• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA TANAH MELALUI ADAT PADA MASYARAKAT DESA TELUK PANDAK KECAMATAN TEBO TENGAH KABUPATEN TEBO PROVINSI JAMBI ARTIKEL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA TANAH MELALUI ADAT PADA MASYARAKAT DESA TELUK PANDAK KECAMATAN TEBO TENGAH KABUPATEN TEBO PROVINSI JAMBI ARTIKEL"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA TANAH MELALUI ADAT

PADA MASYARAKAT DESA TELUK PANDAK KECAMATAN TEBO

TENGAH KABUPATEN TEBO PROVINSI JAMBI

ARTIKEL

Oleh:

IWAN

NPM.11070199

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(STKIP) PGRI SUMATERA BARAT

PADANG

2015

(2)
(3)

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA TANAH MELALUI ADAT

PADA MASYARAKAT DESA TELUK PANDAK KECAMATAN TEBO

TENGAH KABUPATEN TEBO PROVINSI JAMBI

Iwan1Rinel Fitlayeni, M.A2Inoki Ulma Tiara, M.Pd3

Program Studi Pendidikan Sosiologi STKIP PGRI Sumatera Barat

ABSTRACT

This thesis examines the dispute settlement mechanism through indigenous lands in the Bay Village community Pandak. At Pandak Bay Village community dispute resolution by way of non-litigation (out of court) or a settlement by means of the customary be the first choice in resolving disputes that exist in society, especially concerning land disputes, where a model of public deliberation and foremost in the process of dispute resolution. This study aimed to describe the causes of land disputes in the Bay Village community Pandak, and describe the dispute settlement mechanism through indigenous lands in the Bay Village community Pandak.

This study used a qualitative approach using descriptive type. engineering research informants set intentionally (purposive). This type of research data consist of primary data and secondary data. Methods of data collection was done by interview, observation and document study. Analysis of data using data analysis model of Miles and Huberman.

Results of this study, namely that: 1). causes of land disputes in the village of Teluk Pandak namely; land boundary issues, dissatisfaction in the division of inheritance, status unclear land ownership, and the problem of buying and selling land. 2). Land dispute resolution mechanisms through customs with several stages; reporting stage, the investigation stage of deliberation in the process of deliberation, there are several steps to resolve the dispute, namely: the opening, the conclusion of the talks, the implementation of the agreement, and closure.

Keywords: mechanism, Dispute Resolution, Indigenous.

¹ Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi STKIP PGRI Sumatera Barat angkatan 2011

² Pembimbing I dan Dosen STKIP PGRI Sumatera Barat ³Pembimbing II dan Dosen STKIP PGRI Sumatera Barat

(4)

PENDAHULUAN

Tanah mempunyai arti dan peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia karena semua orang memerlukan tanah semasa hidup sampai dengan meninggal dunia dan mengingat susunan kehidupan dan pola perekonomian sebagian besar yang masih bercorak agraria (Muga, 2008:01). Pentingnya tanah bagi manusia karena tanah mempunyai pengaruh terhadap kelangsungan hidup umat manusia, hubungan manusia dengan tanah bukan hanya sekedar tempat hidup, bahkan lebih dari itu tanah memberikan sumber daya bagi kelangsungan hidup umat manusia. Oleh sebab itu tanah harus dijaga dan dikelola dengan sebaik-baiknya pada masa sekarang maupun untuk masa yang akan datang.

Sering kali kita mendengar karena pentingnya tanah dalam kehidupan manusia, tanah menjadi objek yang rawan terhadap perselisihan atau persengketaan antar manusia, hal seperti ini disebabkan karena jumlah penduduk yang semakin meningkat sehingga kebutuhan manusia akan tanah juga akan meningkat. Namun persediaan tanah sifatnya tetap dan tidak akan berubah. Sengketa tanah dalam masyarakat setiap tahun semakin meningkat dan terjadi hampir di seluruh daerah di Indonesia baik di perkotaan maupun di pedesaan.

Pada umumnya motif dan latar belakang timbulnya berbagai konflik pertanahan antara lain (1) kurang tertibnya administrasi pertanahan di masa lampau, (2) Kondisi masyarakat yang semakin menyadari dan mengerti akan kepentingan dan haknya, (3) Iklim keterbukaan sebagai salah satu kebijakan yang digariskan pemerintah, (4) masih banyaknya tanah-tanah yang belum memiliki sertifikat, (5) tanah yang dikuasai oleh seseorang belum tentu kepemilikannya ada pada orang yang menempati, (6) proses pewarisan tanah tidak ditetapkan melalui mekanisme hukum, (7) masih adanya tanah yang penguasaannya secara komunal yang sewaktu-waktu dapat menyebabkan konflik, dan (8) adanya pihak-pihak yang menggunakan kesempatan untuk mencari keuntungan materil secara tidak wajar (Chomzah dalam Windari 2014:01).

Menurut Sitorus dalam (Roeroe, 2013:01) pada dasarnya pilihan penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan 2 proses. Proses penyelesaian sengketa melalui litigasi

di dalam pengadilan, kemudian berkembang proses penyelesaian sengketa melalui kerja sama (kooperatif) di luar pengadilan. Proses litigasi menghasilkan kesepakatan yang bersifat adversial yang belum mampu merangkul kepentingan bersama, cenderung menimbulkan masalah baru, lambat dalam penyelesaiannya. Sebaliknya, melalui proses di luar pengadilan menghasilkan kesepakatan-kesepakatan yang bersifat “win-win solution” dihindari dari kelambatan proses penyelesaian yang diakibatkan karena hal prosedural dan administratif, menyelesaikan komprehensif dalam kebersamaan dan tetap menjaga hubungan baik.

Dalam masyarakat hukum adat sudah sejak lama sengketa-sengketa yang terjadi diselesaikan secara musyawarah dan mufakat melalui lembaga-lembaga adat seperti peradilan desa atau yang disebut dengan peradilan adat. Biasanya yang bertindak sebagai hakim dalam lembaga tersebut adalah tokoh-tokoh adat (kepala adat) dan ulama. Kewenangan dari hakim peradilan adat ini tidak semata-mata terbatas pada perdamaian saja, tetapi juga kekuasaan memutus sengketa dalam semua bidang hukum yang tidak terbagi ke dalam pengertian pidana, perdata, publik, dan lain-lain (Hadikusuma, 2003:40).

Masyarakat Desa Teluk Pandak Kecamatan Tebo Kabupaten Tebo termasuk kedalam suku Melayu Jambi yang bermukim disepanjang aliran Sungai Batang Hari dan hidup berdasarkan hukum adat Jambi berdasarkan pada “Adat Lamo Puseko Usang” yaitu “Undang” dengan “Teliti”. “Undang” yang dimaksud disini adalah peraturan adat istiadat yang berasal dari nenek moyang dan aturan-aturan yang tumbuh di tengah-tengah masyarakat. Sedangkan “Teliti” adalah peraturan adat istiadat yang telah dipengaruhi dan diperkuat oleh agama Islam. “Undang” dan “Teliti” ini disatukan menjadi satu kesatuan sehingga menjadi adat istiadat Jambi yang berasaskan dasar : Adat bersendi Syarak, Syarak

bersendi Kitabullah (http://

kebudayaanindonesia.net.com diakses tanggal 12/04/2015). Maka kita dapat melihat bahwa hukum yang berlaku pada masyarakat Melayu Jambi adalah hukum adat yang berasal dari nenek moyang dan bersumber dari ajaran agama Islam.

(5)

Pada masyarakat Desa Teluk Pandak penyelesaian sengketa dengan cara non litigasi (di luar pengadilan) atau penyelesaian dengan cara adat menjadi pilihan utama dalam menyelesaikan sengketa yang ada pada masyarakatnya khususnya yang menyangkut sengketa tanah. Dimana musyawarah menjadi model umum dan utama dalam proses penyelesaian sengketa. Pada umumnya tanah yang disengketakan mereka adalah masalah perbatasan tanah, harta warisan (pusaka), masalah jual beli tanah, dan status tanah tidak jelas.

Sudah menjadi suatu kelaziman/adat dalam masyarakat, bahwa bila pada warga desa terjadi konflik atau sengketa, misalnya masalah tanah jika ingin menyelesaikannya, maka masalah itu diserahkan pada perangkat desa untuk segera diselesaikan, Kemudian perangkat desa yang telah ditunjuk membawa masalah tersebut kedalam musyawarah desa. Proses dalam menyelesaikan sengketa tersebut mereka kenal dengan sebutan pakaro. Dalam proses musyawarah peran perangkat desa sangat dominan, dimana merakalah yang menyidangkan sengketa-sengketa tersebut. Dalam mengambil keputusan menggunakan sumber hukum adat yang diwariskan orang-orang tua terdahulu dan keputusan musyawarah (Wawancara dengan ketua adat).

Sengketa tanah yang dapat diselesaikan secara adat ini adalah sengketa-sengketa yang hanya terjadi antar sesama masyarakat Desa Teluk Pandak. Baik itu sengketa tanah pusaka maupun sengketa tanah yang sifatnya pribadi. Dibawah terdapat data-data jumlah kasus sengketa tanah yang terjadi di Desa Teluk Pandak semenjak tahun 2010:

Tabel 1.

Jumlah Kasus Sengketa Tanah di Desa Teluk Pandak

No Tahun Jumlah 1 2015 5 2 2014 7 3 2013 4 4 2012 2 5 2011 6 6 2010 8

Sumber: Data Primer Maret 2015

Berdasarkan data di atas kasus sengketa tanah yang terbanyak terjadi di tahun 2010 yaitu sebanyak 8 kasus, kasus

sengketa tanah yang paling sedikit terjadi pada tahun 2012 yang hanya sebanyak 2 kasus. Sementara itu ditahun 2015 kasus sengketa tanah terjadi sebanyak 5 kasus. Dari semua kasus tersebut kaseluruhannya diselesaikan melalui musyawarah desa.

Musyawarah untuk menyelesaikan sengketa pada masyarakat Desa Teluk Pandak sudah ada dan dikenal semenjak zaman nenek moyangnya. Dahulunya jika ada terjadi sengketa di masyarakat maka untuk menyelesaikannya harus dilaksanakan dirumah kepala kampong (kepala desa). Namun pada saat ini penyelesaian dapat dilaksanakan dirumah perangkat desa terdekat (ketua rukun tetangga atau kepala dusun) dimana pihak yang bersengketa (pihak pelapor) melaporkan kasus tersebut. Dalam proses penyelesaian sengketa segala bentuk biaya, baik itu makan, minuman dan lainnya ditanggung oleh pihak yang bersengketa atau pihak yang melaporkan supaya dibawa ke musyawarah desa untuk dipakaro (wawancara dengan Imam desa)

Berdasarkan uraian latar belakang dan beberapa alasan di atas. Maka mendorong penulis untuk mengadakan penelitian dengan judul “Mekanisme Penyelesaian Sengketa Tanah Melalui Adat Pada Masyarakat Desa Teluk Pandak Kecamatan Tebo Tengah Kabupaten Tebo Provinsi Jambi.

JENIS DATA DAN METODE

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni s/d Juli 2015. Lokasi penelitian terletak di Desa Teluk Pandak Kecamatan Tebo Tengah Kabupaten Tebo Propinsi Jambi yang berjarak kira-kira 8 km2 dari pusat Kota Muaro Tebo. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan memakai tipe deskriptif yang berusaha mengungkapkan dan mendeskripsikan fenomena, peristiwa tentang apa yang dialami subjek penelitian. Dalam penelitian ini informan ditetapkan dengan teknik sengaja (purposive) yaitu sebelum melakukan penelitian para peneliti menetapkan kriteria tertentu yang mesti dipenuhi oleh orang yang akan dijadikan sumber informasi (Afrizal, 2014:140). Jenis data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, observasi, dan studi dokumen.

(6)

Analisis data menggunakan model analisis data Miles dan Huberman.

HASIL PENELITIAN

A. Penyebab Sengketa Tanah Di Desa Teluk Pandak

1. Masalah Batas Tanah

Hampir sebagian besar tanah-tanah yang dimiliki masyarakat Desa Teluk Pandak tidak mempunyai batas-batas atau luasan yang jelas. Masyarakat Desa Teluk Pandak dalam menentukan batas-batas tanah yang dimilikinya yaitu dengan menggunakan alam seperti pohon, tebing, sungai, ingatan manusia, serta alat ukurnya menggunakan tangan manusia.

Batas tanah dengan menggunakan batas alam ini dapat saja berubah suatu waktu. Misalnya pohon yang dahulunya yang menjadi batas-batas letak tanah masih kecil ukurannya setelah bertahun-tahun pohon tersebut menjadi besar, dan tebing dapat saja berubah atau hilang secara alami sehingga mempengaruhi batas-batas tanah. Alat ukur tanah yang menggunakan tangan manusia juga mempengaruhi batas-batas luasan tanah, hal ini karena setiap manusia mempunyai ukuran tangan yang berbeda-beda, misalnya si A dan si B melakukan pengukuran pada tanah mereka menggunakan tangan si C, maka didapatlah ukuran tanah masing-masing yaitu 140 depo untuk tanah si A, dan 120 depo untuk tanah si B. Akan tetapi setelah diukur kembali dengan menggunakan tangan si D tidak sama ukuran tanah tersebut sebagaimana ukuran sebelumnya, sehingga terjadilah kesalahan pahaman dalam menentukan batas-batas tanah. Selain itu pohon dan tebing bisa berubah atau hilang karena faktor alam, dan bisa saja dihilangkan oleh pihak tertentu untuk memperluas tanahnya. 2. Ketidak Puasan Dalam Pembagian

Harta Warisan

Konflik atau sengketa tanah yang menyangkut harta pusaka ini juga memberikan andil terhadap sengketa-sengkata tanah yang terjadi dalam masyarakat Desa Teluk Pandak. Hal ini disebabkan masyarakat Desa Teluk Pandak yang menganut sistim kekerabatan bilateral yaitu seseorang dapat mengambil garis keturunannya bisa dari pihak ayah dan bisa juga dari pihak ibu. Dengan demikian dalam pembagian harta warisan (pusaka) antara

laki-laki dan perempuan mempunyai hak-hak yang sama. Akan tetapi berbeda halnya dengan yang terjadi pada masyarakat Desa Teluk Pandak dalam pembagian harta warisan dimana cenderung lebih memihak kepada laki-laki. Namun bukan berarti pihak perempuan tidak mendapatkan bagian. Biasanya pembagian harta warisan yang diterima oleh pihak perempuan tergantung kepada kebijakan saudara laki-lakinya berapa besar harta yang akan diberikan kepada saudari perempuannya seperti sepertiga, seperempat, dan seperlima dari harta tersebut.

Menurut masyarakat Desa Teluk Pandak pembagian harta warisan dengan cara seperti itu sesuai dengan apa yang diajarkan oleh agama mereka yakni agama Islam. Pembagian harta warisan dengan cara seperti itu menyebabkan pihak perempuan hanya mendapatkan sebagian kecil dari hasil pembagian. Tetapi tidak ditentukan berapa besar dan kecil harta yang diterima oleh pihak laki-laki maupun pihak perempuan. Tidak adanya ketentuan-ketentuan yang mengatur besar dan kecilnya harta yang diperoleh oleh masing-masing pihak sehingga menyebabkan adanya ketidak puasa dalam pembagian harta warisan (pusaka).

3. Status Tanah Tidak Jelas Kepemilikannya

Pada Desa Teluk Pandak jika berbicara mengenai kepemilikan tanah maka akan ditemui banyaknya tanah-tanah yang tidak jelas kepemilikannya. Masyarakat Desa Teluk Pandak dalam membuktikan kepemilikan tanah hanya berupa surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah (sporandik). Bahkan sebagian masyarakat desa dalam mendukung bukti kepemilikan tanah hanya berpedoman pada tanaman yang mereka tanam di tanah tersebut, misalnya tanaman durian, karet, dukuh, rambutan dan sebagainya. Kemudian ditambah lagi tanah yang demikian ditinggalkan terlalu lama oleh pemiliknya. Sehingga ketika akan memanfaatkan tanah tersebut kurang mengetahui dimana letak tanah miliknya, berapa luas tanah, dan dimana letak-letak batasannya.

4. Masalah Jual Beli Tanah

Peralihan hak atas tanah melalui transaksi jual beli tanah merupakan hal yang biasa terjadi dalam kehidupan masyarakat.

(7)

Menurut UUPA dalam (Sulastri, 2015:85-86) jual beli tanah yang terjadi memerlukan akta otentik (akta jual beli) yang dibuat oleh dan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang (Pasal 37 ayat 1 PP.24/1997).

Namun yang terjadi pada masyarakat Desa Teluk Pandak pelaksanaan jual beli tanah dilakukan dengan surat jual beli tanah yang dibuat secara di bawah tangan. Artinya, pelaksanaan jual beli tanah dilakukan dengan cara yang sangat sederhana yaitu dibuatkannya surat perjanjian jual beli di atas kertas yang bermaterai cukup, disaksikan oleh para ahli waris pemilik tanah, pihak-pihak yang berbatasan dengan tanah yang diperjual belikan, dan tokoh masyarakat yang diketahui atau disahkan oleh kepala desa. Bahkan terkadang pelaksanaan praktik jual beli seperti ini tidak laksanakan dengan benar.

B. Mekanisme Penyelesaian Sengketa Tanah Melalui Adat

1. Tahap Pelaporan

Sebagaimana halnya penyelesaian konflik atau sengketa pada pengadilan Negeri salah satu pihak yang bersengketa terlebih dahulu harus melaporkan kepada pihak yang berwenang supaya sengketa dapat diselesaikan. Begitu juga halnya dengan mekanisme penyelesaian sengketa dalam masyarakat Desa Teluk Pandak salah satu dari pihak yang bersengketa juga harus melaporkannya kepada perangkat desa terdekat seperti kepada ketua rukun tetangga atau kepala dusun untuk diselesaikan. Pada pelaporan ini salah satu pihak bersengketa dalam hal ini pihak yang menggugat menyampaikan kepada ketua rukun tetangga atau kepala dusun tentang maksud dan tujuannya melakukan gugatan terkait dengan masalah tanah yang disengketakan.

Kemudian ketua rukun tetangga atau kepala dusun menanggapi laporan dari pihak yang menggugat dengan memanggil pihak yang tergugat untuk mendengarkan keterangannya. Setelah mendengar penjelasan kedua belah pihak yang bersengketa ketua rukun tetangga atau kepala dusun meminta kepada mereka untuk berdamai dengan cara menemui kedua belah pihak yang bersengketa secara langsung ke rumahnya.

Akan tetapi apabila kedua belah pihak yang bersengketa tidak bisa berdamai dan

tetap pada pendiriannya maka ketua rukun tetangga atau kepala dusun memanggil para perangkat desa lainnya, pegawai syarak, dan ketua adat untuk melakukan pertemuan di rumahnya dengan tujuan menyampaikan kepada mereka untuk bersama-sama menyelesaikan sengketa yang terjadi. Pada pertemuan tersebut ketua rukun tetangga atau kepala dusun menghadirkan saksi-saksi sesuai keterangan yang diperoleh dari kedua belah pihak yang bersengketa. Kemudian itu ditetapkan waktu penyelidikan dan siapa-siapa saja yang akan melakukan penyelidikan di lapangan dengan membawa serta saksi-saksi yang ada.

2. Tahap Penyelidikan

Pihak-pihak yang melakukan penyelidikan merupakan perwakilan dari para perangkat desa, ketua adat, dan pegawai syarak yang diminta kesediaannya untuk melakukan penyelidikan. Biasanya pihak-pihak yang melakukan penyelidikan adalah perangkat desa yang berada disekitar wilayah pihak yang melaporkan (menggugat) kasus tersebut, misalnya jika pihak yang melaporkan kasus tersebut berada di Rukun Tetangga 01 maka yang melakukan penyelidikan adalah ketua Rukun Tetangga 01, kepala Dusun Sungai Kait, dan ditambah dengan perwakilan pegawai syarak (pemuka agama), dan ketua adat dengan membawa serta saksi-saksi yang ada.

Penyelidikan dilakukan dengan tujuan untuk melihat dan mencari kenyataan yang sebenarnya sehingga pada saat pelaksanaan musyawarah menjadi bahan pertimbangkan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam menyelesaikan sengketa.

3. Musyawarah

Musyawarah merupakan tahap akhir dari penyelesaian sengketa. Pelaksaan musyawarah biasanya dilakukan pada waktu masyarakat tidak sedang melaksanakan aktivitas kerja yang ditentukan oleh pihak-pihak yang melakukan penyelidikan. Namun tempat pelaksaan musyawarah tetap dilakukan dirumah ketua rukun tetangga atau kepala dusun dimana tempat melaporkan kasus tanah yang disengketakan. Pelaksanaan musyarawah dipimpin oleh kepala desa, dan dilakukan pada saat sore atau malam hari. Dalam proses musyawarah terdapat beberapa langkah-langkah untuk menyelesaikan sengketa yaitu:

(8)

a. Pembukaan

Pembukaan ini biasanya dilakukan oleh kepala desa sebagai orang yang memimpin musyawarah. Pada proses ini musyawarah dibuka oleh kepala desa dengan memberikan sambutan-sambutan kepada hadirin, dan menjelaskan latar belakang terjadinya sengketa. Selanjutnya mendengarkan keterangan dari pihak-pihak yang bersengketa, dimana kepala desa memberikan kesempatan kepada masing-masing pihak yang bersengketa untuk menjelaskan secara langsung permasalahan terkait tanah yang disengketakan. Berikutnya mendengar keterangan dari para saksi-saksi, yang berasal kedua belah pihak yang bersengketa. Setelah itu pihak yang telah melakukan penyelidikan juga menjelaskan hasil penyelidikannya. Kemudian kepala desa serta perangkatnya, ketua adat, dan pegawai syarak masing-masing memberikan solusi atau mengemukakan pendapatnya untuk menentukan keputusan musyawarah. b. Penyimpulan pembicaraan

Penyimpulan pembicaraan ini penting dilakukan supaya pembicaraan musyawarah tidak keluar dari topiknya dan hasil musyawarah dapat diputuskan atau ditetapkan. Penentuan keputusan musyawarah dilakukan dengan mengambil jalan tengah dari pendapat-pendapat yang telah dikemukan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam menyelesaikan sengketa, keterangan pihak-pihak yang bersengketa, saksi-saksi, dan hasil penyelidikan. Artinya keputusan musyawarah tidak boleh memihak pada salah satu pihak yang bersengketa dan mempertimbangkan hubungan kekeluargaan karena pada dasarnya pihak-pihak yang bersengketa tersebut masih bersaudara. Setelah keputusan musyawarah ditetapkan, maka kepala desa menanyakan kepada kedua belah pihak yang bersengketa apakah menerima keputusan musyawarah tersebut. Jika pihak-pihak yang bersengketa tidak menerima keputusan musyawarah, keputusan tersebut tetap akan dijalan walaupun pihak-pihak yang bersengketa tidak menerimanya. Namun pihak-pihak yang tidak menerima keputusan tersebut diberikan kesempatan oleh kepala desa untuk mengajukan banding terhadap keputusan tersebut.

c. Pelaksanaan hasil kesepakatan

Pelaksanaa hasil kesepakatan dilakukan setelah ditetapkannya keputusan musyawarah. Pelaksanaan hasil kesepakatan tersebut dilakukan dengan membuatkan tanda bukti hasil kesepakatan. Tanda buktinya berupa surat perjanjian atau surat pernyataan perdamaian yang ditanda tangani oleh kedua belah pihak bersengketa secara sukarela yang disahkan oleh kepala desa dan disaksikan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam musyawarah.

d. Penutupan

Penutupan merupakan tahap akhir dari pelaksanaan musyawarah. Penutupan musyawarah dilakukan setelah pelaksanaan hasil kesepakatan dilaksanakan dan segalah bentuk permasalah yang terjadi telah terselesaikan. Pihak yang menutup musyawarah adalah kepala desa sebagai orang yang menjadi pemimpin dalam musyawarah. penutupan musyawarah diawali dengan membacakan atau menjelaskan kembali hasil musyawarah kepada pihak-pihak yang ada dalam musyawarah. Setelah itu barulah musyawarah ditutup oleh kepala desa atau yang menjadi pemimpin dalam musyawarah. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

a. Penyebab sengketa tanah di Desa Teluk Pandak yaitu : masalah batas tanah

,

ketidak puasan dalam pembagian harta warisan

,

status tanah tidak jelas kepemilikannya

, dan

masalah jual beli tanah.

b. Mekanisme penyelesaian sengketa tanah melalui adat dengan beberapa tahapan yaitu : tahap pelaporan, tahap penyelidikan musyawarah dalam proses musyawarah terdapat beberapa langkah-langkah untuk menyelesaikan sengketa yaitu : pembukaan, penyimpulan pembicaraan, pelaksanaan hasil kesepakatan, dan penutupan.

DAFTAR PUSTAKA

Afrizal. 2014. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Hadikusuma, Hilman. 2003. Pengantar Ilmu

Hukum Adat Indonesia. Bandung : Mandar Maju.

Muga, D. Maria. 2008. Peranan Kepala Adat Dalam Penyelesaian Sengketa Tanah

(9)

Ulayat Melalui Mediasi (Studi Analisa Terhadap Penyelesaian Sengketa Tanah Ulayat Di Kecamatan Soa Kabupaten Ngada Flores Nusa Tenggara Timur). Semarang :T esis S2. UNDIP.

Roeroe1, DL Sarah. 2013. Penegakan Hukum Agraria Dan Penyelesaian Sengketa Pertanahan Dalam Proses Peradilan.Manado : Jurnal. UNSRAT. Diakses Tanggal 23 April 2015 Dari, http://repo. Unsrat .ac.id.

Sulastri, Dewi. 2015. Pengantar Hukum Adat. Bandung : Pustaka Setia.

Windari, Artha Ratna. 2014. Keberpihakan Regulasi Pertanahan Terhadap Hak Masyarakat Adat (Studi Kasus Sengketa Tanah Adat Di Desa Kubutambahan, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng). Singaraja : Jurnal Jurusan PPKN UPG. http://kebudayaan indonesia.net.com diakses

Referensi

Dokumen terkait

pada huruf a untuk melaksanakan audit LPPDK pasangan termasuk LPPDK yang disusun oleh pasangan calon dan TKK diseluruh wilayah yang bersangkutan, dengan ketentuan 1 (satu)

Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis akan mengkaji lebih lanjut tentang sifat-sifat pelabelan cordial dan e-cordial pada beberapa jenis graf sederhana,

Jika untuk setiap pasangan titik pada suatu graf terdapat lintasan yang menghubungkannya, maka graf tersebut disebut graf terhubung.. Graf terhubung yang setiap titiknya

Isolat bakteri diperkirakan merupakan golongan termofilik karena isolasi dan penapisan bakteri dilakukan pada suhu tinggi di atas 45 o C yaitu pada suhu 60 o C dengan

Dalam Buku Panduan Penggunaan JBClass, Sistem JBClass merupakan sebuah aplikasi learning management system berbasis website yang di design sebagai media tambahan atau pengayaan

Mekanisme aksi dari antibiotik penisilin adalah dengan menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan cara mengikat satu atau lebih pada ikatan penisilin-protein (PBPs),

Pengeringan ekstrak kental dengan penambahan bahan pengisi pada konsentrasi tinggi akan memberi peluang lebih besar pada bahan pengisi untuk mengikat air yang terdapat di

Rasa syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkah dan rahmatNya sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan Proposal karya ilmiah berjudul Pengaruh Pemberian