BAB I BAB I
PENDAHULUAN PENDAHULUAN
A.
A. Latar BelakangLatar Belakang
Kejang demam merupakan gangguan neurologis yang paling sering terjadi pada anak Kejang demam merupakan gangguan neurologis yang paling sering terjadi pada anak terutama pada kelompok usia 6 bulan sampai 4 tahun, 1 dari 25 anak akan mengalami terutama pada kelompok usia 6 bulan sampai 4 tahun, 1 dari 25 anak akan mengalami satu kali kejang demam. Hal ini dikarenakan, anak yang masih berusia dibawah 5 tahun satu kali kejang demam. Hal ini dikarenakan, anak yang masih berusia dibawah 5 tahun sangat rentan terhadap berbagai penyakit disebabkan sistem kekebalan tubuh belum sangat rentan terhadap berbagai penyakit disebabkan sistem kekebalan tubuh belum terbangun secara sempurna (Harjaningrum, 2011 & Wulandari & Erawati, 2016).
terbangun secara sempurna (Harjaningrum, 2011 & Wulandari & Erawati, 2016). World Health Organitation
World Health Organitation (WHO), memperkirakan pada tahun 2005 terdapat lebih(WHO), memperkirakan pada tahun 2005 terdapat lebih dari 21,65 juta penderita kejang demam dan lebih dari 216 ribu diantaranya meninggal. dari 21,65 juta penderita kejang demam dan lebih dari 216 ribu diantaranya meninggal. Selain itu di Kuwait dari 400 anak berusia 1 bulan
Selain itu di Kuwait dari 400 anak berusia 1 bulan – – 13 tahun dengan riwayat kejang, 13 tahun dengan riwayat kejang, yang mengalami kejang demam sekitar
yang mengalami kejang demam sekitar 77% (WHO, 2005).77% (WHO, 2005).
Di Indonesia, diilaporkan angka kejadian kejang demam 3-4% dari anak yang berusia Di Indonesia, diilaporkan angka kejadian kejang demam 3-4% dari anak yang berusia 6 bulan sampai 5 tahun (Wibisono,2015). Pada tahun 2012-2013, di provinsi Jawa 6 bulan sampai 5 tahun (Wibisono,2015). Pada tahun 2012-2013, di provinsi Jawa Tengah
Tengah mencapai 2-3% mencapai 2-3% dari anak dari anak yang yang berusia 6 berusia 6 bulan bulan sampai 5 sampai 5 tahun ptahun pada tahunada tahun 2012-2013
2012-2013 (Dinkes, Jateng, 20(Dinkes, Jateng, 2013). Angka 13). Angka kejadian kejang demam kejadian kejang demam di Indonesia di Indonesia sendirisendiri mencapai 2-4% tahun 2008 dengan 80% disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan. mencapai 2-4% tahun 2008 dengan 80% disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan.
Ada beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian kejang demam berdasarkan Ada beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian kejang demam berdasarkan penelitian Nuhayati
penelitian Nuhayati (2017), (2017), yaitu pengukuran suhu yaitu pengukuran suhu tubuh di tubuh di rumah, mempunyai rumah, mempunyai riwayatriwayat demam, dan pemberian obat anti kejang di rumah sakit. Kejang demam dapat berdampak demam, dan pemberian obat anti kejang di rumah sakit. Kejang demam dapat berdampak serius seperti
serius seperti defisit defisit neurologis, neurologis, epilepsi, retardasi epilepsi, retardasi mental, atau mental, atau perubahan perubahan perilakuperilaku (Wong, 2009). Kejang demam anak perlu diwaspadai karena kejang yang lama (lebih (Wong, 2009). Kejang demam anak perlu diwaspadai karena kejang yang lama (lebih dari 15 menit) dapat menyebabkan kematian, Kerusakan saraf otak sehingga menjadi dari 15 menit) dapat menyebabkan kematian, Kerusakan saraf otak sehingga menjadi epilepsi, kelumpuhan bahkan retardasi mental (Aziz, 2008).
epilepsi, kelumpuhan bahkan retardasi mental (Aziz, 2008).
Serangan kejang demam pada anak yang satu dengan yang lain tidak sama
Serangan kejang demam pada anak yang satu dengan yang lain tidak sama , tergantung, tergantung nilai ambang kejang masing-masing, oleh karena itu setiap serangan kejang harus nilai ambang kejang masing-masing, oleh karena itu setiap serangan kejang harus mendapatkan penangan yang cepat dan tepat, apalagi kejang yang berlangsung lama dan mendapatkan penangan yang cepat dan tepat, apalagi kejang yang berlangsung lama dan berulang.
berulang. Karena Karena keterlambatan keterlambatan dan dan kesalahan kesalahan prosedur prosedur bias bias mengakibatkan mengakibatkan gejala gejala sisasisa pada anak, bahkan bias meny
pada anak, bahkan bias menyebabkan kematian (Fida & Maya, 2012).ebabkan kematian (Fida & Maya, 2012).
Peran perawat pediatrik sangat berperan dalam aspek dalam memberikan pelayanan Peran perawat pediatrik sangat berperan dalam aspek dalam memberikan pelayanan
dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan anak pada kasus kejang dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan anak pada kasus kejang demam. Sebagai advokat membantu keluarga untuk memberikan informasi kejang demam. Sebagai advokat membantu keluarga untuk memberikan informasi kejang demam untuk antisipasi jika anak mulai demam. Perawat sebagai edukator dengan demam untuk antisipasi jika anak mulai demam. Perawat sebagai edukator dengan mengajarkan keluarga bagaimana pemberian obat dan kompres yang efektif seperti mengajarkan keluarga bagaimana pemberian obat dan kompres yang efektif seperti mengajarkan tehnik TWS (tepid water
mengajarkan tehnik TWS (tepid water sponge) dalam menurunkan suhu tubuh.sponge) dalam menurunkan suhu tubuh.
Berdasarkan latar belakang di atas, kelompok tertarik untuk membahas materi tentang Berdasarkan latar belakang di atas, kelompok tertarik untuk membahas materi tentang kejang demam, untuk mengetahui secara mendalam tentang kejang demam dan cara kejang demam, untuk mengetahui secara mendalam tentang kejang demam dan cara penanganan kejang demam dengan
penanganan kejang demam dengan tepat sesuai Asuhan Keperawatan yang ditentukan.tepat sesuai Asuhan Keperawatan yang ditentukan.
B.
B. TujuanTujuan 1.
1. Tujuan UmumTujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang Asuhan Keperawatan Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Kejang Demam.
pada Anak dengan Kejang Demam. 2.
2. Tujuan KhususTujuan Khusus a)
a) Mampu memahami dan menjelaskan tentang definisi kejang demam.Mampu memahami dan menjelaskan tentang definisi kejang demam. b)
b) Mampu memahami dan menjelaskan tentang klasifikasi kejang demam.Mampu memahami dan menjelaskan tentang klasifikasi kejang demam. c)
c) Mampu memahami dan menjelaskan tentang etiologi kejang demam.Mampu memahami dan menjelaskan tentang etiologi kejang demam. d)
d) Mampu memahami dan menjelaskan tentang tanda dan gejala kejang demam.Mampu memahami dan menjelaskan tentang tanda dan gejala kejang demam. e)
e) Mampu memahami dan menjelaskan tentang patofisiologi kejang demam.Mampu memahami dan menjelaskan tentang patofisiologi kejang demam. f)
f) Mampu memahami dan menjelaskan tentangMampu memahami dan menjelaskan tentang pathway kejang demam. pathway kejang demam. g)
g) Mampu memahami dan menjelaskan tentang komplikasi kejang demam.Mampu memahami dan menjelaskan tentang komplikasi kejang demam. h)
h) Mampu memahami dan menjelaskan tentang penatalaksanaan klinis kejangMampu memahami dan menjelaskan tentang penatalaksanaan klinis kejang demam.
demam. i)
i) Mampu memahami dan menjelaskan tentang pemeriksaan penunjang pada kejangMampu memahami dan menjelaskan tentang pemeriksaan penunjang pada kejang demam.
demam. j)
j) Mampu memahami dan menjelaskan tentang hasil penelitian tentang kejangMampu memahami dan menjelaskan tentang hasil penelitian tentang kejang demam.
demam. k)
k) Mampu memahami dan menjelaskan tentang asuhan keperawatan pada anakMampu memahami dan menjelaskan tentang asuhan keperawatan pada anak dengan kejang demam.
dengan kejang demam.
C.
c.
c. Apa saja etiologi dari kejang demam ?Apa saja etiologi dari kejang demam ? d.
d. Apa saja tanda dan gejala kejang demam ?Apa saja tanda dan gejala kejang demam ? e.
e. Bagaimana proses patofisiologi pada kejang demam ?Bagaimana proses patofisiologi pada kejang demam ? f.
f. Bagaimana pathway dari kejang demam ?Bagaimana pathway dari kejang demam ? g.
g. Apa saja komplikasi dari kejang demam ?Apa saja komplikasi dari kejang demam ? h.
h. Bagaimana penatalaksanaan klinis pada kejang demam ?Bagaimana penatalaksanaan klinis pada kejang demam ? i.
i. Apa saja pemeriksaan penunjang pada kejang demam ?Apa saja pemeriksaan penunjang pada kejang demam ? j.
j. Bagaimana hasil penelitian terhadap kejang demam ?Bagaimana hasil penelitian terhadap kejang demam ? k.
k. Bagaimana asuhan keperawatan pada kejang demam ?Bagaimana asuhan keperawatan pada kejang demam ?
D.
D. Metode PenulisanMetode Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini, penyusun menggunakan metode deskriptif, yaitu Dalam penyusunan makalah ini, penyusun menggunakan metode deskriptif, yaitu dengan menggambarkan dan memaparkan konsep teori dan serta asukan keperawatan dengan menggambarkan dan memaparkan konsep teori dan serta asukan keperawatan serta hasil penelitian dengan literatur yang diperoleh dari buku-buku perpustakaan, serta hasil penelitian dengan literatur yang diperoleh dari buku-buku perpustakaan, internet, dan diskusi dari kelompok.
internet, dan diskusi dari kelompok.
E.
E. Sistematika PenulisanSistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam makalah ini, sebagai berikut : Sistematika penulisan dalam makalah ini, sebagai berikut : BAB
BAB I I : : Pendahuluan Pendahuluan yang yang terdiri terdiri dari dari latar latar belakang, belakang, tujuan, tujuan, rumusan rumusan masalah,masalah, metode penulisan, dan sistematika penulisan
metode penulisan, dan sistematika penulisan BAB
BAB II II : : Tinjauan Tinjauan teori yteori yang ang terdiri terdiri dari dari definisi definisi kejang kejang demam, demam, klasifikasi, klasifikasi, etiologi,etiologi, tanda dan gejala, patofisiologi, pathway, komplikasi, penatalaksanaan klinis, tanda dan gejala, patofisiologi, pathway, komplikasi, penatalaksanaan klinis, dan pemeriksaan penunjang, hasil penelitian, asuhan keperawatan teoritis. dan pemeriksaan penunjang, hasil penelitian, asuhan keperawatan teoritis. BAB III
BAB III : Asuh: Asuhan Keperawatan an Keperawatan yang yang terdiri dari, terdiri dari, kasus, pengkasus, pengkajian, diagnosa kajian, diagnosa dandan perencanaan keperawatan, implementasi dan evaluasi.
perencanaan keperawatan, implementasi dan evaluasi. BAB
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Kejang demam adalah gangguan neurologis yanng paling sering ditemukan pada anak, hal ini terutama pada rentang usia 4 bulan sampai 4 tahun. Berbagai kesimpulan telah dibuat oleh para peneliti bahwa kejang demam bisa berhubungan dengan usia, tingkatan suhu tubuh serta kecepatan peningkatan suhu tubuh, termasuk faktor hereditas juga berperan terhadap bangkitan kejang demam lebih banyak dibandingkan dengan anak
normal (Sodikin, 2012).
Kejang demam merupakan bangkitan yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu mencapai >38-38,9˚C) dapat terjadi karena proses intracranial maupun ekstrakranial. Kejang demam dapat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu kejang demam sederhana (simple febris convulsion) biasanya berlangsung beberapa detik dan jarang sampai 15 menit, serta tidak berulang dalam 24 jam. Kejang demam komplek (complekfebris convulsion) adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit, terjadi kembali dalam waktu 24 jam. Kejang demam komplek dan kelainan structural otak berkaitan dengan peningkatan resiko terjadinyae pilepsi (Widagdo, 2008).
Kejang merupakan suatu perubahan fungsi pada otak secara mendadak dan sangat singkat atau sementara yang dapat disebabkan oleh aktifitas yang abnormal serta adanya pelepasan listrik serebral yang sangat berlebihan. Kejang demam adalah bangkitan
kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38˚C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium (Bararah & Jauhar, 2013).
Menurut Wulandari & Erawati (2016), kejang demam memberikan kelainan neorologis yang paling sering ditemukan pada anak, terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun.
Kejang demam merupakan gangguan trensien pada anak-anak terjadi bersamaan dengan demam. Keadaan ini merupakan salah satu gangguan neurologik yang paling sering di jumpai pada masa kanak-kanak dan menyerang sekitar 4% anak. Kebanyakan serangan kejang demam terjadi setelah usia 6 bulan dan biasanya sebelum usia 3 tahun dengan peningkatan frekuensi serangan pada ana-anak yang berusia kurang dari 18 bulan
Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan bahwa kejang demam merupakan gangguan neurologis yang terjadi pada anak yang terjadi akibat kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38˚C) yang biasanya terjadi pada anak dengan usia 4 bulan- 4 tahun.
B. Klasifikasi
Menurut (Ridha,2017 ; Wulandari & Erawati, 2016), kejang demam dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Kejang demam sederhana
a. Dikeluarga penderita tidak ada riwayat epilepsi
b. Sebelumnya tidak ada riwayat cedera otak oleh penyakit apapun.
c. Serangan kejang demam yang pertama terjadi antara usia 6 bulan sampai 6 tahun d. Lamanya kejang berlangsung kurang dari 20 menit.
e. Kejang tidak bersifat tonik klonik
f. Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang
g. Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurology atau abnormalitas perkembangan
h. Kejang tidak berulang dalam waktu singkat i. Tanpa gerakan fokal dan berulang dalam 24 jam. 2. Kejang demam kompleks
Kejang demam lebih dari 15 menit, kejang fokal atau parsial, kejang berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam (Wulandari & Erawati, 2016).
C. Etiologi
Menurut Ridah (2014), penyebab kejang demam yaitu: 1. Faktor genetika
Faktor keturunan dari salah satu penyebab terjadinya kejang demam, 25-50% anak yang mengalami kejang demam memiliki anggota keluarga yang pernah mengalami kejang demam.
2. Penyakit infeksi
a) Bakteri : penyakit pada traktus respiratorius, pharingitis, tonsillitis, otitis media.
b) Virus : varicella (cacar), morbili (campak), dengue (virus penyebab demam berdarah.
3. Demam
Kejang demam cenderung timbul dalam 24 jam pertama pada waktu sakit dengan demam tinggi.
4. Gangguan metabolisme
Gangguan metabolisme seperti uremia, hipoglikemia, kadar gula darah kurang dari 30 mg% pada neonatus cukup bulan dan kurang dari 20 mg% pada bayi dengan berat badan lahir rendah atau hiperglikemia.
5. Trauma
Kejang berkembang pada minggu pertama setelah kejadian cedera kepala. 6. Neoplasma, toksin
Neoplasma dapat menyebabkan kejang pada usia berapa pun, namun mereka merupakan penyebab yang sangat penting dari kejang pada usia pertengahan dan kemudian ketika insiden penyakit neoplastik meningkat.
7. Gangguan sirkulasi
8. Penyakit degeneratif susunan saraf.
D. Tanda dan gejala
Menurut Djamaludin (2010), tanda dan gejala anak yang mengalami kejang demam adalah sebagai berikut:
1. Demam
2. Saat kejang, anak kehilangan kesadaran, kadang-kadang nafas dapat berhenti beberapa saat.
3. Tubuh, termasuk tangan dan kaki jadi kaku, kepala terkulai ke belakang, disusul gerakan kejut yang kuat.
4. Warna kulit berubah pucat, bahkan dapat membiru, dan bola mata naik ke atas. 5. Gigi terkatup dan kadang disertai muntah
6. Nafas dapat berhenti beberapa saat
7. Anak dapat dapat mengontrol buang air besar dan kecil 8. Takikardia diatas 150-200x/menit
9. Pulsasi arteri melemah dan tekanan nadi mengecil yang terjadi sebagai akibat menurunnya curah jantung
2. Timbulnya kejang yang bersifat tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau kinetik. Beberapa detik setelah kejang berhenti anak tidak memberikan reaksi apapun tetapi beberapa saat kemudian anak akan tersadar kembali tanpa ada kelainan persarafan. 3. Saat kejang anak tidak berespon terhadap ransangan seperti panggilan, cahaya
(penurunan kesadaran).
E. Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium dan elektrolit lainnya kecuali ion klorida. Akibatnya konsentrasi ion kalium dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi natrium rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran di perlukan energi dan bantuan enzim NA-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel (Judha & Rahil, 2011).
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler. Ransangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri penyakit atau keturunan. Pada keadaan demam kenaikan suhu 1˚C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10 sampai 15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kallium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik (Judha & Rahil, 2011).
Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebuthan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hiposemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolis anerobik, hipotensi, artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh
meningkat yang disebabkan makin meningkatkan aktivitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat (Judha & Rahil, 2011).
Infeksi yang terjadi pada jaringan di luar kranial seperti tonsilitis, otitis media akut, bronkitis penyebab terbanyak adalah bakteri yang bersifat toksik. Toksik yang dihasilkan oleh mikroorganisme dapat menyebar keseluruh tubuh melalui hematogen maupun limfogen (Price, 2005).
Penyebaran toksik ke seluruh tubuh akan direspon oleh hipotalamus dengan menaikkan pengaturan suhu di hipotalamus sebagai tanda tubuh mengalami bahaya secara sistemik. Naiknya pengaturan suhu di hipotalamus akan meransang kenaikan suhu di bagian tubuh yang lain seperti otot, kulit sehingga terjadi peningkatan kontraksi otot (Price, 2005).
Naiknya suhu di hipotalamus, otot, kulit jaringan tubuh yang lain akan disertai pengeluaran mediator kimia seperti epinefrin dan prostaglandin. Pengeluaran mediator kimia ini dapat meransang peningkatan potensial aksi pada neuron. Peningkatan potensial inilah yang meransang perpindahan ion natrium, ion kaliun dengan cepat dari luar sel menuju kedalam sel. Peristiwa inilah yang dapat menikkan fase depolarisasi neuron dengan cepat sehingga timbul kejang (Price, 2005).
Serangan cepat itulah yang dapat menjadikan anak mengalami penurunan kesadaran, otot ekstremitas maupun bronkus juga dapat mengalami spasme sehingga anak beresiko terhadap injuri dan kelangsungan jalan nafas oleh penutupan lidah dan spasme bronkus (Price, 2005).
F. Pathway
Skema 2.1 Pathway kejang demam (Judha &Rahil, 2011) Infeksi ekstrakranial Reaksi Inflamasi Peningkatan Metabolisme Basal Suhu Hipotalamus Menin kat HIPERTERMI
Pengeluaran mediator (epinefrin & prostaglandin)
Peningkatan potensial aksi
Difusi ion kalium maupun natrium
Lepas muatan listrik
Kejang
Lidah tergigit RESIKO INJURI
Penutupan lidah dan spasme otot
GANGGUAN
VENTILASI SPONTAN RESIKO KEJANG
BERULANG
Peningkatan fase depolarisasi dan otot dengan cepat
Ekspansi paru
Input O2 menurun
Ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan O2
Peningkatan kerja pernapasan
POLA NAFAS TIDAK EFEKTIF Proses demam
G. Komplikasi
Komplikasi pada kejang demam menurut (Waskitho (2013), Garna & Nataprawira, (2005)), yaitu :
1. Kerusakan neurotransmiter
Lepasnya muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel ataupun membrane sel yang menyebabkan kerusakan pada neuron.
2. Epilepsi
Kerusakan pada daerah medial lobus temporal setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan.
3. Kelainan anatomi di otak
Serangan kejang yang berlangsung lama yang dapat menyebabkan kelainan di otak yang lebih banyak terjadi pada anak berumur 4 bulan – 5 tahun.
4. Kecacatan atau kelainan neorologis karena disertai demam. 5. Aspirasi
Lidah jatuh kebelakang yang mengakibatkan obstruksi jalan napas.
H. Penatalaksamaam Klinis
Menurut Wulandari & Erawati (2016), penatalaksanaan kejang demam yaitu : 1. Penatalaksanaa keperawatan
a. Saat terjadi serangan mendadak yang harus diperhatikan pertama kali adalah ABC (Airway, Breathing, Circulation).
b. Setelah ABC aman. Baringkan pasien ditempat yang rata untuk mencegah terjadinya perpindahan posisi tubuh kearah Danger.
c. Kepala dimiringkan dan pasang sundip lidah yang sudah dibungkus kasa.
d. Singkarkan benda-benda yang ada disekitar pasien yang bisa menyebabkan bahaya.
e. Lepaskan pakaian yang mengganggu pernapasan. f. Bila suhu tinggi berikan kompres hangat.
g. Setelah pasien sadar dan terbangun berikan minum air hangat.
2. Penatalaksanaan medis
a. Bila pasien datang dalam keadaan kejang obat utama adalah diazepam untuk membrantas kejang secepat mungkin yang diberi secara IV (intravena), IM (intra muskular), dan rektal. Dosis sesuai BB
b. Untuk mencegah edema otak, berikan kortikosteroid dengan dosis 20-30 mg/kg BB/hari dan dibagi dalam 3 dosis atau sebaiknya glukortikoid misalnya deksametazon 0,5-1 ampul setiap 6 jam.
c. Setelah kejang teratasi dengan diaz
d. epam selama 45-60 menit disuntikan antipiletik dengan daya kerja lama misalnya fenoberbital, defenilhidation diberikan secara intramuskuler. Dosis awal neonatus 30 mg: umur satu bulan-satu tahun 50 mg,umur satu tahun keatas 75mg.
I. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Pudjiadi, 2013), pemeriksaan penunjang untuk penyakit kejang demam adalah :
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada anak dengan kejang berguna untuk mencari etiologi dan komplikasi akibat kejang lama. Jenis pemeriksaan yang dilakukan bergantung pada kondisi klinis pasien. Pemeriksaan yang dianjurkan pada pasien kejang lama adalah kadar glukosa darah, elektrolit, darah perifer lengkap, dan masa protrombin. Pemeriksaan laboratorium tersebut bukan pemeriksaan rutin pada kejang demam. Jika dicurigai adanya meningitis bakterialis perlu dilakukan pemeriksaan kultur darah dan kultur cairan serebrospinal. Pemeriksaan polymerase chain reaction ( PCR) Terhadap virus herpes simpleks dilakukan pada
kasus dengan kecurigaan ensefalitis.
2. Pemeriksaan cairan serebrosphinal dilakukan untuk menegakkan atau kemungkinan terjadinya meningitis. Pada bayi kecil sering kali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi kklinisnya tidak jelas. Jika yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan fungsi lumbal, fungsi lumbal dilakukan pada :
a) Bayi usia <12 bulan sangat dianjurkan. b) Bayi berusia 12-18 bulan dianjurkan.
c) Bayi berusia >18 bulan tidak perlu dilakukan. 3. Pemeriksaan elektroenselografi (EEG)
Pemeriksaan EEG digunakan untuk mengetahui adanya gelombang epileptiform. Pemeriksaan EEG mempunyai keterbatasan, khususnya interiktal EEG. Beberapa anak tanpa kejang secara klinis ternyata memperlihatkan gambaran EEG epileptiform, sedangkan anak lain dengan epilepsi berat mempunyai gambaran interiktal EEG yang normal.Sensitivitas EEG interiktal bervariasi. Hanya sindrom epilepsi saja yang menunjukkan kelainan EEG yang khas. Abnormalitas EEG berhubungan dengan manifestasi klinis kejang, dapat berupa gelombang paku, tajam dengan/atau tanpa gelombang lambat. Kelainan
dapat bersifat umum, multifokal, atau fokal pada daerah temporal maupun frontal. Pemeriksaan EEG segera dalam 24-28 jam setelah kejang atau sleep deprivation dapat memperlihatkan berbagai macam kelainan. Beratnya kelainan EEG tidak selalu berhubungan dengan beratnya klinis. Gambaran EEG yang normal atau memperlihatkan kelainan minimal menunjukkan kemungkinan pasien terbebas dari kejang setelah obat antiepilepsi dihentikan.
J. Hasil Penelitian
1. Yulia Dasmayanti, Imran, Bakhtiar, & Tristia Rinanada. (2015). Hubungan kadar hemoglobin dengan kejang demam pada anak usia balita.
Hasil : Terdapat hubungan antara kadar hemoglobin dengan kejang demam. Sementara itu, perbedaan juga didapatkan antara kadar hemoglobin kejang demam dan demam tanpa kejang.
Implikasi : Untuk meningkatkan hemoglobin anak dengan cara transfusi darah merah. Transfusi merupakan metode utama untuk meningkatkan hemoglobin pada kondisi tubuh, dimana tubuh yang tidak dapat membuat hemoglobin dengan baik. 2. Nurhayati, H.K,Fepi Susilawati & Gustop Amatiria. (2017). Faktor-faktor yang
berpengaruh dengan kejadian kejang demam pada pasien anak di rumah sakit dalam wilayah Provinsi Lampung.
Hasil : Penelitian ini menyimpulkan bahwa ada 3 (tiga) faktor yang berpengaruh dengan kejadian kejang demam yaitu pengukuran suhu tubuh di rumah, mempunyai riwayat demam, dan pemberian obat anti kejang di rumah sakit. Selanjutnya terdapat 5 faktor yang tidak berpengaruh terhadap kejang demamm
Implikasi : Faktor kejang demam dari keturunan dan usia enam bulan sampai lima tahun lebih berisiko terkena kejang demam. Perawat melakukan pemberian informasi yaitu informasi yang sesuai dengan perawatan kejang demam di rumah dan upaya penurunan suatu suhu tubuh di rumah.
3. Rofiqoh. (2014). Tingkat kecemasan ibu pada anak kejang demam.
Hasil : Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka didapatkan kesimpulan bahwa sebagian besar ibu pada anak yang mengalami kejang demam mengalami cemas berat.
Implikasi : Melakukan pendidikan kesehatan kepada ibu untuk memberikan dan mengajarkan bagaimana cara pertolongan pertama saat berada di rumah jika panas anak mulai meningkat berikan obat penurun panas dan segera bawa ke rumah sakit.
4. Erfiani Mail (2017). Penatalaksanaan Kejang Demam pada Anak di Poli Anak Rumah Sakit Bhayangkara Surabaya.
Hasil : Berdasarkan hasil penelitian pengetahuan ibu tentang penatalaksanaan awal kejang demam di Poli Anak Rumah Sakit Bhayangkara Surabaya pada tanggal 18 Februari- 5 Maret 2011 dapat di simpulkan bahwa paling banyak responden mempunyai pengetahuan baik yaitu 16 responden (47%).
Implikasi : Lakukan diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB bolus pelan 1-2 mg/menit (3-5 menit), dosis maksimal 20 mg, kemudian berikan diazepan rektal 0,5-0,75 mg/kgBB atau 5 mg atau BB<10 kh dan 10 mg untuk BB>10 kg, pemberian diazepam rektal dapat diulang selama dua kali dengan interval 5 menit. 5. Sri Haryani, Eka Adimayanti, Ana Puji Astuti. (2018). Pengaruh Tepid sponge terhadap penurunan suhu tubuh pada anak pra sekolah yang mengalami kejang demam di RSUD Ungaran.
Hasil : Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil yang menunjukkan sebagian usia responden pada umur 4-5 tahun (50%). Sebelum dilakukan Tepid sponge suhuh berada pada 38-39˚C. Setelah dilakukan tepid sponge didapatkan hasil suhu berada pada 37-38˚C. Setelah dilakukan kompres biasa menunjukkan bahwa sebagian besar pada suhu 38-39˚C. Jadi pemberian kompres water tepid sponge berpengaruh terhadap penurunan suhu.
Implikasi : Pemberian kompres water tepid sponge berpengaruh untuk penurunan, anjurkan kepada orang tua untuk memberikan kompres water tepid sponge anak
yang mengalami demam untuk mencegah peningkatkn serta menurunkan suhu tubuh.
6. Arie Kusumo Dewi. (2016). Perbedaan penurunan suhu tubuh antara pemberian kompres air hangat dengan tepid sponge bath pada anak demam.
Hasil : Berdasarkan hasil penelitian bahwa ada perbedaan yang signifikan, antara suhu tubuh sebelum dilakukan kompres air hangat dengan suhu sesudah dilakukan kompres air hangat. Ada perbedaan yang signifikan, antara suhu sebelum dilakukan tepid sponge bath dengan suhu sesudah dilakukan tepid sponge bath. Ada perbedaan penurunan suhu tubuh antara kompres air hangat dan tepid sponge bath pada ank demam di ruang Hijr Ismail RSI A Yani Surabaya.
Implikasi : Lakukan kompres air hangat dengan tepid sponge bath akan ada penurunan suhu tubuh sebelumnya. Metode ini efektif untuk penurunan suhu agar tidak terjadi kejang demam. Perawat dapat juga mengajarkan tehnik ini kepada ibu agar dapat dilakukan di rumah.
K. Asuhan Keperawatan
Menurut Wong (2009), asuhan keperawatan pada anak dengan kejang yaitu : 1. Pengkajian
a. Anamesis
1) Identitas Pasien
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir, umur, tempat lahir, asal suku bangsa, agama, nama orang tua. Pekerjaan orang tua, penghasilan orang tua.
2) Riwayat Kesehatan a) Keluhan utama
Biasanya anak mengalami peningkatan suhu tubuh kurang dari 38,0˚C Pasien mengalami kejang dan bahkan pada pasien dengan kejang demam kompleks biasanya mengalami penurunan kesadaran.
b) Riwayat penyakit sekarang
(1) Riwayat perkembangan anak : biasanya pada pasien dengan kejang demam kompleks mengalami gangguan keterlambatan perkembangan dan intelegensi pada anak serta mengalami
kelemahan pada anggota gerak (hemifarise).
(2) Riwayat imunisasi : biasanya anak dengan riwayat imunisasi tidak lengkap rentan tertular penyakit infeksi atau virus seperti virus influenza.
(3) Riwayat nutrisi
Saat sakit, biasanya anak mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan muntahnya.
b. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum biasanya anak rewel dan kesadaran compos mentis 2) TTV :
Suhu : Biasanya kurang dari > 38,0˚ C
Respirasi : Pada usia 2 - < 12 bulan : biasanya > 49 kali/menit pada usia 12 bulan sampai < 5 tahun: biasanya > 40 kali/menit.
Nadi : Biasanya kurang dari 100 x/i 3) BB
Biasanya pada anak dengan kejang demam tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
4) Kepala
Biasanya tampak simetris dan tidak ada kelainan yang tampak 5) Mata
Biasanya simetris kiri kanan, sklera tidak ikterik, konjungtiva anemis.
6) Mulut dan lidah
Biasanya mukosa bibir tampak kering, tonsil hiperemis, lidah tampak kotor.
7) Telinga
Biasanya bentuk simetris kiri kanan, normalnya pili sejajar dengan katus mata, keluar cairan, terjadi gangguan pendengaran yang bersifat sementara, nyeri tekan mastoid.
Biasanya penciuman baik, tidak ada pernafasan cuping hidung,bentuk simetris, mukosa hidung berwarna merah muda
9) Leher
Biasanya terjadi pembesaran KGB 10) Dada
a) Thoraks
(1) Inspeksi, biasanya gerakan dada simetris, tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan
(2) Palpasi, biasanya vremitus kiri kanan sama
(3) Auskultasi, biasanya ditemukan bunyi napas tambahan seperti ronkhi.
b) Jantung
Biasanya terjadi penurunan atau peningkatan denyut jantung I : Ictus cordis tidak terlihat
P : Ictus cordis di SIC V teraba
P : Batas kiri jantung disekitar ruang intercosta III-IV kanan, dilinea parasternalis kanan, batas atasnya di ruang intercosta II kanan linea parasternalis kanan.
A : BJ II lebih lemah dari BJ I 11) Abdomen
Biasanya lemas dan datar, kembung 12) Anus
Biasanya tidak terjadi kelainan pada genetalia anak 13) Ekstermitas
a) Atas : Biasanya tonus otot mengalami kelemahan, CRT > 2 detik, akral dingin.
b) Bawah : Biasanya tonus otot mengalami kelemahan, CRT > 2 detik, akral dingin.
c. Penilaian tingkat kesadaran
1) Compos Mentis, yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertannyaan tentang keadaan sekelilingnya, nilai :
3) Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, te,pat, waktu ), memberontak, berteriak-teriak, berhalisinasi kadang berhayal, nilai GCS : 11-10.
4) Somnolen, yaitu kesadaran menurun, respon psikomotori yang lambat, mudah tertidur namun kesadaran dapat pulih bila di rangsang ( mudah di bangunkan ) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberikan jawaban verbal, nilai GCS : 9-7.
5) Stupor, yaitu kesadaran seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri, nilai GCS : 6-4.
6) Coma, yaitu tidak bias dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apaun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya), nilai GCS : ≤ 3 d. Penilai kekuatan otot
Penilaian Kekuatan Otot
Respon Skala
Kekuatan otot tidak ada 0
Tidak dapat di gerakan, tonus otot ada 1
Dapat di gerakan, mampu terangkat sedikit 2 Terangkat sedikit < 45̊, tidak mampu melawan gravitasi 3 Bias terangkat, bisa melawan gravitasi namun tidak
mampu melawan tahanan pemeriksa, gerakan tidak terkondinasi
4
Kekuatan otot normal 5
Table 2.2
( Sumber : Wijaya dan yessi, 2013 ) e.
f. Pemeriksaan penunjang
2. Kemungkinan diagnosa keperawatan yang akan muncul
b) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan gangguan neurologis atau kejang.
c) Resiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan gangguan kejang. d) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi
perfusi.
e) Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan sirkulasi otak.
f) Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran
3. Intervensi Keperawatan
No Nanda NIC
1. Hipertermia
Batasan karakteristik a. Apnea
b. Bayi tidak dapat
mempertahankan menyusu c. Gelisah
d. Hipotensi
e. Kulit kemerahan f. Kulit terasa hangat g. Latergi h. Kejang i. Koma j. Stupor k. Takikardia l. Takipnea m. Vasodilatasi
Faktor yang berhubungan a. Peningkatan laju metabolisme b. Penyakit
c. Sepsis
Perawatan demam
1. Pantau suhu dan tanda-tanda vital lainya
2. Monitor warna kulit dan suhu
3. Monitor asupan dan keluaran, sadari perubahan kehilangan cairan yang tak dirasakan
4. Beri obat atau cairan IV
5. Tutup pasien dengan selimut atau pakaian ringan
6. Dorong konsumsi cairan
7. Fasilitasi istirahat, terapkan pembatasan aktivitas jika di perlukan
8. Berikan oksigen yang sesuai 9. Tingkatkan sirkulasi udara Pengaturan suhu
1. Monitor suhupaling tidak setiap 2 jam sesuai kebutuhan
adekuat
4. Berikan pengobatan antipiretik sesuai kebutuhan.
Manajemen pengobatan
1. Tentukan obat apa yang di perlukan, dan kelola menurut resep
dan/atau protocol
2. Monitor efektivitas cara pemberian obat yang sesuai.
Manajemen kejang
1. Pertahankan jalan nafas
2. Balikkan badan pasien ke satu sisi 3. Longgarkan pakaian
4. Tetap disisi pasien selama kejang 5. Catat lama kejang
2. Ketidakefektifan pola napas
Batasan Karakteristik a. Bradipnea
b. Dispnea
c. Penggunaan otot bantu penapasan
d. Penurunan kapasitas vital e. Penurunan tekanan ekspirasi f. Penurunan tekanan inpsirasi g. Pernapasan bibir
h. Pernapasan cuping hidung i. Pola nafas abnormal
j. Takipnea.
Faktor yang berhubungan a. Cedera medulla spinalis b. Gangguan neurologis
c. Nyeri
Terapi oksigen
1. Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea dengan tepat
2. Pertahankan kepatenan jalan nafas 3. Berikan oksigen tambahan seperti
yang diperintahkan 4. Monitor aliran oksigen
5. Periksa perangkat pemberian oksigen secara berkala untuk memastikan bahwa kosentrasi yang telah di tentukan sedang diberikan
6. Pastikan penggantian masker oksigen/kanul nasal setiap kali perangkat diganti
7. Pantau adanya tanda-tanda keracunan oksigen dan kejadian atelektasis.
Monitor neurologi
1. Pantau ukuran pupil, bentuk kesimetrisan dan reaktivitas
2. Monitor tingkat kesadaran 3. Monitor GCS
4. Monitor status pernapasan. Monitor tanda-tanda
Vital
1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR 2. Catat adanya fluktuasi tekanan
darah
3. Monitor kualitas nadi
4. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
5. Monitor suara paru
6. Monitor pola pernapasan abnormal
7. Monitor suhu, warna, dan kelembapan kulit.
3. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan
Stimulasi Tumbuh Kembang
1. Kaji tingkat tumbuhkembang anak
2. Ajarkan untuk intervensi dengan terapi rekreasi dan aktifitas
3. Berikan aktivitas yang sesuai, menarik, dan dapat dilakukan oleh anak
4. Rencanakan bersama anak aktivitas dan sasaran yang memberikan kesempatan untuk
stimulasi tumbuh kembang anak pada keluarga
Manajemen nutrisi
1. Kaji adanya alergi makanan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan 3. Nutrisi yang dibutuhkan pasien. 4. Anjurkan pasien untuk
meningkatkan intake Fe
5. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
6. Berikan substansi gula
7. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
8. Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
10. Berikan informasi
11. Tentang kebutuhan nutrisi 4 Gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan
ketidakseimbangan ventilasi
Monitor vital sign Tindakan keperawatan
1. Memonitor tekanan darah, nadim suhu, dan status pernapasan
2. Memonitor denyut jantung 3. Memonitor suara paru-paru 4. Memonitor warna kulit 5. Menilai CRT
Monitor Pernapasan Tindakan keperawatan:
1. Memonitor tingkat irama, kedalaman, dan respirasi
2. Memonitor gerakan dada 3. Monitor bunyi pernapasan 4. Asukultasi bunyi paru
5. Memonitor dyspne dan hal yang meningkatkan dan memperburuk 5 Ketidakefektifan perfusi jaringan
perifer
Terapi oksigen
1. Monitor kemampuan pasien dalam mentoleransi kebutuhan oksigen saat makan
2. Observasi cara masuknya oksigen yang menyebabkan hipoventilasi 3. Monitor perubahan warna kulit
pasien
4. Monitor posisi pasien untuk membantu masuknya oksigen
5. Memonitor penggunaan oksigen saat pasien beraktivitas
Menajemen sensasi perifer
1. Memonitor perbedaan rasa tajam, tumpul, panas, atau dingin
2. Monitor adanya mati rasa, rasa geli 3. Diskusikan tentang adanya
kehilangan sensasi atau perubahan sensasi
4. Minta keluarga untuk memantau perubahan warna kulit setiap hari
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Kasus
Seorang anak laki-laki berusia 3 tahun dirawat dengan keluhan demam tinggi selama 3 hari, kejang dengan durasi sekitar 3-5 menit, dan malas makan dan minum. Hasil pengkajian klien tampak lemah, suhu 39,5˚C, nadi 112 x/m, pernafasan 14 x/m.
Mukosa bibir pasien tampak kering dan pucat. Klien mendapat terapi antipiretik.
B. Pengkajian Data Subjektif :
1. Keluarga mengatakan An. A demam tinggi selama 3 hari
2. Keluarga mengatakan mengalami kejang dengan durasi sekitar 3-5 menit 3. Keluarga mengatakan An.A malas makan dan minum
Data Objektif :
1. Pasien tampak lemah 2. Suhu 39,5˚C
3. Nadi 112x/menit 4. Pernafasan 14x/m
5. Mukosa bibir tampak kering 6. Pucat
C. Analisa Data
No Data Fokus Diagnosa keperawatan
1 Ds:
Keluarga mengatakan demam tinggi selama 3 hari
Keluarga mengatakan An.A mengalami kejang sekitar 3-5 menit
Do:
Sudah diberikan obat antipiretik
2 Ds:
Keluarga mengatakan An. A tidak mau minum
Keluarga mengatakan An.A tidak mau makan Do:
Pasien tampak lemah Mukosa bibir tampak
kering
Resiko kekurangan volume cairan
3 DO :
RR : 14x/m
Mukosa bibir tampak pucat
Ketidakefektifan pola napas
D. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi b.d infeksi bakteri virus dan parasit.
2. Resiko kekurangan volume cairan b.d asupan cairan yang tidak adekuat. 3. Ketidakefektifan pola napas b.d ganguan neurologis atau kejang.
E. Perencanaan
No Diagnosa Intervensi
1 Hipertermi b.d infeksi bakteri virus dan parasit.
1. Monitor dan pantau TD, nadi dan Pernapasan
2. Berikan Tappid Water Sponge 3. Monitor suhu setiap 2 jam sekali
4. Kompres pasien menggunakan air hangat pada bagian ubun-ubun, axilla, perut, leher, dan lipat paha
5. Sesuaikan lingkungan pasien
6. Anjurkan keluarga klien untuk memberikan pakaian yang tipis yang
dapat menyerap keringat
7. Tingkatkan istirahat yang cukup
8. Kolaborasi pemberian cairan intravena 9. Berikan antipiretik
2 Resiko kekurangan volume cairan b.d asupan cairan yang tidak adekuat.
1. Pantau warna, jumlah dan frekuensi kehilangan cairan
2. Identfikasikan faktor pengaruh terhadap bertambah buruknya dehidrasi (mis;
demam)
3. Pantau hasil laboratorium yang relevan dengan keseimbangan cairan
4. Pantau status dehidrasi (mis; kelembapan membran mukosa, keadekuatan nadi, dan tekanan darah ortostatik)
5. Berikan minum air putih yang banyak untuk mencegah dehidrasi
6. Kolaborasi pemberikan cairan IV (intravena)
3 Ketidakefektifan pola napas b.d ganguan neurologis
atau kejang.
1. Monitor TTV (suhu, TD, pernapasan dan nadi)
2. Monitor status pernapasan
3. Pantau pola pernapasan (bradipnea, takipnea, hiperventilasi)
4. Pantau tingkat kegelisahan, ansietas 5. Anjurkan tehnik relaksasi untuk
memperbaiki pola napas (dengan tehnik pernapasan bibir mencucu dan pernapasan terkontrol)
6. Berikan terapi oksigen 7. Atur posisi pasien
F. Implementasi No.
Dx
Hari/Tangg
al/ Jam Implementasi Respon TTD
1 Rabu, 31 Oktober 2018. 09.0 WIB 09.20 WIB 10.00 WIB 10.10 WIB 10.10 WIB 12.00 WIB Mengukur suhu , TD,
nadi dan pernapasan pasien (suhu monitor
setiap 2 jam). Mengajarkan ibu pasien cara TWS. Memberikan terapi PCT. Anjurkan menggunakan pakaian yang tipis.
Memperbanyak istirahat. Mengukur suhu tubuh S: 39,5˚C N: 112x/menit RR: 14x/menit Ibu pasien mengatakan sudah paham dan akan
melakukan TWS saat anaknya demam tinggi. Ibu pasien mengatakan An.A masih demam muncul pada malam hari Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya sudah diberikan pakaian yang tipis. Ibu mengatakan bahwa anaknya sudah mengurangi aktivitas dan memperbanyak istirahat. S: 38˚C 2 Rabu, 31 Oktober 2018 Memberikan cairan IV. Mengukur TTV Sudah terpasang infus S: 39,5˚C
09.00 WIB 09.10 WIB 10.00 WIB
10.10 WIB
10.15 WIB
pasien (suhu, nadi TD dan pernapasan). Memonitor pengaruh faktor dehidrasi. Memonitor status dehidrasi anak. Anjurkan untuk mengkonsumsi air minum yang banyak.
N: 112x/menit RR: 14x/m Ibu pasien mengatakan anaknya demam. Mukosa bibi pasien kering. Ibu pasien mengatakan sudah memberikan anaknya minum banyak. 3 Rabu, 31 Oktober 2018 09.00WIB 09.15 WIB 09.25 WIB 10.00 WIB 10.15 WIB Mengukur TTV
(suhu, nadi, TD dan pernapasan)
Memonitor status
pernapasan
Mengajarkan orang
tua pasien tehnik relaksasi pola pernapasan untuk mengurangi sesak Kolaborasi pemberian terapi oksigen
Anjurkan posisi semi
fowler S: 39,5˚C N: 112x/menit RR: 14x/m Pasien tampak sesak Ibu pasien mengatakan akan melakukan tehnik pola napas Pasien sudah terpasang alat bantu oksigen, sesak berkurang Ibu pasien mengatakan An.A setelah diberikan posisi duduk semi fowler merasa
1 Kamis, 1 November 2018 07.30 WIB 07.45 WIB 10.00 wib 13.00 WIB Mengukur suhu. Mengevaluasi pemahaman ibu tentang TWS Memberikan terapi PCT. Memberikan pendidikan kesehatan tentang kejang demam S: 37˚C Ibu pasien mengatakan belum melakukan TWS karena An.A tidak mengalami demam. Ibu pasien mengatakan An.A tidak mengalami demam. Ibu mengatakan paham menangani kejang demam. 2 Kamis, 1 November 2018 07.30 WIB 07.35 WIB 08.15 WIB 08.30 WIB Mengukur suhu Memonitor pengaruh faktor dehidrasi. Memonitor status dehidrasi anak. Mengevaluasi ibu
apakah An.A sudah diberikan air minum yang banyak. S: 37˚C Ibu pasien mengatakan An. A sudah tidak demam. Ibu pasien mengatakan
mukosa bibir An.A masih kering.
Ibu pasien
mengatakan masih kurang minum air.
3 Kamis. 1 November 2018 07.30 WIB 07.50 WIB Mengukur TTV
(suhu, nadi, TD dan pernapasan) Memonitor status pernapasan S: 37˚C N: 112x/m RR: 16x/m Ibu pasien mengatakan AN.A
09.00 WIB Mengajarkan orang
tua pasien tehnik relaksasi pola pernapasan untuk mengurangi sesak Kolaborasi pemberian terapi oksigen
Anjurkan posisi semi
fowler masih mengalami sesak Ibu pasien mengatakan sudah melakukan tehnik relaksasi pola napas, sehingga sesak berkurang Pasien sudah terpasang alat bantu oksigen, sesak berkurang Ibu pasien mengatakan An.A setelah diberikan posisi duduk semi fowler merasa nyaman dan dapat mengurangi sesak 1 Jumat, 2 November 2018 07.30 WIB 07.45 WIB 10.00 WIB Mengukur suhu. Mengevaluasi pemahaman ibu tentang WSD Memberikan pendidikan kesehatan tentang penangan kejang demam S: 36,5˚C
Ibu pasien dapat
mempraktekkan cara TWS.
Ibu pasien dapat
menjelaskan kembali penanganan kejang demam. 2 Jumat, 2 November 2018 Mengukur suhu Memonitor status dehidrasi anak. S: 36˚C Ibu pasien mengatakan bahwa
08.00 WIB Mengevaluasi ibu
apakah An.A sudah diberikan air minum yang banyak.
Ibu pasien
mengatakan An.A sudah mau minum air putih yang banyak. 3 Jumat, 2 November 2018 07.30 WIB 07.40 WIB 08.15 WIB
Mengukur suhu dan
pernapasan Memonitor status pernapasan Mengevaluasi pemahaman ibu terkait tehnik relaksasi pada pola pernapasan 36,5˚C RR: 22x/m Ibu pasien mengatakan An.A tidak mengalami sesak
Ibu pasien dapat
mempraktekkan tehnik relaksasi dengan benar G. Evaluasi No. Dx Hari/Tanggal/ Jam SOAP TTD 1 Rabu, 31 Oktober 2018 14.00 WIB
S: Ibu pasien mengatakan An.A sudah tidak mengalami demam, namun demam mumcul ketika malam hari, ibu pasien mengatakan sudah paham dengan tehnik cara TWS.
O: S: 39,5˚C N: 112x/menit
RR: 14x/menit, ketika ibu pasien ditanya tentang penanganan kejang demam beliau tampak kebingungan.
A: Masalah hipotermi belum teratasi
P: lanjutkan intervensi (monitor suhu tubuh, ajarkan tehnik TWS dan berikan pendidikan kesehatan tentang penanganan kejang demam) 2 Rabu, 31
Oktober 2018 14.00 WIB
S: Ibu pasien mengatakan An.A masih tidak mau minum air yang banyak dan tidak mau makan
O: pasien tampak lemah, mukosa bibir kering
A: Masalah resiko kekurangan cairan belum teratasi
P: lanjutkan intervensi (monitor tanda dehidrasi)
3 Rabu, 31 Oktober 2018 14.00 WIB
S:
-O: RR:112x/menit, tampak pucat A: Masalah ketidakefektifan pola napas belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi (ajarkan tehnik relaksasi dan pemberian alat bantu oksigen jika anak kembali
sesak) 1 Kamis, 1
November 2018
14.00 WIB
S: Ibu pasien mengatakan An.A sudah tidak demam, ibu pasien mengatakan tidak melakukan TWS karena anak tidak mengalami
demam. O:S: 37˚C,
A: Masalah hipertermi teratasi P: Lanjutkan intervensi (berikan pendidikan kesehatan kejang
2018
14.00 WIB
An.A masih kurang minum air O: Mukosa bibir tampak kering. A: Masalah resiko kekurangan cairan belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi 3 Kamis, 1
November 2018
14.00 WIB
S: Ibu mengatakan An.A ada mengalami sesak.
O: S: 37˚C, N: 112x/m, RR: 16x/m, pasien masih tampak pucat
A: Masalah ketidakefektifan pola napas belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi (pantau pernapasan, lakukan relaksasi dan pemberian terapi oksigen)
1 Jumat, 2 November
2018
14.00 WIB
S: Ibu pasien mengatakan An.A sudah tidak demam
O: S: 36,5˚C
A: Masalah hipotermi teratasi P: Hentikan intervensi
2 Jumat, 2 November
2018
14.00 WIB
S: Ibu pasien mengatakan An.A sudah mau minum air yang banyak. O: Mukosa tampak lembab, tidak tampak lemas
A: Masalah resiko kekurangan cairan teratasi P: Hentikan Intervensi 3 Jumat, 2 November 2018 14.00 WIB
S: Ibu pasien mengatakan An.A tidak mengalami sesak
O: RR: 22x/m A: Masalah teratasi P: Hentikan intervensi
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa kejang demam merupakan gangguan neurologis yang terjadi pada anak yang terjadi akibat kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38˚C) yang biasanya terjadi pada anak dengan usia 4 bulan- 4 tahun.
Diagnosa yang dapat di ambil dari kasus di atas Hipertermi b.d infeksi bakteri virus dan parasit dan resiko kekurangan volume cairan b.d asupan cairan yang tidak adekuat. Diagnosa utama pada kasus d atas adalah hipertermi.
Hasil penelitian pada kasus kejang demam didapatkan hasil yang menunjukkan sebagian usia responden pada umur 4-5 tahun (50%), didapatkan hasil suhu berada pada 37-38˚C,terdapat hubungan anatara kadar hemoglobin dengan kejang demam. Ada3 (tiga) faktor yang berpengaruh dengan kejadian kejang demam yaitu pengukuran suhu tubuh di rumah, mempunyai riwayat demam, dan pemberian obat anti kejang di rumah sakit.Sebagian besar ibu pada anak yang mengalami kejang demam mengalami cemas berat.Ada hubungan yang signifikan anatara pengetahuan ibu dengan penatalaksanaan kejang demam. Pada kejang demam bisa berian kompres water tepid sponge berpengaruh terhadap penurunan suhu.
B. Saran
Perawat berperan dalam memberikan pengarahan kepada keluarga tentang penyakit kejang demam dan memberikan serta menjelaskan bagaimana cara penanganan pada anak yang mengalami kejang demam.sehingga dapat meningkatkan
kesehatan optimal si anak.
Bagi orangtua pasien sebaiknya sering memeriksakan kondisi anaknya secara rutin sehingga dapat membantu mengurangi resiko terjadinya kejang demam. Dan memperoleh informasi terkait penanganan awal jika si anak mengalami kejang demam.
DAFTAR PUSTAKA
Bararah, T., & Jauhar, M. (2013). Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap Menjadi Perawat Profesional . Jakarta: Prestasi Pustakaraya.
Dasmayanti, Y., Anidar., Imran., Bakhtiar., & Rinanda, T. (2015). Sari Pediatri. Hubungan Kadar Hemoglobin Dengan Kejang Demam Pada Anak Usia Balita, Vol 6, 351-355.
Dewi, A.k. (2016). Jurnal Keperawatan Muhammadiyah. Perbedaan Penurunan Suhu Tubuh Antara Pemberian Kompres Air Hangat dengan Tepid Sponge Bath pada Anak Demam. 63-71.
Donna, L.W.(2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong . Jakarta: EGC.
Harjaningrum, A. (2011). Smart Patient: Menghapus Rahasia Menjadi Pasien Cerdas. Jakarta: PT Lingkar Pena Kreativa.
Judha, M., & Rahil, H.N. (2011). Sistem Persyarafan dalam Asuhan Keperawatan. Yogyakarta : Gosyen Publishing.
Kakalang, J.P., Masloman, N., & Manoppo, J.I.Ch. (2016). Jurnal e-Clinic (eCl). Profil kejang Demam di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado, Vol 4.
Langging, A., Wahyuni, T.D., & Sutriningsih, A. (2018). Nursing News. Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Dengan Penalataksanaan Kejang Demam Pada Balita di Posyandu Anggrek Tlogomas Wilayah Kerja Puskesmas Dinoyo Kota Malang, Vol.3, 643-652.
Lumbatobing.(2007). Kejang Demam Febrile Convulsions. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.Mail, E. (2017). Hospital Majapahit. Penatalaksanaan Awal Kejang Demam Pada Anak di Poli Anak Rumah Sakit Bhayangkara Surabaya, Vol 9, 97-108.
Mohammadi, M. (2010). Febrile seizures: Four Steps Alogarithmic Clinical Approach. Iranian Journal of Pediatrics, Vol 20 (No 1), page 5-15.
Mail, E. (207). Hospital Majapahit. Penatalaksanaan Kejang Demam Pada Anak di Poli Anak Rumah Sakit Bhayangkara Surabaya, Vol.9, 97-108.
Nurhayati, H.K., Susilawati, F., & Amatiria, G. (2017). Jurnal Keperawatan. Faktor- Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Kejang Demam Pada Pasien Anak di Rumah Sakit dalam Wilayah Porvinsi Lampung , Vol 9, 94-102.
Pudjiaji, A.H., Latief, A., & Budiwardhana, Novik. (2013). Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat . Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Ridha, N.H. (2017). Buku Ajar Keperawatan Anak . Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Riyadi, S., & Sukirman. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Anak . Yogyakarta: Graha Ilmu.
Rofiqoh. (2014). Jurnal Ilmu Kesehatan. Tingkat Kecemasan Ibu Pada Anak Kejang Demam, Vol. VI.
Sodikin. (2012). Prinsip Perawatan Demam Pada Anak . Yogyakarta: Graha Ilmu.
Soetomenggolo, T.S.(2007). Kejang Demam. Jakarta : BP IDA
Waskitho, P. A. (2013). Asuhan Keperawatan Hipertermi. Jakarta: Sakemba Medika.
Widagdo. (2012). Masalah Dan Tatalaksana Penyakit Anak Demam. Jakarta : Seto Sagung