ANALISA SEBARAN DAREAH RAWAN LONGSOR DI SUBDAS LESTI KABUPATEN MALANG DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
Ifan Ardi Setiawan1, Runi Asmaranto2, Linda Prasetyorini2
1. Mahasiswa Program Sarjana Jurusan Teknik Pengairan Universitas Brawijaya 2. Dosen Jurusan Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
email : [email protected]
ABSTRAK
Penentuan tingkat rawan longsor di SubDAS Lesti Kabupaten Malang dilakukan berdasarkan Permen PU Nomor 22 Tahun 2007 tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Bencana Rawan Longsor. Di dalam Permen tersebut terdapat dua aspek penyebab longsor, yaitu aspek alami dan aspek manusia. Aspek alami terdiri dari kemiringan lereng, kondisi tanah, batuan penyusun lereng, curah hujan, tata air lereng, kegempaan, dan vegetasi. Aspek manusia terdiri dari pola tanam, penggalian dan pemotongan lereng, pencetakan kolam, drainase, pembangunan konstruksi, kepadatan penduduk, usaha mitigasi. Dari beberapa indikator dan kedua aspek tersebut, kemudian
di overlay untuk menentukan kelas tingkat rawan longsor.
Tingkat sebaran rawan longsor di SubDAS Lesti Kabupaten Malang terbagi menjadi 3 kelas, yaitu tingkat rawan longsor tinggi dengan luasan 1.929,66 ha atau 3,30% yang meliputi Kecamatan Tirtoyudo, Kecamatan Ampelgading, Kecamatan Sumbermanjing Wetan dan sebagian Kecamatan Gondanglegi. Tingkat rawan longsor sedang dengan luasan 42.312,07 ha atau 72,25% yang meliputi sebagian Kecamatan Poncokusumo, sebagian Kecamatan Wajak, Kecamatan Turen, sebagian Kecamatan Dampit, Kecamatan Gedangan, sebagian Kecamatan Pagak, sebagian Kecamatan Bantur. Tingkat rawan longsor rendah dengan luasan 1.432,49 ha atau 24,45% yang meliputi Kecamatan Gondanglegi, sebagian Kecamatan Pagak dan sebagian Kecamatan Dampit, sebagian Kecamatan Poncokusumo, sebagian Kecamatan Wajak, dan Kecamatan Bululawang.
Kata Kunci : Sebaran, rawan longsor, Permen PU Nomor 22 Tahun 2007
ABSTRACT
Determining the level of landslide prone in SubDAS Lesti Malang done by Candy PU Number 22 Year 2007 on Spatial Planning Guidelines for Disaster Prone Regions landslide. Inside there are two aspects Candy cause landslides, which is a natural aspect and the human aspect. Comprises a natural aspect of slope, soil, rocks making up the slope, rainfall, slope water system, seismicity, and vegetation. The human aspect consists of cropping, excavation and slope cutting, printing ponds, drainage, construction, overcrowding, the mitigation effort. Of several indicators and both these aspects, then overlaid to determine the grade level prone to landslides.
Level distribution prone to landslides in SubDAS Lesti Malang divided into three classes, namely high levels of landslide-prone area of 1929.66 ha, or 3.30%, which includes the District Tirtoyudo, District Ampelgading, District Sumbermanjing
Wetan and partly Gondanglegi District. Level with an area prone to landslides are being 42312.07 ha or 72.25% which covers most Poncokusumo, partly Wajak Subdistrict, District Turen, partly Dampit Subdistrict, District Gedangan, partly District of Pagak, partly District of Bantur. Lower level with an area prone to landslides 1432.49 ha or 24.45% which includes the District Gondanglegi, mostly sub-district and most of the District Dampit Pagak, partly Poncokusumo, partly Wajak the District, and District Bululawang.
Keyword: Distribution, prone to landslides, Candy PU Number 22 Year 2007
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Secara umum Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang dibatasi oleh alam, seperti punggung bukit-bukit atau gunung, maupun batas buatan seperti jalan atau tanggul, dimana air hujan yang turun di wilayah tersebut memberikan kontribusi aliran ke satu titik kontrol/outlet.
Tanah longsor merupakan bencana yang sering terjadi di suatu daerah aliran sungai. Untuk memudahkan dan meminimalisir korban yang terjadi akibat tanah longsor, maka perlu adanya pemetaan daerah-daerah yang tingkat rawan terjadi longsor. Mengingat begitu kompleksnya ekosistem DAS maka teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan alternatif yang sangat membantu dalam usaha manajemen daerah aliran sungai.
Sistem informasi geografis merupakan suatu teknologi yang mampu menggabungkan data, mengolah dan menyajikannya dalam bentuk peta, yang dilengkapi dengan informasi berupa teks atau data tabular dan berbasis komputer dalam penyajiannya, sehingga proses manajemen data dapat dilakukan dengan mudah, cepat dan akurat. Dengan menggunakan teknologi SIG, parameter tanah longsor yang terjadi pada DAS yang kompleks mengenai curah hujan, jenis tanah, kemiringan lereng, dan tata guna lahan, dan
lain-lain bisa disimpan dan dikelola dengan baik dalam sistem database.
Untuk mengetahui tingkat tingkat rawan longsor yang terjadi di sub daerah aliran sungai Lesti, maka dilakukan studi tentang “Analisa
Sebaran Daerah rawan Longsor Di Sub Daerah Aliran Sungai Lesti Kabupaten Malang Dengan Sistem Informasi Geografis”
1.2 Identifikasi Masalah
Daerah aliran sungai Lesti merupakan salah satu SubDAS di bagian sungai Brantas yang memberikan kontribusi debit air cukup besar yang berada di Kabupaten Malang. Sumber SubDAS Lesti berada di lereng gunung Semeru. Sebagian peristiwa longsor terjadi di daerah yang memiliki kemiringan lereng yang curam dan curah hujan yang tinggi.
SubDAS Lesti merupakan daerah yang berpotensi tingkat rawan longsor. Hal tersebut terlihat di hulu dan tengah SubDAS Lesti banyak terdapat lereng yang curam, sedangkan di bagian hilir banyak terdapat sedimentasi di waduk Sengguruh, hal tersebut dapat diindikasikan jika banyak terdapat erosi dan longsoran di hulu SubDAS Lesti. Selain itu, pengelolaan DAS di SubDAS Lesti yang masih kurang baik dapat menjadi penyebab longsor.
Dari permasalahan yang ada, maka diperlukan pemetaan daerah tingkat rawan longsor di SubDAS Lesti untuk menginformasikan kepada
masyarakat yang tinggal di sekitar daerah tingkat rawan longsor SubDAS Lesti agar bisa mengetahui jika daerah yang mereka tempati merupakan kawasan yang harus steril karena bahaya longsor yang bisa datang sewaktu-waktu. Selain itu, dari permasalahan yang ada, dari pihak yang berkepentingan bisa melakukan tindakan antisipatif guna mencegah terjadinya tanah longsor.
1.3 Batasan Masalah
Untuk mencegah agar tidak keluar dari pokok permasalahan, maka dalam studi ini diambil batasan-batasan masalah sebagai berikut:
1. Parameter penyebab longsor berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 22 Tahun 2007.
2. Lokasi daerah studi di SubDAS Lesti Kabupaten Malang.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan dengan tinjauan latar belakang, identifikasi dan batasan-batasan masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut : 1. Apa indikator yang mendominasi
dalam tingkat rawan longsor di SubDAS Lesti ?
2. Bagaimana tingkat sebaran rawan longsor di SubDAS Lesti ?
1.5 Tujuan dan Manfaat
Dengan memperhatikan rumusan masalah maka tujuan dari studi ini dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui kondisi lereng
di SubDAS Lesti.
2. Untuk mengetahui indikator-indikator penyebab terjadinya tanah longsor.
3. Untuk mengetahui daerah mana di SubDAS Lesti yang termasuk daerah dengan tingkat tingkat rawan tanah longsor tertinggi hingga terendah.
Adapun manfaat yang akan didapat dari studi ini adalah :
1. Dapat dijadikan masukan bagi semua pihak untuk meminimalisir terjadinya kerugian dan korban akibat tanah longsor.
2. Meningkatkan wawasan keilmuan bagi para mahasiswa.
II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Longsor
Tanah longsor adalah suatu peristiwa geologi yang terjadi karena pergerakan massa batuan atau tanah yang bergerak ke bawah atau keluar lereng. Proses terjadinya tanah longsor diawali oleh air yang meresap ke dalam tanah akan menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus sampai ke lapisan tanah kedap air yang berfungsi sebagai bidang gelincir, maka tanah menjadi licin dan tanah yang lapuk diatasnya akan bergerak mengikuti lereng dan keluar dari lereng (ESDM, 2005).
2.2 Sistem Informasi Geografis Definisi SIG
Sistem Informasi Geografis merupakan suatu teknologi yang mampu menggabungkan data, mengolah dan menyajikannya dalam bentuk peta, yang dilengkapi dengan informasi berupa teks atau data tabular dan berbasis komputer dalam penyajiannya, sehingga proses manajemen data dapat dilakukan dengan mudah, cepat dan akurat. Dengan menggunakan teknologi SIG, parameter tanah longsor yang terjadi pada DAS yang kompleks mengenai curah hujan, jenis tanah, kemiringan lereng, dan tata guna lahan bisa disimpan dan dikelola dengan baik dalam sistem database.
Subsistem SIG
Menurut (Prahasta, 2001) SIG dapat diuraikan menjadi 4 (empat) subsistem yaitu :
1. Data input (pemasukan data) 2. Manajemen data
3. Manipulasi data dan analisis 4. Data output (keluaran data)
Komponen SIG
Di dalam SIG terdapat dua sistem komponen yang kompleks, yaitu :
1. Perangkat keras 2. Perangkat lunak
3. Data dan informasi geografi (basis data)
4. Manajemen (sumber daya manusia)
Struktur Data
Basis data yang digunakan dalam SIG meliputi data spasial dan non-spasial. Ditinjau dari segi penyimpanan data, SIG terdiri dari dua jalur konseptual yaitu :
1. Sistem vektor (vector based
system)
2. Sistem raster (raster based
system)
Kedua sistem tersebut merupakan fungsi posisi yang menunjukkan salah satu karakteristik dari data geografi. Tetapi masing-masing sistem mempunyai kelebihan dan kekurangan sendiri-sendiri.
Cara Kerja SIG
SIG dapat mempresentasikan dunia nyata di atas monitor komputer yang kemudian mempresentasikan ke atas kertas. Tetapi, SIG memiliki kekuatan lebih dan fleksibilitas daripada kertas. Obyek-obyek yang dipresentasikan di atas peta disebut unsur peta atau map feauture
(contohnya taman, sungai, kebun, jalan, dan lain lain). Peta yang ditampilkan bisa berupa titik, garis dan polygon serta juga menggunakan simbol grafis dan warna untuk membantu mengidentifikasi unsur-unsur berikut deskripsinya.
Pengolahan Data 1. Pemasukan data 2. Keluaran data
3. Analisa tumpang susun (overlay) 2.3 Penilaian Tingkat Rawan
Longsor
Kawasan rawan bencana tanah longsor dibedakan atas zona-zona berdasarkan karakter dan kondisi fisik alaminya sehingga pada setiap zona akan berbeda dalam penentuan struktur ruang dan pola ruangnya serta jenis dan intensitas kegiatan yang dibolehkan, dibolehkan dengan persyaratan, atau yang dilarangnya. Zona berpotensi longsor adalah daerah/kawasan yang rawan terhadap bencana longsor dengan kondisi terrain dan kondisi geologi yang sangat peka terhadap gangguan luar, baik yang bersifat alami maupun aktifitas manusia sebagai faktor pemicu gerakan tanah, sehingga berpotensi terjadinya longsor. Berdasarkan hidrogeomorfologinya dibedakan menjadi tiga tipe zona sebagai berikut :
1. Zona berpotensi longsor tipe A (kemiringan lereng lebih dari 40%) 2. Zona berpotensi longsor tipe B
(kemiringan lereng antara 21% - 40%)
3. Zona berpotensi longsor tipe C (kemiringan lereng antara 0% - 20%)
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Daerah Studi
Sungai Lesti merupakan anak sungai Kali Brantas, yang bermata air dari lereng Gunung Semeru. Sungai lesti mengalir sepanjang ± 65,505 KM, dan juga merupakan sarana transportasi sedimen hasil erosi vertikal maupun horisontal di daerah hulunya. Di desa Sengguruh Kecamatan Kepanjen Kabupaten Malang, Kali Lesti bertemu dengan Kali Brantas dan pada pertemuan ini terletak Waduk Sengguruh.
Sub DAS Lesti seluruhnya berada di wilayah Kabupaten Malang dimana luas seluruh Sub DAS Lesti adalah 60.792 Ha, terbagi dalam sub-sub DAS yaitu: Lesti Hulu (26,051 Ha), Genteng (14,237 Ha), dan Lesti Hilir (21,684 Ha). Secara geografis wilayah Sub DAS Lesti berada pada titik koordinat antara 8°02’50’’ - 8°12’10’’ lintang selatan dan 112°42’58’’ - 112°56’21’’ bujur timur dengan ketinggian 235 m – 4.676 mdpl.
3.2 Data Yang Diperlukan Data Primer
Data primer yang dibutuhkan dalam penelitian ini antara lain : 1. Pola tanam.
2.Penggalian dan pemotongan lereng. 3. Pencetakan kolam. 4. Drainase. 5.Pembangunan Konstruksi. 6. Usaha mitigasi. Data Sekunder
Data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini antara lain :1.Data curah hujan tahun 2001 – 2011.
2.Peta Rupa Bumi Indonesia sub DAS Lesti.
3. Peta geologi batuan. 4. Peta tata guna lahan. 5. Peta jenis tanah.
6. Data sejarah gempa di sub DAS Lesti.
7.Peta cekungan air tanah. 8.Data kepadatan penduduk.
3.3 Tahapan Studi
Tabel 1. Tahapan Studi
IV. ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisa Data Hujan
Data hujan yang digunakan dalam kajian ini adalah data hujan yang berasal dari 4 stasiun. Semua stasiun hujan berada di Kabupaten Malang.
Tabel 2. Data Curah Hujan
Uji Konsistensi Data
Ketelitian hasil perhitungan dalam ramalan Hidrologi sangat diperlukan, yang tergantung dari konsistensi data itu sendiri. Dalam suatu rangkaian data pengamatan hujan, dapat timbul ketidakkonsistenan, yang dapat mengakibatkan penyimpangan dalam perhitungan.
Uji konsistensi data hujan pada setiap data hujan dapat dilakukan No Tahapan Studi Metode Keterangan 1. Pengolahan data hujan
A. Uji konsistensi data Kurva massa ganda
Dilakukan koreksi untuk data hujan yang tidak konsisten
B. Uji abnormalitas Uji inlier-outlier
Mengetahui apakah data maksimum dan minimum dari rangkaian data yang ada layak digunakan atau tidak 2. Pembuatan peta batas sub DAS Sistem informasi geografis Dari peta kontur
bakosurtanal 3. Pembuatan peta poligon thiessen Sistem informasi geografis Menggunakan
ArcToolbox Create Thiessen Polygon
4. Skoring indikator masing-masing zona Permen PU 22/2007 Menentukan tingkat rawan berdasarkan penilaian dari beberapa parameter
5. Overlay Sistem informasi geografis
Menggabungkan hasil dari atribut-atribut dan skoring parameter
6. Verifikasi hasil survei Survei lapangan
Untuk memverifikasi hasil analisa dengan kondisi lapangan
dengan analisa kurva massa ganda yang umumnya disusun menurut urutan kronologis mundur dimulai dari tahun terakhir.
Tabel 3.Uji Konsistensi Data
Uji Inlier-Outlier
Data yang telah konsisten kemudian perlu diuji lagi dengan uji abnormalitas. Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah data maksimum dan minimum dari rangkaian data yang ada layak digunakan atau tidak. Uji yang digunakan adalah uji Inlier-Outlier, di mana data yang menyimpang dari dua batas ambang, yaitu ambang bawah (XL) dan ambang atas (XH) akan dihilangkan. Untuk mencari nilai ambang bawah (XL) dan ambang atas (XH)
Tabel 4.Uji Inlier-Outlier
4.2 Penentuan Batas DAS
Penentuan batas DAS pada studi ini menggunakan bantuan software
ArcGIS 10. Dalam menentukan batas
DAS pada ArcGIS 10 menggunakan bantuan ArcTool Box yaitu Spatial
Analyst Tool.
Gambar 1. Batas SubDAS Lesti 4.3 Atribut Aspek Alami
Di dalam Permen PU nomor 22/2007 yang termasuk aspek alami adalah : kemiringan lereng, jenis tanah, curah hujan, geologi batuan, tata air lereng, kegempaan, dan vegetasi.
Peta Poligon Thiessen
Pembuatan peta curah hujan menggunakan metode poligon thiessen karena data curah hujan dari satu stasiun pengamatan dapat dipakai untuk daerah pengaliran di sekitar stasiun pengamatan tersebut.
Sta. Sta. Sta. Sta. Komulatif Rata-rata Komulatif Wajak Tumpukrenteng Dampit Gondanglegi Sta. Wajak Sta. Pembanding Sta. Pembanding 2003 1994 1950 1950 1428 1994 1776 1776 2004 2255 2210 2210 1822 4249 2081 3857 2005 2300 2125 2125 2612 6549 2287 6144 2006 2457 2030 2030 2019 9006 2026 8170 2007 2608 1640 1662 1675 11614 1659 9829 2008 2053 2061 2385 2717 13667 2388 12217 2009 2324 1782 2193 1998 15991 1991 14208 2010 3367 4077 1851 1760 19358 2563 16771 2011 1972 1973 3062 3297 21330 2777 19548 2012 2075 1531 1693 1468 23405 1564 21112 2013 2430 2287 1801 2154 25835 2081 23193 Sumber : Hasil Perhitungan
Tahun
No Tahun Curah Hujan (mm) Log x
1 2010 3367 3.53 2 2007 2608 3.42 3 2006 2457 3.39 4 2013 2430 3.39 5 2009 2324 3.37 6 2005 2300 3.36 7 2004 2255 3.35 8 2012 2075 3.32 9 2008 2053 3.31 10 2003 1994 3.30 11 2011 1972 3.29 Stdev = 0.07 Mean = 3.37 Kn = 2.88
Nilai Batas Atas, Xh 3612.57
Nilai Batas Bawah, Xi 1492.62
Gambar 2. Peta Polgin Thiessen Peta Kemiringan Lereng
Kemiringan lereng merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya longsor di suatu wilayah. Tanah longsor umumnya dapat terjadi pada wilayah berlereng. Semakin tinggi kemiringan lahannya akan semakin besar potensi longsornya. Oleh karena itu dibutuhkan analisis kemiringan lereng dengan membuat peta kemiringan lereng.
Gambar 3. Peta Kemiringan Lereng Peta Geologi
Kondisi geologi yang perlu diperhatikan meliputi sifat fisik batuan, susunan, kedudukan batuan, umur batuan, dan struktur geologi. Struktur geologi atau batuan merupakan salah satu penyebab terjadinya longsor. Berdasarkan peta geologi SubDAS Lesti dari Balai Besar Wilayah Sungai Brantas, SubDAS Lesti memiliki 12 jenis batuan. Dapat disimpulkan bahwa sebagian besar bagian hulu subDAS Lesti geologinya adalah batuan vulkanik holosen lebih tua, terutama berbutiran sedang sampai kasar, breksi, dan aglomerat, sedang pada bagian hilir berupa endapan holosen alluvial.
Gambar 4. Peta Geologi Jenis Tanah
Jenis tanah yang menyusun suatu lapisan tanah merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya longsor. Semakin cepat tanah menyerap air maka akan terjadi akumulasi air di bagian kaki lereng sehingga tanah menjadi jenuh, yang mengakibatkan karakteristik tanah menurun drastis, terjadinya penurunan kuat geser tanah dan lereng menjadi rawan longsor. Jenis tanah di SubDAS Lesti terdiri dari lima jenis tanah, yaitu mediteran dengan prosentase 10,99%, latosol dengan prosentase 56,20%, regosol dengan prosentase 20,24%, dan andosol dengan prosentasi 12,56%. Tanah dengan kandungan lempung/clay yang banyak, maka lebih tahan terhadap longsor, sedangkan tanah yang kandungan lempung/clay sedikit maka lebih mudah longsor
Gambar 5. Peta Jenis Tanah Tata Air Lereng
Adanya sumber air di bawah permukaan tanah juga bisa menjadi penyebab terjadinya longsor. Oleh karena itu, di dalam Permen PU No 22/2007 juga disebutkan salah satu penyebab terjadinya longsor pada aspek alami adalah tata air lereng. Ciri-cirinya adalah sering muncul rembesan air atau mata air pada lereng, terutama pada bidang kontak antara batuan kedap air dengan lapisan tanah yang lebih
permeable.
Vegetasi
Jenis vegetasi yang terdapat di lereng merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya longsor. Hal ini disebabkan karena vegetasi atau tumbuhan memiliki kemampuan untuk menyerap air ke dalam tanah, sehingga meminimalisir nilai daya dorong menjadi lebih kecil.
Tabel 5. Jenis Vegetasi
Sejarah Gempa
Gempa bumi adalah getaran yang ditimbulkan karena adanya gerakan endogen. Hentakan gempa dan bergoyangnya tanah menyebabkan keluarnya massa tanah dan massa batuan yang menyebabkan tanah longsor, lumpur, dan longsornya batuan di atasnya. Semua ini mendorong terjadinya kerusakan dan kerugian.
Tabel 6. Sejarah Gempa Kab. Malang Tahun 2013
Tabel 7. Sejarah Gempa Kab. Malang Tahun 2014
4.4 Atribut Aspek Manusia
Di dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 22 Tahun 2007 yang termasuk aspek manusia adalah : pola tanam, penggalian dan pemotongan lereng, pencetakan kolam, drainase, pembangunan konstruksi,
kepadatan penduduk, dan usaha mitigasi. Untuk memperoleh data-data aspek manusia, maka dalam penelitian ini digunakan metode wawancara ke lapangan.
Tabel 8. Survei Data Aspek Manusia
4.5 Pengisian Skor Rawan Longsor Dalam penelitian ini, pengisian skor rawan longsor akan dibagi ke dalam setiap kecamatan dan zona yang ada. Sehingga dapat mempermudah untuk pembacaan peta tingkat kerawanan longsor di subdas Lesti. 4.6 Overlay Peta Rawan Longsor
Setelah melakukan skoring terhadap aspek alami dan asepk manusia, maka didapatkan skor kerawanan longsor dari masing-masing aspek. Untuk mendapatkan skor akhir tingkat kerawanan longsor, maka diperlukan Overlay atau penggabungan dari peta kerawanan longsor aspek alami dengan peta kerawanan longsor aspek manusia.
Gambar 6. Peta Rawan Longsor SubDAS Lesti
V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisa data menggunakan sistem informasi geografis, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Sebagian besar longsor yang terjadi di SubDAS Lesti Kabupaten Malang didominasi oleh indikator aspek alami, tetapi indikator aspek manusia juga berperan dalam tingkat rawan longsor yang terjadi, dengan beberapa kecamatan seperti Kecamatan Bantur, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kecamatan Gedangan, Kecamatan Turen, dan Kecamatan Ampelgading yang nilai indikator aspek manusia lebih besar daripada indikator aspek alami. Untuk prosentase tingkat rawan longsor aspek alami adalah 52,28%, sedangkan prosentase aspek manusia adalah 47,72%
2. Tingkat sebaran rawan longsor di SubDAS Lesti Kabupaten Malang terbagi menjadi 3 kelas, yaitu tingkat rawan longsor tinggi dengan luasan 1.929,66 ha atau 3,30% yang meliputi Kecamatan Tirtoyudo, Kecamatan
Ampelgading, Kecamatan
Sumbermanjing Wetan dan sebagian Kecamatan Gondanglegi. Tingkat rawan longsor sedang dengan luasan 42.312,07 ha atau 72,25% yang meliputi sebagian Kecamatan Poncokusumo, sebagian Kecamatan Wajak, Kecamatan Turen, sebagian Kecamatan Dampit, Kecamatan Gedangan, sebagian Kecamatan Pagak, sebagian Kecamatan Bantur. Tingkat rawan longsor rendah dengan luasan 1.432,49 ha atau 24,45% yang meliputi Kecamatan Gondanglegi, sebagian Kecamatan Pagak dan sebagian Kecamatan Dampit, sebagian Kecamatan Poncokusumo, sebagian Kecamatan Wajak, dan Kecamatan Bululawang.
VI. DAFTAR PUSTAKA
Arifin, S. dan Ita, C. 2006.
Implementasi Penginderaan Jauh dan SIG Untuk Inventarisasi Daerah Rawan
Bencana Longsor. Jurnal Penginderaan
Jauh LAPAN. Vol 3, hal 80-81.
Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah
Dan Air. IPB. In Press.
Bappeda. 2010. Pembuatan Peta Penutupan Lahan Untuk Mendukung
Basis Data Spasial di Wilayah
Kabupaten Sinjai. Lapan. Pare-pare.
Energi Sumber Daya Mineral. 2005.
Pengenalan Gerakan Tanah,
Vulcanological Survey of Indonesia. Energi Sumber Daya Mineral. Jakarta. Hirnawan, R.F. 1993. Ketanggapan Stabilitas Lereng Perbukitan Rawan Gerakan Tanah atas Tanaman Keras,
Hujan & Gempa. Disertasi. Unpad.
Bandung.
Inda,S. R. 2005. Implementasi Sistem Informasi Geografis (SIG) Pada Sistem
Drainase Kota Madiun. Skripsi tidak
dipublikasikan. Malang: Universitas Brawijaya.
Kamaruddin. 2005. Simulasi Hidrologi Dan Sedimentasi Di DAS Konto Hulu
Berbasirkan Sistem Informasi
Geografis Menggunakan Model SWAT
(Soil And Water Assesment Tool).
Skripsi tidak dipublikasikan. Malang: Universitas Brawijaya.
Menteri Pekerjaan Umum. 2007.
Peraturan Menteri PU No. 22 Tahun
2007 tentang Pedoman Penataan
Ruang Kawasan Rawan Bencana
Longsor. Departemen Pekerjaan
Umum. Jakarta.
Noorwantoro, M. 2014. Analisa
Kawasan Rawan Bencana Tanah
Menggunakan Sistem Informasi
Geografi. Skripsi tidak dipublikasikan.
Malang: Universitas Brawijaya.
Purwanta. A. 1991. Kajian Perencanaan Perbaikan Saluran Parit Agung Akibat Kelongsoran Lereng
Saluran. Skripsi tidak dipublikasikan.
Malang: Universtitas Brawijaya.
Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana. Lembaran
Negara RI 2007, No 66. Sekretariat Negara. Jakarta.
Saptohartono, Endri. 2007. Analisis Pengaruh Curah Hujan Terhadap Tingkat Kerawanan Bencana Tanah
Longsor Kabupaten Bandung. Fakultas
Ilmu Kebumian dan Teknologi Mineral. Institut Teknologi Bandung. Bandung. Sitorus, Santun R. P. 2006.
Pengembangan Lahan Berpenutupan
Tetap Sebagai Kontrol Terhadap
Faktor Resiko Erosi dan Bencana
Longsor. Direktorat Jenderal Penataan
Ruang Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta.
Subarkah, Imam. 1980. Hidrologi
Untuk Perencanaan Bangunan Air.
Bandung: Idea Dharma.
Surono. 2003. Potensi Bencana Geologi
di Kabupaten Garut. Prosiding
Semiloka Mitigasi Bencana Longsor di Kabupaten Garut. Pemerintah Kabupaten Garut.
Soemarto, CD. 1999. Hidrologi Teknik. Jakarta: Erlangga.Soemarto, CD. 1999.
Hidrologi Teknik. Jakarta: Erlangga.
Soewarno. 1995. Hidrologi : Aplikasi Metode Statistik Untuk Analisa Data
Jilid 2. Bandung: Penerbit Nova.
Zakaria, Z. 2000. Peran identifikasi Longsoran Dalam Studi Pendahuluan Permodelan Sistem STARLET Untuk
Mitigasi Bencana Longsor. Direktorat
Teknologi Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Kawasan Bidang Teknologi Pengembangan Sumber Daya Alam.