• Tidak ada hasil yang ditemukan

SURVEI TRIPS DAN CENDAWAN ENTOMOPATOGEN PADA TANAMAN KRISAN DI PERUSAHAAN BUNGA POTONG NATALIA NURSERY FURGON AVERO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SURVEI TRIPS DAN CENDAWAN ENTOMOPATOGEN PADA TANAMAN KRISAN DI PERUSAHAAN BUNGA POTONG NATALIA NURSERY FURGON AVERO"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

SURVEI TRIPS DAN CENDAWAN ENTOMOPATOGEN

PADA TANAMAN KRISAN

DI PERUSAHAAN BUNGA POTONG NATALIA NURSERY

FURGON AVERO

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Survei Trips dan Cendawan Entomopatogen pada Tanaman Krisan di Perusahaan Bunga Potong Natalia Nursery adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

Furgon Avero

(3)

ABSTRAK

FURGON AVERO. Survei Trips dan Cendawan Entomopatogen pada Tanaman Krisan di Perusahaan Bunga Potong Natalia Nursery. Dibimbing oleh RULY ANWAR.

Trips merupakan salah satu serangga yang menjadi hama penting terutama jika menyerang tanaman bernilai ekonomi tinggi seperti tanaman hias, tanaman buah dan sayuran. Salah satu spesies trips yang menyerang tanaman krisan adalah

Trips parvispinus. Trips dapat menyebabkan kerusakan pada tanaman yang

terserang. Salah satu musuh alami bagi trips adalah cendawan entomopatogen. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman spesies trips dan populasinya pada tanaman krisan, serta keberadaan cendawaan entomopatogen. Pengamatan populasi trips per bunga dilakukan dengan cara menepuk bagian bunga di atas baki berwarna putih. Trips yang diperoleh dimasukkan ke dalam botol eppendorf berisi alkohol 70%. Trips sampel untuk eksplorasi cendawan entomopatogen dibuat preparat dengan menggunakan pewarna lactophenol-cotton

blue dan diidentifikasi. Spesies trips yang ditemukan adalah Frankliniella intonsa

dan Thrips parvispinus. Selama pengamatan ditemukan trips yang menyerupai trips terinfeksi cendawan entomopatogen.

(4)

ABSTRACT

FURGON AVERO. Thrips and Entomopathogenic Fungi Survey on Chrysanthemum Plants at Natalia Nursery Cut Flowers Company. Supervised by RULY ANWAR.

Thrips have been considered as one of important pests on high economical valued plants, such as ornamental plants, fruits, and vegetables. One of species thrips that attack chrysanthemum was Trips parvispinus. Thrips cause damage to the affected plants. One of the natural enemies for thrips is entomopathogenic fungi. This study aims was to determine species diversity and population thrips on chrysanthemum plants, as well as the presence of entomopathogenic fungi. Thrips populations on flower were counted by tapping at top part of flowers on the white trays. Sampled thrips were put on 70% alcohol on eppendorf tube. Squash mounted microscope were made to determine entomophthoralean fungi on thrips. Thrips species which found were Frankliniella intonsa and Thrips parvispinus. Fungus infected thrips were founded during observation.

(5)

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk

kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

(6)

SURVEI TRIPS DAN CENDAWAN ENTOMOPATOGEN

PADA TANAMAN KRISAN

DI PERUSAHAAN BUNGA POTONG NATALIA NURSERY

FURGON AVERO

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada

Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(7)

Judul Usulan : Survei Trips dan Cendawan Entomopatogen pada Tanaman Krisan di Perusahaan Bunga Potong Natalia Nursery

Nama : Furgon Avero NIM : A34070021

Disetujui oleh

Dr Ir Ruly Anwar, MSi Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Abjad Asih Nawangsih, MSi Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat sehat dan karunia-Nya sehingga laporan tugas akhir ini dapat diselesaikan. Laporan tugas akhir ini merupakan persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan pada Maret sampai dengan bulan September 2011, dengan judul Survei Trips dan Cendawan Entomopatogen pada Tanaman Krisan di Perusahaan Bunga Potong Natalia Nursery.

Pada kesempatan kali ini penulis menyampikan terima kasih kepada kedua orang tua tercinta yang dengan tulus dan penuh kasih sayang selalu mendoakan dan memberikan dukungan, Bapak Dr. Ir. Ruly Anwar, M.Si sebagai dosen pembimbing tugas akhir, Ibu Dr. Ir. Nina Maryana, M.Si sebagai komisi pendidikan. Perusahaan bunga potong “Natalia Nursery” tempat penulis melakukan penelitian.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan laboratorium yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang selalu membantu. Penghargaan penulis berikan kepada semua teman-teman HPT 44 yang selama ini berjuang bersama serta memberikan semangat dukungan dalam mengerjakan penelitian yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terimakasih untuk semuanya.

Bogor, Juli 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

BAHAN DAN METODE 5

Tempat dan Waktu 5

Bahan dan Alat 5

Metode Penelitian 5

Penentuan Petak Pengamatan 5

Pengamatan Populasi Trips dan Pengambilan Sampel Trips 5

Pengamatan Sampel Trips 5

Identifikasi Trips 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Gambaran Umum 7

Identifikasi Spesies Trips 7

Populasi Trips pada Tanaman Krisan 9

Cendawan Entomophthorales 12

KESIMPULAN 13

DAFTAR PUSTAKA 14

(10)

DAFTAR TABEL

1 Perbandingan jumlah trips pada tanaman krisan

varietas White Reagent (V1) dan Yellow Reagent (V2) 11

2 Perbandingan jumlah trips pada tanaman krisan varietas White Reagent (V1) dan Purple Reagent (V3) 11

3 Perbandingan jumlah trips pada tanaman krisan varietas Yellow Reagent (V2) dan Purple Reagent (V3) 11

DAFTAR GAMBAR

1 Frankliniella intonsa 8

2 Thrips parvispinus 9

3 Beberapa varietas bunga krisan 9

4 Gejala serangan trips pada bunga krisan 10

(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman krisan merupakan tanaman hias yang sangat populer, dapat dijual dalam bentuk bunga potong maupun dalam bentuk tanaman pot. Krisan masuk ke Indonesia pada tahun 1800-an dan dikembangkan secara komersial sejak tahun 1940. Varietas krisan di Indonesia umumnya hibrida, berasal dari negeri Belanda, Amerika Serikat, dan Jepang. Krisan yang ditanam di Indonesia yaitu (a) Krisan lokal, berasal dari luar negeri, tetapi telah lama beradaptasi di Indonesia, (b) Krisan introduksi (krisan hibrida), hidupnya berhari pendek dan dibudidayakan sebagai tanaman annual, dan (c) Krisan produk Indonesia yang diproduksi oleh Balai Penelitian Tanaman Hias (Marwoto et al. 1999). Menurut Bailey (1963), tanaman krisan merupakan tanaman perdu dengan sifat tumbuh semusim (annual), dan tahunan (parental).

Menurut Muhit (2007), krisan dibudidayan pada ketinggian 600-1.200 m dpl. Tanaman krisan membutuhkan kelembaban 90-95% pada awal pertumbuhan untuk pembentukan akar dan pada tanaman dewasa memerlukan kelembaban sebesar 70-85% (Mortensen 2000). Krisan berasal dari daerah subtropis, sehingga suhu yang terlalu tinggi merupakan faktor pembatas dalam pertumbuhan tanaman dan berpengaruh terhadap kualitas pembungaan krisan. Toleransi krisan terhadap faktor temperatur untuk tetap tumbuh baik adalah antara 17-30oC. Pada fase vegetatif kisaran suhu yang dibutuhkan untuk pertumbuhan optimal krisan harian adalah 22-28oC pada siang hari dan tidak melebihi 26oC pada malam hari (Khattak & Pearson 1997).

Hal-hal yang perlu diketahui dalam budidaya tanaman krisan antara lain adalah aspek lingkungan; pembibitan; penanaman dan pemeliharaan; pengamatan dan pengendalian OPT; serta panen dan pasca panen. Untuk menghasilkan kualitas bunga yang baik dan tahan terhadap hama dan penyakit antara lain meliputi pemilihan lokasi, penyiapan rumah lindung, pemilihan bibit berkualitas dan pemeliharaan tanaman. Pemilihan lokasi ditentukan berdasarkan persyaratan kesesuaian lahan dan agroklimat. Tanah yang baik untuk menanam krisan adalah tanah gembur dan berdrainase baik dengan kisaran pH 6-7 (Laurie et al. 1979). Rumah lindung dibangun sesuai dengan luasan lahan, arah angin dan kekuatan konstruksi bangunan yang diinginkan serta dilengkapi sarana drainase (Direktorat Perbenihan dan Sarana produksi 2008).

Pada perdagangan tanaman hias dunia, bunga krisan merupakan salah satu bunga yang banyak diminati oleh beberapa negara Asia seperti Jepang, Singapura dan Hongkong, serta Eropa seperti Jerman, Perancis dan Inggris (Wisudiastuti 1999). Beberapa varietas krisan juga ada yang berkhasiat sebagai obat, antara lain untuk mengobati batuk, nyeri perut, dan sakit kepala akibat peradangan rongga sinus (sinusitis) dan sesak napas (Rukmana & Mulyana 1997). Di Indonesia, krisan menjadi salah satu jenis tanaman yang populer dan mempunyai prospek pemasaran yang cerah. Produksi tanaman krisan pada tahun 2012 mencapai 397.651.571 tangkai dan pada tahun 2010 menjadi 383.984.867 tangkai (BPS 2014).

(12)

2

Budidaya tanaman krisan tidak terlepas dari adanya gangguan dari serangan OPT (Organisme Pengganggu Tanaman). Salah satu OPT yang paling serius berasal dari kelompok serangga, diantaranya adalah trips. Trips merupakan serangga yang tergolong ke dalam ordo Thysanoptera, memiliki ukuran tubuh yang kecil dan ramping, biasanya hanya beberapa milimeter panjangnya (Lewis 1997). Sebagian besar mempunyai sayap, namun ada juga yang tidak memiliki sayap. Pada beberapa spesies, imago jantan dan betina bisa bersayap maupun tanpa sayap dan pada beberapa spesies, imago betina bersayap sedangkan imago jantan tidak bersayap (Mound 2006). Metamorfosis pertengahan antara sederhana dan sempurna. Serangga jantan biasanya lebih kecil dari yang betina. Thysanoptera terbagi menjadi dua subordo yaitu Terebrantia dan Tubulifera. Perbedaannya terdapat pada bentuk ruas terakhir abdomen dan alat perteluran. Terebrantia mempunyai ruas abdomen terakhir seperti kerucut atau membulat dan betina memiliki ovipositor yang berkembang baik. Tubulifera mempunyai ruas abdomen terakhir seperti tabung dan betina tidak memiliki ovipositor (Borror et

al. 1989).

Siklus hidup trips terdiri atas telur, dua instar larva yang aktif makan, dua atau tiga instar tidak aktif makan (prapupa dan satu atau dua instar pupa). Trips famili Phlaeotripidae menyimpan telur pada substrat makanan secara horizontal, tapi kadang-kadang secara vertikal. Semua anggota famili Phlaeotripidae memili-ki dua instar pupa dan ditemukan bersama-sama dengan larva dan imago. Sebagi-an besar trips subordo TerebrSebagi-antia memasukkSebagi-an telur ke dalam jaringSebagi-an tSebagi-anamSebagi-an dengan ovipositor yang bergerigi tajam. Semua spesies subordo Terebrantia me-miliki satu instar pupa, begitu pula dengan prapupa. Proses berpupa pada subordo Terebrantia biasanya terjadi pada tanah yang jauh dari tempat larva makan. Siklus hidup biasanya membutuhkan paling sedikit 21 hari pada kondisi panas (Mound & Kibby 1998).

Trips menjadi hama penting terutama jika menyerang tanaman bernilai ekonomi tinggi seperti tanaman hias, tanaman buah dan sayuran (Mound & Kibby 1998). Salah satu spesies trips yang menyerang tanaman krisan adalah Trips

parvispinus, yang memiliki warna tubuh kuning mendekati hitam kecoklatan,

panjang 0.8-0.9 mm dan ditemukan di daerah Jawa, Sumatra, dan Thailand (Kalshoven 1981). Hama ini dapat menimbulkan kerusakan melalui aktivitas ketika makan sehingga sel-sel tanaman menjadi rusak atau mati. Gejala ditandai dengan adanya bercak-bercak putih atau keperak-perakan seperti perunggu terutama pada bagian bawah daun.

Selain berperan sebagai hama, trips juga dapat berpotensi sebagai vektor virus dan predator (Dibiyantoro 1998). Beberapa spesies trips seperti

Frankliniella intosa, Thrips palmi dan T. tabaci diketahui menjadi vektor

kelompok tospovirus. Spesies T. parvispinus dapat berperan sebagai vector virus kelompok Ilarvirus Tobacco streak (Mound & Collins 2000). Trips yang berperan sebagai predator biasanya memangsa hewan yang berukuran lebih kecil daripada tubuhnya sendiri, seperti tungau, nimfa kutu daun, dan telur-telur Lepidoptera. Selain sebagai vektor virus dan predator, trips juga berperan sebagai serangga penyerbuk (polinator) yang mampu meningkatkan efektivitas penyerbukan, terutama pada bunga dengan bentuk kecil (Lewis (1973).

Pemanfaatan musuh alami merupakan salah satu cara pengendalian hama secara hayati. Menurut Huffaker and Nessenger (1989), musuh alami yang dapat

(13)

3

dimanfaatkan dalam usaha menekan serta mengontrol populasi hama yaitu predator, parasitoid maupun patogen. Salah satu musuh alami yang bisa dimanfaatkan dalam pengendalian hama adalah cendawan Entomophthorales.

Cendawan ordo Entomophthorales termasuk ke dalam kelas Zygomycetes. Cendawan ordo ini memiliki 5 famili, yaitu: Acyliastaceae, Completoria-ceae, Entomophthoraceae, Meristaceae, dan Neozygitaceae. Cendawan yang bersifat patogenik termasuk ke dalam famili Ancyliastaceae (genus Conidiobolus), Entomophthoraceae dan Neozygitaceae. Cendawan jenis Mristacrum milkoi (Entomophthorales: Meristacraceae) diketahui menjadi patogen pada larva Tabanidae (Diptera). Spesies dari famili Completoriaceae bersifat parasit obligat intraselular, tetapi belum diketahui genus dan spesiesnya (Keller & Wegensteiner 2007).

Siklus hidup dari cendawan Entomophthorales cukup kompleks, biasanya terdiri dari dua tipe yaitu siklus hidup aseksual (konidia) dan siklus resting spores (Pell et al. 2001; Keller & Wegensteiner 2007). Konidia merupakan struktur 12 yang berperan dalam proses infeksi. Konidofor dapat muncul dari membran tubuh inang, terkadang muncul dari intersegmen membran. Lapisan himenium tubuh inang biasanya dipenuhi oleh konidia primer yang aktif memencar dengan bantuan tekanan hidrostatik. Puluhan ribu konidia dapat diproduksi dari satu tubuh inang (Pell et al. 2001).

Cendawan Entomophthorales memiliki beberapa struktur. Struktur ini terbagi ke dalam beberapa kategori, yaitu struktur yang berkaitan dengan inang, yang berkaitan dengan fisiologi dan yang berkaitan dengan siklus reproduksi. Struktur cendawan yang berkaitan dengan inang antara lain adalah struktur yang berkembang di dalam tubuh inang (protoplas, hyphal bodies, dan resting spores) dan struktur yang berkembang di permukaan tubuh inang (konidiofor, konidia,

cystidia dan rizoid). Resting spores terkadang dapat terbentuk di luar tubuh inang.

Struktur yang ditemukan biasanya berbentuk tunas miselium atau tunas konidia. Sedangkan sruktur yang berkaitan dengan fisiologi dan reproduksi antara lain adalah protoplas, hyphal bodies, konidiofor, konidia, resting spores, dan konidia infeksi. Sedangkan struktur yang tidak berkaitan dengan reproduksi diantaranya adalah cystidia dan rizoid (Keller 2007).

Protoplas merupakan struktur dari cendawan Entomophthorales yang biasanya terdapat pada inang hidup yang terinfeksi. Protoplas tidak memiliki dinding sel. Hypal bodies merupakan struktur yang hampir ditemukan di semua spesies inang. Inang yang terinfeksi hypal bodies biasanya sudah dalam keadaan sekarat. Stuktur ini merupakan tahap pertama yang dibentuk di dalam tubuh inang yang terinfeksi dan merupakan fase perkembangan vegetatif dari cendawan Entomophthorales. Hyphal bodies memiliki dinding sel sehingga beberapa cendawan Entomophthorales memiliki bentuk hyphal bodies yang khas. Hal ini dapat dijadikan ciri pada proses identifikasi (Keller 2007).

Konidia primer (primary conidia) diproduksi secara aktif dari pangkal koni-diofor. Konidia primer yang dibentuk dari konidifor sederhana (tidak bercabang) memiliki dua atau lebih nukleus, sedangkan konidia primer yang dibentuk dari konidiofor yang bercabang biasanya memiliki satu nukleus (Keller 2007).

(14)

4

Menurut Ben-Ze’ev dan Kenneth (1982), secondary conidia (konida sekunder) dibagi ke dalam lima tipe. Tipe I, secondary conidia dihasilkan satu per satu kemudian dikeluarkan, biasanya dari cabang yang pendek dari konidia primer. Tipe ini dibagi lagi menjadi dua, yaitu Tipe Ia mempunyai bentuk yang hampir sama dengan konidia primer. Tipe ini merupakan tipe normal yang dimiliki oleh hampir semua jenis cendawan Entomophthorales. Sementara itu, Tipe Ib mempunyai bentuk yang berbeda dengan konidia primer. Tipe Ib ini dimiliki oleh Erynia, Furia, Pandora, dan beberapa jenis Entomophaga (Keller & Eilenberg 1993). Secondary conidia pada Tipe II disebut capilliconidia.

Capilliconidia dihasilkan secara satu per satu, berukuran panjang, dan mempunyai

tabung kapiler langsing yang muncul pada konidia primer.

Secondary conidia pada Tipe III dikenal dengan nama microconidia.

Konidia ini menghasilkan satu dari banyak perkembangan pipa tubular yang muncul dari konidia primer, bentuknya menyerupai konidia primer tetapi lebih kecil. Tipe ini banyak ditemukan pada beberapa jenis Conidiobolus. Tipe IV disebut dengan nama microspores. Tipe ini tidak ditemukan pada jenis cendawan entomopatogen. Tipe terakhir merupakan Tipe V yang dikenal dengan istilah

aquatic secondary conidia, tetra-radiate propagules, tetra-radiate conidia, branched, stellate atau coronate conidia. Konidia sekunder ini dihasilkan di

dalam air atau saat kontak dengan air (Keller 2007).

Resting spores merupakan struktur dinding berukuran tebal yang berfungsi

untuk bertahan hidup pada kondisi yang kurang menguntungkan. Resting spores dibentuk secara aseksual dari suatu hyphal body (azygospores) atau secara seksual dari konjugasi dua hyphal bodies (zygospores). Kebanyakan bentuk resting spores adalah bola dan hialin, beberapa ada yang dikelilingi oleh episporium. Stadia

resting spores pada Neozygites berwarna coklat gelap menuju hitam, berbentuk

bola atau elips, berstuktur halus, dan mempunyai dua asam nukleat. Resting

spores tidak cepat menyebar (Keller 1987).

Cendawan Entomophthorales dapat menyebabkan infeksi terhadap trips. Spesies trips yang dilaporkan pernah terinfeksi cendawan Entomophthorales yaitu

T. tabaci dan T. palmi (Butt & Brownbridge 1997). Montserrat et al. (1998) juga

menemukan Frankliniella occidentalis terinfeksi cendawan Entomophthorales. Menurut Siagian (2012), infeksi cendawan Enthomophthorales ditemukan pada T.

parvispinus dan F. intonsa.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman spesies trips dan populasinya pada tanaman krisan.

Manfaat Penelitian

Informasi yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan acuan untuk melakukan penelitian lebih lanjut.

(15)

5

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di perusahaan bunga potong “Natalia Nursery”, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengamatan keberadaan cendawan Entomophthorales dilakukan di Laboratorium Patologi Serangga, serta identifikasi trips dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Kegiatan penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai dengan bulan September 2011.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah trips, alkohol 70%,

lactophenol-cotton blue dan pewarna kuku. Adapun alat yang digunakan dalam

penelitian adalah baki berwarna putih, botol eppendorf, kantong plastik, kuas kecil, kaca preparat dan kaca penutup, mikroskop cahaya, kamera digital, kertas label dan alat tulis.

Metode Penelitian Penentuan Petak Pengamatan

Lahan pertanaman krisan dibagi menjadi 3 petak berdasarkan varietas (White Regent, Yellow Regent dan Purple regent). Setiap petak tanaman krisan dibagi menjadi 3 blok dan tiap blok diambil 10 tanaman sampel pada masing-masing blok. Masing-masing-masing tanaman diambil 4 bunga..

.

Pengamatan Populasi Trips dan Pengambilan Sampel Trips

Pengamatan trips dilakukan dengan cara menepuk-nepuk bagian bunga dan ditadahi dengan wadah berwarna putih yang diberi alkohol. Trips yg terkumpul kemudian dihitung dan dimasukkan ke dalam botol eppendorf yg berisi alkohol 70%. Setiap tabung diberi label yang berisi informasi tanggal, lokasi, jenis tanaman inang, dan blok. Pengamatan populasi dilakukan setiap minggu selama 6 minggu. Pengambilan sampel trips untuk melihat ada tidaknya cendawan Entomophthorales dilakukan 2 kali seminggu selama 4 minggu. Jumlah Trips untuk masing-masing blok adalah 50 ekor.

Pengamatan Sampel Trips

Pengamatan sampel di trips dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya infeksi cendawan terhadap trips. Trips yg diperoleh dari lapang ditata di dalam preparat sebanyak 10 serangga/preparat yg sebelumnya telah ditetesi dengan

lactophenol-cotton blue sebagai pewarna dan ditutup dengan kaca penutup.

(16)

6

penutup menempel pada preparat. Jumlah preparat untuk masing-masing blok pengamatan adalah 5 preparat.

Identifikasi dilakukan di bawah mikroskop cahaya dengan melihat stadia cendawan yang terbentuk pada atau dalam tubuh trips. Sampel trips yang diamati diklasifikasikan berdasarkan metode yang dikembangkan oleh Steinkraus et al. (1995), yaitu trips terinfeksi konidia sekunder, terinfeksi badan hifa, terinfeksi konidiofor dan konidia primer, mengandung spora istirahat, terdapat cendawan saprofitik, dan trips sehat.

Jumlah trips terinfeksi cendawan

Persentasi infeksi cendawan = x 100% Jumlah trips yang diamati

Identifikasi Trips

Identifikasi trips sampai tingkat spesies dilakukan di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 4, 10, dan 40 kali pada masing-masing spesimen. Identifikasi dilakukan dengan mengacu pada Mound & Kibby (1998) dan Moritz

(17)

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum

Perusahaan bunga potong “Natalia Nursery” terletak di Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Lokasi tersebut berada pada 600-700 meter di atas permukaan laut dan memiliki suhu rata-rata 22oC pada malam hari. Kondisi ini sesuai dengan karakteristik alam yang dibutuhkan untuk budidaya bunga potong krisan. Proses budidaya yang dilakukan oleh Natalia Nursery masih sederhana dan manual tanpa menggunakan teknologi modern.

Pembibitan dilakukan dengan cara membeli induk tanaman krisan yang akan dijadikan dari perusahaan pembibitan bunga krisan lain secara berkala. Tanaman induk (mother plant) ini harus memiliki syarat sehat, berkualitas prima, daya tumbuh tanaman kuat, bebas dari hama dan penyakit, serta komersial di pasar. Bibit stek pucuk siap dipindahtanamkan ke kebun pada umur 10-14 hari setelah semai dan bibit dari kultur jaringan bibit siap pindah yang sudah berdaun 5-7 helai dan setinggi 7,5-10 cm. Pengolahan media tanam meliputi penggarapan tanah dengan cara mencangkul, pembersihan tanaman liar dan dilanjutkan dengan proses pemupukan. Setelah seminggu dilakukan pengolahan kedua dengan menaburkan pupuk kandang yang berasal dari kotoran domba dan ayam pedaging,

serta pupuk kompos yang berasal dari pengolahan limbah krisan. Tanah yang memiliki pH > 5,5 harus diberikan kapur pertanian misalnya dolomit, kalsit,

zeagro. Pengapuran dilakukan dengan cara disebar merata pada permukaan

bedengan. Pengolahan ini dilakukan sebelum bibit stek siap untuk dipindahkan, sehingga ketika bibit telah siap pindah, media tanam juga telah tersedia.

Penanaman pada sore hari atau sekitar pukul 14.00. Hal ini bertujuan untuk mencegah kelayuan tanaman pada saat tanam. Jarak tanam yang diberikan adalah 10 cm x 10 cm. Penanaman dilakukan satu per satu pada lubang tanam untuk menghindari kepadatan jumlah tanam yang membuat pertumbuhan tanaman menjadi tidak baik. Pada saat penanaman dilakukan pemberian insektisida Furadan 3G sebanyak 6-10 butir per lubang, campuran pupuk ZA 75 gr ditambah TSP 75 gr ditambah KCl 25 gr (3:3:1)/m2 luas tanam.

Tanaman krisan merupakan tanaman hari panjang sehingga memerlukan penambahan cahaya yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan tanaman akan cahaya matahari untuk memacu pertumbuhan organ vegetatif. Natalia Nursery membudidayakan krisan sebagai bunga potong, sehingga penambahan cahaya dilakukan dengan menggunakan lampu esensial 36 watt dengan jarak lampu mencapai 4 m. Penyinaran tambahan dilakukan pada saat malam hari yaitu pukul 19.00 – 05.00 selama empat jam, secara rooling dengan tiga subtimer dalam selang 20 menit.

Identifikasi Spesies Trips

Trips yang teridentifikasi sampai tingkat spesies adalah Frankliniella

intonsa dan Thrips parvispinus. Kedua spesies trips tersebut terdapat pada famili

yang sama yaitu Thripidae, yang pada umumnya merupakan hama pada tanaman. Identifikasi trips dilakukan berdasarkan karakter morfologi.

(18)

8

Frankliniella intonsa Trybom (Gambar 1): Imago betina makroptera

(Gambar 1A). tubuh berwarna coklat tetapi kepala dan pronotum lebih terang dibandingkan dengan abdomen. Antena berjumlah 8 segmen. Segmen III dan IV berwarna kuning dan sense cone berbentuk garpu (Gambar 1B). Kepala memiliki 3 pasang seta oseli, seta oseli III lebih panjang daripada seta oseli II dan berada di anterior margin segitiga oseli (Gambar 1C). Pronotum memiliki lima pasang seta utama, seta pada anteromarginal lebih pendek dari seta anteroangular (Gambar 1D). Metanotum memiliki 2 pasang seta pada anterior margin dan tidak memiliki

campaniform sensilla (Gambar 1E). Sayap depan berwarna terang dengan seta

berwarna gelap dan pada venasi pertama dan kedua memiliki barisan seta lengkap (Gambar 1F). Abdomen tergit V-VIII mempunyai ctenedia di bagian lateral, pada tergit VIII ctenedia di anterolateral spirakel (Gambar 1G), Comb

posteromarginal pada tergit VIII lengkap, microtrichia pendek dan halus yang

berada pada dasar segitiga (Gambar 1H). Abdomen sternit III-VII tidak memiliki seta diskal.

Thrips parvispinus Karny (Gambar 2); Imago betina makroptera, tubuh

berwarna coklat, warna pada kepala dan toraks lebih terang dibandingkan dengan abdomen (Gambar 2A). Antena berjumlah 7 segmen, warna kuning pada segmen III serta dasar segmen IV dan V, segmen III dan IV dengan sense cone berbentuk garpu (Gambar 2B). Kepala memiliki 2 pasang seta oseli, seta oseli III muncul di anterior margin segitiga oseli (Gambar 2C). Pronotum memiliki 2 pasang seta

posteroangular panjang dan 3 pasang seta posteromarginal (Gambar D).

Metanotum tidak memiliki campaniform sensilla, seta median panjang dan berada di belakang anterior margin (Gambar E). Mesofurka dengan spinula. Sayap depan berwarna coklat, tetapi pada bagian dasar berwarna terang, barisan seta venasi pertama dan kedua lengkap (Gambar F). Abdomen tergit II memiliki 3 seta marginal lateral, tergit V-VIII memiliki ctenedia di bagian lateral dan pada tergit VIII ctenedia berada di posteromesad spirakel (Gambar G). Abdomen sternit II memiliki 2 pasang seta marginal, sternit III-VII memiliki 3 pasang seta marginal, sternit II dan VII tanpa seta diskal, sternit III-VI memiliki 6-12 seta diskal yang barisannya tidak beraturan (Gambar H).

Gambar 1. Frankliniella intonsa, (A) imago betina, (B) antena, (C) kepala, (D) pronotum dengan 5 pasang seta utama, (E) metanotum, (F) sayap depan, (G) ctenedia pada abdomen tergit VIII, (H) comb

(19)

9

Gambar 2 Thrips parvispinus, (A) imago betina, (B) antena segmen III & IV sense cone berbentuk garpu, (C) kepala dengan 2 pasang seta oseli, (D) pronotum, (E) metanotum, (F) sayap depan, (G) ctenedia pada abdomen tergit VIII, dan (H) abdomen sternit VI-VII

Populasi Trips pada Tanaman Krisan

Pengamatan populasi trips pada tanaman krisan dilakukan pada tiga varietas bunga, yaitu varietas White Reagent (krisan putih), Yellow Reagent (krisan kuning), Purple Reagent (krisan ungu).

A B C

Gambar 3. Beberapa varietas bunga krisan. Varietas White Reagent (A),

Yellow Reagent (B), Purple Reagent (C)

Jumlah trips pada tanaman krisan White Reagent (varietas 1), Yellow

Reagent (varietas 2) dan Purple Reagent (varietas 3) terdapat pada Tabel 1, 2 dan

3. Populasi trips mengalami penurunan pada pengamatan ke-4. Hal ini disebabkan karena pada saat sebelum pengamatan terjadi hujan, begitu juga dengan hari sebelum pengamatan. Hal ini dapat menyebabkan berkurangnya populasi trips pada tanaman. Hujan merupakan faktor lingkungan yang dapat berpengaruh langsung dan tidak langsung pada trips. Hujan yang lebat dapat menyebabkan trips jatuh dari tanaman. Di lokasi pengamatan, tanaman krisan ditanam di bawah bangunan budidaya yang dilindungi atap, sehingga hujan tidak berpengaruh

(20)

10

langsung. Hujan, temperatur dan angin secara tidak langsung mempengaruhi kelembaban lingkungan untuk menentukan kondisi iklim mikro lokal (Speight et

al. 1999).

Kelembaban rendah dan suhu yang tinggi merupakan lingkungan yang cocok bagi hama trips sehingga perkembangbiakannya lebih cepat (Prabaningrum & Moekasan 2007). Hujan dapat merangsang laju pertumbuhan daun baru yang mengurangi kepadatan trips per daun dan meningkatkan proporsi daun sehat (Kirk 1997). Pengaruh angin terhadap perkembangan trips sangat besar dalam proses penyebaran hama tersebut. Ukuran tubuh serangga yang relatif kecil memungkinkan untuk berpindah dari satu tanaman ke tanaman yang lain dengan bantuan angin. Perpindahan yang terjadi tidak hanya perpindahan lokal, tetapi juga dapat terjadi migrasi yang sangat jauh hingga ribuan mil (Lewis 1973).

Pada Tabel 1, jumlah populasi pada krisan V1 (bunga berwarna putih) lebih tinggi dari pada krisan V2 (bunga berwarna kuning), terutama pada pengamatan ke-6. Hal ini bisa terjadi karena lokasi pertanaman yang terletak pada bangunan budidaya yang berbeda. Tanaman krisan V1 terletak di dekat tanaman krisan yang baru saja dilakukan pemanenan sehingga memungkinkan hama dari krisan yang telah dipanen berpindah. Selain itu, warna bunga krisan juga diketahui mempengaruhi populasi trips, Siagian (2012) menyebutkan bahwa pada uji perangkat likat, trips lebih banyak terperangkap pada perangkap berwarna putih. Menurut Chu et al. (2006), warna biru dan putih lebih disukai F. intonsa dibandingkan dengan warna kuning.

Populasi trips pada krisan V1 dengan V3 (bunga berwarna ungu) secara umum berbeda nyata, terutama pada pengamatan ke-2, ke-4, dan ke-6 (Tabel 2). Sama seperti sebelumnya, krisan V1 terletak pada bangunan budidaya yang berbeda dengan krisan V3. Perbandingan populasi krisan V2 dan V3 secara umum tidak berbeda pada setiap minggu. Hal ini bisa terjadi karena kedua tanaman tersebut ditanam dilahan yang berdekatan sehingga trips bisa dengan mudah berpindah dari satu tanaman ke tanaman jenis lain.

(21)
(22)

12

Cendawan Entomophthorales

Dari 450 spesimen trips yang diamati hanya ada 2 serangga yang diduga terinfeksi cendawan Entomophthorales. Dalam pengamatan yang dilakukan, terlihat benda yang menyerupai cendawan Entomophthorales pada stadia konidia sekunder (Gambar 5). Konidia sekunder berbentuk lonjong seperti gabah.

Menurut Siagian (2012) Trips yang terinfeksi cendawan Entomophthorales ditemukan yaitu Thrips Parvispinus dan Frankliniella intonsa. Infeksi cendawan ditandai dengan ditemukannya konidia primer dan konidia sekunder. Konidia primer berbentuk lonjong seperti gabah, terdapat papil yang terlihat dengan jelas, dan kondiofor sederhana. Konidia sekunder dikenali dengan ukuran dan bentuk mirip dengan konidia primer.

(23)

13

KESIMPULAN

Spesies trips yang ditemukan pada tanaman krisan adalah Frankliniella

intonsa dan Thrips parvispinus. Populasi trips pada krisan White Regent lebih

tinggi dari pada krisan Yellow Regent. Populasi trips pada krisan White Regent dengan Pulple Regent berbeda secara nyata terutama pada pengamatan ke-2, ke-4, dan ke-6. Populasi trips pada krisan Yellow Regent dengan Pulple Regent tidak berbeda secara nyata. Dalam pengamatan ditemukan sampel trips menyerupai trips yang terinfeksi cendawan entomophthorales.

(24)

14

DAFTAR PUSTAKA

Bailey LH. 1963. Manual of Cultivated Plants. New York (US): The Macmillan Company.

Ben-Ze’ev IS, Kenneth RG. 1982. Features-criteria of taxonomic value in the Entomophthorales: I. A revision of the Batkoan classification. Mycotaxon 14(2): 393-455.

Borror DJ, Triphehorn CA, Johnson NF. 1989. An Introduction to the Study of

Insects. 6th ed. Philadelphia (US): Saunders College Publishing.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Produksi tanaman hias menurut provinsi (tangkai). Badan Pusat Statistik. http://www.bps.go.id [4 July 2014].

Butt MT, Brownbridge M. 1997. Fungal pathogen of thrips. Di dalam: Parker BL, Skinner M, Lewis T, editor. Thrip Biology and Management. Wallingford (GB): CAB International. hlm 399-434.

Chu CC, Ciomperlik MA, Chang NT, Richards M, Henneberry T. 2006. Developing and evaluating traps for monitoring Scirtothrips dorsalis (Thysanoptera:Thripidae). Florida Entomology. 89(1): 47-55.

Dibiyantoro ALH. 1998. Thrips pada Tanaman Sayuran. Bandung (ID): Balai Penelitian Tanaman Sayuran.

Direktorat Perbenihan dan Sarana Produksi. 2008. Prosedur Operasional Standar

(POS) Produksi Benih Krisan (Dendrathema grandiflora Tzvelev Syn.).

Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Holtikultura.

Huffaker CD, Nessenger PS. 1989. Teori dan Praktek Pengendalian Biologis. Mangoendihardjo S, penerjemah. Jakarta (ID): UI Press. Terjemahan dari:

Theory and practice of biological control.

Kalshoven L.GE. 1981. The Pest of Crops in Indonesia. Laan PA van der, penerjemah. Jakarta (ID): PT Ichtiar Baru-Van Hoeve. Terjemahan dari: De

Vlagen van de Cultuurgewassen in Indonesie.

Keller S. 1987. Observations on the overwintering of Entomophthora

plancho-niana. J Invert Pathol. 50(3): 333-335.

Keller S, Eilenberg J. 1993. Two new species of Entomophthoraceae (Zygomycetes: Entomophthorales) linking the genera Entomophaga and

Eryniopsis. Sydowia 45(2): 264-274.

Keller S, Wegensteiner R. 2007. Introduction. Di dalam: Keller S, editor.

Arthropod-pathogenic Entomphthorales: Biology, Ecology, Indentification.

Brussels (BE): COST Office. hlm 1-6.

Keller S. 2007. Fungal structure and biology. Di dalam: Keller S, editor.

Arthropod-pathogenic Entomophthorales: Biology, Ecology, Identification.

Brussels (BE): COST Office. hlm 27-54.

Khattak AM. Pearson S. 1997. The effect of light quality and temperature on the growth and development of Chrysantemum cvs. Bright Golden Anne and Snowdown. Acta Hort. 435:113-131.

Kirk DF. 1997. Distribution, abundance, and population dynamics. Di dalam: Lewis T, editor. Thrips as Crop Pests. Wakkingford (GB): CAB International. Hlm 217-257.

Laurie A, Kiplinger DC, Nelson V. 1979. Commercial Flower Forcing. New York (US): The Macmillan Company.

(25)

15 Lewis T. 1973. Thrips Their Biologi, Ecology, and Economic Importance. London

(UK): Academic Press.

Lewis T. 1997. Field and laboratory techniques. Di dalam: Lewis T, editor. Thrips

as Crop Pests. Wallingford (GB): CAB International. hlm 435-466.

Marwoto B, Suciantini, dan Sutater T. 1999. Modifikasi pola hari panjang dan intensitas cahaya pada krisan untuk efisiensi energi. J Hort 4(7):870-879. Montserrat M, Castane C, Santamaria S. 1997. Neozygites parvispora

(Zygomycotina: entomophthorales) causing an epizootic in Frankliniella

occidentalis (Thysanoptera: Thripidae) on cucumber in Spain. J Invert Pathol. 71:165-168.

Mortensen LM. 2000. Effect or air humidity on growth, flowering, keeping quality and water relation or four short-day greenhouse spesies. Scientia

Horti.86:299-310.

Moritz G, Mound LA, Morris DC, Goldarazena A. 2004. Pest thrips of the World [CD-Rom]. Ausralia: Csiro Publishing. 1 CD-ROM dengan penuntun di dalamnya.

Mound LA. 2006. Taxonomy of the insect order Thysanoptera. Di dalam:

Taxonomi Workshop No. 1 - Thrips; 2006 Juli 3-7; Malaysia. Kuala Lumpur

(MY): Institute of Biological Science, Malaya University.

Mound LA, Collins DW. 2000. A South East Asian pest species newly recorded from Europe: Thrips parvispinus (Thysanoptera: Thripidae), its confused identity and potential quarantine significance. J Eur Entomol. 97(2): 197-200.

Mound LA, Kibby G. 1998. Thysanoptera an identification guide Second Edition. Oxon (UK): CAB International.

Muhit A. 2007. Teknik produksi tahap awal benih vegetatif krisan (Chrysantemum morifolium R.). Bul Teknik Pertan 12(1): 14-18.

Pell JK, Eilenberg J, Hajek AE, Steinkraus DC. 2001. Biology, ecology and pestmanagement potential of Entomophthorales. Di dalam: Butt TM, C Jackson CW, Magan N, (editor). Fungi as Biocontrol Agents: Progress,

Problems and Potential. Wallingford (GB): CABI Publishing. hlm 71-153.

Prabaningrum L, Moekasan TK. 2007. Identifikasi status hama pada budidaya paprika (Capsicum annuum var. grossum) di Kabupaten Bandung Jawa Barat. J. Hort. 17(2): 161-167.

Rukmana R, Mulyana AE. 1997. Krisan: Seri Bunga potong. Yogyakarta (ID): Kanisuis.

Siagian IU. 2012. Keragaman spesies trips dan musuh alaminya pada tanaman mawar di Taman Bunga Nusantara Kabupaten Cianjur Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Speight MR, Hunter MD, Watt AD. 1999. Ecology of Insects Concepts and

Application. United Kingdom (UK): Alden Press Ltd.

Steinkraus DC, Hollingsworth RG, Slaymaker PH. 1995. Prevalence of

Neozygites fresenii (Entomophthorales: Neozygitaceae) on the cotton aphids

(Homoptera: Aphididae) in Arkansas cotton. Environ. Entomol. 24: 465-474.

Wisudiatuti D. 1999. Analisis kelayakan dan optimasi produksi produksi krisan dengan metode fuzzy di PT. Saung Mirwan Bogor, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(26)

16

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Koto Baru, pada tanggal 13 Februari 1989. Anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan bapak Zainal Lubis dan ibu Lismawati.

Tahun 2001 Penulis lulus dari Sekolah Dasar Negri 20 Koto Baru pada, dan pada tahun 2004 lulus dari MTsN Koto Baru. Kemudian melanjutkan pendidikan di SMA N 1 Koto Baru yang lulus pada tahun 2007 dan diterima di Institut Pertanian Bogor, dengan jurusan Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian.

Gambar

Gambar  2  Thrips  parvispinus,  (A)  imago  betina,  (B)  antena  segmen  III  &  IV  sense  cone  berbentuk  garpu,  (C)  kepala  dengan  2  pasang  seta  oseli,  (D)  pronotum, (E) metanotum, (F) sayap depan, (G) ctenedia pada abdomen  tergit VIII,

Referensi

Dokumen terkait

Proyek akhir ini bertujuan untuk: 1) Mendisain kostum, pelengkap kostum dan tata rias wajah karakter, pada tokoh Subali dengan konsep“The Futuristic of Ramayana”. 2)

Dengan telah ditetapkannya ide besar tentang yayasan sebagai lembaga wakaf, lembaga pendidikan yang akan dibuka adalah sekolah berasrama ( boarding school ) selama enam

bahwa untuk memenuhi ketentuan Pasal 181 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali, terahir dengan

Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) adalah rasio perbandingan antara biaya operasional dan pendapatan operasional. BOPO menunjukkan kemampuan bank dalam

department store di Bangkok. Data diperoleh dari survei yang diberikan kepada 400 pelanggan yang membeli donat di department store di Bangkok. Metode Sampling Accidental

Diumumkan kepada mahasiswa FK-UII semester I, jadwal ujian Skills Practice Blok KBTI hari Selasa, 30 November 2010 :.  08.00-10.00 WIB Reading dan

 Inflasi pada Bulan Juni 2017 di Kota Tegal terjadi karena adanya perubahan indeks pada hampir semua kelompok yaitu Kelompok Bahan Makanan sebesar 1,11 persen, Kelompok

Dengan hasil analisa pada Tabel 4.49, maka dapat dikatakan bahwa alternatif pemanfaatan gas buangan dari sumur menjadi fuel gas penggerak pompa merupakan