• Tidak ada hasil yang ditemukan

LP Kejang Demam mbak wen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LP Kejang Demam mbak wen"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

TINJAUAN TEORI

1. Tinjauan Medis 1.1 Pengertian

(1) Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (lebih dari 38 oC) yang disebabkan oleh proses ekstra kranial (Ngastiyah,2010).

(2) Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada saat suhu meningkat yang disebabkan oleh proses ekstra kranial (Saharso D, 2010.

(3) Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan. (Betz & Sowden,2002).

1.2 Etiologi

Kejang demam pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat misalnya tonsilitis, bronkitis ( Ngastiyah. 2010).

Kejang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi patologis, termasuk tumor otak, trauma, bekuan darah pada otak, meningitis, ensefalitis, gangguan elektrolit dan gejala putus alkohol dan obat, gangguan metabolik, uremia, overhidrasi, toksik subkutan dan anoksia serebral.

1) Intrakranial

Kelainan bawaan, infeksi, trauma, asfiksia 2) Ekstrakranial

Gangguan metabolik : Hipoglikemia, hipoksemia, gangguan elektrolit. Toksik : Sindrom putus obat

Infeksi ekstrakranial : misalnya OMA dan ISPA 3) Idiopatik

Kejang neonatus, kejang hari ke lima

1.3 Patofisiologi

(2)

sehingga terjadi lepas muatan listrik, hal ini bisa meluas ke seluruh sel maupun ke bembran sel sekitarnya dengan bantuan neuron transmiter dan terjadilah kejang. Kejang yang berlangsung lama disertai dengan apnea, meningkatkan kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea dll, selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat hingga terjadi kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama (Ngastiyah,1997)

Infeksi ekstrakranial : suhu tubuh meningkat

Gangguan keseimbangan membran sel neuron

Difusi Na+ dan K+ berlebih

Depolarisasi membran dan lepas muatan listrik berlebih

Kejang

parsial umum

sederhana kompleks absens mioklonik Tonik klonik atonik

Kesadaran menurun Ggn peredaran

darah Aktivitas ototmeningkat

Resiko tinggi trauma

Reflek menelan menurun

aspirasi

hipoksi

Permeabilitas kapiler meningkat

Metabolisme meningkat

Kebutuhan

O2 meningkat Hipertermi Koordinasi otot

meningkat

Sel neuron

otak rusak asfiksia rasa nyamanGanggguan

Retardasi mental

(3)

1.4 Manifestasi Klinik

Serangan kejang biasanya terjadi 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan kejang dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan sadar tanpa ada kelainan saraf.

1.4.1 Kejang parsial ( fokal, lokal ) 1. Kejang parsial sederhana :

Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini: 1) Tanda – tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi tubuh;

umumnya gerakan setiap kejang sama.

2) Tanda atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil.

3) Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik, merasa seakan jatuh dari udara, parestesia.

4) Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik. 2. Kejang parsial kompleks

1) Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial simpleks

2) Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap – ngecapkan bibir, mengunyah, gerakan menongkel yang berulang – ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya.

3) Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku

1.4.2 Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi ) 1. Kejang absens

1) Gangguan kewaspadaan dan responsivitas

2) Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15 detik

3) Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kempali waspada dan konsentrasi penuh

2. Kejang mioklonik

1) Kedutan – kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi secara mendadak.

2) Sering terlihat pada orang sehat selama tidur tetapi bila patologik berupa kedutan keduatn sinkron dari bahu, leher, lengan atas dan kaki.

(4)

4) Kehilangan kesadaran hanya sesaat. 3. Kejang tonik klonik

1) Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot ekstremitas, batang tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari 1 menit.

2) Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih. 3) Saat tonik diikuti klonik pada ekstrenitas atas dan bawah. 4) Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal.

4. Kejang atonik

1) Hilangnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata turun, kepala menunduk,atau jatuh ke tanah.

2) Singkat dan terjadi tanpa peringatan.

1.5 Diagnosa Banding (1) Meningitis. (2) Enchepalitis. (3) Abses otak.

1.6 Prognosa

Resiko yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang demam tergantung dari faktor :

(1) Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga.

(2) Kelainan dalam perkembangan atau kelainan syaraf sebelum anak menderita kejang demam.

(3) Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal.

Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor diatas maka dikemudian hari akan mengalami serangan kejang demam sekitar 13% dibanding bila hanya terdapat 1 atau tidak sama sekali, faktor diatas serangan kejang tanpa demam hanya 2-3 %.

1.7 Uji Laboratorium dan Diagnostik

1) Elektroensefalogram ( EEG ) : dipakai untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.

2) Pemindaian CT : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dari biasanya untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.

(5)

memperlihatkan daerah – daerah otak yang tidak jelas terlihat bila menggunakan pemindaian CT.

4) Pemindaian positron emission tomography ( PET ) : untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak.

5) Uji laboratorium

(1) Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler.

(2) Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit. (3) Panel elektrolit.

(4) Skrining toksik dari serum dan urin. (5) GDA.

(6) Kadar kalsium darah. (7) Kadar natrium darah. (8) Kadar magnesium darah.

1.8 Penatalaksanaan Medis

(1) Memberantas kejang secepat mungkin.

Obat pilihan utama adalah Diazepam IV yaitu untuk menekan kejang 80-90 % dosis sesuai dengan BB kurang dari 10 kg 0,5-0,75 mg/BB, diatas 20 kg 0,5 mg/kg BB. Setelah suntikan pertama secara iv di tunggu 15 menit bila masih terdapat kejang diulangi suntikan ke dua dengan dosis yang sama secara iv jika masih kejang maka di berikan lagi tapi secara im.

(2) Pengobatan penunjang. 1) Semua pakaian dibuka.

2) Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi. 3) Usahakan jalan nafas bebas.

4) Penghisapan lendir teratur.

5) Fungsi TTV di observasi ketat, jika adanya tekanan intra kranial yang meningkat tidak boleh di berikan cairan dengan Na yang terlalu tinggi. (3) Pengobatan rumat.

1) Pengobatan profilaksis intermiten. 2) Pengobatan intermiten jangka panjang. (4) Mencari dan mengobati penyebab.

(6)

1.9 Penatalaksanaan Keperawatan

Prinsip penatalaksanaan bila anak kejang (1) Segera hentikan kejang.

(2) Mencari penyebab. (3) Cegah kejang berulang. Tindakan keperawatan:

(1) Baringkan klien di tempat yang rata, kepala dimiringkan dan pasang sudip lidah yang telah dibungkus kasa.

(2) Singkirkan benda-benda yang ada di sekitar klien, lepaskan pakaian yang mengganggu pernafasan, misalnya : ikat pinggang, gurita.

1.10Komplikasi

(1)Lidah terluka/tergigit. (2)Apnea.

(3)Depresi pusat pernafasan. (4)Retardasi mental.

(5)Pneumonia aspirasi. (6)Status epileptikus.

2. Tinjauan Asuhan Keperawatan 2.1 Pengkajian

1. Data Subyektif 1) Biodata/identitas

Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin. 2) Riwayat penyakit (Darto Suharso, 2000)

Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan : Apakah betul ada kejang? Diharapkan ibu atau keluarga yang mengantar dianjurkan menirukan gerakan kejang si anak, ada tidaknya demam yang menyertai kejang.

Apakah muntah, diare, trauma kepala, gagap bicara (khususnya pada penderita epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA, morbili, dan lain-lain.

3) Riwayat penyakit dahulu

(7)

4) Riwayat kehamilan dan persalinan

Keadaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah mengalami infeksi atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat trauma, perdarahan per vaginam sewaktu hamil, penggunaan obat-obatan maupun jamu selama hamil. Riwayat persalinan ditanyakan apakah sukar, spontan, atau dengan tindakan (forcep/vakum), perdarahan ante partum, asfiksia, dan lain-lain. Keadaan selama neonatal apakah bayi panas, diare, muntah, tidak mau menetek, dan kejang-kejang.

5) Riwayat imunisasi

Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan serta umur mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada umumnya setelah mendapatkan imunisasi DPT efek sampingnya adalah panas yang dapat menimbulkan kejang.

6) Riwayat perkembangan

Ditanyakan kemampuan perkembangan, yang meliputi :

Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial) : berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan lingkungannya. Gerakan motorik halus : berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil dan memerlukan koordinasi yang cermat, misalnya menggambar, memegang suatu benda, dan lain-lain.

Gerakan motorik kasar : berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh. Bahasa : kemampuan memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan.

7) Riwayat kesehatan keluarga

Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (+ 25% penderita kejang demam mempunyai faktor keturunan). Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit syaraf atau lainnya? Adakah anggota keluarga yang dapat mencetuskan terjadinya kejang demam?

8) Riwayat sosial

Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan emosionalnya perlu dikaji siapakah yang mengasuh anak? Bagaimana hubungan dengan anggota keluarga dan teman sebaya?

9) Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan

(8)

Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita, pelayanan kesehatan yang diberikan, tindakan apabila ada anggota keluarga yang sakit, penggunaan obat-obatan pertolongan pertama.

10) Pola nutrisi

Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak, ditanyakan bagaimana kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh anak? Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak disukai? Bagaimana selera makan anak? Berapa kali minum, jenis, dan jumlahnya per hari?

11) Pola eliminasi

BAK: Ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis ditanyakan bagaimana warna, bau dan apakah terdapat darah? Serta apakah disertai nyeri saat anak kencing.

BAB: Ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak? Bagaimana konsistensinya lunak, keras, cair atau berlendir?

12) Pola aktivitas dan latihan

Apakah anak sering bermain sendiri atau dengan teman sebayanya? Berkumpul dengan keluarga sehari berapa jam? Aktivitas apa yang disukai? Pola tidur/istirahat :

Berapa jam sehari tidur? Berangkat tidur jam berapa? Bangun tidur jam berapa? Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang?

2. Data Obyektif

1) Pemeriksaan umum (Cory S, 2000; 36)

Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan didapatkan suhu tinggi sedangkan kesadaran setelah kejang akan kembali normal seperti sebelum kejang tanpa kelainan neurologi.

2) Pemeriksaan fisik 1. Kepala

Adakah tanda-tanda mikro atau mikrosepali? Adakah dispersi bentuk kepala? Apakah tanda-tanda kenaikan tekanan intrakranial, yaitu ubun-ubun besar cembung, bagaimana keadaan ubun-ubun-ubun-ubun besar menutup atau belum?

2. Rambut

(9)

kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada pasien.

3. Muka/wajah

Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis tertinggal bila anak menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik ke sisi sehat. Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trismus? Apakah ada gangguan nervus kranial?

4. Mata

Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva?

5. Telinga

Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran.

6. Hidung

Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat jalan napas? Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya? 7. Mulut

Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cyanosis? Bagaimana keadaan lidah? Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi yang tumbuh? Apakah ada caries gigi?

8. Tenggorokan

Adakah tanda-tanda peradangan tonsil? Adakah tanda-tanda infeksi faring, cairan eksudat?

9. Leher

Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid? Adakah pembesaran vena jugularis?

10. Thorax

Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan, frekuensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi intercostae? Pada auskultasi, adakah suara napas tambahan?

11. Jantung

(10)

12. Abdomen

Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen? Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus? Adakah tanda meteorismus? Adakah pembesaran lien dan hepar?

13. Kulit

Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya? Apakah terdapat udema, hemangioma? Bagaimana keadaan turgor kulit?

14. Ektremitas

Apakah terdapat udema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang? Bagaimana suhunya pada daerah akral?

15. Genetalia

Adakah kelainan bentuk, udema, sekret yang keluar dari vagina, tanda-tanda infeksi?

2.2 Diagnosa Keperawatan

(1)Hipertermi berhubungan dengan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.

(2)Resiko kejang berulang berhubungan dengan hipertermi. (3)Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hipertermi.

(4)Risiko tinggi trauma/cidera berhubungan dengan kelemahan, perubahan kesadaran, koordinasi otot

2.3 Perencanaan

(1) Diagnosa I : Hipertermi berhubungan dengan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.

1. Tujuan : suhu tubuh normal. 2. Kriteria hasil :

a) suhu 365 – 375 oC. b) Anak tidak rewel 3. Rencana tindakan :

1) Observasi TTV tiap 4 jam.

R : Perubahan TTV khususnya peningkatan suhu tubuh mengidentifikasikan beratnya kejang.

2) Kompres hangat dan ajarkan keluarga cara mengompres.

(11)

3) Berikan pakaian tipis yang menyerap keringat.

R : Pakaian yang tipis membantu mempercepat pengeluaran panas. 4) Anjurkan klien untuk banyak minum.

R : Minum yang banyak mencegah terjadinya dehidrasi sehingga peningkatan suhu tubuh dapat dicegah.

5) Kolaborasi pemberian antibiotik dan antipiretik.

R : Antipiretik berfungsi untuk penurunan panas sedangkan antibiotik untuk mencegah infeksi.

(2) Diagnosa II : Resiko kejang berulang berhubungan dengan hipertermi 1. Tujuan : Klien tidak mengalami kejang selama hipertermi

2. Kriteria hasil :

1) Tidak terjadi serangan kejang berulang. 2) Suhu 36,5-37,5oC (bayi), 36-37,5oC (anak).

3) Nadi 110-120 x/menit (bayi), 100-110 x/menit (anak). 4) Respirasi 30-40 x/menit (bayi), 24-28 x/menit (anak). 5) Kesadaran composmentis.

3. Rencana tindakan :

1) Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah menyerap keringat.

R : Proses konveksi akan terhalang oleh pakaian yang ketat dan tidak menyerap keringat.

2) Berikan kompres air hangat.

R : Perpindahan panas secara konduksi, pori-pori mengalami vasodilatasi yang mempercepat proses penguapan.

3) Berikan ekstra cairan (susu, sari buah, dan lain-lain). R : Saat demam, kebutuhan cairan tubuh meningkat. 4) Observasi kejang dan tanda vital tiap 4 jam.

R : Pemantauan yang teratur menentukan tindakan yang akan dilakukan.

5) Batasi aktivitas selama anak panas.

R :Aktivitas dapat meningkatkan metabolisme dan meningkatkan panas.

6) Berikan antipiretika dan pengobatan sesuai advis.

(12)

(3) Diagnosa III : Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hipertermi. 1. Tujuan : Rasa nyaman terpenuhi

2. Kriteria hasil : Suhu tubuh 36 – 37,5º C, N ; 100 – 110 x/menit, RR : 24 – 28 x/menit, Kesadaran composmentis, anak

tidak rewel. 3. Intervensi dan Rasional :

1) Kaji faktor – faktor terjadinya hiperthermi.

R : mengetahui penyebab terjadinya hiperthermi karena penambahan pakaian/selimut dapat menghambat penurunan suhu tubuh.

2) Observasi tanda – tanda vital tiap 4 jam sekali

R : Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan perkembangan keperawatan yang selanjutnya.

3) Pertahankan suhu tubuh normal

R : suhu tubuh dapat dipengaruhi oleh tingkat aktivitas, suhu lingkungan, kelembaban tinggiakan mempengaruhi panas atau dinginnya tubuh.

4) Ajarkan pada keluarga memberikan kompres dingin pada kepala / ketiak .

R : proses konduksi/perpindahan panas dengan suatu bahan perantara. 5) Anjurkan untuk menggunakan baju tipis dan terbuat

dari kain katun

R : proses hilangnya panas akan terhalangi oleh pakaian tebal dan tidak dapat menyerap keringat.

6) Atur sirkulasi udara ruangan. R : Penyediaan udara bersih.

7) Beri ekstra cairan dengan menganjurkan pasien banyak minum

R : Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat. 8) Batasi aktivitas fisik

R : aktivitas meningkatkan metabolismedan meningkatkan panas

(4) Diagnosa IV : Risiko tinggi trauma / cidera berhubungan dengan kelemahan, perubahan kesadaran, koordinasi otot

1. Tujuan : Cidera atau trauma tidak terjadi

2. Kriteria Hasil : Faktor penyebab diketahui, mempertahankan aturan pengobatan,meningkatkan keamanan lingkunagan

(13)

1) Observasi tanda – tanda vital dan keadaan umum. R : Mengindikasikan keadaan klien.

2) Catat tipe dari aktivitas kejang, berapa kali dan lama kejang. R : Tipe dan lama kejang mempengaruhi terapi yang diberikan. 3) Lindungi klien dari trauma ( sudip lidah ).

R : Mencegah terjadinya trauma pada klien. 4) Beri lingkungan yang nyaman bagi klien.

R : Lingkungan yang nyaman membantu penyembuhan klien. 5) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian anti konvulsan.

(14)

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito Lynda Juall (1998), Diagnosa Keperawatan, EGC, Jakarta.

Doengoes ME (1999), Nursing Care Plans, Edisi Tiga, EGC, Jakarta.

Saharso D. (1997), Pedoman Diagnosis dan Terapi, FK Unair, Surabaya.

Arjatmo T.(2001). Keadaan Gawat Yang Mengancam Jiwa. Jakarta : Gaya Baru.

Betz Cecily L, Sowden Linda A. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC.

Marilyn E.Dongoes. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.

Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC.

Perry, Potter. (2005). Buku Saku Keterampilan Dan Prosedur Dasar, Edisi 5. Jakarta : EGC.

Sacharin Rosa M. (1996). Prinsip Keperawatan Pediatrik. Alih bahasa : Maulanny R.F. Jakarta : EGC.

Suharso, Darto. (1994). Pedoman Diagnosis dan Terapi. Surabaya : Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.

Referensi

Dokumen terkait

Karena yang menjadi penyebab timbulnya kejang adalah kenaikan suhu tubuh akibat infeksi seperti di telinga, saluran pernapasan, tonsil maka  pemeriksaan seperti angka

Kejang demam merupakan bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh lebih dari 38 o C per rektal atau 37,8 o C per axila yang disebabkan oleh proses

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi rekurensi kejang demam, di antaranya adalah suhu pasien ketika kejang, riwayat keluarga dengan kejang demam, usia pertama kali kejang,

Peneliti lain mendapatkan pasien yang mempunyai keluarga dengan riwayat pernah menderita kejang demam bukan merupakan faktor risiko untuk terjadi bangkitan kejang demam

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi rekurensi kejang demam, di antaranya adalah suhu pasien ketika kejang, riwayat keluarga dengan kejang demam, usia pertama kali kejang,

Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 o C sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 o C atau

Kejang demam ini lebih sering terjadi pada anak usia 6 bulan  –   –  5  5 tahun, dengan lama kejang kurang dari 15 menit dapat bersifat umum dan tahun, dengan lama

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada suhu tubuh (suhu rektal lebih dari 38°C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium (Ngastiyah, 1997: 229).. Kejang demam