• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGALAMAN LANSIA DALAM PEMANFAATAN PELAYANAN KESEHATAN DI WILAYAH DKI JAKARTA (The Elderly s Experience In Utilization of Health Services In Jakarta)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGALAMAN LANSIA DALAM PEMANFAATAN PELAYANAN KESEHATAN DI WILAYAH DKI JAKARTA (The Elderly s Experience In Utilization of Health Services In Jakarta)"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

141

(The Elderly’s Experience In Utilization of Health Services

In Jakarta)

Eska Riyanti Kariman, Yeti Resnayati, Netty S Sofyan, dan Ni Made Riasmini Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Jakarta III

Email : [email protected] ABSTRAK

Kondisi sosial dan kesehatan lanjut usia (lansia) di Indonesia masih memprihatinkan. Berbagai permasalahan yang terjadi pada lansia berdampak pada berbagai aspek kehidupan baik sosial, ekonomi dan kesehatan. Pelayanan kesehatan diperlukan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan lansia. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang pengalaman lansia dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan di puskesmas dan masyarakat. Desain yang digunakan adalah fenomenologi deskriptif dengan jumlah partisipan 10 lansia yang diperoleh dengan cara purposive sampling dilakukan di wilayah puskesmas Jakarta timur tahun 2012. Penelitian ini juga menggunakan trianggulasi sumber data dengan melakukan wawancara kepada tenaga kesehatan dan kader lansia. Data yang dikumpulkan berupa hasil rekaman wawancara dan catatan lapangan yang dianalisis dengan menggunakan tehnik Collaizi. Hasil penelitian teridentifikasi 10 tema yaitu : 1) perubahan fisik 2) perubahan psikologis, 3) perubahan sosial, 4) upaya untuk mengatasi perubahan fisik, 5) upaya untuk mengatasi perubahan psikologis, 6) upaya untuk mengatasi perubahan sosial, 7) sumber dukungan, 8) bentuk dukungan, 9) pelayanan kesehatan di puskesmas dan 10) pelayanan kesehatan di masyarakat. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang kebutuhan khusus lansia sehingga dapat didesain bentuk intervensi pemberdayaan lansia yang tepat. Kata kunci : dukungan sosial, fenomenologi, lansia, pemanfaatan pelayanan kesehatan

ABSTRACT

Health and social condition of elderly in Indonesia are still of concern. The problem of ederly caused by aging process and risk factor of that condition may affected to all aspect of ederly life such social, economic and health status. Health care for elderly have a purpose to increased level of health and quality of elderly life. The goal of this study are to described elderly experience by using heath care in community and puskesmas. Design of study that used are descriptive fenomonology with in depth interview. The participant of study are 10 elderly that selected by purposive sampling method. This reseacrh also used trianggulation source of data by doing interview with kader lansia and community leader. The colleting data used interview record and field record that analyzed by Collaizi technique. The study result identifies 10 theme such :1) Physical change, 2) Psychological change, 3) Social change, 4) effort to overcome the physical changes, 5) effort to overcome the psychological changes, 6) effort to overcome the social changes, 7) source of support, 8) a form of support to elderly, 9) health care in Puskesmas and 10) health care in community. The results of this study are expected to provide information on the special needs of the elderly is designed so that it can form a proper intervention of elderly empowerment .

(2)

PENDAHULUAN

Kondisi sosial dan kesehatan lansia di Indonesia masih memprihatinkan. Jumlah lansia terlantar sebesar 2,7 juta (15% dari jumlah total penduduk lansia), lansia terlantar di perkotaan di Indonesia sebesar 13,4% yang tidak mendapatkan perawatan dari keluarga dan masyarakat. Dari aspek kesehatan menunjukkan bahwa ada kecenderungan angka kesakitan lansia mengalami peningkatan yaitu tahun 2003 sebesar 28,48% meningkat menjadi 31,11% pada tahun 2007 (BPS, 2009). Boonyakawee (2006) menemukan sebesar 87% lansia mengalami ketidakmampuan akibat penyakit yang berdampak terhadap meningkatnya ketergantungan lansia kepada keluarga. Lansia dengan ketidakmampuan sering mempunyai persepsi yang buruk tentang tingkat kesehatannya dan menjadi ketergan tungan dalam kehidupannya (Inoue & Matsumoto, 2001 dalam Zeleznik, 2007). Hasil studi tentang kondisi sosial ekonomi dan kesehatan lansia yang dilaksanakan Komnas Lansia di 10 propinsi tahun 2006, ditemukan penyakit terbanyak yang diderita lansia adalah penyakit sendi (52,3%), hipertensi (38,8%), anemia (30,7%) dan katarak (23%). Penyakit-penyakit tersebut merupakan penyebab utama disabilitas pada lansia sehingga menjadi beban bagi keluarga, masyarakat maupun pemerintah.

Berbagai permasalahan yang terjadi pada lansia akan berdampak pada berbagai aspek kehidupan baik sosial, ekonomi dan kesehatan karena semakin bertambahnya usia, maka fungsi organ tubuh akan semakin menurun baik karena faktor alamiah maupun karena faktor risiko yang menyertai. Oleh karena itu, perlu disiapkan masa lansia sejak usia dini sehingga lansia bisa tetap sehat, produktif dan mandiri (Depkes, 2008, diakses dari http://www.depkes.go.id., 24 Juli 2009). Hasil penelitian Laubunjong (2008) tentang pola pemberian perawatan pada lansia, menemukan mayoritas lansia menginginkan dirawat oleh anak perempuannya. Lansia mengharapkan mendapat perawatan, dicintai serta mendapat bantuan finansial dan pelayanan kesehatan yang bisa dipenuhi oleh anak mereka.

Banyak diantara negara-negara

berkembang belum optimal

mengimplementasikan program maupun kebijakan pelayanan kesehatan dan sosial untuk lansia. Bahkan dukungan pelayanan yang diberikan pemerintah kepada penduduk lansia masih minimal. Selain itu para lansia juga mendapatkan sedikit perhatian dibandingkan dengan kelompok usia lain maupun kelompok rawan lain seperti kelompok balita di masyarakat (Suyono, 2006). Di Indonesia, kebijakan dan program pemerintah yang menangani

(3)

permasalahan lansia dari berbagai departemen sudah ada, namun masih belum menjangkau esensi usaha pemberdayaan lansia yang saling terintegrasi. Kebijakan dan program tersebut mencakup kesejahteraan sosial dan jaminan sosial, sistem pelayanan kesehatan, dukungan keluarga dan masyarakat, kualitas hidup serta sarana dan prasarana khusus bagi lansia. Dukungan sosial merupakan sistem pendukung penting bagi lansia dalam melakukan berbagai aktivitas kehidupannya, khususnya dukungan yang diberikan oleh keluarga akan meningkatkan perasaan aman, diterima dan dihargai. Pelayanan kesehatan bagi lansia bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan lansia untuk mencapai masa tua yang bahagia dan berdaya guna dalam kehidupan keluarga dan masyarakat sesuai dengan keberadaannya. Pelayanan kesehatan dilaksanakan melalui peningkatan penyuluhan dan penyebarluasan informasi kesehatan, upaya penyembuhan dan pengembangan lembaga perawatan lansia yang menderita penyakit kronis dan/atau penyakit terminal. Pelayanan kesehatan bagi lansia dilaksanakan melalui beberapa jenjang yaitu pelayanan kesehatan ditingkat masyarakat (posyandu lansia), tingkat

dasar (puskesmas) dan tingkat lanjutan(rumah sakit).

Penelitian kualitatif ini dilakukan di wilayah DKI Jakarta, mengingat DKI Jakarta merupakan kota Metropolitan dengan permasalahan kependudukan yang cukup kompleks. Handajani (2005) menemukan sebanyak 74,6% lansia di DKI Jakarta mengalami penyakit kronik dan tiga penyakit dengan prevalensi tinggi yaitu gangguan sendi (52,3%), tekanan darah tinggi (38,8%) dan penyakit anemia (30,7%), sehingga diperlukan pelayanan kesehatan berbasis masyarakat. Pemerintah kini mendorong terbentuknya pelayanan penduduk lansia berbasis masyarakat melalui program pendampingan dan perawatan sosial lansia di rumah (home care). Diharapkan keluarga dan masyarakat ikut serta memberikan pelayanan kepada lansia di dalam keluarga dan lingkungannya.

Makna dari pengalaman lansia dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan perlu digali secara mendalam sehingga dapat diketahui kebutuhan yang diperlukan lansia. Suatu penelitian kualitatif dengan metode fenomenologi deskriptif perlu dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian tentang perubahan-perubahan akibat bertambahnya usia, strategi koping untuk mengatasi masalah, bentuk dukungan dari keluarga dan masyarakat dan pemanfaatan pelayanan kesehatan.

(4)

METODE

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan metode fenomenologi. Metode fenomenologi merupakan suatu investigasi fenomena yang sangat mendalam, kritikal dan sistematik (Streubert & Carpenter, 2003). Pada penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi fenomena pengalaman lansia dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan di puskesmas dan masyarakat. Penelitian ini dilakukan di wilayah DKI Jakarta yaitu Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Utara, Jakarta Selatan dan Jakarta Barat.

Penelitian ini dilakukan trianggulasi sumber data dengan melakukan wawancara kepada lansia, petugas kesehatan dan kader lansia. Jumlah partisipan yaitu 10 orang lansia, 5 kader lansia dan 5 petugas kesehatan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 10 lansia. Partisipan berasal dari 5 wilayah DKI Jakarta. Usia partisipan bervariasi dari usia 61 tahun sampai 70 tahun. Partisipan terdiri dari empat orang laki-laki dan enam orang perempuan. Tingkat pendidikan partisipan juga bervariasi mulai dari SD sampai Perguruan Tinnggi. Partisipan berasal dari suku yang berbeda yaitu Sunda, Jawa, Betawi, Bima dan Gorontalo. Hubungan partisipan

dengan keluarga yang merawat yaitu sebagai anak. Lama lansia tinggal dengan keluarga berkisar antara 1-10 tahun.

Setelah data dianalisis menggunakan pendekatan Collaizi, ditemukan 10 tema sebagai hasil penelitian ini. Tema-tema tersebut diuraikan berdasarkan tujuan penelitian.

Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia

Berdasarkan hasil penelitian perubahan yang terjadi pada lansia teridentifikasi pada tema 1 yaitu perubahan fisik, tema 2 yaitu perubahan psikologis dan tema 3 yaitu perubahan sosial. Perubahan fisik terkait dengan gangguan sistem tubuh, gangguan tidur dan gangguan sensoris (gangguan penglihatan dan pendengaran). Perubahan psikologis yang dialami lansia seperti marah, kesal, mudah tersinggung dan stres. Sedangkan perubahan sosial berupa keterbatasan aktifitas, interaksi dan berkurangnya pendapatan.

Perubahan fisik yang dialami lansia digambarkan oleh partisipan berikut :

“Kaki..,suka sakit...kalau lagi

keram...”(P3)

“Penyakit gula sejak tahun 97..nggak pernah ada perubahan...naik turun saja gulanya....”(P5)”Ada juga tekanan darah tinggi....makan tidak terkontrol...”(P1,P8)

(5)

“Kalau mag....suka kambuh-kambuhan itu mah....kalau mag...jangan terlalu banyak

makan asem dibilang ya...sama

sambal...suka kambuh sedikit...”(P9)

Perubahan psikologis yang sering dialami partisipan seperti pernyataan berikut ini :

“Kalau anak disuruh nggak mau...kadang

aku emosi marah

gitu....”(P2,P10)“....stres mikirin anak, suami...gitu...banyak....”(P4, P6)

Partisipan berikut mengungkapkan perubahan sosial yang dialami :

“...cuman tenaga aja berkurang

gitu...ya....”(P6) “...aku nggak terlalu

dekat-dekat amat sama tetangga

disini...kenal sih pasti ya...ketemu sekali-sekali....”(P2)

“Banyak susahnya....apalagi bapak nggak kerja...nggak ada penghasilan....ngarepin dari anak...”(P4,P6)

Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Lueckenott, (2000) bahwa perubahan fisik yang terjadi pada lansia mencakup perubahan yang terjadi pada sel, sistem persyarafan, sistem pendengaran, sistem penglihatan, sistem kardiovaskuler, sistem respirasi, sistem genitourinaria, sistem endokrin, sistem kulit, sistem muskuloskeletal dan sistem gastrointestinal. Perubahan tersebut dapat menurunkan daya tahan fisik yang ditandai dengan semakin rentannya lansia terhadap serangan berbagai penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Stanhope dan Lancaster (2004) mengungkapkan lansia

sering menunjukkan kerentanan karena faktor usia dan penyakit kronik multipel yang dialami. Kedua faktor tersebut mengakibatkan keterbatasan dalam status fungsional, sehingga lansia rentan terhadap bahaya-bahaya lingkungan dan kehilangan kemandirian. Hasil penelitian Boonyakawee (2006) tentang ketidakmampuan fungsional lansia, menunjukkan sebesar 87% lansia mengalami ketidakmampuan akibat penyakit yang berdampak terhadap meningkatnya ketergantungan lansia kepada keluarga.

Perubahan psikologis yang dialami lansia kemungkinan besar akibat masalah kesehatan, sosial maupun ekonomi yang merupakan stressor sehingga dapat menimbulkan stres dengan berbagai manifestasinya. Grossman dan Lange, (2006) mengungkapkan bahwa perubahan psikologis yang dialami lansia akibat perubahan produktifitas, peran dan pekerjaan, perubahan dalam gaya hidup, perubahan ekonomi akibat penghentian jabatan, meningkatnya biaya hidup, kesepian akibat pengasingan dari lingkungan, kehilangan hubungan dengan teman-teman dan keluarga serta perubahan terhadap konsep diri dan citra tubuh. Perubahan tersebut mempengaruhi adaptasi lansia terhadap proses menua.

Secara sosial seseorang yang memasuki usia lanjut juga akan mengalami

(6)

perubahan-perubahan. Perubahan ini akan lebih terasa bagi seseorang yang menduduki jabatan atau pekerjaan formal. Mereka akan merasa kehilangan semua perlakuan yang selama ini didapatkannya seperti dihormati, diperhatikan dan diperlukan dengan baik. Bagi orang-orang yang tidak mempunyai waktu atau tidak merasa perlu untuk bergaul di luar lingkungan pekerjaannya, perasaan kehilangan ini akan berdampak pada semangatnya, suasana hatinya dan kesehatannya. Memasuki usia lanjut mungkin sekali akan berdampak kepada penghasilan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dimana lansia mengalami perubahan pendapatan dengan berkurangnya pendapatan akibat pensiun dan ketidakmampuannya mencari nafkah karena kondisi fisiknya yang menurun. Minat untak mengadakan sosialisasi pada lansia juga mulai berkurang, hal ini sesuai dengan hasil penelitian dimana lansia mengalami perubahan aktifitas dengan berkurangnya aktifitas dan berkurangnya interaksi dengan orang lain di lingkungannya. Kondisi tersebut menimbulkan social disengagement atau keterpisahan dengan masyarakat.

Upaya yang dilakukan untuk mengatasi perubahan

Hasil penelitian menggambarkan bahwa upaya yang digunakan lansia untuk mengatasi masalah teridentifikasi dari

tema 4 yaitu upaya untuk mengatasi perubahan fisik melalui penggunaan obat simptomatis dan obat tradisional, pengaturan diit makanan, penggunaan terapi komplementer dan aktivitas fisik. Tema 5 yaitu upaya untuk mengatasi perubahan psikologis dengan menggunakan koping adaptif yaitu dengan lebih sabar, berusaha mengontrol emosi, pengalihan aktifitas dan rekreasi serta koping maladaptif yaitu berteriak, diam, menahan rasa marah, marah-marah sendiri dan menangis. Sedangkan tema 6 yaitu upaya untuk mengatasi perubahan sosial, dengan melakukan kegiatan sosial, kegiatan keagamaan dan silaturahmi. Partisipan berikut mengungkapkan cara mengatasi perubahan fisik :

“Minum obat tekanan darah tinggi dari dokter.... tapi tidak rutin.... waktu tekanan darah tinggi aja....”(P1)“Suka minum jamu remasil... kalau sakit...ya beli aja diwarung...(P9)

“Kadang aku terajam gitu... diurut pakai

batu giok..., pernah juga tusuk jarum untuk ngatasin pegal-pegal...”(P2) “...yang dilarang itu makan daging

kambing.... ayam negeri, kangkung,

bayam.... toge.. sayur bening aja,..banyak minumnya air putih....”(P9)

“....saya jalan pagi setiap hari 1 jam...biar sehat...”(P5)

Cara mengatasi perubahan psikologis diungkapkan oleh partisipan berikut :

(7)

“...paling sholat.. sering cerita sama teman-teman penga jian....”(P2)

“Saya suka berkebun... yah tanaman rumah...ngilangin stres....”(P6)

“....nonton TV gitu aja...biar nggak ngerasa sepi...”(P7)

“Suka jalan saya buk.... dari pagi jalan... pulang-pulang jam 3 sore.... sesudah itu rasanya tenang pikirannya...”(P10) “....udah aja.. diem... daripada marah-marah kedengaran orang...”(P3,P4)

Upaya untuk mengatasi perubahan sosial terungkap melalui pernyataan partisipan berikut :

“...paling ngaji di Majelis Taqlim.. biasanya seminggu 2 kali...”(P3)

“Saya dengar ceramah saja... di masjid...”(P8)

“Yah...saya mengunjungi mereka

...kadang 1 bulan atau 2 bulan sekali.... kadang anak yang nengok ibu...”( P1,P4)

Penggunaan obat-obatan pada lansia seyogyanya sesuai dengan kebutuhan dengan mempertimbangkan adanya perubahan fisiologis pada organ dan sistem tubuh yang berpengaruh kepada respon tubuh terhadap obat tersebut. Demikian juga penggunaan sendiri obat tradisional untuk penyakit tertentu, hanya terbatas pada kondisi yang ringan atau hanya sebagai obat penunjang. Kontrol rutin ke pelayanan kesehatan harus tetap dilakukan meskipun kondisi kesehatannya dirasakan sudah membaik, karena keluhan yang dirasakan tidak selalu sama dengan

keadaan penyakit. Pengaturan makanan dengan melakukan pantangan makanan tertentu akibat penyakit yang diderita merupakan tindakan tepat yang dilakukan lansia. Akan tetapi makanan yang dikonsumsi harus mengandung zat gizi dari makanan yang beraneka ragam, yang terdiri dari zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur. Konsumsi makanan yang cukup dan seimbang akan bermanfaat bagi lansia untuk mencegah atau mengurangi kemungkinan penyakit degeneratif atau kekurangan gizi (Kemenkes, 2010).

Koping adaptif membantu individu untuk mengatasi peristiwa stres secara efektif atau meminimalkan tekanan yang terkait dengan peristiwa stres. Lansia menggunakan koping adaptif melalui kontrol diri dengan bersikap lebih sabar, dan mengendalikan emosi. Kontrol diri dapat mencegah kepanikan dan tindakan yang merugikan dalam situasi yang mengancam dan merupakan respon yang sangat membantu untuk mendapatkan kekuatan diri (Kozier, et.al., 2004). Pengalihan aktivitas dengan menonton TV, membaca, berkebun merupakan aktifitas yang dilakukan partisipan untuk mengurangi stres dan kesepian yang dialami. Lansia harus dapat beradaptasi dengan perubahan fisik, penyesuaian terhadap kehilangan, penerimaan terhadap kehidupan saat ini (Levy, et.al., 2002 dalam Zeleznik, 2007). Lansia

(8)

menggunakan koping maladaptif yaitu diam, menangis, kadang marah-marah sendiri untuk mengatasi perubahan psikologis. Menurut Kozier, et.al., (2004), koping maladaptif dapat menimbulkan tekanan bagi individu dan orang lain yang terkait dengan individu atau peristiwa stres yang dialami individu.

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa untuk mengatasi perubahan sosial, lansia melakukan kegiatan sosial di masyarakat, kegiatan keagamaan dan silaturahmi dengan mengunjungi anggota keluarga atau teman. Kegiatan tersebut bertujuan agar lansia tetap dapat menjalankan kegiatan sehari-hari secara teratur, mengembangkan hobi, menjalin silaturahmi, memberi kesempatan menjalankan ibadah dengan baik, melakukan kegiatan sosial di masyarakat, dan mengurangi kesepian sehingga perubahan yang terjadi akibat proses menua tidak terlalu dirasakan sebagai penghambat dalam menjalani kehidupannya. Budihardja (2008) mengatakan bahwa lansia akan tercegah dari berbagai penyakit dengan tetap berperan aktif dalam kehidupan dan memelihara fungsi fisik dan kognitif yang tinggi. Aktifitas lansia lebih banyak berfokus pada kegiatan spiritual keagamaan, mereka mengharapkan ketenangan suasana di hari tua mereka. Tentu saja hal ini sangatlah positif dan

perlu untuk dilanjutkan. Walaupun dengan berbagai keterbatasan, lansia tetap didukung agar dapat mempertahankan aktivitasnya karena kualitas hubungan sangat penting dalam menentukan arti kehidupan yang berhubungan dengan kesehatan (Grossman & Lange, 2006).

Dukungan yang diperoleh lansia

Hasil penelitian menggambarkan bahwa dukungan yang diperoleh lansia teridentifikasi dari tema 7 yaitu jenis dukungan berupa dukungan emosional, instrumental dan finansial; dan tema 8 yaitu sumber dukungan dari keluarga, teman dan masyarakat.

Lansia mengungkapkan adanya perhatian dari anak dengan menanyakan kondisinya, menengok, dan merawatnya, seperti yang diungkapkan oleh partisipan berikut :

“Anak sih tetap ngurusin orangtua... yang jauh juga paling telpon.... biasanya

seminggu sekali datang kesini...

nengok...”(P3,P4,P9)

Dukungan instrumental yang diperoleh lansia berupa makanan, pakaian seperti yang diungkapkan partisipan berikut :

“Ya… anak-anak mak merhatiin… .suka datang…. tanya mak maunya apa? mau kue biscuit..apa mau buah… tiap minggu dibawain…” (P10

(9)

Sedangkan dukungan finansial yang diperoleh lansia berupa uangn seperti yang diungkapkan partisipan berikut :

“Ya… pemikiran anak-anak untuk

orangtua…. untuk biaya bapak kontrol ke rumah sakit…. perlu dukungan keuangan dari anak-anaknya” (P3)

“Saya diberi uang tiap bulan... ibunya diberi tiap bulan untuk saya gitu.... semua sih dari anak saya... mereka juga membelikan pakaian kalau dilihat saya

nggak punya.... dikasih sama

anak...”(P4,P6,P9)

Dukungan dari teman dan masyarakat sekitar juga diterima oleh lansia seperti ungkapan partisipan berikut :

“....temen pengajianku orangnya kaya tapi rasa sosialnya tinggi... waktu lebaran aku dikasih uanga... terus aku bagi-bagiin juga ke anak yatim...”(P2)

“Saya rasa sih dukungan mereka...kalau ada sakit parah... mereka sih datang menengok.... cuman itu saja sih...”(P6)

Menurut Arpact (2008), jenis dukungan dapat berupa dukungan informasi, dukungan instrumental, dukungan emosional, dukungan penghargaan dan integrasi sosial. Hasil penelitian ditemukan hanya empat jenis dukungan yang diterima lansia yaitu dukungan emosional, penghargaan, instrumental dan finansial. Dukungan afektif berupa perhatian yang diberikan dan menengok lansia ketika sakit serta lebih perduli terhadap kondisi lansia yang

mengalami berbagai masalah kesehatan akibat proses menua yang dialami. Dukungan instrumental seperti pemberian barang, makanan kepada lansia, sedangkan dukungan finansial berupa bantuan dana yang diberikan kepada lansia untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan akan pelayanan kesehatan. Dukungan tersebut sangat bermanfaat bagi lansia dalam memenuhi kebutuhan fisik, psikologis, sosial dan finansial. Hal ini sesuai dengan pendapat Cohen dan Wills, (1985) dalam Kaufman, (2010) bahwa dukungan sosial bermanfaat bagi kesehatan dan kesejahteraan individu serta dapat melindungi individu dari situasi yang membahayakan serta kejadian kehidupan yang penuh dengan stres. Konsekuensi positif dari dukungan sosial adalah perilaku peningkatan kesehatan, kompetensi personal, koping, perasaan sejahtera, penurunan ansietas dan depresi (Langford, et.al., 1997 dalam Peterson & Bredow, 2004).

Dukungan sosial merupakan sistem pendukung penting bagi lansia dalam melakukan berbagai aktivitas kehidupannya, khususnya dukungan yang diberikan oleh keluarga akan meningkatkan perasaan aman, diterima dan dihargai serta mengurangi kesepian. Hasil penelitian ditemukan sumber dukungan yang diterima lansia adalah dari keluarga, teman dan tetangga atau

(10)

masyarakat. Hal ini sesuai dengan pendapat Kaufman dan Kosberg (2010) mengungkapkan bahwa dukungan sosial informal merupakan bantuan yang diberikan oleh keluarga, teman, masyarakat sekitar didasarkan pada perhatian dan tanggung jawab personal kepada orang yang membutuhkan bantuan. Dukungan sosial dari keluarga dan teman dapat meningkatkan kesehatan lansia melalui berbagai mekanisme termasuk dukungan nyata dan dukungan emosional. Keluarga merupakan sumber pendukung utama bagi lansia di masyarakat. Efektifitas dukungan keluarga merupakan komponen kunci terhadap kesejahteraan lansia. Hal ini selaras dengan hasil penelitian Okabayashi, et.al. (2004), berdasarkan karakteristik budaya melalui komitmen anak dalam mendukung orang tua yang lanjut usia, bahwa dukungan sosial dan emosional yang diberikan anak sangat penting bagi lansia. Dukungan dari anak kepada lansia dikaitkan dengan kesehatan mental lansia yang positif.

Pemanfaatan pelayanan kesehatan Pelayanan kesehatan yang dimanfaatkan lansia teridentifikasi dari tema 9 yaitu pelayanan di puskesmas dan tema 10 yaitu pelayanan di masyarakat seperti posyandu lansia. Pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan berupa penyuluhan kesehatan, pemeriksaan

kesehatan, rujukan kasus dan senam lansia. Sedangkan pelayanan yang diberikan oleh kader di masyarakat berupa penyuluhan kesehatan, pemberian makanan tambahan, rekreasi, perlombaan dan senam lansia.

Salah satu partisipan mengatakan pelayanan di puskesmas dengan biaya terjangkau sesuai kemampuannya, seperti pernyataan partisipan berikut :

“Terjangkaulah biayanya.... kan suami saya kagak kerja... nggak dapat pensiun.... ngarepin dari anak doang...”(P4)

Partisipan juga menharapkan ada pelayanan khusus untuk lansia di puskesmas yang terpisah dengan pelayanan untuk umum, seperti diungkapkan oleh partisipan berikut :

“Kalau bisa sih ada pelayanan khusus untuk usia lanjut.... soalnya di puskesmas kan penuh pasiennya... kalau dipisahkan saya rasa lebih bagus.... mereka juga jadi ramah sama kita....”(P1,P6)

“Kalau lagi sakit pinginnya dilayani cepat... kalau bisa sih ada yang melayani khusus untuk kita yang sudah tua begini....(P7)

Kebutuhan akan pelayanan yang bagus dengan petugas kesehatannya yang ramah dan sopan juga diungkapkan oleh partisipan berikut :

(11)

“Yang lebih baik lagi.... petugasnya ramah melayani orang tua... sopan.... cepat... .jadi nggak usah lama-lama di puskesmas... namanya juga udah tua kalau

nunggu lama kan nggak

betah...”(P7,P8,P9)

Bentuk pelayanan kesehatan yang diberikan berupa penyuluhan kesehatan terkait dengan masalah kesehatan yang dialami lansia, seperti ungkapan partisipan berikut :

“....jadi tahu cara mengatasi tekanan darah tinggi...biar nggak sering kumat gitu…”(P2)

“Paling untuk penyakit gula itu....saya

sudah pernah dengar di

puskesmas....”(P5)“Cara ngatasin supaya

jangan cepat kambuh

maagnya....”(P9)“Penyuluhan masalah asam urat...tangan dan kaki kan suka keram…” (P10)

Partisipan juga mengatakan petugas kesehatan memberikan nasehat agar melakukan aktivitas, disamping pengobatan yang dibutuhkan, seperti pernyataan berikut :

“...Kalau ke puskesmas dibilangin sama petugas biar saya nggak tidur aja… tapi jalan biar sehat….” (P7)

“Dapat masukan…makan obatnya

bagaimana….biar cepat sembuh...” (P1)

Salah satu partisipan mengharapkan petugas kesehatan mengunjungi lansia ke rumah, seperti pernyataan partisipan berikut :

“Ya…kalau nggak ada duit nggak berobat….maunya dikunjungin kerumah sama petugasnya....”(P5)

Petugas kesehatan mengungkapkan bahwa penyuluhan kesehatan diberikan kepada lansia baik secara individual maupun kelompok, seperti yang diungkapkan partisipan berikut :

“Biasanya penyuluhan diberikan sesudah

senam...ada sih penyuluhan secara

individu biasanya diberikan saat posyandu lansia” (P2)

Partisipan berikut mengungkapkan bahwa pemeriksaan kesehatan untuk lansia dilakukan di posyandu lansia setiap bulan :

“Pemeriksaan rutin ya... pengukuran berat badan dan tekanan darah....ada juga pemeriksaan gula darah, kolesterol dan asam urat....”(P2)

Umumnya senam untuk lansia dilakukan 2 kali seminggu, seperti diungkapkan oleh partisipan berikut :

“Ada senam jantung sehat setiap selasa dan kamis....”(P8)

Jika lansia mengalami penyakit yang cukup berat, ditemukan saat dilakukan posyandu lansia, maka petugas kesehatan merujuk lansia ke puskesmas, seperti ungkapan partisipan berikut :

(12)

“Kalau ada lansia tekanan darahnya

tinggi atau punya masalah

kesehatan....dianjurkan berobat ke

puskesmas kelurahan atau

kecataman....banyak juga yang punya dokter pribadi...”(P10)

Kader lansia yang aktif dalam kegiatan posyandu lansia mengungkapkan bahwa penyuluhan kesehatan yang diberikan kepada lansia waktunya tidak tentu karena belum semua kader mampu melakukan penyuluhan, penyuluhan seringkali diberikan oleh petugas kesehatan sesudah senam lansia, seperti ungkapan partisipan berikut :

“ Penyuluhan ya jarang... biasanya ya

petugas dari puskesmas yang

ngasih...biasanya yang rutin

nimbang....”(P6)

“Biasanya kita sama lansia senam dulu....senamnya 2 kali seminggu...habis senam dikasih penyuluhan sama petugas puskesmasnya....(P5)

Umumnya di posyandu lansia dilakukan pemberian makanan tambahan (PMT) ke pada lansia, seperti pernyataan berikut :

“....biasanya sih snack...itu juga

dananya swadaya masayarakat...kadang ada bantuan dari RW....”(P1)

Kader berikut mengatakan ada kegiatan rekreasi berupa arisan kelompok lansia pada saat kegiatan Majelis Taqlim dan pergi ke tempat-tempat rekreasi.

“Arisan sih biasanya tiap bulan....

berbarengan dengan kegiatan Majelis

Taqlim....kan pada ngumpul

lansianya...”(P4)“Kadang pergi rame-rame ke tempat rekreasi....ada penginapan punya warga yang kaya di puncak....ya kadang kita nginep disana...”(P2)

Perlombaan antar lansia di tingkat kecamatan secara rutin dilakukan oleh Suku Dinas Kesehatan. Berbagai macam lomba yang diikuti lansia, diungkapkan oleh partisipan berikut :

“Sering sih ikut lomba di tingkat

kecamatan kayak lomba nyanyi

keroncong...kita pernah dapat juara

3...”(P2)“Lomba-lomba untuk lansia ada

baca puisi...kata berantai...lomba

penyuluhan...biasanya di tingkat

kecamatan....”(P3)

Hasil penelitian menggambarkan bahwa mayoritas lansia memanfaatkan pelayanan puskesmas untuk mengatasi masalah kesehatannya karena biaya terjangkau, dan mudah dijangkau karena dekat dengan tempat tinggalnya. Akan tetapi pelayanan di puskesmas belum ada pelayanan khusus untuk lansia sehingga lansia harus mengantri sama dengan masyarakat umum. Hal ini tidak sesuai dengan program pemerintah dimana saat ini sedang digalakkan puskesmas santun lansia yang melakukan pelayanan kepada lansia dengan mengutamakan aspek promotif dan preventif disamping aspek kuratif dan rehabilitatif, secara pro-aktif, baik dan sopan serta memberi kemudahan dan dukungan pada lansia (Kemenkes, 2010). Lansia mengharapkan memperoleh

(13)

pelayanan cepat serta sikap pemberi pelayanan yang ramah. Kemudahan pelayanan kepada lansia dapat diberikan puskesmas melalui loket pendaftaran tersendiri, ruang pemeriksaan/konseling yang terpisah dengan kelompok umur yang lain (Kemenkes, 2010). Bentuk pelayanan yang diterima lansia di puskesmas yaitu penyuluhan kesehatan, pemeriksaan kesehatan, pengobatan, rujukan dan pemantauan kesehatan. Penyuluhan kesehatan belum dilaksanakan secara rutin padahal lansia sangat mengharapkan informasi kesehatan yang dapat diterima terkait dengan masalah kesehatan yang dialami. Salah satu kegiatan yang dapat dilakukan di puskesmas yaitu kegiatan pelayanan yang berbentuk upaya promotif melalui penyuluhan tentang perilaku hidup sehat, pengetahuan gizi lansia, pengetahuan tentang proses degeneratif, upaya meningkatkan kesegaran jasmani dan upaya lain yang dapat memelihara kemandirian dan produktivitas lansia (Kemenkes, 2010)

Pelayanan kesehatan yang berada di lingkungan masyarakat seperti posyandu lansia sangat bermanfaat bagi lansia karena mudah dijangkau dengan kondisi lansia yang mengalami keterbatasan. Berdasarkan hasil wawancara dengan kader lansia dan tokoh masyarakat bahwa posyandu lansia sudah tersedia di masyarakat khususnya di tiap kelurahan,

akan tetapi belum tersedia di setiap RW sehingga belum semua lansia bisa menjangkau pelayanan tersebut. Lansia mengungkapkan bahwa bentuk pelayanan kesehatan yang tersedia di posyandu lansia berupa penyuluhan kesehatan, pemeriksaan kesehatan dan senam lansia. Hasil wawancara dengan kader lansia bahwa pelayanan yang dilakukan di posyandu lansia sudah bervariasi yaitu penyuluhan kesehatan, senam lansia, pemeriksaan kesehatan, pengembangan hobi, perlombaan dan kegiatan rekreasi. Akan tetapi hambatannya bahwa dana untuk pelaksanaan program lansia sangat terbatas sehingga tidak semua kegiatan dapat terlaksana dengan baik.

Lansia merasakan manfaat adanya posyandu lansia yaitu membantu masyarakat khususnya lansia yang mempunyai keterbatasan untuk menjangkau pelayanan puskesmas, disamping itu, jika berkumpul dengan sesama lansia dapat memberikan perasaan senang, bisa saling berbagi, mencegah kepikunan dan mengurangi kesepian. Akan tetapi belum semua lansia memanfaatkan posyandu secara optimal karena kurang kemauan dan keterbatasan waktu. Berdasarkan hasil wawancara dengan kader lansia bahwa kunjungan lansia ke posyandu kurang optimal karena kurangnya kemauan, terkadang lansia harus dijemput ke rumahnya jika ada

(14)

kegiatan posyandu padahal kegiatan tersebut setiap bulan sudah diinformasikan kepada lansia. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wahono (2010) ditemukan rerata kunjungan lansia ke posyandu masih rendah yaitu sebesar 38,91% dengan alasan karena kondisi lansia yang sedang sakit dan tidak ada keluarga yang mengantar lansia ke posyandu. Oleh karena itu sangat diperlukan pemberdayaan lansia dan keluarga sehingga pelayanan posyandu di masyarakat dapat dimanfaatkan oleh lansia secara optimal.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa perubahan-perubahan yang dialami lansia berupa perubahan fisik berupa gangguan sistem tubuh, perubahan psikologis berupa gangguan psikologis dan perubahan sosial berupa perubahan aktivitas dan pendapatan. Lansia memperoleh dukungan dari anggota keluarga, teman maupun masyarakat sekitar yang merupakan dukungan informal dan bentuk dukungan yang diperoleh berupa dukungan afektif yaitu perhatian, ditengok dan dirawat jika sakit, dukungan instrumental dan dukungan finansial. Lansia memanfaatkan pelayanan kesehatan di puskesmas dan di masyarakat untuk mengatasi masalah kesehatannya. Pemanfaatan pelayanan di

puskesmas karena biayanya terjangkau dan mudah di akses oleh lansia. Pemanfaatan posyandu lansia masih belum optimal karena kurangnya kemauan dan keterbatasan waktu lansia walaupun penggerakan masyarakat oleh kader lansia sudah dilakukan secara optimal.

Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan penerapan kebijakan pelayanan kesehatan melalui puskesmas santun lansia perlu dioptimalkan mengingat meningkatnya kebutuhan lansia akan pelayanan cepat dan sesuai dengan kebutuhan serta sesuai dengan keterbatasan lansia. Demikian juga pengembangan posyandu lansia di setiap RW di seluruh wilayah DKI Jakarta sebagai upaya mendekatkan pelayanan kepada masyarakat dengan kegiatan yang lebih bervariasi yang dapat menarik minat lansia untuk datang ke posyandu. Pemberdayaan lansia juga sangat penting dilakukan melalui pengembangan kelompok lansia (self help group) yang merupakan suatu alternatif intervensi dalam pelayanan keperawatan kepada lansia di masyarakat.

DAFTAR RUJUKAN

Arpact, F. 2008. A Study into the Quality

of Life of the Elderly Living at the Rest Homesin Turkey. Pakistan Jour nal of Sosial Science, 5 (1), 76-81.

(15)

Badan Pusat Statistik. 2009. Statistik

Indonesia. Jakarta.

Boonyakawee, C. 2006. The Functional

Disability of the Elderly in Tambon Krabi-Noi Muang Dis trict Krabi Province. Thesis. Degree of Master of

Public Health Program in Health System Development. Chulalongkorn University.

Creswell, J. W. 1998. Qualitative

Inquiry and Research Design: Choosing Among Five Traditions.

London: SAGE Publications.

Departemen Kesehatan RI. 2008. Jumlah

Penduduk Lansia Meningkat. (online)

(http://www.depkes.go.id.). diakses tanggal 24 September 2009.

Grossman, S., & Lange, J. 2006. Theories

of Aging as Basis for Assessment.

(online). (findarticle.com/p/article). diakses tanggal 7 September 2010.

Handayani, Y.S. 2005. Penyakit Kronis pada Masyarakat Lansia Dihubungkan dengan Perilakunya di DKI Jakarta.

Majalah Kesehatan perkotaan, Vol.

12, No. 2. Desember 2005.

Kaufman, A.V., & Kosberg, J.I. 2010. Sosial Support, Caregiver Burden & Life Satisfaction in a Sample of Rural African American and White Caregiver of Older Persons with Dementia. Journal of Gerontological

Sosial Work, 53, 251-269.

Henniwati. 2008. Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Pemanfaatan

Pelayanan Posyandu Lanjut Usia di Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Aceh Timur [tesis]. Medan: Program

Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara.

Kementerian Kesehatan RI. 2010.

Pedoman Pembinaan Kesehatan

Lanjut Usia Bagi petugas Kesehatan.

Direktorat Bina Kesehatan Komunitas, Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan. Jakarta

________________________. 2010.

Pedoman Puskesmas Santun Lanjut

Usia Bagi Petugas Kesehatan.

Direktorat Bina Kesehatan Komunitas, Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan. Jakarta

________________________.2010.

Pedoman Pengelolaan Kegiatan

Kesehatan di Kelompok Lanjut Usia.

Direktorat Bina Kesehatan Komunitas, Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan. Jakarta

Kozier, et.al., 2004. Fundamental of

Nursing : Concept, Process and Practice. 7th ed. Upper Saddle River : Pearson Education, Inc.

Laubunjong, et.al. 2008. The Pattern of Caregiving to the Elderly by Their Families in Rural Communities of Suratthani Province. ABAC Journal, Vol.28,No.2,64-74.

Lueckenotte, A.G. 2000. Gerontologic

Nursing. 3rd ed. St. Louis : Mosby Elsevier.

Peterson, S.J., & Brewdow, T.S. 2004.

Middle Range Theories : Application to Nursing Research. Philadelphia :

(16)

Polit, D. F., & Beck,C.T. 2008. Nursing

Research: Generating and Assessing

Evidence for Nursing Practice.

Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Stanhope, M., & Lancaster, J. 2004.

Community and Public Health

Nursing. 6th ed. St. Louis : Mosby.

Streuebert, H. J., & Carpenter, D. R. 2003. Qualitative Research in

Nursing : Advancing Humanistic Imperative. (3rd ed). Philadelphia: Lippincott.

Suyono, H. 2006. Mengantisipasi Lansia

di Kota Besar. (Online).

(http://www.haryono.com) .diakses tanggal 24 September 2009.

Wahono, H. 2010. Analisis Faktor-faktor

yang Mempengaruhi Pemanfaatan Posyandu Lansia. Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas

Muhammadiyah Surakarta.

Zeleznik, D. 2007. Self Care of the

Home Dwelling Elderly People Living in Slovenia. Academic

Dissertation. Faculty of Medicine of the University of Oulu.

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu, adanya amaliyah NU disini tujuannya adalah untuk mengenalkan pada siswa mengenai ajaran ahlussunnah waljamaah melalui berbagai kegiatan seperti yang sampean

Adapun dasar pertimbangan hakim, dalam pertimbanganya majelis hakim berpendapat bahwa setiap perempuan muslimah yang akan menikah harus memperoleh izin dari

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat- Nya, dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Peningkatan Self Care Pada Pasien Prolanis

premature loss gigi molar desidui pada pasien Ortodonsia di RSGMP FKG USU pada tahun 2010-2014 dan untuk mengetahui prevalensi premature loss gigi molar desidui pada pasien

Tabel di atas memperlihatkan bahwa terdapat dua perbankan yang memperoleh trend aset tertinggi yakni Bank Persero dan Bank Swasta Devisa, yang dalam praktiknya kedua

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, motivasi merupakan dorongan yang timbul pada diri seseorang, sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu

Gambaran suatu implementasi tindakan dan komunikasi dapat dilihat dari program kampanye keselamatan kerja, misalnya, implementasi humas bukan hanya merancang program komunikasi

Menurut Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa disebut bahwa desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya desa adalah kesatuan