• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI DAN PERENCANAAN ULANG ELECTRIC SUBMERSIBLE PUMP (ESP) PADA SUMUR X LAPANGAN Y SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EVALUASI DAN PERENCANAAN ULANG ELECTRIC SUBMERSIBLE PUMP (ESP) PADA SUMUR X LAPANGAN Y SKRIPSI"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI DAN PERENCANAAN ULANG ELECTRIC

SUBMERSIBLE PUMP (ESP)

PADA SUMUR “X” LAPANGAN “Y”

SKRIPSI

Oleh : 113040065/ TM SATYA WICAKSANA

PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN

FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

YOGYAKARTA

(2)

EVALUASI DAN PERENCANAAN ULANG ELECTRIC

SUBMERSIBLE PUMP (ESP)

PADA SUMUR “X” LAPANGAN “Y”

SKRIPSI

Diajukan guna memenuhi syarat penulisan Tugas Akhir untuk meraih gelar Sarjana Teknik di Jurusan Teknik Perminyakan Fakultas Teknologi Mineral Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”

Yogyakarta

Oleh :

113040065 / TM

SATYA WICAKSANA

Disetujui untuk :

Fakultas Teknologi Mineral Jurusan

Teknik Perminyakan UPN”Veteran”

Yogyakarta Oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaiakan Skripsi dengan judul EVALUASI DAN PERENCANAAN ULANG ELECTRIC SUBMERSIBLE PUMP (ESP) SUMUR “X” LAPANGAN “Y”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna mendapatkan gelar Sarjana Teknik di Jurusan Teknik Perminyakan, Fakultas Teknologi Mineral Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Didit Welly Udjianto, MS., selaku Rektor UPN “Veteran”

Yogyakarta

2. Dr. Ir. Koesnaryo, M.Sc., IPM., selaku Dekan Fakultas Teknologi Mineral UPN “Veteran” Yogyakarta.

3. Ir. Anas Puji Santoso, MT selaku Ketua Jurusan Teknik Perminyakan UPN “Veteran” Yogyakarta.

4. Ir. Djoko Askeyanto, MS., selaku Dosen Pembimbing I.

5. Ir. H. Avianto Kabul Pratiknyo, MT., selaku Dosen pembimbing II.

6. Kedua Orang Tua dan semua teman-teman yang selalu mendoakan agar Skripsi ini segera selesai.

Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan dalam penulisan Tugas Akhir ini baik yang disadari maupun tidak. Saran serta masukan yang bersifat konstruktif dari semua pihak sangat penulis harapkan.

Akhir kata, semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua yang selalu haus akan ilmu pengetahuan.

Yogyakarta, Agustus 2011

(4)

RINGKASAN

Cekungan Sumatera Utara mempunyai dua lapangan besar, yaitu Lapangan Pangkalan Susu dan Lapangan Rantau. Lapangan Rantau terletak kira-kira 150 km di sebelah barat laut kota medan atau kira-kira-kira-kira 65 km sebelah barat laut kota Pangkalan Brandan. Dengan berlalunya waktu dan jumlah fluida yang terproduksikan dari reservoar tersebut maka saat ini sumur – sumur tersebut sudah mengalami penurunan tekanan sehingga sudah tidak dapat untuk mengalirkan fluida reservoar secara natural flow dengan produksi water cut tinggi sehingga digunakan artificial lift dalam hal ini electric submersible pump.

Evaluasi untuk perencanaan ulang pompa benam listrik dibagi dalam tiga tahap yaitu mengubah kedalaman pompa dengan tipe dan stage tetap, mengubah tipe dan stage pompa pada kedalaman yang tetap dan mengubah kedalaman, tipe dan stage pompa. Laju produksi dari sumur P-346 ini tidak sesuai dengan batas kapasitas produksi yang direkomendasikan pompa yang terpasang, dengan efisiensi volumetris sebesar 69,83 % dan efisiensi pompa 46,25 %. Harga efisiensi ini masih dapat ditingkatkan dengan melakukan perencanaan ulang untuk memperoleh laju produksi yang sesuai dengan produktivitas formasinya.

Pada Pump Setting Depth Tetap dengan Tipe dan Stage Pompa Berubah Sumur P-346 pada PSD (TVD) 1969,44 feet pompa IND 750 49 Hz/ 110 stages menghasilkan laju produksi sebesar 347,55 BFPD, dengan efisiensi pompa 52,24 %, Pump Setting Depth Berubah dengan Tipe dan Stage Pompa tetap pada PSD Observasi (TVD) 1950 ft dengan laju produksi 383,75 BFPD yang menghasilkan efisiensi pompa 52,12 %. Pada Pump Setting Depth Berubah dengan Tipe dan Stage Pompa Berubah sumur P-346 pada kedalaman PSDobs (TVD) 1800 ft IND 750 49 Hz /95 stage yang menghasilkan laju produksi sebesar 406 BFPD, dengan efisiensi pompa 54,67 %, jadi pompa yang diusulkan adalah Pump Setting Depth Berubah 1800 ft dengan Tipe dan Stage Pompa Berubah yaitu IND 750 49 Hz/ 95 stages dengan effisiensi pompa 54,67 %.

(5)

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR RINGKASAN DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN BAB I. PENDAHULUAN ... BAB II. TINJAUAN UMUM LAPANGAN

RANTAU………... 2.1. Sejarah Lapangan ...

2.1.1. Geologi Regional ... 2.1.2. Stratigrafi ... 2.1.3. Struktur ... 2.2. Kondisi Geologi Lokal ... 2.3. Fluida Reservoir ... 2.4. Sifat Fisik Batuan ... 2.5. Sejarah Pengembangan dan Produksi ... BAB III. TEORI DASAR ... 3.1. Produktivitas Formasi ... 3.1.1. Productivity Index (PI) ... 3.1.2. Inflow Performance Relationship (IPR)... 3.2. Kelakuan Aliran Fluida Dalam Pipa Vertikal ... 3.3. Electrical Submersible Pump ... 3.3.1. Peralatan Electric Submersible Pump ... 3.3.1.1.Peralatan di Atas Permukaan ... 3.3.1.2.Peralatan di Bawah Permukaan ... 3.3.2. Krakteristik Kerja Electric Submersible Pump ... 3.3.2.1.Kurva Kelakuan Electric Submersible Pump 3.3.2.2.Brake Horse Power ... 3.3.2.3.Kurva Intake Tubing Pompa... 3.3.3. Dasar Perhitungan Electrical Submersible Pump ... 3.3.3.1.Perkiraan Laju Produksi Maksimum ... 3.3.3.2.Pemilihan Ukuran dan Tipe Pompa ...

(6)

3.3.3.3.Perkiraan Pump Setting Depth ... 3.3.3.4.Perkiraan Jumlah Tingkat Pompa ... 3.3.3.5.Pemilihan Motor dan Horse Power ... 3.3.3.6.Pemilihan Switchboard dan Transformer ... BAB IV. EVALUASI DAN PERENCANAAN ULANG ELECTRIC

SUBMERSIBLE PUMP (ESP) DI SUMUR P-346 ... 4.1. Data dan Evaluasi di Lapangan Rantau Sumur P-346 ... 4.1.1. Penentuan Specific Gravity Fluida Campuran ... 4.1.2. Penentuan Tekanan Reservoir (Pr) dan Tekanan Alir

Dasar Sumur (Pwf) ... 4.1.3. Penentuan Pump Intake Pressure (PIP) ... 4.1.4. Penentuan Total Dynamic Head (TDH) ... 4.1.5. Penentuan Efisiensi Volumetris (%EV) ... 4.2. Perencanaan Ulang Pompa Benam Listrik ... 4.2.1. Pump Setting Depth Berubah dengan Tipe dan Jumlah

Stage Pompa Tetap ... 4.2.2. Pump Setting Depth Tetap dengan Tipe dan Jumlah

Stage Pompa Berubah ... 4.2.3. Pump Setting Depth, Tipe dan Jumlah Stage Pompa

Berubah ... BAB. V. PEMBAHASAN ...

5.1. Evaluasi Electric Submersible Pump (ESP) Terpasang Sumur P-346 Lapangan Rantau ... 5.2. Perencanaan Ulang Electris Submersible Pump (ESP) Terpasang

Sumur P-346 Lapangan Rantau ... 5.2.1. Pump Setting Depth (PSD) Berubah, dengan Tipe dan

Jumlah Stage Pompa Tetap ... 5.2.2. Pump Setting Depth (PSD) Tetap, dengan Tipe dan

Jumlah Stage Pompa Tetap ... 5.2.3. Pump Setting Depth (PSD), tipe dan Jumlah Stage

Pompa Berubah ...

BAB.VI. KESIMPULAN ... DAFTAR PUSTAKA ... DAFTAR SIMBOL ... LAMPIRAN

(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Peta Lokasi Struktur Kuala Simpang Barat ... 2.2 Penampang Cekungan Sumatera Utara... 2.3 Kolom Stratigrafi Cekungan Sumatera Utara ... 2.4 Peta Lapangan Rantau ... 3.1 Grafik Friction Loss William-Hazen ... 3.2 Instalsi Electric Submersible Pump ... 3.3 Skema Imppeler dan Diffuser ... 3.4 Cable Pack-Off Pada Tubing Hanger ... 3.5 Junction Box ... 3.6 Pressure Sensing Instrument ... 3.7 Motor Pompa Benam Listrik ... 3.8 Jenis Labyrinth Type Protector ... 3.9 Jenis Rotary Gas Separator ... 3.10 Unit Pompa Benam Listrik ... 3.11 Kabel ... 3.12 Kurva Kelakuan Pompa Benam Listrik ... 3.13 Berbagai Posisi Pompa Pada Kedalaman Sumur ... 4.1 Kurva Hubungan TDH vs QL dan Head Pompa vs QL

Pada PSD 1800 ft... 4.2 Hubungan Kurva Intake (P3) vs IPR Pudjo Soekarno Pada Sumur P-346 Dengan Tipe

Pompa ESP IND 750-49 Hz………..

4.3 Kurva plot TDH vs Head pada PSDobs 1800 ft dengan pompa IND 750/49 HZ ...

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1. Status Tiap Blok Lapangan Rantau……… 3.1 Konstanta Cn untuk masing-masing An ... 4.1 Hasil Perhitungan Persentase Effisiensi Volumetris (% EV)

Sumur P-346 ... 4.2 Hasil Perhitungan TDH dan Head Pada PSD 1800 ft ...

4.3 Laju Produksi pada Beberapa PSD dengan 97 Stage ... 4.4 Hasil Pemilihan Pump Setting Depth (PSD) Optimum pada Sumur

P-346 ……… 4.5 Hasil Perhitungan Tekanan Intake Pompa IND-750 49 Hz Pada Sumur

P-346 ………... 4.6. Hasil Pemilihan Jumlah Stage Pompa Untuk Pump Setting Depth (PSD)

Tetap dengan Tipe Pompa dan Jumlah Stage Berubah……….. 4.7. Hasil Perhitungan TDH dan Head Pompa IND 7500 / 49 Hz pada

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

A. Grafik friction loss William – Hazen ... B.1. Gambar Penampang Sumur P-346 ... B.2 Laporan Hasil Pengukuran Sonolog Lapangan Rantau ... C. Kurva IPR Metode Pudjo Sukarno Sumur P-346 ... D.1. Recommended Operating Range Pump Performance Curve IND 675 49 Hz 1 Stage ... D.2. Recommended Operating Range Pump Performance Curve IND 675 49 Hz

97 Stage ... D.3. Recommended Operating Range Pump Performance Curve IND 750 49 Hz

1 Stage ... D.4. Recommended Operating Range Pump Performance Curve IND 750 49 Hz

110 Stage ... D.5. Recommended Operating Range Pump Performance Curve IND 750 49 Hz

95 Stage ... E.1. Kurva Hubungan Q vs Head dan Q vs TDH... E.2. Hubungan Kurva Intake (P3) vs IPR Pudjo Soekarno Pada Sumur P-346 dengan Tipe Pompa IND 750 49 Hz ... E.3. Kurva Plot TDH vs Head pada PSDobs 1800 ft dengan Pompa IND 750 49

Hz ... F. Hasil Advance Decline Type Curve Zona 600 Blok D1 ... G. Rantau Base Map Status Februari 2011 ...

(10)

DAFTAR PUSTAKA

1. Anas Puji Santoso, Ir. MT., “Teknik Produksi I”, Jurusan Teknik Perminyakan UPN Veteran Yogyakarta, 1998.

2. Beggs, Dale, “The Gas Production Operations”, OGCI Publications, Oil & Gas Consultans International Inc., Tulsa, Oklahoma, 1991.

3. Brown, KE., “The Technology of Artificial Lift Methods”, Volume 1, Petroleum Publishing Company, Tulsa Oklahoma, 1977.

4. Brown, KE., “The Technology of Artificial Lift Methods”, Volume 2A, Petroleum Publishing Company, Tulsa Oklahoma, 1980.

5. Brown, KE., “The Technology of Artificial Lift Methods”, Volume 2B, Petroleum Publishing Company, Tulsa Oklahoma, 1980.

6. Brown, KE., “The Technology of Artificial Lift Methods”, Volume 4, Petroleum Publishing Company, Tulsa Oklahoma, 1984.

7. Imam W. Sujanmo, “Electrical Submersible Pumping”, Rangkuman Tentang Teori ESP, Pabelokan, 1995.

8. Pudjo Sukarno, “Production Optimization With Nodal System Analysis”, PT. Indrillco Sakti, Jakarta, 1990.

9. ..., “Oil Dynamics Incorporated Catalog”, Oil Dynamics Inc., Tulsa, Oklahoma,1996.

10. ..., “Quality Submersible Pumps For The Petroleum Industry”, Reda For The Long Run, Reda Pump Company, A Division of TRW Inc., Bartlesville, Oklahoma, 1996.

(11)

DAFTAR SIMBOL

A = Konstanta untuk menentukan jumlah stage Pompa. An = Konstanta ke-n untuk WC berbeda.

API = American Petroleum Institute.

Bbl = Barrel.

B/D = Barrel per day. BFPD = Barrel fluid per day. BOPD = Barrel oil per day. BWPD = Barrel water per day.

Bg = Faktor volume formasi gas, Res Bbl/SCF. Bo = Faktor volume formasi minyak, Res Bbl/STB. Bw = Faktor volume formasi air, Res Bbl/STB. Cn = Konstanta ke-n untuk harga An.

Cp = Centipoise.

D = Kedalaman pompa, feet. Dg = Densitas gas, gr/cc. d(P) = Perubahan tekanan, psi. dP/dZ = Gradien tekanan, psi/ft. d(St) = Perubahan stage pompa. EV = Effisiensi volumetris, %. f = Faktor gesekan.

fns = Faktor gesekan no-slip. FOP = Fluid over Pump. Feet. ftp = Faktor gesekan dua fasa. g = Percepatan gravitasi, ft/dt2

GL = Laju flux massa cairan, lbm/sec-sq ft.

Gg = Laju flux massa gas, lbm/sec-sq ft.

Gm = Laju flux massa fluida campuran, lbm/sec-sq ft.

(12)

GOR = Gas Oil Ratio, SCF/STB. GT = Gradien temperatur, 0F/100 ft.

h = Head per stage, ft/stg. HD = Vertical lift, feet.

HF = Friction loss, feet.

HL = Liquid hold-up.

HP = Horse power.

Hs = Suction head, feet. HT = Tubing head, feet.

ID = Inside diameter, inch. Im = Motor ampere, amp. KB = Kelly bushing. KVA = Kilo Volt Ampere. L = Panjang kabel, feet. M = Berat molekul gas. MD = Measured Depth, feet. NFR = Froude Number.

NLV = Liquid velocity number.

NRe = Reynold Number.

OD = Outside Diameter, feet. Patm = Tekanan atmosfer, psi Pb = Tekanan gelembung, psi. Pc = Tekanan casing, psi.

Pd = Tekanan discharge pompa (P2 = P3.0), psi.

PI = Index Produktivitas formasi, Bbl/day/psi PIP = Tekanan intake pompa (P3 = P3.n), psi. Pr = Tekanan reservoar, psi.

Ps = Tekanan statik reservoar, psi. PSD = Pump Setting Depth, feet. Psi = Pound per square inch. Pt = Tekanan tubing, psi

(13)

Pwf = Tekanan alir dasar sumur, psi

P3.i = Sembarang tekanan intake diatas Pb.

P3.j = Sembarang tekanan intake dibawah Pb.

Qg = Laju produksi gas, SCF/Day. Qo = Laju Produksi minyak, STB/Day. Qw = Laju produksi air, STB/Day. Qz = Laju produksi kepasiran, STB/Day.

qsc = Laju produksi pada kondisi standart, STB/D. Rs = Kelarutan gas dalam minyak, SCF/STB. SFL = Static Fluid Level, feet.

SGf = Spesific Gravity Fluida. SGg = Gas Spesific Gravity. SGo = Oil Spesific Gravity. SGw = Water Spesific Gravity. Stg = Stage (Tingkat).

T = Ukuran Transformer, KVA. TDH = Total Dynamic Head, feet. TVD = True Vertical Depth, feet.

V = Kecepatan aliran dalam pipa, ft/dt. Vc = Correction voltage, volt.

VF = Volume Factor, Res. Bbl/STB. Vm = Motor Voltage, volt.

Vs = Surface voltage, volt.

VSL = Kecepatan superficial cairan, ft/dt. Vsg = Kecepatan superficial gas, ft/dt.

Vm = Kecepatan superficial fluida campuran, ft/dt. Vt = Volume total fluida, B/D.

W = Berat Material, lb. WC = Water-cut, %.

WFL = Working Fluid Level, feet. Z = Faktor deviasi gas.

(14)

μg = Viskositas gas, cp.

μo = Viskositas minyak, cp.

μw = Viskositas air, cp.

ρg = Densitas gas, lbm/cuft.

ρo = Densitas minyak, lbm/cuft.

ρw = Densitas air, lbm/cuft.

ρtp = Densitas fluida dua fasa, lbm/cuft.

ρsc = Densitas fluida pada kondisi standart, lbm/cuft.

τf(V) = Densitas fluida pada kondisi standart, ppb.

τOSC = Densitas minyak pada kondisi standart, ppb.

τWSC = Densitas air pada kondisi standart, ppb.

λL = No-Slip Liquid Hold-up.

(15)

BAB I PENDAHULUAN

Evaluasi volumetris Electric Submersible Pump (ESP) yang dilakukan pada sumur produksi merupakan hal penting dalam proses pengembangan suatu lapangan produksi, maka dengan evaluasi ini dapat diketahui apakah pompa yang terpasang tersebut beroperasi sesuai dengan yang direncanakan atau tidak.

Memproduksikan minyak pada lapangan tidak terlepas dengan adanya penurunan tekanan reservoar sehingga terjadinya penurunan rate produksi, penurunan working fluid level terhadap setting depth pompa, dan juga dapat menyebabkan adanya penurunan efisiensi volumetris pompa.

Maksud dan tujuan dari penulisan tugas akhir ini untuk mengevaluasi electric submersible pump yang terpasang pada sumur kajian P-346 yang hasilnya dapat digunakan untuk perencanaan produksi lebih lanjut, dengan tujuan adalah meningkatkan produktivitas suatu sumur yang ditandai dengan meningkatnya indeks produktivitas dan laju produksi.

Berkaitan dengan permasalahan tersebut, maka untuk meningkatkan harga volumetris pompa yang telah menurun perlu dilakukan disain ulang pompa dengan cara melakukan kembali pengaturan pump setting depth, total dinamik head dan stages pompa sesuai dengan kebutuhan. Pendekatan yang dilakukan adalah menentukan besarnya efisiensi volumetris pompa, diperoleh dengan cara membandingkan antara laju produksi aktual dengan laju produksi teoritis yang diberikan oleh pompa terpasang.

Hasil akhir yang diharapkan adalah peningkatan efisiensi volumetris pompa pada sumur kajian setelah dilakukan disain ulang dan mendapatkan laju produksi optimum.

(16)

BAB II

TINJAUAN UMUM LAPANGAN RANTAU

2.1. Sejarah Lapangan

Pertamina UEP – I Pangkalan Brandan mempunyai dua lapangan minyak pada cekungan Sumatera Utara, yaitu Lapangan Rantau dan Lapangan Pangkalan Susu.

Lapangan Rantau terletak kira-kira 150 km di sebelah barat laut kota medan atau kira-kira 65 km sebelah barat laut kota Pangkalan Brandan. Lapangan Rantau pertama kali ditemukan oleh BPM pada tahun 1920 dengan pengeboran sumur R-1, struktur Kuala Simpang Barat ( KSB ) adalah salah satu dari beberapa struktur penghasil minyak yang ada di Lapangan Rantau. Letaknya di pinggir kota Kuala Simpang-Aceh Timur, atau lebih kurang 10 km dari kantor pusat Pertamina Lapangan Rantau.

2.1.1. Geologi Regional

Cekungan Sumatera Utara terletak diantara Paparan Sunda yang berada didaerah lepas pantai sebelah Timur Laut dan Pegunungan Barisan yang teletak di sebelah Barat Daya. Disebelah Barat Laut, cekungan Sumatera Utara dibatasi oleh daerah tinggian Samalanga yang letaknya di daerah Aceh Utara.

Cekugan Sumatera Utara terbentuk pada saat Tersier awal. Lapisan-lapisan Tersier bawah terutama terdiri dari pasir kuarsamika berikut beberapa lapisan-lapisan karbonat asal genang laut yang terletak diatas batuan dasar Pratersier. Beberapa bagian cekungan terdiri dari : Depresi Paseh di sebelah Utara, Depresi Tamlang dan Depresi Medan.

(17)

G ambar 2.1. Peta Lokasi Struktur Kuala Simpang Barat11)

(18)

Selama kala Miosen Tengah, sebagian besar daerah ini digenangi lautan terbuka yang mengakibatkan adanya pengendapan dari serpih Baong yang marine setebal 1500 m.

Pada sekitar akhir kala Miosen Tengah, pegunungan Barisan terangkat dan menyalurkan bahan-bahan klastik ke cekungan busur belakang Sumatera Utara dan mengakibatkan terbentuknya formasi Keutapang dan formasi Seurula yang sebagian besar terdiri dari batu pasir dan serpih hasil susut lautan. Pengisian daerah cekungan berakhir pada kala Pliosan atas dengan diendapkannya formasi Julu Rayeu yang terdiri dari lapisan-lapisan terrestrial dan asal danau. Setelah itu, seluruh daerah tersebut dipengaruhi oleh perlipatan Plio-Plistosen yang mengakibatkan adanya konfigurasi struktur dewasa ini. Suatu sesar yang berakar dalam dan mengarah barat laut memotong daerah cekungan ini sehingga menyebabkan bagian-bagian cekungan kelihatannya menurun terhadap bagian pantai sebelah timur. Batas barat cekungan ini dibentuk oleh kakim Pegunungan Barisan dan ditandai oleh daerah-daerah sesar bongkah.

2.1.2. Stratigrafi

Secara umum stratigrafi cekungan Sumatera Utara dari tua ke muda terdiri dari : Formasi Prapat, Formasi Bampo, Formasi Belumai, Formasi Baong, Formasi Keutapang, Formasi Seurula, Formasi Julu Rayeu. Kolom stratigrafi Cekungan Sumatera Utara dapat dilihat pada gambar 2-3

(19)

Gambar 2.3. Kolom Stratigrafi Cekungan Sumatera Utara11)

2.1.3. Struktur

Cekungan Sumatera Utara mempunyai dua lapangan besar, yaitu Lapangan Pangkalan Susu dan Lapangan Rantau. Lapangan Pangkalan Susu terdiri dari delapan struktur meliputi : Struktur Gebang, Paluh Tabuhan Timur, Paluh Tabuhan Barat, Paluh Tabuhan Tengah, Securai, Besitang, Basilam dan Wampu.

(20)

a)

Stuktur ini terletak di sebalah barat Kuala Simpang, mempunyai bentuk struktur antiklin dengan kedalaman hidrokarbon antara 240-950 m.

Struktur Rantau

b)

Struktur ini terletak di sebelah Utara Kuala Dalam, mempunyai bentuk struktur antiklin dengan kedalaman hidrokarbon antara 1030-1230 m. Stuktur Serang Jaya

c)

Struktur ini terletak di sebelah Barat Serang Jaya, mempunyai bentuk struktur antiklin dengan kedalaman hidrokarbon antara 1330-1340 m. Struktur Kuala Simpang

d)

Struktur ini terletak pada formasi keutapang, mempunyai bentuk struktur antiklin dengan kedalaman hidrokarbon antara 600-1050 m.

Struktur Kuala Simpang Barat

e)

Struktur ini terletak diantara struktur sungai Buluh dan struktur Serang Jaya, lapisan hidrokarbon terdapat pada formasi Keutapang.

Struktur Kuala Dalam

f)

Struktur ini menghasilkan Minyak pada formasi Keutapang, bentuk struktur antiklin dengan kedalaman lapisan antara 1090-1250 m.

Struktur Sungai Buluh

2.2. Kondisi Geologi Lokal

Struktur KSB ditemukan melalui interpretasi Seismik pada kegiatan eksplorasi tahun 1975-1977. Dari hasil interpretasi seismik dan studi geologi bawah permukaan,luas struktur KSB diperkirakan ± 9 km2, yang memanjang dari Barat Laut ke Tenggara. Tiga patahan melintang dan dua patahan membujur membagi struktur lapangan ini menjadi lima bagian, yaitu : Block A, B, C1, C2,

dan D. Struktur KSB terdiri dari beberapa zone produktif. Zona produktif yang tercakup dalam studi ini adalah 1050 C, 1180 B, 1200 A dan 1300 A. Gambar 2-4 adalah contoh peta Struktur KSB zone 1300 A. Struktur KSB terletak pada formasi Keutapang dengan bentuk struktur antiklin.

(21)

Minyak yang dihasilkan dari struktur KSB adalah minyak ringan

- API. Minyak ini termasuk dalam kategori sweet crude dengan kadar belerang dibawah 2 %. Dasar rangkaian pembentuk adalah Naftein Base dan tidak mengandung wax ( paraffin content sangat kecil ). Tekanan jenuh berkisar 0.42 centipoise dan faktor volume formasi berkisar antara 1.25 sampai 1.5 volume/volume. Specific gravity gas yang diproduksikan kurang lebih antara 0.85 sampai 0.9.

2.4. Sifat Fisik Batuan

Formasi yang membentuk struktur KSB mempunyai tekanan ov

C/100 m untuk kedalaman dibawah 500 m. porositas rata-rata diperkirakan sebesar 23% dan permeabilitas dalam arah horizontal diperkirakan sebesar 40 mD dan permeabilitas dalam arah vertical diperkirakan sebesar 60-70% dari harga permeabilitas horisontalnya.

Batuan formasi yang membentuk struktur KSB sebagian besar berupa batu pasir sisipan batu lanau di selingi sisipan tipis serpih. Formasi bersifat water wet dengan sifat-sifat yang memungkinkan timbulnya penurunan permeabilitas serta masalah-masalah kepasiran yang menyertai masalah kenaikan kadar air produksi.

2.5. Sejarah Pengembangan dan Produksi

Sumur eksplorasi Kuala Simpang Barat-1 ( KSB-1 ) merupakan sumur pertama yang di bor pada struktur KSB pada tanggal 24 februari 1979, menembus formasi Seurula, Keutapang, dan berhenti beberapa meter dalam formasi Baong pada kedalaman akhir 1232 m. Tujuan pemboran sumur KSB-1 adalah untuk menilai kemungkinan adanya akumulasi hidrokarbon pada lapisan-lapisan batu pasir Keutapang Bawah. Pada pemboran tersebut ternyata lapisan batu pasir Keutapang Bawah menunjukkan adanya akumulasi hidrokarbon yang memiliki prospek untuk dikembangkan.

(22)

Sampai saat ini ( Februari 2011 ) Lapangan Rantau dibagi 5 Blok dengan status sebagai berikut :

Tabel II.1. Status Tiap Blok Lapangan Rantau12) Blok Oil Producer Suspende d Shut-In Well Injector Suspende d Jumlah A1 2 2 17 2 2 25 A2 1 1 8 1 3 14 B 1 16 17 C1 2 2 16 3 23 C2 2 16 1 13 32 D1 1 11 6 18 D2 1 16 8 25 D3 1 1 14 5 21 D4 4 20 10 34 E1 1 8 9 E2 1 1 2 Jumla h 8 15 143 7 47 220

Peta Lapangan Rantau Status @ Februari 2011:

(23)

BAB III TEORI DASAR

Dalam memproduksikan fluida dari formasi produktif dengan pompa benam listrik sebagai artificial lift, diperlukan pengkaitan secara terpadu antara parameter reservoar dan produksi dengan pompa benam listrik, sesuai dengan hal tersebut maka dalam bab ini akan dibahas prinsip-prinsip dasar yang melatarbelakangi penggunaan pompa benam listrik pada sumur-sumur produksi.

3.1. Produktivitas Formasi

Produktivitas formasi adalah kemampuan suatu formasi untuk memproduksikan fluida yang dikandungnya pada kondisi tekanan tertentu. Pada umumnya sumur-sumur yang baru diketemukan mempunyai tenaga pendorong alamiah yang mampu mengalirkan fluida hidrokarbon dari reservoar ke permukaan dengan tenaganya sendiri, dengan berjalannya waktu produksi, kemampuan dari formasi untuk mengalirkan fluida tersebut akan mengalami penurunan, yang besarnya sangat tergantung pada penurunan tekanan reservoar.

Parameter yang menyatakan produktivitas formasi adalah Index

Iroduktivitas (PI) dan Inflow Performance Relationship (IPR).

3.1.1. Index Produktivitas

Index Produktivitas (PI) merupakan index yang digunakan untuk

menyatakan kemampuan suatu formasi untuk berproduksi pada suatu beda tekanan tertentu atau merupakan perbandingan antara laju produksi yang dihasilkan formasi produktif pada drawdown yang merupakan beda tekanan dasar sumur saat kondisi statis (Ps) dan saat terjadi aliran (Pwf). PI dituliskan dalam bentuk persamaan : ) P (P q J PI wf s − = = STB/Day/Psi ... (3-1)

(24)

Keterngan :

q = gross liquid rate, STB/hari Ps = tekanan static reservoar, psi Pwf = tekanan alir dasar sumur, psi Ps-Pwf = draw-down pressure, psi

Jarang fluida formasi satu fasa, bila tekanan reservoar dibawah tekanan bubble point minyak, dimana gas semula larut akan terbebaskan, membuat fluida menjadi dua fasa. Menurut Muskat, bentuk IPR pada kondisi tersebut melengkung, sehingga PI menjadi suatu perbandingan antara perubahan laju produksi dq dengan perubahan tekanan alir dasar sumur, dPwf.

dPwf dq

PI = ... (3-2)

3.1.2. Inflow Performance Relationship (IPR) 3.1.2.1. Kurva IPR Satu Fasa

Aliran fluida dalam media berpori telah dikemukakan oleh Darcy (1856) dalam persamaan : dL dP k A q v µ − = = ... (3-3) Persamaan tersebut mencakup beberapa anggapan, diantaranya adalah :

a. Aliran mantap

b. Fluida yang mengalir satu fasa

c. Tidak terjadi reaksi antara batuan dengan fluidanya d. Fluida bersifat incompressible

e. Viskositas fluida yang mengalir konstan f. Kondisi aliran Isotermal

g. Formasi homogen dan arah aliran horizontal

Persamaan diatas selanjutnya dikembangkan untuk kondisi aliran radial, dimana dalam satuan lapangan persamaan tersebut berbentu :

(

)

(

re rw

)

B Pwf Pe h k q O o o O / ln 007082 , 0 µ − = ... (3-4)

(25)

Dimana:

q = Laju aliran fluida, bbl/hari

qo = Laju aliran fluida dipermukaan, STB/hari

h = Ketebalan lapisan, ft

k = Permeabilitas batuan, md µo = Viscositas minyak, cp

Bo = Faktor volume formasi minyak, bbl/STB Pwf = Tekanan alir dasar sumur, psi

Pe = Tekanan formasi pada jarak re, psi re = Jari-jari pengurasan sumur, ft rw = Jari-jari sumur, ft

Persyaratan yang harus dipenuhi untuk menggunakan Persamaan (3-4) adalah :

a. Fluida berfasa tunggal b. Aliran Mantap (steady state) c. Formasi homogen, horizontal d. Fluida incompresible

Dengan demikian apabila variabel-variabel dari Persamaan (3-4) diketahui, maka laju produksi (potensi) sumur dapat ditentukan.

3.1.2.2. Kurva IPR Dua Fasa

untuk membuat kurva IPR dimana fluida yang mengalir dua fasa, vogel mengembangkan persamaan hasil regresi yang sederhana dan mudah pemakaiannya, yaitu : 2 max , 8 , 0 2 , 0 1       −       − = r wf r wf t t P P P P q q ... (3-5)

Selain itu dalam pengembangannya dilakukan anggapan : 1. Reservoar bertenaga dorong gas terlarut

(26)

3. Tekanan reservoar di bawah tekanan saturasi (Pb)

Prosedur pembuatan kurva IPR untuk aliran dua fasa dari Vogel adalah sebagai berikut :

Langkah 1.

Mempersiapkan data-data penunjang meliputi : • Tekanan Reservoar/Tekanan statis (Ps) • Tekanan alir dasar sumur (Pwf)

• Laju Produksi Minyak (Qo) Langkah 2.

Menghitung harga (Pwf /Ps) Langkah 3.

Mensubtitusikan harga (Pwf/Ps) dari langkah 1 dan harga laju produksi (Qo) ke dalam Persamaan (3-5), dan menghitung harga laju produksi maksimum (Qomax),

yaitu : 2 Pr 8 , 0 Pr 2 , 0 1 max      −       − = Pwf Pwf Q q Langkah 4.

Untuk membuat kurva IPR, anggap beberapa harga Pwf dan menghitung harga Qo, yaitu : Qo = Qomax               −       − 2 8 , 0 2 , 0 1 Ps Pwf Ps Pwf Langkah 5

Memplot Qo terhadap Pwf pada kertas grafik linier. Kurva yang diperoleh adalah kurva kinerja aliran fluida dari formasi ke lubang sumur.

3.1.2.3. Kurva IPR Tiga Fasa Metode Pudjo Sukarno Asumsi yang digunakan metode ini adalah : 1. Faktor skin sama dengan nol

2. Minyak, air dan gas berada pada satu lapisan dan mengalir bersama-sama secara radial.

(27)

Untuk menyatakan kadar air dalam laju produksi total digunakan parameter ”water cut (WC)”, yaitu perbandingan laju produksi air dengan laju produksi total. Dimana harga water cut dinyatakan dalam persen. Dalam perkembangan kinerja aliran tiga fasa dari formasi produktif ke lubang sumur telah digunakan 7 kelompok data hipotesis reservoar, yang mana untuk masing-masing kelompok dilakukan perhitungan kurva IPR untuk lima harga water-cut berbeda, yaitu 20%, 40%, 60%, 80% dan 90%.

Dalam metode Pudjo Sukarno membuat persamaan sebagai berikut :

2 Pr Pwf 2 A Pr Pwf 1 A Ao max qt, qo       +       + = ... (3-6) Dimana:

An (n=0, 1 dan 2) adalah konstanta persamaan, yang harganya berbeda untuk water cut yang berbeda. ... (3-7) An = Co + C1 (water cut) + C2 (water cut) 2

Cn (n = 0, 1, dan 2) untuk masing-masing harga An ditunjukkan dalam Tabel III-1, sebagai berikut:

Tabel III-1

Konstanta Cn untuk masing-masing An1)

An Co C1 C2 Ao A1 A2 0,980321 -0,414360 -0,564870 -0,115661.10-1 0,392799.10-2 0,762080.10-2 0,179050.10-4 0,237075.10-5 -0,202079.10-4

Sedangkan hubungan antara tekanan alir dasar sumur terhadap water cut dapat dinyatakan sebagai Pwf / Pr terhadap WC ( WC @ Pwf = Pr) dimana ( WC @

Pwf = Pr) telah ditentukan dengan analisis regresi yang menghasilkan persamaan

berikut ;

(

wf r

)

R WF P P P Exp P P P WC WC / @ = = 1× 2 ... (3-8)

(28)

dimana P1 dan P2 tergantung dari harga water cut. Dari hasil analisis regresi

menghasilkan persamaan berikut : ) ln( 1606207 1 WC P = − ... (3-9) ) ln( 110604 , 0 517792 , 0 2 WC P =− + × ... (3-10) dimana water cut dinyatakan dalam persen (%) dan merupakan data uji produksi

Prosedur pembuatannya kinerja aliran tiga fasa dari Metode Pudjo Sukarno adalah sebagai berikut :

Langkah 1.

Mempersiapkan data-data penunjang meliputi : • Tekanan Reservoar/Tekanan Statis Sumur • Tekanan Alir Dasar Sumur

• Laju Produksi Minyak dan Air

• Harga Water Cut (WC) berdasarkan data Uji Produksi (%) Langkah 2.

Penentuan WC@ Pwf ≈ Ps

Menghitung terlebih dahulu harga P1 dan P2 yang diperoleh dari Persamaan (3-9)

dan (3-10). Kemudian hitung harga WC@ Pwf ≈ Ps dengan Persamaan (3-8). Langkah 3.

Penentuan konstanta A0, A1 dan A2

Berdasarkan harga WC@Pwf≈Ps kemu dian menghitung harga konstanta tersebut menggunakan Persamaan (3-7) dimana konstanta C0, C1 dan C2 diperoleh dalam

Tabel III-1. Langkah 4.

Penentuan Qt maksimum

Menghitung Qt maksimum dari Persamaan (3-6) dan konstanta A0, A1 dan A2 dari

langkah 3. Langkah 5.

Penentuan Laju Produksi Minyak (Qo)

Berdasarkan Qt maksimum langkah 4, kemudian menghitung harga laju produksi minyak qo untuk berbagai harga Pwf.

(29)

Langkah 6.

Penentuan Laju Produksi Air (Qw)

Menghitung besarnya laju produksi air dari harga Water Cut (WC) pada tekanan alir dasar sumur (Pwf) dengan persamaan :

Qo WC 100 WC Qw ×      − = ... (3-11) Langkah 7.

Membuat tabulasi harga-harga Qw, Qo dan Qt untuk berbagai harga Pwf pada Ps aktual .

Langkah 8.

Membuat grafik hubugan antara Pwf terhadap Qt, dimana Pwf mewakili sumbu y dan Qt mewakili sumbu x.

3.2. Kelakuan Aliran Fluida Dalam Pipa Vertikal

Di lapangan minyak, untuk suatu bottom hole flowing pressure Pwf tertentu, formasi akan memproduksi minyak tertentu dan untuk mengangkat fluida kepermukaan melalui tubing kita harus mengetahui pressure loss akibat aliran fluida didalam tubing. Dengan mengetahui pressure loss tersebut, kita dapat mengetahui tekanan dipermukaan kurang dari tekanan atmosfer fluida tidak akan mengalir kepermukaan dengan rate yang diharapakan.

Friction Loss

Fluida yang mengalir didalam pipa maka akan mengalami tegangan geser (shear stress) pada dinding pipa, sehingga terjadi kehilangan sebagian tenaganya yang sering disebut dengan friction loss. Persamaan gradien tekanan pada umumnya digunakan untuk setiap fluida yang mengalir pada sudut kemiringan pipa tertentu dinyatakan dengan tiga komponen, yaitu adanya perubahan energi potensial (elevasi), adanya gesekan pada dinding pipa dan adanya perubahan energi kinetik. el dL dP dL dP     =     + acc f dL dP dL dP     +     ... (3-12)

(30)

dL g VdP d g V f gc g dL dP c c ρ ρ φ ρ + + =     2 sin 2 ... (3-13) Keterangan

ρ = densitas fluida, lb/cuft V = kecepatan aliran, ft/dt f = Faktor gesekan

d = diameter dalam pipa, inch θ = sudut kemiringan pipa g = percepata Gravitasi, ft/dt2 gc = faktor konversi

Darcy dan Weisbah’s menghitung kehilangan energi karena gesekan dengan persamaan : h = f g d Lv 2 2 ⋅ ... (3-14) Keterangan : h = friction loss, ft f = friction factor L = Panjang pipa, ft

V = kecepatan aliran rata-rata dalam pipa, ft/s2

Berdasarkan persamaan diatas, Wiliam –hazen membuat suatu persamaan empiris untuk friction loss (hf), yaitu :

hf = 2,0830          8655 , 4 85 , 1 85 , 1 ) 3 . 34 / ( 100 ID Q C ... (3-15) Dimana :

Hf = feet friction loss per 1000 feet

C = Konstanta dari bahan yang digunakan dalam pembuatan pipa Q = laju produksi, bpd

ID = diameter dalam pipa inchi

Berdasarkan persamaan tersebut, William-Hazen membuat rafik friction loss seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 3.1.

(31)

Gambar 3.1. Grafik friction loss William – Hazen10)

3.3. Electrical Submersible Pump (ESP)

Pompa benam listrik dibuat atas dasar pompa sentrifugal bertingkat banyak dimana keseluruhan pompa dan motornya ditengelamkan ke dalam cairan. Pompa ini digerakkan dengan motor listrik dibawah permukaan melalui suatu poros motor (shaft) yang memutar pompa, dan akan memutar sudu-sudu (impeller) pompa. Perputaran sudu-sudu itu menimbulkan gaya sentrifugal yang digunakan untuk mendorong fluida ke permukaan.

(32)

Gambar 3.2. Instalasi Electric Submersible Pump5)

(33)

3.3.1. Peralatan Electrical Submersible Pump (ESP)

Peralatan pompa benam listrik dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu: 1. Peralatan diatas permukaan.

2. Peralatan dibawah permukaan. 3.3.1.1. Peralatan di Atas Permukaan

Peralatan diatas permukaan terdiri atas : Wellhead, Junction Box, Switchboard dan Transformer.

1. Wellhead

Wellhead atau kepala sumur dilengkapi dengan tubing hanger khusus yang mempunyai lubang untuk cable pack off atau penetrator. Cable pack off biasanya tahan sampai tekanan 3000 psi. Tubing hanger dilengkapi lubang hidraulic control line, saluran cairan hidraulik untuk menekan subsurface ball valve agar terbuka

Wellhead juga harus dilengkkapi dengan “seal” agar tidak bocor pada lubang kabel dan tulang. Wellhead didesain untuk tahan terhadap tekanan 500 psi sampai 3000 psi. Gambar 3.4.

(34)

2. Junction Box

Junction Box merupakan suatu tempat yang terletak antara switchboard dan wellhead yang berfungsi untuk tempat sambungan kabel atau penghubung kabel yang berasal dari dalam sumur dengan kabel yang berasal dari switchboard. Junction Box juga digunakan untuk melepaskan gas yang ikut dalam kabel agar tidak menimbulkan kebakaran di switchboard.

Fungsi dari junction box antara lain :

• Sebagai ventilasi terhadap adanya gas yang mungkin bermigrasi ke permukaan melalui kabel agar terbuang ke atmosfer.

• Sebagai terminal penyambungan kabel dari dalam sumur dengan kabel dari switchboard. Gambar 3.5.

Gambar 3.5. Junction Box5)

3. Switchboard

Switchboard adalah panel kontrol kerja dipermukaan saat pompa bekerja yang dilengkapi motor controller, overload dan underload protection serta alat pencatat (recording instrument) yang bisa bekerja secara manual ataupun otomatis

(35)

bila terjadi penyimpangan. Switcboard dapat digunakan untuk tegangan 4400-4800 volt.

Fungsi utama dari switcbord adalah :

• Mengontrol kemungkinan terjadinya downhole problem seperti overload atau underload current.

• Auto restart underload pada kondisi intermittent well. • Mendeteksi unbalance voltage.

Switchboard biasanya dilengkapi dengan ampermeter chart yang berfungsi untuk mencatat arus motor versus waktu ketika motor bekerja.

4. Transformer

Transformer merupakan alat untuk mengubah tegangan listrik, bisa untuk menaikkan atau menurunkan tegangan. Alat ini terdiri dari core (inti) yang dikelilingi oleh coil dari lilitan kawat tembaga. Keduanya, baik core maupun coil direndam dengan minyak trafo sebagai pendingin dan isolasi. Perubahan tegangan akan sebanding dengan jumlah lilitan kawatnya. Tegangan input transformer biasanya diberikan tinggi agar ampere yang rendah pada jalur transmisi, sehingga tidak dibutuhkan kabel (penghantar) yang besar. Tegangan input yang tinggi akan diturunkan dengan menggunakan step-down transformer sampai dengan tegangan yang dibutuhkan oleh motor.

3.3.1.2. Peralatan Bawah Permukaan

Peralatan dibawah permukaan dari pompa benam listrik terdiri atas pressure testing sensing instrument, electric motor, protector, intake, pump unit dan electri cable serta alat penunjang lainnya.

1. PSI Unit (Pressure Sensing Instruments)

PSI (Pressure Sensing Instrument) adalah suatu alat yang mencatat tekana dan temperatur sumur. Secara umum PSI unit mempunyai 2 komponen pokok, yaitu :

(36)

a. PSI Down Hole Unit

Dipasang dibawah Motor Type Upper atau Center Tandem, karena alat ini dihubungkan pada Wye dari Electric Motor yang seolah-olah merupakan bagian dari motor tersebut.

b. PSI Surface Readout

Merupakan bagian dari system yang mengontrol kerja Down Hole Unit serta menampakkan (Display) informasi yang diambil dari Down Hole Unit.

Gambar 3.6. Pressure Sensing Instrument10)

2. Motor (Electric Motor)

Jenis motor ESP adalah motor listrik induksi 2 kutub 3 fasa yang diisi dengan minyak pelumas khusus yang mempunyai tahanan listrik (dielectric strength) tinggi. Tenaga listrik untuk motor diberikan dari permukaan mulai kabel listrik sebagai penghantar ke motor. Putaran Motor adalah 3400 RPM – 3600 RPM tergantung besarnya frekuensi yang diberikan serta beban yang diberikan oleh pompa saat mengangkat fluida.

(37)

Secara garis besar motor ESP seperti juga motor listrik yang lain mempunyai dua bagian pokok, yaitu:

− Rotor (bagian yang berputar)

− Stator (bagian yang diam

Stator menginduksi aliran listrik dan mengubah menjadi tenaga putaran pada rotor, dengan berputarnya rotor maka poros (shaft) yang berada ditengahnya akan ikut berputar, sehingga poros yang saling berhubungan akan ikut berputar pula (poros pompa, intake dan protector).

Untuk jenis motor listrik induksi dikenal putaran medan magnet yang biasa disebut Syncronous Speed yaitu putaran medan magnet atau putaran motor kalau seandainya tidak ada faktor kehilangan atau internal motor losses yang diakibatkan oleh beban shaft (shaft load) dan frictions. Putaran motor yang biasanya tertera pada nama plate dari pabrik misalnya : 3500 RPM/60 Hz

Panas yang ditimbulkan oleh putaran rotor akan dipindahkan ke housing motor melalui media minyak motor , untuk selanjutnya dibawa ke permukaan oleh fluida sumur .

Fungsi dari minyak tersebut adalah : − Sebagai pelumas

− Sebagai tahanan (isolasi)

− Sebagai media penghantar panas motor yang ditimbulkan oleh perputaran rotor ketika motor tersebut sedang bekerja.

Minyak tersebut harus mempunyai spesifikasi tertentu yang biasanya sudah ditentukan oleh pabrik yaitu berwarna jernih tidak mengandung bahan kimia, dielectric strength tinggi, lubricant dan tahan panas. Minyak yang diisikan akan mengisi semua celah-celah yang ada dalam motor , yaitu antara rotor dan stator. Panas yang ditimbulkan oleh putaran rotor akan dipindahkan ke housing motor melalui media minyak motor, untuk selanjutnya dibawa ke permukaan oleh fluida sumur. Untuk mendapatkan pendinginan yang sempurna maka pemasangan ESP unit sangat dianjurkan diatas perforasi untuk memastikan fluida yang masuk ke intake melewati seluruh housing motor.

(38)

Tetapi ESP karena sesuatu pertimbangan bisa juga dipasang dibawah perforasi dengan memakai casing shroud (selubung pelindung) yang digantungkan dibagian atas intake sampai ke bagian bawah motor. Untuk mendapatkan pendingin yang baik, pihak pabrik sudah menentukan bahwa kecepatan fluida yang melewati motor (Velocity) harus > 1 ft/sec. Kurang dari itu motor akan menjadi panas dan kemungkinan bisa terbakar.

Gambar 3.7. Motor Pompa Benam Listrik9)

3. Protector

Protector sering juga disebut Seal Section. Alat ini berfungsi untuk menahan masuknya fluida sumur kedalam motor, menahan thrust load yang ditimbulkan oleh pompa pada saat pompa mengangkat cairan, juga untuk menyeimbangkan tekanan yang ada didalam motor dengan tekanan didalam annulus. Secara prinsip protector mempunyai 4 fungsi utama yaitu:

(39)

− Untuk mengimbangi tekanan dalam motor dengan tekanan diannulus. − Tempat duduknya thrust bearing untuk meredam gaya axial yang

ditimbulkan oleh pompa.

− Menyekat masuknya fluida sumur kedalam motor

− Memberikan ruang untuk pengembangan dan penyusutan minyak motor akibat perubahan temperatur dalam motor pada saat bekerja dan pada saat dimatikan.

Secara umum protector mempunyai dua macam type, yaitu : 1. Positive Seal atau Modular Type protector

2. Labyrinth Type Protector

Untuk sumur-sumur miring dengan temperatur > 3000F disarankan menggunakan protector dari jenis seal atau modular type protector.

4. Intake (Gas Separator)

Intake atau Gas separator dipasangkan dibawah pompa dengan cara menyambungkan sumbunya (shaft) memakai coupling. Intake ada yang dirancang untuk mengurangi volume gas yang masuk ke dalam pompa, disebut dengan gas separator, tetapi ada juga yang tidak. Untuk yang terakhir ini disebut dengan intake saja atau standart intake.

Ada beberapa intake yang diproduksikan oleh reda yang populer dipakai, yaitu :

• Standart intake, dipakai untuk sumur dengan GLR rendah. Jumlah gas yang masuk pada intake harus kurang dari 10% sampai dengan 15 % dari total volume fluida. Intake mempunyai lubang untuk masuknya fluida ke pompa, dan dibagian luar dipasang selubung (screen) yang gunanya untuk menyaring partikel masuk ke intake sebelum masuk kedalam pompa. • Rotary Gas Separator dapat memisahkan gas sampai dengan 90%, dan

biasanya dipasang untuk sumur-sumur dengan GLR tinggi. Gas separator jenis ini tidak direkomendasikan untuk dipasang pada sumur-sumur yang abrasive.

(40)

• Static Gas Separator atau sering disebut reverse gas separator, yang dipakai untuk memisahkan gas hingga 20% dari fluidanya.

Gambar 3. 8. Jenis Labyrinth Type Protector9)

5. Unit Pompa

Unit pompa merupakan Multistage Centrifugal Pump, yang terdiri dari: impeller, diffuser, shaft (tangkai) dan housing (rumah pompa). Di dalam housing pompa terdapat sejumlah stage, dimana tiap stage terdiri dari satu impeller dan satu diffuser. Jumlah stage yang dipasang pada setiap pompa akan dikorelasi langsung dengan Head Capacity dari pompa tersebut. Dalam pemasangannya bisa menggunakan lebih dari satu (tandem) tergantung dari Head Capacity yang dibutuhkan untuk menaikkan fluida dari lubang sumur ke permukaan. Impeller

(41)

merupakan bagian yang bergerak, sedangkan diffuser adalah bagian yang diam. Seluruh stage disusun secara vertikal, dimana masing-masing stage dipasang tegak lurus pada poros pompa yang berputar pada housing.

Gambar 3.9. Jenis Rotary Gas Separator9)

Prinsip kerja pompa ini, yaitu fluida yang masuk kedalam pompa melalui intake akan diterima oleh stage paling bawah dari pompa, impeller akan mendorongnya masuk, sebagai akibat proses centrifugal maka fluida akan terlempar keluar dan diterima diffuser. Oleh diffuser, tenaga kinetis (velocity) fluida akan diubah menjadi tenaga potensial (tekanan) dan diarahkan ke stage selanjutnya. Pada proses tersebut fluida memiliki energi yang semakin besar

(42)

dibandingkan pada saat masuknya. Kejadian tersebut terjadi terus-menerus sehingga tekanan head pompa berbanding linier dengan jumlah stages, artinya semakin banyak stages yang dipasangkan, maka semakin besar kemampuan pompa untuk mengangkat fluida.

Gambar 3.10. Unit Pompa Benam Listrik9) 6. Electric Cable

Tenaga listrik untuk menggerakan motor yang berada didasar sumur disuplai oleh kabel yang khusus digunakan untuk pompa ESP. Kabel yang dipakai adalah 3 jenis konduktor. Dilihat dari bentuknya ada dua jenis, yaitu flat cable type dan round cable type. Fungsi kabel tersebut adalah sebagai media penghantar arus listrik dari switchboard sampai ke motor di dalam sumur. Secara umum ada 2 jenis /kelas kabel yang lazim digunakan di lapangan, yaitu :

− Low temperatur cable, yang biasanya dengan material isolasi nya terdiri dari jenis polypropylene ethylene (PPE) atau nitrile. Direkomendasikan untuk pemasangan pada sumur-sumur dengan temperatur maximum 205oF

(43)

− High temperatur cable, banyak dibuat dengan jenis ethylene prophylene diene methylene (EPDM). Direkomendasikan untuk pemasangan pada sumur-sumur dengan temperatur yang cukup tinggi sampai 400oF

Kerusakan pada round cable merupakan hal yang sering kali terjadi pada saat menurunkan dan mencabut rangkaian ESP. Untuk menghindari atau memperkecil kemungkinan itu, maka kecepatan string pada saat menurunkan rangkaian tidak boleh melebihi dari 1500 ft / jam dan harus lebih pelan lagi ketika melewati deviated zone atau dog leg.Kabel harus tahan terhadap tegangan tinggi, temperatur, tekanan migrasi gas dan tahan terhadap resapan cairan dari sumur maka kabel harus mempunyai isolasi dan sarung yang baik. Bagian dari kabel biasanya terdiri dari :

− Konduktor (conductor ) − Isolasi (Insulation) − Sarung (sheath) Jaket

Gambar 3.11. Kabel4)

7. Check Valve

Check valve dipasang pada tubing (2-3 joint) diatas pompa. Bertujuan untuk menjaga fluida tetap berada di atas pompa. Check valve tidak dipasang maka kebocoran fluida dari tubing (kehilangan fluida) akan melalui pompa yang

(44)

dapat menyebabkan aliran balik dari fluida yang naik ke atas, sebab aliran balik (back flow) tersebut membuat putaran impeller berbalik arah, dan dapat menyebabkan motor terbakar atau rusak. Check valve umumnya digunakan agar tubing tetap terisi penuh dengan fluida sewaktu pompa mati dan mencegah supaya fluida tidak turun kebawah.

8. Bleeder Valve

Bleeder Valve dipasang satu joint diatas check valve, mempunyai fungsi mencegah minyak keluar pada saat tubing di cabut. Fluida akan keluar melalui bleeder valve.

9. Centralizer

Berfungsi untuk menjaga kedudukan pompa agar tidak bergeser atau selalu ditengah-tengah pada saat pompa beroperasi, sehingga kerusakan kabel karena gesekan dapat dicegah.

3.3.2. Karakteristik Kinerja Electrical Submersible Pump (ESP)

Motor Listrik berputar pada kecepatan relatif konstan, memutar pompa (impeller) melewati poros (shaft) yang disambungkan dengan bagian protector. Power disalurkan ke peralatan bawah permukaan melalui kabel listrik konduktor yang di lem pada tubing, cairan memasuki pompa yang sedang beroperasi.

Kelakuan pompa berada pada harga efisiensi tertinggi apabila hanya cairan yang terproduksi. Tingginya volume gas bebas menyebabkan operasi pompa tidak efisien.

3.3.2.1. Kurva kelakuan Electrical Submersible Pump (Pump Performance Curve)

Beberapa kinerja dari berbagai pompa dihadirkan dalam bentuk katalog yang diterbitkan oleh produsen. Kurva kinerja dari suatu pompa benam listrik

(45)

menampilkan hubungan antara : Head capacity, Rate Capity, Horse Power dan efisiensi pompa yang disebut dengan “Pump Performance Curve”. Kapasitas berkaitan dengan volume, laju alir cairan yang diproduksikan, termasuk juga gas bebas atau gas yang terlarut dalam minyak.

Head pompa benam listrik berkaitan dengan specific gravity fluida, dimana jika head diubah menjadi tekanan maka harus dikalikan dengan specific gravity fluida, maka dapat dinyatakan sebagai berikut :

Tek. Operasi Pompa = (head / stage) x (gradien tekanan fluida) x (jumlah stage) Bila gas dan cairan sedang dipompa, kapasitas dan head per stage juga gradien tekanan fluida berubah sebagaimana tekanan fluida naik dari tekanan intake ke tekanan discharge. Dengan demikian persamaan diatas dapat ditulis sebagai berikut:

d(P) = h (V) + Gf(V)+ d(St)...(3-16) Dimana :

d(P) = Perubahan tekanan yang dihasilkan pompa h = head per stage, ft/stage

Gf(V) = gradien tekanan fluida, psi/ft d(St) = perubahan jumlah stage

Tanda kurung dalam Persamaan (3-16) merupakan fungsi dari kapasitas (V) dan dinyatakan dlm persamaan : V = qsc x VF (aliran satu fasa). VF

merupakan Volume Factor untuk berbagai tekanan dan temperatur, dan dinyatakan dengan persamaan :

VF = WC + (1-WC) Bo + [GLR – (1-WC) Rs] Bg...(3-17) Tekanan alir dasar sumur (Pwf) diatas harga tekanan gelembung (bubble Point-Pb) bentuk kurva IPR digambarkan dalam persamaan linier :

qsc = PI (Pr – Pwf)...(3-18) Gradien tekanan fluida dalam berbagai tekanan dan temperatur dinyatakan dalam persamaan :

Gf(V) = 0,433 x ρ (V) ...(3-19) ρ (V) = W / 350 ...(3-20)

(46)

W adalah berat material pada berbagai tekanan dan temperatur, yang mana sama dengan berat pada kondisi standart. Dituliskan dengan persamaan :

ρ (V) = V qsc fsc × × 350 ρ ...(3-21)

Mensubtitusikan Persamaan (3-21) kedalam Persamaan (3-19) didapatkan persamaan sebagai berikut :

Gf = V qsc×ρfsc       350 433 , 0 ...(3-22)

ρfsc adalah berat 1 bbl cairan ditambah gas yang terpompakan (per bbl cairan)

pada kondisi standart.

ρfsc = (350(WC)τWSC) + [350 (1- WC)τoSC] + (GIP)(GLR) ρgsc...(3-23)

dengan memasukkan Persamaan (3-23) ke Persamaan (3-19) menghasilkan persamaan : d (St) = dP V h V qsc fsc ( ) 433 , 0 350         × × ρ ...(3-24) Jumlah stage total dari pompa didapat dengan mengintegrasikan persamaan diatas antara tekanan intake (P3) dan tekanan discharge (P2):

2 3 P P d (St)= dP V h V qsc P P fsc ( ) 433 , 0 350 2 3

        × × ρ ...(3-25) atau St = dP V h V fsc qsc P P ( ) 3141 . 808 2 3

      ×ρ ...(3-26)

3.3.2.2. Brake Horse Power

Kurva kinerja pompa yang ditunjukkan dalam Gambar 3.12 menyatakan horse power per stage yang didasarkan atas specific gravity fluida perhitungan. Dengan demikian horse power dapat dinyatakan didalam persamaan :

(47)

Karena Parameter-parameter dipengaruhi oleh kapasitas V, yang berubah antara intake dan tekanan discharge, persamanan diatas menjadi :

d (HP) = hp (V) x τf (V) x d (St)...(3-27) Dengan mensubtitusikan Persamaan (3-22) dan Persamaan (3-27) ke persamaan diatas maka diperoleh persamaan

d (HP) = dP V h V hp ) ( ) ( 433 , 0 1       ...(3-28)

Total horse power (Hp) yang diperlukan, diperoleh dengan mengintegrasikan persamaan diatas antara tekanan intake (P3) dann tekanan

dicharge (P2):

2 3 P P d (HP) = dP V h V hp P P ( ) ) ( 433 , 0 1 2 3

      ...(3-29) atau HP = dP V h V hp P P ( ) ) ( 433 , 0 1 2 3

      ...(3-30)

3.3.2.3. Kurva Intake Pompa

Peramalan kurva intake pompa Electrical Submersible Pump dipertimbangkan untuk dua hal yaitu :

• Memompa cairan

• Memompa cairan dan gas

Keduanya diasumsikan bahwa pompa diletakkan didasar sumur dan yang tetap adalah tekanan wellhead dan ukuran tubing. Kasus kedua dianggap semua gas dipompakan bersama-sama cairan. Variabel yang terpengaruh adalah jumlah stages pompa. Peramalan kurva intake untuk pompa benam listrik adalah untuk kasus yang kedua.

A. Pompa benam Listrik Memompa Cairan

Karena cairan memiliki sedikit sifat kompresibilitas, volume cairan produksi dapat dikatakan konstan dan sama hingga permukaan (qsc). Dengan demikian

(48)

head perstage akan konstan juga dari Persamaan (3-26) dapat diintegrasikan menjadi : ) ( 3141 , 808 3 2 P P hx S fsc t  −       = ρ ...(3-31) Atau harga tekanan intake (P3) dapat ditulis :

t fsc S xh P P      − = 3141 , 808 2 3 ρ ...(3-32)

Sedangkan untuk Persamaan (3-30) bila diintegrasikan menjadi :

) ( 433 , 0 1 3 2 P P h hp HP  −      = ...(3-33) Dengan mensubtitusikan Persmaan (3-32) ke Persamaan (3-33) menjadi :

HP = hp x ρfsc x St ...(3-34)

B. Pompa Benam Listrik Memompa Cairan dan Gas

Gas memiliki sifat kompresibilitas yang tinggi, sehingga volume cairan V yang dihasilkan berubah akibat perubahan tekanan dari tekanan intake (P2) sampai

tekanan discharge (P3). Faktor volume (VF) antara tekanan intake (P2) sampai

tekanan discharge (P3) didapat dari Persamaan (3-60) dan laju alir ditentukan

dengan Persamaan (3-5) atau Persamaan (3-6).

3.3.3. Dasar Perhitungan Electrical Submersible Pump

Pada prinsipnya perencanaan atau desain suatu unit pompa benam listrik untuk sumur-sumur dengan WC tinggi adalah sama seperti perencanaan unit pompa benam listrik biasa, dimana dengan maksimalnya laju produksi yang diinginkan maka maksimal juga produksi air yang terproduksi. Kontrolnya dengan menghitung laju kritis dimana besarnya laju produksi minyak yang diinginkan lebih besar dari laju kritis sehingga terjadi water coning. Produksi tersebut terus dilakukan karena masih bernilai ekonomis dan terjadinya water coning bersifat wajar untuk sumur-sumur tua yang mempunyai water cut yang lebih besar dari 90%.

(49)

Gambar 3.12. Kurva Kelakuan Pompa Benam Listrik5)

3.3.3.1. Perkiraan Laju Produksi Maksimum

Laju produksi suatu sumur yang diinginkan harus sesuai dengan produktifitas sumur. Pada umumnya fluida yang mengalir dari formasi ke lubang sumur lebih dari satu fasa. Seperti yang telah dijelaskan dalam sub-bab sebelumnya, untuk aliran fluida dua fasa, Vogel membuat grafik kinerja aliran fluida dari formasi ke lubang sumur berdasarkan data uji produksi.

Sedangkan untuk aliran tiga fasa, yaitu gas, minyak dan air, maka dalam pengembangan kelakuan aliran tiga fasa dari formasi ke lubang sumur dapat menggunakan analisis regresi dari metode Pudjo Sukarno seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

3.3.3.2. Pemilihan Ukuran dan Tipe Pompa

Pada umumnya pemilihan tipe pompa didasarkan pada besarnya rate produksi yang diharapkan pada rate pengangkatan yang sesuai dan ukuran casing (Check clearances). Terproduksinya gas bersama-sama dengan cairan

(50)

memberikan pengaruh dalam pemilihan pompa, karena sifat kompresibilitas gas yang tinggi, menyebabkan perbedaan volume fluida yang cukup besar antara intake pompa dan discharge pompa. Hal ini akan mempengaruhi efisiensi pompa ESP itu sendiri.

3.3.3.3. Perkiraaan Pump Setting Depth.

Perkiraan pump setting depth merupakan suatu batasan umum untuk menentukan letak kedalaman pompa dalam suatu sumur adalah bahwa pompa harus ditenggelamkan didalam fluida sumur. Sebelum perhitungan perkiraan setting depth dilakukan, terlebih dahulu diketahui parameter yang menentukannya, yaitu Static Fluid Level (SFL) dan Working Fluid Level (WFL) dimana untuk menentukannya digunakan alat sonolog atau dengan operasi wireline, bila sumur tersebut tidak menggunakan packer.

A.Static Fluid Level

Static fluid level pada sumur dalam keadaan mati (tidak diproduksikan), sehingga tidak ada aliran, maka tekanan didepan perforasi sama dengan tekanan statik sumur. Sehingga kedalaman permukaan fluida di annulus (SFL, ft) adalah :

feet Gf Pc Gf Ps D SFL midperf ,      + − = ...(3-35)

B. Working Fluid Level/Operating Fluid Level (WFL, ft)

Bila sumur diproduksikan dengan rate produksi sebesar q (bbl/D, dan tekanan alir dasar sumur adalah Pwf (Psi), maka ketinggian (kedalaman bila diukur dari permukaan) fluida di annulus adalah :

feet Gf Pc Gf Pwf D WFL midperf ,      + − = ………(3-36) Dimana :

SFL = Statik Fuid Lefel, ft WFL = Working Fluid Level, ft

(51)

Ps = Tekanan Statik sumur, psi Pwf = Tekanan Alir dasar sumur, psi. q = Rate produksi, B / D

D = Kedalaman sumur, ft Pc = Tekanan di casing, psi Gf = Gradient Fluida sumur, psi/ft

C. Suction Head (Tinggi Hisap)

Suction head adalah silinder atau torak yang semula berada dipermukaan cairan (dalam bak) air akan naik mengikuti torak sampai pada mencapai ketinggian Hs, dimana : Hs = ρ P × 144 ...(3-37) Dimana: Hs = suction head, ft

P = tekanan permukaan cairan, psi Ρ = densittas fluida, lb/cuft

D. Kavitasi dan Net Positive Suction Head (NPHS)

Tekanan absolut pada cairan pada suatu titik didalam pompa berada dibawah tekanan saturasi (Pb) pada temperatur cairan, maka gas semula terlarut dalam cairan terbebaskan. Gelembung-gelembung gas ini akan mengalir bersama-sama dengan cairan sampai pada daerah yang memiliki tekanan tinggi akan dicapai dimana gelembung tadi akan mengecil. Fenomena ini disebut sebagai kavitasi yang dapat menurunkan efisiensi dan merusak pompa.

Kejadian ini berhubungan dengan kondisi penghisapan dan apabila kondisi penghisapan berada diatas Pb, maka kavitasi tidak terjadi. Kondisi minimum yang dikehendaki untuk mencegah kavitasi pada suatu pompa disebut Net Positive Suction Head (NPHS). NPHS adalah tekanan absolut diatas tekanan saturasi yang diperlukan untuk menggerakkan fluida masuk kedalam fluida.

(52)

3.3.3.2.1. Pump Setting Depth Minimum

Pump setting depth minimum merupakan keadaan yang diperlihatkan dalam Gambar 3.13.A. Posisi minimum dalam waktu yang singkat akan terjadi pump-off, oleh karena ketinggian fluida level diatas pompa relatif sangat kecil atau pendek sehingga hanya gas yang akan dipompakan. Pada kondisi ini Pump Intake Pressure (PIP) akan menjadi kecil. PIP mencapai dibawah harga Pb, maka akan terjadi penurunan efisiensi volumetris dari pompa (disebabkan terbebasnya gas dari larutan). PSD minimum dapat ditulis dengan persamaan :

PSDmin = WFL + feet Gf P Gf Pb , + ...(3-38)

3.3.3.2.2. Pump Setting Depth Maksimum

Merupakan keadaan yang ditunjukkan oleh Gambar 3.13B. (Posisi maksimum) juga kedudukan yang kurang menguntungkan. Keadaan ini memungkinkan terjadinya overload, yaitu pengangkatan beban kolom fluida yang terlalu berat. PSD maksimum dapat didefinisikan :

feet Gf Pc Gf Pb D PSDmax ,      − − = ...(3-39)

(53)

3.3.3.2.3. Pump Setting Depth Optimum.

Merupakan kedudukan yang diharapkan dalam perencanaan pompa benam listrik seperti dalam Gambar 3.13.C (Pompa dalam keadaan optimum) menentukan kedalaman yang optimum tadi (agar tidak terjadi pump-off dan overload serta sesuai dengan kondisi rate yang dikehendaki), maka kapasitas pompa yang digunakan harus disesuaikan dengan produktivitas sumur. Penentuan PSD optimum ini dipengaruhi oleh terbuka dan tertutupnya casing head yang mana akan mempengaruhi tekanan casing atatu tekanan yang bekerja pada permukaan dari fluida di annulus. Kejadian ini mempengaruhi besarnya suction head pompa

Untuk casing head tertutup, maka :

Kedalaman pompa optimum = WFL + f c G P PIP− ...(3-40)

Untuk casing head terbuka, maka :

Kedalaman pompa optimum = WFL + f atm G P PIP− ...(3-41)

3.3.3.4. Perkiraan Jumlah Tingkat Pompa

Untuk menghitung jumlah tingkat pompa (stage), sebelumnya dihitung dahulu Total Dynamic Head (TDH, ft) pada laju produksi yang diinginkan. Diambil suatu harga rate produksi V, maka h akan berubah pada saat cairan melewati pompa. Persamaan (3-27) dapat digunakan jika variabel V/h(V) dapat dikurangi untukk menyederhanakan fungsi tekanan.

Keberadaan gas dibagian intake pompa dimana tekanan intake dibawah Pb maka Persamaan (3-26) harus dipecah menjadi dua yaitu :

St =

Gf + V h V q A Pb P sc 3 ( ) Gf V h V q A P Pb sc ( ) 2

...(3-42) Dimana : A = 808,3141 / ρfsc

Dengan melakukan integrasi numerik, Persamaan (3-42) dapat ditulis dalam bentuk sederhana :

(54)

Sti = ( ) 1 Sti i n ∆ ∑ = ...(3-43) dimana: Sti = i h i V q P A n i sc

=      ∆ 1 3 . ...(3-44)

Untuk mendapatkan tekanan intake P3.1 maka :

St1 = ΔSt1 = i h i V q P A sc       ∆. 3 ...(3-45)

Untuk mendapatkan P3.2 maka :

St2 = ΔSt1 + ΔSt2 =        +       ∆ 2 2 1 1 3 . h V h V q P A sc ...(3-46)

Untuk mendapatkan P3.n maka :

St2 = ΔSt1 + ΔSt2+...+ ΔStn =        + + +       ∆ n n sc h V h V h V q P A .... . 2 2 1 1 3 …... (3-47)

3.3.3.5. Pemilihan Motor dan Horse Power

Horse power diperoleh dengan cara integrasi Persamaan (3-27) antara tekanan intake dan tekanan discharge. Karena variabel hp (V) / h (V) tidak dapat diurai kebentuk fungsi yang lebih sederhana.

Interval tekanan intake dan tekanan discharge dibagi ke dalam tiap step kenaikan tekanan atau dengan mengambil P3 konstanta, Persamaan (3-27) dapat

ditulis sebagai berikut :

HPi = i i n i h p h P       ∆

= 0,433 3 1 ...(3-48) Δ(HP)I = i i h p h P       ∆ 433 , 0 3 ...(3-49)

Maka Persamaan (3-29) dapat ditulis kembali menjadi :

HP1 = i n i HP) ( 1 ∆

= ...(3-50)

(55)

Pemilihan motor baik single motor maupun tandem didasarkan pada tabel yang di sediakan oleh pabrik pembuatnya terlampir. Besarnya horse power yang dibutuhkan motor pada hasil perhitungan tidak tersedia dalam tabel, maka dipilih motor yang memiliki horse power lebih besar yang mendekati.

3.3.3.6. Pemilihan Switchboard dan Transformer

Menentukan switchboard yang akan dipakai perlu diketahui terlebih dahulu berapa besarnya voltage yang akan bekerja pada switchboard tersebut. Besarnya tegangan yang bekerja dapat dihitung dari persamaan berikut ini :

Vs = Vm + Vc, Volt...(3-51)

Vc = (L/100) x Voltage , Volt ...(3-52)

Keterangan :

Vs = surface voltage, Volt

Vm = motor voltage, volt

Vc = correction voltage, volt

L = Panjang kabel, ft

Voltage drop = kehilangan voltage, volt/100.

Menentukan besarnya tegangan transformer yang diperlukan dihitung dengan persamaan berikut :

T =Vs ,KVA 1000 73 , 1 Im× × ...(3-53) Keterangan :

T = ukuran transformer, KVA Vs = Surface voltage, volt Im = Ampere motor, ampere.

(56)

BAB IV

EVALUASI DAN PERENCANAAN ULANG

ELECTRIC SUBMERSIBLE PUMP ( ESP ) DI SUMUR P-346

Evaluasi electric submersible pump (ESP) pada sumur P-346 dilakukan untuk mengetahui perbandingan antara produktivitas formasi sumur kajian terhadap kapasitas pompa yang sedang digunakan, dengan tujuan meningkatkan efisiensi pompa agar diperoleh laju produksi optimum yang sesuai dengan produktivitas formasinya.

4.1. Data dan Evaluasi Di Lapangan Rantau P-346

Berikut adalah perhitungan untuk Sumur P-346 dengan pompa terpasang adalah ESP IND 675 97 stages 49 Hz. Data yang digunakan untuk evaluasi ini diambil pada bulan 23 Maret 2011.

• Water-Cut ( WC ) = 90,4 %

• Laju Alir Minyak(Qo) = 29,2 BOPD • Laju Alir total (QL) = 305,5 BWPD • Water Specific Gravity (SGw) = 0,904

• Oil Specific Gravity (SGo) = 0,076

• API Gravity = 47 °

• Static Fluid Level (SFL) = 1427,489 ft • Working Fluid Level (WFL) = 1712,357 ft

• Tekanan Tubing = 9,94 Psi

• ID Tubing = 1,995 inch

• Kedalaman Sumur TVD = 2138,56 ft • Mid Perforasi (Datum) TVD = 2000,8 ft • Pump Setting Depth (PSD) TVD = 1969,64 ft 4.1.1. Penentuan Specific Gravity Fluida Campuran

(57)

1. Specific gravity air = Water Cut x SG Air = 0,904 x 1

= 0,904

2. Specific gravity minyak = Oil Cut x SG minyak = (1-0,904) x 0,792 = 0,076

3. SG Fluida Campuran = SG air + SG minyak = 0,904 + 0,076 = 0,980

4. Gradient Fluida (Gf) = SG Fluida Campuran x 0,433 Psi/ft = 0,980 x 0,433 Psi/ft

= 0,424 Psi/ft

4.1.2. Penentuan Tekanan Reservoir (Pr) dan Tekanan Alir Dasar Sumur (Pwf) 1. SFL = Dmidfer -       − Gf Pc Gf Ps Ps = (Dmidfer - SFL) × Gf = (2000,8 - 1427,489) × 0,424 = 243,084 Psi 2. WFL = Dmidfer -       − Gf Pc Gf Pwf Pwf = (Dmidfer – WFL) × Gf = (2000,8 – 1712,357) × 0,424 = 122,30 Psi

4.1.3. Penentuan Pump Intake Pressure (PIP)

1. Perbedaan Kedalaman = Mid Perforasi-Pump Setting Depth (PSD)

= 2000,8 – 1969,64

= 31,16 ft

(58)

= 31,16 x 0,424

= 13,223 psi

3. Pump Intake Pressure = Pwf – Perbedaan Tekanan

= 122,3 – 13,223

= 109,077 psi

4.1.4 Penentuan Total Dynamic Head (TDH) 1. Menentukan Fluid Over Pump (FOP)

Fluid Over Pump (FOP) = PIP/Gf

= 109,077 /0,424 = 257,043 ft 2. Menentukan Vertikal Lift (HD)

Vertical Lift (HD) = Pump Setting Depth (TVD) –FOP

= 1969,64 – 257,043 = 1712,597 ft

3. Menentukan Tubing Friction Loss (HF)

Friction Loss (F) tubing 2 3/8” (1,995 ID) dengan volume total fluida (Vt)

305,5 bfpd, diperoleh dari Lampiran A adalah 7,75 ft per 1000 ft. Tubing Friction Loss = Friction Loss x PSD

= 7,75 x 1969,64

= 15,264 ft 4. Menentukan Tubing Head (HT)

Tubing Head (HT) = Tubing Pressure (psi)/ Gf (psi/ft) = 9,94 psi/ 0,424 psi/ft

= 23,424 ft

5. Menentukan Total Dynamic Head (TDH) Total Dynamic Head (TDH) = HD + HF + HT

= 1712,597 + 15,164 + 23,424

= 1751,285 ft

Gambar

Gambar 2.2. Penampang Cekungan Sumatera Utara 11)
Gambar 2.3. Kolom Stratigrafi Cekungan Sumatera Utara 11)
Tabel II.1. Status Tiap Blok Lapangan Rantau 12) Blok  Oil  Producer  Suspended  Shut-In  Well  Injector  Suspended  Jumlah  A1  2  2  17  2  2  25  A2  1  1  8  1  3  14  B  1  16  17  C1  2  2  16  3  23  C2  2  16  1  13  32  D1  1  11  6  18  D2  1  16
Tabel III-1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penerapan Unit ESP dengan pompa tipe REDA DN1750, 124 stage pada Sumur Beta- 20 tidak tepat, berhubung laju alir total berada jauh dibawah optimum range pompa (downthrust)

Electric Submersible Pump merupakan salah satu metode pengangkatan buatan, yang terdiri dari pompa sentrifugal bawah permukaan dengan multi stage (impeller) yang digerakkan oleh

Hal lain yang penting diperhatikan adalah mengoperasikan unit ESP (Electric Submersible Pump) dan VSD pada batas aman dengan pertimbangan hasil kerja pada sumur Mudi

Pada Sumur Beta-20 unit ESP yang terpasang menggunakan tipe Reda DN1750 60Hz dengan optimum range berkisar antara 1200 hingga 2050 BFPD, dimana berdasarkan hasil tes produksi

Electric Submersible Pump merupakan salah satu metode pengangkatan buatan, yang terdiri dari pompa sentrifugal bawah permukaan dengan multi stage (impeller) yang digerakkan oleh

Dari hasil anaisis yang di dapat untuk mengoptimalkan kinerja pompa kita harus mengubah head pompa sesuai dengan perhitungan yang dilakukan yaitu sebesar 1437 ft

Hasil penentuan laju yang diharapkan selanjutnya digunakan dalam perhitungan perencanaan peralatan Electric Submersible Pump yang meliputi pompa, motor, kabel, transformer dan

Optimasi yang dilakukan dengan cara mengganti pompa terpasang ke tipe pompa baru yaitu ODI W2, dengan 110 stage, ukuran pompa 4.3 HP 60 Hz, dengan laju alir produksi sebesar 171.27