• Tidak ada hasil yang ditemukan

Putusan Nomor 02/Pid. HAM/AD HOC/2003/PN Jakarta Pusat.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Putusan Nomor 02/Pid. HAM/AD HOC/2003/PN Jakarta Pusat."

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Putusan Nomor 02/Pid. HAM/AD HOC/2003/PN Jakarta

Pusat.

Demi keadilan Ketuhanan Yang Maha Esa pengadilan hak asasi manusia ad hoc pada pengadilan hak asasi manusia Jakarta Pusat yang memeriksa dan mengadili perkara ham berat Tanjung Priok pada tingkat pertama dengan acara putusan biasa menjatuhkan putusan sela sebagai berikut; dalam perkara terdakwa nama lengkap:

Nama : Pranowo

Tempat lahir : Blora, Jawa Tengah

Umur : 63 tahun

Tanggal lahir :2 September 1940

Jenis kelamin :laki-laki

Kebangsaan : Indonesia

Tempat tinggal : Jl. Sukabumi no. 14 Menteng Jakarta Pusat

Agama : Kristen Protestan

Pekerjaan : Purnawirawan TNI AD, mantan Kapemdam V Jaya,

pangkat Kolonel CPM, sekarang Mayor Jenderal Purnawirawan

Pendidikan : AMN tahun 1964,

Terdakwa tidak ditahan,

Terdakwa didampingi oleh tim penasehat hukum personil TNI yakni; Kolonel Chk Drs. Burhan Dahlan SH. Dr. Chandra Motik Yusuf Jemat SH, Msc, Juan Juanda Putra SH.MH. Amir Karyatin SH. Letkol Chk K. Nur Hajijah Msh. Mayor Chk K. Murtini SH. Mh. Mayor Chk Subagyo SH.MH. Mayor Chk M. Ali Ridho SH. Mayor (Sus) Bambang Widarto SH.MH. Mayor Chk Sarwo Edi SH.MH. berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 17

(2)

September 2003 pengadilan hak asasi manusia ad hoc tersebut telah membaca berkas perkara, telah membaca penetapan ketua pengadilan Hak asasi manusia Jakarta Pusat tanggal 8 September 2003 nomor 02 pit HM/ad hoc/2003 PH Jakarta Pusat, telah membaca penetapan ketua mejelis hakim tanggal 11 September 2003 tentang penetapan hari sidang, telah mendengar surat dakwaan oleh penuntut umum ad hoc tanggal 8 September 2003, telah mendengar eksepsi atau nota keberatan dari tim penasehat hukum terdakwa tertanggal 7 Oktober 2003, telah mendengar pula pendapat penuntut umum ad hoc terhadap nota keberatan atau eksepsi tertanggal 21 Oktober 2003.

Menimbang: bahwa berdasarkan dakwaan penuntut umum ad hoc tanggal 8 September 2003 terdakwa didakwa dengan dakwaan sebagai berikut:

1. melanggar ketentuan pasal 7 huruf b dis. Pasal 9 huruf e

pasal 37 undang-undang nomor 26 tahun 2000 pasal 55 ayat satu kesatu pasal 64.

2. melanggar ketentuan pasal 42 ayat 1 huruf a dan b dis pasal

7 huruf b pasal 9 huruf f pasal 39 undang –undang no 26 tahun 2000 pasal 64 KUHP

Menimbang; bahwa terhadap surat dakwaan penuntut umum ad hoc tersebut tim penasehat hukum terdakwa mengajukan keberatan atau eksepsi yang pada pokoknya menyatakan sebagai berikut;

(a) Pengadilan Ham ad hoc Jakarta Pusat tidak mempunyai kewenangan absolut dalam menyidangkan perkara aquo dengan alasan.

1. yurisdiksi pengadilan ham ad hoc hanya peristiwa di Tanjung Priok bulan September 1984, kedua Keppres no 96 tahun 2001 yang menjadi landasan hukum pembentukan pengadilan Ham ad hoc ini adalah tidak sah atau cacat hukum, tiga penyidikan tidak sah secara hukum, empat dasar hukum waktu perpanjangan penyidikan tidak sah, lima

(3)

peristiwa tanjung Priok 1984 bukan merupakan pelanggaran Ham Berat sebagaimana diatur dalam undang-undang no 26 tahun 2000, keenam azas retroaktif yang diberlakukan bertentangan dengan hukum dan keadilan. (b) Dakwaan error impersonal, (c). tentang dakwaan pertanggungjawaban komando, (d). Dakwaan tidak cermat, tidak jelas, tidak lengkap atau kabur ….. Karena uraian dakwaan tidak menggambarkan perbuatan yang didakwakan dilakukan. (e) Dakwaan tidak cermat, tidak jelas, tidak lengkap atau kabur…. karena tidak mengurai dengan jelas siapa pasukan atau anggotanya.

Bahwa atas keberatan tim penasehat hukum terdakwa penuntut umum ad hoc mengajukan tanggapan yang pada pokoknya sebagai berikut;

1. Surat dakwaan penuntut umum ad hoc adalah sah menurut hukum

dan telah memenuhi syarat formal materil sebagaimana ketentuan pasal 143 ayat 2 huruf a dan b KUHAP.

2. Pengadilan ham adhoc Jakarta Pusat berwenang memeriksa dan

memutus perkara pelanggaran ham yang berat atas nama terdakwa Mayor Jenderal TNI Purnawirawan Pranowo.

3. Segala kritik atas keberadaan undang-undang nomor 26 tahun

2000 beserta keputusan Presiden nomor 53 tahun 2001 maupun Keputusan Presiden nomor 96 tahun 2001 adalah wewenang mahkaman konstitusi untuk mengadili dan bagaimanapun juga undang-undang nomor 26 tahun 2000 adalah hukum positif yang berlaku.

Menimbang bahwa sebelum mempertimbangkan keberatan-keberatan tim penasehat hukum majelis hakim terlebih dahulu mengemukakan mengenai ketentuan atau ruang lingkup keberatan sebagaimana diatur dalam pasal 156 ayat satu KUHAP yang menentukan secara limitative hal-hal sebagai berikut; a. kewenangan pengadilan mengadili perkara, b.

(4)

tentang dakwaan tidak dapat diterima, c. tentang surat dakwaan harus dibatalkan.

Menimbang bahwa meskipun menurut ketentuan pasal 156 KUHAP penasehat hukum hanya dimungkinkan mengajukan keberatan terhadap dakwaan jaksa penuntut umum, hanya sebatas bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, akan tetapi dalam hal bagaimana dakwaan tidak dapat diterima atau harus dibatalkan KUHAP sendiri tidak memberikan penjelasan yang rinci sehingga mengenai hal ini menurut majelis diserahkan kepada praktek peradilan dan yurisprudensi untuk menemukan dan menentukannya sedangkan dalam hal bagaimana pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya undang-undang dalam hal ini KUHAP maupun doktrin ilmu hukum pidana sudah mengatur dan menjawabnya dengan jelas yaitu ketidakwenangan absolut dan ketidak wenagnan relatif pengadilan.

Menimbang: bahwa selanjutnya terhadap keberatan-keberatan tim penasehat hukum terdakwa majelis akan mempertimbangkan sebagai berikut; Pengadilan ham adhoc Jakarta Pusat tidak mempunyai kewenangan absolut dalam menyidangkan perkara aquo.

1. Yurisdiksi pengadilan ham adhoc hanya peristiwa di Tanjung Priok

bulan September tahun 1984 bahwa pasal 1 Keppres RI nomor 96 tahun 2001 menyebutkan ketentuan pasal 2 Keppres RI nomor 53 tahun 2001 tentang pembentukan pengadilan Ham adhoc pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat diubah sehingga berbunyi sebagai berikut; Pengadilan ham adhoc sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran ham berat yang terjadi di wilayah Timor-Timur dalam wilayah hukum Liquisa Dili dan Suai pada bulan April 1999 dan bulan September 1999 dan yang terjadi di Tanjung Priok bulan September 1999 bahwa berdasarkan uraian dalam surat dakwaan terdakwa selaku Kapemdam V Jaya ketika itu pada tanggal 13

(5)

September menerima titipan tahanan kasus Tanjung Priok secara bertahap sehingga kurang lebih berjumlah 169 orang, bahwa dengan demikian peristiwa yang didakwakan kepada terdakwa walaupun Lokusdelikti tersebut berada diwilayah Cimanggis Depok Jawa Barat namun Lokus personal dan peristiwanya masih merupakan rangkaian peristiwa yang terjadi di Tanjung Priok pada bulan September 1984.

2. Keppres nomor 96 tahun 2001 yang sebagai dasar hukum

pembentukan pengadilan ham adhoc inkaso adalah tidak sah atau cacat hukum bahwa terhadap keberatan ini majelis berpendapat sebagai berikut; bahwa sebagai pelaksanaan dari pasal 43 undang-undang nomor 26 tahun 2000 dibentuklah pengadilan ham adhoc pada pengadilan Negeri Jakarta Pusat berdasarkan Keppres nomor 53 tahun 2001. bahwa Keppres ini merupakan hasil usulan sidang pleno DPR melalui keputusan DPR RI nomor 44/DPR RI/III/2000 2001 tanggal 21 Maret tahun 2001, kemudian diputuskan DPR ini diusulkan DPR RI kepada Presiden dengan surat ketua DPR nomor KT.02 1733/DPR RI/2001 tanggal 30 Maret 2001 yang kemudian Keppres ini diperbaharui dengan Keppres nomor 96 tahun 2001. Bahwa kemudian apakah Keppres nomor 96 tahun 2001 sebagai dasar hukum pembentukan pengadilan ham adhoc adalah cacat hukum majelis berpendapat mengenai hal tersebut sudah merupakan kewenangan hak uji materil yang dimiliki Mahkamah Agung RI sesuai dengan ketetapan MPR nomor III tahun 2000 pasal 5 ayat 2 oleh karenanya terhadap eksepsi angka satu ini harus dikesampingkan dan tidak dapat diterima.

3. Penyidikan tidak sah secara hukum, menimbang bahwa setelah

majelis memperhatikan keberatan dari tim penasehat hukum terdakwa mengenai hal ini adalah berada diluar materi dari ruang lingkup materi sesuai dengan pasal 156 ayat 1 KUHAP yang telah

(6)

ditentukan secara limitative maka majelis berpendapat bahwa eksepsi tim penasehat hukum bukan merupakan alasan keberatan yang sah menurut hukum sehingga tidak perlu dipertimbangkan.

4. Dasar hukum perpanjangan waktu penyidikan tidak sah, bahwa

disamping KUHAP kita juga harus memperhatikan undang-undang nomor 26 tahun 2000 khususnya pasal 43 ayat 1 dikaitkan dengan Keppres nomor 53 tahun 2001 dan diubah oleh Keppres nomor 96 tahun 2001 tentang pengadilan ham berat Tanjung Priok yang didasarkan atas persetujuan DPR RI nomor 44/DPR RI/III/2001, Ketua pengadilan HAM Jakarta Pusat mengeluarkan penetapan perpanjangan waktu penyidikan sesuai dengan pasal 22 ayat 3 undang-undang nomor 26 tahun 2000 maka majelis berpendapat sesuai dengan yurisdiksi pengadilan ham Jakarta Pusat, secara otomatis dan serta merta ketua pengadilan ham Jakarta Pusat berwenang memperpanjang waktu penyidikan tersebut.

5. Peristiwa Tanjung Priok 1984 bukan merupakan pelanggaran ham

berat sebagaimana diatur undang-undang nomor 26 tahun 2000, bahwa untuk menemukan fakta-fakta yang berkaitan mengenai apakah peristiwa yang didakwakan merupakan pelanggaran ham berat atau bukan majelis berpendapat hal tersebut baru dapat terungkap dengan jelas setelah diperiksa materi pokok perkaranya, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut eksepsi angka 4 ini sudah menyangkut mengenai pokok perkara sehingga harus dikesampingkan.

6. Azas retroaktif yang diberlakukan bertentangan dengan hukum

dan keadilan, (a) bertentangan dengan undang-undang dasar 1945 amandemen ke 2. (b) bertentangan dengan universal deklaration of human rights, (c) bertentangan dengan azas legalitas dalam KUHP dan (d) bertentangan dengan rasa keadilan dan kepastian hukum.

(7)

Menimbang bahwa dengan keberatan ini majelis hakim berpendapat sebagai berikut; bahwa penasehat hukum memposisikan undang-undang nomor 26 tahun 2000 sebagai bertentangan dengan undang-undang dasar 1945 pasal 28i ditinjau dari hirarki perundang-undangan, bahwa dengan memenggal-memenggal baik pasal 28i undang-undang dasar 1945 dengan keterkaitannya denga peraturan lain akan menghasilkan pemahaman sepenggal-sepenggal yang dapat menimbulkan kekeliruan, bahwa undang-undang dasar 28i 1945 seharusnya dilihat ketekaitannya dengan pasal 28c undang dasar 1945 bahwa pemahaman pembuat undang-undang dalam hal ini DPR dan Pemerintah terhadap undang-undang-undang-undang nomor 26 tahun 2000 sebagaimana tercermin dalam penjelasan umumnya antara lain dikatakan bahwa; mengenai pelanggaran ham berat seperti genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang berdasarkan hukum internasional dapat digunakan asas retroaktif dengan memberlakukan pasal mengenai kewajiban untuk tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang sebagaimana diatur dalam pasal 28c ayat 2 undang-undang dasar 1945, dalam pemahaman seperti itu dapat disimpulkan bahwa pasal 28i undang-undang dasar 1945 dalam pengertian umum, sedangkan pasal 28c ayat 2 undang-undang dasar 1945 dalam pengertian khusus, kemudian dijabarkan lebih lanjut kedalam undang-undang nomor 26 tahun 2000. bahwa pemahaman DPR RI yang juga sebagai anggota MPR yang menetapkan amandemen pasal 28 undang-undang dasar 1945 sebagaimana dituangkan dalam penjelasan umum undang-undang nomor 26 tahun 2000 adalah hal yang sangat mustahil untuk menempatkan undang nomor 26 tahun 2000 bertentangan dengan pasal 28i undang-undang dasar 1945, tentunya DPR akan mensinkronkan kedua perundang-undangan tersebut dan bukan mempertentangkannya karena hal tersebut adalah perbuatan yang sia-sia, bahwa sebagaimana bunyi penjelasan umum undang-undang nomor 26 tahun 2000 jika dihubungkan dengan pasal 28i undang-undang dasar 1945 adalah bukan

(8)

berarti bertentangan satu sama lain. Bahwa apabila ditinjau lebih jauh lagi undang-undang nomor 26 tahun 2000 dalam bentuk atau formatnya sejalan dengan penyimpangan atas asas non retroaktif berdasarkan pada presedent proses peradilan Nurenberg 1946 yang mengawali pengecualian terhadap asas legalitas, sementara substansi atau norma hukum yang diterapkan terutama yang berkaitan dengan kejahatan genosida dan kejathatan kemanusiaan. Bahwa norma hukum internasional yang diadopsi undang-undang nomor 26 tahun 2000 tersebut merupakan norma hukum yang sudah ada jauh sebelum adanya dugaan pelanggaran ham berat Tanjung Priok. Bahwa proses peradilan Nurenberg tersebut yang menerapkan asas retroaktif telah dianggap sebagai norma hukum kebiasaan internasional dan telah memiliki ciri-ciri inskohens yaitu norma tertinggi yang harus dipatuhi dan tidak boleh dikurangi sehingga semua negara anggota PBB termasuk Indonesia secara hukum terkait untuk melaksanakannya tanpa harus meratifikasinya, bahwa kemudian putusan peradilan Nurenberg tersebut dikuatkan melalui resolusi PBB tanggal 11 Desember 1946 sebagai suatu aplikasi prinsip-prinsip hukum internasional, seterusnya diikuti pula oleh peradilan Tokyo 1948 peradilan bekas Yugoslavia International Criminal Tribunal for Former Yugoslavia 1993, Peradilan Ruwanda International Criminal Tribunal for Former Ruwanda 1995, RUU Peradilan adhoc Khamer Merah 1999 khususnya terhadap pelanggaran ham berat gross violation of human rights sekalipun untuk kurun waktu tertentu saja, bahwa penerapan asas retroaktif pada peradilan Nurenberg memberikan Justifikasi terhadap pengecualian asas legalitas, kemudian tentunya setelah diikuti dan diterapkan pada negara-negara sesudahnya asas retroaktif ini berubah menjadi asas legalitas untuk pengadilan-pengadilan sesudahnya karena menjadi dasar hukum terhadap peristiwa pelanggaran ham berat yang terjadi berikutnya khususnya kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida. Bahwa ukuran untuk menentukan ada tidaknya kepastian hukum dan keadilan khususnya dalam penegakan ham dapat ditentukan melalui formula

(9)

sebagai berikut; (a) nilai keadilan tidak diperoleh dan tingginya nilai kepastian hukum melainkan dari keseimbangan perlindungan hukum atas korban dan pelaku kejahatan dan (b) semakin serius bentuk kejahatan maka semakin besar nilai keadilan harus dipertahankan lebih dari nilai kepastian hukum, bahwa nilai keadilan lebih tinggi dari pada kepastian hukum terlebih-lebih perwujudan keadilan universal seperti dalam kasus-kasus pelanggaran ham berat tidak mengenal ruang dan waktu oleh karena itu dalam hal ini non retroaktif dapat dikesampingkan dan masalah ini sebagai masalah khusus. Bahwa sebagaimana suatu kaidah menyatakan bahwa apabila terjadi pertentangan antara dua perinsip maka yang didahulukan adalah prinsip yang dapat mewujudkan keadilan lebih nyata, bahwa tidak pada tempatnya untuk dipertentangkan lagi asas legalitas dengan asal retroaktif apabila undang-undang nomor 26 tahun 2000 hanya menerapkan pemberlakuan asas berlaku surut yang bersifat limitative yang hanya berlaku untuk pelanggaran ham berat sehingga menghormati kedaulatan hukum nasional dan internasional yurisprudensi maupun doktrin-doktrin maupun pendapat para ahli seperti dijadikan acuan oleh penuntut umum dalam jawabannya kalaupun ada keinginan untuk melakukan hak uji atas undang-undang dasar 1945 maka hal itu merupakan kewenangan Mahkamah Konstitusi undang-undang nomor 24 tahun 2003.

Menimbang; Bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan terurai diatas majelis berpendapat alasan keberatan tim penasehat hukum terdakwa tersebut tidak beralasan hukum dan harus dinyatakan tidak dapat diterima. (b) pembahasan terhadap surat dakwaan

1. dakwaan error inpersonal

2. tentang dakwaan pertanggungjawaban komando.

3. dakwan tidak cermat, dan tidak jelas serta tidak lengkap, atau

kabur abscurlibelum, karena uraian dakwaan tidak menggambarkan perbuatan yang didakwakan.

(10)

4. dakwaan tidak cermat, tidak jelas, tidak lengkap, atau kabur, karena dakwaan tidak menjelaskan unsure meluas dan sistematik sebagaimana yang disyaratkan dalam pelanggaran ham berat.

5. dakwaan tidak cermat, tidak jelas, tidak lengkap atau kabur

karena tidak menguraikan siapa yang dimaksud pasukan atau anggotanya.

6. dakwaan tidak cermat karena penahanan para tersangka kasus

Tanjung Priok 12 September 1984 dilakukan oleh Jaksa kejaksaan tinggi Jakarta maupun kejaksaan Agung RI dan aparat Polri.

Menimbang; bahwa mengenai keberatan ini majelis berpendapat sebagai berikut bahwa pembahasan terhadap surat dakwaan oleh tim penasehat hukum terdakwa tersebut majelis hakim berpendapat bahwa hal-hal tersebut merupakan materi pokok perkara yang baru dapat terungkap dengan jelas setelah diperiksa materi pokok perkaranya.

Menimbang; bahwa dengan berpedoman pada pasal 156 KUHAP dan undang-undang nomor 26 tahun 2000 serta seluruh pertimbangan terurai tersebut diatas majelis sependapat dengan penuntut umum bahwa keberatan-keberatan tim penasehat hukum terdakwa tidak beralasan hukum dan karenanya harus dinyatakan tidak dapat diterima.

Menimbang; bahwa karena keberatan tim penasehat hukum tidak dapat diterima maka sidang pemeriksaan pokok perkara atas diri terdakwa Mayor Jenderal TNI Purnawirawan Pranowo haruslah dilanjutkan.

Menimbang; bahwa tentang pembebanan biaya didalam putusan sela perkara ini akan ditangguhkan sampai dengan putusan akhir. Mengingat; pasal 143 KUHAP pasal 156 KUHAP pasal 10 dan pasal 4 ke 3

undang-undang nomor 26 tahun 2000 serta peraturan perundang-undangan lain yang berhubungan mengadili.

(11)

1. Menyatakan keberatan tim penasehat hukum terdakwa Mayor Jenderal TNI Purnawirawan Pranowo tersebut tidak dapat diterima.

2. Menyatakan pengadilan hak asasi manusia adhoc Jakarta Pusat

berwenang mengadili perkara pidana nomor 02/pit.HAM/AD HOC/2003/PH Jakarta Pusat atas nama terdakwa Mayor Jenderal TNI Purnawirawan Pranowo.

3. Menyatakan surat dakwaan jaksa penuntut umum ad hoc

tertanggal 7 Oktober 2003 adalah memenuhi syarat dan karenanya dapat diterima sebagai dasar pemeriksaan dalam perkara ini.

4. Menyatakan pemeriksaan pokok perkara nomor 02/pit.HAM/AD

HOC/2003/PH Jakarta Pusat atas nama terdakwa Mayor Jenderal TNI Purnawirawan Pranowo tersebut dilanjutkan.

5. Menangguhkan biaya perkara ini sampai pada putusan akhir,

demikian diputuskan dalam rapat musyawarah majelis hakim hak asasi manusia adhoc pada hari senin tanggal 3 November 2003 dengan susunan majelis terdiri dari Andriani Nurdin SH.MH selaku ketua majelis Amiruddin Abudaera, SH.MH, Rudy M. Rizky SH. LLM, Abdurrahman SH.MH Kalelong Bukit SH.MH masing-masing sebagai hakim anggota sesuai dengan penetapan ketua pengadilan ham adhoc pada pengadilan negeri Jakarta Pusat tertanggal 8 September 2003 putusan tersebut diucapkan dalam persidangan terbuka untuk umum pada hari selasa tanggal 4 November 2003 oleh ketua majelis hakim bersama hakim-hakim anggota tersebut dibantu oleh Ny H. Widji Astuti SH, Bambang Sugiyanto SH, Panitra pengganti pada pengadilan tersebut dan dihadiri oleh Rusmanadi SH.MH S.Rambe SH, Joko Indra Setiawan SH. MH dan Risma H.Lada SH selaku penuntut umum adhoc serta terdakwa dengan didampingi tim penasehat hukumnya.

Referensi

Dokumen terkait

Menimbang, bahwa didalam Memori Banding yang diajukan oleh Kuasa Hukum Para Pembanding semula Para Tergugat, telah diuaikan keberatan terhadap putusan Majelis

Menimbang, bahwa oleh karena tidak adanya kejelasan tentang istri almarhum HALIK bin SYARIF bernama FATMAH maka Majelis Hakim tingkat banding berpendapat bahwa

Menimbang bahwa terhadap dalil eksepsi Tergugat tersebut, Majelis Hakim Tingkat Banding berpendapat bahwa, benar surat gugatan Penggugat dapat dikategorikan sebagai

Dari argumentasi penasehat hukum majelis hakim meimbang bahwa sistem pembuktian yang dianut dalam KUHAP diatur dalam Pasal 183 KUHAP yaitu “Hakim tidak boleh

Menimbang, bahwa Team Penasehat Hukum Terdakwa dalam memori bandingnya halaman 3 (tiga) pada pokoknya keberatan dengan putusan Majelis Hakim Tingkat Pertama karena

Menimbang, bahwa terhadap eksepsi tersebut Majelis berpendapat bahwa ketentuan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 pasal 55 ayat (2) yang menyatakan “jika terjadi sengketa

Dalam menanggapi kesulitan tim penasehat hukum terdakwa untuk menghadirkan saksi a de charge tersebut, ketua majelis hakim yang memeriksa berkas perkara Eurico Gutteres, Herman

Berikut pernyataannnya: “Menimbang, bahwa oleh karena Pemohon tidak menghadirkan saksi- saksinya meskipun telah diberi kesempatan, maka Majelis Hakim berpendapat bahwa dalil-dalil