KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, Alhamdulillah karena Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, Alhamdulillah karena
dengan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas
dengan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas Laporan KasusLaporan Kasus
“
“Kejang Demam SederhanKejang Demam Sederhan”” ini tepat pada waktunya. ini tepat pada waktunya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua
pihak
pihak yang yang membaca, membaca, agar agar penulis penulis dapat dapat mengkoreksi mengkoreksi dan dan dapat dapat membuat membuat laporan laporan kasuskasus
yang lebih baik kedepannya. yang lebih baik kedepannya.
Demikianlah laporan kasus ini dibuat sebagai tugas dari kegiatan klinis di stase Demikianlah laporan kasus ini dibuat sebagai tugas dari kegiatan klinis di stase
Pediatri serta untuk menambah pengetahuan bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada Pediatri serta untuk menambah pengetahuan bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada
umumnya. umumnya.
Jakarta,
Jakarta, Juni Juni 20172017
Penulis Penulis
DAFTAR ISI DAFTAR ISI
KATA
KATA PENGANTAR………PENGANTAR………11
DAFTAR ISI………
DAFTAR ISI………..2..2
BAB I : LAPORAN KASUS BAB I : LAPORAN KASUS
1.1
1.1 Identitas………Identitas………..3..3
1.2
1.2 AnamAnamnesis………..4nesis………..4
1.3
1.3 PemeriksaPemeriksaan Fisik………..8an Fisik………..8
1.4
1.4 Pemeriksaan Penunjang………12Pemeriksaan Penunjang………12
1.5
1.5 ResumeResume………...………....13....13
1.6
1.6 AssesmentAssesment………...………1313
1.7
1.7 Diagnosa Kerja………Diagnosa Kerja……….13.13
1.8
1.8 Penatalaksanaan………Penatalaksanaan………1414
1.9
1.9 Follow Up………Follow Up………...………1515
BAB
BAB II II : : TINJAUAN TINJAUAN PUSTAKAPUSTAKA
2.1. Definisi……… 2.1. Definisi……….16.16 2.2. Etiologi……… 2.2. Etiologi……….16.16 2.3. Patofisiologi... 2.3. Patofisiologi...………..18..18
BAB I BAB I
STATUS PASIEN STATUS PASIEN
1.1
1.1 IDENTITAS PASIENIDENTITAS PASIEN
No Rekam Medik No Rekam Medik : 00 92 50 **: 00 92 50 **
Nama Nama : An. MD: An. MD
Jenis Kelamin Jenis Kelamin : : Laki-lakiLaki-laki
TTL TTL : : Jakarta, Jakarta, 29 29 Juli Juli 20132013
Usia Usia : : 3 3 tahun tahun 11 11 bulanbulan
Alamat Alamat : : Jl. Jl. Lagoa Lagoa Trs Trs GG GG V V B B 11/10, 11/10, Jakarta Jakarta UtaraUtara
Tanggal Masuk Tanggal Masuk RS RS : : 28 28 Juni Juni 20172017
Ruang Ruang Perawatan Perawatan : : Paviliun Paviliun Badar Badar
No Kamar No Kamar : 13: 13
1.2 ANAMNESIS
Anamnesis di Bangsal pada tanggal 28 Juni 2017
Keluhan Utama : Kejang
Keluhan Tambahan : Demam, batuk, pilek.
Riwayat Penyakit Sekarang :
3 hari SMRS, OS batuk dan pilek dan diikuti dengan demam sejak 2 hari SMRS.
± 1 jam SMRS ot OS mengatakan OS masih demam tinggi lalu kejang sebanyak satu kali, kejang selama <1 menit. Saat kejang bola mata melihat keatas, kedua tangan dan tungkai kaku lurus menghentak, jari jari tangan mengepal, gigi terkunci, dan tidak keluar busa dari mulut. Setelah kejang OS langsung menangis, tidak ada penurunan kesadaran dan tidak berulang. Batuk dan pilek masih ada, tidak ada sesak napas, tidak ada muntah, BAB tidak cair, BAK lancar.
Setelah kejang ot OS memberikan Stesolit supp dan langsung dibawa ke IGD. Selama OS demam ot OS hanya memberikan Paracetamol saja.
Riwayat Penyakit Dahulu :
OS pernah menderita sakit seperti ini sebelumnya.
OS tidak memiliki penyakit atopik.
Riwayat Pengobatan :
Tidak sedang menjalani pengobatan suatu penyakit.
(OAT / OAE)
Riwayat Pola Makan :
Nafsu makan baik, makan 3x/hari.
Riwayat Kehamilan :
Selama hamil ibu OS rutin periksa kehamilan
(Antenatal Care) ke bidan, rajin meminum vitamin
atau obat penambah darah, mengkonsumsi sayuran
dan tidak pernah terkena infeksi dan sakit selama
hamil.
Riwayat Kelahiran :
OS lahir normal pervaginam, dengan usia kehamilan
cukup bulan, langsung menangis tanpa harus
dirangsang, tidak kebiruan dengan berat lahir 2,1 kg
dan panjang lahir 51 cm, tidak terdapat komplikasi
apapun. Riwayat Imunisasi : • Hepatitis B 3x • Polio 4x • BCG 1x • DPT 3x • Campak 1x
Pertumbuhan dan perkembangan saat bayi sesuai dengan usia
Saat ini OT mudah bersosialisasi dengan lingkungan sekitar
Sudah mempunyai teman sepermainan (Kesan tumbuh kembang normal sesuai usia)
Riwayat Alergi :
Tidak terdapat riwayat alergi obat, makanan, suhu
dan debu.
(Kesan : tidak ada alergi)
Riwayat Psikososial :
Tinggal dengan ibu serta ayahnya.
Lingkungan rumah bersih dan udara masuk ke
dalam rumah.
1.3 PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital
- Suhu : 37,5oC (di bangsal)
- Nadi : 120x/menit - Pernapasan : 20x/menit Antropometri - BB : 17 kg - TB : 19 cm - LK : 50 cm Status Gizi - BB/U x 100 % 17/16 X 100% = 106,25 % Gizi baik - TB/U x 100 % 90/100 X 100% = 90 % Mild Stunting - BB/TB x100 % 17/16 X 100% = 106,25 % Gizi baik
Status Generalis
- Wajah : Simetris dextra dan sinistra, tidak terdapat tanda-tanda
peradangan, tidak terdapat adanya purpura, sianosis.
- Rambut : Hitam, distribusi merata, tidah mudah dicabut (tidak rontok).
- Kepala : Normocephal, tidak mikrosefalus maupun hidrosefalus,
bentuk
bulat, ubun-ubun belum tertutup dan datar, tidak terdapat
tanda-tanda peradangan.
- Mata : Edema palpebra (-/-), Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik
(-/), refleks cahaya direk dan indirek (+/+), pupil isokor.
- Hidung : Pernapasan cuping hidung (-/-), darah (-/-), sekret (+/+),
septum deviasi (-), tidak terdapat luka bekas trauma.
- Telinga :Normotia, serumen (-/-), tidak terdapat tanda-tanda
peradangan.
- Mulut : Bibir pucat (-), bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor dan
tremor (-), stomatitis (-).
- Tenggorokan : Faring hiperemis (+), tonsil membesar (-/-).
- Leher : Pembesaran KGB mandibular (-/-), pembesaran kelenjar tiroid
- Thorax
Pulmo :
Inspeksi : Terlihat pengembangan dinding thorax yang simetris dextra
sinistra, tidak terdapat retraksi dinding thorax, tidak terdapat
bagian dinding thorax yang tertinggal saat inspirasi, tidak
terdapat tanda-tanda peradangan.
Palpasi : Teraba pengembangan dinding thorax yang simetris dextra
sinistra, Vocal fremitus simetris.
Perkusi : Terdengar suara sonor pada seluruh lapang paru.
Auskultasi : Terdengar suara vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing ( -/- )
Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS 4 1 jari di bawah papila mamae.
Perkusi : Batas kiri linea midclavicularis sinistra
Batas kanan linea parasternalis dextra
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II murni regular, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen
Inspeksi : Tidak ada distensi abdomen, tidak edema, tidak terdapat
tanda-tanda peradangan atau tanda perembesan plasma
seperti petekie dan ekimosis.
Palpasi : Tidak teraba pembesaran hepar dan spleen, turgor kulit
elastis.
Perkusi : Terdengar suara timpani pada seluruh lapang abdomen.
- Ekstremitas superior Akral : Hangat (+/+) Edema : (+/+) Sianosis : (-/-) RCT : <2 detik - Ekstremitas inferior Akral : Hangat (+/+) Edema : (+/+) Sianosis : (-/-) RCT : <2 detik
- Kelenjar inguinal : Tidak terdapat adanya pembesaran kelenjar.
- Anus dan rectum : Tidak terdapat tanda-tanda peradangan dan tidak terdapat
adanya perdarahan.
- Genitalia : Laki-laki, fimosis (-), tidak terdapat tanda-tanda peradangan.
- Kulit : Tidak pucat, tidak sianosis, turgor elastis kembali dengan
1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tanggal 28 juni 2017 (14:37)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal
Hb 13,2 gr/dL 10,7 - 14,7 Leukosit 6,54 103/ µl 5,50 – 15,50 Trombosit 161 (L) 103/µL 217 - 491 Ht 38 % 31 - 43 Eritrosit 4,91 106/ µL 3,70 – 5,70 MCV 77 fL 72 - 88 MCH 27 pg 23 - 31 MCHC 35 g/dL 32- 36
1.5 RESUME
An. MD usia 3 tahun dengan BB: 17 kg datang ke RSIJ dengan keluhan kejang sebanyak 1 x
selama <1 menit disertai demam. Batuk berdahak warna putih serta pilek dengan sekret
sedikit kekuningan.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan S: 37,5oC, faring hiperemis, sekret hidung +
Pada pemeriksaan neurologis GCS 15, tanda rangsang meningeal –
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan: trombosit: 161.000 µL
1.6 ASSESSMENT :
Febris H-4
Kejang Demam Sederhana
ISPA
1.7 DIAGNOSIS KERJA
Diagnosis Klinis : Kejang demam sederhana
Diagnosis Gizi : Gizi baik
1.8 TERAPI
Planning :
a. Infus : Cairan IVFD Ringer Laktat 19 tpm
b. Injeksi :
- Antrain 200 mg
c. Oral : Puyer kejang demam: Paracetamol tab 150 mg
Diazepam tab 1 mg
Puyer batuk pilek : CTM 1/5 tab 4 mg
Efedrin 1/7 tab 25 mg
Ambroksol 1/3 tab 30 mg
1.9 FOLLOW UP Hari/ tanggal S O A P 29 juni 2017 (06:20) Demam (+), Kejang (-), Batuk pilek (+), nafsu makan baik. S: 38,7 C RR : 24 x/m N: 120x/m • Febris H5 • KDS • ISPA Lanjut terapi 30 juni 2017 (06:00) Demam (+), Kejang (-), Batuk pilek (+), nafsu makan baik. S: 37,6 C RR : 28 x/m N: 90x/m • Febris H6 • KDS • ISPA Lanjut terapi 30 juni 2017 (13:30) Demam (-), Kejang (-), Batuk (-) pilek (+), Nafsu makan baik. S: 37,7 C RR : 28 x/m N: 86x/m • KDS • ISPA • Febris H7 • Lanjut terapi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal diatas 38,5o C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (1). Kejang demam ini
terjadi pada 2% - 4 % anak berumur 6 bulan – 5 tahun(2). Kejang demam harus dibedakan
dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam(3). Kejang disertai
demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam(4). Bila
anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului
demam, kemungkinan lain harus dipertimbangkan misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang
kebetulan terjadi bersama demam(4). Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan
penyakit saraf seperti meningitis, ensefalitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini
mempunyai prognosis berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya
mengenai sistem susunan saraf pusat(3).
2.2 Epidemiologi
Kejadian kejang demam diperkirakan 2 % - 4 % di Amerika Serikat, Amerika Selatan
dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira – kira 20 % kasus merupakan kejang
demam kompleks dan 80% merupakan kejang demam sederhana. Umumnya kejang demam
timbul pada tahun kedua kehidupan (17 – 23 bulan) kejang demam sedikit lebih sering pada
laki – laki(2)(7).
2.3 Etiologi
Hingga kini belum diketahui dengan pasti. Demam sering disebabkan infeksi saluran
2.4 Klasifikasi
a. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan umumnya akan
berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang
tidak berulang dalam waktu 24 jam(7). Kejang demam sederhana merupakan 80 % diantara
seluruh kejang demam(6). Suhu yang tinggi merupakan keharusan pada kejang demam
sederhana, kejang timbul bukan oleh infeksi sendiri, akan tetapi oleh kenaikan suhu yang
tinggi akibat infeksi di tempat lain, misalnya pada radang telinga tengah yang akut, dan
sebagainya. Bila dalam riwayat penderita pada umur – umur sebelumnya terdapat periode
- periode dimana anak menderita suhu yang sangat tinggi akan tetapi tidak mengalami kejang;
maka pada kejang yang terjadi kemudian harus berhati – hati, mungkin kejang yang ini ada
penyebabnya(2). Pada kejang demam yang sederhana kejang biasanya timbul ketika suhu
sedang meningkat dengan mendadak, sehingga seringkali orang tua tidak mengetahui
sebelumnya bahwa anak menderita demam. Agaknya kenaikan suhu yang tiba – tiba
merupakan faktor yang penting untuk menimbulkan kejang(2). Kejang pada kejang demam
sederhana selalu berbentuk umum, biasanya bersifat tonik – klonik seperti kejang grand mal;
kadang – kadang hanya kaku umum atau mata mendelik seketika. Kejang dapat juga
berulang, tapi sebentar saja, dan masih dalam waktu 16 jam meningkatnya suhu, umumnya
3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang
lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8
% kejangn demam(4). Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang
didahului kejang parsial(4). Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari,
diantara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16 % diantara anak
yang mengalami kejang demam(4).
2.5 Faktor Resiko
Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam(3). Ada riwayat
kejang demam keluarga yang kuat pada saudara kandung dan orang tua, menunjukkan
kecenderungan genetik (1,3). Selain itu terdapat faktor perkembangan terlambat, problem pada
masa neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan kadar natrium rendah, cepatnya anak
mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat
keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga epilepsi(1,3).
Faktor resiko terjadinya epilepsi di kemudian hari yaitu adanya gangguan neuro
developmental, kejang demam kompleks, riwayat epilepsi dalam keluarga, lamanya demam
saat awitan, lebih dari satu kali kejang demam kompleks(1).
2.6 Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak, diperlukan suatu
energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting
adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi, dimana oksigen disediakan dengan
perantaraan fungsi paru – paru dan diteruskan ke otak melalui kardiovaskuler (6). Jadi sumber
dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid
dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui
dengan mudah oleh ion kalium (K +) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan
elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K + dalam sel neuron tinggi
dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka terdapat perbedaan
potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan
potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na – K – ATPase yang terdapat
pada permukaan sel(6).
Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya :
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
b.Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari
sekitarnya.
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan(6).
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme
basal 10% - 15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20 %. Pada seorang anak berumur
3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa
yang hanya 15 %. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan
kejang baru terjadi pada suhu 40oC atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan
bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah,
sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita
kejang(6). Penelitian binatang menunjukkan bahwa vasopresin arginin dapat merupakan
mediator penting pada patogenesis kejang akibat hipertermia(1).
Kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya
apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang
akibatnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme
anaerobik, hipertensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin
meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan
metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga
terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting
adalah gangguan peredaran darah yangmengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan
permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron
otak (6). Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang
yang berlangsung lama dapat menjadi “matang” di kemudian hari, sehingga terjadi serangan
epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan
kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi(6).
2.7 Diagnosis
a. Anamnesis
Adanya kejang, jenis kejang, lama kejang, suhu sebelum/saat kejang, frekuensi, interval, pasca kejang, penyebab kejang di luar SSP.
Riwayat Kelahiran, perkembangan, kejang demam dalam keluarga, epilepsi dalam keluarga (kakak-adik, orang tua).
Singkirkan dengan anamnesis penyebab kejang yang lainnya.
b. Pemeriksaan Fisik
Kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsang meningkat, tanda peningkatan tekanan
intrakranial, dan tanda infeksi di luar SSP.
c. Pemeriksaan Nervi Kranialis
Umumnya tidak dijumpai adanya kelumpuhan nervi kranialis
2.8 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi
penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai
demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer,
elektrolit dan gula darah, urinalisis, biakan darah, urin dan feses.
b. Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis bakterialis
adalah 0,6 % - 6,7 %.Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau
menyingkirkan diagnosis meningitiskarena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya
kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang
demam. Oleh karenanya,tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat
dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya kejang demam
kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.
d. Pencitraan
Foto X – ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT – scan)
atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan
hanya atas indikasi seperti :
1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
2. Paresis nervus VI
3. Papiledema
2.9 Diagnosis Banding
Kelainan di dalam otak biasanya karena infeksi, misalnya :
1. Meningitis
2. Ensefalitis
3. Abses otak
Oleh sebab itu, menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang,
harus dipikirkan apakah penyebab dari kejang itu di dalam atau di luar susunan saraf pusat
(otak) (6). Pungsi lumbal terindikasi bila ada kecurigaan klinis meningitis. Adanya sumber
infeksi seperti otitis media tidak menyingkirkan meningitis dan jika pasien telah mendapat
2.10 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Saat Kejang (4)
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang
sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk
menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam
intravena adalah 0,3 – 0,5 mg/kgBB perlahan – lahan dengan kecepatan 1 – 2 mg/menit atau
dalam waktu 3 – 5 menit,dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan dapat
diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah
0,5 – 0,75 mg/kgBB atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari
10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg
untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3 tahun. Bila
setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi dengan caradan
dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal
masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Dirumah sakit dapat diberikan diazepam
intravena dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/kgBB. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan
fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10 – 20mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1
mg/kgBB/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah
Algoritma pengobatan medikamentosa saat terjadi kejang demam.
1. 5-15 menit Kejang
perhatikan jalan nafas, kebutuhan O2 bantuan pernapasan
2. 15-20 menit
(pencarian akses vena dan pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi )
3. > 30 menit : status konvulsivus
Bila kejang menetap dalam 3-5 menit :
Diazepam rektal < 10 kg : 5 mg
> 10 kg : 10 mg atau
Diazepam IV (0,2-0,5 mg/kg/dosis.
Dapat diberikan 2 kali dosis dengan interval 5-10 menit
Diazepam IV (0,2-0,5 mg/kg/dosis.
Dapat diberikan 2 kali dosis dengan interval 5-10 menit
Kejang (-) Kejang (+)
Fenitoin IV (10-20mg/kg) diencerkan dengan NaC1 0,9% diberikan selama 20 menit atau dengan kecepatan 50 mg/menit
Kejang (-) Kejang (+)
Fenobarbital IM 10-20 mg/kg
Dosis pemeliharaan fenitoin IV 5-7 mg/kg diberikan 12 jam kemudian
Kejang (-)
Dosis pemeliharaan fenobarbital IM 5-7 mg/kg diberikan 12 jam kemudian
b. Pemberian Obat Pada Saat Demam (4)
1. Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko terjadinya
kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat
diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10 – 15 mg/kgBB/kali diberikan
4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5 – 10 mg/kgBB/kali, 3 – 4
kali sehari. Meskipun jarang, asam asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye
terutama pada anak kurang dari 18 bulan, sehingga penggunaan asam asetilsalisilat
tidak dianjurkan.
2. Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat demam
menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30 % - 60 % kasus, begitu pula dengan
diazepam rektal dosis 0,5mg/kgBB setiap 8 jam pada suhu > 38,5 o C. Dosis tersebut
cukup tinggi dan menyebabkanataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25 %
- 39 % kasus. Fenobarbital, karbamazepin dan fenitoin pada saat demam tidak
berguna untuk mencegah kejang demam.
3. Pemberian Obat Rumat (4)
Indikasi pemberian obat rumat
- Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.
- Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan.
- Kejang demam > 4 kali per tahun.
Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam > 15 menit merupakan indikasi
pengobatan rumat. Kelainan neurologis tidak nyata misalnya keterlambatan
perkembangan ringan bukan merupakanindikasi pengobatan rumat. Kejang fokal
atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak mempunyai fokus organik.
Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan
resiko berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak
berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan
rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dandalam jangka pendek. Pemakaian
fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan
belajar pada 40 % - 50 % kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada
sebagian kecil kasus,terutama yang berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat
menyebabkan gangguan fungsihati. Dosis asam valproat 15 – 40 mg/kgBB/hari dalam
2 – 3 dosis, dan fenobarbital 3 – 4mg/kgBB/hari dalam 1 – 2 dosis.
Edukasi Pada Orang Tua (4)
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang
sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus
dikurangi dengan cara yang diantaranya :
a. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik.
c. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali.
d. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat adanya
efek samping obat.
Beberapa Hal Yang Harus Dikerjakan Bila Kembali Kejang (2)
a. Tetap tenang dan tidak panik.
b. Kendorkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher.
c. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan
atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan
memasukkan sesuatu ke dalam mulut.
d. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
e. Tetap bersama pasien selama kejang.
f. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.
g. Bawa ke dokter atau ke rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih.
Vaksinasi (2)
Sejauh ini tidak ada kontra indikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap anak yang
mengalamin kejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi sangat jarang. Angka
2.11 Prognosis dan Komplikasi
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan tidak
menyebabkan kematian.
a. Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.
Perkembanganmental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang
sebelumnya normal. Penelitianlain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis
pada sebagian kecil kasus, dan kelainanini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang
lama atau kejang berulang baik umum atau fokal(4). Kejang yang lebih dari 15 menit,
bahkan ada yang mengatakan lebih dari 10 menit, diduga biasanya telah menimbulkan
kelainan saraf yang menetap(2). Apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam
dapat berkembang menjadi (3,5) :
1. Kejang demam berulang dengan frekuensi berkisar antara 25 % - 50 %.
Umumnya terjadi pada 6 bulan pertama.
2. Epilepsi Resiko untuk mendapatkan epilepsi rendah.
3. Kelainan motorik
4. Gangguan mental dan belajar
b. Kemungkinan mengalami kematian
Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan (4).
c. Kemungkinan Berulangnya Kejang Demam (4)
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor resiko
berulangnya kejang demam adalah :
1. Riwayat kejang demam dalam keluarga
2. Usia kurang dari 12 bulan
4. Cepatnya kejang setelah demam
Bila seluruh faktor diatas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80 %,
sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang
demam hanya 10 % - 15 %. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar
pada tahun pertama.(4)
Faktor resiko menjadi epilepsi adalah :
1. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam
pertama.
2. Kejang demam kompleks.
3. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung
Masing – masing faktor resiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai
4 % - 6 %, kombinasi dari faktor resiko tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi
menjadi 10 % - 49 %. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan
BAB III
ANALISIS MASALAH
Pada pasien disebut kejang demam sederhana karena berdasarkan definisi usia pasien saat terjadinya kejang adalah 1 tahun dan bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu aksila 39,8o C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Selain itu kejang yang terjadi pada pasien terjadi selama 3 menit, hanya terjadi 1 x
selama 24 jam, sifat kejang umum, kedua tangan dan tungkai kaku lurus menghentak,
jari jari tangan mengepal, bola mata melihat keatas, gigi terkunci, dan tidak keluar
busa dari mulut. Setelah kejang pasien langsung menangis dan tidak ada penurunan
kesadaran.
Penyebab terjadinya kejang pada kasus ini karena kenaikan suhu atau demam dan penyebab dari demam pada pasien ini dikarenakan adanya infeksi saluran pernapasan
(pada pasien terjadi batuk dan pilek).
Berdasarkan epidemiologi 80% kejang merupakan kejang demam sederhana, pada kasus kejang demam terjadi pada usia 1 tahun bisa terjadi risiko terjadinya kejang
demam kedua sebesar 30%.
Dilihat dari faktor risiko terjadinya kejang demam, selain demam faktor risiko tambahan terjadinya kejang demam pada pasien karena riwayat kejang demam yang
pernah terjadi pada orang tua pasien.
Diagnosis yang ditegakkan pada pasien berdasarkan
- Anamnesis: Pada pasien jenis kejang: kejang umum dengan durasi 3 menit,
- Pemeriksaan fisik: Pada pasien terdapat demam S: 38,4 C, tidak ada
penurunan kesadaran, tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK, dan
pemeriksaan neurologis normal serta tanda rangsang meningeal negatif.
- Pemeriksaan Penunjang: Hasil pemeriksaan hematologi rutin ditemukan
leukosit meningkat, tidak diindikasikan untuk dilakukan lumbal pungsi, EEG,
dan pemeriksaan radiologi.
Tata laksana pasien saat kejang tidak diberikan obat kejang, karena kondisi terjadinya kejang di rumah dan orang tua tidak mengerti. Sedangkan terapi yang diberikan saat
di rumah sakit yaitu antipiretik (paracetamol 150 mg) dan atikonvulsan (diazepam tab
1 mg). Fungsi diberikan antipiretik untuk menurunkan demam dan antikonvulsan
untuk menurunkan risiko berulangnya kejang. Terapi rumatan tidak diberikan karena
tidak ada indikasi diberikan obat tersebut.