• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gadar 3 Kejang Demam LP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Gadar 3 Kejang Demam LP"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

KEGAWATDARURATA

KEGAWATDARURATAN PASIEN N PASIEN DENGANDENGAN KEJANG DEMAM SEDERHANA (KDS) KEJANG DEMAM SEDERHANA (KDS)

Oleh: Oleh:

I GUSTI AYU ARI DEWI I GUSTI AYU ARI DEWI

NIM. PO7120214037 NIM. PO7120214037 D-IV KEPERAWATAN D-IV KEPERAWATAN

ANGKATAN II, TINGKAT IV, SEMESTER VII ANGKATAN II, TINGKAT IV, SEMESTER VII

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN JURUSAN KEPERAWATAN

TAHUN 2017 TAHUN 2017

(2)
(3)

I. Konsep Dasar Teori Kejang Demam I. Konsep Dasar Teori Kejang Demam A.

A. DefenisiDefenisi

Kejang demam adalah serangan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu Kejang demam adalah serangan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38°C). Kondisi yang menyebabkan kejang demam tubuh (suhu rektal di atas 38°C). Kondisi yang menyebabkan kejang demam antara lain : infeksi yang mengenai jaringan ekstrakranial seperti tonsilitis, otitis antara lain : infeksi yang mengenai jaringan ekstrakranial seperti tonsilitis, otitis media akut, bronkitis (Riyadi, Sujono & Sukarmin, 2009).

media akut, bronkitis (Riyadi, Sujono & Sukarmin, 2009).

Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38°C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. tubuh (suhu rektal diatas 38°C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Penyebab demam terbanyak adalah infeksi saluran pernapasan bagian atas disusul Penyebab demam terbanyak adalah infeksi saluran pernapasan bagian atas disusul infeksi saluran pencernaan. Insiden terjadinya kejang demam terutama pada infeksi saluran pencernaan. Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir3% dari anak yang berumur golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir3% dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering di bawah 5 tahun pernah menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki dari pada perempuaan. Hal tersebut disebabkan karena didapatkan pada laki-laki dari pada perempuaan. Hal tersebut disebabkan karena  pada wanita

 pada wanita didapatkan maturasi didapatkan maturasi serebral serebral yang lebih cepat yang lebih cepat dibandingkan laki-lakidibandingkan laki-laki (Judha & Rahil, 2011).

(Judha & Rahil, 2011).

Pada saat mengalami kejang, anak akan terlihat aneh untuk beberapa saat, Pada saat mengalami kejang, anak akan terlihat aneh untuk beberapa saat, kemudian kaku, dan memutar matanya. Anak tidak responsif untuk beberapa kemudian kaku, dan memutar matanya. Anak tidak responsif untuk beberapa waktu, nafas akan terganggu, dan kulit akan tampak lebih gelap dari biasanya. waktu, nafas akan terganggu, dan kulit akan tampak lebih gelap dari biasanya. Setelah kejang, anak akan segera normal kembali. Serangan kejang pada penderita Setelah kejang, anak akan segera normal kembali. Serangan kejang pada penderita kejang demam dapat terjadi satu, dua, tiga kali atau lebih selama satu episode kejang demam dapat terjadi satu, dua, tiga kali atau lebih selama satu episode demam. Jadi, satu episode kejang demam dapat terdiri dari satu, dua, tiga atau demam. Jadi, satu episode kejang demam dapat terdiri dari satu, dua, tiga atau lebih serangan kejang.

lebih serangan kejang.

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kejang demam Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang sering adalah bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang sering dijumpai pada anak usia di bawah umur 5 tahun.Dari pengertian diatas maka dijumpai pada anak usia di bawah umur 5 tahun.Dari pengertian diatas maka  penulis

 penulis menyimpulkan menyimpulkan bahwa bahwa yang yang di di maksud maksud kejang kejang demam demam adalah adalah perubahanperubahan  potensial listrik cerebr

 potensial listrik cerebral yang berlebihan akibat kenaikan al yang berlebihan akibat kenaikan suhu dimana suhu rectalsuhu dimana suhu rectal diatas 38°C sehingga mengakibatkan renjatan kejang yang biasanya terjadi pada diatas 38°C sehingga mengakibatkan renjatan kejang yang biasanya terjadi pada anak dengan usia 3 bulan sampai 5 tahun.

anak dengan usia 3 bulan sampai 5 tahun.

B.

(4)

Kejang demam dibagi menjadi 2 golongan. Terdapat perbedaan kecil dalam Kejang demam dibagi menjadi 2 golongan. Terdapat perbedaan kecil dalam  penggolongan

 penggolongan tersebut, tersebut, menyangkut menyangkut jenis jenis kejang, kejang, tingginya tingginya demam, demam, usiausia  penderita,

 penderita, lamanya lamanya kejang kejang berlangsung, berlangsung, gambaran gambaran rekaman rekaman otak, otak, dan dan lainnyalainnya (Lumbantobing, 2004).

(Lumbantobing, 2004).

1. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure) Adapun ciri-ciri kejang 1. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure) Adapun ciri-ciri kejang

demam sederhana antara lain : demam sederhana antara lain :

a.

a. Berlangsung singkat (< 15 menit)Berlangsung singkat (< 15 menit)  b.

 b. Menunjukkan tanda-tanda kejang tonik dan atau Menunjukkan tanda-tanda kejang tonik dan atau klonik.klonik. c.

c. Kejang hanya terjadi sekali / tidak berulang dalam 24 jam.Kejang hanya terjadi sekali / tidak berulang dalam 24 jam.

2. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure) Adapun ciri-ciri kejang 2. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure) Adapun ciri-ciri kejang

demam kompleks antara lain : demam kompleks antara lain :

a.

a. Berlangsung lama (> 15 menit).Berlangsung lama (> 15 menit).  b.

 b. Menunjukkan tanda-tanda kejang fokal yaitu kejang yang hanyaMenunjukkan tanda-tanda kejang fokal yaitu kejang yang hanya melibatkan salah satu bagian tubuh.

melibatkan salah satu bagian tubuh. c.

c. Kejang berulang/multipel atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.Kejang berulang/multipel atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam. d.

d. Kejang tonik yaitu serangan berupa kejang/kaku seluruh tubuh. KejangKejang tonik yaitu serangan berupa kejang/kaku seluruh tubuh. Kejang klonik yaitu gerakan menyentak tiba-tiba

klonik yaitu gerakan menyentak tiba-tiba pada sebagian anggota tubuh.pada sebagian anggota tubuh.

C.

C. EtiologiEtiologi

Etiologi dari kejang demam masih tidak diketahui. Namun pada sebagian Etiologi dari kejang demam masih tidak diketahui. Namun pada sebagian  besar

 besar anak anak dipicu dipicu oleh oleh tingginya tingginya suhu suhu tubuh tubuh bukan bukan kecepatan kecepatan peningkatan peningkatan suhusuhu tubuh. Biasanya suhu demam diatas 38,8

tubuh. Biasanya suhu demam diatas 38,8ooC dan terjadi disaat suhu tubuh naik danC dan terjadi disaat suhu tubuh naik dan  bukan pada saat setelah terjadinya kenaikan suhu tubuh (Do

 bukan pada saat setelah terjadinya kenaikan suhu tubuh (Dona Wong L, 200na Wong L, 2008).8). Bangkitan kejang pada bayi dan anak disebabkan oleh kenaikan suhu badan Bangkitan kejang pada bayi dan anak disebabkan oleh kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan syaraf pusat yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan syaraf pusat misalnya tonsilitis, ostitis media akut, bronkitis(Judha & Rahil, 2011).Kondisi misalnya tonsilitis, ostitis media akut, bronkitis(Judha & Rahil, 2011).Kondisi yang dapat menyebabkan kejang demam antara lain infeksi yang mengenai yang dapat menyebabkan kejang demam antara lain infeksi yang mengenai  jaringan ekstrakranial

 jaringan ekstrakranial sperti tsperti tonsilitis, otitis onsilitis, otitis media akut, media akut, bronkitis (Riyadi, bronkitis (Riyadi, SujonoSujono & Sukarmin, 2009).

& Sukarmin, 2009).

Demam merupakan faktor pencetus terjadinya kejang demam pada anak. Demam merupakan faktor pencetus terjadinya kejang demam pada anak. Demam sering disebabkan oleh berbagai penyakit infeksi seperti infeksi saluran Demam sering disebabkan oleh berbagai penyakit infeksi seperti infeksi saluran

(5)

 pernafasan akut, otitis media akut, gastroenteritis, bronkitis, infeksi saluran kemih,  pernafasan akut, otitis media akut, gastroenteritis, bronkitis, infeksi saluran kemih, dan lain-lain. Setiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda. Kejang tidak dan lain-lain. Setiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang paling tinggi. Pada anak dengan ambang kejang selalu timbul pada suhu yang paling tinggi. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, serangan kejang telah terjadi pada suhu 38°C bahkan kurang, yang rendah, serangan kejang telah terjadi pada suhu 38°C bahkan kurang, sedangkan padaanak dengan ambang kejang tinggi, serangan kejang baru terjadi sedangkan padaanak dengan ambang kejang tinggi, serangan kejang baru terjadi  pada suhu 40°C bahk

 pada suhu 40°C bahkan lebih.an lebih.

Beberapa faktor yang berperan menyebabkan kejang demam antara lain Beberapa faktor yang berperan menyebabkan kejang demam antara lain adalah demam, demam setelah imunisasi DPT dan morbili, efek toksin dari adalah demam, demam setelah imunisasi DPT dan morbili, efek toksin dari mikroorganisme, respon alergik atau keadaan imun yang abnormal akibat infeksi, mikroorganisme, respon alergik atau keadaan imun yang abnormal akibat infeksi,  perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit (Dewanto

 perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit (Dewanto et al et al , 2009)., 2009). Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah (IDAI, 2009) Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah (IDAI, 2009) 1.

1. Riwayat kejang demam dalam keluargaRiwayat kejang demam dalam keluarga 2.

2. Usia kurang dari 18 bulanUsia kurang dari 18 bulan 3.

3. Temperatur tubuh saat kejang. Makin rendah temperatur saat kejang makinTemperatur tubuh saat kejang. Makin rendah temperatur saat kejang makin sering berulang

sering berulang 4.

4. Lamanya demam.Lamanya demam. 5.

5. Adapun faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari adalah (IDAI, 2009)Adapun faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari adalah (IDAI, 2009) 6.

6. Adanya gangguan perkembangan neurologisAdanya gangguan perkembangan neurologis 7.

7. kejang demam komplekskejang demam kompleks 8.

8. riwayat epilepsi dalam keluargariwayat epilepsi dalam keluarga 9.

9. lamanya demamlamanya demam

D.

D. PatofisiologiPatofisiologi

Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi di pecah Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi di pecah menjadi CO

menjadi CO22  dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan  dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan

dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion K+ dan sangat sulit membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion K+ dan sangat sulit dilalui oleh ion Na+ dan elektrolit lainya kecuali ion Cl-. Akibatnya konsentrasi dilalui oleh ion Na+ dan elektrolit lainya kecuali ion Cl-. Akibatnya konsentrasi ion kalium dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi natrium rendah, sedang di luar ion kalium dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi natrium rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial

(6)

membran di perlukan energi dan bantuan enzim NA-K ATP-ase yang terdapat  pada permukaan sel.

Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi, atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahanpatofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.Pada keadaan demam kenaikan suhu 1°C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme  basal 10 sampai 15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%.Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik.

Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hiposemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi, artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktivitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat (Judha & Rahil, 2011).

Infeksi yang terjadi pada jaringan di luar kranial seperti tonsilitis, otitis media akut, bronkitis penyebab terbanyak adalah bakteri yang bersifat toksik. Toksik yang dihasilkan oleh mikroorganisme dapat menyebar keseluruh tubuh melalui hematogen maupun limfogen.

Penyebaran toksik ke seluruh tubuh akan direspon oleh hipotalamus dengan menaikkan pengaturan suhu di hipotalamus sebagai tanda tubuhmengalami  bahaya secara sistemik. Naiknya pengaturan suhu di hipotalamus akan merangsang kenaikan suhu di bagian tubuh yang lain seperti otot, kulit sehingga terjadi peningkatan kontraksi otot.

 Naiknya suhu di hipotalamus, otot, kulit jaringan tubuh yang lain akan disertai pengeluaran mediator kimia seperti epinefrin dan prostaglandin. Pengeluaran mediator kimia ini dapat merangsang peningkatan potensial aksi

(7)

 pada neuron . Peningkatan potensial inilah yang merangsang perpindahan ion natrium, ion kalium dengan cepat dari luar sel menuju ke dalam sel. Peristiwa inilah yang diduga dapat menaikkan fase depolarisasi neuron dengan cepat sehingga timbul kejang.

Serangan cepat itulah yang dapat menjadikan anak mengalami penurunan kesadaran, otot ekstremitas maupun bronkus juga dapat mengalami spasma sehingga anak beresiko terhadap injuri dan kelangsungan jalan nafas oleh  penutupan lidah dan spasma bronkus (Price, 2005).

E. Tanda Dan Gejala

Menurut, Riyadi, Sujono & Sukarmin (2009), manifestasi klinik yang muncul pada penderita kejang demam :

1. Suhu tubuh anak (suhu rektal) lebih dari 38°C.

2. Timbulnya kejang yang bersifat tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau kinetik. Beberapa detik setelah kejang berhenti anak tidak memberikan reaksi apapun tetapi beberapa saat kemudian anak akan tersadar kembali tanpa ada kelainan  persarafan.

3. Saat kejang anak tidak berespon terhadap rangsangan seperti panggilan, cahaya (penurunan kesadaran)

Selain itu pedoman mendiagnosis kejang demam menurut Livingstone juga dapat kita jadikan pedoman untuk menetukan manifestasi klinik kejang demam. Ada 7 kriteria antara lain:

1. Umur anak saat kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun. 2. Kejang hanya berlangsung tidak lebih dari 15 menit.

3. Kejang bersifat umum (tidak pada satu bagian tubuh seperti pada otot rahang saja).

4. Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam.

5. Pemeriksaan sistem persarafan sebelum dan setelah kejang tidak ada kelainan. 6. Pemeriksaan elektro Enchephalography dalam kurun waktu 1 minggu atau

lebih setelah suhu normal tidak dijumpai kelainan

(8)

Serangan kejang biasanya terjadi 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat kejang dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau kinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun sejenak tapi setelah beberapa detik atau menit anak akan sadar tanpa ada kelainan saraf.(Judha & Rahil, 2011)

F. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaannya meliputi: 1. Darah

a. Glukosa darah:hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N<200mq/dl)

 b. BUN:peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.

c. Elektrolit:Kalium, natrium.Ketidakseimbngan elektrolit merupakan  predisposisi kejang

d. Kalium (N 3,80-5,00 meq/dl) e.  Natrium (N 135-144 meq/dl)

2. Cairan cerebo spinal:mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi,pendarahan penyebab kejang

3. X Ray:untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi

4. Tansiluminasi: suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih terbaik (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk transiluminasi kepala

5. EEG: teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh untuk mengetahui fokus aktivitas kejang,hasil biasanya normal.

6. CT Scan: untuk mengidentifikasi lesi cerebral infark hematoma,cerebral oedema,trauma,abses,tumor dengan atau tanpa kontras.

G. Penatalaksanaan Medis

(9)

Dalam penanganan kejang demam, orang tua harus mengupayakan diri setenang mungkin dalam mengobservasi anak. Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut :

a. Anak harus dibaringkan di tempat yang datar dengan posisi menyamping,  bukan terlentang, untuk menghindari bahaya tersedak.

 b. Jangan meletakkan benda apapun dalam mulut si anak seperti sendok, karena justru benda tersebut dapat menyumbat jalan napas.

c. Jangan memegangi anak untuk melawan kejang

d. Sebagian besar kejang berlangsung singkat dan tidak memerlukan  penanganan khusus.

e. Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak harus segera dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat.

f. Setelah kejang berakhir, anak perlu dibawa menemui dokter untuk meneliti sumber demam, terutama jika ada kekakuan leher, muntah-muntah yang berat, atau anak terus tampak lemas.

Menurut, Riyadi, Sujono & Sukarmin (2009), menyatakan  bahwapenatalaksanaan yang dilakukan saat pasien dirumah sakit antara lain:

a. Saat timbul kejang maka penderita diberikan diazepam intravena secara  perlahan dengan panduan dosis untuk berat badan yang kurang dari 10 kg dosisnya 0,5-0,75 mg/kg BB, diatas 20 kg 0,5 mg/kg BB. Dosis rata-rata yang diberikan adalah 0,3 mg/kg BB/ kali pemberian dengan maksimal dosis pemberian 5 mg pada anak kurang dari 5 tahun dan maksimal 10 mg pada anak yang berumur lebih dari 5 tahun. Pemberian tidak boleh melebihi 50 mg persuntikan. Setelah pemberian pertama diberikan masih timbul kejang 15 menit kemudian dapat diberikan injeksi diazepam secara intravena dengan dosis yang sama. Apabila masih kejang maka ditunggu 15 menit lagi kemudian diberikan injeksi diazepam ketiga dengan dosis yang sama secara intramuskuler.

 b. Pembebasan jalan napas dengan cara kepala dalam posisi hiperekstensi miring, pakaian dilonggarkan, dan pengisapan lendir. Bila tidak mem baik dapat dilakukan intubasi endotrakeal atau trakeostomi.

(10)

d. Pemberian cairan intravena untuk mencukupi kebutuhan dan memudahkan dalam pemberian terapi intravena. Dalam pemberian cairan intravena pemantauan intake dan output cairan selama 24 jamperlu dilakukan, karena pada penderita yang beresiko terjadinya peningkatan tekanan intrakranial kelebihan cairan dapat memperberat penurunan kesadaran pasien. Selain itu pada pasien dengan peningkatan intraklanial  juga pemberian cairan yang mengandung natrium perlu dihindari.

e. Pemberian kompres hangat untuk membantu suhu tubuh dengan metode konduksi yaitu perpindahan panas dari derajat tinggi (suhu tubuh) ke  benda yang mempunyai derajat yang lebih rendah (kain kompres). Kompres diletakkan pada jaringan penghantar panas yang banyak seperti kelenjar limfe di ketiak, leher, lipatan paha, serta area pembuluh darah yang besar seperti di leher. Tindakan ini dapat dikombinasikan dengan  pemberian antipiretik seperti prometazon 4-6 mg/kg BB/hari (terbagi

dalam 3 kali pemberian).

f. Apabila terjadi peningkatan tekanan intrakranial maka perlu diberikan obat-obatan untuk mengurang edema otak seperti dektametason 0,5-1 ampul setiap 6 jam sampai keadaan membaik.Posisi kepala hiperekstensi tetapi lebih tinggi dari anggota tubuh yang lain dengan craa menaikan tempat tidur bagian kepala lebih tinggi kurang kebih 15° (posisi tubuh  pada garis lurus)

g. Untuk pengobatan rumatan setelah pasien terbebas dari kejang pasca  pemberian diazepam, maka perlu diberikan obat fenobarbital dengan dosis awal 30 mg pada neonatus, 50 mg pada anak usia 1 bulan-1tahun, 75 mg pada anak usia 1 tahun keatas dengan tehnik pemberian intramuskuler. Setelah itu diberikan obat rumatan fenobarbital dengan dosis pertama 8-10 mg/kg BB /hari (terbagi dalam 2 kali pemberian) hari  berikutnya 4-5 mg/kg BB/hari yang terbagi dalam 2 kali pemberian. h. Pengobatan penyebab.

Karena yang menjadi penyebab timbulnya kejang adalah kenaikan suhu tubuh akibat infeksi seperti di telinga, saluran pernapasan, tonsil maka  pemeriksaan seperti angka leukosit, foto rongent, pemeriksaan penunjang

(11)

lain untuk mengetahui jenis mikroorganisme yang menjadi penyebab infeksi sangat perlu dilakukan. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memilih  jenis antibiotik yang cocok diberikan pada pasien anak dengan kejang

demam.

2. Setelah Kejang Demam Berhenti

Bila kejang berhenti dan tidak berlanjut, pengobatan cukup dilanjutkan dengan pengobatan intermitten yang diberikan pada anak demam untuk mencegah terjadinya kejang demam. Obat yang diberikan berupa :

a. Antipiretik

Paracetamol atau asetaminofen 10-15 mg/kgBB diberikan 4 kali atau tiap 6 jam. Berikan dosis rendah dan pertimbangkan efek samping berupa hiperhidrosis. Ibuprofen 10 mg/kgBB diberikan 3 kali (8 jam).

 b. Antikonvulsan

Berikan diazepam oral dosis 0,3-0,5 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat demam untuk menurunkan resiko berulangnya kejang atau diazepam rectal dosis 0,5 mg/kgBB sebanyak 3 kali per hari.

3. Pencegahan Kejang Demam a. Pencegahan Primordial

Yaitu upaya pencegahan munculnya faktor predisposisi terhadap kasus kejang demam pada seorang anak dimana belum tampak adanya faktor yang menjadi risiko kejang demam. Upaya primordial dapat berupa:

1) Penyuluhan kepada ibu yang memiliki bayi atau anak tentang upaya untuk meningkatkan status gizi anak, dengan cara memenuhi kebutuhan nutrisinya. Jika status gizi anak baik maka akan meningkatkan daya tahan tubuhnya sehingga dapat terhindar dari  berbagai penyakit infeksi yang memicu terjadinya demam.

2) Menjaga sanitasi dan kebersihan lingkungan. Jika lingkungan bersih dan sehat akan sulit bagi agent penyakit untuk berkembang biak sehingga anak dapat terhindar dari berbagai penyakit infeksi.

(12)

Pencegahan Primer yaitu upaya awal pencegahan sebelum seseorang anak mengalami kejang demam. Pencegahan ini ditujukan kepada kelompok yang mempunyai faktor risiko. Dengan adanya pencegahan ini diharapkan keluarga/orang terdekat dengan anak dapat mencegah terjadinya serangan kejang demam.

Upaya pencegahan ini dilakukan ketika anak mengalami demam. Demam merupakan faktor pencetus terjadinya kejang demam. Jika anak mengalami demam segera kompres anak dengan air hangat dan berikan antipiretik untuk menurunkan demamnya meskipun tidak ditemukan bukti  bahwa pemberian antipiretik dapat mengurangi risiko terjadinya kejang

demam.

c. Pencegahan Sekunder 

Yaitu upaya pencegahan yang dilakukan ketika anak sudah mengalami kejang demam. Adapun tata laksana dalam penanganan kejang demam pada anak meliputi:

1) Pengobatan Fase Akut

Anak yang sedang mengalami kejang, prioritas utama adalah menjaga agar jalan nafas tetap terbuka. Pakaian dilonggarkan, posisi anak dimiringkan untuk mencegah aspirasi. Sebagian besar kasus kejang  berhenti sendiri, tetapi dapat juga berlangsung terus atau berulang. Pengisapan lendir dan pemberian oksigen harus dilakukan teratur, bila  perlu dilakukan intubasi. Keadaan dan kebutuhan cairan, kalori dan

elektrolit harus diperhatikan. Suhu tubuh dapat diturunkan dengan kompres air hangat dan pemberian antipiretik. Pemberantasan kejang dilakukan dengan cara memberikan obat antikejang kepada penderita. Obat yang diberikan adalah diazepam. Dapat diberikan melalui intravena maupun rektal.

2) Mencari dan mengobati penyebab

Pada anak, demam sering disebabkan oleh infeksi saluran  pernafasan akut, otitis media, bronkitis, infeksi saluran kemih, dan lain-lain. Untuk mengobati penyakit infeksi tersebut diberikan antibiotik yang

(13)

adekuat. Kejang dengan suhubadan yang tinggi juga dapat terjadi karena faktor lain, seperti meningitis atau ensefalitis. Oleh sebab itu  pemeriksaan cairan serebrospinal (lumbal pungsi) diindikasikan pada anak penderita kejang demam berusia kurang dari 2 tahun. Pemeriksaan laboratorium lain dilakukan atas indikasi untuk mencari penyebab, seperti pemeriksaan darah rutin, kadar gula darah dan elektrolit. Pemeriksaan EEG dilakukan pada kejang demam kompleks atau anak yang mempunyai risiko untuk mengalami epilepsi.

3) Pengobatan profilaksis terhadap kejang demam berulang

Pencegahan kejang demam berulang perlu dilakukan karena menakutkan keluarga dan bila berlangsung terus dapat menyebabkan kerusakan otak yang menetap. Terdapat 2 cara profilaksis, yaitu:

a) Profilaksis intermitten pada waktu demam

Pengobatan profilaksis intermittent dengan antikonvulsan segera diberikan pada saat penderita demam (suhu rektal lebih dari 38ºC). Pilihan obat harus dapat cepat masuk dan bekerja ke otak. Obat yang dapat diberikan berupa diazepam, klonazepam atau kloralhidrat supositoria.

 b) Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan tiap hari Indikasi pemberian profilaksis terus menerus adalah:

(1)Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan atau gangguan perkembangan neurologis.

(2)Terdapat riwayat kejang tanpa demam yang bersifat genetik  pada orang tua atau saudara kandung.

(3)Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan neurologis sementara atau menetap. Kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang multipel dalam satu episode demam. Antikonvulsan  profilaksis terus menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah

kejang terakhir, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan. Pemberian profilaksis terus menerus hanya berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat, tetapi tidak

(14)

dapat mencegah timbulnya epilepsi di kemudian hari. Obat yang dapat diberikan berupa fenobarbital dan asam valproat.

d. Pencegahan Tersier

Tujuan utama dari pencegahan tersier adalah mencegah terjadinya kecacatan, kematian, serta usaha rehabilitasi. Penderita kejang demam mempunyai risiko untuk mengalami kematian meskipun kemungkinannya sangat kecil. Selain itu, jika penderita kejang demam kompleks tidak segera mendapat penanganan yang tepat dan cepat akan berakibat pada kerusakan sel saraf (neuron). Oleh karena itu, anak yang menderita kejang demam  perlu mendapat penanganan yang adekuat dari petugas kesehatan guna

mencegah timbulnya kecacatan bahkan kematian.

H. Komplikasi

Gangguan-gangguan yang dapat terjadi akibat dari kejang demam anak antara lain:

1. Kejang Demam Berulang.

Kejang demam berulang adalah kejang demam yang timbul pada lebih dari satu episode demam. Beberapa hal yang merupakan faktor risiko berulangnya kejang demam yaitu :

a. Usia anak < 15 bulan pada saat kejang demam pertama  b. Riwayat kejang demam dalam keluarga

c. Kejang demam terjadi segera setelah mulai demam d. Riwayat demam yang sering

e. Kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks.

Berdasarkan penelitian kohort prospektif yang dilakukan Bahtera, T., dkk (2009) di RSUP dr. Kariadi Semarang, dimana subjek penelitian adalah penderita kejang demam pertama yang berusia 2 bulan - 6 tahun, kemudian selama 18 bulan diamati. Subjek penelitian berjumlah 148 orang. Lima puluh enam (37,84%) anak mengalami bangkitan kejang demam berulang.30

(15)

Kejang yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai dengan apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot yang akhirnya menyebabkan hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat karena metabolisme anaerobik, hipotensi arterial, denyut jantung yang tak teratur, serta suhu tubuh yang makin meningkat sejalan dengan meningkatnya aktivitas otot sehingga meningkatkan metabolisme otak. Proses di atas merupakan faktor penyebab terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsung kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan neuron otak.

3. Retardasi Mental, terjadi akibat kerusakan otak yang parah dan tidak mendapatkan pengobatan yang adekuat.

4. Epilepsi, terjadi karena kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama. Ada 3 faktor risiko yang menyebabkan kejang demam menjadi epilepsi dikemudian hari, yaitu :

a. Riwayat epilepsi pada orangtua atau saudara kandung.

 b. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama.

c. Kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks.

Menurut American National Collaborative Perinatal Project, 1,6% dari semua anak yang menderita kejang demam akan berkembang menjadi epilepsi, 10% dari semua anak yang menderita kejang demam yang mempunyai dua atau tiga faktor risiko di atas akan berkembang menjadi epilepsi.

5. Hemiparesis, yaitu kelumpuhan atau kelemahan otot-otot lengan, tungkai serta wajah pada salah satu sisi tubuh. Biasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama (kejang demam kompleks). Mula-mula kelumpuhan bersifat flaksid, setelah 2 minggu timbul spasitas.

(16)

II. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan A. Pengkajian

1. Survey Primer

 Primary survey  menyediakan evaluasi yang sistematis, pendeteksian dan manajemen segera terhadap komplikasi akibat trauma parah yang mengancam kehidupan. Tujuan dari  Primary survey  adalah untuk mengidentifikasi dan memperbaiki dengan segera masalah yang mengancam kehidupan. Prioritas yang dilakukan pada primary survey antara lain (Fulde, 2009) :

a.  Airway maintenance dengan cervical spine protection  b.  Breathing  dan oxygenation

c. Circulation dan kontrol perdarahan eksternal d.  Disability-pemeriksaan neurologis singkat e.  Exposure dengan kontrol lingkungan

Sangat penting untuk ditekankan pada waktu melakukan  primary survey  bahwa setiap langkah harus dilakukan dalam urutan yang benar dan langkah  berikutnya hanya dilakukan jika langkah sebelumnya telah sepenuhnya dinilai dan  berhasil. Setiap anggota tim dapat melaksanakan tugas sesuai urutan sebagai sebuah tim dan anggota yang telah dialokasikan peran tertentu seperti airway, circulation, dll, sehingga akan sepenuhnya menyadari mengenai pembagian waktu dalam keterlibatan mereka ( American College of Surgeons, 1997). Primary survey  perlu terus dilakukan berulang-ulang pada seluruh tahapan awal manajemen. Kunci untuk perawatan trauma yang baik adalah penilaian yang terarah, kemudian diikuti oleh pemberian intervensi yang tepat dan sesuai serta pengkajian ulang melalui pendekatan AIR (assessment , intervention, reassessment ).

 Primary survey dilakukan melalui beberapa tahapan, antara lain (Gilbert., D’Souza., & Pletz, 2009)

a. A : Airway  ( jalan nafas ) karena pada kasus kejang demam Inpuls-inpuls radang dihantarkan ke hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu tubuh Hipotalamus menginterpretasikan impuls menjadi demam Demam yang terlalu tinggi merangsang kerja syaraf jaringan otak secara berlebihan , sehingga jaringan otak tidak dapat lagi mengkoordinasi persyarafan- persyarafan pada anggota gerak tubuh. wajah yang membiru, lengan dan

(17)

kakinya tesentak-sentak tak terkendali selama beberapa waktu. Gejala ini hanya berlangsung beberapa detik, tetapi akibat yang ditimbulkannya dapat membahayakan keselamatan anak balita. Akibat langsung yang timbul apabila terjadi kejang demam adalah gerakan mulut dan lidah tidak terkontrol. Lidah dapat seketika tergigit, dan atau berbalik arah lalu menyumbat saluran  pernapasan.

Diagnosa:

- Ketidakefektifan bersihan jalan nafas bd spasme jalan nafas - Risiko aspirasi bd penurunan reflek menelan

Tindakan yang dilakukan : - Semua pakaian ketat dibuka

- Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung - Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen - Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen. Evaluasi :

- Inefektifan jalan nafas tidak terjadi - Jalan nafas bersih dari sumbatan - RR dalam batas normal

- Suara nafas vesikuler

 b. B : Breathing  (pola nafas) karena pada kejang yang berlangsung lama misalnya lebih 15 menit biasanya disertai apnea, Na meningkat, kebutuhan O2 dan energi meningkat untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis.

Diagnosa:

- Gangguan pertukaran gas - Gangguan ventilasi spontan Tindakan yang dilakukan :

- Mengatasi kejang secepat mungkin

- Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam keadaan kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat kejang diulangi suntikan kedua dengan dosis yang sama juga secara intravena. Setelah 15

(18)

menit suntikan ke 2 masih kejang diberikan suntikan ke 3 dengan dosis yang sama tetapi melalui intramuskuler, diharapkan kejang akan  berhenti. Bila belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau  paraldehid 4 % secara intravena.

- Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen Evaluasi :

- RR dalam batas normal - Tidak terjadi asfiksia - Tidak terjadi hipoxia

c. C : Circulation  karena gangguan peredaran darah mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mngakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang  berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi spontan, karena itu kejang demam yang  berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis diotak hingga

terjadi epilepsi.

Tindakan yang dilakukan :

- Mengatasi kejang secepat mungkin

- Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam keadaan kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat kejang diulangi suntikan kedua dengan dosis yang sama juga secara intravena. Setelah 15 menit suntikan ke 2 masih kejang diberikan suntikan ke 3 dengan dosis yang sama tetapi melalui intramuskuler, diharapkan kejang akan berhenti. Bila belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 % secara intravena.

Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah : - Semua pakaian ketat dibuka

- Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung - Usahakan agar jalan napas bebasuntuk menjamin kebutuhan oksigen

(19)

- Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen

Evaluasi :

- Tidak terjadi gangguan peredaran darah - Tidak terjadi hipoxia

- Tidak terjadi kejang - RR dalam batas normal

d. Disability

Klien bisa sadar atau tidak tergantung pada jenis serangan atau karakteristik dari epilepsi yang diderita. Biasanya pasien merasa bingung, dan tidak teringat kejadian saat kejang

- Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak e. Exposure

Pakaian klien di buka untuk melakukan pemeriksaan thoraks, apakah ada cedera tambahan akibat kejang, dan periksa suhu tubuh pasien untuk mengetahui suhu tubuh yangmana kejang mungkin disebabkan atau didahului oleh terjadinya demam.

Diagnosa:

- Risiko ketidakefektifan termoregulasi Tindakan:

- Temukan adanya tanda-tanda kemungkinan terjadinya fraktur akibat kejang yang dialami

- Berikan suhu ruangan yang sesuai untuk pasien dengan gangguan termoregulasi.

2. Survey sekunder

a. Identitas klien meliputi: nama, umur, jenis kelamin, agama, suku  bangsa,alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal  pengkajian dan diagnosa medis.

 b. Keluhan utama:

(20)

c. Riwayat penyakit:

Klien yang berhubungan dengan faktor resiko bio-psiko-spiritual. Kapan klien mulai serangan, pada usia berapa. Frekuansi serangan, ada faktor presipitasi seperti suhu tinggi, kurang tidur, dan emosi yang labil. Apakah pernah menderita sakit berat yang disertai hilangnya kesadaran, kejang, cedera otak operasi otak. Apakah klien terbiasa menggunakan obat-obat penenang atau obat-obat terlarang, atau mengkonsumsi alcohol. Klien mengalami gangguan interaksi dengan orang lain / keluarga karena malu ,merasa rendah diri, ketidak berdayaan, tidak mempunyai harapan dan selalu waspada/berhati-hati dalam hubungan dengan orang lain.

1) Riwayat kesehatan

2) Riwayat keluarga dengan kejang 3) Riwayat kejang demam

4) Tumor intrakranial

5) Trauma kepala terbuka, stroke d. Riwayat kejang :

1) Bagaimana frekuensi kejang. 2) Gambaran kejang seperti apa

3) Apakah sebelum kejang ada tanda-tanda awal. 4) Apakah ada kehilangan kesadaran atau pingsan 5) Apakah ada kehilangan kesadaran sesaat atau lena.

6) Apakah pasien menangis, hilang kesadaran, jatuh ke lantai. e. Pemeriksaan fisik

1) Kepala dan leher : Sakit kepala, leher terasa kaku

2) Thoraks : Pada klien dengan sesak, biasanya menggunakan otot bantu napas

3) Ekstermitas : Keletihan, kelemahan umum, keterbatasan dalam  beraktivitas, perubahan tonus otot, gerakan involunter/kontraksi otot 4) Eliminasi : Peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus sfingter.

Pada post iktal terjadi inkontinensia (urine/fekal) akibat otot relaksasi 5) Sistem pencernaan : Sensitivitas terhadap makanan, mual/muntah

(21)

Selain pengkajian tersebut, focus pengkajian pada sekondari survey adalah sebagai berikut.

Menurut Doenges (1993 : 259) dasar data pengkajian pasien adalah: 1) Aktifitas / Istirahat

Gejala : Keletihan, kelemahan umum

Keterbatasan dalam beraktifitas / bekerja yang ditimbulkan oleh diri sendiri / orang terdekat / pemberi asuhan kesehatan atau orang lain. Tanda : Perubahan tonus / kekuatan otot

Gerakan involunter / kontraksi otot ataupun sekelompok otot 2) Sirkulasi

Gejala : Iktal : Hipertensi, peningkatan nadi sianosis

Posiktal : Tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan  pernafasan.

3) Eliminasi

Gejala : Inkontinensia episodik.

Tanda : Iktal : Peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus sfi ngter. Posiktal : Otot relaksasi yang menyebabkan inkontenensia ( baik urine / fekal ).

4) Makanan dan cairan

Gejala : Sensitivitas terhadap makanan, mual / muntah yang  berhubungan dengan aktifitas kejang.

5) Neurosensori

Gejala : Riwayat sakit kepala, aktifitas kejang berulang, pingsan,  pusing. Riwayat trauma kepala, anoksia dan infeksi cerebral.

6) Nyeri / kenyaman

Gejala : Sakit kepala, nyeri otot / punggung pada periode posiktal. Tanda : Sikap / tingkah laku yang berhati – hati.

Perubahan pada tonus otot. Tingkah laku distraksi / gelisah. 7) Pernafasan

Gejala : Fase iktal : gigi mengatup, sianosis, pernafasan menurun / cepat, peningkatan sekresi mukus.

(22)

Fase posiktal : apnea.

B. Diagnosa 1. Risiko aspirasi 2. Hipertermia

3. Risiko Ketidakefektifan perfusi jaringan otak 4. Diare

5. Risiko Kekurangan Volume Cairan 6. Gangguan ventilasi spontan

(23)

C. Intervensi

DIAGNOSA NOC NIC

Risiko Aspirasi

Definisi: risiko, masuknya sekresi gastrointestinal, sekresi orofaring, kotoran/debu atau cairan kedalam saluran trakeobronkial Faktor risiko: □  penurunan motilitas gastrointestinal □  pengosongan lambung yang lambat □  penurunan tingkat kesadaran □rahang kaku NOC Label : Aspiration Control

□ klien dapat bernafas

dengan mudah

□ frekuensi nafas normal □  jalan nafas paten

□ tidak ada suara nafas

abnormal

NIC Label

Aspiration precaution

□ monitor tingkat

kesadaran, reflek batuk

dan kemampuan

menelan

□ lakukan suction jika

diperlukan

□ monitor status oksigen,

 pelihara kepatenan jalan nafas

Hipertermia

Batasan Karakteristik : □ Apnea

□ Bayi tidak dapat mempertahankan menyusui □ Gelisah □ Hipotensi □ Kejang □ Koma □ Kulit kemerahan □ Kulit terasa hangat □ Letargi

□ Postur abnormal □ Stupor

Setelah dilakukan tindakan keperawatan ..x.. jam diharapkan mampu mempertahankan suhu tubuh dalam rentang normal dengan kriteria : NOC :

Thermoregulation

□ Suhu tubuh dalam rentang normal (36,50C –  37,50C)

□ Denyut nadi dalam rentang normal

□ Respirasi dalam batas normal (16 –  20x/menit)

NIC :

perature Regulation

□ Monitor suhu paling tidak setiap 2 jam , sesuai kebutuhan

□ Pasang alat monitor suhu inti secara kontinu, sesuai kebutuhan

□ Monitor tekanan darah, nadi, dan respirasi, sesuai kebutuhan

□ Monitor suhu dan warna kulit

□ Monitor dan laporkan adanya tanda dan gejala

(24)

□ Takikardia □ Takipnea □ Vasodilatasi

Faktor yang berhubungan : □ Agen farmaseutikal □ Aktivitas berlebihan □ Dehidrasi

□ Iskemia

□ Pakaian yang tidak sesuai □ Peningkatan laju metabolisme □ Penurunan perspirasi □ Penyakit □ Sepsis □ Suhu lingkungan tinggi □ Trauma □ Tidak menggigil □ Tidak dehidrasi

□ Tidak mengeluh sakit kepala

□ Warna kulit normal Vital Sign

□ Suhu tubuh dalam rentang normal (36,50C –  37,50C)

□ Denyut jantung normal (60-100 x/menit)

□ Irama jantung normal □ Tingkat pernapasan

dalam rentang normal (16-20 x/menit)

□ Irama napas vesikuler □ Tekanan darah sistolik

dalam rentang normal (90-120 mmHg)

□ Tekanan darah diastolik dalam rentang normal (70-90 mmHg)

□ Kedalaman inspirasi dalam rentang normal Infection Severity

□ Tidak ada kemerahan □ Cairan (luka) tidak

 berbau busuk

□ Tidak ada sputum  purulen

□ Tidak ada rrainase  purulent

dari hipertermia

□ Tingkatkan intake cairan dan nutrisi adekuat

□ Instruksikan pasien  bagaimana mencegah keluarnya panas dan serangan panas

□ Diskusikan pentingnya termoregulasi dan kemungkinan efek negatif dari demam yang  berlebihan, sesuai

kebuthan

□ Informasikan pasien mengenai indikasi adanya kelelahan akibat panas

dan penanganan

emergensi yang tepat, sesuai kebutuhan

□ Gunakan matras

 pendingin, selimut yang mensirkulasikan air, mandi air hangat, kantong es atau bantalan jel, dan kateterisasi pendingin intravaskuler untuk menurunkan suhu tubuh, sesuai kebutuhan

□ Sesuaikan suhu

lingkungan untuk kebutuhan pasien

(25)

□ Tidak ada piuria/ nanah dalam urine

□ Suhu tubuh stabil (36,50C  –  37,50C)

□ Tidak ada nyeri

□ Tidak mengalami

lethargy

□  Nafsu makan normal □ Jumlah sel darah putih

normal dalam rentang normal (4,10  –   11,00 10^3/µl)

Hidration

□ Turgor kulit elastis

□ Membran mukosa

lembab

□ Intake cairan adekuat □ Output urin

□ Tidak merasa haus □ Warna urin tidak keruh □ Tekanan darah dalam

rentang normal

□ Denyut nadi dalam rentang normal dan adekuat

□ Tidak ada peningkatan hematokrit

□ Tidak ada penurunan  berat badan’

□ Otot rileks

□ Tidak mengalami diare

□ Suhu tubuh dalam

rentang normal

tepat untuk mencegah atau mengontrol menggigil □ Berikan pengobatan antipiretik, sesuai kebutuhan r Treatment

□ Pantau suhu dan tanda-tanda vital lainnya

□ Monitor warna kulit dan suhu

□ Monitor asupan dan keluaran, sadari  perubahan kehilangan cairan yang tak dirasakan □ Beri obat atau cairan IV

(misalnya, antipiretik, agen antibakteri, dan agen anti menggigil ) □ Tutup pasien dengan

selimut atau pakaian ringan, tergantung pada fase demam (yaitu : memberikan selimut hangat untuk fase dingin ; menyediakan pakaian atau linen tempat tidur ringan untuk demam dan fase bergejolak /flush) □ Dorong konsumsi cairan □ Fasilitasi istirahat,

(26)

terapkan pembatasan aktivitas-aktivitas jika diperlukan

□ Berikan oksigen yang sesuai □ Tingkatkan sirkulasi udara □ Pantau komplikasi-komplikasi yang  berhubungan dengan demam serta tanda dan gejala kondisi penyebab demam (misalnya, kejang, penurunan tingkat kesadaran,ketidakseimba ngan asam basa, dan  perubahan abnormalitas

sel)

□ Pastikan tanda lain dari infeksi yang terpantau  pada orang karena hanya menunjukkan demam ringan atau tidak demam sama sekali selama proses infeksi

□ Pastikan langkah keamanan pada pasien yang gelisah

□ Lembabkan bibir dan mukosa hidung yang kering

(27)

Sign Monitoring

□ Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan status  pernapasan dengan tepat □ Monitor dan laporkan

tanda dan gejala hipertermia

□ Monitor warna kulit, suhu, dan kelembaban □ Monitor sianosis sentral

dan perifer

□ Monitor akan adanya kuku berbentuk clubbing □ Monitor terkait dengan

adanya tiga tanda Cushing Reflex (misalnya : tekanan nadi lebar,  bradikardia, dan  peningkatan tekanan darah sistolik) □ Identifikasi kemungkinan  perubahan tanda-tanda vital Infection Control □ Bersihkan lingkungan dengan baik setelah digunakan oleh setiap  pasien

□ Ganti peralatan

 perawatan per pasien sesuai protokol institusi

(28)

□ Pertahankan teknik isolasi yang sesuai

□ Batasi jumlah

 pengunjung

□ Annjurkan pasien mengenai teknik mencuci tangan dengan tepat

□ Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan  pada saat memasuki dan meninggalkan ruangan  pasien

□ Gunakan sabun

antimikrobia untuk cuci tangan yang sesuai

□ Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan perawatan  pasien

□ Pakai sarung tangan sebagaimana dianjurkan

oleh kebijakan

 pencegahan universal □ Pakai pakaian ganti atau

 jubah saat menangani  bahan-bahan yang

infeksius

□ Pakai sarung tangan steril dengan tepat

□ Pertahankan lingkungan

aseptik selama

(29)

□ Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk umum

□ Pastikan penanganan aseptik dari semua saluran IV

□ Gunakan kateter

intermiten untuk mengurangi kejadian infeksi kandung kemih □ Berikan terapi antibiotik

yang sesuai

□ Anjurkan pasien

meminum antibiotik seperti yang diresepkan □ Ajarkan pasien dan

keluarga tanda dan gejala infeksi dan kapan harus melaporkannya kepada  penyedia perawatan

kesehatan

□ Ajarkan pasien dan anggota keluarga cara menghindari infeksi.

Infection Protection

□ Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal □ Monitor hitung mutlak

granulosit, WBC, dan hasil-hasil diferensial

(30)

□ Monitor kerentanan terhadap infeksi

□ Batasi jumlah

 pengunjung yang sesuai

□ Skrining jumlah

 pengunjung terkait  penyakit menular

□ Partahankan teknik asepsis pada pasien yang  beresiko

□ Pertahankan teknik isolasi yang sesuai

□ Berikan perawatan kulit yang tepat untuk area (yang mengalami) edema □ Periksa kulit dan selaput

lender untuk adanya kemerahan, kehangatan ekstrim, atau drainase □ Periksa kondisi setiap

sayatan bedah atau luka □ Tingkatkan asupan

nutrisi yang cukup

□ Anjurkan asupan cairan dengan tepat

□ Anjurkan istirahat

□ Pantau adanya perubahan tingkat energi atau malaise

□ Instruksikan pasien untuk minum antibiotik yang diresepkan

(31)

□ Jaga penggunaan antibiotik dengan  bijaksana

□ Jangan mencoba

 pengobatan antibiotik untuk infeksi virus

□ Ajarkan pasien dan keluarga pasien mengenai  perbedaan-perbedaan

antara infeksi virus dan  bakteri

□ Ajarkan pasien dan keluarga mengenai tanda dan gejala infeksi dan

kapan harus

melaporkannya kepada  pemberi layanan

kesehatan

□ Lapor dugaan infeksi  pada personil pengendali

infeksi

□ Lapor kultur positif pada  personal pengendali

infeksi.

Management

□ Jaga intake yang adekuat dan catat output pasien □ Monitor status hidrasi

(misalnya : membran mukosa lembab, denyut nadi adekuat, dan tekanan

(32)

darah ortostatik)

□ Monitor hasil

laboratorium yang relevan dengan retensi cairan (misalnya :  peningkatan berat jenis,  peningkatan BUN,  penurunan hematokrit, dan peningkatan kada osmolalitas urin)

□ Monitor tanda-tanda vital  pasien

□ Monitor perubahan berat  badan pasien

□ Monitor status gizi

□ Distribusikan asupan cairan selama 24 jam □ Konsultasikan dengan

dokter jika tanda-tanda dan gejala kelebihan volume cairan memburuk

Risiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Otak Faktor Risiko:

□ Agens farmaseutikal □ Aterosklerosis aortic □ Baru terjadi infark

miokardium □ Diseksi arteri □ Embolisme

□ Endocarditis infektif

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ...x...  jam tidak terjadi  peningkatan tekanan intra kranial dengan kriteria hasil :

NOC :

Tissue Perfusion: Cerebral □ Tekanan darah (sistolik

dan diastolik) dalam batas

Cerebral perfusion promotion □ Konsultasi dengan dokter untuk menentukan parameter hemodinamik, dan mempertahankan hemodinamik dalam rentang yg diharapkan □ Monitor MAP

(33)

□ Fibrilasi atrium □ Hiperkoleterolimia □ Hipertensi □ Kardiomiopati dilatasi □ Katup prostetik mekanis □ Koagulasi intravascular diseminata □ Koagulapati (mis. Anemia sel sabit)

□ Masa prothrombin abnormal □ Masa trombaplastin  parsial abnormal □ Miksoma atrium □  Neoplasma otak □ Penyalahgunaan zat □ Segmen ventrikel kiri

akinetic

□ Sindrom sick sinus □ Stenosis carotid □ Stenosis mitral □ Terapi trombolitik

□ Tumor otak (mis. Gangguan

serebrovaskular,

 penyakit neurologis, trauma, tumor)

normal

□ MAP dalam batas normal

□ Sakit kepala

 berkurang/hilang □ Tidak gelisah

□ Tidak mengalami muntah

□ Tidak mengalami

 penurunan kesadaran

□ Berikan agents yang

memperbesar volume intravaskuler misalnya (koloid, produk darah, atau kristaloid)

□ Konsultasi dengan

dokter untuk

mengoptimalkan posisi kepala (15-30 derajat) dan monitor respon  pasien terhadap  pengaturan posisi kepala

□ Berikan calcium channel  blocker, vasopressin, anti nyeri, anti coagulant, anti platelet, anti trombolitik

□ Monitor nilai PaCO2,

SaO2 dan Hb dan cardiac out put untuk menentukan status  pengiriman oksigen ke  jaringan

Diare

Batasan Karakteristik : □  Nyeri abdomen sedikitnya

Setelah dilakukan tindakan keperawatan ..x.. jam diharapkan diare teratasi

NIC:

Manajemen Diare

(34)

tiga kali defekasi per hari □ Kram

□ Bising usus hiperaktif □ Ada dorongan

r yang berhubungan :

 Faktor yang berhubungan □ Ansietas

□ Tingkat stres tinggi

 Situasional

□ Efek samping obat □ Penyalahgunaan alkohol □ Kontaminan □ Penyalahgunaan laksatif □ Radiasi, toksin □ Melakukan  perjalanan □ Slang makan  Fisiologis

□ Proses infeksi dan  parasit

□ Inflamasi dan iritasi □ Malabsorbsi

dengan kriteria hasil: NOC :

Eliminasi USus

□ Gerakan usus normal (5-30 x per menit)

□ Warna feses coklat kekuningan

□ Feses lembut dan  berbentuk

□ Kemudahan BAB

□ Tidak diperlukan dorongan banyak otot untuk mengeluarkan feses

□ Mampu mengeluarkan feses tanpa bantuan

□ Suara bising usus normal (5-30 kali per menit) □ Tidak terdapat darah

dalam feses

□ Tidak terdapat mukus dalam feses

□ Tidak terdapat nyeri saat BAB

Keseimbangan Cairan

□ Tekanan darah dalam  batas normal  Anak-anak (90-120/60-80 mmHG)  Dewasa (110-130/70-90 mmHg)  Lansia (<160/<90

 Ambil tinja untuk  pemeriksaan kultur dan sesnsitifitas apabila diare  berlanjut

 Evaluasi profil

 pengobatan terhadap adanya efek samping pada gatrointestinal

 Ajari asien penggunaan obat anti diare secara tepat.

 Instruksi pasien atau anggota keluarga untuk mencatat warna, volume, frekuensi, dan konsistensi tinja.

 Evaluasi kandungan nutrisi dari makanan yang sudah dikonsumsi sebelumnya

 Berikan makanan dalam  porsi kecil dan lebih sering serta tingkat porsi secara bertahap

 Anjurkan pasien untuk menghindari makanan  pedas yang menimbulkan

gas dalam perut.

 Anjurkan pada pasien

untuk menoba

menghindari makanan

(35)

mmHg)

□ Turgor Kulit elastis

□ Membran mukosa lembab □ Hematokrit normal  Laki-laki (38.8  –  50 %)  Perempuan (35-44,5%) laktosa.

 Identifikasi faktor yang  bisa menyebabkan diare (misalnya medikasi,  bakteri, dan pemberian

makanan lewat selang)

 Monitor tanda dan gejala diare

 Instruksikan pasien untuk memberitahukan staf setiap kali mengalami episode diare

 Amati turgor secara  berkala

 Monitor kulit perinium terhadap adanya iritasi dan ulserasi

 Ukur diare/output  pencernaan

 Timbang pasien secara  berkala

 Britahu dokter apabila terjadi peningkatan frekuensi atau suara perut

 Konsultasikan pada dokter jika tanda dan gejala diare menetap

 Instruksikan diet rendah serat, tinggi prtein, tinggi kalori sesuai kebutuhan.

(36)

menghindari laksatif

 Ajari pasien untuk menuliskan diari makanan

 Ajari pasien cara menurunkan stress, sesuai kebutuhan

 Bantu pasien untuk melakukan teknik  penurunan stes

 Monitor persiapan makan yang aman

 Lakukan tindakan untuk mengistirahatkan perut (misalnya nutrisi oral, diet cair)

Manajemen Cairan

 Timbang berat badan setiap hari dan monitor status pasien

 Jaga intake/asupan yang adekuat dan catat output  pasien

 Masukan kateter urine

 Monitor status hidrasi (misalnya membran mukosa lembab, denyut nadi adekuat, dan tekanan darah ortostatik)

(37)

laboratorium yang relevan dengan retensi cairan (misalnya peningkatan  berat jenis, peningkatan

BUN, penurunan hematokrit, dan  peningkatan kadar osmolitas urine)  Monitor status hemodinamik termasuk CPV, MAP, PAP, dan PCWP, jika ada

 Monitor tanda  –   tanda vital pasien

 Monitor makanan/cairan yang dikonsumsi dan hitung asupan kalori harian

 Brikan terapi IV sesuai yang ditentukan

 Monitor status gizi

 Berikan cairan dengan tepat

 Berikan cairan IV sesuai dengan suhu kamar

 Tingkatkan asupan oral (misalnya, memberikan sedotan, menawarkan cairan di antara waktu makan) yang sesuai

 Arahkan pasien mengenai status NPO

(38)

 Berikan penggantian nasogastrik yang diresepkan berdasarkan output

 Distribusikan asupan cairan selama 24 jam.

 Dukung pasien dan keluarga untuk membantu dalam pemberian makan dengan baik

 Monitor reaksi pasien terhadap terapi elektrolit yang diresepkan

 Konsultasikan dengan dokter jika ada tanda-tanda dan gejala kelebihan volume cairan menetap atau memburuk

 Atur ketersediaan produk darah untuk tranfusi, jika  perlu

 Persiapkan pemberian  produk darah (misalnya,

cek darah dan

mempersiapkan  pemasangan infus)

 Berikan produk-produk darah (misalnya, trombosit dan plasma)

Kekurangan volume cairan/ Risiko kekurangan

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama

(39)

volume cairan Batasan Karakteristik: □ Haus □ Kelemahan □ Kulit kering □ Membrane mukosa kering □ Peningkatan frekuensi nadi □ Peningkatan hematokrit □ Peningkatan konsentrasi urine □ Peningkatan suhu tubuh □ Penurunan berat  badan tiba-tiba □ Penurunan haluaran urine □ Penurunan pengisian vena □ Penurunan tekanan darah □ Penurunan tekanan nadi □ Penurunan turgor kulit □ Penurunan turgor lidah □ Penurunan volume nadi □ Perubahan status …..x…. jam diharapkan masalah kekurangan volume cairan dapat teratasi dengan kriteria hasil :

NOC: Balance

□ Tekanan darah dalam  batas normal

□ MAP dalam batas normal □ Denyut nadi dalam batas

normal

□ Tidak terjadi penurunan kesadaran

□ Kadar hematocrit dalam  batas normal

□ Kadar serum elektrolit (BUN dan osmolaritas urin) dalam batas normal) □ Turgor kulit elastis

□ Intake dan output cairan 24 jam seimbang

Fluid Management

□ Monitor hasil laboratorium yang sesuai dengan retensi cairan (peningkatan BUN,  penurunan hematokrit,  peningkatan osmolaritas

urin)

□ Monitor tanda-tanda vital (tekanan darah dan nadi) □ Monitor hemodinamik

status (MAP)

□ Kolaborasikan terapi cairan lewat infus

Monitoring

□ Monitor input dan output cairan

(40)

mental

or yang berhubungan : □ Kegagalan

mekanisme regulasi □ Kehilangan cairan aktif

Gangguan ventilasi spontan Batasan Karakteristik : □ Dispnea □ Gelisah □ Ketakutan □ Peningkatan frekuensi  jantung □ Peningkatan laju metabolisme □ Peningkatan PCO2 □ Peningkatan  penggunaan otot aksesorius

□ Penurunan kerja sama □ Penurunan PO2

□ Penurunan SaO2

Faktor yang berhubungan : □ Gangguan metabolisme □ Keletihan otot

 pernafasan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan ..x.. jam diharapkan mampu mempertahankan

 pernafasan yang adekuat dengan kriteria :

NOC :

Respiratory status : Ventilation

□ Respirasi dalam batas normal (dewasa: 16-20x/menit)

□ Irama pernafasan teratur □ Kedalaman pernafasan

normal

□ Suara perkusi dada normal (sonor)

□ Tidak ada retraksi otot dada

□ Suara nafas vesikuler □ Tidak terdapat orthopnea □ Taktil fremitus normal

antara dada kiri dan dada kanan

□ Tidak ada dispnea □ Ekspansi dada simetris

Bantuan Ventilasi

□ Pertahankan kepatenan  jalan nafas

□ Posisikan pasien untuk mengurangi dispnea □ Posisikan untuk

memfasilitasi  pencocokan

ventilasi/perfusi (good lung down) dengan tepat □ Monitor efek-efek

 perubahan posisi pada oksigenasi : ABG, SaO2, tidak akhir CO2, QSP/QT, Tingkat A-aDO2

□ Anjurkan pernafasan lambat yang dalam,  berbalik dan batuk

□ Auskultasi suara nafas, catat area-area  penurunan atau tidak adanya venrilasi dan suara tambahan

□ Mulai dan pertahankan oksigen tambahan

(41)

□ Tidak terdapat akumulasi sputum

□ Tidak terdapat penggunaan otot bantu napas

Respon Ventilasi Mekanik : Dewasa

□ Respirasi dalam batas normal (dewasa: 16-20x/menit)

□ Irama pernafasan teratur □ Kedalaman pernafasan

normal

□ PaO2 dalam batas normal (80 mmHg-100 mmHg) □ PaCO2 dalam batas normal

(35 mmHg- 45 mmHg) □ SaO2 dalam bats normal

(95%-100%)

□ Tidak kesulitan bernafas menggunakan ventilator □ Pasien tenang

□ Kelola pemberian obat nyeri yang tepat untuk mencegah hipoventilasi □ Monitor pernafasan dan

status oksigenasi

□ Beri obat (misalnya  bronkodilator dan

inhaler) yang

meningkatkan patensi  jalan nafas dan  pertukaran gas

□ Ajarkan teknik  pernafasan dengan mengerucutkan bibir dengan tepat

Manajemen Jalan Nafas □ Buka jalan nafas

menggunakan teknik chin lift atau jaw thrust □ Posisikan pasien untuk

memaksimalkan ventilasi

□ Identifikasi kebutuhan aktual/potensial pasien untuk memasukkan alat membuka jalan nafas □ Lakukan fisioterapi dada □ Buang sekret dengan

memotivasi pasien untuk melakukan batuk atau menyedot lendir

(42)

 batuk efektif

□ Auskultasi suara nafas, catat area yang ventilasinya menurun atau tidak ada dan adanya suara tambahan □ Kelola pemberian

 bronkodilator

□ Kelola pemberian nebulizer

□ Posisikan untuk meringankan sesak nafas

□ Monitor status

 pernafasan dan oksigenasi

Manajemen Ventilasi Mekanik : Non Invasif

□ Monitor kondisi yang

memerlukan dukungan ventilasi noninvasive

□ Monitor kontraindikasi

dukungan ventilasi non-invasive

□ Informasikan kepada

klien dan keluarga mengenai rasionalisasi dan, sensasi yang diharapkan sehubungan dengan penggunaan ventilasi non-invasive

□ Tempatkan klien pada

(43)

□ Observasi klien secara

 berkelanjutan pada jam  pertama penggunaan ventilator untuk mengkaji toleransi klien

□ Pastikan alarm ventilator

dalam keadaan hidup

□ Monitor penurunan

volume ekspirasi dan  peningkatan tekanan

inspirasi

□ Monitor

aktivitas-aktivitas yang dapat meningkatkan konsumsi oksigen yang bisa merubah pengaturan ventilator dan menyebabkan desaturasi oksigen □ Monitor gejala-gejala yang menunjukkan  peningkatan pernafasan (misalnya, peningkatan denyut nadi dan  pernafasan, peningkatan tekanan darah, diaphoresis, perubahan status mental) □ Monitor efektifitas ventilasi mekanik terhadap status fisiologis dan psikologis klien

(44)

□ Inisiasi teknik relaksasi

yang sesuai

□ Berikan perawatan untuk

mengurangi distress klien (misalnya, memberikan posisi, merawat efek samping seperti rhinitis, kerongkongan kering atau berikan sedative atau anastesi; periksa  peralatan secara berkala,  bersihkan dan ganti  peralatan non-invasive

□ Kosongkan air yang

sudah keruh dari tabung air

□ Pastikan pergantian

sirkuit ventilator setiap 24 jam

□ Monitor kerusakan

mukosa ke mulut, nasal, trakea, atau jaringan laring

□ Monitor sekresi

paru- paru terkait dengan  jumlah, warna dan konsistensi, serta dokumentasikan semua hasil temuan

□ Lakukan fisioterapi dada

(45)

□ Tingkatkan pengkajian

rutin untuk kriteria  penyapihan (misalnya,  perbaikan kondisi sebelum ventilasi, kemampuan untuk mempertahankan  pernafasan yang adekuat)

□ Berikan perawatan mulut

secara rutin dengan kapas yang lunak dan  basah, antiseptic dan melakukan suksion secara perlahan

□ Dokumentasikan semua

respon klien terhadap ventilator dan perubahan ventilator (misalnya, observasi pergerakan dada/auskultasi,  perubahan x-ray,  perubahan ABGs) □ Pastikan peralatan kegawatdaruratan berada disisi tempat tidur sepanjang waktu (misalnya, manual resusitasi yang tersambung ke oksigen, masker, peralatn suksion) termasuk

(46)

 persiapan untuk kehilangan daya mati/mati listrik Ketidakefektifan bersihan  jalan nafas Batasan Karakteristik : □ Batuk yang tidak

efektif □ Dispnea □ Gelisah

□ Kesulitan verbalisasi □ Mata terbuka lebar □ Ortopnea

□ Penurunan bunyi nafas □ Perubahan frekuensi

nafas

□ Perubahan pola nafas □ Sianosis

□ Sputum dalam jumlah yang berlebihan

□ Suara nafas tambahan □ Tidak ada batuk

Faktor yang berhubungan : Lingkungan : □ Perokok □ Perokok pasif □ Terpajan asap Obstruksi jalan nafas : □ Adanya jalan nafas

 buatan

□ Benda asing dalam

Setelah dilakukan tindakan keperawatan ..x.. jam diharapkan mampu mempertahankan

kebersihan jalan nafas dengan kriteria :

NOC :

Respiratory status : Airway Patency

□ Respirasi dalam batas normal

□ Irama pernafasan teratur □ Kedalaman pernafasan

normal

□ Tidak ada akumulasi sputum

□ Batuk berkurang/hilang

Airway Management

□ Buka jalan nafas menggunakan head tilt chin lift atau jaw thrust  bila perlu

□ Posisikan pasien untuk memaksimalkan

ventilasi

□ Identifikasi pasien  perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan (NPA, OPA, ETT, Ventilator)

□ Lakukan fisioterpi dada  jika perlu

□ Bersihkan secret dengan suction bila diperlukan □ Auskultasi suara nafas,

catat adanya suara tambahan

□ Kolaborasi pemberian oksigen

□ Kolaborasi pemberian obat bronkodilator

□ Monitor RR dan status oksigenasi (frekuensi, irama, kedalaman dan usaha dalam bernapas) □ Anjurkan pasien untuk

(47)

 jalan nafas

□ Eksudat dalam alveoli □ Hiperplasia pada

dinding bronkus □ Mukus berlebih

□ Penyakit paru obstruksi kronis

□ Sekresi yang tertahan □ Spasme jalan nafas Fisiologis :

□ Asma □ Disfungsi

neuromuskular □ Infeksi

□ Jalan nafas alergik

 batuk efektif

□ Berikan nebulizer jika diperlukan

Asthma Management □ Tentukan batas dasar

respirasi sebagai  pembanding

□ Bandingkan status sebelum dan selama dirawat di rumah sakit untuk mengetahui  perubahan status  pernapasan

□ Monitor tanda dan gejala asma

□ Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan usaha dalam bernapas

(48)

DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer, dkk (2000), Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2, Media Aesculapius, Jakarta

Dewanto, George, et al. 2009. Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Doenges, Marillyn E, dkk (2000),  Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa  Keperawatan, EGC, Jakarta

Doenges, Marillyn E, et all (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta

Eisai, 2012. Pathophysiology of Epilepsy, 2. Eisai Inc. Available from http://www.focusonepilepsy.com/pdfs/pathophys.pdf [Accessed 3 Oktober 2017].

Engel Jr., Jerome, 2006. ILAE Classification of Epilepsy Syndromes.  Epilepsy  Research, 70S: S5-S10.

Hawari, Irawaty, 2012. Epilepsi di Indonesia. Available from: http://www.ina-epsy.org/ [Accessed 3 Oktober 2017].

(49)

Judha M & Rahil H.N. 2011 Sistem Persarafan Dalam Asuhan Keperawatan. Yogyakarta: Gosyen Publishing

Krisanty P,. Dkk (2008), Asuhan Keperawatan Gawat darurat, Trans info Media, Jakarta

Lowenstein, Daniel H., 2010. Seizures and Epileps y. In: Hauser, Stephen L. (Ed.).  Harrison’s: Neurology and Clinical Medicine. 2nd Edition. USA: The

McGraw-Hill Companies, 222-245.

Lumbantobing, SM. 2004. Neurogeriatri. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. p. 111-122

Markand, Omkar N., 2009. Epilepsy in Adults.  In: Biller, Jose (Ed.).  Practical  Neurology. 3rd Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins,

511-542.

Miller, Laura C., 2009. Epilepsy.  In: Savitz, Sean I. and Ronthal, Michael (Ed.).  Neurology Review for Psychiatrists. Philadelphia: Lippincott Williams &

Wilkins, 106-125.

Miller, Laura C., 2009. Epilepsy.  In: Savitz, Sean I. and Ronthal, Michael (Ed.).  Neurology Review for Psychiatrists. Philadelphia: Lippincott Williams &

Wilkins, 106-125.

 Ngastiyah (1997), Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta

Price and Wilson. 2005. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Vol.2. Jakarta : EGC.

Riyadi, Sujono & Sukarmin. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi 1, Yogyakarta : Graha Ilmu

Rudzinski, Leslie A. and Shih, Jerry J., 2011. The Classification of Seizures and Epilepsy Syndromes. Novel Aspects on Epilepsy: 69-88.

Sunaryo, Utoyo, 2007. Diagnosis Epilepsi.  Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya  Kusuma, 1.

Sylvia A. Price, dkk (1995), Konsep Klinis Proses-proses Penyakit , Edisi 4, EGC, Jakarta

WHO, 2005. Atlas: Epilepsy Care in the World . Geneva. WHO.

Referensi

Dokumen terkait

Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rectal di atas 38 C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada suhu.. tubuh (suhu rektal lebih dari 38°C) yang disebabkan

Penyakit yang menyertai pada kejang demam yaitu tonsilo faringitis akut, diare tanpa tanda dehidrasi, ISPA, infeksi saluran kemih, demam dengue.. Penyakit tonsilo

Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron, dan dalam waktu yang singkat dapat terjadi difusi ion kalium listrik.Lepas

Apakah ibu mempunyai riwayat penyakit yang berhubungan dengan penurunan. kekebalan tubuh seperti HIV/AIDS, HPV, Hepatitis, Infeksi saluran pernapasan

7. Frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali. Kejang kelompok kedua ini mempunyai suatu dasar kelainan yang menyebabkan timbulnya kejang, sedangkan demam

Kejang demam adalah kejang yang berhubungan dengan demam (suhu di atas 38,4 o C per rektal), tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut (proses

Obat ini adalah antibiotik tipe sefalosporin yang digunakan untuk mengobati berbagai macam infeksi bakteri, seperti infeksi saluran pernapasan, telinga, kulit, dan urin.. Cefaclor