• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEPUTAR UTANG LUAR NEGERI (Makalah : Anton Bawono, SE., M.Si)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SEPUTAR UTANG LUAR NEGERI (Makalah : Anton Bawono, SE., M.Si)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

SEPUTAR UTANG LUAR NEGERI (Makalah : Anton Bawono, SE., M.Si)

A. PENDHULUAN

Dari sudut pandang makro ekonomi, salah satu tujuan pembangunan adalah pencapaian pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Dalam pencapaian pertumbuhan tersebut diperlukan indicator kinerja perekonomian yang tangguh dan hal ini sangatlah tergantung dari beberapa factor pendukungnya. Beberapa factor tersebut antara lain kapital, sumberdaya alam, tenaga kerja dan teknologi serta struktur masyarakat (termasuk aturan dan kebijakan). Dari lima factor di atas unsure kapital dan aturan (kebijakan) adalah komponen utama dalam tinjauan khusus atas kebijakan moneter.

Memasuki era yang semakin maju saat ini, untuk pembangunan dibutuhkan ketersediaan sumber-sumber pembiayaan pembangunan akan semakin meningkat sejalan dengan semakin meningkatnya aktivitas pembangunan dinegara kita. Untuk itu diperlukan pemahamannya semakin mendalam tentang berbagai sumber pembiayaan pembangunan dan strategi pemanfaatannya guna menunjang kelancaran pembangunan. Sementara itu keterlibatan Indonesia dalam suatu tantangan ekonomi global yang tidak dapat dihindari makin menuntut sifat kompetitif untuk dapat bersaing dengan negara-negara lain didunia. Yang umber pembiayaan yang ada.

Pada dasarnya pembangunan yang kita laksanakan baik pada sector pemerintah maupun sector swasta memerlukan sarana pembiayaan dan itu bisa berasal dari dalam negeri berupa tabungan masyarakat, tabungan swasta dan tabungan pemerintah (merupakan selisih antara penerimaan dalam negeri dan pengeluaran rutin). Dan alternatif adalah sumberdana luar negeri berupa pinjaman luar negeri, bantuan hibah (grant’s) dan penanaman modal asing. Sumber dana luar negeri memang diperlukan untuk menutupi kesenjangan pebiayaan yang ada. Namun karena terdapat kendala-kendala dalam menghimpun dana pembangunan dari dalam negeri seperti masih rendahnya tabungan masyarakat akibat masih rendahnya kesadaran masyarakat Indonesia untuk menabung, makin merosotnya harga minyak dunia pada tahun 1980-an sehingga menurunkan perolehan devisa negara dari sector migas yang semula merupakan tumpuhan ekspor kita, dan masih lemahnya volume ekspor sector non migas kita. Sementara semakin mendesaknya kebutuhan pembiayaan pembangunan terutama untuk mengejar tingkat laju

(2)

pertumbuhan ekonomi yang menjadi sasaran dan tujuan pembangunan yang ditetapkan pemerintah, menyebabkan kita berpikir untuk berpaling pada sumber dana luar negeri.

Pada awalnya bantuan luar negeri sangat efektif sebagai injeksi untuk tetap mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi kita agar tetap tinggi rata-rata diatas 6% pertahun. Tetapi rupanya hal tersebut membuat kita kecanduan untuk semakin tergantung pada bantuan luar negeri dari tahun ketahun dan sampai saat ini. Bahkan oleh beberapa pengamat ekonomi kita dikatakan bahwa hutang luar negeri kita telah berada pada posisi rawan dan dapat mengganggu kondisi perekonomian kita. Hal ini perlu diwaspadai oleh pemerintah dan swasta yang menerima modal sehingga diperlukan strategi dan kebijakan yang tepat.

Menurut Didik J. Rahbini hutang luar negeri sebenarnya tidak sesederhana bila

ditinjau dalam jangka panjang. Khususnya menyangkut implementasi

pemanfaatannyaserta evaluasinya. Meskipun dalam jangka waktu pendek berperan sebagai injeksi, tetapi dalam jangka panjang akan menjadi beban ekonomi jika tidak digunakan secara tepat, inilah yang perlu dipertahankan seleksi pemanfaatannya yang baik.

Menurut A. Tony Prasetiantono bahwa pendapat tentang peran hutang luar negeri bukan lagi sebagai pelengkap akan tetapi sebagai sokoguru, sebenarnya ada benarnya akan tetapi hal ini ada salahnya. Hal ini Menurut beliau bahwa tidak seluruh hutang luar negeri tersebut milik pemerintah akan tetapi hampir sebagian lebih dari hutang luar negeri tersebut milik dari sector swasta, yang beliau juga katakana, bahwa secara mikro hutang luar negeri oleh swasta tersebut tidak salah karena memang pada kenyataannya bahwa suku bunga di luar negeri lebih rendah dan murah dari pada di dalam negeri, akan tetapi ditinjau secara makro hutang tersebut justru memberatkan pada neraca pembayaran dan pada cadangan devisa negara kita. Jadi pendapat tersebut tidak salah akan tetapi juga tidak benar tergantung bagaimana pemerintah memanfaatkan hutang luar negeri tersebut dengan sebaiknya dan mengendalikan jumlah hutang luar negeri yang diciptakan oleh pihak swasta, dengan berbagai strategi dan kebijakannya.

Kemudian yang mungkin menjadi perhatian adalah bagaimana prospek hutang luar negeri sebagai sumber pembiayaan pembangunan dimasa mendatang dan strategi apa yang dapat digunakan dalam pemanfaatan hutang luar negeri sebagai sumber dana luar negeri yang ada tersebut.

(3)

B. SUMBER PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN INDONESIA

Struktur pembiayaan pembangunan Indonesia selama pelaksanaan PJPT I banyak bergantung pada bantuan luar negeri dan perolehan dari ekspor minyak bumi. Hal tersebut dapat dimaklumi karena pada tahun 1970-an terjadi boom minyak bumi di pasaran dunia sehingga perekonomian kita sangat tergantung pada perolehan devisa dari hasil ekspor migas. Tetapi merosotnya harga minyak bumi dipasaran dunia pada tahun 1980-an mengingatkan bahwa kita tidak mungkin selamanya tergantung dari hasil ekspor migas, sehingga perlu dipacu perkembangan sector non migas untuk meningkatkan perolehan devisa dari ekspor sector ini.

Dalam hal pelaksanaan pendanaan bagi pembangunan negara diarahkan untuk

berlandaskan pada kemampuan diri sendiri (berdikari), disamping dapat juga

memanfaatkan sumber lainnya sebagai pelengkap, namun diusahakan tidak menjadi tergantung (khususnya) dari sumber dana dari luar negeri yang berbentuk hutang luar negeri.

Implikasi dari besarnya hutang akan membuat rapuh kinerja perekonomian nasional. Dimana muara akhir dampak besarnya hutang luar negeri tersebut akan ditanggung oleh masyarakat banyak. Dapat dikatakan sekarang ini Indonesia telah terjebak oleh hutang luar negeri (debt trap) sekaligus menaikkan rangking kelas sebagai sebagai salah satu negara penghutang “kelas berat di dunia”. Factor eksternal seperti Yendaka merupakan gejla yang tidak dapat ditolak bagi Indonesia.

Masalah hutang luar negeri sebenarnya merupakan masalah bagi setiap negara, Amerika Serikat (AS) yang merupakan salah satu negara adi kuasa juga mempunyai hutang luar negeri. Namun bagi negara berkembang masalah ini, tidak hanya klasik namun juga telah menjadi rumit. Masalah hutang luar negeri bagi negara kita, harus dilihat dari banyak segi (integral cmprehenship), dan tidak dapat dilepaskan dari rangkaian sejarah pembangunan perekonomian nasional yang telah berjalan selama 50 tahun pasca Indonesia merdeka.

C. DILEMA UTANG LUAR NEGERI

Untuk mengetahui secara tepat berapa jumlah utang luar negeri adalah sulit, terutama karena hutang swasta jumlahnya tidak banyak diketahui atau diumumkan oleh kalangan resmi otoritas moneter.

(4)

Hutang luar negeri kita dapat dilihat dari perspektif absolut dan relatif. Secara absolud perlu diketahui komposisi hutang (apakah lebih banyak hutang swasta atau yang disebut “privat debt”terhadap hutang resmi atau public and publicy quaranted debt), syarat hutang (jatuh tempo atau maturities berupa tingkat lunaknya serta tingkat suku bunganya) bisaanya lebih besar bila hutang diperoleh melalui jalur umum dan lebih ringan kita melalui jalur pemerintah (bank dunia/ IMF).

Secara absolut hutang luar negeri kita juga dapat dapat dilihat dalam kontrak neraca pembayaran luar negeri dan anggaran dasar. Semakin besar rasio hutang terhadap ekspor atau GDP dan semakin besar porsi pembayaran bunga dan cicilan hutang terhadap

pengeluaran anggaran total, maka semakin “dalam” hutang merasuk kedalam

perekonomian nasional. Tapi rasio atau angka juga suka diperbandingkan dengan negara berhutang lainnya. Secara relatif jumlah hutang Indonesia relatif lebih sedikit dari negara-negara Amerika Latin.

Ada berbagai masalah political economy yang tersangkut dalam masalah hutang luar negeri ini dalam era saat ini. Ini mencakup segi-segi persepsi mengenai anggaran, masalah pegawai negeri dan aspek keamanan. Mengenai anggaran kita ketahui bahwa peran anggaran telah berubah dari motor penggerak ekonomi menjadi factor yang justru “kontraktif”, atau lebih sering disebut “konservatif” dalam upaya menggerakkan pertumbuhan. Restruturisasi dibidang APBN adalah beralihnya peran minyak sebagai sumber anggaran ke pajak. Dalam era saat ini dapat disimpulkan bahwa bila disatu pihak izin atau ketentuan dipermudah (baca : biaya produksi lebih murah) maka dipihak lain pajak (baik pajak penghasilan maupun pajak pertambahan nilai) meningkat perannya sebagai sumber anggaran. Tetapi persoalannya tidak berhenti disini.

Tidak dapat dipungkiri bahwa hutang luar negeri telah berfungsi sebagai injeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan cara menutup defisit anggaran pembangunan dan defisit neraca pembayaran (kuncoro, 1994).

Namun tidak dapat dipungkiri terdapat kendala-kendala terhadap hutang luar negeri yang kita terima yang semakin meningkat setiap tahunnya seperti :

1. fakta bahwa selama ini semua komitmen bantuan atau pinjaman luar negeri berhasil dicairkan atau alokasi dana pinjaman tidak sepenuhnya mampu terserap dalam berbagai sector kegiatan. Karena studi kelayakan proyek belum dikuti studi evaluasi bagi proyek yang telah berjalan untuk menilai efektivitas dan efisiensi penggunaan

(5)

2. semakin meningkatnya hutang luar negeri kita baik kepada negara-negara donor maupun lembaga-lembaga keuangan internasional yang tergantung dalam CGI. 3. selain itu penanaman modal asing atau PMA yang bertujuan meningkatkan investasi

dapat menyebabkan terjadinya capital flight atau pelarian modal keluar negeri apabila tidak dilakukan control dan kebijakan yang tepat oleh pemerintah.

4. hutang luar negeri yang dilakukan oleh swasta sekalipun proporsinya lebih kecil (40%) dibandingkan pemerintah (60%) tetapi kebanyakan berbentuk pinjaman komersial jangka pendek (1 – 3 tahun) dengan tingkat bunga yang cukup tinggi (10% - 15 % pertahun) yang tentu saja sangat berresiko apabila tidak dikelola dengan baik dapat dapat menyebabkan semakin meningkatkan volume hutang luar negeri kita dan berakibat pada besarnya angka debt service ratio (DSR).

5. semakin berakumulatifnya hutang luar negeri maka semakin responsive terhadap gejolak nilai tukar mata uang negara donor utama.

Kesemua hal-hal ini yang telah disebut diatas menimbulkan suatu dilemma terhadap bantuan luar negeri kita. Untuk itu dibutuhkan strategi yang dapat digunakan untuk memanfaatkan dana luar negeri yang tersedia tersebut agar seefektif dan seefisien mungkin.

D. STRATEGI DALAM PEMANFAATAN HUTANG LUAR NEGERI

Walaupun timbul permasalahan di seputar hutang luar negeri kita, tetapi sumber

permodalan luar negeri masih diperlukan untuk membiayai program-program

pembangunan baik pemerintah maupun swasta. Ada pengaruh yang positif yang didapat dari peranan sumber dana luar negeri sebagai berikut :

1. sumber dana luar negeri merupakan sarana yang diperlukan untuk memperlancar pembangunan. Dengan adanya modal maka proyek dapat dilaksanakan, dipercepat dan diperluas cakupannya.

2. pengejaran ketinggalan dari negara-negara maju bisa lebih dimungkinkan. Dengan modal yang cukup maka kita bisa mengejar (dalam batasan tertentu) ketinggalan-ketinggalan dari negara-negara maju, paling tidak dari segi materiil yang pokok. Alat-alat tehnologi kita bisa impor dengan demikian proyek pembangunan bisa berjalan (M. Suprihadi S. 1980 ; 30).

(6)

Sumber pembiayaan luar negeri tersebut terdiri dari :

1. ODA (official Development Assisteent) yaitu gabungan negara-negara yang membantu pemberian dana pada negara Indonesia. Dalam istilah bantuan ini dinamakan bantuan dari sector pemerintah. Bantuan ini terdiri dari bantuan program dan bantuan proyek

2. PMA (Penanaman Modal Asing) bantuan ini dinamakan bantuan dari sector swasta terdiri dari PMA langsung portofolio dan kredit ekspor (Hg. Suseno Triyanto, 1990 ; 86).

Pemanfaatan bantuan luar negeri yang bersyarat lunak tersebut bagi peningkatan investasi dibidang infrastruktur dan sarana sector publik yang dapat memperlancar aktivitas dan produktivitas perekonomian masyarakat yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat dan peningkatan efisiensi sehingga dapat mendukung upaya peningkatan daya saing perekonomian secara keseluruhan. Untuk bantuan luar negeri yang berupa bantuan program dimanfatkan semaksimal mungkin untuk

program-program social kemasyarakatan seperti kesehatan, pendidikan dan peningkatan

kesejahteraan.

Sementara sumber pendanaan untuk proyek-proyek baik oleh pemerintah (BUMN) maupun swasta dari bantuan proyek yang berbentuk pinjaman komersial luar negeri (PKLN) harus ditentukan batasan oleh pemerintah melalui tim PKLN mengenai besarnya plafon pinjaman yang dapat diperoleh baik oleh BUMN dan swasta. Hal tersebut dimaksudkan agar penerimaan PKLM di sesuaikan dengan kemampuan membayar kembali, baik pokok pinjaman maupun bunganya disamping untuk menghindari resiko-resiko pembayaran akibat adanya kesimpang siuran dalam memasuki pasar Internasional. Terutama oleh swasta yang kadang “sok royal” dalam jumlah pinjaman tetapi setelah jatuh tempo sering mengalami kesulitan dalam melunasinya. Sehingga berdampak pada semakin meningkatnya beban kewajiban hutang pemerintah.

Untuk itu perlu benar-benar dipikirkan strategi pemanfatannya terutama dalam pemilihan proyek-proyek yang bersifat produktif seperti pengembangan sector industri rakyat untuk memacu peningkatan sector migas telah terbukti efektif dalam peningkatan ekspor non migas yang tentu saja semakin meningkatkan devisa negara dan peningkatan kesejahteraan rakyat.

(7)

berlebihan seperti proyek-proyek property atau lapangan golf yang mamakan dana besar tetapi pemanfaatannya untuk peningkatan kesejahteraan rakyat hanya sangat sedikit bahkan cenderung tidak ada. Masalah proyek-proyek tersebut gagal dan swasta tidak tanggap untuk bayar hutang maka pemerintah dan rakyat juga menanggung beban hutang tersebut.

Pemanfaatan sumberdana luar negeri yang berupa investasi asing atau PMA dalam berbagai bidang usaha juga sangat potensial sebagai salah satu sumber dana luar negeri sebab dari tahun ketahun semakin meningkat. Namun tentunya ditahun-tahun mendatang persaingan untuk menarik minat investor asing semakin ketat terutama datang dari negara-negara berkembang lainnya. Untuk itu diperlukan penciptaan iklim investasi yang kondusif baik melalui deregulasi seperti PP no. 20/1994 tentang investasi asing juga melalui kebijakan disegala bidang baik dibidang sector moneter maupun riil dan didukung oleh kestabilan ekonomi makro yang mantap. Namun demikian perlu adanya sikap selektif dalam menerima investasi asing yang masuk agar tidak sampai terjadi pelarian modal keluar malah merugikan kita.

Sumber pendanaan luar negeri lain yang dapat dimanfaatkan baik oleh BUMN maupun swasta adalah penjualan saham dipasar internasional. Tentu saja hal ini membuat kesiapan terutama yang menyangkut kondisi perusahaan baik dalam menejemen maupun struktur keuangannya. Selain pengaruhnya terhadap kestabilan ekonomi makro relatif lebih kecil juga dapat semakin memperkukuh keuntungan perusahaan yang bersangkutan. Namun demikian diperlukan langkah-langkah persiapan yang matang sehingga langkah tersebut dapat lebih meningkatkan keuntungan bagi perolehan devisa negara dan bukan sebaliknya.

F. SAMPAI KAPAN HUTANG LUAR NEGERI DIBUTUHKAN ?

Barangkali yang menarik untuk ditelaah bukan terletak pada besar kecilnya hutang tersebut, melainkan persoalannya yang lebih umum, yakni mengapa hutang luar negeri dibutuhkan. Karena bagi sebagian besar orang, hutang luar negeri selalu dipandang sebagai sesuatu yang negatif. Bila hutangnya meningkat, mereka menilai bahwa martabat negara semakin rendah karena ketergantungan terhadap luar negeri semakin besar. Karena itu membuat hutang luar negeri menjadi nol atau tidak ada hutang sama sekali, merupakan sesuatu yang perlu diwujudkan. Tentu saja ide semacam ini

(8)

sangat indah dan menarik semua orang, tetapi sebenarnya tidak realistis, terutama bagi negara berkembang seperti Indonesia.

Memang benar bahwa dalam pembiayaan pembangunan, hutang luar negeri hanya salah satu cara. Disamping itu masih ada cara lain yang bisa ditempuh yang bersumber dari dalam negeri, yakni mecetak uang baru atau penjualan obligasi pemerintah melalui pasar modal domestik. Namun perlu disadari bahwa masing-masing cara mempunyai kelebihan dan kekurangan dan dalam hal tertentu keharusan untuk memilih hutang luar negeri tidak bisa dihindarkan.

Hutang luar negeri sering dipandang merugikan karena beberapa hal. Pertama dan yang mungkin paling utama, bahwa hutang luar negeri menimbulkan beban pembayaran dimasa mendatang, baik yang berupa cicilan pokoknya ataupun cicilan bunganya. Ini berarti bahwa hutang luar negeri pada akhirnya hanya menciptakan transfer kekayaan dari dalam negeri ke luar negeri.

Disamping itu, terutama untuk kasus Indonesia, pandangan negatif terhadap bantuan asing juga disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang tidak konsisten. Dalam GBHN dijelaskan bahwa bantuan luar negeri sifatnya hanya pelengkap dan karena itu peranannya sedikit demi sedikit akan dikurangi. Tetapi dalam kenyataan, sejak berdirinya pemerintah orde baru, peranan bantuan luar negeri menunjukkan kecenderungan yang meningkat bahkan sejak tahun 1980-an semakin dominan.

Yang terakhir, pandangan negatif tersebut juga sering didramatisirkan oleh factor-faktor yang sifatnya tida terduga, misalnya apresiasi nilai Yen terhadap dollar. Dengan meningkatnya nilai Yen, yang berarti untuk memperoleh sejumlah Yen yang sama diperlukan jumlah Dollar yang banyak, beban hutang luar negeri semakin bertambah berat, karena beban itu semakin besar nilainya dalam Yen, sementara itu sebagian besar pendapatan devisa dari ekspor diterima dari dollar.

Dilihat dari kaca mata ini, pembiayaan melalui pencetaan uang baru menawarkan alternatif yang menarik. Disatu pihak, pemerintah mempunyai kekuasaan mutlak melakukannya dan dilainpihak, cara semacam ini ada bahayanya, yakni dapat menimbulkan inflasi yang tidak terkendali. Pengalaman pada orde lama merupakan contoh yang tepat. Defisit anggaran yang dibiayai seluruhnya dengan pencetaan uang baru menghasilkan inflasi yang cukup tinggi yang melumpuhkan perekonomian nasional. Jadi pengalaman jelek inilah pemerintahan berikutbya dan sampai saat ini membuat

(9)

meskipun hal ini sebenarnya sangat berlebihan. Karena cara ini masih tetap dimungkinkan selama pertumbuhan uang beredar masih seimbang dengan pertumbuhan ekonomi.

Pembiayaan melalui penjualan obligasi pada dasarnya tidak berbeda dengan pinjaman luar negeri, dalam arti keduanya menimbulkan beban pembayaran dimasa yang akan datang. Meskipun demikian cara terakhir ini masih dinilai lebih baik karena pembayaran beban itu tidak ditransfer keluar negeri melainkan dibayarkan kepada penduduk pemegang obligasi didalam negeri. Sisi lain yang menguntungkan adalah bahwa penjualan obligasi tidak mempunyai pengaruh terhadap perubahan jumlah uang beredar, karena sifatnya hanya meniadakan uang dari masyarakat ke pemerintah dan karena itu efeknya terhadap inflasi bisa dihindari. Tentu saja pembayaran semacam itu bisa dilaksanakan kalau sudah ada pasar modal yang besar. Bagi negara-negara berkembang pasar modalnya masih parsial seperti Indonesia, hal ini sulit dilakukan.

Sebenarnya yang menentukan perlu tidaknya hutang luar negeri bukan factor-faktor diatas, melainkan jenis pembangunan yang akan dibiayai. Bila yang dibangun adalah proyek-proyek yang sarana pendukungnya sudah tersedia didalam negeri, maka bantuan luar negeri tidak dibutuhkan. Pendanaan yang bersumber dari luar negeri sudah cukup. Bahkan pinjaman luar negeri akan berakibat negatif ganda. Pertama, hutang luar negeri sudah menciptakan beban dimasa datang, dan kedua berpotensi besar untuk menciptakan inflasi. Yang terakhir ini benar karena untuk bisa digunakan dalam transaksi di dalam negeri, hutang itu harus ditukar ke Bank Sentral untuk mendapatkan rupiah, yang berarti menambah uang beredar (uang primer). Ini sama saja dengan proses pencetaan uang baru.

Sebaliknya bila proyek yang dibangun itu membutuhkan komponen yang diimpor, hutang luar negeri mutlak diperlukan, selama pemerintah tidak mempunyai devisa untuk membiayainya. Bila tidak, proyek tersebut tidak pernah akan terwujud. Dalam hal ini, pembiayaan yang bersumber dari dalam negeri tidak mungkin dilakukan karena untuk mengimpor tidak bisa dilakukan dengan uang rupiah. Misalnya, pemerintah ingin memperbaiki SDM dengan mengirimkan karya siswa ke luar negeri, pembiayaan harus dilakukan dengan mata uang asing (devisa).

Dengan demikian jelas bahwa tidak dikehendaki tidak ada hutang sama sekali, ada konsekuensi yang harus ditanggung, yakni pemerintah melalui perdagangan internasional harus mampu menciptakan surplus devisa yang terus menerus atau

(10)

kalautidak, kita tidak usah membangun proyek-proyek yang membutuhkan komponen luar negeri. Nampaknya untuk saat sekarang keduanya sulit dipenuhi. Selama tidak dapat memenuhi satu dari dua konsekuensi tersebut, selama itu pula hutang luar negeri tetap dibutuhkan.

Karena itu yang penting sebenarnya bukan perlu tidaknya hutang luar negeri, tapi mampu tidaknya membayar hutang yang dimiliki. Indonesia, Korea dan Malaysia juga termasuk penghutang berat. Meskipun hutangnya besar tetapi bila mampu membayar akan lebih terhormat dari pada hutang sedikit tetapi tidak mampu membayar. Sehingga inti persoalannya terletak pada penggunaan bantuan itu. Yang penting, bila sudah jatuh tempo, kita sudah menghasilkan devisa untuk melunasinya.

G. KESIMPULAN

Ada beberapa catatan yang dapat diambil sebagai kesimpulan dari bab ini yaitu : 1. Sumber pendanaan luar negeri masih tetap dibutuhkan sebagai sumber pendanaan

pembangunan terutama untuk menutupi kesenjangan antara besarnya investasi dengan tabungan dalam negeri.

2. Perlu adanya kebijakan dalam pemanfaatan sumber-sumber pendanaan luar negeri agar tidak menimbulkan permasalahan baru dalam proses pembangunan terutama yang menyangkut masalah pengembalian kembali pinjaman atau

3. pemanfatan sumber-sumber dana luar negeri untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas serta produktifitas kegiatan perekonomian rakyat yang berimplikasi pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Selain itu pemanfaatan sumber dana luar negeri tersebut hendaknya dipertimbangkan pula dampaknya pada pemeliharaan kestabilan perekonomian secara makro, khususnya inflasi dan neraca pembayaran.

4. perlunya mencari alternatif-alternatif baru dalam penggalian sumber dana luar negeri seperti penjualan saham oleh perusahaan nasional baik BUMN maupun swasta di pasar Internasional selain relatif lebih aman juga dapat memperkuat struktur keuntungan perusahaan yang bersangkutan.

5. perlu diingat bahwa sumber dana luar negeri hanyalah bersifat sementara untuk menutupi kebutuhan akan sumber-sumber pendanaan pembangunan. Untuk itu kemandirian dalam memenuhi kebutuhan pembiayaan pembangunan tersebut harus terus ditingkatkan dari tahun ketahun dengan meningkatkan sumber-sumber dana dalam negeri yang tersedia.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mencapai tujuan tersebut, maka kerangka dasar ajaran Islam meliputi tiga konsep kajian pokok, yaitu aqidah, syariah, dan akhlak.. Tiga kerangka dasar ajaran Islam

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan hasil gilingan daging ayam dengan tingkat kehalusan yang diinginkan.Metode penelitian ini dengan menggunakan perencanaan

Pada tahap ini dilakukan pembuatan laporan dari perancangan Aplikasi Game Interaktif untuk Umum Berbasis Android berupa tugas akhir.

(sumber: detik-detik UN bahasa Inggris; 2005/2006; Intan Pariwara) Vocabularies: Saturday night: sabtu malam, went: pergi, town hall: tengah kota, last: terajhir, large crowd:

mengenai “Ana lisis Pengaruh Current Ratio, Debt Ratio, Return on Asset dan Sales Growth terhadap Financial Distress pada Perusahaan Manufaktur periode 2011-2015 ”,

Dunham identified the economic cost of OJT to be the production foregone as a result of training and divided this into two broad areas: (1) materials and equipment; and

yakni bahwa masyarakat Indonesia itu merupakan suatu sistem jaringan dan jalinan hubungan antara orang dengan orang yang hidup dan bertempat tinggal

[r]