BAB II: KAJIAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
Wenny Tanner K.T, dkk (2014) meneliti tentang pengaruh cahaya skylight shopping mall terhadap perilaku manusia. Perilaku manusia dianalisa berdasarkan jenis dan material bukaan, jenis cahaya yang masuk. Dan hasilnya menunjukan bahwa penggunaan pencahayaan matahari pada bangunan shopping mall dapat mempengaruhi perilaku manusia. Cahaya mampu menimbulkan emosi tertentu yang secara tidak langsung akan dirasakan oleh penghuni bangunan (nilaipsikologis).Hampir semua orang yang terpapar dan berada disekitar cahaya matahari langsung akan menghindari cahaya tersebut, sedangkan pemakaian cahaya matahari yang tidaklangsung (pemantulan) lebih dapat diterima dan tidak mengganggu kenyamanan pengunjung yang sedang beraktivitas.
Nurhani Amin (2011) dia mengutip bahwa suatu penerangan diperlukan oleh manusia untuk mengenali suatu objek secara visual. Pencahayaan yang baik memungkinkan orang dapat melihat objek-objek yang dikerjakannya secara jelas dan cepat. Hampir kebanyakan pengguna energi komersial dan industri peduli penghematan energi dalam sistim penerangan. Seringkali, penghematan energi yang cukup berarti investasi yang minim dan masuk akal. Oleh karena itu perlu strategi desain pencahayaan dengan memanfaatkan cahaya alam secara optimal. Desain pencahayaan yang optimal meliputi: optimasi kuantitas cahaya langit, menjaga menyamanan visual dan menjaga kesejukan, serta menghemat energy (Harten P.Van, Setiawan E, 1985: 36-42).
Astrid Kusumowidagd , dkk (2012) mengatakan bahwa desain pusat belanja menciptakan pengalaman baru lewat suasana yang dirasakan secara perseptual oleh sensorik manusia. Bagaikan pusat rekreasi, bentuk desain yang unik akan membantu para pemilik untuk dapat secara kreatif menciptakan suasana toko yang menyenangkan bagi para pengunjung. Pengunjung dalam hal ini merasakan
kenyamanan berbelanja berbelanja dengan semakin banyaknya pengalaman baru yang diciptakan oleh lingkungan fisik lewat berbagai sensasi indera. Suasana yang terbentuk dari sebuah desain akan memberikan sense of place pada sebuah tempat. Suasana ini bertindak sebagai stimulus bagi para pengunjung. Sehingga kemudian pada prosesnya pengunjung akan merespon dalam bentuk tindakan (ingin tetap berada di pusat belanja dan mengeksplorasi pusat belanja atau menjauh dan pergi dari pusat belanja tersebut). Perilaku yang positif dari pengunjung karena adanya sense of place yang tepat akan membentuk sebuah persepsi yang mendalam karena keinginan untuk kembali pada tempat tersebut
Andrew Setiawan (2013), meneliti tentang besar kecilnya distribusi pencahayaan dari sinar matahari terhadap kenyamanan pengunjung. Dan dia juga mengatakan bahwa pencahayaan alami adalah salah satu sumber cahaya yang sangat penting bagi umat manusia, termasuk juga pencahayaan alami yang dibutuhkan untuk melakukan aktivitas. Dengan pencahayaan yang sesuai maka aktivitas kita tidak akan terganggu, namun besar kecilnya sinar matahari tersebut selalu berbeda di tiap lokasi, selain itu sebuah retail harus memiliki standart penerangan sehingga bisa menjaga kenyamanan pengunjung ketika dalam keadaan apapun.
Lisgumantica suha (2014), meneliti tentang peran pencahayaan dalam suatu ruang berbelanja, yaitu supermarket. Sejauh mana tata cahaya di dalam ruang dapat mempengaruhi perilaku berbelanja yang berkaitan dengan ketertarikan terhadap display serta suasana ruang yang tercipta. Dia meneliti dengan mempeljari teori cahaya, persepsi visual, pencahayaan interior, dan pencahayaan ruang komersial. Standart nyaman atau tidaknya tentu berbeda bagi setiap kelompok pengunjung bahkan bagi setiap orang. Namun pada dasarnya lighting continuity, kontras, detail pencahayaan, intensitas cahaya, serta ekspetasi pengunjung sangat berpengaruh terhadap kenyamanan pengunjug terhadap pencahayaan ketika melakukan kegiatan belanja di supermarket.
Dari hasil kesimpulan yang di dapat dari beberapa jurnal yang di kumpulkan sesuai tema yang di kehendaki penelitian ini berjudul “Pengaruh Pencahayaan Alami
2.2. Kajian Teoritis
Merupakan teori-teori dari sumber seperti jurnal dan buku yang sesuai dengan rumusan permasalahan penelitian. Adapun kajian teori yang dipakai meliputi teori shopping mall, system pencahayaan shopping mall, pencahayaan alami, hubungan cahaya dengan manusia, hubungan cahaya dengan ruang, faktor-faktor yang mempengaruhi kenyamanan visual pengunjung dan pencahayaan alami ditinjau dari aspek desain yang akan dipaparkan dibawah ini.
2.2.1 Shopping Mall
Menurut Budi Pradono, IAI : Shopping Mall adalah suatu penemuan ruang dimana kitadapat menemukan banyak barang yang primer sampai yang tersier. Gruen, Centers for Urban Environment Mall : Shopping Mall yaitu suatu tempat kegiatan pertukaran dan distribusi barang/jasa yang bercirikan komersial, melibatkan perencanaan dan perancangan yang matang karena karena bertujuan memperoleh keuntungan (profit) sebanyak-banyaknya.
Menurut Beddington, Design for Shopping Centre : Shopping Mall merupakan suatu wadah dalam masyarakat yang menghidupkan kota atau lingkungan setempat. Selain berfungsi sebagai tempat untuk kegiatan berbelanja atau transaksi jual beli, juga berfungsi sebagai tempat untuk berkumpul atau berekreasi.
Menurut Ruben (1978), shopping mall adalah penggambaran kota yang terbentuk oleh elemen-elemen:
Anchor magnet, merupakan node yang berfungsi sebagai landmark, perwu-judannya berupa plaza dalam shopping mall.
Magnet sekunder, berupa toko-toko pengecer, supermarket, super store dan bioskop
Street mall, berupa pedestrian atau jalur sirkulasi yang menghubungkan magnet-magnet.
Landscaping, berupa pembatas luar dipertokoan.
Sistem pencahayaan yang digunakan dalam mall terbagi menjadi 2 yaitu pencahayaan alami dan buatan. Untuk pencahayaan alami yang terbaik adalah cahaya langit (bukan
sinar langsung) namun intensitasnya tidak bisa ditebak karena tergantung kondisi alam. Menurut Manurung (2012) pencahayaan alami dalam pusat perbelanjaan (mall) mengikuti kriteria sebagai berikut :
Pencahayaan alami pada pusat perbelanjaan sebaiknya diterapkan terutama pada pagi hingga sore hari untuk menekan biaya konsumsi energi lampu. Pencahayaan alami yang paling sering digunakan dalam pusat perbelanjaan
adalah pencahayaan alami pada atrium (void) dengan menggunakan skylight sehingga juga memberi kesan luas dengan pencahayaan yang optimal di siang hari.
Massa memanjang Timur-Barat lebih efektif untuk memasukkan cahaya alami, sementara massa berbentuk lingkaran digunakan untuk memasukan cahaya secara lebih merata.
Adaptasi bentuk bangunan terhadap pencahayaan alami seperti bentuk yang ramping, void, fasad yang miring, fasad yang ditonjolkan atau bentuk segitiga yang memungkinkan cahaya masuk dari kedua sisi bangunan.
2.2.2 Pencahayaan Alami
Pencahayaan atau lighting adalah salah satu elemen penting yang perlu dipertimbangkan dalam perancangan interior maupun arsitektur. Pencahayaan atau
lighting selain berfungsi sebagai penerangan juga dapat dijadikan sebagai aksesoris
untuk memberi nilai estetika sebuah ruang maupun fasad. Pencahayaan terbagi menjadi dua berdasarkan sumbernya, yaitu pencahayaan alamiah atau daylighting dan pencahayaan buatan atau disebut dengan artificial lighting.
Darmasetiawan, Christian, dan Lestari Puspakesuma. (1991) dalam bukunya yang berjudul Teknik Pencahayaan dan Tata Letak Lampu Jilid 1 Pengetahuan Dasar mengklasifikasikan pencahayaan. Pencahayaan alami adalah sumber pencahayaan yang berasal dari sinar matahari. Sinar alami mempunyai banyak keuntungan, selain menghemat energi listrik juga baik untuk kesehatan. Untuk mendapatkan pencahayaan alami pada suatu ruang diperlukan jendela-jendela yang besar ataupun dinding kaca sekurang-kurangnya 1/6 daripada luas lantai. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk memperoleh pencahayaan alami yang baik di antaranya adalah
variasi intensitas cahaya matahari, distribusi dari terangnya cahaya, efek dari lokasi, pemantulan cahaya, jarak antar bangunan, letak geografis, dan fungsi bangunan.
Menurut SNI 03-2396-2001, tingkat pencahayaan alami di dalam ruangan ditentukan oleh tingkat pencahayaan langit pada bidang datar di lapangan terbuka pada waktu yang sama. Perbandingan tingkat pencahayaan alami di dalam ruangan dan pencahayaan alami pada bidang datar di lapangan terbuka ditentukan oleh :
Hubungan geometris antara titik ukur dan lubang cahaya. Ukuran dan posisi lubang cahaya.
Distribusi terang langit.
Bagian langit yang dapat dilihat dari titik ukur.
Faktor pencahayaan alami siang hari adalah perbandingan tingkat pencahayaan pada suatu titik dari suatu bidang tertentu di dalam suatu ruangan terhadap tingkat pencahayaan bidang datar di lapangan terbuka yang merupakan ukuran kinerja lubang cahaya ruangan tersebut :
a. Komponen langit (faktor langit-fl) yakni komponen pencahayaan langsung dari cahaya langit.
Gambar 3. Komponen langit (sumber : SNI 03-2396-2001)
b. Komponen refleksi luar (faktor refleksi luar - frl) yakni komponen pencahayaan yang berasal dari refleksi benda-benda yang berada di sekitar bangunan yang bersangkutan.
Gambar 4. Komponen refleksi luar (sumber : SNI 03-2396-2001)
c. Komponen refleksi dalam (faktor refleksi dalam frd) yakni komponen pencahayaan yang berasal dad refleksi permukaan-permukaan dalam ruangan, dad cahaya yang masuk ke dalam ruangan akibat refleksi benda-benda di luar ruangan maupun dari cahaya langit.
Gambar 5. Komponen refleksi dalam (sumber : SNI 03-2396-2001)
Penerangan berdasar sumbernya dibagi menjadi tiga yaitu :
Penerangan alami yaitu penerangan yang berasal dari cahaya matahari, Penerangan buatan yaitu penerangan yang berasal dari lampu.
Penerangan alami dan buatan yaitu penggabungan antara penerangan alami dari sinar matahari dengan lampu/penerangan buatan (Cok Gd Rai 2006).
Penerangan di dalam ruangan tentunya memiliki sistem tersendiri. Prabu (2009), menyebutkan bahwa ada 5 sistem pencahayaan di ruangan, yaitu
System pencahayaan langsung (direct lighting), pada sistem ini 90%-100% cahaya diarahkan secara langsung ke benda yang perlu diterangi.
Sistem pencahayaan semi langsung (semi direct lighting), pada sistem ini 60%-90% cahaya diarahkan langsung pada benda yang perlu diterangi, sedangkan sisanya dipantulkan ke langit-langit dan dinding.
Sistem pencahayaan difusi (general diffus lighting), pada sistem ini setengah cahaya 40%-60% diarahkan pada benda yang perlu disinari, sedangkan sisanya dipantulkan ke langit-langit dan dinding.
Sistem pencahayaan semi tidak langsung (semi indirect lighting), pada sistem ini 60%-90% cahaya diarahkan ke langit-langit dan dinding bagian atas, sedangkan sisanya diarahkan ke bagian bawah.
Sistem pencahayaan tidak langsung (indirect lighting), pada sistem ini 90%-100% cahaya diarahkan ke langit-langit dan dinding bagian atas kemudian dipantulkan untuk menerangi seluruh ruangan
Di dalam SNI 03-6197-2000 dijelaskan bahwa setiap aktivitas memerlukan intensitas penerangan yang berbeda. Semakin diperlu-kannya penelitian dalam mengerjakan sesuatu maka intensitas penerangannya semakin tinggi. Pencahayaan alami siang hari harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :
a. cahaya alami siang hari harus dimanfaatkan sebaik-baiknya.
b. dalam pemanfaatan cahaya alami, masuknya radiasi matahari langsung ke dalam bangunan harus dibuat seminimal mungkin. Cahaya langit harus diutamakan dari pada cahaya matahari langsung.
c. pencahayaan alami siang hari dalam bangunan gedung harus memenuhi ketentuan SNI 03-2396-1991 tentang "Tata cara perancangan pencahayaan alami siang hari untuk rumah dan gedung"
2.2.2.1 Hubungan Cahaya Dengan Manusia
Menurut William Lam (1977) beberapa kebutuhan biologis manusia terhadap cahaya adalah sebagai berikut :
Kebutuhan akan orientasi spasial
Sistem pencahyaaan harus dapat membantu menunjukan tempat dan arah Kebutuhan akan orientasi waktu
Sistem pencahayaan harus dapat memberikan feedback akan jalanya waktu yang dibutuhkan oleh internal dalam tubuh manusia.
Kebutuhan untuk mengerti bentuk fisik dapat dikacakan oleh pencahayaan yang bertentangan dengan realita fisik, dengan kegelapan yang pekat, maupun dengan penerangan tersebar yang meratakan penampilan objek.
Kebutuhan untuk focus pada kegiatan
Pencahayaan dapat membantu membentuk susunan kegiatan dan dengan memberikan penerangan pada area kegiatan yang paling relevan.
Kebutuhan untuk ruang personal
Cahaya dan daerah gelap pada ruang besar dapat membantu mendefinisikan ruang personal bagi setiap individu.
Kebutuhan untuk ruang yang menyenangkan
Suatu ruang terasa muram bila terang, namun ternyata tidak. Maka kombinasi dari cahaya langsung, tidak langsung dan aksentuasi cahaya dapat menciptakan rancangan yang menarik dan menyenangkan.
2.2.2.2 Hubungan Cahaya Dengan Ruang
Ruang selalu melingkupi keberadaan manusia. Melalui pewadah ruanglah manusia bergerak, melihat bentuk-bentuk dan benda-benda, mendengar suara-suara, merasakan angin.itulah ruang meskipun sifatnya tidak berbentuk. Pada ruang bentuk visual, kualitas cahaya, dimensi dan skala ditentukan oleh batas-batas yang sudah diatur oleh standartnya.
Maka dari itu, untuk menciptakan system pencahayaan yang berhasil, perancang harus mengerti beberapa aspek dari persepsi manusia, sebagai berikut :
a. Relativity of Brightness
Nilai absolut untuk penerangan adalah luminasi, namun manusia menilai terang dari suatu objek relative dengan penerangan dari sekelilingnya.
b. Brightness Constancy
Untuk membuat nalar dari lingkungan visual, otak harus melakukan penyesuaian terhadap apa yang dilihat mata. Kemampuan otak untuk mengabaikan perbedaan pencahayaan pada kondisi tertentu disebut brightness constancy.
Kemampuan otak untuk menghapus perbedaan warna yang disebabkan oleh perbedaan pencahayaan disebut color constancy.
d. Fenomena persepsi warna lainnya
Warna-warna hangat terlihat lebih dekat pada mata, sementara warna-warna dingin terlihat lebih jauh. Maka pemilihan warba dapat membuat ruang menjadi luas atau lebih sempit.
e. Efek Foreground
Otak selalu berusaha untuk memilih sinyal visual dari ganguan visual. Bila hal ini menjadi sulit atau tidak mungkin, maka pemandangan tersebut dirasasakan mengganggu.
f. Teori Gestalt
Tujuan melihat adalah mengumpulkan informasi. Otak senantiasa mencari pola-pola yang dimengerti. Pencarian otak terhadap pengertia keseluruhan dari bagia-bagian terpisah disebut teori gestalt. Sebuah rancangan dengan baik, namun bila keseluruhan komposisi rancangan merupakan satu kesatuan utuh yang memiliki arti dan tidak menggangu.
2.2.3 Pencahayaan Alami Ditinjau Dari Aspek Desain
Menurut Lechner (2007:424) Pencahayaan alami merupakan cahaya yang bersumber dari matahari. Pencahayaan alami dibutuhkan karena manusia memerlukan kualitas cahaya alami. Fungsi pencahayaan alami dapat meminimalisir penggunaan energi listrik. Sehingga desain yang mengutamakan pemanfaatan pencahayaan alami harus dikembangkan. Terdapat beberapa strategi yang sangat penting untuk sebuah perancangan yang menggunakan pencahayaan alami, antara lain:
1. Orientasi
Orientasi bangunan yang menghadap arah mata angin selatan dan utara merupakan yang terbaik dalam pencahayaan alami karena cahayanya yang konstan. Orientasi terburuk adalah arah mata angin timur dan barat karena dapat menimbulkan masalah silau dan bayangan.
Tabel 1. Kelebihan dan kekurangan sisi selatan dan sisi utara
Sisi Selatan Sisi Utara
Kelebihan
Pemyinaraan sinar matahari yang paling konsisten sepanjang hari dan tahun
Cahaya matahrinya konstan Pada iklim panas, orientasi utara lebih disukai karena tidak membutuhkan
pengendalian matahari yang bergerak, yang harus dijaga agar selalu efektif
Kekurangan
Pada musim dingin, terjadi efek pemanasan sehingga dibutuhkan pengendali matahari
Ada sedikit masalah silau dari matahari langsung
(Sumber : Lechner,2007)
Orientasi terburuk adalah timur dan barat karena orientasi ini menerima sinar matahari hanya setengah setiap harinya dan sinar matahari berada pada titik maksimum pada musim panas. Masalah terburuk lainnya adalah matahari timur dan barat berada sampai di posisi terendah langit sehingga dapat menimbulkan silau dan bayangan.
2. Pencahayaan melalui atap (skylight)
Hanya dapat digunakan pada bangunan satu lantai atau lantai teratas dari bangunan bertingkat banyak. Pada bukaan horizontal pada atap, cahaya yang masuk ke dalam bangunan lebih banyak daripada bukaan vertikal, tetapi pada saat-saat tertentu intensitas cahaya yang masuk dapat lebih besar. Atas pertimbangan hal tersebut sering disarankan untuk menggunakan bukaan vertikal pada atap dalam bentuk jendela clerestory, monitor atau sawtooth.
3. Bentuk
Bentuk bangunan tidak hanya ditentukan oleh kombinasi bukaan horizontal dan vertikal saja, tetapi juga banyaknya area lantai yang memiliki akses terhadap cahaya alami.
Gambar 6. Efek kepadatan cahaya alami yang diperoleh pada bangunan (Sumber : Lechner,2007)
Gambar menunjukan suatu bangunan dengan luas yang sama dengan mengunakan pencahayaan alami, tetapi mendapatkan porsi cahaya alami yang tidak sama rata. Gambar ketiga pada gambar menggunakan atrium, sehingga bangunan mendapatkan porsi cahaya yang sama rata. Banyaknya cahaya yang tersedia pada dasar atrium tergantung pada tiga faktor, yaitu ketembusan pandang dari atap atrium, pantulan dari dinding atrium, dan bentuk geometri. Atrium dapat diiluminasi melalui skylight, cleretory atau jendela pada dinding.
4. Perencanaan
Ruang Perencanaan ruang terbuka sangat mengguntungkan untuk membawa cahaya masuk ke dalam bangunan. Partisi kaca dapat penyelesaian akustik (kedap suara) untuk memperoleh privasi tanpa menghalangi cahaya yang masuk.
5. Warna
Penggunaan warna yang ringan dapat memantulkan lebih banyak cahaya untuk ruang luar dan lebih dalam lagi untuk ruang dalam. Ruang dalam yang berwarna terang pun dapat menyebarkan cahaya guna mengurangi bayangan gelap, silau, dan rasio tingkat terang berlebih. Urutan tingkatan pentingnya permukaan pantulan adalah plafon, dinding belakang, dinding samping, lantai, dan mebel kecil. Atap yang menggunakan warna ringan dapat meningkatkan cahaya yang dikumpulkan oleh clerestory. Jendela yang berdekatan atau berhadapan dengan dinding yang berwarna ringan akan menerima lebih banyak cahaya alami. Fasad berwarna ringan penting dalam suatu area untuk meningkatkan kemampuan pencahayaan alami pada lantai bawah.
2.2.4 Kenyaman Visual Pengunjung
Kenyamanan visual adalah suatu kondisi visual atau penglihatan yang dirasakan oleh manusia, terhadap lingkungan visualnya. Untuk mendapatkan kondisi visual yang ideal dibutuhkan pencahayaan yang baik dimana mata dapat melihat apa yang ada disekitarnya dengan jelas dan nyaman. Kurangnya cahaya yang diterima akan mengakibatkan kegelapan dan cahaya yang berlebihan masuk pada area mata merupakan penyimpangan terhadap pencahayaan sehingga menimbulkan silau. (Jihad, 2011)
Dalam perancangan, aspek kenyamanan diperlukan sebagai bagian penting bangunan. Salah satu aspek tersebut ialah kenyamanan visual. Kenyamanan visual berhubungan dengan penglihatan mata manusia untuk melihat objek. Mata mengandung sel-sel kerucut (cone cels, untuk siang hari dan mengenali warna), serta sel-sel batang (rod cels,untuk malam hari dan tidak dapat menangkap detail serta warna). Untuk adaptasi mata dari gelap ke terang sel-sel kerucut membutuhkan waktu 2 menit sedang sel-sel batang membutuhkan waktu 40 menit.
Kenyamanan visual berkaitan erat dengan kebutuhan pencahayaanruangan agar objek bisa terlihat dengan baik oleh mata. Kejelasan suatu objek tergantung pada intensitas cahaya, ukuran objek, dan kontras antara objek dengan sekitarnya. Tingginya intensitas cahaya untuk memenuhi kebutuhan pencahayaan ruang
didapatkan dari pencahayaan suatu bangunan. Kontras antara objek dengan latar belakang perlu tinggi agar objek mudah dikenali. Setiap 1% penurunan kontras harus diimbangi 15% tambahan kekuatan penerangan. (Satwiko, 2009).
Nur laela latifah, dkk (2013) menyebutkan bahwa kenyamanan visual dipengaruhi oleh:
1. Intesintas cahaya
Berdasarkan aktivitas yang terjadi di dalam shopping mall, terdapat kebutuhan standar cahaya sebagai berikut : Supermarket 500 lux, Dapur 500-1000 lux, Area transaksi 500-1000 lux, Membaca 200-1000 lux (Nuckolls, 1983).
Tabel 2. Standart tingkat pencahayaan (Lux)
(Sumber : SNI 03-2000, Konservasi energi system pencahayaan pada bangunan gedung)
2. Kualitas warna
Penggunaan jenis warna dapat mempengaruhi keoptimalan distribusi sebuah pencahayaan, baik pencahayaan yang bersumber pada alam, maupun pencahayaan yang bersumber pada alat buatan manusia, lampu misalnya. Jenis warna yang dapat mempengaruhi distribusi penyebaran cahaya itu bergantung pada gelap terang dari warna tersebut. Warna yang semakin gelap akan memantulkan cahaya dengan persentase yang kecil. Sedangkan yang semakin terang akan memantulkan dan menyebarkan cahaya dengan persentase pemantulan yang lebih banyak. Bukaan-bukaan di dalam suatu ruang sangatlah penting.
Tabel 3. Kualitas warna Ra Minimum Aplikasi Indeks 1/CR1 = 1 Ra = 85% s/d 100% Indeks 2/CR1 = 2 Ra = 70% s/d 85% Indeks 3/CR1 = 3 Ra = 40% s/d 70% Indeks 4/CR1 = 4 Ra = <40%
(Sumber : Tata cara perancangan penerangan alami siang hari untuk rumah dan gedung SNI 03-2396-1991)
3. Tingkat penyilauan
Tingkat Kenyamanan Pandangan terhadap penyilauan ditentukan oleh pengamat yang berada pada tempat tertentu di dalam ruangan. Oleh Illuminating Engineering Society telah ditetapkan posisi pengamat untuk menilai Tingkat Kenyamanan Pandangan suatu ruang, yaitu pada 1,2 m (4 ft) di muka tengah tengah dinding dan 1,2 m (4 ft) di atas lantai.
4. Renderasi warna
Efek suatu lampu kepada warna obyek akan berbeda-beda. Lampu diklasifikasikan dalam kelompok renderasi warna yang dinyatakan dengan Ra indeks. sebagai berikut:
Efek warna kelompok 1: Ra indeks 80 - 100%. Efek warna kelompok 2: Ra indeks 60 80%. Efek warna kelompok 3: Ra indeks 40 - 60%. Efek warna kelompok 4: Ra indeks < 40%.
Perhitungan tingkat pencahayaan alami siang hari perancangan pencahayaan alami yang hemat energi dilakukan sebagai berikut :
tentukan faktor pencahayaan siang hari atau faktor langit minimum yang diperlukan pada titik-titik yang dipilih sesuai dengan fungsi ruangan.
gunakan Cara perhitungan faktor langit dan faktor pencahayaan siang hari sesuai SNI 03-12396-1991 tentang "Tata cara perancangan penerangan alami siang hari untuk rumah dan gedung".
tentukan lubang cahaya yang dapat di buka sesuai ketentuan ventilasi.
2.3. Kerangka Teoritis