• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II DESKRIPSI INDUSTRI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II DESKRIPSI INDUSTRI"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

DESKRIPSI INDUSTRI

2.1. Sejarah Industri Rekaman di Indonesia

Industri rekaman di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh masa invasi Belanda ke Indonesia. Orang-orang kaya Belanda yang sudah memiliki gramaphone harus mengimpor piringan hitam untuk menikmati musik. Akan tetapi, mengimpor piringan hitam ini memiliki kendala, mereka harus menunggu lama untuk mendapat piringan hitam karena pengiriman ini memerlukan waktu yang cukup lama di kala itu. Akibatnya, mereka tidak dapat mengikuti perkembangan musik baru dengan baik.

Beruntung bagi orang Indonesia yang kala itu memiliki hubungan dekat dengan orang-orang Belanda. Mereka sering diperdengarkan lagu-lagu jazz dan klasik, dan berkesempatan untuk mempelajari musik ini. Para orang kaya Belanda yang tidak ingin menunggu lama untuk mengikuti perkembangan musik, akhirnya lebih memilih untuk mendengar para musisi Indonesia yang merekam kepiawaian mereka dalam bermusik.

Adalah “Tio Tek Hoang” yang menjadi pelopor industri musik rekaman di Indonesia. Perusahaan rekaman asal Batavia ini tercatat telah merekam penyanyi-penyanyi tanah air pada masa Perang Dunia kedua. Ada satu hal yang menarik dari piringan hitam produksi Tio Tek Hoang ini, di setiap piringan hitamnya Tio

(2)

Tek Hong selalu menempelkan mereknya yang berbunyi “terbikin oleh Tio Tek Hong Batavia”.

Barulah pada era 50-an, perusahaan-perusahaan rekaman menjamur di Indonesia. Irama, Dimita, dan Remaco adalah perusahaan-perusahaan rekaman ternama di Jakarta. Bing Slamet, Eddy Sud, Titiek Puspa, merupakan sederet artis yang eksis dalam industri rekaman di Indonesia pada masa awal industri musik di Indonesia. Selain itu, pemerintah Indonesia yang tergerak untuk mendirikan perusahaan rekaman, mendirikan perusahaan rekaman “Lokananta” yang lebih banyak memproduksi lagu-lagu daerah dan keroncong di Solo. Pada saat itu, Koes Plus dan Panbers sempat merekam karya-karya mereka dalam bentuk piringan hitam di Dimita yang dipimpin oleh Dick Tamimi sebelum pindah ke Remaco.

Di era 60-an, industri musik di Indonesia mulai mengalami pergeseran. Tingginya harga piringan hitam dan rendahnya daya beli pasar membuat industri rekaman di Indonesia sedikit terhambat. Di era inilah industri rekaman di Indonesia mulai memproduksi rekaman dalam bentuk yang lebih sederhana dan lebih terjangkau, yaitu kaset. Direkam dalam bentuk dua atau empat track, industri rekaman Indonesia masih memproduksi hasil rekaman dalam bentuk piringan hitam atau kaset.

Tercatat perusahaan rekaman Celebrity Studio yang dimiliki Jack Lesmana dan Fajar Menyingsing yang menggunakan sistem rekaman dua jalur. Sistem ini menggunakan pita besar yang dapat menyaring masing-masing suara atau bunyi.

(3)

Pada saat itu, proses perekaman tidak dilakukan secara bersamaan, walaupun masih ada beberapa musisi yang merekam materi secara langsung dalam studio. Setelah seluruh materi direkam, dilakukanlah proses penggabungan, yaitu proses penyelarasan suara atau bunyi-bunyian hasil rekaman, untuk mendapatkan hasil sesuai seperti yang diinginkan. Barulah setelah itu, hasil rekaman ini dibawa ke pabrik kaset untuk diperbanyak dan kemudian dipasarkan. (http://musikologi.com/mengintip-sejarah-industri-rekaman-di-indonesia-bag-1/)

Seiring dengan perkembangan teknologi rekaman, perusahaan-perusahaan rekaman di Indonesia terus mengembangkan teknologi rekaman mereka. Di era 70-an, perusahaan rekaman Musica Studio atau Metropolitan Studio menambahkan alat-alat rekaman yang memungkinkan mereka untuk merekam dengan sistem 16 saluran. Penambahan tersebut dimaksudkan untuk keperluan ilustrasi musik di film-film nasional. Tak ingin ketinggalan, Remaco terus mengembangkan sistem rekaman mereka. Di Surabaya terdapat sebuah perusahaan rekaman Golden Hand yang dipimpin oleh Mus Mulyadi. Perusahaan ini memiliki fasilitas rekaman dengan empat hingga delapan saluran. Sistem ini memungkinkan untuk proses rekaman dengan instrumen yang banyak seperti orkestra dan sebagainya.

Pada masa 70-an, masyarakat Indonesia dari seluruh lapisan dimudahkan untuk menikmati musik karena tape recorder mulai masuk pasaran. Masyarakat tidak perlu membeli gramaphone dan piringan hitam dengan harga yang tinggi. Tape recorder ini memiliki keunggulan karena dapat merekam lagu-lagu dari siaran radio, maupun dari piringan hitam. Bahkan pada saat itu, dalam

(4)

pendistribusian piringan hitam selalu dibarengi dengan kaset kosong, yang memudahkan masyarakat untuk merekam piringan hitam dalam bentuk kaset yang harganya jauh lebih terjangkau.

Pangsa pasar merupakan hal terpenting dalam dunia industri, begitu pula dalam industri musik rekaman di Indonesia. Di kala itu, musik pop tengah merajalela di kalangan masyarakat. Banyak musisi-musisi aliran rock terhambat karirnya karena tidak ingin mengikuti keinginan pasar. Perusahaan-perusahaan rekaman yang telah menjadi perusahaan komersil hanya merekrut musisi yang dapat menghasilkan keuntungan besar bagi perusahaan. Pada saat itu, peran seorang produser yang dinilai memahami keinginan pasar mulai campur tangan ke dalam karya-karya musisi Indonesia untuk menghasilkan musik komersil.

Di era 70-an, banyak musisi yang mengeluhkan campur tangan produser ini. Kebebasan mereka dalam berkarya dikebiri untuk kepentingan komersil. Zaenal Arifin, Yopie Item, Wandi Kuswandi hingga Benny Likumahua, salah satu anggota the Rollies, mengeluhkan kebebasan ekspresi musik mereka yang dipengaruhi unsur komersil.

Memasuki era teknologi moderen, dengan menggunakan sistem berkapasitas hingga 32 saluran, beberapa perusahaan musik berdiri di Jakarta, bertahan hingga kini dan menjadi perusahaan musik terbesar di Indonesia. Tak hanya perusahaan rekaman Indonesia, Sony Music Entertainment yang merupakan salah satu perusahaan rekaman terbesar di dunia dan berbasis di New York, Amerika Serikat menangkap gejala perkembangan industri musik yang kuat di

(5)

Indonesia. Pada tahun 1980, Sony Music Entertainment Indonesia resmi berdiri sebagai distributor Sony Music Entertainment dan memayungi beberapa artis Indonesia.

Tingginya minat pasar dan banyaknya musisi-musisi yang bermunculan di Indonesia menjadi lahan empuk bagi para investor untuk mengolah finansialnya di industri musik. Perusahaan label musik dan produser pun menjamur di Indonesia. Ada yang menjalaninya secara sungguh-sungguh dan menggunakan strategi bisnis yang baik, ada pula yang hanya latah atau coba-coba. Tercatat hanya ada beberapa label yang bertahan cukup lama karena memiliki visi, misi dan strategi yang baik, seperti: Aquarius Musikindo, Trinity Optima Production, dan Nagaswara. (http://musikologi.com/mengintip-sejarah-industri-rekaman-di-indonesia-bag-2/)

2.2. Media Penyimpanan Rekaman Musik

2.2.1 Piringan Hitam

Piringan hitam mulai ada sejak tahun 1948. Ada tiga ukuran piringan hitam dalam hitungan rpm (rotation per minute) yaitu 78, 45, 33 1/3. Piringan hitam 78 dan 45 untuk plat berdiameter 25 cm, sedangkan 33 1/3 untuk plat berdiameter 30 cm. 78, 45, 33 1/3 rpm maksudnya adalah, setiap satu menit piringan hitam itu berputar sebanyak angka yang menjadi ukurannya (78, 45, 33 1/3). Semakin besar diameter platnya, semakin kecil ukuran untuk memutarnya.

Belakangan kecepatan 78 mulai tidak digunakan lagi pada produksi piringan hitam ini sejak sekitar tahun 60-an dan hanya kecepatan 45 dan 33 1/3 saja yang masih digunakan untuk memutarnya. Plat berukuran 30 cm dengan

(6)

kecepatan 33 1/3 yang biasa disebut Long Play (disingkat LP), plat ukuran sedang 25 cm juga dengan kecepatan 33 1/3 masih termasuk Long Play tapi biasanya berisi 4 buah lagu di tiap sisinya, plat ukuran 18 cm dengan kecepatan 45 atau 33 1/3 juga, berisi 1 buah lagu di tiap sisinya disebut Single Player dan yang berisi 2 buah lagu di tiap sisinya disebut Extended Player.

Ada beberapa alat untuk memutar piringan hitam, salah satunya adalah phonograph. Cara kerja piringan hitam sama saja disemua alat pemutarnya, yaitu dengan menggunakan stylus, yang berbentuk seperti jarum yang berada di pinggiran piringan hitam. Stylus itu berfungsi untuk mencatat simpangan gelombang suara yang direkam di piringan hitam dan kemudian meneruskannya ke alat pengeras suara.

Dari segi fisik, piringan hitam besar dan agak berat, Beratnya kira-kira 90-200 gram. Intinya tidak praktis untuk membawa piringan hitam kemana-mana. Akan tetapi kelebihannya adalah piringan hitam tidak mudah rusak dan suara yang direkam bagus. Jadi selama platnya tidak baret-baret, sebuah piringan hitam tidak akan bermasalah. Oleh karena itulah piringan hitam banyak disukai orang-orang. Para musisi pada tahun 1950-1970-an pun banyak yang merekam lagu-lagu mereka ke dalam piringan hitam. Namun biasanya mereka hanya merekam single saja kedalam piringan hitam yang berukuran 78 atau 45. Jadi kebanyakan hanya terdapat dua lagu, masing-masing satu lagu di side A dan side B. Hal itu dikarenakan pada masa itu biaya untuk merekam lagu terbilang mahal, lagipula seorang penyanyi atau sebuah grup musik biasanya hanya mempunyai satu atau dua lagu yang terkenal, maka dari itu mereka lebih memilih membuat single. Jadi

(7)

kalaupun mereka membuat album, album hanya bisa direkam di piringan hitam berukuran 33 1/3.

Di Indonesia sendiri, piringan hitam mulai digunakan sebagai alat perekam sekitar tahun 1957. Perusahaan rekaman yang berjaya saat itu dan memproduksi piringan hitam adalah Lokananta di Surakarta dan Irama di Menteng. Beberapa artis seperti Koes Bersaudara, Titiek Puspa, dan Lilies Suryani adalah yang merekam lagunya di perusahaan rekaman tersebut dalam format piringan hitam. Pada masa itu di Indonesia, piringan hitam termasuk mahal, ditambah lagi dengan alat pemutarnya, jadi tidak semua orang di Indonesia memilikinya. Itulah salah satu faktor yang menyebabkan piringan hitam kurang terkenal di Indonesia.

2.2.2 Kaset

Audio kaset, sudah ada sejak tahun 1963. Akan tetapi kaset tidak bisa menggusur kedudukan piringan hitam saat itu. Sekitar tahun 1970-an barulah kaset mulai banyak dilirik oleh orang-orang dan juga industri rekaman.

Kaset mempunyai bentuk yang sederhana, dengan dua bolongan sebagai alat pemutar pita magnetiknya. Pita magnetik adalah media untuk merekam suara di dalam kaset. Kapasitas merekam yang dapat dilakukan sebuah kaset berbeda-beda, yang paling sedikit kapasitasnya hanya bisa merekam selam tujuh menit di setiap sidenya, jadi bila dijumlahkan durasi satu kaset adalah 14 menit, sedangkan yang paling panjang kapasitasnya adalah yang bisa merekam sampai 60 menit di setiap sidenya, jadi durasi keseluruhannya adalah 120 menit atau dua jam.

(8)

Alat untuk memutar kaset dapat kita temukan dimana-mana, dari yang besar sampai yang kecil, bahkan ada pula yang portabel, jadi kita bisa membawanya kemana-mana dengan mudah. Kelebihan lainnya adalah kaset dapat digunakan untuk merekam secara manual, maksudnya adalah kita bisa merekam rekaman suara lain dan dimasukkan ke dalam kaset kosong yang kita punya. Oleh karena itulah pada tahun 1970-an, hampir semua musisi pasti mempunyai rekaman single atau albumnya dalam bentuk kaset. Karena selain dapat merekam lebih banyak, apabila kita menggunakan kaset dengan kapasitas 120 menit, biaya untuk memproduksi rekaman dengan menggunakan kaset pun lebih murah. Sampai saat ini pun kaset masih menjadi alternatif media perekam yang dipilih oleh musisi. Namun beberapa tahun belakangan ini mulai ada perusahaan rekaman yang tidak mau lagi memproduksi kaset.

Salah satu faktor utama yang menyebabkan kaset kurang terkenal di awal kemunculannya, adalah kaset, yang menggunakan pita magnetik sebagai alat untuk merekam suara, kadang-kadang tidak merekam dengan sempurna. Jadi sangat mungkin terjadi, rekaman di dalam kaset suaranya mendem atau kalau memang suaranya bagus, kemungkinan kaset itu untuk menjadi mendem pun besar. Hal itu dikarenakan pita magnetik yang terdapat dalam kaset terbilang sensitif, kita tidak boleh membiarkan kaset itu kotor, apalagi sampai pita magnetiknya yang kotor, dan kita juga harus memutar pitanya sampai ke batas pita yang biasanya berwarna putih yang tidak ada rekamannya. Selain itu kita juga harus berhati-hati jangan sampai pita magnetiknya kusut saat menggulung. Artinya kita harus merawat kaset lebih ekstra. Ditambah lagi pita magnetik untuk

(9)

merekam sekarang ini lebih tipis dibandingkan dengan zaman dulu (sekitar tahun 1970-an), jadi kemungkinan kaset untuk rusak lebih besar. Namun kaset zaman dulu pun tidak jaminan tidak mudah rusak.

2.2.3 Cakram Padat (CD) dan Musik Digital (MP3)

Primadona alat perekam musik sampai saat ini adalah cakram padat. Hadir pada awal tahun 1980-an dan berhasil menggeser kedudukan pendahulunya, piringan hitam dan kaset. Keunggulan cakram padat adalah bentuknya yang sangat simpel dan ringkas, kualitas suaranya yang jernih, kemampuan merekamnya yang hebat, dapat merekam hingga lebih dari 700 mega byte, selain itu perawatannya juga mudah. Prinsip dasar perawatannya sama seperti piringan hitam, selama tidak baret-baret cakram padat itu akan baik-baik saja.

Terdapat banyak alat untuk dapat memutar sebuah cakram padat. Cakram padat dapat diputar apabila sensor yang berbentuk seperti mata yang terdapat di alat pemutar cakram padat dapat membaca cakram padat tersebut. Untuk itulah mengapa penting agar cakram padat tetap dijaga keadaanya dan tidak baret-baret, karena kalau ada baretan akan ada masalah dalam membaca cakram padat tersebut.

Apabila seorang grup musik ingin merekam albumnya ke dalam sebuah cakram padat, biasanya perusahaan rekaman akan membuat dua versi rekamannya. Rekaman internasionalnya yang akan menjadi cakram padat impor yang kualitasnya pasti lebih baik dan harganya juga lebih mahal. Sedangkan versi keduanya adalah cakram padat lokal yang dibuat lagi oleh perusahaan rekaman

(10)

yang sama seperti yang mengeluarkan rekaman cakram padat impor, tetapi perusahaan rekaman tersebut ada di negara dimana cakram padat lokal itu akan dipasarkan. Kekurangan cakram padat lokal meskipun harganya jauh lebih murah dari cakram padat impor adalah kualitasnya yang kurang bagus, selain itu prestigenya pun kurang apabila kita membeli cakram padat lokal.

Kelebihan lainnya, lagu-lagu yang terdapat dalam cakram padat dapat dipindahkan ke komputer dengan cara di konversi yang nantinya dapat dengan mudah kita pindahkan lagi ke alat-alat pemutar musik portable seperti iPod. Ada lagi yang dapat dengan mudah langsung dipindahkan ke komputer tanpa perlu mengkonversinya, yaitu MP3. MP3 pada umumnya berprinsip sama seperti cakram padat, namun kemampuan MP3 dalam merekam musik lebih banyak, jadi kita bisa memasukkan banyak lagu kedalam satu MP3. Seharusnya harga MP3 asli sama mahalnya seperti cakram padat impor, namun karena kecanggihan teknologi, sekarang ini dapat dengan mudah dibuat cakram padat dan MP3 bajakan. (http://id.wikipedia.org/wiki/Perekam_suara#Piringan_Hitam)

2.3 Perusahaan Rekaman

Perusahan rekaman adalah perusahaan yang mengelola rekaman suara dan penjualannya, termasuk promosi dan perlindungan hak cipta. Mereka biasanya memiliki kontrak dengan artis-artis musik dan manajer mereka. Saat ini ada empat perusahaan rekaman besar yang menguasai sekitar 70% pasar musik dunia, yaitu Warner Music Group, EMI, Sony BMG, dan Universal Music Group.

(11)

Di luar itu ada juga perusahaan-perusahaan rekaman kecil yang disebut independent (indie) label. Mereka tidak dikuasai oleh perusahaan-perusahaan besar seperti di atas, namun juga biasanya memiliki kemampuan terbatas dalam memasarkan produk mereka.

Sebuah perusahaan rekaman biasanya memiliki kontrak rekaman eksklusif dengan seorang artis atau kelompok musik untuk merekam musik mereka dengan imbalan royalti dari harga jual rekaman tersebut. Berikut adalah daftar perusahaan rekaman di Indonesia:

1. Aksara Records (indie) 2. Alfa Records

3. Aquarius Musikindo 4. Arka Music Indonesia 5. Blackboard 6. Bulletin Musik 7. Dinamika Swara 8. E-Motion Entertainment 9. Falcon Music 10. GP Records 11. Glow Music 12. Keci Music 13. Le-Moesiek Revole 14. Logiss Records 15. Mahakarya, Inc

(12)

16. MD Music

17. MI2 Music Production 18. Michelin Records

19. Music Factory Indonesia 20. Musica Studios

21. Nagaswara

22. Nyra Music Entertainment 23. Pelangi Records

24. Platinum Records 25. Pro-M

26. Royal Prima Musikindo 27. Suara Mega Mandiri

28. Sony Music Entertainment Indonesia 29. Trinity Optima Production

30. Universal Music Indonesia 31. Various Artist Delapan 32. Wanna B Music Production 33. Warner Music Indonesia 34. WayBe Music Indonesia 35. Moes Record

(13)

2.4 Tantangan Bisnis

2.4.1 Tantangan Bisnis Perusahaan Rekaman

Trinity Optima Production adalah sebuah label rekaman dari Indonesia yang didirikan pada 7 Juni 2003. Perusahaan ini selain memproduksi dan mendistribusikan musik, juga memiliki artist management serta branding management yang khusus di bidang hiburan. Bekerja sama dengan YG Entertainment sejak 10 Juli 2013. Adapun tantangan bisnis Trinity Optima Production adalah:

• Artis musik bisa memfokus seluruh perhatiannya pada proses dan penciptaan musiknya, menjaga kondisi fisik dan mental yang prima untuk tampil disemua kesempatan dan media.

• Sedangkan trinity bertanggungjawab untuk urusan A & R (Artist & Repertoire) dan menggali dan Brand Positioning sang Artis, merencanakan kesempatan dan mewujudkan penampilannya, dan memasarkan serta mengelola semua segi komersialnya sebagai sebuah Brand.

2.4.2 Tantangan Bisnis Asosiasi Industri Rekaman

Asosiasi Industri Rekaman Indonesia atau yang lebih dikenal sebagai ASIRINDO adalah sebuah asosiasi yang beranggotakan 69 Perusahaan Rekaman yang berada di seluruh Indonesia dimana perusahaan-perusahaan tersebut adalah perusahaan yang memproduksi dan bahkan mendistribusikan musik-musik

(14)

produksi Indonesia serta musik-musik asing. 95% Perusahaan Rekaman aktif di Indonesia adalah anggota ASIRI.

ASIRI didirikan pada tahun 1978 dan hingga saat ini eksistensinya terus berkembang untuk menjadi pemimpin di garis depan di dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh Industri Rekaman di Indonesia terlebih di era distribusi musik online dan mobile channels saat ini. Adapun tantangan bisnis ASIRINDO adalah:

• Mengupayakan Anti Pembajakan di dalam maupun di luar pengadilan • Membina, mengembangkan, memajukan dan membela kepentingan

industri rekaman

• Upaya kolektif atas royalti bagi hak-hak yang dimiliki oleh Perusahaan Rekaman

• Menyelenggarakan penyelesaian perselisihan di antara para anggota dan/atau perselisihan yang timbul antara para anggota dengan pelaku industri lainnya dalam suatu wadah musyawarah untuk mencapai mufakat.

2.5 Visi Dan Misi

2.5.1 Visi Dan Misi Perusahaan Rekaman

Adapun visi dan misi Trinity Optima Production seperti yang dilansir pada website (www.trinityproduction.com) adalah:

(15)

Visi

“Menjadi perusahaan public ( Public Company ) di bidang Artis Manajemen & Music Production yang terkemuka di indonesia dengan dedikasi, profesionalisme, dan intergritas yang teruji”

Misi

Memajukan dan mengembangkan Industri Musik Indonesia hingga: • Senantiasa menjadi tuan rumah dinegeri sendiri

• Bisa berkiprah luas di dunia internasional

• Menjadi rumah kerja yang memnungkinkan aktualisasi diri dan pengembangan potensi yang seluas-luasnya.

• Bisa menjadi ladang kehidupan yang layak bagi semua pelakunya. • Dan memberi imbalan yang layak bagi para stakeholder di Trinity 2.5.2 Visi Dan Misi Asosiasi Industri Rekaman

Adapun visi dan misi ASIRI seperti yang dilansir dari website ASIRI (www.asirindo.org) adalah:

Visi

"Menjadikan ASIRINDO sebagai perusahaan yang mengelola Hak Perusahaan Rekaman dan Produser Rekaman atas pendapatan royalti dari kegiatan penggunaan dan penyiaran rekaman musik di wilayah Indonesia secara komersial dan membagi secara detil sesuai dengan data yang ada (asirindo 2011)"

(16)

Misi

• Memaksimalkan pendapatan royalti Perusahaan Rekaman dan Produser Rekaman.

• Moderenisasi dan memberikan pelayanan yang terbaik dari segi : Proses, Sistem dan Data.

• Mengembangkan sistem licensing atas pengunaan komersial produk-produk rekaman Indonesia (lokal) dan Internasional

• Menyediakan layanan licensing terbaik bagi semua penguna musik • Membentuk team manajemen yang solid dan mencapai hasil yang terbaik

2.6 Proses Bisnis Industri Rekaman

Gambar II.1 Flowchart Hubungan Antara Perusahaan Rekaman, Artis, dan Konsumen

(17)

Keterangan:

• Peran daripada Artis adalah menciptakan karya seni musik dan mengirimkannya ke perusahaan rekaman (label)

• Peran daripada perusahaan rekaman adalah memberikan arahan kepada musisi, merekam dan memproduksi rekaman musik. Perusahaan rekaman bekerjasama dengan artis untuk menciptakan brand untuk menjaga eksistensi di industri musik. Selain itu perusahaan rekaman juga bertugas melakukan kegiatan marketing dan promosi hingga mendistribusikan produk rekaman tersebut ke perusahaan ritel.

• Peran daripada perusahaan ritel adalah memasarkan produk rekaman tersebut ke konsumen.

Gambar

Gambar II.1 Flowchart Hubungan Antara Perusahaan Rekaman, Artis, dan  Konsumen

Referensi

Dokumen terkait

CT Scan cranium pada umumnya tidak diperlukan pada kejang demam sederhana yang terjadi pertama kali, akan tetapi dapat dipertimbangkan pada pasien yang mengalami kejang

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH, KOMUNIKASI MATEMATIS D AN SELF- ESTEEM SISWA MELALUI PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBINGC. Universitas Pendidikan Indonesia |

Hal ini disebabkan karena varietas Sweet Boy merupakan varietas yang dapat beradptasi dengan baik di tanah lebak ini, yaitu dengan ditunjukkannya respon yang

1) Penelitian ini menghasilkan sistem CBR untuk mendiagnosa penyakit gigi dan mulut dengan memperhitungkan kedekatan antara permasalahan baru dan kasus lama

Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk

Kesamaan variabel yang digunakan oleh peneliti terdahulu dan peneliti yang sekarang yaitu sama-sama menggunakan ukuran perusahaan, profitabilitas, likuiditas, dan

Padahal seharusnya hasil skoring tersebut harus dikonversi dulu menjadi nilai akhir dalam bentuk skala yang sudah ditetapkan sebelumnya, dalam bentuk seperti yang

Tahap ini meliputi: (1) peneliti melakukan refleksi terhadap siswa dengan memberikan dan meminta siswa mengisi lembar angket refleksi diri setelah proses