• Tidak ada hasil yang ditemukan

DITERBITKAN OLEH: JIA Vol. 7 No. 2 Hlm 1-63 Bandar Lampung, April 2016 rssn

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DITERBITKAN OLEH: JIA Vol. 7 No. 2 Hlm 1-63 Bandar Lampung, April 2016 rssn"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

N :2087-0957

I

JIA

Vol. 7 No. 2

Hlm

1- 63 Bandar Lampung,

April 2016

rssN

2087-0957

DITERBITKAN

OLEH:

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI BISNIS

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

(2)

JURNAL ILMU ADMINISTRASI

Jurnal SOSIALITA diterbitkan dua kali dalam satu tahun oleh jurusan Ilmu Administrasi Bisnis FISIP Universitas Bandar Lampung.

Susunan Personalia

Penanggung Jawab : Rektor Universitas Bandar Lampung Dewan penyunting

Ketua Penyunting : Dr. Yadi Lustiadi, M.Si Wakil Ketua Penyunting : Drs. Suwandi, M.M Anggota : Drs. Soewito,M.M

Penyunting Ahli : Prof. Dr. Khomsahrial Romli, M.Si ( Universitas Bandar Lampung )

Dr. Supriyanto,M.Si ( Universitas Bandar Lampung ) Dr. Suripto,S.Sos., M.AB ( Universitas Lampung )

Administrasi dan Distribusi : Maslechah

Alamat Redaksi:

Gedung Rektorat Lantai 6. FISIP Universiotas Bandar Lampung Jalan ZA. Pagar Alam No: 26 Labuhan Ratu Bandar Lampung Tilp : 0721 771331

(3)

Jurnal Ilmu Administrasi

ISSN : 2087-0957

Vol 7 nomor 2 April 2016

Halaman 1 - 63

DAFTAR ISI

No Judul Hal

1 Otonomi Daerah Dan Pemberdayaan Masyarakat Lokal

Oleh: Drs. Rusdan, M.Si 1

2 Implementasi Kebijakan Dividen, Price Earning Ratio (Per), Price Book

Value (Pbv), Debt Equity Ratio (Der) Terhadap Stock Return (Studi Pada

Perusahaan Barang Dan Konsumsi Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2012-2014) Oleh; Dr. Suripto, S.Sos.,M.AB, Nona Rivanty Umica

11

3 Pengujian Efisiensi Pasar Bentuk Setengah Kuat Atas Peristiwa Pengumuman Stock Split Di Bursa Efek Indonesia Periode 2012-2014

Oleh: Soewito, Nani Dwi Nurjanah 25

4 Ketimpangan Gender Terhadap Kaum Perempuan

Oleh : Drs. Achmad Zachruddin, M.M 38

5 Praktik Hegemoni Pada Sistem Bisnis Kapitalisme

Oleh : Mohammad Machrus, SE., MSi 45

6 Merger Sebagai Salah Satu Cara Penyehatan Perbankan

Oleh : Drs. Suwandi, M.M 55

(4)

Jurnal Ilmu Administrasi

ISSN : 2087-0957

Vol: 7 nomor 2 April 2016

Halaman 1 - 64

BIODATA PENULIS

1. DRS. RUSDAN M.SI, DOSEN SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI

SATU NUSA BANDAR LAMPUNG

2 DR. SURIPTO, S.Sos.,M.A.B, DOSEN ILMU ADMINISTRASI BISNIS

FISIP UNIVERSITAS LAMPUNG

3. DRS. SOEWITO, M.M DOSEN ILMU ADMINISTRASI BISNIS FISIP

UNIVERSITAS BANDAR LAMPUNG.

4. DRS. ACHMAD ZACHRUDDIN, M.M, DOSEN ILMU

ADMINISTRASI NEGARA UNIVERSITAS BATU RAJA

5. MOHAMMAD MACHRUS, SE., M.Si DOSEN SEKOLAH TINGGI

ILMU EKONOMI SATU NUSA BANDAR LAMPUNG

6. DRS. SUWANDI, M.M DOSEN ILMU ADMINISTRASI BISNIS FISIP

UNIVERSITAS BANDAR LAMPUNG

(5)

38 KETIMPANGAN GENDER

TERHADAP KAUM PEREMPUAN

OLEH :

ACHMAD ZAHRUDDIN, NIDN: 0202106001 Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Batu Raja ABSTRAK

Bentuk marginalisasi yang paling dominan terjadi terhadap kaum perempuan yang disebabkan oleh gender. Meskipun tidak setiap bentuk marginalisasi perempuan disebabkan oleh gender inequalities, namun yang dipermasalahkan disini adalah bentuk marginalisasi yang disebabkan oleh gender differences (perbedaan gender).

Gender differences ini sebagai akibat dari beberapa perbedaan jenis dan bentuk, tempat dan waktu, serta mekanisme dari proses marginalisasi kaum perempuan. Gender differences ini jika dilihat dari sumbernya dapat berasal dari kebijakan Pemerintah, keyakinan, tafsir

agama, keyakinan tradisi dan kebiasaan atau bahkan asumsi ilmu pengetahuan. Misalnya program pertanian “green revolution” (revolusi hijau) yang hanya

memfokuskan petani laki-laki sehingga secara ekonomis menyebabkan banyak perempuan desa tersingkir dan menjadi miskin.Hal ini disebabkan karena ada asumsi bahwa petani itu identik dengan jenis kelamin laki-laki sehingga banyak petani perempuan yang tersingkir dari sawah.Kemudian adanya program kredit untuk petani yang artinya petani yang berjenis kelamin laki, serta adanya pelatihan bagi petani yang hanya ditujukan bagi petani laki-laki. Hal ini mengakibatkan banyaknya kaum perempuan miskin di desa termarginalisasi, yakni semakin miskin dan tersingkir karena tidak mendapatkan pekerjaan di sawah. Ini berarti bahwa program „green revolution‟ dirancang tanpa melalui pertimbangan aspek gender. Margnalisasi terhadap perempuan, akibat adanya stereotype perempuan sebagai subjek yang lemah.

Bentuk marginalisasi terhadap kaum perempuan juga terjadi dalam rumah tangga, masyarakat atau kultur dan bahkan Negara, jadi tidak hanya terjadi di tempat pekerjaan. Di dalam rumah tangga, marginalisasi terhadap perempuan sudah terjadi dalam bentuk diskriminasi atas anggota keluarga yang laki-laki dan perempuan. Timbulnya proses marginalisasi ini juga diperkuat oleh tafsir keagamaan maupun adat istiadat. Misalnya pemberian hak waris di dalam sebagian tafsir keagamaan porsi untuk laki-laki dan perempuan berbeda, dimana pembagian hak waris untuk laki-laki lebih besar dari perempuan. Sehingga perempuan berposisi subordinat dalam hubungan sosial

(6)

38 PENDAHULUAN :

Setelah sekian lama terjadi proses pembagian peran dan tanggung jawab terhadap kaum laki-laki dan perempuan yang telah berjalan bertahun-tahun bahkan berabad-abad, maka banyak perkembangan terjadi diberbagai Negara, dan telah banyak melahirkan konsep-konsep tentang gender.

Istilah gender ini sendiri pertama kali diperkenalkan oleh Robert Stoller (1968) untuk memisahkan pencirian manusia yang didasarkan pada pendefinisian yang bersifat sosial budaya dengan pendefinisian yang berasal dari ciri-ciri fisik biologis. Dalam ilmu sosial orang yang juga sangat berjasa dalam mengembangkan istilah dan pengertian gender ini adalah Ann Oakley (1972). Sebagaimana Stoller, Oakley mengartikan gender sebagai konstruksi sosial atau atribut yang dikenakan pada manusia yang di bangun oleh kebudayaan manusia. Selanjutnya di dalam bukunya “Sex, Gender and Society” menuturkan bahwa gender berarti perbedaan yang bukan biologis dan bukan kodrat Tuhan. Perbedaan biologis merupakan perbedaan jenis kelamin adalah kodrat Tuhan, maka secara permanen berbeda dengan pengertian gender. Gender merupakan behavioral differences (perbedaan perilaku) antara laki-laki dan perempuan yang dikonstruksikan secara sosial, yakni perbedaan yang bukan ketentuan Tuhan melainkan diciptakan oleh manusia (bukan kodrat) melalui proses sosial dan cultural yang panjang.

Dalam “The Cultural Construction of Sexuality” sebagaimana yang diuraikan oleh Caplan (1987) bahwa behavioral differences (perbedaan pelaku) antara

perempuan dan laki-laki bukanlah sekadar biologis, namun melalui proses cultural dan sosial. Dengan demikian gender dapat berubah dari tempat ke tempat, dari waktu ke waktu, bahkan dari kelas ke kelas, sedangkan jenis kelamin biologis akan tetap tidak berubah. Selanjutnya didalam “Women‟s Studies Encyclopedia” dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep cultural yang berupaya membuat pembedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat. Gender tidak bersifat universal namun bervariasi dari masyarakat yang satu ke masyarakat yang lain dari waktu ke waktu. Sekalipun demikian, ada dua (2) elemen gender yang bersifat universal, yaitu :

1. Gender tidak identik dengan jenis kelamin, dan

2. Gender merupakan dasar dari pembagian kerja di semua masyarakat. (Gallery,1987).

Perubahan ciri dan sifat- sifat dapat terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat yang lain. Misal : Pada zaman dahulu di suatu suku tertentu, perempuan lebih kuat dari laki-laki, tetapi pada zaman yang lain dan tempat yang berbeda, laki-laki yang lebih kuat.

Akan tetapi kondisi saat ini masih menunjukkan bahwa perbedaan jenis kelamin dapat menimbulkan perbedaan gender (gender differences) dimana kaum perempuan tidak rasional, emosional, dan lemah lembut, sedangkan laki-laki memiliki sifat rasional, kuat atau perkasa. Gender differences sebenarnya bukan suatu masalah sepanjang tidak menimbulkan gender inequalities (ketidak

(7)

39 adilan gender). Namun, yang menjadi

masalah adalah ternyata gender differences ini telah menimbulkan berbagai ketidak adilan, baik bagi kaum laki-laki dan utamanya terhadap kaum perempuan. Secara biologis kaum perempuan dengan organ reproduksinya dapat hamil, melahirkan, dan menyusui, kemudian muncul gender role (peran gender) sebagai perawat, pengasuh, dan pendidik anak. Dengan demikian gender role dianggap tidak menimbulkan masalah dan tidak perlu digugat. Namun yang menjadi masalah dan perlu dipertanyakan adalah struktur gender inequalities yang ditimbulkan oleh gender role dan gender differences.

Gender inequalities (Ketimpangan gender) merupakan sistem dan struktur dimana kaum laki-laki dan perempuan menjadi korban dari sistem tersebut. Denga demikian agar dapat memahami perbedaan gender yang menyebabkan ketimpangan, maka dapat dilihat dari manifestasinya, dari :

1. Marginalisasi terhadap perempuan 2. Subordinasi terhadap perempuan 3. Stereotipe gender terhadap

perempuan

4. Violence terhdap perempuan 5. Beban kerja akibat bias gender

MARGINALISASI TERHADAP PEREMPUAN :

Bentuk marginalisasi yang paling dominan terjadi terhadap kaum perempuan yang disebabkan oleh gender. Meskipun tidak setiap bentuk marginalisasi perempuan disebabkan oleh gender inequalities, namun yang dipermasalahkan disini adalah bentuk marginalisasi yang disebabkan oleh gender differences (perbedaan gender).

Gender differences ini sebagai akibat dari beberapa perbedaan jenis dan bentuk, tempat dan waktu, serta mekanisme dari proses marginalisasi kaum perempuan. Gender differences ini jika dilihat dari sumbernya dapat berasal dari kebijakan Pemerintah, keyakinan, tafsir agama, keyakinan tradisi dan kebiasaan atau

bahkan asumsi ilmu pengetahuan. Misalnya program pertanian

“green revolution” (revolusi hijau) yang hanya memfokuskan petani laki-laki sehingga secara ekonomis menyebabkan banyak perempuan desa tersingkir dan menjadi miskin.Hal ini disebabkan karena ada asumsi bahwa petani itu identik dengan jenis kelamin laki-laki sehingga banyak petani perempuan yang tersingkir dari sawah.Kemudian adanya program kredit untuk petani yang artinya petani yang berjenis kelamin laki-laki, serta adanya pelatihan bagi petani yang hanya ditujukan bagi petani laki-laki. Hal ini mengakibatkan banyaknya kaum perempuan miskin di desa termarginalisasi, yakni semakin miskin dan tersingkir karena tidak mendapatkan pekerjaan di sawah. Ini berarti bahwa program „green revolution‟ dirancang tanpa melalui pertimbangan aspek gender. Bentuk marginalisasi terhadap kaum perempuan juga terjadi dalam rumah tangga, masyarakat atau kultur dan bahkan Negara, jadi tidak hanya terjadi di tempat pekerjaan. Di dalam rumah tangga, marginalisasi terhadap perempuan sudah terjadi dalam bentuk diskriminasi atas anggota keluarga yang laki-laki dan perempuan. Timbulnya proses marginalisasi ini juga diperkuat oleh tafsir keagamaan maupun adat istiadat. Misalnya pemberian hak waris di dalam sebagian tafsir keagamaan porsi untuk laki-laki dan

(8)

40 perempuan berbeda, dimana pembagian

hak waris untuk laki-laki lebih besar dari perempuan.

SUBORDINASI TERHADAP PEREMPUAN :

Subordinasi timbul sebagai akibat pandangan gender terhadap kaum perempuan. Sikap yang menempatkan perempuan pada posisi yang tidak penting muncul dari adanya anggapan bahwa perempuan itu emosional atau irrasional, sehingga perempuan tidak bisa tampil memimpin merupakan bentuk dari subordinasi tersebut.

Proses subordinasi yang disebabkan karena gender terjadi dalam segala macam bentuk dan mekanisme yang berbeda dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat. Dalam kehidupan masyarakat, rumah tangga, dan bernegara, banyak kebijakan yang dikeluarkan tanpa menganggap penting kaum perempuan. Misalnya : Adanya peraturan yang dikeluarkan pemerintah dimana jika suami akan pergi belajar, dapat mengambil keputusan sendiri, sedangkan bagi isteri harus dapat izin dari suami. Dalam rumah tangga, misalnya dalam kondisi keuangan rumah tangga yang terbatas, masih sering terdengar adanya prioritas untuk bersekolah bagi laki-laki disbanding perempuan, karena ada anggapan bahwa perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi, toh pada akhirnya nanti akan masuk ke dapur juga.

STREOTIPE TERHADAP

PEREMPUAN

Pelebelan adalah merupakan penandaan negative terhadap jenis kelamin tertentu, secara umum dinamakan streotipe .Akibat

dari streotipe ini biasanya timbul diskriminasi dan berbagai ketidak-adilan.Salah satu bentuk streotipe ini adalah bersumber dari pandangan gender. Banyak sekali bentuk streotipe yang terjadi di masyarakat yang dilekatkan kepada umumnya kaum perempuan sehingga berakibat menyulitkan, membatasi, memiskinkan dan merugikan kaum perempuan.

Misalnya, adanya keyakinan di masyarakat bahwa laki-laki adalah pencari nafkah, maka setiap pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan dinilai hanya sebagai tambahan saja, sehingga pekerjaan perempuan boleh saja dibayar lebih rendah dibanding laki-laki. Kemudian adanya anggapan di masyarakat bahwa perempuan bersolek biasanya dilakukan dalam rangka memancing perhatian lawan jenis, sehingga pada kasus kekerasan ataupun pelecehan seksual, hal ini selalu dikaitkan bahkan perempuan sebagai korban yang disalahkan. Selain itu, ada juga anggapan dari masyarakat yang melihat bahwa tugas perempuan adalah melayani suami. Streotipe seperti ini memang suatu hal yang wajar, namun berakibat pada menomor duakan pendidikan bagi kaum perempuan.

VIOLENCE TERHADAP

PEREMPUAN

Violence yang merupakan kekerasan serta merupakan assault (invasi) atau serangan terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang yang dilakukan terhadap jenis kelamin tertentu, umumnya perempuan sebagai akibat dari perbedaan gender. Bentuk dari kekerasan ini seperti pemerkosaan dan pemukulan sehingga pada bentuk yang lebih halus lagi, seperti :

(9)

41 sexual harassment (pelecehan sexual) dan

penciptaan ketergantungan.

Violence terhadap perempuan banyak sekali terjadi karena streotipe gender. Pemerkosaan yang merupakan salah satu bentuk violence yang sering kali terjadi sebenarnya disebabkan bukan karena unsur kecantikan melainkan karena kekuasaan dan streotipe gender yang dilekatkan kepada kaum perempuan. Gender violence pada dasarnya disebabkan karena ketidaksetaraan kekuatan yang ada di masyarakat. Violence yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender-relate violence.

Bentuk dan macam kejahatan yang masuk dalam katagori gender violence, menurut Mansour Fakih dalam bukunya “Analisis Gender & Transformasi Sosial (1999:17), sebagai berikut :

1. Bentuk pemerkosaan terhadap perempuan, perkosaan dalam

perkawinan juga

termasukdidalamnya. Artinya pemerkosaan yang terjadi, jika seseorang untuk mendapatkan pelayanan seksual dilakukan secara paksa tanpa kerelaan dari yang bersangkutan. Munculnya ketidakrelaan ini seringkali tidak bisa terekspresikan yang disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya malu, ketakutan, dan keterpaksaan, baik dari segi ekonomi, sosial, maupun cultural sehingga tidak ada pilihan lain. 2. Serangan fisik dan tindakan

pemukulan yang terjadi dalam rumah tangga (domestic violence), termasuk diantaranya penyiksaan terhadap anak-anak (child violence).

3. Penyiksaan yang mengarah kepada organ alat kelamin (genital mutilation), misalnya penyunatan terhadap perempuan. Penyunantan ini dilakukan dengan berbagai alasan yang diungkapkan dalam suatu kelompok masyarakat. Namun, salah satu alasan terkuat yaitu adanya anggapan dan bias gender di masyarakat yaitu untuk mengontrol kaum perempuan. Saat ini penyunatan perempuan sudah mulai jarang terdengar.

3. Prostutition (pelancuran) meruapakan bentuk kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan dengan motif ekonomi yang merugikan kaum perempuan. Setiap masyarakat dan Negara selalu menggunakan standar ganda terhadap pekerja seksual ini. Di satu sisi pemerintah melarang dan menangkapi, tetapi disisi lain juga menarik pajak dari praktik prostitusi tersebut. Seorang pelacur dianggap rendah oleh masyarakat, namun tempat praktiknya selalu saja ramai dikunjungi orang.

4. Pornografi merupakan jenis kekerasan lain terhadap perempuan. Jenis kekerasan ini termasuk kekerasan nonfisik, yakni berupa pelecehan terhadap kaum perempuan dimana tubuh perempuan dijadikan objek demi keuntungan seseorang.

5. Kekerasan dalm bentuk pemaksaan sterilisasi dalam program keluarga berencana. KB dibanyak tempat ternyata telah menjadi sumber kekerasan terhadap perempuan. Dalam rangka memenuhi target mengontrol pertumbuhan penduduk, perempuan seringkali

(10)

42 dijadikan korban demi program

tersebut, meskipun semua orang tahu bahwa persoalannya tidak saja pada perempuan melainkan berasal dari kaum laki-laki juga. Namun lantaran bias gender, perempuan dipaksa melakukan sterilisasi yang sering kali membahayakan, baik fisik maupun jiwa mereka.

6. Jenis kekerasan terselubung (molestation), yakni menyentuh/memegang bagian tertentu dari tubuh perempuan dengan berbagai cara dan kesempatan tanpa kerelaan si pemilik tubuh. Jenis kekerasan ini sering terjadi di tempat pekerjaan ataupun di tempat umum seperti dalam Bis.

7. Tindakan kejahatan terhadap perempuan yang paling umum dilakukan di masyarakat yakni yang dikenal dengan pelecehan seksual (sexual and emotional harassment). Ada banyak bentuk pelecehan, dan yang umumnya terjadi adalah unwanted attention from men. Banyak orang membela bahwa pelecehan seksual itu sangat relative karena tindakan itu merupakan usaha untuk bersahabat, karena tindakan tersebut merupakan sesuatu yang tidak menyenangkan bagi perempuan. Ada beberapa bentuk yang bisa dikatagorikan dalam pelecehan seksual, diantaranya :

a. Menyampaikan lelucon jorok secara vulgar pada seseorang dengan cara yang dirasakan sangat ofensif.

b. Menyakiti atau membuat malu seseorang dengan omongan kotor.

c. Menginterograsi seseorang tentang kehidupan atau kegiatan seksualnya atau kehidupan pribadinya.

d. Meminta imbalan seksual dalam rangka janji untuk mendapatkan kerja atau untuk mendapatkan promosi atau janji-janji lain.

e. Menyentuh atau menyenggol bagian tubuh tanpa ada minat atau tanpa seizing dari yang bersangkutan.

BEBAN KERJA AKIBAT BIAS GENDER :

Peran gender perempuan dalam anggapan masyarakat luas adalah mengelola rumah tangga sehingga banyak perempuan yang menanggung beban kerja domestic lebih banyak dan lebih lama dibanding kaum laki-laki. Kaum perempuan memiliki sifat memelihara dan rajin, serta tidak cocok untuk menjadi kepala rumah tangga, berakibat bahwa semua pekerjaan domestic rumah tangga menjadi tanggung jawab kaum perempuan. Bahkan bagi kalangan keluarga miskin, beban yang harus ditanggung oleh perempuan sangat berat , apalagi jika si perempuan ini harus bekerja diluar, sehingga harus memikul beban kerja yang ganda.

Bagi kelompok masyarakat yang memiliki tingkat ekonomi yang cukup, beban kerja domestic sering kali dilimpahkan kepada pembantu rumah tangga (domestic workers). Dengan demikian sebenarnya kaum perempuan ini merupakan korban dari bias gender di masyarakat.

Beban kerja yang diakibatkan dari bias gender tersebut kerap kali diperkuat dan disebabkan oleh adanya

(11)

43 keyakinan/pandangan di masyarakat

bahwa pekerjaan yang dianggap masyarakat sebagai jenis pekerjaan perempuan, seperti semua pekerjaan domestic dianggap dan dinilai lebih rendah dibandingkan dengan jenis pekerjaan yang dianggap sebagai pekerjaan laki-laki, dan dikatagorikan sebagai pekerjaan yang bukan produktif sehingga tidak diperhitungkan dalam statistic ekonomi Negara. Sementara itu kaum perempuan, berkaitan dengan anggapan gender, sejak dini telah disosialisasikan untuk menekuni peran gender mereka. Dilain pihak kaum laki-laki tidak diwajibkan secara cultural untuk menekuni berbagai jenis pekerjaan domestic itu.Kesemuanya ini telah memperkuat pelanggaran secara cultural dan structural beban kerja kaum perempuan.

PENUTUP :

Ketidak-adilan gender yang termanifestasi dalam bentuk marginalisasi, subordinasi, kekerasan(violence), stereotype, dan beban yang telah terjadi di berbagai tingkatan di masyarakat, yaitu berupa wujud dari ketidak-adilan gender terjadi di tingkat Negara, baik pada satu Negara maupun organisasi antar Negara. Banyak kebijakan dan hukum Negara, perundang-undangan serta program kegiatan yang masih mencerminkan sebagian dari wujud ketidak-adilan gender.

Wujud ketidak-adilan juga terjadi di tempat kerja, organisasi maupun dunia pendidikan. Banyak aturan kerja, manajemen, kebijakan keorganisasian dan kurikulum pendidikan yang masih melanggengkan ketidak-adilan gender. Dalam adat istiadat di banyak kelompok etnik masyarakat, kultur suku-suku maupun dalam tafsiran keagamaan wujud

ketidak-adilan gender ini pun terjadi. Mekanisme interaksi dan pengambilan keputusan di masyarakat masih banyak mencerminkan ketidak-adilan gender. Ketidak-adilan gender juga terjadi di lingkungan rumah tangga. Mulai dari proses pengambilan keputusan, pembagian kerja, hingga interaksi antar anggota, di dalam banyak rumah tangga sehari-hari asumsi bias gender ini masih digunakan. Dengan demikian rumah tangga pun menjadi tempat yang kritis dalam sosialisasi ketidak-adilan gender. Akibatnya ketidak adilan gender yang sudah mengakar di dalam suatu keyakinan dan menjadi ideology bagi kaum perempuan maupun laki-laki, hal seperti ini sudah sangat sulit diubah.

Semua manifestasi ketidak-adilan gender tersebut secara dialektika saling mempengaruhi dan saling terkait. Manifestasi ketidak-adilan itu tersosialisasi kepada kaum laki-laki dan perempuan secara mantap, yang akhirnya lambat laun, baik laki-laki maupun perempuan menjadi terbiasa dan pada akhirnya diyakini bahwa peran gender itu seolah-olah merupakan kodrat. Dalam hubungan gender karakteristik, kemampuan perempuan dan laki-laki dijadikan asimetris. Akibatnya melalui hubungan gender terciptalah dua pribadi dengan cirri khas bagi perempuan dan laki-laki. Masing-masing hanya mempunyai satu gender, tidak pernah keduanya. Hubungan gender ini bisa berbeda secara lintas budaya dan dalam kurun waktu yang berbeda. Akan tetapi, dalam kebanyakan lingkungan budaya, dominasi dalam hubungan gender adalah laki-laki.

(12)

44 Setiap orang dapat berbeda saat

menganggap apa yang penting dalam mengisi peran gendernya. Orang- orang ini juga tidak selalu memberikan arti yang sama pada feminitas dan maskulinitas. Perilaku yang sex type berkaitan erat dengan identitas gender. Ini berhubungan dengan preferensi seorang untuk memilih perilaku dan sikap yang sesuai dengan kelompok gender tertentu serta adanya keinginan kuat untuk memilih perilaku yang konsisten dengan perilaku gender yang berlaku tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Ace Suryadi dan Ecep Idris, 2008, Kesetaraan Gender Dalam Bidang Pendidikan, UNS Press, Surakarta.

Asghar Ali Engineer, 2007, Pembebasan Perempuan, LKiS, Yogyakarta.

Agung, et.al, 2000, Evaluasi Program Spesifik Perempuan : Pengembangan Indikator Kesetaraan dan Keadilan Gender, Kantor Meneg PP& Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi UI, Jakarta. Husain Haikal, 2012, Wanita dalam Pembinaan Karakter Bangsa, Pustaka Pelajar, Yogjakarta.

Julia C.Mosse, 2007, Gender &

Pembangunan, Rifka Annisa Women‟s Crisis Centre dengan Pustaka Pelajar, Yogjakarta.

Muhajir M. Darwin, 2005, Negara dan Perempuan: Reorientasi Kebijakan Publik, Media Wacana, Yogjakarta.

Riant Nugroho, 2011, Gender Dan Strategi : Pengarusutamaannya Di Indonesia, Pustaka Pelajar, Yogjakarta.

Riant Nugroho, 2008, Gender Dan Administrasi Publik : Studi Tentang Kualitas Kesetaraan Gender dalam Administrasi Publik Indonesia Pasca Reformasi 1998-2002, Pustaka Pelajar, Yogjakarta.

Saparinah Sadli, 2010, Berbeda tetapi Setara : Pemikiran Tentang Kajian Perempuan, Penerbit Kompas, Jakarta. ……….,2007, Hak Azasi Perempuan : Instrumen Hukum untuk mewujudkan Keadilan Gender, Pusat Kajian Wanita dan Gender UI dan Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

(13)

KETENTUAN PENULISAN

1. Artikel yang ditulis dapat berupa hasil penelitian atau ide gagasan dibidang ilmu sosial, khususnya ilmu administrasi bisnis.

2. Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris maksimal 20 halaman quarto, spasi 1,5, huruf new roman dilengkapi abstrak dan kata kunci.

3. Nama penulis ditulis di bawah judul. 4. Artikel hasil penelitian sbb:

a. Judul

b. Nama penulis

c. Abstrak dalam bahasa Indonesia / Inggris d. Kata Kunci e. Pendahuluan f. Metode Penelitian g. Pembahasan h. Kesimpulan saran i. Daftar Pustaka 5. Artikel ( ide / gagasan )

a. Judul

b. Nama penulis

c. Abstrak dalam bahasa Indonesia / Inggris d. Kata Kunci e. Pendahuluan f. Sub Judul g. Penutup h. Daftar Rujukan i. Lampiran

(14)

Referensi

Dokumen terkait

Dalam industri pariwisata terdapat banyak faktor yang mempengaruhi kepuasan wisatawan yang berkunjung ke daerah tujuan wisata Pantai Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah yang

Umur mulai berbunga ± 10 bulan, bentuk buah bulat, warna buah muda hijau, warna buah masak merah jingga, mulai berbunga s/d buah masak ± 9 bulan, rata-rata buah pertandan ± 60

Dinas Perikanan dan Kelautan kabupaten Barito Kuala memiliki sarana dan prasarana yang diperuntukan untuk pengawasan sumberdaya ikan di samping itu melakukan kegiatan-

However, there was limited observable information on the second group since the genotypes of C-1 and IT-1 (lowland non-aromatic without mutagen) had close genetic

Penulis menyarankan agar penelitian selanjutnya dapat meneliti pengaruh media sosial instagram terhadap minat berkunjung followers tidak hanya berkaitan dengan subjek objek

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui toksisitas akut (Lethal Dose 50 ) ekstrak Daun Gedi Merah (Abelmoschus manihot L.) Terhadap Tikus Putih Jantan Galur Wistar

peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul : “ Meningkatkan Kemampuan naturalis anak melalui pemanfaatan lingkungan alam sekitar “. B.

[r]