• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penduduk Kabupaten Indramayu merupakan campuran antara suku Sunda dan Jawa sehingga budaya yang tumbuh dan berkembang merupakan bentuk implementasi ekspresi masyarakat setempat dipengaruhi oleh kebudayaan Jawa dan Sunda sehingga bentuk kebudayaannya merupakan merupakan akulturasi dari kedua kebudayaan tersebut.1

Cirebon merupakan salah satu daerah di Indonesia yang lokasinya terletak di bibir Pantai Utara Jawa bagian barat. Cirebon adalah tempat yang memiliki daya tarik tersendiri bagi banyak orang, baik dari kalangan masyarakat maupun dari kalangan akademisi, baik lokal maupun internasional. Orang berkunjung ke Cirebon dengan berbagai tujuan,2 baik dari sisi arkeologis maupun dari sudut kultural.

Sama halnya Indramayu. Indramayu pun mempunyai daya tarik yang sama dengan Cirebon meski tak sebanyak yang dimiliki Cirebon. Karena Indramayu dan Cirebon bertetangga maka banyak kesamaan dalam segi kebudayaan, bahasa, kuliner dan lain-lain.

Penyebaran Islam di Cirebon sama halnya dengan Indramayu, pada dasarnya penyebaran Islam pada wilayah Jawa mempunyai sejarah yang tak jauh berbeda. Hal itu di karenakan penyebaran Islam di Jawa yang dibawakan oleh para Wali khususnya Sunan Kalijaga. Beliau mengislamkan Jawa menggunakan kesenian yang sudah ada pada masa sebelum Islam datang. Dengan begitu Sunan Kalijaga mampu mengIslamkan Jawa tanpa adanya pertempuran dan bahkan pertumpahan darah sekali pun.

1 Pani Virgo Fandiyansyah. Seni dan Budaya Indramayu.

http://panivirgofhandiyansyah.blogspot.co.id/2014/06/seni-budaya-kabupaten-indramayu.html 6/06/2014 02:03:00 di unduh pada Rabu 10 Februari 2016 pukul 15.53

2 Bambang Iriyanto“Suksesi Kepemimpinan Syekh Syarif Hidayatullah” (Cirebon: 2012) Hal.1

(2)

Tak dapat disangkal lagi bahwasannya Cirebon Indramayu merupakan pangkalan penting dalam jalur perdagangan dan pelayaran antar bangsa, lokasinya antara Jawa Tengah dan Jawa Barat membuatnya berperan sebagai jembatan antara kebudayaan Jawa dan kebudayaan Sunda sehingga tercipta suatu kebudayaan yang khas.3

Perkembangan kebudayaan yang terjadi di Cirebon pada zaman pra sejarah, hingga terjadinya proses asimilasi kebudayaan satu dengan kebudayaan yang lain, baik kebudayaan lokal maupun kebudayaan dunia seperti Cina, India, Arab, Persia berkembang secara harmonis tanpa menimbulkan friksi di antara pelakunya. Cirebon sebagai pusat ilmu pada zamannya memiliki kekayaan intelektual yang tiada habis untuk diteliti maupun dibahas. Cirebon dalam penggalan sejarahnya menjadi tempat strategis dalam dakwah Islam sehingga kawasan yang terislamisasi pada masa-masa awal kedatangannya sekaligus menjadi jembatan bagi tersebarnya agama Islam ke wilayah pedalaman Jawa Barat.

Cirebon adalah salah satu tempat terbesar di tanah Jawa, yang merupakan pusat pengembangan budaya wayang kulit maupun wayang golek. Diriwayatkan dalam “Sejarah Babad Cirebon” tentang perjalanan Sunan Kalijaga atau Sunan Panggung sampai turun temurun kepada para dalang (seniman) di Cirebon. Wayang kulit maupun wayang golek bagi masyarakat Cirebon pada abad 15-16 memiliki peran yang sangat strategis dalam khasanah kebudayaan Cirebon. Petatah-petitih masyarakat Cirebon pun pada abad 15-16 ada yang mengaitkan dengan anjuran untuk menonton pergelaran wayang kulit maupun wayang golek yaitu “Wong enom kudu nongton wayang, wong tua kudu nongton ronggeng”4.

Dari sekian banyak proses Islamisasi di Cirebon itu salah satunya yaitu melalui cara pagelaran sebuah pertunjukan wayang kulit, khususnya Wayang Golek

3Susanto Zuhdi. Cirebon Sebagai Bandar Jalur Sutra. (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1996). Hal. 4

4Pada dasarnya petatah-petitih disini mempunyai maksud bahwa kita dapat belajar ilmu (tuntunan) melalui sebuah pergelaran. Untuk maksud dari kalimat tersebut yaitu kita dapat belajar syariat/ aturan/ nilai-nilai kehidupan dari pergelaran wayang.

(3)

Cepak.5 Semenjak Hayam Wuruk menjadi Raja Majapahit, saat itu masih jaman Hindu, budaya wayang sudah ada yaitu disebut dengan Wayang Beber.6 Adapun bentuk dari pada Wayang Beber ini masih berbentuk atau berupa adegan-adegan wayang yang digambar pada lembaran kulit kayu waru atau kain halus. Setelah berdirinya kerajaan Islam di Demak, pada masa itu para Wali mengembangkan Islam di bawah pimpinan Raden Patah, dan ketika itu para Wali menyempurnakan Wayang Beber untuk media syi’ar Islam. Pada tahun 1437 Saka, Raden Patah bersama para Wali merubah Wayang beber7 menjadi terpisah satu-satu dan bentuk gambarnya menjadi miring, leher dan tangannnya dipanjangkan tidak menyerupai gambar manusia.8

Di Cirebon sendiri ada wali yang sangat berjasa dalam pengembangan Islam di Jawa umumnya dan Cirebon khususnya yaitu Raden Lokajaya yang bergelar Sunan Kalijaga.9 Sunan Kalijaga putra dari Tumenggung Wilatikta dari Tuban, dan usahanya dalam mengislamkan daerah Jawa dengan cara mengenali peradaban dan budaya atau adat istiadat yang mereka lakukan. Bahwasannya tanpa disadari oleh umat Hindu-Budha, budaya yang mereka miliki sebenarnya dijadikan media pendekatan untuk penyebaran agama Islam secara arif dan bijaksana. Dengan siasat yang sangat halus dan terkesan tidak menentang arus budaya akhirnya akidah mereka dapat diarahkan ke dalam akidah agama Islam.

5Wayang Golek Cepak merupakan media penghibur masyarakat pada abad 16, sekaligus sebagai media dakwah atau pendidikan. Wayang Golek Cepak atau Papak bisa dikatakan jenis kesenian khas Cirebon yang hingga saat ini mempunyai misi dakwah.

6 DISBUDPAR, Cerita Galur Wayang Kulit Purwa Cirebon (Cirebon: Kantor Pariwisata dan Budaya Kab. Cirebon, 2003), hal.1

7 Wayang Beber adalah seni wayang yang muncul dan berkembang di Jawa pada masa pra Islam dan masih berkembang di daerah-daerah tertentu di pulau Jawa. Dinamakan wayang beber karena berupa lembaran-lembaran (beberan) yang dibentuk menjadi tokoh-tokoh dalam cerita wayang baik Mahabarata maupun Ramayana.

8 Alasannya perubahan tersebut itu dikarenakan perubahan dari akidah Hindu disempurnakan ke dalam akidah agama Islam, bahwa visualisasi wayang kulit tidak boleh menyerupai manusia, sebab dikhawatirkan menimbulkan pengkultusan pada diri manusia.

(4)

Dengan kemahiran sastra dan falsafahnya, Sunan Kalijaga dapat menguasai kultur dan tradisi yang ada di Cirebon, untuk melancarkan misi Islamnya. Salah satu metode keberhasilan Sunan Kalijaga dalam mengembangkan Islam, yaitu memadukan adat atau tradisi ke dalam agama Islam, sebab tradisi atau budaya dan agama itu merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Oleh karenanya syi’ar Islam yang dibawakan oleh para Wali selalu dilambangkan dengan seni dan budaya agar manusia dapat menghayati agamanya.

Dalam bukunya Diskripsi Kesenian Daerah Cirebon, DISBUDPAR mengatakan bahwa, wayang secara harfiah mempunyai arti bayang. Dalam bahasa Jawa sering kali huruf B dibaca W, contohnya Bungkuk = Wungkuk. Wayang tercipta sejak jaman ateisme, yaitu alat yang digunakan propaganda tentang ajaran animisme. Bahwa roh tidak mati, tentang badan halus dan tentang kepercayaan.10 Yang menjadi dalang adalah pimpinan atau penghulu adat itu sendiri. Dengan perkembangannya keadaan wayang itu sendiri semakin baik dari mulai hanya sekedar alat peraga dari dedaunan atau pohon sampai perkembangannya seperti kita lihat sekarang ini.

Dari bentuknya Wayang Cepak sebagai pembeda dengan wayang golek yang lain yang memang untuk mahkotanya kebanyakan runcing atau istilah lain itu gelungan. Cerita-ceritanya bukan menceritakan lagi Ramayana dan Mahabarata, melainkan cerita-cerita, legenda, mitos, raja-raja dan cerita-cerita yang bernafaskan Islam.

Dakwah yang dilakukan pada Wayang Golek Cepak adalah penekanan pada i’tibar, mengambil pengajaran dari cerita, babad, atau kisah yang digelar, yang berisikan tentang sikap, prilaku, tindakan yang perlu diambil dalam menghadapi persoalan hidup dan penyelesaiannya.11 Secara umum, kisah yang digelar dalam pertunjukan Wayang Golek Cepak adalah tentang perjuangan Wali Sanga, para Ki

10 DISBUDPAR, Diskripsi Kesenian Daerah Cirebon, (Cirebon : DISBUDPAR, 2001), hal.55

11Rokhmin Dahuri dkk, Budaya Bahari Sebuah apresiasi di Cirebon, (Jakarta : Percetakan Negara RI, 2004), hal.149

(5)

Gedeng, dan cerita-cerita yang berkaitan dengan penyebaran Islam di Jawa, Khususnya Cirebon. Dikutip dari naskah Babad Cirebon bahwasannya Sunan Kalijaga merupakan tokoh pencetus pertama pembuatan wayang Kulit di Cirebon yang kemudian juga dikenal dengan wayang Golek.12

Wayang Cirebon terdiri dari wayang kulit dan wayang Cepak (Papak atau Menak). Wayang kulit menyajikan cerita-cerita wayang purwa, episode-episode Mahabharata dan Ramayana. Sedang wayang cepak menyajikan cerita-cerita panji dan cerita Menak, yaitu kisah-kisah kepahlawanan sekitar Amir Hamzah, Pamanda Rasulallah saw.13 Kiranya jelas kisah-kisah tersebut erat hubungannya dengan penyebaran agama Islam.

Dengan menelaah persoalan di atas penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam tentang peranan wayang golek cepak dalam proses islamisasi di Cirebon dan Indramayu.

B. Rumusan Masalah

Kajian ini pada dasarnya ingin mengetahui dan memahami secara mendalam proses Islamisasi di Nusantara khususnya peranan wayang golek cepak dalam penyebaran Islam baik di Cirebon maupun di Indramayu. Oleh karenanya kajian ini mempunyai beberapa rumusan permasalahan yang akan dijelaskan secara spesifik di dalamnya, mengenai tema di atas yaitu Islam dan Seni Pertunjukan (Peran dalang Akhmadi Dalam Islamisasi Desa Paoman Melalui Wayang Golek Cepak).

1. Bagaimana sejarah pertumbuhan dan perkembangan wayang golek cepak di Indramayu?

2. Bagaimana biografi dari dalang Akhmadi selaku dalang wayang golek cepak? 3. Bagaimana dalang Akhmadi menjadikan wayang golek cepak sebagai media

Islamisasi?

12Rafan S. Hasyim, Seni Tatah dan Sungging Wayang Kulit Cirebon, (Cirebon : DISBUDPAR, 2011), hal.5

(6)

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Untuk mengetahui bagaimana sejarah pertumbuhan dan perkembangan wayang golek cepak di Indramayu

2. Untuk mengetahui bagaimana biografi dalang Akhmadi selaku dalang wayang golek cepak

3. Untuk mengetahui bagaimana dalang Akhmadi menjadikan wayang golek cepak sebagai media Islamisasi

D. Ruang Lingkup Penelitian

Kajian ini membatasi pembahasan pada seni pertunjukan wayang golek cepak, mulai dari sejarah wayang tersebut, biografi dari dalang Akhmadi selaku dalang wayang golek dan peran dalang Akhmadi dalam menjadikan wayang golek cepak sebagai media Islamisasi di desa Paoman Indramayu.

E. Tinjauan Pustaka/Penelitian Terdahulu

Penelitian ini membutuhkan begitu banyak referensi untuk menambahkan kualitas pada karya ilmiah ini yang membahas mengenai Pewayangan dan Islamisasi. Dengan sumber-sumber yang bersifat primer, sekunder maupun tersier diharapkan mampu memberikan pengetahuan dasar dalam memahami proses Islamisasi dan Pewayangan di Desa Paoman Indramayu..

Tak begitu banyak naskah-naskah dan buku yang berisikan proses Islamisasi dan Pewayangan yang ada di Indramayu, akan tetapi buku-buku yang penulis temukan ini masih dikatakan belum sempurna, karena masih banyak kekurangan yang terdapat pada buku-buku tersebut. Berikut ini gambaran mengenai buku-buku tersebut yaitu:

1. Seni Tatah dan Sungging Wayang Kulit Cirebon

Dalam buku ini menjelaskan mengenai pewayangan dan rupa-rupa wayang kulit di Jawa khususnya di Cirebon. Tidak hanya itu, buku ini juga menjelaskan mengenai cara pembuatan serta filosofi dari rupa wayang kulit itu sendiri. Buku ini

(7)

ditulis oleh Rafan S. Hasyim yang diterbitkan oleh DISBUDPAR Sumber Cirebon pada tahun 2011.

2. Deskripsi Kesenian Daerah Cirebon

Buku ini ditulis dan di buat oleh Dinas Kebudayaan, Pariwisata Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Cirebon pada tahun 2009. Buku ini menerangkan mengenai kesenian-kesenian yang ada di Cirebon. Menurut buku ini bahwasanya Cirebon mempunyai banyak seni, yaitu Seni Karawitan, Seni Teater, Seni Pedalangan, Seni Musik, Seni Tari, Seni Sastra, Seni Rupa, dan Seni Pertunjukan rakyat. Kesenian-kesenian tersebut masih dipertahankan hingga saat ini. Buku ini juga menjelaskan sedikit mengenai wayang golek yang ada di Cirebon, buku ini mempermudah penulis untuk mengetahui bagaimana wayang golek Cirebon tersebut.

3. Budaya Bahari (Sebuah Apresiasi di Cirebon)

Buku ini menjelaskan mengenai banyaknya kesenian yang ada di kota Cirebon. Tak jauh berbeda dengan buku di atas, yang menyatakan bahwa Cirebon mempunyai banyak kesenian yang sampai saat ini kesenian itu masih bisa kita rasakan dan masih bisa kita nikmati. Buku ini ditulis oleh Prof. Dr. Ir. H. Rokhmin Dahuri, M.S. dkk pada tahun 2004, diterbitkan oleh Perum percetakan RI.

4. Cerita Galur Wayang Kulit Purwa Cirebon

Buku ini diterbitkan oleh DISBUDPAR daerah Sumber Cirebon, pada tahun 2003. Buku ini menjelaskan mengenai Wayang Kulit sehingga dalam sejarahnya itu akan menjadi Wayang Golek, dari Wayang Golek inilah yang akan mengajarkan mengenai nilai-nilai agama Islam. Buku ini sangat detail menjelaskan perkembangan dari wayang kulit yang kemudian berkembang menjadi wayang golek yang penulis butuhkan dalam tulisan ini.

5. Wayang Golek Sunda (Kajian Estetika Rupa Tokoh Golek)

Buku ini ditulis oleh Drs. Jajang Suryana, M.Sn. yang diterbitkan di Bandung oleh penerbit Kiblat Buku Utama pada tahun 2002. Buku ini menjelaskan mengenai wayang Golek dan permasalahannya pada masa-masa kini serta menjelaskan tentang apa arti dari pada raut wajah Wayang Purwa (ciri-ciri visual).

(8)

6. Wayang Wong Priangan (Kajian Pertunjukan Dramatari Tradisional di Jawa Barat)

Buku ini diterbitkan pada tahun 2002, oleh penerbit PT Kiblat Buku Utama di Bandung. Penulis dari pada buku ini yaitu Iyus Rusliana. Buku ini lebih menjelaskan dan membahas secara detail mengenai wayang wong atau wayang manusia. Dalam buku ini sangat jelas bagaimana sejarah kehadiran wayang wong priangan di Jawa Barat, buku ini juga sedikit menyinggung mengenai wayang di Cirebon, mulai wayang kulit dan wayang golek.

7. Skripsi Pementasan Wayang Kulit Pada Pelaksanaan Pesta Laut dan

Peranannya Dalam Mengembangkan Budaya Islam di Kalangan Masyarakat Nelayan

Skripsi ini dibuat pada tahun 2004 oleh mahasiswa SPI yaitu Yusuf Iskandar. Dalam karya ilmiah ini menjelaskan dan membahas mengenai pementasan wayang kulit pada pelaksanaan pesta laut.

8. Skripsi Pengaruh Islam Terhadap Kesenian Wayang Kulit di Cirebon

Skripsi ini dituliskan oleh mahasiswa SPI pada tahun 2006 yaitu Caridi. Dalam karya ilmiah ini membahas sesuai tema dengan jelas dan terperinci, akan tetapi dalam karya ilmiah ini tidak menyebutkan Wayang Golek Cepak, hanya sedikit menjelaskan mengenai perkembangan dari pada wayang kulit itu sendiri.

F. Kerangka Pemikiran

Era Wali Songo adalah era berakhirnya dominasi Hindu Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam di tanah Jawa. Peran Wali Songo sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung. Di antara anggota dari Wali Songo yang namanya cukup populer pada masyarakat Jawa adalah Sunan Kalijaga. Beliau adalah salah seorang tokoh yang sangat berpengaruh dalam proses Islamisasi di Jawa, toleransi terhadap budaya lokal dan pemanfaatan terhadap dunia seni dan budaya menjadi ciri khas dalam metode dakwahnya. Wayang, seni gamelan, suluk atau tembang dan kebudayaan tradisional lainnya merupakan bagian

(9)

dari budaya masyarakat Jawa yang berhasil dimanfaatkan sebagai sarana dakwah oleh Sunan Kalijaga.14

Wayang Cepak bisa dikatakan jenis khas budaya Jawa yang mempunyai misi dakwah. Dari lakon yang digelar dalam pertunjukan Wayang Golek Cepak tercatat beberapa kelompok lakon.15 Untuk kelompok lakon keamiran, ada beberapa kalompok lakon seperti: Amir ing Medayin, Amir ing Serandil, Amir ing al-Kharib, Umar Maya dan sebagainya. Untuk lakon kerajan ada beberapa cerita, di antaranya: Cerita Pajajaran, Rajagaluh, Cirebon, Demak, Majapahit, Blambangan, dan lainnya.

Menurut Caridi, bahwasannya wayang kulit merupakan salah satu warisan luhur budaya bangsa yang mampu bertahan dan terus berkembang dari sekian banyak jenis kebudayaan yang tersebar di kepulauan Indonesia.16 Karena dalam pementasan wayang kulit ini tidak hanya menyuguhkan sisi hiburan saja melainkan pementasan wayang kulit ini menjadikan media pendidikan dakwah yang memberikan ajaran-ajaran Islam terhadap manusia, manusia individu maupun manusia arti sosial masyarakat. Perubahan bentuk wayang terus berkembang seiring dengan perkembangan zaman, yakni dengan adanya pahatan dan hiasan warna yang menghiasi kulit wayang. Kemudian kerangka dasar cerita wayang yang bersumber dari epos India (Mahabarata dan Ramayana), oleh para wali disesuaikan dengan ajaran Islam.17

Kemudian dengan seiring perubahan zaman wayang kulit pun berubah bentuk menjadi wayang golek yang kita kenal sekarang ini. Dari kegunaan wayang-wayang yang ada di Indonesia itu mempunyai kegunaan yang sama, tidak hanya tontonan

14 Solikin dkk. Metode Dakwah Sunan Kalijaga Dalam Proses Islamisasi di Jawa. http://download.portalgaruda.org/article.php?article=metode-dakwah-sunan-kalijaga-dalam-proses-islamisasi-di-jawa.2013 di unduh pada minggu 17 januari 2016 pukul 09.19

15 Rokhmin Dahuri dkk. Op.cit, hal. 149

16 Caridi. Pengaruh Islam Terhadap Kesenian Wayang Kulit di Cirebon, Skripsi Fakultas Adab STAIN Cirebon (Cirebon, 2006). Hal.16

(10)

semata melainkan pementasan wayang ini memiliki misi untuk menyiarkan agama Islam dan mengajarkan ajaran-ajaran agama Islam.18

Ahmad Fadli Shaari mendefinisikan bahwa Islamisasi (Islamiyyah atau Islamization) merupakan satu proses mengIslamkan sesuatu dengan memasukkan nilai-nilai suci yang terdapat dalam ajaran Islam. Akhiran ‘si’ pada perkataan Islamisasi itulah yang membuktikan bahwa ia merupakan satu proses sebagaimana akhiran ‘isme’ yang merujuk kepada ideologi. Secara lebih mudah, Islamisasi adalah proses mengislamkan atau memurnikan kembali keseluruhan gagasan, struktur dan berbagai bentuk suatu perkara supaya kembali kepada ajaran tauhid.

Secara lebih terperinci lagi, Muhammad Syukri Salleh menyatakan bahwa Islamisasi itu merupakan satu kaedah mengislamkan sesuatu yang wujud secara berangsur-angsur, bukan secara sekaligus dan drastik. Kemudian Muhammad Razak Idris menambahkan bahwa perubahan yang berlaku secara berangsur-angsur ini dikatakan antara sifat unik dan istimewa dari proses Islamisasi.

Dari definisi-definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Islamisasi merupakan pengalihan sesuatu (konversi) menuju Islam. Untuk menuju konversi ini dibutuhkan sebuah proses dimana dilakukan secara berangsur-angsur, bukan secara sekaligus dan drastik sehingga hal tersebut menjadikannya unik dan istimewa.

Hal demikian selaras dengan pendapat M. Shaleh Putuhena yang menyatakan bahwa Islamisasi suatu wilayah hendaknya dipahami sebagai suatu proses yang dimulai dengan kedatangan Islam, yang disusul dengan penerimaan Islam, dan berakhir dengan pelembagaan Islam.19 Kedatangan Islam adalah salah satu tahap dimana orang-orang yang beragama Islam yang berasal dari luar datang ke suatu daerah tertentu. Sedangkan yang dimaksud dengan penerimaan Islam adalah suatu tahap di mana telah terdapat masyarakat pribumi atau penduduk setempat yang menerima Islam sebagai keyakinan atau agamanya. Sedangkan tahap pelembagaan

18Yusuf Iskandar, Pementasan Wayang Kulit Pada Pelaksanaan Pesta Laut dan Peranannya

Dalam Mengembangkan Budaya Islam di Kalangan Masyarakat Nelayan, Skripsi Fakultas Adab

STAIN Cirebon (Cirebon, 2004), hal. 15

19 Putuhena mengaplikasikan teorinya tersebut pada proses masuk dan berkembangnya Islam di Nusantara atau yang lebih sering dikenal dengan Islamisasi Nusantara

(11)

Islam adalah saat di mana ajaran Islam telah melembaga atau memasuki struktur masyarakat.20

Ada banyak cara dalam menyebarkan agama Islam, yaitu melalui saluran-saluran Islamisasi di Indonesia seperti:

1) Perdagangan

Kesibukan lalu lintas perdagangan pada abad ke-7 M hingga 16 M menjadikan para pedagang muslim ikut berpartisipasi di dalamnya. Penyebaran Islam melalui jalur perdagangan ini sangat menguntungkan, karena para raja dan bangsawan turut ambil bagian dalam proses ini. Mereka para pedagang berhasil mendirikan masjid-masjid dan mendatangkan para ulamah-ulamah dari negerinya sehingga jumlahnya semakin bertambah banyak. Dan karenanya anak-anak muslim itu menjadi orang Jawa dan kaya. Di beberapa daerah yang bupatinya dari kerajaan Majapahit banyak yang masuk Islam. Hal ini bukan hanya dilandasi faktor politik , tetapi juga karena hubungan dagang kaum muslim.21

Para pedagang Islam dari Gujarat, Persia, dan Arab singgah selama berbulan-bulan di Malaka dan beberapa pelabuhan di Indonesia. Mereka para pedagang menunggu angin musim yang baik untuk berlayar. Selama menunggu, terjadi interaksi antara pedagang tersebut dengan raja-raja setempat, para bangsawan, dan masyarakat setempat. Kesempatan itu digunakan untuk menyebarkan agama Islam.

2) Perkawinan

Secara ekonomi status sosial para pedagang muslim lebih tinggi dibanding penduduk pribumi. Sehinga puteri-puteri pribumi tertarik untuk menjadi istri saudagar muslim tersebut. sebelum dinikahi, tentunya mereka harus masuk Islam terlebih dahulu. Dengan pernikahan ini keturunan semakin banyak dan lingkungan

20 M. Shaleh Putuhena. 2007. Historiografi Haji Indonesia. Yogyakarta : LkiS. Hlm. 83. 21 Varian Sava R. Proses Islamisasi di Indonesia.

https://variansaramadhan.wordpress.com/2012/07/22/proses-islamisasi-di-indonesia/ di unduh pada hari rabu 20 januari 2016 pukul 08.47

(12)

semakin luas. Jalur pernikahan lebih menguntungkan ketika anak saudagar muslim menikah dengan anak bangsawan atau anak raja.22

3) Pendidikan

Para ulama atau para Mubalig mendirikan Pondok Pesantren di beberapa tempat di Indonesia. Di situlah para pemuda dari berbagai daerah dan berbagai kalangan masyarakat menerima pendidikan agama Islam. Setelah tamat, mereka pun menjadi Mubalig dan mendirikan Pondok Pesantren di daerahnya masing-masing.

4) Dakwah di Kalangan Masyarakat

Di kalangan masyarakat Indonesia, terdapat guru dakwah yang menyebarkan agama Islam di lingkungannya. Karena peran itulah para Wali Sanga terkenal di kalangan masyarakat khususnya di pulau Jawa.

5) Kesenian

Penyebaran agama Islam juga menggunakan sarana kesenian yang disesuaikan dengan keadaan di Indonesia. Waktu sebelum Islam datang , budaya Hindu Budha masih berakar kuat. Para penyebar agama Islam tidak merubah kesenian tersebut. mereka atau para Wali Sanga menggunakan seni budaya Hindu Budha tersebut sebagai sarana menyebarkan agama Islam. Seperti melalui seni gamelan dan wayang.23 Memang dalam jalur kesenian ini yang terkenal adalah sni pertunjukan wayang seperti yang telah disebutkan diatas. Dimana semua tokoh-tokoh Hindu dalam pewayangan diganti namanya dengan istilah Islam. Hal ini yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga. Selain itu juga bisa melalui seni kaligrafi, seni ukir dan seni bangunan.

G. Metode dan Sumber Penelitian

Metode sejarah dalam pengertiannya yang umum adalah penyelidikan atas suatu masalah dengan mengaplikasikan jalan pemecahannya dari perspektif historis.24

22 Ibid, Varian Sava R. Proses Islamisasi di Indonesia

23 Handi Setyoprakoso. Saluran-saluran Islamisasi di Indonesia.

Handisetyoprakoso.blogspot.co.id/2012/11/saluran-saluran-islamisasi-di-indonesia_5.html. di unduh pada hari Sabtu 16 januari 2016 pukul 21.51

(13)

Dalam pengertian khusus metode sejarah adalah seperangkat aturan dan prinsip sistematis untuk mengumpulkan sumber-sumber sejarah secara efektif, menilainya secara kritis, dan mengajukan sintesis dari hasil-hasil yang dicapai dalam bentuk tertulis.25

Dalam pembahasan yang dilakukan dalam kajian ini menggunakan metode narasi-deskriptif, karena memadukan antara bukti sejarah tertulis seperti naskah-naskah dengan narasumber yang kompeten dalam pewayangan. Selain itu, metode yang digunakan adalah metode penelitian sejarah. Metode ini sebagai pedoman pelaksanaan dan petunjuk teknis tentang bahan, kritik, interpretasi dan penyajian sejarah dengan langkah-langkahnya sebagai berikut:

1. Tahapan Heuristik (Pengumpulan Sumber Sejarah)

Heuristik yaitu berasal dari bahasa Yunani heurishein, artinya memperoleh. Heuristik adalah suatu teknik, suatu seni, dan bukan suatu ilmu. Oleh karena itu heuristik tidak mempunyai peraturan-peraturan umum. Heuristik sering kali merupakan suatu keterampilan dalam menemukan, menangani dan memperinci bibliografi, atau mengklasifikasi dan merawat catatan-catatan.26

Tahapan ini merupakan suatu proses pencarian data-data yang berkaitan dengan pokok bahasan, yang kemudian akan dijadikan sebagai bahan dari penelitian yang akan dilakukan. Sumber-sumber sejarah dapat dikategorikan dalam beberapa sumber, yaitu Sumber sekunder, sumber yang disampaikan oleh bukan saksi mata atau orang yang tidak sezaman dengan peristiwa sejarah, dan Sumber primer merupakan sumber informasi yang memuat informasi asli yang dapat dituangkan dalam bentuk kata, gambar, ataupun objek lainnya. Informasi yang terkandung di dalam sumber primer seringkali tidak mengalami proses penyuntingan, sehingga informasi yang disajikan murni apa adanya.27 Selain dari itu, penulis menggunakan sumber tertulis dan sumber tidak tertulis. Sumber

25 ibid. Hal. 44

26 ibid. Hal. 55

27 Yeni. Pengertian Sumber Primer.

http://www.grossmont.edu/library/libraryinstruction/primary_vs_secondary.pdf> 15 April 2015. Diunduh pada Selasa, 22 Desember 2015 pukul 15.20

(14)

Tertulis; berupa naskah-naskah klasik, buku-buku, arsip sejarah, dan literatur lainnya yang berkaitan dengan topik pembahasan. Sumber tidak tertulis; sumber tidak tertulis meliputi sumber lisan, sumber benda dan rekaman. Sumber yang didapat dari selain tulisan seperti buku, naskah, dokumen dll. Dari keterangan tersebut dapat disimpulkan bahasannya sumber tidak tertulis bisa didapatkan dari hasil wawancara, benda-benda kuno atau benda budaya.28

Adapun cara pengumpulan sumber-sumber sejarah, melalui langkah-langkah berikut:

a. Telaah Pustaka

Pekerjaan penelitian dalam melakukan telaah dokumen atau library research ialah membuat catatan.29 Metode ini berfungsi pada pengumpulan data-data dari berbagai literatur, baik buku-buku, naskah-naskah maupun sumber tertulis lainnya yang berkaitan dengan pembahasan tentang pertumbuhan dan perkembangan wayang cepak di Cirebon. Hal ini dilakukan dengan membaca literatur dan data-data terkait, dibagi dalam beberapa kategori, dianalisa kemudian disimpulkan. Sehingga hal demikian merupakan bahan untuk mendapatkan informasi terkait pembahasan kajian ini.

b. Wawancara (Interview)

Metode pengumpulan data ini digunakan juga sebagai bahan untuk memperkaya dan mengetahui informasi lebih lanjut mengenai pewayangan yang ada di Cirebon. Informasi tersebut dibutuhkan dari beberapa narasumber yang dianggap cukup representatif dalam memberikan informasi mengenai pokok kajian penelitian ini. Narasumber pada wawancara ini bisa melalui sejarawan/ budayawan lokal Cirebon, sejarawan akademisi Cirebon, dan dalang wayang sebagai narasumber yaitu bapak Akhamadi. Dengan demikian, diharapkan dapat memperkaya informasi dan pengetahuan secara lebih komprehensif mengenai kajian pembahasan ini.

28Muhammad Alfiansyah. Sumber Sejarah. www.sentra-edukasi.com/2011/09/sumber-sejarah.html. diunduh pada hari rabu 20 januari 2016 pukul 09.16

(15)

2. Tahapan Verifikasi (Kritik dan Analisa)

Tahapan ini dilakukan setelah semua data-data yang relevan terkait dengan pembahasan tentang pewayangan yang ada di Cirebon khususnya wayang Cepak dapat terkumpulkan, maka dalam memperoleh keabsahan sumber dilakukan penyaringan atau penyeleksian data untuk diuji keotentikan dan kekredibilitasan dari data-data yang diperoleh.

Dalam tahapan ini juga dilakukan perbandingan antara bukti-bukti yang ada sebagai penilaian terhadap sumber sejarah. Hal ini dilakukan melalui proses pengujian terhadap data-data secara keseluruhan. Setelah itu, dapatlah dinilai akan kerelevanannya dengan permasalahan yang hendak dibahas. Data yang telah teruji dan terpilih tersebut kemudian dibuktikan dengan dua cara, yaitu kritik ekstern, dilakukan untuk membuktikan keontentikan dari sisi luar atau fisiknya. Seperti, dari segi arkeologi akan bahan-bahan materinya sezaman atau tidak, dan dalam naskah terlihat pada jenis tulisan dan kertas yang digunakannya. Kritik intern, merupakan kritik untuk mencari yang tersurat dalam sumber sejarah, sebagai cara untuk mengetahui kekredibilitasan isi sumber sejarah. Kemudian peneliti melakukan pengecekan, penyeleksian serta memperdalam pengkajian ulang terhadap reabilitas data hasil penelitian. Selanjutnya, analisis dilakukan kembali sebagai upaya menghindari kesalahan analisis sebelumnya.30

Untuk melakukan tahapan verifikasi data dari hasil wawancara yaitu dengan cara membandingkan data hasil wawancara dengan data yang dihasilkan dari sumber tertulis atau buku, maka dari situlah dapat terlihat sumber-sumber mana yang berbeda dan yang sama dengan hasil data wawancara dan sumber tertulis, bila mana tidak ada sumber buku untuk perbandingan maka bisa dengan hasil wawancara dengan sumber lain. Hal semacam ini sama saja dengan triangulasi data, yaitu teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber daya yang telah ada. Dalam

(16)

pengumpulan data penulis langsung menguji kekredibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai sumber data.31

3. Tahapan Interpretasi

Tahapan ini merupakan penafsiran terhadap sumber sejarah yang diperoleh, baik dari data-data yang relevan dengan pembahasan maupun yang tidak relevan dengan pembahasan.32 Interpretasi dilakukan dengan cara menafsirkan dan merangkaikan unsur-unsur dari data-data yang diperoleh dari berbagai sumber dengan tujuan mendapatkan sumber yang dapat dipercaya kebenarannya.

Setiap penafsiran yang dilakukan peneliti adalah bersifat subjektif yakni berdasarkan murni pandangan peneliti (penafsir), sehingga walaupun objek penelitiannya sama atau topiknya sama akan menghasilkan suatu penafsiran yang berbeda-beda dari masing-masing peneliti tersebut. Pada tahapan ini bisa dilakukan dengan cara sintesis dan analisis. Sintesis, maksudnya adalah menyatukan data yang beraneka ragam sehingga didapatkan sebuah fakta, caranya semua data yang ada dikumpulkan kemudian dari tiap data di analisis kesamaan dari tiap data dan dari situ dapat ditemukan fakta dari berbagai sumber yang sudah di analisis. Analisis, berarti menguraikan suatu peristiwa sejarah yang berkaitan dengan pembahasan dengan mengungkapkan sebab akibatnya faktor-faktor terjadinya sebuah peristiwa sejarah, cara penganalisisan ini bisa dikerjakan dengan cara fakta yang sudah ditemukan atau sebuah sejarah yang beruntun itu dijelaskan bagaimana sebab akibat dari sebuah fakta tersebut.33

4. Tahapan Historiografi (Penulisan)

31 Sahid Raharjo. Triangulasi Sebagai Teknik Pengumpulan Data. www.konsisten.com/2013/04/triangulasi-sebagai-teknik-pengumpulan-data.html.Unduhan hari kamis 10 desember 2015 pukul 12.30

32 Dudung Abdurrahman, op.cit. Hal. 64 33 ibid. Hal.65

(17)

Tahapan ini merupakan tahapan terakhir setelah tiga tahapan di atas dapat dilalui. Historiografi merupakan penyajian penelitian dalam bentuk tulisan yang tersusun secara sistematis, yang mampu merekonstruksi peristiwa sejarah berdasarkan data yang diperoleh.34

H. Sistematika Pembahasan

Untuk kelancaran kajian pembahasan ini, akan dijabarkan lebih lanjut mengenai pembagian bab-bab yang sesuai dengan alur berpikir sinkronis, sehingga berhasil terungkap kejelasan pembahasan akan Islam dan Seni Pertunjukan (Peran Dalang Akhmadi Dalam Islamisasi Desa Paoman Melalui Wayang Golek Cepak).

Pada Bab I, Pendahuluan akan menjelaskan mengenai latar belakang pengambilan tema Islam Dan Seni Pertunjukan (Peran Dalang Akhmadi Dalam Islamisasi Desa Paoman Melalui Wayang Golek Cepak), sehingga bisa dibahas secara lebih detail. Bab ini merupakan pendahuluan dari keseluruhan kajian dalam sebuah deskripsi rinci yang memperlihatkan rencana-rencana bagaimana kajian ini akan dikerjakan dan diselesaikan.

Bab II, pada bab ini akan menjelaskan mengenai seni pertunjukan dan Islamisasi. Bab ini bertujuan untuk memberikan penjelasan lebih detail mengenai seni pertunjukan wayang golek dan Islamisasinya.

Bab III, bab ini akan menjelaskan mengenai biografi dalang wayang golek yaitu dalang Akhmadi, serta silsilah keturunan dari dalang tersebut.

Bab IV, dalam bab ini akan menjelaskan mengenai peran dalang Akhmadi dalam Islamisasi desa Paoman melalui wayang golek cepak.

Bab V, merupakan kesimpulan dari kajian ini. Pada bab ini menyajikan jawaban atas permasalahan pokok yang diajukan dalam rancangan penelitian. Dilengkapi dengan saran sebagai penutup.

34 ibid. Hal.67

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian yang diperoleh adalah kasus spondilitis tuberkulosis yang ditemukan pada tahun 2014 sebanyak 44 pasien.. Penyakit ini dapat menyerang segala jenis kelamin dan

Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin yang khusus disediakan dan atau diberikan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Indonesia dalam publikasi tersebut belum memuaskan karena terdapat beberapa kesalahan, seperti kesalahan penulisan kata

Analisis stilistika pada ayat tersebut adalah Allah memberikan perintah kepada manusia untuk tetap menjaga dirinya dari orang-orang yang akan mencelakainya dengan jalan

Seringkali apabila tunggakan sewa berlaku ianya dikaitkan dengan masalah kemampuan yang dihadapi penyewa dan juga disebabkan faktor pengurusan yang lemah. Ada pula

1 M.. Hal ini me nunjukkan adanya peningkatan keaktifan belajar siswa yang signifikan dibandingkan dengan siklus I. Pertukaran keanggotaan kelompok belajar

SEGMEN BERITA REPORTER A Kreasi 1000 Jilbab Pecahkan Muri Rina & Deska. CAREER DAY AMIKOM Adib & Imam Wisuda smik amikom Adib

Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan, Peraturan Perencanaan Baja Indonesia (PPBBI), DPU, Bandung,