• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL PROGRAM KELUARGA HARAPAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V HASIL PROGRAM KELUARGA HARAPAN"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

HASIL PROGRAM KELUARGA HARAPAN

5.1 Proses Pemilihan RTSM Penerima PKH

5.1.1 Program Keluarga Harapan sebagai Kebijakan Publik

Menurut Young dan Quinn (2002) dalam Suharto (2005), memahami kebijakan publik dengan dilihat konsep kunci sebagai berikut:

a. Tindakan pemerintah yang berwenang. Dalam hal ini PKH dinamakan sebagai kebijakan publik karena PKH merupakan program dibawah Kementerian Sosial yang bekerjasama dengan Dinas Sosial, BPS, UPPKH, pendamping yang semuanya memiliki kewenangan dalam menjalankan perannya masing-masing.

b. Sebuah reaksi terhadap kebutuhan dan masalah dunia nyata. PKH diadakan sebagai reaksi terhadap permasalah kemiskinan yang terjadi di Indonesia yang memfokuskan pada peningkatan kualitas RTSM di bidang kesehatan dan pendidikan. Pernyataan ini dikuatkan bahwa hasil survei The Gallup Organization Social Audit (1999) dalam Schiller (2008) menjelaskan bahwa salah satu langkah pemerintah untuk mengurangi kemiskinan adalah dengan peningkatan pendidikan.

c. Seperangkat tindakan yang berorientasi pada tujuan. PKH adalah seperangkat tindakan yang berorientasi pada mengurangi kemiskinan melalui peningkatan kualitas RTSM dalam hal kesehatan dan pendidikan.

d. Sebuah keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. PKH adalah tindakan kolektif beberapa aktor berdasarkan keyakinan untuk mengurangi kemiskinan melalui peningkatan kualitas RTSM dalam hal kesehatan dan pendidikan.

e. Sebuah justifikasi yang dibuat oleh seseorang atau beberapa orang aktor yang berisi sebuah justifikasi terhadap langkah-langkah atau rencana tindakan yang telah dirumuskan. Maksudnya bahwa PKH mempunyai landasan hukum sebagai sebuah kebijakan publik.

Analisis diatas menunjukan bahwa Program Keluarga Harapan (PKH) adalah sebagai bentuk kebijakan publik yang dikeluarkan oleh pemerintah di

(2)

bawah koordinasi Kementerian Sosial RI dengan melibatkan elemen terkait, misalnya PT Pos, UPPKH, dan pendamping di lapangan. Bertujuan mengurangi kemiskinan melalui peningkatan kualitas kesehatan dan pendidikan keluarga.

5.1.2 Keterlibatan Aktor dalam Pemilihan RTSM Penerima PKH

Program Keluarga Harapan merupakan program lintas kementerian dan lembaga, karena aktor utamanya adalah dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Departemen Sosial, Departemen Kesehatan, Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Agama, Departemen Komunikasi dan lnformatika, dan Badan Pusat Statistik. Untuk menyukseskan program tersebut, maka dibantu oleh Tim Tenaga ahli PKH dan konsultan World Bank.

Pusat

Provinsi Kabupaten

Kecamatan

Gambar 8. Struktur Organisasi PKH menurut Kementerian Sosial RI, Tahun 2008

Keterangan : : Garis Komando : Garis koordinasi

Gambar 8 menjelaskan bahwa dalam menjalankan program, aktor PKH dibagi dalam tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, dan kecamatan. Guna

 Tim Pengendali PKH/TKPK

 Tim Pengarah Pusat

 Tim Teknis Pusat

PT POS Indonesia

 Depsos

 UPPKH Pusat

Kantor POS Kabupaten/Kota Tim Koordinasi Teknis

Kabupaten/Kota/TKPKD Tim Koordinasi Teknis

Provinsi/TKPKD

Pendamping PKH UPPKH Kabupaten/Kota Dinsos

(3)

menjalankan PKH di beberapa kabupaten dan desa, maka terbentuklah Unit Pelaksana Program Keluarga Harapan (UPPKH) yang langsung mengurusi tentang PKH, terdiri dari UPPKH Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota, dan Kecamatan.

5.1.2.1 Pendamping PKH Desa Tegal Kecamatan Kemang

Pendamping PKH adalah pihak kunci yang menjembatani penerima manfaat dengan pihak-pihak lain yang terlibat di tingkat kecamatan maupun program di tingkat kabupaten/kota. Tugas pendamping termasuk didalamnya melakukan sosialisasi pengawasan dan mendamping para penerima manfaat dalam memenuhi komitmen. Peran pendamping PKH diperlukan karena sebagian besar orang miskin tidak memiliki kekuatan dan kemampuan untuk memperjuangkan hak mereka sehingga perlu ada pendamping yang siap untuk membatu mereka mendapatkan hak dan mendampingi mereka untuk memenuhi kewajiban PKH (Depsos, 2007).

Tabel 6. Tugas Pendamping PKH

Tugas Persiapan Program

1 Menyelenggarakan pertemuan awal dengan seluruh penerima PKH

2 Menginformasikan program kepada RTSM peserta PKH dan mendukung sosialisasi kepada masyarakat umum

3 Mengelompokkan peserta kedalam kelompok yang terdiri atas 20-25 orang peserta PKH untuk mempermudah tugas pendamping

4 Memfasilitasi pemilihan ketua kelompok PKH

5 Membantu peserta PKH dalam pengisian persyaratan PKH

6 Mengkoordinasikan pelaksanaan kunjungan awal ke puskesmas dan pendaftaran sekolah

Tugas Rutin

1 Menerima pemutakhiran data peserta PKH dan mengirimkan formulir pemutakhiran data ke UPPKH kabupaten/kota

2 Menerima mengaduan dari ketua kelompok

3 Kunjungan insidental kepada penerima PKH yang tidak komitmen

4 Pertemuan dengan semua peserta PKH setiap enam bulan untuk resosialisasi 5 Koordinasi dengan pihak setempat terkait pelayanan kesehatan dan pendidikan 6 Pertemuan bulanan dengan ketua kelompok

7 Pertemuan bulanan dengan pelayan kesehatan dan pendidikan setempat

8 Pertemuan triwulan dan tiap semester kepada UPPKH daerah, pendamping, pelayan kesehatan dan pendidikan

*Sumber: Buku Kerja Pendamping Departemen Sosial RI Tahun 2007

Desa Tegal Kecamatan Kemang memiliki dua pendamping PKH, yaitu Ibu Siti Noor Havidah dan Bapak Erik. Masing-masing pendamping memiliki

(4)

wilayah dampingan yang berbeda. Latar belakang dipilihnya Desa Tegal menjadi lokasi penerima bantuan PKH adalah berawal dari permohonan melalui data yang diajukan oleh pemerintah desa bersama kecamatan setempat. Data tersebut kemudian diserahkan kepada BPS Kabupaten Bogor untuk melihat sejauh mana sinkronisasi data yang diajukan desa dengan data yang dimiliki oleh BPS terkait sasaran PKH. Data tersebut kemudian disatukan dan dilihat sejauh mana kecocokan data yang dimiliki masing-masing, namun dalam hal ini BPS memiliki kewenangan lebih untuk menyeleksi data tersebut. Data yang sudah dirapihkan di BPS setempat kemudian diserahkan ke UPPKH pusat yang berlokasi di Jakarta yang memiliki kewenangan untuk memvalidasi data yang ada, menyortir data sehingga sesuai dengan sasaran dan anggaran yang dialokasikan. Setelah itu, data yang sudah divalidasi langsung diserahkan ke UPPKH setempat. Khusus di Desa Tegal, diadakan temu atau kumpul semua penerima PKH di Kantor Desa untuk mengecek kebenaran data yang diterima. Setelah itu, pendamping melakukan survei ulang terhadap penerima PKH dengan melihat kondisi rumah, dan sosial ekonomi si penerima PKH.

Pendamping PKH cukup memiliki peran penting dalam proses PKH secara keseluruhan, mulai proses perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring kegiatan. Salah satu pendamping PKH menyampaikan bahwa:

Dalam hal ini pemilihan pendamping PKH dilakukan melalui proses pendaftaran dan penyeleksian, walaupun memang terkesan agak tertutup. Proses penyeleksian dilakukan tahun 2008 dengan adanya tes tulis dan wawancara. Walaupun tertutup, ternyata ada sekitar 683 orang yang mendaftar, namun hanya 30 orang yang lolos dan sesuai klasifikasi pendamping, yaitu minimal lulusan sarjana (S1) dan memiliki track record dalam bidang kemasyarakatan. Adapun insentif yang diberikan kepada pendamping PKH, yaitu Rp 1.700.000,00 per bulan dengan kontrak yang selalu diperbaharui setiap tahun. Untuk menunjang pelaksanaan tugas sebagai pendamping, tidak disediakan kendaraan khusus melainkan hanya disediakan seragam (baju, kemeja, tas) dan alat tulis kantor. Tidak ada batasan maksimal menjadi seorang pendamping PKH, karena sejauh ini tidak ada pemutusan secara sepihak dari UPPKH, jikalau pun ada kasus pendamping yang menyalahi aturan PKH maka biasanya akan langsung

(5)

diberikan surat peringatan hingga surat pemecatan. Kasus yang pernah terjadi adalah adanya tindakan penyelewengan terhadap dana PKH yang diterima.

Adapun peran dan tugas dari pendamping meliputi proses perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring kegiatan. Dalam proses perencanaan, pendamping membantu meninjau para penerima PKH dengan langsung turun melihat kondisi sosial ekonomi penerima. Dalam proses pelaksanaan, pendamping berperan memberikan pendampingan bagi para penerima PKH dalam pencairan dana, berkoordinasi dengan pihak UPPKH, sekolah dan posyandu untuk mengontrol sejauh mana perilaku si penerima PKH khususnya mengontrol aktifitas kehadiran anak penerima PKH dan kehadiran ibu di setiap kegiatan posyandu. Kendala yang selama ini dialami oleh pendamping PKH adalah masalah transportasi karena sejauh ini ditanggung dari biaya sendiri, walaupun ada wacana akan ada motor inventaris bagi pendamping jika PKH akan dijadikan sebagai badan, layaknya BKKBN.

Sikap dan perilaku penerima PKH terhadap pendamping sejauh ini memang membantu jalannya PKH walaupun bentuk konsultasi yang dilakukan penerima terhadap pendamping sifatnya belumlah rutin, hanya saja jika ada keperluan yang mendesak dan berkenaan dengan PKH, misalnya 1 bulan hanya 2 kali. Dalam rangka meningkatkan kemampuan pendamping, tidak ada bentuk pelatihan yang sifatnya rutin dilakukan oleh UPPKH, hanya sempat dilakukan di awal proses seleksi di tahun 2008. Namun evaluasi pendamping biasanya rutin dilakukan pertiga bulan setiap ada pencairan dana PKH. Penuturan pendamping menyampaikan bahwa:

Sejauh ini setiap ada pencairan dana PKH, memang rata-rata penerima mengalokasikan uangnya untuk keperluan sandang, pangan, dan papan khususnya sandang dibandingkan untuk keperluan kesehatan dan pendidikan anak.

Hal ini diluar kemampuan dan kontrol pendamping karena hal ini langsung diserahkan pada hak dan keputusan dari si penerima bantuan. Namun sebagai sebuah bentuk pengontrolan, pendamping mengecek aktivitas dan kehadiran anak penerima PKH melalui pihak sekolah serta mengecek keaktifan ibu penerima PKH dalam mengikuti kegiatan posyandu sehingga ketika pun terjadi kesalahan maka akan ada pengurangan nominal dana yang didapatkan,

(6)

misalnya jika anak tidak masuk sekolah berulang kali atau ketidakaktifan dalam mengikuti kegiatan posyandu. Memang secara analogi sederhana, uang yang didapatkan dari dana PKH memang belumlah cukup, karena harapannya dana ini sifatnya berupa dana pemicu dan dikhususkan untuk peningkatakan kualitas sumberdaya di bidang pendidikan dan kesehatan sehingga wajar jika PKH tentu berbeda dengan program kemiskinan lainnya.

Secara umum, memang tidak semua RTSM di Desa Tegal mendapatkan bantuan PKH, sebagai bentuk penyelesaian maka pendamping banyak menerima laporan dan memberikan rekomendasi ke pusat, namun sejauh ini mekanisme ini memang cukup sulit dilakukan khususnya di pihak pengambil keputusan tertinggi di UPPKH. Karena dana PKH akan otomatis terhenti saat RTSM tidak memiliki tanggungan, misalnya anak sudah lulus SMP, maka dana pun akan terputus sehingga ternyata masih ada rumah tangga yang tidak mampu menyekolahkan anaknya ke SMA karena masalah finansial sehingga keluhan masyarakat bahwa dana yang diberikan relatif belum mencukupi. Harapan dari pendamping PKH di Desa menuturkan bahwa:

Namun, harapan terhadap program PKH adalah adanya perubahan sikap dan perilaku penerima PKH khususnya peningkatan kualitas sumberdaya dalam bidang pendidikan dan kesehatan serta adanya nasib pendamping. 5.1.2.2 Badan Pusat Statistika Sosial BPS Kabupaten Bogor

Badan Pusat Statistika adalah aktor yang berperan khusus dalam survei calon penerima PKH. Menurut penuturan AS (Staf Statistika Sosial BPS Kabupaten Bogor), prosedur yang BPS lakukan terkait data penerima PKH berawal dari data yang diterima Survei Pelayanan Dasar Kesehatan dan Pendidikan (SPDKP) pada tahun 2007 sebagai data awal PKH. Data SPDKP di tahun 2007 terdapat 11 kecamatan dan ditambah 5 kecamatan di tahun 2008, sehingga total penerima 16 kecamatan.

Pemilihan kecamatan berasal dari BPS Pusat sehingga BPS Kabupaten sebatas tim pelaksana survei saja di lapangan. Data dasar SPDKP diperoleh dari PSE (Pendataan Sosial Ekonomi) tahun 2004 sehingga dapat dijadikan sebagai data permulaan SPDKP di 16 kecamatan, dari data PSE 2004 diverifikasi ulang dengan menggunakan kriteria sasaran penerima PKH, yaitu ibu hamil, ibu balita,

(7)

dan ibu dengan anak usia SD dan SMP hingga munculah data yang disebut SPDKP untuk kepentingan PKH. Mekanisme yang dilakukan BPS Kabupaten Bogor dalam melakukan SPDKP dilakukan dengan beberapa mekanismenya, dilihat dari segi input, proses, dan output yang dijelaskan sebagai berikut:

1. Input

a. Persiapan SPDKP

b. Perekrutan tim survei dan verifikasi; perekrutan dilakukan dari pihak desa hingga kecamatan melalui pemberian rekomendasi nama-nama. Umunya yang terlibat langsung adalah para petugas desa atau para kader. Biasanya BPS menyebut mereka sebagai mitra statistika.

c. Pelatihan tim survei dan verifikasi; pelatihan dilakukan kepada mitra statistika tiap desa dan kecamatan yang telah terpilih selama 3 hari. Pelatihan dibagi dalam dua tim, yaitu tim lapangan dan tim pengolahan data. Hal ini dilakukan karena secara tugas dan fungsi juga berbeda.

2. Proses

Survei dilakukan oleh tim yang telah terpilih di masing-masing desa dan kecamatan, survei dilakukan dengan kurun waktu yang telah ditentukan selama1 bulan. Mekanisme survei yang dilakukan adalah dengan mendatangi langsung rumah dari daftar nama-nama yang telah diberikan BPS Pusat, mencocokan nama dan dilihat bagaimana kondisi sosial ekonomi dan kriteria penerima PKH, yaitu ibu hamil, ibu balita, dan ibu dengan anak usia SD dan SMP hingga hasilnya diperoleh. Data yang sudah didapatkan kemudian diserahkan kembali pada tim pengolah data yang juga dibagi dalam dua tim, yaitu pencacah lapangan dan pemeriksa dan pengawas. Data tersebut dilihat sejauh mana konsistensi dari hasil survei yang dilakukan terhadap masyarakat,. Hal ini dilakukan karena menurut pemaparan Bapak Ag, masyarakat sudah cukup cerdas ketika dilakukan survei sehingga terkadang menutupi kondisi rumah tangga yang sebenarnya.

3. Output

Hasil data survei yang sudah diperiksa oleh BPS Kabupaten Bogor kemudian langsung dikirimkan ke BPS Pusat, dimana BPS Kabupaten Bogor hanya sebatas mengentri data dan tidak berwenang memutuskan siapa saja

(8)

rumah tangga yang layak menerima PKH. Data tersebut kemudian diserahkan ke BPS Pusat untuk dilakukan verifikasi dan hasilnya diserahkan ke Kementerian Sosial RI untuk dilihat berapa kuotanya percdesa dan kecamatan. Data tersebut kemudian diserahkan ke UPPKH masing-masing daerah. Tidak semua data yang diperoleh dari SPDKP yang diserahkan ke BPS Pusat dan Kemensos yang kemudian tertampung semua oleh PKH, karena Kemensos memiliki kuota tersendiri sehingga peran BPS Kabupaten Bogor hanya sebatas tugas survei di lapangan melalui data yang diberikan BPS pusat. Di samping itu, BPS juga tidak punya kewenangan memilih siapa saja yang berhak menerima PKH, melainkan Kemensos sesuai kuota.

Sejauh ini mekanisme pergantian penerima PKH karena ketidaklayakan agak sulit untuk dirubah keputusannya, karena sejauh ini pihak BPS (kabupaten dan pusat) juga sulit dengan prosedurnya dan BPS belum pernah menyepakati hal itu walaupun tertulis dalam pedoman PKH jika terdapat warga yang tidak mampu bisa diajukan. Hambatannya adalah tidak adanya petunjuk yang jelas tentang mekanisme bagi RTSM yang sudah tidak layak lagi mendapatkan bantuan dan sudah menjadi kasus nasional. BPS juga tidak ingin salah bersikap dan khawatir salah sasaran dan membutuhkan waktu yang lama.

5.1.2.3 Dinas Sosial Kabupaten Bogor

Peran Dinas Sosial memiliki garis koordinasi dengan Dinas Sosial Provinsi dan Kemensos RI yang bertugas mengkoordinasikan PKH di kecamatan melalui UPPKH kecamatan. Dinas Sosial Kabupaten bertugas sebagai pemantauan, pengawasan, pelaporan dan pendampingan juga pendukung juga membantu memfasilitasi kelancaran penerimaan pelayanan pendidikan dan kesehatan bagi penerima PKH. Misalnya untuk bidang kesehatan, dimana penerima PKH mendapatkan akses kesehatan (posyandu, puskemas, dan lainnya walaupun realisasinya RTSM harus tetap memenuhi dan mengikuti persyaratan jika RTSM sedang terkena musibah, misalnya sakit parah. Penuturan DM (Bagian PKH Dinas Sosial Kabupaten Bogor) menuturkan bahwa

Saat pertama kali PKH terbentuk diadakan temu dengan semua pihak terkait, juga biasanya diadakan temu rapat koordinasi dengan semua pihak elemen per pencairan (per triwulan). Hal ini dilakukan untuk mengevaluasi

(9)

jalannya PKH, hambatan, dan rekomendasi- rekomendasi dalam rangka memperbaiki PKH. Target minimal PKH adalah masyarakat sangat miskin menjadi masyarakat miskin melalui upaya pemberdayaan.

Setiap triwulan juga diserahkan laporan pencairan kepada Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Bappeda, Bupati, Kominfo, Polres, BPKB. BPS, Depag. Menurut penuturan Ketua UPPKH Kabupaten Bogor mengacu pada pedoman umum PKH, PKH berakhir di tahun 2015 dengan target nasional 8% penurunan kemiskinan. Sejauh ini evaluasi pencapaian sudah ada perbaikan 21% dari rapat umum yang disampaikan oleh para ahli.

5.1.2.4 UPPKH Kabupaten Bogor

UPPKH Kabupaten dibentuk di setiap kabupaten dimana PKH dilaksanakan. UPPKH Kabupaten merupakan kunci untuk menyukseskan pelaksanaan PKH dan akan menjadi saluran informasi terpenting antara UPPKH Kecamatan dengan UPPKH Pusat serta tim koordinasi provinsi dan kabupaten. Dalam pelaksanaan UPPKH Kabupaten/Kota tidak terlepas dari peran UPPKH secara keseluruhan yang meliputi Ketua UPPKH Kabupaten/Kota, Koordinator UPPKH Kabupaten/Kota, Administrasi, Data Entri/Operator komputer, dan sistem pengaduan masyarakat.

UPPKH Kabupaten Bogor langsung berada dibawah koordinasi UPPKH pusat juga Dinas Sosial Kabupaten Bogor, dalam menjalankan tugasnya para pengurus UPPKH juga terlibat sebagai pendamping di desa penerima PKH. Mereka bertugas untuk menginput semua data yang diterima dari para pendamping di setiap desa, misalnya berkaitan dengan pemutakhiran data atau pencairan dana, mereka juga turut aktif berkoordinasi dengan tim kecamatan guna melakukan evaluasi pelaksanaan PKH.

(10)

Gambar 9. Struktur Kepengurusan UPPKH Kabupaten Bogor, Tahun 2011

5.1.2.5 Hubungan antar Aktor

Pemaparan tentang peran aktor yang terlibat di lapangan dalam pelaksanaan PKH dapat dihubungkan dalam adanya fungsi koordinasi dan instruksi mulai dari tahap perencaan, pelaksanaan, hingga evaluasi yang dibatas pembahasannya di wilayah kabupaten.

a. Proses perencaan dimulai oleh Badan Pusat Statistika Kabupaten Bogor yang melalukan survei kepada masyarakat Desa Tegal yang didampingi oleh pendamping PKH dan pemerintah setempat (fungsi koordinasi). Dalam hal ini terdapat koordinasi antara pihak BPS dengan pendamping dan pemerintah desa. BPS Kabupaten melakukan pendataan setelah mendapatkan instruksi dari BPS pusat yang telah koordinasi dengan UPPKH pusat (fungsi koordinasi dan instruksi). Data yang telah didapatkan BPS kemudian diserahkan kepada BPS pusat untuk kemudian diteruskan kembali ke Departemen Sosial dan UPPKH pusat yang menentukan kuota penerima PKH tiap wilayah (fungsi koordinasi). Pada penentuan RTSM penerima PKH, pelaksana tingkat kabupaten tidaklah memiliki kewenangan untuk menentukan karena langsung dari pusat.

b. Tahap pelaksanaan PKH dibagi dalam taahap pencairan dana, ada koordinasi antara Dinasi Sosial, UPPKH, pendamping, dan kantor pos. Tahap pelaksanaan untuk mengkontrol pemanfaatan dana PKH lebih banyak

Ketua UPPKH Kabupaten Bogor Dian Mulyadianta

Koordinator UPPKK Kabupaten Bogor

Moch. Dede Soleh

Petugas Data Entri

Dian Anugerah, Asep Syaefudin, Iis Hanisah, Dede Haryanti, Neni Nurhaeni

Petugas SPM - Petugas Administrasi Galih Sekar Petugas SIM PKH Donny Anugerah P

(11)

dilakukan pendamping dengan ketua kelompok PKH, kader posyandu, pihak sekolah/kepala sekolah juga UPPKH (garis koordinasi). Misalnya pendamping melakukan pengecekan kehadiran anak RTSM ke pihak sekolah dan kehadiran ibu ke posyandu kepada kader posyandu, dimana data ini kemudian akan digunakan untuk menilai keaktifan peserta yang berpengaruh pada dana PKH yang diterima.

c. Tahap evaluasi dilakukan per pencairan dana yang dikoordinasikan oleh Dinas Sosial Kabupaten Bogor yang mengundang semua aktor yang terlibat di tataran teknis. Hubungan aktor dalam tahapan ini terlihat hanya berupa garus koordinasi pelaporan atas pelaksanaan pencairan dana, dimana akhisnya akan ada sebuah bentuk solusi atas permasalahan yang dihadapi di lapangan.

5.1.3 Keterlibatan Pemerintahan Desa Tegal dalam Pelaksanaan Program Keluarga Harapan

Jika melihat stuktur organisasi PKH di tingkat pusat hingga kecamatan, tidak tergambarkan peran pemerintah desa disana. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2005, pemerintah desa adalah penyelenggara urusan pemerintahan oleh pemerintah desa dan badan permusyawarahan desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Nama lain pemerintah desa adalah Kepala Desa dan perangkat desa yang membantu di dalamnya. Menurut penuturan mantan Ketua BPD Desa Tegal, disampaikan bahwa memang desa tidak banyak terlibat dalam proses perencanaan hingga pelaksanaan dan evaluasi, hanya saja memang desa turut tergabung saat melakukan survei dengan BPS saat memilih RTSM yang layak sebagai penerima PKH. Namun pasca itu para pendamping dan Dinas terkait sifatnya hanya koordinasi dan itupun tidak sering, melainkan hanya berupa pelaporan per pencairan saja.

Sejauh ini pihak pemerintah desa memang tidak terlalu dilibatkan dalam Program Keluarga Harapan (PKH), mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Pihak desa memang secara kewenangan tidak terlalu banyak

(12)

sehingga hanya menerima laporan PKH saja secara keseluruhan. Menurut penuturan Bapak AP (Sekretaris BPD Desa Tegal) bahwa:

Banyak warga yang tergolong RTSM tapi tidak menerima bantuan, sehingga ia menilai bahwa program ini belumlah optimal. Pernyataan ini, ia kuatkan karena proses di awal pemilihan RTSM yang tidak begitu baik, karena proses survei yang dilakukan BPS hanya didamping oleh pihak warga yang sebenarnya diantara mereka memiliki kekerabatan satu sama lain. Di samping itu, alokasi dana yang dikeluarkan dari dana PKH pun banyak dikeluarkan RTSM penerima untuk memenuhi kebutuhan lain (sandang).

Keterlibatan pemerintah desa, dalam hal ini pemerintah Desa Tegal jika dibagi dalam tahap perencanaan (permulaan), pelaksanaan, dan evaluasi, maka pada tahap perencanaan (permulaan) pemerintah desa terlibat dalam proses rekomendasi nama RTSM yang kemudian disurvei secara langsung oleh pihak BPS dan pendamping di desa tersebut. Kemudian di tahap pelaksanaan, pemerintah desa memang berperan hanya pada fungsi pelaporan dan koordinasi tekait pelaksanaan Program Keluarga Harapan (PKH), misalnya pelaporan bulanan per pencairan yang diberikan oleh pendamping dan fungsi koordinasi jika ada beberapa agenda atau kegiatan terkait sedangkan dalam fungsi evaluasi, pemerintah desa juga tidak turut terlibat secara langsung karena evaluasi PKH dilakukan per periode pencairan melalui rapat koordinasi di level kabupaten yang menghadirkan UPPKH kabupaten, Dinas Sosial, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, POLRI dan sebagainya.

Keterlibatan pemerintah desa merupakan hal yang penting untuk sebuah program yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Hal ini dikarenakan pemerintah desa merupakan pihak yang paling mengetahui kondisi masyarakatnya dibandingkan dengan pihak luar yang sebelumnya belum pernah terlibat langsung di daerah tersebut. Khususnya terkait proses pemilihan RTSM penerima PKH, hal ini dikarenakan ini merupakan fase permulaan program, jika PKH diberikan secara tidak tepat maka akan berpengaruh pula terhadap optimalisasi pencapaian tujuan.

(13)

5.1.4 Implementasi Kebijakan Program Keluarga Harapan

Menurut Grindle (1980) dalam Dwijowijoto (2003) menyatakan bahwa pelaksanaan kebijakan dipengaruhi oleh isi kebijakan dan konteks kebijakan. Turunan dari kebijakan yang dimaksud dapat berupa program. Isi kebijakan meliputi kepentingan yang dipengaruhi, tipe manfaat, derajat perubahan, letak pengambilan keputusan, pelaksanaan program, dan sumberdaya yang dilibatkan. Sementara untuk konteks kebijakan mencakup kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat dan karakter lembaga dan penguasa.

Jika dianalisis berdasarkan model implementasi kebijakan menurut Grindle 1980 dalam Dwijowijoto (2003), maka :

a. Kepentingan yang dipengaruhi, bahwa setiap kebijakan yang akan diambil akan mempertimbangkan dampak terhadap aktivitas politik yang distimulasi oleh proses pengambilan keputusan. Maksudnya yang tercermin dalam pelaksanaan PKH di Desa Tegal bahwa masing-masing aktor khususnya yang berkaitan dengan ranah politik sebelumnya mereka akan mempertimbangkan bagaimana dampak yang ditimbulkan.

b. Tipe manfaat. Bahwa program yang memberikan manfaat secara kolektif akan mendapatkan dukungan dalam implementasi dan sebaliknya. Misalnya tujuan PKH adalah mengurangi kemiskinan melalui peningkatan kualitas sumberdaya (RTSM) dalam bidang kesehatan dan pendidikan juga mendapat dukungan dari berbagai pihak, yaitu Departemen Sosial, Pendidikan dan Kesehatan hingga turut mendukung program ini BPS dan Kantor Pos.

c. Derajat perubahan yang diharapkan, bahwa program yang ditetapkan yang mengharapkan akan adanya sedikit perubahan perilaku di masyarakat akan mudah untuk diimplementasikan tetapi untuk pogram yang mengharapkan adanya perubahan yang mendasar di masyarakat dalam jangka panjang akan sulit untuk diimplementasikan. Hal ini tercermin dari PKH dimana perubahan yang diharapkan adalah peningkatan kualitas sumberdaya (RTSM) dalam bidang kesehatan dan pendidikan namun yang dialami oleh RTSM Desa Tegal adalah belum pada peningkatan secara signifikan.

d. Letak pengambilan keputusan, bahwa setiap keputusan akan mempertimbangkan dimana keputusan tersebut akan diambil, misalnya di

(14)

tingkat departemen atau di tingkat dinas dan akan berdampak pada tingkat implementasi kebijakan tersebut. Kondisi ini tercermin dalam implementasi dalam menentukan RTSM penerima bantuan PKH, dimana BPS Kabupaten Bogor dibantu pendamping dan pemerintah desa hanya berfungsi dalam melakukan pendataan yang kemudian data itu diajukan kepada BPS pusat dan Depertemen Sosial yang berkoordinasi dengan UPPKH pusat sehingga ada beberapa RTSM yang seharusnya layak mendapat bantuan malah terhapus karena kuota yang ditentukan oleh pihak pusat.

e. Pelaksana program, bahwa keputusan yang dibuat dalam tahapan formulasi kebijakan akan mengindikasikan siapa yang akan ditugaskan untuk melaksanakan berbagai macam program, dan keputusan itu juga akan mempengaruhi bagaimana kebijakan tersebut dicapai. Berdasarkan struktur organisasi PKH tidak tercantum pemerintah desa sebagai pelaksana program sehingga kondisi ini mempengaruhi implementasi PKH di lapangan, bahkan sempat terjadi konflik akibat pencairan dana PKH di Desa Tegal.

f. Sumberdaya yang dilibatkan, bahwa setiap keputusan yang diambil akan berakibat pada pemenuhan sumberdaya yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan program yang telah ditetapkan. PKH melibatkan sumberdaya manusia meliputi para aktor terkait dan alokasi dana, karena dana termasuk dalam sumberdaya yang dilibatkan maka akibat adanya keterbatasan dana PKH tiap wilayah, maka berakibat pada adanya beberapa RTSM yang tidak jadi mendapatkan bantuan walaupun mereka sempat didata oleh BPS.

Pada prinsipnya ada “empat tepat” yang harus dipenuhi dalam keefektifan implementasi kebijakan atau program, yaitu tepat secara kebijakan, tepat secara pelaksanaan, tepat target, tepat lingkungan (Dwijowijoto, 2003).

a. Tepat kebijakan; Tepat kebijakan dapat ditinjau dari apakah kebijakan yang ada telah bermuatan hal-hal untuk memecahkan masalah, apakah kebijakan sudah dirumuskan sesuai karakter masalah yang akan dipecahkan, dan dibuat oleh lembaga yang mempunya wewenang terhadap masalah yang akan dipecahkan. Kebijakan PKH merupakan kebijakan yang bertujuan mengurangi kemiskinan melalui peningkatan kualitas (RTSM) dalam hal kesehatan dan pendidikan yang dibuat oleh Departemen Sosial bekerjasama dengan

(15)

Departemen Pendidikan dan Kesehatan sehingga dilihat dari sisi ini kebijakan PKH sudah sesuai secara formulasinya.

b. Tepat pelaksana; aktor yang terlibat tidaklah hanya pemerintah melainkan kerjasama antara masyarakat dan swasta. Yang terjadi dalam pelaksanaan PKH di lapangan belumlah bisa melibatkan semua stakeholders terkait, kegiatan strategis terpusat di Dinas Sosial dan UPPKH kabupaten masing-masing sementara aktor lainnya hanya berperan secara teknis. Sebagai kebijakan penanggulangan kemiskinan, PKH belum bisa memberdayakan masyarakatnya. Masyarakat diperlakukan sebatas objek dalam penerima bantuan sehingga saat dilakukan sesi wawancara kepada RTSM tersampaikan jika program ini dihentikan maka mereka mengakui akan sangat sulit untuk menyekolahkan anak mereka dan memberikan layanan kesehatan karena program ini baru bersifat bantuan tunai walaupun sudah ada pendampingan. c. Tepat target; definisi ketepatan target bukan hanya sekedar tepat secara

sasaran namun yang hendak dijelaskan adalah apakah target sesuai dengan yang direncanakan dan tidak tumpang tindih dengan kebijakan lain. Kedua, kesiapan target secara fisik dan psikologis, dan apakah kebijakan ini bersifat baru atau memperbaharui kebijakan sebelumnya. Ketepatan target ini juga bisa ditunjang dengan keterlibatan pihak terkait, misalnya BPS, pendamping PKH juga pemerintah desa dalam melakukan survei atau bahkan dapat memutus dana PKH jika memang kondisi RTSM sudah mengalami peningkatan sosial ekonomi sehingga bisa digantikan dengan RTSM yang lain. Di samping itu, penuturan ketua kelompok bahwa masih ada beberapa dari mereka yang mendapatkan bantuan lain selain PKH yang juga masuk dalam kluster 1 program penanggulangan kemiskinan, yaitu Raskin dan Jamkesmas. Terlalu banyak kebijakan baru namun pada prinsipnya mengulang kebijakan lama dengan hasil yang tidak efektif dengan kebijakan sebelumnya. d. Tepat lingkungan; ada dua lingkungan yang paling menentukan, yaitu

lingkungan kebijakan dan lingkungan eksternal kebijakan. Lingkungan kebijakan adalah interaksi diantara lembaga perumus kebijakan dan pelaksana dengan lembaga lain yang terkait. Perumus kebijakan PKH adalah Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Departemen Sosial, Departemen

(16)

Kesehatan, Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Agama, Departemen Komunikasi dan lnformatika, dan Badan Pusat Statistik sementara di tingkat kabupaten dan kecamatan inilah yang langsung besentuhan dengan penerima. Menurut penuturan Ketua UPPKH Kabupaten Bogor, interaksi ini dilakukan secara rutin setiap masa pencairan membahas evaluasi pelaksanaan program mengupas kendala dan solusi dalam pemecahan masalah namun yang terjadi adalah solusi tersebut belum mampu berjalan optimal. Kedua, lingkungan eksternal adalah berkaitan penerimaan publik dari penerima program ini, yaitu pemerintah desa dan individu. Disinilah PKH memiliki kelemahan karena kurang bisa melibatkan pemerintah desa dan para tokoh sebagai opinion leader guna menunjang keberhasilan program ini.

Sebuah implementasi dari pelaksanaan Program Keluarga Harapan (PKH) tidak boleh terlepas dari tujuan utamanya yaitu mengurangi kemiskinan melalui peningkatan kualitas kesehatan dan pendidikan. Guna menunjang pencapaian tujuan tersebut maka diperlukan perencanaan yang matang dalam program, khususnya dalam pemilihan sasaran. Sasaran atau penerima bantuan PKH adalah Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) yang memiliki anggota keluarga yang terdiri dari anak usia 0-15 tahun dan/atau ibu hamil/nifas dan berada pada lokasi terpilih. Penerima bantuan adalah ibu atau wanita dewasa yang mengurus anak pada rumah tangga yang bersangkutan (jika tidak ada ibu maka: nenek, tante/ bibi, atau kakak perempuan dapat menjadi penerima bantuan). Oleh karena itu, diawal diperlukan adanya keterlibatan pihak terkait yang saling bersinergi dalam penerntuan RTSM penerima PKH.

5.1.5 Klasifikasi RTSM Penerima PKH

Pengukuran kemiskinan yang dapat dipercaya dapat menjadi instrumen tangguh bagi pengambil kebijakan dalam memfokuskan perhatiannya. Salah satu konsep perhitungan kemiskinan yang banyak diaplikasikan di negara termasuk Indonesia adalah konsep kebutuhan dasar yang dilakukan oleh BPS. Untuk mengukur tingkat kemiskinan di Indonesia, BPS selama ini menggunakan dua cara. Pertama, untuk mengestimasi jumlah dan persentase penduduk miskin BPS menggunakan Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dengan

(17)

menggunakan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar. Penduduk miskin didefinisikan sebagai penduduk yang mempunya rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Data kemiskinan yang bersifat makro ini hanya menunjukkan jumlah agregat dan pesentase penduduk miskin, tetapi tidak menunjukan siapa si miskin dan dimana alamat mereka sehingga kurang operasional di lapangan. Meskipun demikian, data ini sangat bermanfaat untuk mengevaluasi pertambahan/ pengurangan jumlah penduduk miskin dari waktu ke waktu. Selain itu, banyak informasi penting lainnya yang bisa digali dan sangat bermanfaat untuk program pengentasan kemiskinan. Kedua, dengan melakukan Pendataan Sosial Ekonomi Penduduk (PSE) tahun 2005 yang kemudian digunakan untuk menentukan SDM penerima BLT yang memuat informasi nama kepala rumah tangga yang berhak menerima bantuan dan lokasi tempat tinggalnya.

Dalam menentukan rumah tangga penerima PKH, BPS juga menggunakan data PSE 2005 yang menjadi bahan pendataan berikutnya yaitu Survei Pelayanan Dasar Kesehatan dan Pendidikan (SPDKP) pada tahun 2007 yang merupakan data awal PKH yang disesuaikan dengan kriteria penerima PKH, , yaitu ibu hamil, ibu balita, dan ibu dengan anak usia SD dan SMP hingga munculah data yang disebut SPDKP untuk kepentingan PKH. Dalam pengukuran itu, BPS melakukan pendataan rumah tangga miskin dengan menggunakan 14 variabel kemiskinan dimana varibel ini memiliki hubungan sangat erat dengan kemampuan memenuhi kebutuhan kalori dan kebutuhan dasar non makanan (basic needs approach). (tabel 1), dimana varibel ini memiliki hubungan sangat erat dengan kemampuan memenuhi kebutuhan kalori dan kebutuhan dasar non makanan (basic needs approach), Melalui pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengetahuan sehingga kemiskinan adalah suatu kondisi yang selalu ada di setiap masa dan di setiap tempat.

Penuturan AS (Staf Badan Pusat Statistika Kabupaten Bogor) menyampaikan bahwa

dimana jika posisi rumah tangga tersebut hanya memenuhi minimal 9 variabel maka dikategorikan RTSM ditambah dengan hasil estimasi permodelan dengan menggunakan faktor statistik lainnya.

(18)

Pemilihan RTSM di Desa Tegal relatif banyak dibandingkan daerah lain, total RTSM penerima PKH di Desa Tegal sebanyak 611 RTSM. Secara luas wilayah Desa Tegal memang memiliki luas wilayah 616.45 ha sehingga memungkinkan banyak penduduk yang tinggal disana, mulai dari lapisan atas yang tinggal di perumahan sekitar atau masyarakat asli (pribumi) yang umumnya menempati tempat sederhana yang rata-rata masih beratapkan bilik dan beralaskan tanah. Pemilihan RTSM ini juga didasarkan dari data survei hal PPLS 2008, yaitu survei peningkatan pendidikan dan kesehatan yang menunjukan bahwa rumah tangga di Desa Tegal berada pada posisi terbanyak rumah tangga yang layak menerima bantuan dengan penjabaran dalam tabel berikut:

Tabel 7. Jumlah Rumah Tangga Layak PPLS 2008 Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat Kode (01) Nama Kecamatan (02) Kode (3) Nama Desa (4) Rumah Tangga Layak (5) Tambahan (6) Jumlah (7) 230 Kemang 006 Semplak Barat 558 13 571 007 Atang Senjaya 33 2 35 008 Parankanjaya 432 5 437 009 Bojong 743 20 763 010 Kemang 1084 14 1098 011 Pabuaran 693 0 693 013 Tegal 1124 9 1133 014 Pondok Udik 405 1 406 015 Jampang 791 47 838 Jumlah 5863 111 5974

*Sumber : BPS Kabupaten Bogor Tahun 2011

Catatan

Kolom 6 : adalah data yang disiapkan atas permintaan Menko Kesra dalam rangka optimalisasi distribusi raskin

Tabel 7 menjelaskan bahwa untuk Kecamatan Kemang, terdapat 1133 rumah tangga di Desa Tegal yang layak mendapatkan bantuan pendidikan dan kesehatan sehingga tidak aneh bila dibandingkan dengan desa lain, di Desa Tegal banyak ditemukan RTSM yang layak menerima PKH dan menunjukan status ekonomi mereka yang masih rendah. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan di

(19)

Desa Tegal Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor telah dilakukan perhitungan skor untuk melihat karakteristik RTSM penerima PKH.

Dalam menganalisis ketepatan sasaran, maka dilakukan analisis data terhadap 90 responden dengan menggunakan 3 kategori RTSM. RTSM penerima PKH didapatkan dari SPDKP yang disesuaikan dengan kriteria penerima PKH dengan menggunakan 14 variabel kemiskinan menurut BPS. Dari 14 variabel tersebut kemudian dilakukan proses penyederhanaan dengan menggunakan 5 indikator, yaitu:

a. Pendapatan rumah tangga; hal ini didasarkan karena tingkat pendapatan masyarakat per kapita itu memang merupakan indikator kemiskinan. Jadi kemiskinan memang terhapus dengan meningkatnya pendapatan masyarakat sehingga meningkatnya pendapatan masyarakat adalah titik tolak atau modal bagi perkembangan ekonomi selanjutnya (Susanto, 2006).

b. Pengeluaran rumah tangga; hal ini didasarkan karena kemiskinan di Indonesia dikur dengan melihat pada sisi pengeluaran, dimana BPS menggunakan definisi penduduk miskin sebagai penduduk yang mempunyai pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan (Susanto, 2006).

c. Tanggungan; hal ini didasarkan terkait masalah kependudukan di Indonesia dengan jumlah penduduk yang banyak. Keberhasilan program KB telah memberikan kesempatan kepada keluarga Indonesia mengurangi jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan sehingga setiap keluarga bisa lebih longgra merancang masa depannya (Suyono, 2005)

d. Kepemilikan aset; kepemilikan aset ini berkaitan dengan sejauh mana aset-aset pribadi yang dimiliki. Kemiskinan tidak selamanya berasal dari kebijakan saja melainkan juga persoalan yang sifatnya struktural, artinya seseorang yang berusaha sekeras apapun menjadi tidak ada artinya karena kendala struktural yang ia hadapi. Misalnya, keterbatasan infrastruktur (aset) yang memadai berupa penunjang kebutuhan hidup mereka (Susanto, 2006)

e. Kondisi rumah; kondisi rumah yang dimaksudkan adalah berupa gabungan indikator yang terdiri dari status kepemilikan rumah, kondisi dinding, lantai, tempat BAB, dan penggunaan bahan bakar.

(20)

Pemilihan 5 variabel diatas dilakukan terhadap 14 indikator BPS (tabel 1) dengan rincian sebagai berikut:

1. Sumber penerangan rumah tangga dan sumber air minum tidak dimasukan dalam variabel dikarenakan mayoritas masyarakat Desa Tegal menggunakan listrik sebagai sumber penerangannya dan menggunakan air sumur sebagai sumber air minum sehingga tidak ada keragamanan yang bisa menjadi indikator pembeda antara RTSM yang satu dengan lainnya.

2. Bahan bakar memasak, konsumsi daging, pembelian pakaian baru, frekuensi makan, kemampuan membayar untuk berobat, lapangan pekerjaan juga disederhanakan menjadi variabel pendapatan rumah tangga. Karena variabel-variabel tersebut bisa dilihat diukur dari pendapatan yang dimiliki. Semakin tinggi pendapatan seseorang maka kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan akan semakin mudah tercukupi.

3. Pendidikan kepala rumah tangga tidak dimasukan dalam variabel ini dikarenakan rata-rata kepala rumah tangga RTSM di Desa Tegal hanya lulusan SD, paling tinggi SMP atau bahkan tidak sekolah. Namun yang tidak sekolah malah memiliki sawah sedangkan lulusan SMP hanya bekerja sebagai buruh sehingga tidak cukup signifikan untuk menggambarkan kemiskinan RTSM.

Dengan 3 klasifikasi yang dilakukan terhadap RTSM penerima PKH di Desa Tegal, maka kita akan melihat sejauhmana dana PKH disalurkan secara tepat sasaran, langsung kepada klasifikasi RTSM yang berada pada level yang paling rendah.

Tabel 8. Klasifikasi RTSM Penerima PKH di Desa Tegal, Tahun 2011

Kategori RTSM

Frekuensi Persen Validasi Persen Total Persen

Valid Rendah 68 75.6 75.6 75.6

Sedang 22 24.4 24.4 100.0

(21)

Gambar 10. Klasifikasi RTSM Penerima PKH di Desa Tegal, Tahun 2011

Data diatas menunjukan bahwa 76% RTSM penerima PKH berada pada kategori RTSM rendah dan 24% kategori sedang. Penentuan klasifikasi RTSM dilakukan dengan menjumlahkan skor dari masing-masing 5 indikator yang diguanakan, yaitu pendapatan rumah tangga, pengeluaran rumah tangga, tanggungan, kepemilikan aset dan kondisi rumah dengan rincian sebagai berikut:

Rendah : nilai minimum ≤x< nilai minimum+1 IK Sedang : nilai minimum+1 IK ≤x< nilai minimum+2 IK Tinggi : ≥nilai minimum+2 IK

IK = nilai maksimum-nilai minimum kategori = 15-5 = 3.3= 3 (setelah dibulatkan) 3 sehingga didapatkan RTSM Rendah : 5 ≤x< 8 = skor 1 RTSM Sedang : 8 ≤x< 11 = skor 2 RTSM Tinggi : x≥ 11 = skor 3

Maksudnya bahwa RTSM kategori rendah lebih besar dari RTSM kategori sedang yang menunjukan bahwa Program Keluarga Harapan di Desa Tegal dialokasikan tepat pada kelas Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) dengan indikator yang BPS tetapkan. Adapun definisi RTSM rendah adalah dengan indikator pendapatan dan pengeluaran rendah disertai jumlah tanggungan tinggi, status rumah rendah, dan kepemilikan asetnya pun rendah. Hasil wawancara dari

(22)

pihak Dinas Sosial Kabupaten Bogor, UPPKH Kabupaten Bogor, BPS Kabupaten Bogor, dan pendamping PKH menyampaikan bahwa proses awal pemilihan RTSM dilakukan dengan berbagai tahapan, mulai dari data survei BPS yang kemudian dikunjungi langsung rumah-rumah yang bersangkutan guna melihat kondisi ekonomi keluarga tersebut. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa juga terjadi beberapa RTSM yang membutuhkan malah tidak mendapatkan dana PKH, hal ini didasarkan karena kuota atau adanya pembatasan jumlah penerima di setiap daerah.

5.2 Alokasi Dana PKH

5.2.1 Program Keluarga Harapan sebagai Program Penanggulangan Kemiskinan

Pelaksanaan Program Keluarga Harapan (PKH) di Desa Tegal Kecamatan Kemang ternyata sudah dilakukan sejak tahun 2007, berarti saat ini PKH sudah berjalan selama 4 tahun. Sejak awal program ini digulirkan pada masyarakat, mereka berharap bisa terbantu secara ekonomi. Program Keluarga Harapan masuk kedalam kluster I “Program Bantuan dan Perlindungan Sosial” bersama dengan Program Beras Miskin (Raskin), Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), dan Program Beasiswa.

Dalam arti luas, perlindungan sosial dapat diartikan segala inisiatif baik yang dilakukan pemerintah, swasta maupun masyarakat yang bertujuan untuk menyediakan transfer pendapatan atau konsumsi pada orang miskin, melindungi kelompok rentan terhadap resiko-resiko penghidupan dan meningkatkan status dan hak sosial kelompok yang terpinggirkan di dalam suatu masyarakat5. Jika disejajarkan dengan ketiga program bantuan tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa program ini sifatnya berupa bantuan langsung kepada penerima bantuan. Keuntungannya adalah masyarakat langsung menerima bantuan, namun kerugiannya bahwa program ini hanya sebatas pada stimulus yang kemudian belum berkelanjutan serta belum mampu memberikan optimalisasi dalam edukasi pada penerima bantuan sehingga informasi yang ditemukan di lapangan pada

5 Edi Suharto. Tanpa tahun. Perlindungan Sosial. http://www.policy.hu/suharto/Naskah%20PDF/ PerlindunganSosialTansosmas.pdf. Kebijakan Perlindungan Sosial Bagi Kelompok Rentan dan Kurang Beruntung [diunduh 8 Oktober 2011].

(23)

RTSM penerima PKH di Desa Tegal bahwa di sela-sela wawancara, program ini memang membantu mereka secara finansial untuk membeli perlengkapan sekolah dan biaya kesehatan mereka, namun ketika kemudian ditanyakan lebih mendalam mereka menggunakan dana-dana ini untuk kemudian membayar hutang dan tidak berpengaruh signifikan pada perubahan perilaku mereka khususnya di bidang kesehatan dan pendidikan. Walaupun mereka mengakui dapat menyekolahkan anak mereka hingga SMP. Padahal untuk kebijakan publik terbaik adalah kebijakan yang mendorong setiap warga untuk membangun daya saingnya dan bukan menjerumuskan ke dalam pola ketergantungan (Dwijowijoto, 2003).

5.2.2 Penggunaan Dana PKH oleh RTSM

RTSM yang ditetapkan sebagai peserta PKH memiliki sebuah kewajiban berkaitan dengan kesehatan dan pendidikan. Hal ini didasarkan agar penggunaan dana PKH berjalan efektif maka diarahkan untuk peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Berkaitan dengan kesehatan

RTSM yang ditetapkan sebagai peserta PKH diwajibkan melakukan persyaratan berkaitan dengan kesehatan jika terdapat anggota keluarga yang terdiri dari anak usia 0-6 tahun dan/ atau ibu hamil/nifas. Apabila terdapat anak usia 6 tahun yang telah masuk sekolah dasar, maka RTSM tersebut mengikuti persyaratan berkaitan dengan pendidikan.

b. Berkaitan dengan pendidikan

RTSM yang ditetapkan sebagai peserta PKH diwajibkan melakukan persyaratan berkaitan dengan pendidikan jika terdapat anak yang berusia 6-15 tahun. Peserta PKH ini diwajibkan untuk mendaftarkan anaknya ke SD/MI atau SMP/MTS dan mengikuti kehadiran di kelas minimal 85% dari hari sekolah dalam sebulan selama satu tahun ajaran.

PKH yang bertujuan khusus meningkatkan status kesehatan dan gizi ibu hamil/nifas dan anak di bawah usia 6 tahun serta meningkatkan taraf pendidikan anak-anak RTSM, maka secara pelaksanaan di lapangan program ini seharusnya bisa diaplikasikan guna menunjang terjadinya peningkatan kualitas kesehatan dan pendidikan bagi penerima PKH. Alokasi dana yang digunakan oleh RTSM

(24)

penerima PKH di Desa Tegal menunjukan keanekaragaman dalam alokasi dana yang diberikan. Setiap RTSM penerima PKH mendapatkan bantuan yang berbeda sesuai dengan jumlah tanggungan dan kriteria yang terpenuhi, semakin banyak kriterian yang terpenuhi maka akan semakin banyak pula dana PKH yang didapatkan (lihat tabel 2).

Tabel 9. Alokasi Dana PKH di Desa Tegal, Tahun 2011 Alokasi Dana PKH Frekuensi Persen Validasi

Persen Total Persen Valid Tidak

Tepat 48 53.3 53.3 53.3

Tepat 42 46.7 46.7 100.0

Total 90 100.0 100.0

Gambar 11. Alokasi Dana PKH di Desa Tegal, Tahun 2011

Gambar 11 menunjukan bahwa penggunaan dana PKH oleh RTSM tidak tepat sebanyak 48 RTSM dan tepat sebanyak 42 RTSM, maksudnya bahwa dana PKH yang sebenarnya dialokasikan guna fungsi peningkatkan pelayanan kesehatan dan pendidikan, kemudian dialokasikan untuk kebutuhan lain. Data menunjukan kebutuhan lain dapat berupa kebutuhan pangan dan sandang. Misalnya contoh kasus, di saat dana PKH turun dan diberikan kepada RTSM penerima mereka memerlukan uang tersebut untuk membeli beras (sembako), uang jajan anak, bahkan membayar hutang disaat mereka tidak memiliki uang. Penyebab lain juga karena tidak ada bentuk penekanan khusus dari pendamping kepada RTSM terkait alokasi dana. Pendamping sebatas membantu proses pencairan dan memastikan mereka melakukan kewajiban memerikasakan kesehatan ke posyandu dan mengecek daftar hadir anak RTSM sedangkan untuk alokasi dana adalah hak dari setiap RTSM.

Gambar

Gambar 8. Struktur Organisasi PKH menurut Kementerian Sosial RI,                     Tahun 2008
Gambar 9. Struktur Kepengurusan UPPKH Kabupaten Bogor, Tahun 2011
Gambar 10. Klasifikasi RTSM Penerima PKH di Desa Tegal, Tahun 2011
Tabel 9. Alokasi Dana PKH di Desa Tegal, Tahun 2011  Alokasi Dana PKH  Frekuensi  Persen  Validasi

Referensi

Dokumen terkait

Lebar efektif (We) dapat dihitung untuk pendekat dengan pulau lalulintas, seperti pada Gambar 3.1 dan untuk pendekat tanpa pulau lalulintas bagian kanan dari Gambar 3.1.... dalam

Dari pengertian yang diungkapkan Bafadal di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengadaan bahan-bahan pustaka adalah suatu kegiatan yang dilakukan perpustakaan

Tiga genus nematoda parasit tumbuhan yang dominan adalah Hoplolaimus, Xiphinema dan Hemicriconemoides; (2) sistem olah tanah pada pertanaman tebu mempengaruhi

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah ada pengaruh senam lansia terhadap penurunan tingkat nyeri gout arthritis di UPT PSTW Jombang.. Kata kunci : Lansia, nyeri

Jika preseden yang lebih awal adalah benar-benar mengikat, tetapi sulit atau tidak mungkin untuk membedakannya maka ada satu cara lain untuk menghindari

Jabir bebas fibula merupakan salah satu jabir tulang yang sering digunakan untuk mengatasi defek pada daerah wajah, terutama dalam rekonstruksi mandibula8. Jabir ini memiliki

Patient with acute hepatitis who undergone surgery have an increased of operative risk with mortality rate 10-13%. 12 These increased risks are probably occur as a result of

- Menentukan besaran dari suatu masalah dalam matematika, mata pelajaran lain atau kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan sistem persamaan linear, yang dirancang