PENYUSUNAN PETA ZONA AGROEKOLOGI (ZAE) DAERAH TANGKAPAN AIR DANAU TOBA
SKRIPSI
OLEH:
KHAIRULLAH 100301230
AGROEKOTEKNOLOGI
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,
Medan.
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PENYUSUNAN PETA ZONA AGROEKOLOGI (ZAE) DAERAH TANGKAPAN AIR DANAU TOBA
SKRIPSI
OLEH:
KHAIRULLAH 100301230
AGROEKOTEKNOLOGI
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
Judul : Penyusunan Peta Zona Agroekologi (ZAE) Daerah Tangkapan Air Danau Toba
Nama : Khairullah
NIM : 100301230
Program Studi : Agroekoteknologi Minat : Ilmu Tanah
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
Ir. Razali, M.P. Ketua
Ir. Fauzi, M.P. Anggota
Mengetahui,
ABSTRACT
KHAIRULLAH. Forming Agroecological Zone (ZAE) Map of Lake Toba Catchment Area. Supervised by Razali and Fauzi.
Catchment area of Lake Toba is the natural wealth that needs to be preserved , but at this time of environmental damage due to improper land use . Agroecology zone can be a source of information that can help determine appropriate land use so that the increased production and conservation of land resources is maintained . This study was start from May until July of 2014 in the Laboratory of Geographic Information Systems FP USU and Lake Toba Catchment Area (LTCA) North Sumatra with the aim to produce Agroecological Zone map of Lake Toba Cathment Area . The study was conducted with technology Geographic Information Systems (GIS) , which process data topography , soil type and rainfall to obtains the slope map , soil type map , temperature regime map and moisture regime map . Furthermore, the four maps to overlay to produce a map of agroecological zone . From the results of Agroecology zone , Lake Toba Catchment Area consists of five zones: the Ibx ( 14526.35 ha , Forestry ) , IIbx ( 37325.67 ha , Plantations ) , IIIbx ( 43348.84 ha , Agroforestry ) , IVbx ( 105.529.99 ha , Dryland Agriculture ) , and the Vbx ( 1947.63 ha , Wetland Agriculture).
ABSTRAK
KHAIRULLAH. Penyusunan Peta Zona Agroekologi Daerah Tangkapan Air Danau Toba. Dibimbing oleh Razali dan Fauzi.
Daerah Tangkapan Air Danau Toba merupakan kekayaan alam yang perlu dilestarikan , tetapi saat ini terjadi kerusakan lingkungan akibat pemanfaatan lahan yang tidak tepat. Zona Agroekologi dapat menjadi sumber informasi yang dapat membantu menentukan pemanfaatan lahan secara tepat sehingga produksi meningkat dan kelestarian sumberdaya lahan tetap terjaga. Penelitian ini dilakukan dari bulan mei sampai bulan juli 2014 di Laboratorium Sistem Informasi Geografis FP USU dan Daerah Tangkapan Air Danau Toba Sumatera Utara dengan tujuan untuk menghasilkan peta Zona Agroekologi Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba. Penelitian dilakukan dengan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG), yaitu mengolah data topografi, jenis tanah dan curah hujan untuk mendapatkan peta lereng, peta jenis tanah, peta rejim suhu dan peta rejim kelembaban. Selanjutnya keempat peta tersebut di-overlay-kan untuk menghasilkan peta zona agroekologi. Dari hasil zona Agroekologi, Daerah Tangkapan Air Danau Toba terdiri dari 5 zona yaitu Ibx (14.526,35 ha, Kehutanan) , IIbx (37.325,67 ha, Perkebunan), IIIbx (43.348,84 ha, Wanatani), IVbx (105.529.99 ha, Pertanian Lahan Kering), dan Vbx (1.947,63 ha, Pertanian Lahan Basah).
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Medan, Sumatera Utara pada tanggal
5 November 1991 dari Ayah Nurrohim dan Ibu Rohaniah. Penulis merupakan
putra ketiga dari lima bersaudara.
Tahun 2010 penulis lulus dari SMA N 2 Medan, dan pada tahun yang
sama masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur Ujian
Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis memilih
Minat Ilmu Tanah, Program Studi Agroteknologi.
Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. Bakrie
Sumatera Plantation Tbk. (BSP), Perkebunan Gurach Batu Estate, Kecamatan
Kisaran, Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara dari tanggal 17 Juli sampai
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha
Kuasa, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Penyusunan Peta Zona Agroekologi (ZAE) Daerah
Tangkapan Air Danau Toba”.
Pada kesempatan ini penulis menghaturkan pernyataan terima kasih
sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan,
memelihara dan mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan terima kasih
kepada Ir. Razali, M.P. dan Ir. Fauzi, M.P. selaku ketua dan anggota komisi
pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan
berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan penelitian,
sampai pada ujian akhir.
Di samping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
staf pengajar dan pegawai di Program Studi Agroteknologi, serta semua rekan
mahasiswa yang tak dapat disebutkan satu per satu di sini yang telah membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Medan, Januari 2015
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRACT ... i
ABSTRAK ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
Kegunaan Penelitian ... 3
TINJAUAN PUSTAKA Pendekatan Agroekologi ... 4
Komponen Utama Zona Agroekologi ... 8
Iklim ... 8
Fisiografi dan Bentuk Wilayah ... 9
Sumberdaya Tanah ... 9
Gambaran Kondisi Daerah Tangkapan Air Danau Toba ... 10
Letak dan Luas ... 10
Iklim ... 10
Curah Hujan ... 11
Suhu dan Kelembaban Udara ... 11
Topografi dan Tata Guna Lahan ... 11
METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Pelaksanaan ... 13
Bahan dan Alat ... 13
Metodologi Penelitian ... 14
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 16
Peta Lereng Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba ... 16
Peta Jenis Tanah Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba ... 16
Peta Rejim Suhu Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba ... 17
Peta Rejim Kelembaban Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba . 18
Peta Zona Agroekologi Daerah Tangakapan Air (DTA) Danau Toba . 19
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ... 26 Saran ... 26
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Klasifikasi Zona Agroekokogi ... 6
2. Legenda Zona Agroekologi Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba
... 20
DAFTAR GAMBAR
1. Daerah Lokasi Penelitian ... 13
2. Peta Lereng Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba ... 16
3. Peta Jenis Tanah Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba ... 17
4. Peta Rejim Suhu Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba ... 18
5. Peta Rejim Kelembaban Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba . 19
ABSTRACT
KHAIRULLAH. Forming Agroecological Zone (ZAE) Map of Lake Toba Catchment Area. Supervised by Razali and Fauzi.
Catchment area of Lake Toba is the natural wealth that needs to be preserved , but at this time of environmental damage due to improper land use . Agroecology zone can be a source of information that can help determine appropriate land use so that the increased production and conservation of land resources is maintained . This study was start from May until July of 2014 in the Laboratory of Geographic Information Systems FP USU and Lake Toba Catchment Area (LTCA) North Sumatra with the aim to produce Agroecological Zone map of Lake Toba Cathment Area . The study was conducted with technology Geographic Information Systems (GIS) , which process data topography , soil type and rainfall to obtains the slope map , soil type map , temperature regime map and moisture regime map . Furthermore, the four maps to overlay to produce a map of agroecological zone . From the results of Agroecology zone , Lake Toba Catchment Area consists of five zones: the Ibx ( 14526.35 ha , Forestry ) , IIbx ( 37325.67 ha , Plantations ) , IIIbx ( 43348.84 ha , Agroforestry ) , IVbx ( 105.529.99 ha , Dryland Agriculture ) , and the Vbx ( 1947.63 ha , Wetland Agriculture).
ABSTRAK
KHAIRULLAH. Penyusunan Peta Zona Agroekologi Daerah Tangkapan Air Danau Toba. Dibimbing oleh Razali dan Fauzi.
Daerah Tangkapan Air Danau Toba merupakan kekayaan alam yang perlu dilestarikan , tetapi saat ini terjadi kerusakan lingkungan akibat pemanfaatan lahan yang tidak tepat. Zona Agroekologi dapat menjadi sumber informasi yang dapat membantu menentukan pemanfaatan lahan secara tepat sehingga produksi meningkat dan kelestarian sumberdaya lahan tetap terjaga. Penelitian ini dilakukan dari bulan mei sampai bulan juli 2014 di Laboratorium Sistem Informasi Geografis FP USU dan Daerah Tangkapan Air Danau Toba Sumatera Utara dengan tujuan untuk menghasilkan peta Zona Agroekologi Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba. Penelitian dilakukan dengan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG), yaitu mengolah data topografi, jenis tanah dan curah hujan untuk mendapatkan peta lereng, peta jenis tanah, peta rejim suhu dan peta rejim kelembaban. Selanjutnya keempat peta tersebut di-overlay-kan untuk menghasilkan peta zona agroekologi. Dari hasil zona Agroekologi, Daerah Tangkapan Air Danau Toba terdiri dari 5 zona yaitu Ibx (14.526,35 ha, Kehutanan) , IIbx (37.325,67 ha, Perkebunan), IIIbx (43.348,84 ha, Wanatani), IVbx (105.529.99 ha, Pertanian Lahan Kering), dan Vbx (1.947,63 ha, Pertanian Lahan Basah).
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba memiliki luas sekitar
369.854 Ha, yang terdiri dari 190.314 ha daratan di pulau Sumatera (keliling luar
danau), 69.280 ha daratan pulau Samosir (di tengah danau) dan 110.260 ha berupa
perairan Danau Toba-nya sendiri (luas permukaannya) (LTEMP, 2004). Daerah
Tangkapan Air Danau Toba memiliki keragaman Fisiografi, Iklim dan
Sumberdaya tanah yang besar. Kelerengannya mulai dari datar sampai terjal, serta
memiliki tipe iklim A,B, dan C
keragaman sumber daya alam dan ekosistemnya, kawasan DTA Danau Toba
merupakan kekayaan alam yang perlu dilestarikan untuk menunjang
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup bagi
kepentingan Nasional dan Daerah (Siregar, 2008).
Saat ini kawasan DTA Danau Toba mengalami kerusakan lingkungan
yang cukup besar terutama sebagai akibat dari berbagai aktivitas masyarakat
sekitarnya. Pada periode tahun 1985 sampai 1997, DTA Danau Toba telah
kehilangan lebih dari 16.000 ha kawasan hutan. Penyebab utamanya adalah
konversi hutan secara ilegal menjadi lahan pertanian. Degradasi lingkungan DTA
Danau Toba tidak saja mengancam kelestarian Danau Toba tetapi juga
penghidupan masyarakat, baik masyarakat sekitar Danau Toba maupun seluruh
Provinsi Sumatera Utara (Sundawati dan Sanudin, 2009).
Menurut Siregar (2008) upaya untuk mengurangi laju degradasi dan
2
dilakukan, baik atas inisiatif PEMDA maupun inisiatif kelompok masyarakat serta
berbagai lembaga swadaya masyarakat. Namun upaya-upaya tersebut belum
membuahkan hasil nyata dalam memperbaiki kondisi ekosistem maupun
kesejahteraan masyarakat di kawasan DTA Danau Toba.
Oleh karena itu sangat penting untuk meningkatkan upaya yang lebih
efektif dalam memperbaiki kondisi ekosistem dan lingkungan Danau Toba.
Menurut (Perpres 81/2014), Kawasan Danau Toba telah dijadikan Kawasan
Strategis Nasional (KSN) dan juga sebagai kawasan wisata geopark (bppt.go.id,
2014) sehingga untuk memperbaiki kawasan Danau Toba harus berdasarkan
sumberdaya alam di daerah tersebut. Salah satu upayanya adalah dengan
mengembangkan pembangunan pertanian berdasarkan sumberdaya yang sesuai di
daerah tersebut meliputi tanah, iklim, hidrologi, dan sosial ekonomi (Busyra dan
Salwati, 2008). Maka sangat diperlukan informasi sumberdaya yang meliputi
kondisi biofisik, ekologi serta sosial ekonomi daerah tersebut . Pemahaman
sumberdaya ini sangat menentukan dalam pengambilan kebijakan untuk mencapai
pembangunan pertanian yang tangguh dan berkelanjutan (Amien, 1994).
Salah satu sarana yang dapat membantu mengarahkan perencanaan
pertanian yang bersifat operasional adalah peta Zona Agroekologi (ZAE).Peta
ZAE merupakan salah satu perangkat yang dapat mengarahkan perencanaan
pertanian yang bersifat operasional, karena peta ZAE mengandung informasi yang
menyeluruh mengenai potensi biofisik wilayah. Oleh karenanya peta ZAE dapat
memberikan arahan bagi pilihan komoditas, alternatif penggunaan lahan dan
bentuk rakitan teknologi, yang dapat disusun berdasarkan kombinasi pendekatan
3
akan membantu penentuan cara dan pemanfaatan lahan secara tepat, sehingga
produksi pertanian yang diperoleh menjadi optimum dan kelestarian sumberdaya
lahan tetap terjaga.
Daerah Tangkapan Air Danau Toba merupakan kekayaan alam yang perlu
dilestarikan , tetapi saat ini terjadi kerusakan lingkungan akibat pemanfaatan lahan
yang tidak tepat. Oleh karena itu diperlukan adanya sumber informasi yang dapat
membantu menentukan pemanfaatan lahan secara tepat sehingga produksi
meningkat dan kelestarian sumberdaya lahan tetap terjaga. Untuk itu penulis
tertarik untuk menyusun peta zona agroekologi (ZAE) di Daerah Tangkapan Air
Danau Toba.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan peta Zona Agroekologi
Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba.
Kegunaan Penelitian
- Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan
- Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas
4
TINJAUAN PUSTAKA
Pendekatan Agroekologi
Agroekologi adalah pengelompokan suatu wilayah berdasarkan keadaan
fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat
diharapkan tidak akan berbeda dengan nyata (Balai Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, 1999) . Lebih lanjut, Las, et all (1991) mengatakan pewilayahan agroekologi disusun berdasarkan faktor-faktor yang dianggap dominan
mempengaruhi produksi pertanian pada tiap daerah serta tipe lahan. Faktor-faktor
tersebut adalah faktor fisik lingkungan (iklim dan tanah), man-made infrastructure yang erat kaitannya dengan produktivitas lahan.
Amien (1995) menyatakan bahwa teknologi zonasi agroekologi
dilaksanakan dalam tiga tingkat hirarki dengan harapan keluaran dan data
masukan minimum yang berbeda. Untuk tingkat hirarki yang paling tinggi, setara
dengan tingkat pemetaan tinjau sampai eksplorasi diharapkan memberikan
petunjuk untuk sistem pertanian tangguh berkelanjutan baik secara fisik maupun
ekonomi dan pilihan-pilihan komoditas untuk masing-masing sistem pertanian.
Untuk itu diperlukan data masukan minimum berupa kisaran lereng, tekstur dan
tingkat kemasaman tanah. Informasi yang iklim dapat diganti dengan informasi
mengenai rejim suhu dan rejim kelembaban diperlukan untuk menentukan
pilihan-pilihan tanaman. Pada hirarki yang kedua teknologi zona agroekologi
diharapkan sudah dapat memberikan keluaran berupa teknologi pengelolaan tanah
dan tanaman. Hirarki ini setingkat dengan tingkat semi detail sampai tinjau
5
keadaan fisik dan kimia tanah ditunjang dengan informasi iklim yang memadai.
Pada tingkat hirarki ketiga yang setara denag tingkat pemetaan detail, dari masing
zona diharapkan sudah dapat diperoleh dugaan hasil dari komoditas pilihan serta
perhitungan keuntungannya secara ekonomi dengan mempertimbangkan
nilai-nilai masukan dan hasil.
Peta ZAE merupakan salah satu perangkat yang dapat mengarahkan
perencanaan pertanian yang bersifat operasional, karena peta ZAE mengandung
informasi yang menyeluruh mengenai potensi biofisik wilayah. Oleh karenanya
peta ZAE dapat memberikan arahan bagi pilihan komoditas, alternatif penggunaan
lahan dan bentuk rakitan teknologi, yang dapat disusun berdasarkan kombinasi
pendekatan fisik dan pendekatan ekonomi setempat (Busyra dan Salwati, 2008).
Saraswati (1998) menambahkan bahwa peta zona agroekologi merupakan
sarana strategis dalam pembangunan pertanian yang sangat bermanfaat sebagai
pengarah dan evaluator dalam penerapan suatu hasil penelitian dan /atau paket
teknologi pertanian dan pemanfaatan sumberdaya alam. Dalam kaitan ini peta
agroekologi dapat pula digunakan sebagai peta dasar dalam menyusun pewilayah
komoditas dan usahatani dalam pengembangan berbagai konsep pertanian
tangguh.
Metode penyusunan Zona Agroekologi (ZAE) dilakukan melalui
penggabungan antara karakteristik fisiografi lahan (kelerengan, drainase, tinggi
tempat) dan iklim (curah hujan dan suhu). Data karakteristik fisiografi lahan dan
iklim diperoleh melalui pengolahan peta kontur, peta ketinggian tempat, dan data
curah hujan menjadi peta digital kemiringan, kelembaban, rejim suhu, dan
6
sehingga diperoleh Zona Agroekologi (ZAE) sebagai satuan pemetaan
(Susetyo, 2011).
Metodologi penyusunan Zona Agroekologi ini mengacu pada konsep
Sistem Pakar (Expert System) yang dikembangkan oleh Pusat Penelitian Tanah
dan Agroklimat (Amien, 1992 dalam Sosiawan, 1997). Relief yang tercermin di dalam kisaran kelas lerengnya merupakan pembeda zonasi utama dalam sistem
pakar. Berdasarkan pembeda zonasi utama tersebut suatu wilayah dapat
dikelompokkan menjadi 7 zona , seperti yang tertera pada Tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi Zona Agroekokogi
Zonasi Lereng (%)
I > 40
II 16 - 40
III 8 – < 16
IV < 8
V < 8 (Gambut)
VI < 8 (Sulfat masam)
VII < 8 (Pasir Kuarsa/spodosol)
Berdasarkan kriteria zona utama tersebut suatu wilayah dapat dibagi
menjadi 7 zona agroekologi dengan spesifikasi sistem pertanian atau kehutanan
(Agriculture Type) sebagai berikut:
1. Zona I adalah suatu wilayah dengan lereng > 40 % dengan tipe pemanfaatan
lahan adalah Kehutanan.
2. Zona II adalah suatu wilayah dengan lereng 16-40 % dengan tipe pemanfaatan
7
3. Zona III adalah suatu wilayah dengan lereng 8 – < 16 % dengan tipe
pemanfaatan lahan adalah Wana Tani (Agroforestry).
4. Zona IV adalah suatu wilayah dengan lereng 0 – < 8 % dengan tipe
pemanfaatan lahan adalah tanaman pangan.
5. Zona V adalah suatu wilayah dengan lereng < 8 % dengan jenis tanah gambut
dengan tipe pemanfataan lahan adalah tanaman hortikultur (gambut dangkal
dengan ketebalan < = 2 m) atau kehutanan (gambut dalam dengan ketebalan
> 2 m).
6. Zona VI adalah suatu wilayah dengan lereng < 8 % dengan jenis tanah yang
mempunyai kandungan sulfat sangat tinggi (sulfat masam) atau kandungan
garam yang tinggi dengan tipe pemanfaatan lahan adalah kehutanan.
7. Zona VII adalah suatu wilayah dengan lereng < 8 % dengan jenis tanah yang
berkembang dari pasir kuarsa (Spodosol atau Quartzipsamments) dengan tipe
pemanfaatan lahan adalah kehutanan.
Rejim iklim yang digunakan ialah rejim kelembaban dan rejim suhu.
Rejim kelembaban Lembab (x) apabila mempunyai jumlah bulan kering sama
dengan atau kurang dari 3 bulan dalam satu tahun, rejim kelembaban agak kering
(y) apabila mempunyai jumlah bulan kering antara 4 sampai dengan 7 bulan
dalam satu tahun dan rejim kelembaban Kering (z) apabila mempunyai jumlah
bulan kering lebih dari 7 bulam dalam satu tahun. Sedangkan rejim suhu
dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu rejim suhu panas (isohipertermik) dan rejim
suhu sejuk (isotermik). Pada pelaksanaannya pembagian rejim suhu suatu wilayah
diduga dari ketinggian tempat dari permukaan laut dengan pendekatan sebagai
8
dpl. (dataran rendah=a); Rejim suhu sejuk terdapat pada wilayah dengan
ketinggian > 700 - 2.000 m dpl. (dataran tinggi=b).
Berdasarkan pembeda rejim iklim (rejim kelembaban dan rejim suhu)
tersebut suatu wilayah dapat dibagi menjadi 6 zonasi iklim yaitu:
1. Wilayah beriklim lembab dataran rendah atau zona iklim dengan simbol ax.
2. Wilayah beriklim lembab dataran tinggi atau zona iklim dengan simbol bx.
3. Wilayah beriklim agak kering dataran rendah atau zona iklim dengan simbol
ay.
4. Wilayah beriklim agak kering dataran tinggi atau zona iklim dengan simbol by.
5. Wilayah beriklim kering dataran rendah atau zona iklim dengan simbol az.
6. Wilayah beriklim kering dataran rendah atau zona iklim dengan simbol bz.
Pembagian selanjutnya ke dalam sub zona dan pilihan kelompok tanaman
yang relevan dikembangkan pada setiap sub zona tersebut didasarkan pada rejim
kelembaban dan suhu (tinggi tempat). Dengan demikian terdapat beberapa
kemungkinan kombinasi subzona.
Komponen Utama Zona Agroekologi Iklim
Dua komponen iklim yang paling mempengaruhi kemampuan lahan, yaitu
temperatur dan curah hujan. Temperatur yang rendah mempengaruhi jenis dan
pertumbuhan tanaman. Di daerah tropika yang paling penting mempengaruhi
temperatur udara adalah ketinggian letak suatu tempat dari permukaan laut. Udara
yang bebas bergerak akan turun temperaturnya pada umumnya dengan 10C untuk
setiap 100 m naik di atas permukaan laut. Penyediaan air secara alami berupa
9
kering (semi arid), dan kering (arid) mempengaruhi kemampuan tanah
(Amien, 1995).
Fisiografi dan Bentuk Wilayah
Fisiografi dan bentuk wilayah mempengaruhi pertumbuhan tanaman
secara tidak langsung melalui iklim atau iklim mikro tanah. Bentuk wilayah
menentukan bentuk utama penggunaan lahan seperti tanaman semusim, wana tani
atau tanaman keras. Dari bentuk lahan dapat diketahui apakah suatu lahan
mempunyai kemungkinan untuk mekanisasi, keadaan air tanah, pengaruh infiltrasi
ataupun keadaan tergenang air seperti pada lahan rawa. Bentuk wilayah dibagi
menurut kecuraman lerengnya seperti datar, berombak, bergelombang, berbukit,
dan bergunung. Semakin curam lereng suatu wilayah semakin berkurang
alternatif-alternatif komoditas maupun sistem pertaniannya (Amien, 1995).
Sumberdaya Tanah
Salah satu yang paling inovatif dalam sistem klasifikasi taksonomi tanah
adalah dengan penggunaan rejim kelembaban dan rejim suhu sebagai bagian dari
sifat-sifat tanah. Rejim kelembaban umumnya digunakan pada tingkat sub-ordo
dan dalam beberapa kasus pada great group dan subgroup. Rejim suhu merupakan
salah satu kriteria dalam penentuan family tanah dan dalam beberapa hal dimana
dianggap penting pada tingkat yang lebih tinggi. Kombinasi rejim kelembaban
dan rejim suhu membagi-bagi lingkungan menjadi kelas-kelas dimana tanaman
10
Gambaran Kondisi Daerah Tangkapan Air Danau Toba Letak dan Luas
Secara geografis Kawasan Danau Toba terletak di pegunungan Bukit
Barisan Propinsi Sumatera Utara pada titik koordinat 20 21‘ 32‘‘– 20 56‘ 28‘‘
Lintang Utara dan 980 26‘ 35‘‘ – 990 15‘ 40‘‘ Bujur Timur. Danau Toba terletak
di Pulau Sumatera 176 km arah Selatan Kota Medan, Danau Toba terletak pada
ketinggian sekitar 903 m dpl. Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba
memiliki luas sekitar 369.854 ha, yang terdiri dari 190.314 ha daratan di pulau
Sumatera (keliling luar danau), 69.280 ha daratan pulau Samosir (di tengah
danau) dan 110.260 ha berupa perairan Danau Toba-nya sendiri (luas
permukaannya) (LTEMP, 2004).
Ekosistem Kawasan Danau Toba (EKDT) terletak di pegunungan Bukit
Barisan Propinsi Sumatera Utara. Menurut wilayah administrasi pemerintahan,
EKDT meliputi 7 (tujuh) Kabupaten yaitu: Kabupaten Samosir, Kabupaten Toba
Samosir, Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Humbang Hasundutan,
Kabupaten Simalungun, Kabupaten Karo, dan Kabupaten Dairi (ITB, 2001).
Iklim
DTA Danau Toba termasuk ke dalam tipe iklim B1, C1, C2, D2, dan E2.
Dengan demikian bulan basah (Curah Hujan ≥ 200 mm/bulan) berturut-turut pada
kawasan ini bervariasi antara dari 3 bulan sampai dengan 7-9 bulan, sedangkan
bulan kering (Curah Hujan ≤ 100 mm/bulan) berturut -turut antara 2-3 bulan.
Berdasarkan klasifikasi iklim menurut Scmidt dan Ferguson maka DTA Danau
Toba ini termasuk ke dalam tipe iklim A, B dan C
11
Curah Hujan
Curah hujan tahunan yang terdapat di kawasan Daerah Tangkapan Air
Danau Toba berkisar antara 1.700 sampai dengan 2.400 mm/tahun. Sedangkan
puncak musim hujan terjadi pada bulan Nopember – Desember dengan curah
hujan antara 190 – 320 mm/bulan dan puncak musim kemarau terjadi selama
bulan Juni – Juli dengan curah hujan berkisar 54 – 151 mm/bulan
Suhu dan Kelembaban Udara
Suhu udara bulanan di EKDT ini berkisar antara 18,0 – 19,7 0C di Balige
dan antara 21,0 – 20,0 0C di Sidamanik. Suhu udara selama musim kemarau
cenderung agak lebih tinggi dibandingkan dengan selama musim hujan.
Sedangkan angka kelembaban tahunannya berkisar antara 79 – 95 %. Pada
bulan-bulan musim kemarau kelembaban udara cenderung agak rendah dibandingkan
pada bulan-bulan musim hujan. Evaporasi bulanan di EKDT ini berkisar antara 74
– 88 mm/bulan. Angka evaporasi selama musim-musim kemarau cenderung lebih
tinggi dibandingkan selama musim huja
Topografi dan Tata Guna Lahan
Kondisi topografi DTA Danau Toba didominasi oleh perbukitan dan
pegunungan, dengan kelerengan lapangan terdiri dari datar dengan kemiringan
( 0 – 8 % ) seluas 703,39 km2, landai (8 – 15 %) seluas 791,32 km2, agak curam
(15 – 25 %) seluas 620,64 km2, curam (25 – 45 %) seluas 426,69 km2 sangat
curam sampai dengan terjal (> 45 %) seluas 43,962 km2. Eksisting penggunaan
dan penutupan lahan di DTA Danau Toba terdiri dari hutan alam, hutan rapat,
12
tanaman semusim, persawahan dan lahan terbuka (permukiman, bangunan lain,
13
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di dua tempat yaitu di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara (Sistem Informasi Geografis FP USU Medan) dan
Daerah Tangkapan Air Danau Toba (Gambar 1). Penelitian ini dilaksanakan dari
bulan Mei 2014 sampai dengan bulan Juli 2014.
Gambar 1. Daerah Lokasi Penelitian Bahan dan Alat
Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kontur dan
data curah hujan Daerah Tangkapan Air Danau Toba.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: peta land unit
14
seperangkat personal computer (PC), printer, perangkat lunak (Software)
ArcView GIS 3.2a.
Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode survei. Dalam pelaksanaan
penyusunan peta Zona Agroekologi dapat dibagi menjadi 3 tahapan kegiatan,
yaitu: 1. Persiapan; 2. Kegiatan di lapangan ; 3. Pengolahan data dan penyusunan
peta.
1. Persiapan
Sebelum pelaksanaan pekerjaan di lapangan, terlebih dahulu dilakukan
konsultasi dengan komisi pembimbing, penyusunan usulan penelitian, pengadaan
peralatan, pengumpulan data sumberdaya lahan (Data iklim yang meliputi data
curah hujan dan temperatur, data kemiringan lereng, dan data/informasi
sumberdaya lahan berupa peta jenis tanah), pengadaan peta (peta lokasi dan peta
topografi) , studi literatur, dan penyusunan rencana kerja yang berguna untuk
mempermudah pekerjaan secara sistematis sehingga didapatkan hasil sesuai
dengan yang diharapkan.
2. Pengolahan Data dan Penyusunan Peta.
Pengolahan data dilakukan dengan teknologi SIG dengan teknik
interpolasi dan meng-overlay-kan : (1) data kelerengan dan data jenis tanah untuk
mendapatkan peta zona utama ( peta digital kelerengan), (2) data kelembaban,
suhu dan ketinggian tempat untuk mendapatkan peta digital rejim suhu, dan (3)
data curah hujan untuk mendapatkan peta digital rejim kelembaban. Selanjutnya
15
Penyusunan peta Zona Agroekologi (ZAE) dilakukan dengan
meng-overlay-kan peta digital kelerengan dan tanah, peta digital rejim suhu, dan peta
digital rejim kelembaban.
Untuk melengkapi informasi yang disajikan di dalam peta ZAE perlu
dibuat legenda petanya yang mempunyai fungsi untuk memberikan informasi
yang terkandung di dalam masing - masing satuan peta ZAE tersebut. Informasi
yang perlu disajikan di dalam legenda tersebut ialah : Simbol zona, rejim suhu
(elevasi), rejim kelembaban, lereng, dan ordo tanah.
3. Verifikasi Lapangan
Verifikasi lapangan dilakukan setelah mendapatkan peta Zona
Agroekologi dengan melihat langsung kondisi lereng, jenis tanah, iklim dan
16
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Peta Lereng Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba
Peta Lereng Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba diperoleh dari
hasil pengolahan data kontur topografi Daerah Tangkapan Air Danau Toba
dengan teknologi Sistem Informasi Geografis. Data kontur topografi disusun
berdasarkan kelas lereng sesuai Zona Agroekologi yaitu : > 40 %, 16 - 40 %, 8 –
16 %, dan < 8 %.
Gambar 2. Peta Lereng Daerah Tangkapan Air Danau Toba Peta Jenis Tanah Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba
Peta jenis tanah Daerah Tangkapan Air Danau Toba dihasilkan dari
pengolahan peta Land Unit daerah Sidikalang dan Pematang Siantar dengan
17
diketahui bahwa terdapat 2 jenis tanah yaitu tanah mineral dan tanah organik
(Histosol). Tanah mineral di daerah ini terdiri dari ordo Inseptisol, Ultisol,
[image:30.595.114.511.165.453.2]Entisol, Andisol, Oxisol dan Alfisol.
Gambar 3. Peta Jenis Tanah Daerah Tangkapan Air Danau Toba Peta Rejim Suhu Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba
Peta Rejim Suhu Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba diperoleh
dari pengolahan data kontur topografi Daerah Tangkapan Air Danau Toba dengan
aplikasi Sistem Informasi Geografis. Dari hasil pengolahan tersebut diketahui
bahwa seluruh Daerah Tangkapan Air Danau Toba berada pada ketinggian > 700
m dpl. Sehingga Daerah Tangkapan Air Danau Toba memiliki rejim suhu sejuk
18
Gambar 4. Peta Rejim Suhu Daerah Tangkapan Air Danau Toba Peta Rejim Kelembaban Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba
Peta Rejim Kelembaban diperoleh dari hasil pengolahan data curah hujan
yang diperoleh dari Stasiun Klimatologi Sampali Medan. Titik lokasi pengamatan
data curah hujan yaitu : Parapat BT 980 93’ - LU 20 69’ , Kutagadung BT 980 51’
- LU 30 16’ , Pangururan BT 980 72’ - LU 20 63’ , Balige BT 990 06’ - LU 20 33’ ,
Dolok Sanggul BT 980 77’ - LU 20 26’ , Porsea BT 990 18’ - LU 40 47’. Dari hasil
pengamatan curah hujan diperoleh bahwa Daerah Tangkapan Danau Toba
memiliki tipe iklim yang homogen . Menurut iklim Schmidt dan Fergusson,
Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba memiliki rejim kelembaban yaitu
19
Gambar 5 : Peta Rejim Kelembaban Tangkapan Air Danau Toba Peta Zona Agroekologi Daerah Tangakapan Air (DTA) Danau Toba
Peta Zona Agroekologi dihasilkan dari overlay peta jenis tanah, peta
lereng, peta rejim suhu dan peta rejim kelembaban,. Dari hasil overlay diperoleh
bahwa terdapat 5 zonasi Agroekologi di Daerah Tangkapan Air Danau. Zonasi
20
Gambar 6 : Peta Zona Agroekologi Daerah Tangkapan Air Danau Toba Pembahasan
Berdasarkan hasil dari peta zona Agroekologi Daerah Tangkapan Air
(DTA) Danau Toba, diperoleh informasi mengenai 5 zona dengan keterangan
lereng, elevasi, rejim kelembaban, rejim suhu dan jenis tanah. Informasi tersebut
terdapat pada tabel 2.
Tabel 2. Legenda Zona Agroekologi Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba
Zonasi
Zona Agroekologi Klasifikasi Tanah Lereng
(%)
Elevasi (m dpl)
Rejim
Nasional Suhu Kelembaban
Ibx > 40 > 700 Sejuk/Isother Lembab/Udic Inseptisol Entisol Andisol Alfisol Oxsisol Ultisol IIbx 16 - 40 > 700 Sejuk/Isother Lembab/Udic Inseptisol
[image:33.595.113.517.560.747.2]21
Alfisol Oxsisol Ultisol IIIbx 8 - < 16 > 700 Sejuk/Isother Lembab/Udic Inseptisol
Entisol Andisol Alfisol Oxsisol Ultisol IVbx < 8 > 700 Sejuk/Isother Lembab/Udic Inseptisol
Entisol Andisol Alfisol Oxsisol Ultisol Vbx < 8 > 700 Sejuk/Isother Lembab/Udic Histosol
Dari 5 zona yang terbentuk di Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba,
terdapat sistem pertanian yang dapat dikembangkan sesuai dengan karakteristik
[image:34.595.109.517.76.332.2]masing-masing zona. Informasi mengenai sistem pertanian tersebut terdapat pada
tabel 3 beserta keterangan luas wilayah zonasi.
Tabel 3. Sistem Pertanian Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba Zonasi Sistem Pertanian Ideal Luas
(ha) %
Ibx Kehutanan 14526,35 4,69
IIbx Perkebunan 37325,67 12,04
IIIbx Wanatani/Perkebunan Campuran 43348,84 13,98
Ivbx Pertanian Lahan Kering 105529,99 34,04
Vbx Pertanian Lahan Basah/Perikanan 1947,63 0,63
Zona I yaitu zona dengan kelas lereng > 40 % merupakan lahan dengan
kelas lereng sangat curam. Kawasan ini meliputi daerah dataran tinggi
pegunungan dengan ketinggian > 700 m dpl dan jenis tanah mineral. Kawasan ini
memiliki luas 14.526,35 ha atau 4,69 % dari luas total Daerah Tangkapan Air
[image:34.595.115.511.480.591.2]22
> 700 m dpl yang memiliki rejim suhu sejuk disimbolkan dengan ‘ b ’ dan
memiliki curah hujan yang homogen dengan jumlah bulan kering ≤ 3 bulan/tahun
atau memiliki rejim kelembaban yaitu lembab disimbolkan dengan ‘ x ‘ . Secara
lengkap zona ini diberi simbol Zona Ibx.
Adapun sistem pertanian yang dapat dikembangkan pada daerah ini adalah
sistem kehutanan yaitu berupa hutan lindung dan hutan produksi baik produksi
terbatas maupun produksi bebas, seperti meranti, damar, rotan, maupun vegetasi
alami. Hutan ini berfungsi sebagai kawasan konservasi dan penyangga (buffer)
yaitu untuk memelihara lingkungan dan tata air. Kebanyakan kelerengan lahan
digunakan sebagai bahan pertimbangan mengingat bahwa adanya terjadi bahaya
erosi dan degradasi lahan yang merupakan ancaman nyata pada pertanian yang
berlereng curam di daerah tropika basah. Dengan memanfaatkan tanaman
kehutanan maupun vegetasi alami, cara ini juga berfungsi sebagai upaya
konservasi lahan yang memiliki lereng curam.
Zona II yaitu zona dengan kelas lereng 16 - 40 % merupakan lahan dengan
kelas lereng curam. Kawasan ini meliputi daerah dataran tinggi perbukitan
hingga pegunungan dengan ketinggian > 700 m dpl dan jenis tanah mineral.
Kawasan ini memiliki luas 37.325,67 ha atau 12,04 % dari luas total Daerah
Tangkapan Air (DTA) Danau Toba. Zona ini terdiri dari satu subzona dengan
ketinggian tempat > 700 m dpl yang memiliki rejim suhu sejuk disimbolkan
dengan ‘ b ’ dan memiliki curah hujan yang homogen dengan jumlah bulan kering
≤ 3 bulan/tahun atau memiliki rejim kelembaban yaitu lembab disimbolkan
23
Arahan sistem pertanian yang dapat dikembangkan yaitu untuk budidaya
tanaman perkebunan atau tanaman tahunan dengan sistem pertanian konservasi.
Penanaman tanpa pengolahan tanah, pengolahan tanah minimal (minimum tillage)
dan penggunaan tanamana penutup tanah (cover crop) dibawah tanaman tahunan
sangat membantu mencegah erosi yang dpat mengakibatkan degradasi kualitas
lahan dan kerusakan lingkungan. Jenis komoditas yang sesuai bagi perkebunan
atau tanaman tahunan pada zona ini yaitu kakao, kopi, karet dan kapuk. Zona ini
dapat diarahkan bagi pemnfaatan hutan produksi terbatas, dengan prinsip-prinsip
pengelolaan ramah lingkungan. Sistem silvikultur (tebang pilih, tanam) dapat
diterapkan dalam pengelolaan hutan secara konsisten dan berkelanjutan
mengingat kondisi lahan masih rawan tehadap bahaya erosi. Dengan prinsip
pengelolaan demikian kelestarian hutan dan lahan tetap terjaga dan produksi kayu
sebagai salah satu sumber pendapatan bagi perekonomian berkelanjutan. Pilihan
jenis-jenis pohon seperti matoa, linggua, kayu besi, dan lebani merupakan jenis
yang cocok dikembangkan juga bernilai ekonomis tinggi.
Zona III yaitu zona dengan kelas lereng 8 - < 16 % merupakan lahan
dengan kelas lereng landai atau berombak. Kawasan ini meliputi daerah dataran
tinggi perbukitan hingga pegunungan dengan ketinggian > 700 m dpl dan jenis
tanah mineral. Kawasan ini memiliki luas 43.348,84 ha atau 13,98 % dari luas
total Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba. Zona ini terdiri dari satu
subzona dengan ketinggian tempat > 700 m dpl yang memiliki rejim suhu sejuk
disimbolkan dengan ‘ b ’ dan memiliki curah hujan yang homogen dengan jumlah
bulan kering ≤ 3 bulan/tahun atau memiliki rejim kelembaban yaitu lembab
24
Pada zona ini dianjurkan untuk sistem wanatani (agroforestry) atau
budidaya lorong, dimana tanaman semusim diusahakan bersama-sama dengan
tanaman tahunan (tanaman keras). Tanaman tahunan yang diusahakan pada sistem
usaha tani terpadu ini dapat berfungsi ganda yaitu disamping dapat menghasilkan
buah, daun dan kayunya juga dapat memperbaiki iklim mikro dan menjaga lahan
dari bahaya erosi dan longsor. Meskipun tingkat kerawanan terhadap bahaya erosi
dan degradasi kualitas lahan relatif kecil dibandingkan dengan zona I dan zona II,
namun untuk jangka panjang bahaya tersebut tetap ada sehingga perlu pengeloaan
yang tepat. Sistem pertanian konservasi masih sangat perlu diterpakan pada zona
ini yaitu pengolahan tanah minimal, terasering dan pilihan jenis tanaman sela
yang tepat akan sangat membantu dalam mencegah erosi sekaligus meningkatkan
kesuburan tanah khusunya tanaman legum (Rahim, 2000).
Zona IV yaitu zona dengan kelas lereng < 8 % merupakan lahan dengan
kelas lereng datar. Kawasan ini meliputi daerah dataran tinggi dengan
ketinggian > 700 m dpl, fisografi datar dan jenis tanah mineral. Kawasan ini
memiliki luas 105.529.99 ha atau 34,04 % dari luas total Daerah Tangkapan Air
(DTA) Danau Toba. Zona ini terdiri dari satu subzona dengan ketinggian tempat >
700 m dpl yang memiliki rejim suhu sejuk disimbolkan dengan ‘ b ’ dan memiliki
curah hujan yang homogen dengan jumlah bulan kering ≤ 3 bulan/tahun atau
memiliki rejim kelembaban yaitu lembab disimbolkan dengan ‘ x ‘ . Secara
lengkap zona ini diberi simbol Zona IVbx.
Sistem pertanian yang dapat dikembangkan adalah semua jenis komoditas
tanaman pangan. Apabila lereng berkisar antara 8 - 15% hanya layak ditanam
25
sampai dalam dan tanahnya tidak peka terhadap erosi. Pada tanah yang bersolum
dangkal atau lapisan bawah permukaannya terlalu padat, sebaiknya tanaman
pangan (semusim) hanya pada lereng < 8%. Merujuk pada program pertanian
nasional, maka lahan dengan kondisi relatif datar lebih diarahkan bagi pertanian
tanaman pangan untuk memperkuat ketahanan pangan nasional.
Menurut (Djaenuddin, dkk., 2000 dalam Apriyantono, 2006) tanaman
pangan yang tepat dibudidayakan pada dataran tinggi beriklim basah yaitu dari
kelompok kacang-kacangan berupa kedelai, kacang merah, kacang kapri, buncis
dan mukuna, dari kelompok serealia berupa padi, jagung dan sorgum, dari
kelompok umbi-umbia berupa ubi jalar, ubi kayu dan talas.
Zona V yaitu zona dengan kelas lereng < 8 % merupakan lahan dengan
kelas lereng datar berupa lahan gambut. Kawasan ini meliputi daerah dataran
tinggi dengan ketinggian > 700 m dpl, fisiografi datar dan jenis tanah organik.
Kawasan ini memiliki luas 1.947,63 ha atau 0,63 % dari luas total Daerah
Tangkapan Air (DTA) Danau Toba. Zona ini terdiri dari satu subzona dengan
ketinggian tempat > 700 m dpl yang memiliki rejim suhu sejuk disimbolkan
dengan ‘ b ’ dan memiliki curah hujan yang homogen dengan jumlah bulan kering
≤ 3 bulan/tahun atau memiliki rejim kelembaban yaitu lembab disimbolkan
dengan ‘ x ‘ . Secara lengkap zona ini diberi simbol Zona Vbx.
Alternatif arahan komoditasnya adalah untuk pengembangan padi sawah,
sawi, kangkung, bawang merah, bawang putih dan perikanan darat. Apabila
hendak dimanfaatkan untuk pengembangan padi sawah maka perlu dibangun
infrastrutur irigasi yang memadai sehingga nantinya pengairan tidak menjadi
26
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba, menurut zona Agroekologinya
terdiri dari 5 zona yaitu Ibx (14.526,35 ha, Kehutanan) , IIbx (37.325,67 ha,
Perkebunan), IIIbx (43.348,84 ha, Wanatani), IVbx (105.529.99 ha, Pertanian
Lahan Kering), dan Vbx (1.947,63 ha, Pertanian Lahan Basah).
Saran
Sebaiknya peta zona Agroekologi Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau
Toba di overlay dengan peta penggunaan lahan untuk melihat wilayah-wilayah
yang sesuai dan tidak sesuai dengan arahan zona Agroekologi dan dilanjutkan
27
DAFTAR PUSTAKA
Amien, I. 1994. Agroekologi Dan Alternative Pengembangan Pertanian Di Sumatera. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 13: 1-8.
Amien, L.I. 1995. Pendekatan Agroekologi Dalam Tata Ruang Wilayah. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Dalam Prosiding Kongres Nasional VI HITI. Penataan Tanah Sebagai Perangkat Penataan Ruang Dalam Rangka Meningkatkan Kesejahteraan Rakyay. Jakarta. 12-15 Desember 1995.
Apriyantono, A. 2000. Pedoman Umum Budidaya Pertanian Pada Lahan Pegunungan. Departemen Pertanian. Jakarta
Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. 1999. Panduan Metodologi Analisis Zone Agro Ekologi. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat & Proyek Pembinaan Kelembagaan Penelitlaan dan Pengembangan Pertanian.
BPPT.go.id. 2014. Pariwisata Geopark Danau Toba Untuk Peningkatan Perekonomian Daerah. Diakses pada tanggal 13 November 2014.
Busyra, B. S. dan Salwati. 2008. Zona Agroekologi Sebagai Acuan Perencanaan Pembangunan Pertanian Di Kabupaten Sarolangun Provinsi Jambi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Jambi. Jurnal Agronomi 9(2): 117-121.
ITB. 2001. Kajian Teknis Pemanfaatan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Kawasan Danau Toba. Bandung. Jawa Barat.
Kubelaborbir, H dan Yarangga, K. 2010. Zona Agroekologi Kabupaten Keerom Provinsi Papua Berdasarkan Pendekatan Sistem Informasi Geografis (SIG). Jurnal Agrikultura. Jayapura.
Lake Toba Ecosystem Management Plan (LTEMP) .2004.Dokumen Lake Toba Ecosystem Management Plan.Parapat.
Las, I., A.K. Makarim., A. Hidayat., A. S. Karama., I. Mawan. 1991. Peta Agroekologi Utama Tanaman Pangan di Indonesia. Puslitbang Tanaman Pangan. Bogor.
Limnologi.lipi.go.id. 2014. Gambaran Umum Danau Toba. Diakases dari situs
28
Saraswati, D. P. 1998. Penggunaan Zona-Agroekologi Dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Pertanian Daerah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Karangploso.
Siregar, Z.S. 2008. Pengelolaan Ekosistem Danau Toba Tanggung Jawab Siapa ?. USU Repository. USU. Medan.
Sosiawan, H. 1997. Metodologi Penyusunan Peta Zona Agroekologi. Materi Apresiasi Metodologi Analisis Zona Agroekologi untuk Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Litbang pertanian.
Sundawati, L dan Sanudin. 2009. Analisis Pemangku Kepentingan Dalam Upaya Pemulihan Ekosistem Daerah Tangkapan Air Danau Toba. Artikel Ilmiah JMHT vol. XV, (3): 102–108.
Surdiadikusumah, A., Talkuputra, N.D., dan Amelina, E. 2011. Rancangan Pengembangan Kawasan Agropolitan Berdasarkan Karakteristik Lahan di Kabupaten Aceh Besar. Jurnal Ilmu-Ilmu Hayati dan Fisik. Padjajaran.
Syafruddin, Agustinus, N., Kairupan, A. Negara dan J. Limbongan. 1999. Penataan Sistem Pertanian dan Penetapan Komoditas Unggulan berdasarkan Zona Agroekologi di Sulawesi Tengah. BPTP Sulawesi Tengah.