LAPORAN KASUS
LAPORAN KASUS
KEJANG DEMAM
KEJANG DEMAM
Disusun oleh : Disusun oleh : Agnes Cecilia Anggoman Agnes Cecilia Anggoman0661050096 0661050096
Pembimbing : Pembimbing : dr. Tri Yanti, Sp.A dr. Tri Yanti, Sp.A
Kepaniteraa
Kepaniteraan Klinik
n Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi
Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi
Universitas Kristen Indonesia
Universitas Kristen Indonesia
Jakarta
Jakarta
2013
2013
STATUS PASIEN STATUS PASIEN
I.
I. Identitas Identitas PasienPasien
•
• MR MR No. No. : : 03.34.64.2703.34.64.27 •
• Nama Nama : An. R : An. R •
• Umur Umur : : 3 3 tahuntahun •
• Jenis Jenis kelamin kelamin : : laki-lakilaki-laki •
• Agama Agama : : islamislam •
• Alamat Alamat : : Jl. Jl. Tanjakan Tanjakan Auri Auri Gempol Gempol RT/RW RT/RW 11/0211/02
II.
II. Identitas Identitas Orang Orang TuaTua
Ayah Ibu
Ayah Ibu
Nama
Nama Tn. H Tn. H Ny. SNy. S
Umur
Umur 32 32 thn thn 33 33 thnthn
Pekerjaan
Pekerjaan Wiraswasta Wiraswasta Ibu Ibu rumah rumah tanggatangga Agama
Agama Islam Islam IslamIslam
Perkawinan
Perkawinan 1 1 11
Hubungan dengan orang tua : anak kandung Hubungan dengan orang tua : anak kandung
III.
III. AnamnesaAnamnesa
Keluhan
Keluhan Utama Utama :: Kejang
Kejang
Keluhan
Keluhan tambahan tambahan :: Demam dan batuk
Demam dan batuk
Riwayat Penyakit
Riwayat Penyakit Sekarang Sekarang ::
Pasien datang dibawa oleh orang tuanya ke UGD RSUD Bekasi dengan keluhan Pasien datang dibawa oleh orang tuanya ke UGD RSUD Bekasi dengan keluhan kejang sejak kurang lebih 8 jam sebelum masuk RS. Kejang yang terjadi kejang sejak kurang lebih 8 jam sebelum masuk RS. Kejang yang terjadi sebanyak 1 kali. Lamanya kejang sekitar 10 menit. Saat kejang tangan pasien sebanyak 1 kali. Lamanya kejang sekitar 10 menit. Saat kejang tangan pasien
kanan dan kiri mengepal dan kedua lengan atas dan kedua tungkai bawah bergetar seperti orang menggigil. mata tidak mendelik keatas, pasien seperti menyeringai, tidak keluar busa dari mulut pasien dan lidah tidak tergigit. Saat kejang pasien tidak sadar dan setelah kejang pasien sadar tapi badannya menjadi lemes. Ibu pasien mengaku sebelum kejang pasien mengalami demam tetapi tidak terlalu tinggi. Dan ini merupakan serangan kejang yang kedua, serangan pertama waktu umur pasien 1 tahun setengah.
Demam terjadi sejak kurang lebih 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam muncul tiba-tiba dan dirasakan terus menerus tetapi tidak terlalu tinggi. Tetapi pasien tetap membawa anaknya berobat ke klinik dan diberi obat penurun panas
namun tidak ada perbaikan. Setelah itu pasien ke dokter umum lagi yang biasa diberi obat panas tetapi di suruh minum obatnya 5 jam lagi karena pasien baru minum obat panas dari klinik. Tetapi tidak lama kemudian pasien kejang dan di bawa ke klinik dekat rumah dan kemudian setelah sadar baru pasien di bawa ke
RS.
Pasien juga batuk sejak kurang lebih 1 hari sebelum masuk RS bersamaan dengan demam. Batuknya tidak berdahak. batuknya jarang dan tidak menentu. Tidak ada pilek, sakit telinga maupun cairan yang keluar dari telinga. Buang air besar dan
air kecil tidak ada keluhan.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah mengalami kejang yang didahului demam pada umur 1 tahun setengah dan pernah sakit campak waktu umur 1 tahun.
Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Alergi - Difteri - Peny. Jantung
-Cacingan - Diare - Peny. Ginjal
-demam
Demam tifoid - Kecelakaan - Radang Paru
-Otitis - Morbili 1 thn Tuberculosis
-Parotitis - Operasi - Asma
-Riwayat Penyakit Keluarga
Kedua orangtua pasien tidak memiliki riwayat kejang demam pada masa kanak kanaknya. Tetapi kakak perempuan dari ibu memunyai riwayat kejang demam waktu umur 1 tahun.
Riwayat Kehamilan :
Ibu pasien memeriksakan kehamilannya kebidan, namun tidak setiap bulan.
Sakit selama hamil (-), demam (-), kuning (-), keputihan (-), perut tegang (-), BAK sakit dan anyang-anyangan (-), kencing manis (-), dan darah tinggi (-).
Riwayat Kelahiran :
Cara lahir : spontan
Tempat lahir : rumah bersalin Ditolong oleh : bidan
Masa gestasi : cukup bulan
Berat lahir : 3400 gram
Panjang lahir : 50 cm
Lahir normal, langsung nangis, sianosis (-), kejang (-)
Kelainan bawaan : (-)
Riwayat imunisasi :
Ibu pasien mengaku rutin membawa anaknya untuk imunisasi sesuai jadwal.
Vaksin Umur
BCG
√
DPT
√
√
√
√
Polio
√
√
√
√
√
Campak
√
Hepatitis B
√
√
Riwayat tumbuh kembang:
• Pertumbuhan gigi pertama : 6 bulan
• Gangguan perkembangan mental : Tidak ada • Psikomotor :
* Duduk : 8 bulan * Berdiri : 9 bulan * Berjalan : 13 bulan
Riwayat makanan :
ASI sejak lahir sampai umur 20 bulan
Frekuensi 4-6 kali perhari
Makan pisang sejak umur 1 bulan
Frekuensi 2 hari sekali
Makan nasi tim umur 6 bulan
Frekuensi 2 kali sehari
Kesimpulan : kualitas dan kuantitas cukup
Data Perumahan
Kepemilikan rumah adalah rumah sendiri. Keadaan rumah adalah dinding rumah tembok, kamar mandi di dalam rumah. Sumber air bersih dari sumur. Terdapat jamban keluarga. Limbah buangan ke saluran atau selokan yang ada. Keadaan
lingkungan jarak antara rumah berdekatan, cukup padat. Penyinaran matahari, pertukaran udara dan kebersihan rumah kurang. Terdapat penerangan listrik.
IV. PEMERIKSAAN FISIK Tanggal 20 Februari 2013
Keadaan umum : Tampak sakit sedang, tidak sesak Kesadaran : kompos mentis
Frekwensi Nadi : 103 x/menit (reguler,kuat angkat) Frekwensi Pernafasan : 26 x/menit (reguler)
Suhu tubuh : 36,2°C
Data Antropoemetri
√ Berat Badan
: 18 kg√ Tinggi Badan
: tidak diketahui Kepala
• Kepala : bulat, normocephli
• Rambut : Hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
• Mata : Konjungtiva tidak pucat,
sklera tidak ikterik, pupil isokor, simetris, refleks cahaya +/+, edem palpebra
-/-• Telinga : Normotia,liang telinga lapang/lapang, serumen -/-,
sekret
-/-• Hidung : Lapang, sekret -/-, deviasi septum (-),
pernafasan cuping hidung (-)
• Bibir : Mukosa bibir kering, sianosis (-) • Gigi geligi : tidak ada kelainan
• Lidah : tidak kotor
• Tonsil : T1
–
T1, tenang : tenang, tidak hiperemis• Faring : tidak hiperemis
• Leher : Kelenjar Getah bening tidak teraba membesar
Toraks
• Inspeksi : Pergerakan dinding dada kiri dan kanan simetris
• Palpasi : Vokal fremitus kiri dan kanan sama
• Perkusi : Perkusi perbandingan kiri dan kanan sama sonor • Auskultasi : Bising napas dasar vesikuler
Ronki , Wheezing
-/-Bunyi Jantung I dan II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
• Inspeksi : Perut tampak datar
• Auskultasi : Bising usus (+) normal : 4x/menit
• Palpasi : supel, nyeri tekan (-), undulasi (-), turgor kembali cepat,
limpa dan hepar tidak teraba membesar
• Perkusi : Timpani, nyeri ketok (-), pekak alih (-)
Kulit : ikterik (-), petechie (-)
Ekstremitas : Bentuk biasa, deformitas (-),Akral hangat, sianosis tidak ada, capillary refill < 2 detik
IV. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium 20 Februari 2013
Jenis Pemeriksaan Hasil
Leukosit HB Hematokrit Trombosit 5.1 9.5 28.5 234 V. RESUME
Pasien datang dibawa oleh orang tuanya dengan keluhan kejang yang terjadi sebanyak 1 kali. Lamanya kejang sekitar 10 menit. Saat kejang tangan pasien kanan dan kiri mengepal dan kedua lengan atas dan kedua tungkai bawah bergetar seperti orang menggigil. mata tidak mendelik keatas, pasien seperti menyeringai, tidak keluar busa dari
mulut pasien dan lidah tidak tergigit. Saat kejang pasien tidak sadar dan setelah kejang pasien sadar tapi badannya menjadi lemes. Ibu pasien mengaku sebelum kejang pasien mengalami demam tetapi tidak terlalu tinggi. Dan ini merupakan serangan kejang yang kedua, serangan pertama waktu umur pasien 1 tahun setengah. ± 1 hari SMRS pasien demam dan batuk. Demam
VI. Diagnosa Kerja
• Kejang demam sederhana
• ISPA
• Anemia
VII. Diagnosa Banding
• Kejang demam kompleks
VIII. Penatalaksanaan - Rawat inap
• Diet : biasa
• IVFD : KA EN 3 B 12 tetes per menit • MM : - paracetamol 10 mg/kgBB/kali
- Diazepam 0,3 mg/kgbb/8 jam - Ambroxol
IX. PEMERIKSAAN ANJURAN
Elektrolit ulang H2TL
EEG setelah 1 minggu bebas demamuntuk mencari penyebab lain dari kejang
X. PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubia ad bonam
Ad Fungsionam : Dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
KEJANG DEMAM
DEFINISI
Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi. Suhu badan yang tinggi ini disebabkan oleh kelainan ekstrakranial.(1) Kejang demam dapat juga didefinisikan sebagai kejang yang disertai demam tanpa bukti adanya infeksi intrakranial, kelainan intrakranial, kelainan metabolik, toksin atau endotoksin seperti neurotoksin Shigella.(7) Kejang demam pertama kali pada anak biasanya dihubungkan dengan suhu yang lebih dari 38ºC, usia anak kurang dari 6 tahun, tidak ada bukti infeksi SSP maupun ganguan metabolic sistemik akut.(3)
Pada umumnya kejang demam terjadi pada rentang waktu 24 jam dari awal mulai demam(1). Pada saat kejang anak kehilangan kesadarannya dan kejang dapat bersifat fokal atau parsial yaitu hanya melibatkan satu sisi tubuh, maupun kejang umum di mana seluruh anggota gerak terlibat. Bentuk kejang dapat berupa klonik, tonik, maupun tonik-klonik. Kejang dapat berlangsung selama 1-2 menit tapi juga dapat berlangsung lebih dari 15 menit(1,8).
Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang terjadi pada 2-4 % populasi anak berusia 6 bulan-5 tahun dan 1/3 dari populasi ini akan mengalami kejang berulang
(4)
. Kejang demam dua kali lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan(1).
ETIOLOGI
Etiologi dan patogenesis kejang demam sampai saat ini belum diketahui, akan tetapi umur anak, tingginya dan cepatnya suhu meningkat mempengaruhi terjadinya kejang (1). Faktor hereditas juga mempunyai peranan yaitu 8-22 % anak yang mengalami kejang demam memiliki orangtua yang memiliki riwayat kejang demam pada masa kecilnya(1).
Kejang demam biasanya diawali dengan infeksi virus atau bakteri. Penyakit yang paling sering dijumpai menyertai kejang demam adalah penyakit infeksi saluran pernapasan, otitis media, dan gastroenteritis(6).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Prof. Dr. dr. Lumantobing pada 297 anak penderita kejang demam, infeksi yang paling sering menyebabkan demam yang akhirnya memicu serangan kejang demam adalah tonsillitis/faringitis yaitu 34 %. Selanjutnya adalah otitis media akut (31 %) dan gastroenteritis (27%)(1).
PATOFISIOLOGI (1,5)
Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh natrium (Na+). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah. Keadaan sebaliknya terjadi di luar sel neuron. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi yang berasal dari glukosa yang melalui proses oksidasi oleh oksigen.
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10%-15% dan meningkatnya kebutuhan oksigen sebanyak 20%. Akibatnya terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel otak dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium dan ion natrium melalui membran, sehingga terjadi lepasnya muatan listrik. Lepasnya muatan listrik yang cukup besar dapat meluas ke seluruh sel maupun membran sel di dekatnya dengan bantuan neurotransmiter dan menyebabkan terjadinya kejang.
Setiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 38oC, sedangkan pada anak dengan ambang kejang tinggi kejang baru dapat terjadi pada suhu 40oC atau lebih.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama biasanya disertai terjadinya apnoe sehingga kebutuhan oksigen untuk otak meningkat dan menyebabkan terjadinya kerusakan sel neuron otak yang berdampak pada terjadinya kelainan neurologis.
MANIFESTASI KLINIS
Kejang demam dapat dimulai dengan kontraksi yang tiba-tiba pada otot kedua sisi tubuh anak. Kontraksi pada umumnya terjadi pada otot wajah, badan, tangan dan kaki. Anak dapat menangis atau merintih akibat kekuatan kontraksi otot. Kontraksi dapat berlangsung selama beberapa detik atau beberapa menit. Anak akan jatuh apabila sedang
dalam keadaan berdiri, dan dapat mengeluarkan urin tanpa dikehendakinya(1).
Anak dapat muntah atau menggigit lidahnya. Sebagian anak tidak bernapas dan dapat menunjukkan gejala sianosis(1).
Pada akhirnya kontraksi berhenti dan digantikan oleh relaksasi yang singkat. Kemudian tubuh anak mulai menghentak-hentak secara ritmis (pada kejang klonik),
maupun kaku (pada kejang tonik). Pada saat ini anak kehilangan kesadarannya dan tidak dapat merespon terhadap lingkungan sekitarnya(8).
KLASIFIKASI
Klasifikasi kejang demam menurut Livingstone(1)
A. Kejang Demam Sederhana: 1. Kejang bersifat umum
2. Lamanya kejang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit) 3. Usia saat kejang demam pertama muncul kurang dari 6 tahun 4. Frekuensi serangan 1-4 kali dalam 1 tahun
5. Pemeriksaan EEG normal
B. Epilepsi yang Dicetuskan oleh Demam:
1. Kejang berlangsung lama atau bersifat fokal
2. Usia penderita lebih dari 6 tahun saat serangan kejang demam yang pertama 3. Frekuensi serangan kejang melebihi 4 kali dalam 1 tahun
4. Pemeriksaan EEG yang dibuat setelah anak tidak demam lagi hasilnya abnormal
Sedangkan menurut Fukuyama kejang demam dibagi menjadi(1):
A. Kejang Demam Sederhana:
1. Riwayat penyakit keluarga penderita tidak ada yang mengidap epilepsi 2. Sebelumnya tidak ada riwayat cedera otak oleh penyebab apapun
3. Serangan kejang demam yang pertama terjadi antara usia 6 bulan-6 tahun 4. Lamanya kejang berlangsung tidak lebih dari 20 menit
6. Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang
7. Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurologis atau abnormalitas perkembangan
8. Kejang tidak berulang dalam waktu singkat
B. Kejang Demam Kompleks
Kejang demam yang tidak memenuhi kriteria di atas digolongkan sebagai kejang demam kompleks
Sekitar 80-90 % dari keseluruhan kasus kejang demam adalah kejang demam sederhana
(1)
.
1. Kejang demam sederhana
- Kejang berlangsung singkat < 15 menit
- Kejang umum tonik dan atau klonik
- Akan berhenti sendiri
- Tanpa gangguan fokal atau berulang dalam waktu 24 jam
2. Kejang demam kompleks
- Kejang lama > 15 menit
- Kejang fokal atau parsial 1 sisi (kejang umum didahului kejang parsial)
- Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
DIAGNOSIS
Diagnosis kejang demam hanya dapat ditegakkan dengan menyingkirkan penyakit-penyakit lain yang dapat menyebabkan kejang, di antaranya: infeksi susunan saraf pusat, perubahan akut pada keseimbangan homeostasis air dan elektrolit, dan adanya lesi struktural pada sistem saraf misalnya epilepsy(4). Diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang menyeluruh untuk menegakkan
Anamnesis(5)
1. Kesadaran sebelum dan sesudah kejang (menyingkirkan diagnosis meningitis encephalitis)
2. Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi)
3. Riwayat demam (sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan, menetap atau naik turun)
4. Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (infeksi saluran napas, otitis media, gastroenteritis)
5. Waktu terjadinya kejang, durasi, frekuensi, interval antara 2 serangan kejang 6. Sifat kejang (fokal atau umum)
7. Bentuk kejang (tonik, klonik, tonik-klonik)
8. Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak disertai demam atau epilepsi)
9. Riwayat keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan 10. Trauma
Pemeriksaan Fisik (5)
1. Temperature tubuh
2. Pemeriksaan untuk menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (infeksi saluran napas, otitis media, gastroenteritis)
3. Pemeriksaan reflex patologis
4. Pemeriksaan tanda rangsang meningeal (menyingkirkan diagnosis meningitis, encephalitis)
Pemeriksaan Penunjang(5,6)
1. Pemeriksaan elektrolit, pemeriksaan fungsi hati dan ginjal untuk menyingkirkan gangguan metabolisme yang menyebabkan perubahan homeostasis apabila pada anamnesis ditemukan riwayat muntah, diare, gangguan asupan cairan, dan gejala dehidrasi.
2. Pemeriksaan Cerebro Spinal Fluid (CSF) untuk menyingkirkan diagnosis meningitis encephalitis apabila anak berusia kurang dari 12 bulan, memiliki tanda rangsang meningeal positif, dan masih mengalami kejang beberapa hari setelah demam
3. CT Scan cranium pada umumnya tidak diperlukan pada kejang demam sederhana yang terjadi pertama kali, akan tetapi dapat dipertimbangkan pada pasien yang mengalami kejang demam kompleks untuk menentukan jenis kelainan struktural berupa kompleks tunggal atau multipel.
4. EEG pada kejang demam tidak dapat mengindentifikasi kelainan yang spesifik maupun memprediksikan terjadinya kejang yang berulang, tapi dapat dipertimbangkan pada kejang demam kompleks.
TATALAKSANA(1,10)
A. Antipiretik dan Antibiotik
Antipiretik diberikan sebagai pengobatan simptomatis terhadap demam. Dapat diberikan paracetamol dengan dosis untuk anak yang dianjurkan 10-15 mg/kgBB/hari tiap 4-6 jam atau ibuprofen 5-10 mg/kgBB/hari tiap 4-6 jam. Antibiotik untuk mengatasi infeksi yang menjadi etiologi dasar demam yang terjadi.
B. Penanganan Kejang pada Neonatus
Hal pertama yang harus diperhatikan adalah tersumbat atau tidaknya jalan napas. Selanjutnya dilakukan pemberian oksigen, dan menghentikan kejang dengan cara:
KEJANG
30 menit Luminal IM 20 mg/kg/BB dalam 5 menit
KEJANG (+)
Ulangi luminal IM 10 mg/kg/BB. Dapat diulangi lagi jarak 30 menit bila masih kejang.
KEJANG (+)
Fenitoin bolus IV 20 mg/kgBB dalam 15 ml NaCl, berikan dalam 30 menit (kecepatan
0.5-1 mg/kgBB/menit) KEJANG (-)
Bila kejang berulang dalam 2 hari, berikan luminal 5 mg/kg/hari per oral sampai bebas kejang 7 hari. Bila kejang berulang setelah bebas kejang 2 hari, ulangi pemberian luminal dari awal.
C. Penanganan Kejang pada Anak
Hal pertama yang harus diperhatikan adalah tersumbat atau tidaknya jalan napas. Selanjutnya dilakukan pemberian oksigen, dan menghentikan kejang dengan cara:
KEJANG
5 menit Diazepam rectal 0.5 mg/kgBB atau:
Berat badan ≤ 10 kg: 5 mg
Berat badan > 10 kg: 10 mg KEJANG (+)
Ulangi diazepam rektal seperti sebelumnya.
DI RS Cari akses vena
Periksa laboratorium (darah tepi, Na, Ca, Mg, Ureum, Kreatinin)
KEJANG (+)
(kecepatan 0.5-1 mg/menit)
KEJANG (-) KEJANG (+)
.
Koreksi Hipokalemia (FCCS) Kadar K Koreksi
3-3,5 mEq/L KCL per oral 75 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis (1-3mEq.kg.hari) atau 0,25 mEq/kg IV KCL dalam 1 jam
2,5-3 mEq/L 0,5 mEq/kg IV KCL dalam 2 jam (rogers: dalam 1 jam) <2,5 mEq/L 0,75 mg/kg IV KCL dalam 3 jam
PROGNOSIS
Penelitian yang dilakukan Tsunoda mendapatkan bahwa dari 188 penderita kejang demam yang diikutinya selama sekurang-kurangnya 2 tahun dan tanpa pengobatan dengan antikonvulsan, 97 penderita mengalami kekambuhan(1).
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Prof. Dr. dr. Lumantobing, dari 83 penderita kejang demam yang dapat diikuti selama rata-rata 21.8 bulan (berkisar dari 6 bulan-3.5 tahun) dan tidak mendapatkan pengobatan antikonvulsan rumatan, kejang
demam kambuh pada 27 penderita(1).
Secara umum dapat dikatakan bahwa sekitar 1/3 penderita kejang demam akan mengalami kekakmbuhan 1 kali atau lebih. Kemungkinan kambuh lebih besar bila kejang Berikan terapi rumatan bila
penyebab kejang diperkirakan infeksi intrakranial. Berikan fenobarbital 8-10
mg/kgBB/hari, dibagi 2 dosis. Selama 2 hari selanjutnya 4-5 mg/kgBB/hari sampai resiko kejang tidak ada.
Fenitoin bolus IV 10-20 mg/kgBB (dengan kecepatan 0.5-1 mg/menit) KEJANG (+) Transfer ke ICU KEJANG (-) Rumatan fenitoin IV 5-7 mg/kgBB/hari 12 jam kemudian
demam pertama pada usia kurang dari 1 tahun. 3/4 dari kekambuhan ini terjadi dalam kurun waktu 1 tahun setelah kejang demam pertama, dan 90 % dalam kurun waktu 2 tahun setelah kejang demam pertama. 1/2 dari penderita yang mengalami kekambuhan akan mengalami kekambuhan lagi. Pada sebagian terbesar penderita kambuh terbatas pada 2-3 kali. Hanya sekitar 10 % kejang demam yang akan mengalami lebih dari 3 kali
kekambuhan(1,9).
Anak yang mengalami kejang demam pertama pada usia sebelum 1 tahun kemungkinan kekambuhan ialah 50 %, dan bila berusia lebih dari 1 tahun kemungkinan kekambuhannya 28 %(1).
Kejang demam sederhana pada umumnya tidak menyebabkan kerusakan otak yang permanen dan tidak menyebabkan terjadinya penyakit epilepsi pada kehidupan dewasa anak tersebut. Sedangkan pada anak-anak yang memiliki riwayat kejang demam kompleks, riwayat penyakit keluarga dengan kejang yang tidak didahului dengan demam, dan memiliki riwayat gangguan neurologis maupun keterlambatan pertumbuhan, memiliki resiko tinggi untuk menderita epilepsi pada kehidupan dewasa mereka(1).
DAFTAR PUSTAKA
1. Lumbantobing SM. Kejang Demam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007.
2. Behrman RE, Kliegman RM, Jensen HB, Nelson Text book of pediatrics, 17th edition. Philadelphia: WB Sauders company. 2004. Page 1813- 1829.
3. Rudolph AM. Febrile Seizures. Rudolph Pediatrics. 20th Edition. Appleton & Lange. 2002. Page 1994.
4. Behrman RE, Kliegman RM, Arvio, Nelson Ilmu Kesehatan anak, volume 3, edisi 15. Jakarta: EGC 2005. Page 2059- 2066.
5. Tejani NR. Pediatrics, Febrile Seizures. Accessed on Dec 10th 2010. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/801500-overview
6. W Hay, William. Current Diagnosis and Treatment of Pediatrics. 19th edition. United States of America: McGrawHill. 2009. Page 697 -698.
7. R Strange, Gary. Pediatric Emergency Medicine. 3rd edition. United States: McGrawHill Companies. 2009. Page 46-47.
8. Anonym. Kejang Demam. Accessed on Dec 10th 2010. Available at: http://kedokteran.ums.ac.id/kejang-demam.html
9. Maharani. Kejang Demam pada Anak. Accessed on Dec 10th 2010. Available at: http://dr-anak.com/kejang-demam-pada-anak.html
10. Anonym. Kejang Demam pada Anak. Accessed on Dec 10th 2010. Available at: http://bayikita.wordpress.com/2008/08/16/kejang-demam-pada-anak/