seiring dengan perkembangan teknologi komunikasi dan perluasan pasar, media massa tidak hanya menampilkan budaya sendiri tetapi juga budaya lain. Inilah yang dimaksud dengan globalisasi.

Kebijakan Publik Mengenai Keberagaman Budaya. Kuatnya dominasi budaya asing dalam isi media massa telah membuat banyak orang cemas akan terhapuskannya keberagaman budaya. Untuk itu diperlukan adanya kebijakan publik yang melindungi keberagaman budaya.

Identitas kultural. Isu-isu mengenai identitas kultural muncul ketika kelompok minoritas dikenali dengan jalan yang berbeda diluar lokasi-lokasi, agama atau etnis yang ada.

Gender dan subkultur. Subkultur yang berdasarkan orientasi seksual atau peran gender menyediakan sejumlah contoh bagi kita..

Ideologi dan Hegemoni. Teori kultural-media membahas bagaimana ideologi mewujud dalam produksi kultual dan bagaiaman ideologi bisa dibaca dalam teks-teks media dan mampu mempengaruhi khalayak.

MAHZAB FRANKFURT DAN TEORI KULTURAL KRITIS

Munculnya teori-teori kritis yang lebih radikal (dan populis) seperti hasil kerja Richard Hoggart, Raymond Williams dan Stuart Hall telah mewakili suatu perhatian yang kritis dan berbasis sosial atas munculnya budaya massa. Tujuan utama dari para pengkritik ini mulanya adalah menyerang akar komersial dari penurunan kultural dan membela kelas pekerja dari kemungkinan mereka dipersalahkan atas turunnya ‟kualitas‟ budaya. Di Amerika Utara, pada masa yang bersamaan, muncul perdebatan yang membicarakan betapa dangkalnya budaya massa. Denga demikian, para kritikus ini juga telah menyelamatkan

(8)

budaya massa dari stigma kualitas rendah, sekalipun jalur dari konsep asli budaya massa telah diabaikan dengan kuat.

Istilah teori kritis, merujuk pada sekelompok pemikir neo-Marxis yang ada di Frankfurt yang disebut Mahzab Frankfurt dengan tokoh-tokohnya seperti Adorno, Horkheimer, Marcuse dan Benjamin. Pemikiran neo-Marxis, yang berkembang pada masa pasca perang telah menyediakan seperangkat ide-ide bagi kita untuk lebih meluaskan perkembangan ide-ide mengenai komunikasi massa dan karakter budaya massa.

Kelompok ini pada mulanya didirikan untuk menguji mengapa perubahan sosial revolusioner seperti yang pernah diramalkan Karl Marx tidak pernah terjadi. Dalam penjelasan atas kegagalan ini, mereka melihat kapasitas superstruktur untuk mampu menumbangkan kekuatan-kekuatan/tenaga-tenaga perubahan ekonomi. Sejarah menjadi meleset (tidak seperti yang diramalkan Marx) karena ideologi dari kelompok dominan telah berhasil mengkondisikan basis ekonomi dengan menanamkan kesadaran palsu pada massa kelas pekerja. Komoditi adalah instrumen utama dalam proses ini. Media menjadikan semua produk kultural mereka sebagai komoditi yang bisa dibeli konsumer demi kepuasan psikologis, hiburan dan dugaan-dugaan ilutif yang mengaburkan seperti apa struktur sosial sesungguhnya dan subordinasi kita didalamnya.

Marcuse, memberikan gambaran “satu dimensi” pada konsumsi massal masyarakat yang ditemukan pada perdagangan, periklanan, dan egaliterianisme palsu. Banyak ide-ide dari kelompok ini yang diluncurkan pada tahun 1940-an oleh Adorno dan Horkheimer yang mengandung serangan pesimis dan tajam atas budaya massa. Ide-ide ini mengkritik budaya massa atas keseragamaannya, pemujaannya atas teknik, membosankan, eskapisme dan produksi kebutuhan semu, reduksinya pada individu hanya sebagai pelanggan/pembeli dan penghilangannya pada semua pilihan-pilihan ideologis.

IDEOLOGI DAN PERLAWANAN

Teori kultural media telah meluas dengan baik melebihi perhatiannya utama pada dominasi ideologi, sekalipun studi atas ideologi tetap berperan sentral. Begitu juga signifikansi budaya media terhadap pengalaman hidup kelompok-kelompok seperti pemuda, kelas pekerja dan kelompok termarjinal lainnya. Adalah Mahzab Birmingham yang mempelopori riset-riset dan teori dalam topik-topik ini yang tokoh utamanya adalah Stuart Hall. Kelompok ini telah mempelopori pendekatan kajian budaya (cultural studies).

Stuart Hall menulis: beroposisi dengan cara memformulasikan hubungan antara ide-ide dan tenaga-tenaga material yang berpola basis-suprastruktur yang mana basis diartikan sebagai determinasi ekonomi dalam arti yang sederhana, pendekatan kajian budaya

(9)

mengartikan budaya sebagai baik, makna-makna maupun nilai-nilai yang tumbuh secara berbeda diantara kelas-kelas sosial dan kelompok-kelompok sosial berdasarkan kondisi historis dan hubungan-hubungan yang telah terberikan bagi mereka, yang mana melaluinya mereka coba menangani dan merespon kondisi-kondisi keberadaan mereka.

Pendekatan kritis yang diasosiasikan dengan Mahzab Birmingham juga bertanggung jawab atas terjadinya pergeseran dari pertanyaan mengenai ideologi yang ditanamkan dalam teks-teks media menjadi pertanyaan tentang bagaimana ideologi ini di‟baca‟ oleh audiensnya. Hall mengusulkan satu model encoding-decoding wacana media yang mana mengatakan teks media diposisikan antara pembuat yang membingkainya dengan pemaknaan tertentu dan audiensnya yang menyandikannya dengan pemaknaan sesuai situasi sosial dan bingkai interpretasi yang mereka miliki. Ide ini menyediakan rangsangan yang bisa dipertimbangkan untuk memikirkan kembali teori-teori ideologi dan kesadaran palsu, karena ada kondisi dimana penolakan terhadap ideologi dominan terjadi.

PENEBUSAN ATAS POPULER

Penebusan atas yang populer sangat bergantung pada teori decoding dari Hall yang mengatakan bahwa satu produk budaya yang sama bisa dibaca/dimaknai dengan berbagai cara dan artian sekalipun pemaknaan yang dominan atasnya tetap ada. Fiske mengartikan teks media sebagai hasil dari pembacaan dan kenikmatan yang dilakukan khalayak. Fiske mengartikan pluralitas pemaknaan dari satu teks sebagai poliseminya. Istilah intertekstualitas sebagian merujuk pada salingketerhubungan pemaknaan-pemaknaan melewati artefak-artefak media yang berbeda tetapi juga merujuk pada salingketerhubungan pemaknaan-pemaknaan melewati media dan pengalaman-pengalaman budaya lainnya.

Jadi, bagi Fiske, budaya populer adalah apa yang populer. Diketahui dan diikuti oleh orang banyak dan bergantung pada “kekuatan orang banyak” itu. Pada intinya, walaupun orang-orang dalam satu kelas adalah telah disubordinasikan, mereka tetap mempunyai kekuatan semiotik untuk membuat pemakanaan-pemaknaan sesuai keinginan mereka.

Terdapat persoalan kualitas dalam budaya populer, kualitas tidak lagi diartikan sebagai suatu tingkat kenyamanan atas budaya tradisional melainkan bisa diartikan juga sebagai kreatifitas, orijinalitas, atau keberagaman identitas budaya dan prinsip-prinsip moral serta etis, tergantung sudut pandang mana yang dipilih. Sekalipun, bisa saja muncul argumen bahwa kualitas dari suatu hal dapat dinilai dari seberapa laku ia dalam pasar yakni bisa memuaskan dan menyenangkan orang.

(10)

DAMPAK DARI KOMUNIKASI GLOBAL

Amerika merupakan negara pengekspor utama yang paling berpengaruh dalam penyebarluasan content media massa, di mana negara-negara penerima content terancam oleh apa yang dikatakan sebagai “amerikanisasi”. Penetrasi budaya yang dibawa oleh Amerika ke negara-negara yang mengimpor foreign content berdampak negatif bagi pertahanan identitas budaya suatu negara. Sebagai resistansi penetrasi budaya asing, perlu adanya gatekeeping controls.

Globalisasi media massa juga berdampak negatif pada masyarakat di Indonesia. Contoh nyata adalah kecenderungan lifestyle yang berorientasi kebarat-baratan dan menganggap bahwa budaya orisinil Indonesia sebagai budaya primitif. Kecenderungan berpikir bangsa Indonesia seperti ini merupakan dampak dari arus modernisasi yang dibawa melalui komunikasi massa global. Perlahan tapi pasti, Indonesia mulai kehilangan jati diri dengan berporos pada budaya dan gaya hidup barat. Tanpa disadari, telah terjadi imperialisme budaya melalui media massa. Media massa digunakan sebagai alat modernisasi yang paling menjanjikan bagi kapitalis barat dalam mengatasi cara berpikir tradisional.

Semakin makmur suatu negara, semakin besar kesempatan untuk memperoleh otonomi media. Namun yang terjadi di Indonesia, tayangan-tayangan lokal justru banyak menampilkan kehidupan-kehidupan anak muda yang telah mengalami pergeseran budaya dari timur ke barat. Bahkan adegan-adegan yang tadinya dianggap tabu untuk dipublikasi, saat ini kerap muncul menghiasi layar televisi, baik dalam bentuk sinetron ataupun hiburan. Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa media dan negara Indonesia masih dependen/tidak central.

Dampak globalisasi media massa tidak hanya berpengaruh pada budaya bangsa Indonesia, tetapi juga berdampak pada meningkatkan kekerasan dikalangan generasi muda bangsa sebagai akibat dari peniruan adegan yang ditayangkan melalui program tertentu, seperti yang terjadi pada program tayangan „Smack Down‟, ataupun film „Superman‟.

Indonesia, dengan populasi penduduknya berkisar pada angka 250 juta jiwa, merupakan pangsa pasar „empuk‟ bagi pemasaran produk hardware maupun software negara produsen. Hal mana tidak saja menimbulkan ketergantungan bangsa Indonesia terhadap negara produsen, tetapi juga merangsang timbulnya pola hidup konsumtif dikalangan masyarakat, seiring dengan keinginan untuk terus „mengejar‟ kemajuan teknologi mutahir dari suatu produk tertentu, ataupun karena „keharusan‟ untuk mengikuti trend teknologi jika tidak ingin kehilangan akses informasi dan hiburan. Contoh: saat sistem penyiaran televisi memasuki era digitalisasi pada sekitar tahun 2017, maka mau tidak mau

(11)

masyarakat di Indonesia harus menyesuaikan diri dengan pergantian sistem tersebut. Jika tidak mereka tidak dapat mengakses siaran televisi.

Globalisasi menyebabkan komunikasi massa mempunyai sifat ganda ataupun sifat gabungan, yaitu disatu sisi komunikasi massa bercirikan „suci‟ dikaitkan dengan kebenaran, kepercayaan, kebebasan, dan kemajuan pengetahuan, namun disisi yang lain bersifat materialistis-terkait keuntungan bagi produsen dan distributor.

Komunikasi massa secara global cenderung dianggap sebagai penyebab rusaknya ataupun turunnya nilai suatu budaya, penunjang punahnya kontrol sosial dan solidaritas dalam masyarakat. Namun disisi lain, komunikasi massa juga diakui memiliki kekuatan dan kemampuan untuk memperkuat hubungan antar individu, kelompok, maupun bangsa, serta berkemampuan menjayikan seperangkat nilai, ide, informasi dan persepsi yang sama kepada setiap individu.

(12)

Daftar Pustaka

Arni Muhammad. Arni. 2002. Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara.

Pace, Wayne., Faules, Don.F. 2005. Komunikasi Organisasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Referensi

Dokumen terkait

Awal Matematika) 2. Lembar observasi Kelas Kontrol Pembelajaran Kooperatif Tipe Round Table Pembelajaran Konvensional Posttest Test PAM.. interaksi antara siswa dan

Jumlah penduduk terlalu tinggi pengelolaan lahan dan tanaman tidak memperoleh hasil maksimal dan tidak berkelanjutan.Sistem pertanian berkelanjutan akan terwujud apabila

terbagi dua, freehold yang boleh memiliki properti selamanya dan leasehold yang memiliki properti dengan waktu terbatas. Penulis berpendapat semakin banyak jenis

Risiko ke'atuhan lampu #agi kar&a)an didalamn&a &ang dapat #eraki#at cidera (isik serius &ang memerlukan pera)atan medis. nstalasi ka#el listrik tidak rapi

Berdasarkan analisa variansi (ANOVA) menunjukkan bahwa ketiga macam pakan yang diberikan terdapat perbedaan nyata terhadap nilai kecernaan lemak kasar (p < 0,05),

Penelitian ini menggunakan hewan uji tikus putih (Rattus norvegicus) yang diberi pakan tinggi lemak berupa lemak babi 20% kemudian diberi jus buah sirsak selanjutnya

1) Peristiwa kehidupan dan stress lingkungan: suatu pengamatan klinik menyatakan bahwa peristiwa atau kejadian dalam kehidupan yang penuh ketegangan sering

Berdasarkan kondisi permasalahan diatas dan betapa pentingnya peran auditor internal di sebuah organisasi guna menjaga keberlanjutan organisasi itu sendiri dalam