BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
Organisasi merupakan kesatuan sosial yang dikoordinasi secara sadar dan
memiliki batasan reaktif yang dapat diidentifikasi serta bekerja bersama-sama
untuk mencapai tujuan (Robbins, Stephen P., Timothy A & Judge 2008).
Organisasi didirikan dengan memiliki orang-orang yang mempunyai serangkaian
aktivitas yang jelas dan dilakukan secara berkelanjutan untuk mencapai tujuan
organisasi. Semua tindakan yang dilakukan ditentukan oleh manusia yang menjadi
anggota organisasi (Mulyadi & Rivai, 2009).
Untuk dapat mencapai tujuan organisasi, setiap organisasi memerlukan
berbagai sumber daya. Sumber daya merupakan sumber energi, tenaga dan
kekuatan yang diperlukan untuk menciptakan berbagai aktivitas. Sumber daya
yang diperlukan antara lain adalah sumber daya alam, sumber daya finansial,
sumber daya ilmu pengetahuan dan teknologi serta sumber daya manusia.
Diantara sumber daya tersebut, sumber daya manusia adalah sumber daya yang
paling penting (Wirawan, 2009).
Sumber daya manusia (SDM) dianggap penting karena dapat
mempengaruhi efisiensi dan efektifitas organisasi dalam menjalankan kegiatan
(Simamora, 2006). Kemudian Sardar (2011) menambahkan bahwa sumber daya
organisasi menjalankan fungsinya tergantung dari sumber daya manusia yang ada
didalamnya.
Pentingnya peran sumber daya manusia dalam mencapai keberhasilan
organisasi, tidak hanya terjadi pada organisasi swasta, namun juga pada instansi
pemerintahan. Pegawai atau SDM aparatur yang sering disebut sebagai Pegawai
Negeri Sipil memiliki peranan penting dalam birokrasi untuk melaksanakan
tugas-tugas yang ada di pemerintahan (Damanik, 2005).
Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah pelaksana sistem pemerintahan sesuai
dengan yang dikemukakan oleh Musanef (2002) bahwa pada hakekatnya
keberadaan Pegawai Negeri Sipil merupakan tulang punggung pemerintah untuk
melaksanakan pembangunan nasional. Dengan demikian Pegawai Negeri Sipil
harus mampu menggerakkan dan melancarkan tugas-tugas pemerintahan termasuk
dalam hal melayani masyarakat.
Pegawai negeri adalah mereka yang telah memenuhi syarat-syarat yang
ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, diangkat oleh
pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam sesuatu jabatan negeri atau
diserahi tugas negara lainnya yang ditetapkan berdasarkan sesuatu peraturan
perundang-undangan dan digaji menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku (Handayaningrat, 2002).
Nawawi (2001) menyatakan bahwa Pegawai Negeri Sipil harus memiliki
komitmen yang tinggi serta memiliki disiplin waktu yang tinggi juga. Hal tersebut
Tidak dapat dipungkiri bahwa maju mundurnya negeri ini tergantung dari kinerja
instansi pemerintahan walaupun bukan menjadi satu-satunya faktor penentu.
Pegawai Negeri Sipil merupakan asset negara yang harus dikembangkan
karena Pegawai Negeri Sipil memiliki peran penting sebagai aparatur pelaksana
dan penyelenggara pemerintahan yang memiliki fungsi untuk menjaga kelancaran
pembangunan dalam rangka mencapai tujuan dan cita-cita nasional
(bappenas.go.id).
Untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik, pemerintahan
membutuhkan pegawai yang memiliki performa yang aktif, memiliki tanggung
jawab dan komitmen yang tinggi terhadap pekerjaannya. Dengan demikian, akan
terwujud tujuan dan cita-cita nasional sesuai dengan harapan masyarakat. Selain
itu, instansi pemerintahan juga membutuhkan pegawai yang selalu semangat
dalam bekerja, memiliki dedikasi yang tinggi terhadap pekerjaan dan memiliki
keterikatan yang tinggi terhadap organisasi (Frese, 2008).
Namun sampai saat ini, banyak keluhan yang disampaikan oleh
masyarakat tentang buruknya kinerja Pegawai Negeri Sipil sebagai aparatur
negara dalam hal yang berhubungan terhadap pelayanan masyarakat (Napitupulu,
2007). Survei yang dilakukan oleh Political and Economic Risk Consultancy pada tahun 2013 memperkuat pernyataan tersebut, dimana kinerja Pegawai Negeri Sipil
yang berada di Indonesia menempati urutan terburuk se-Asia setelah India
Fenomena yang banyak terjadi saat ini yaitu banyaknya Pegawai Negeri
Sipil yang bekerja tidak sesuai dengan apa yang diharapkan karena masih
banyaknya Pegawai Negeri Sipil yang kurang memiliki kemauan untuk bekerja
dengan baik dan sungguh-sungguh. Begitu juga dengan tindakan-tindakan tidak
disiplin yang masih sering dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil seperti datang
terlambat, pulang lebih cepat (tidak sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan),
dan masih banyaknya Pegawai Negeri Sipil yang tidak masuk kerja (jpnn.com,
2012).
Banyak organisasi yang sering menghadapi hal-hal yang menjadikan
produktifitas pegawainya menjadi rendah, hal itu sering disebabkan karena
kurangnya engagement pegawai terhadap pekerjaannya (Gonzalez-Roma,
Schaufeli, Bakker & Lloret, 2006).
Pegawai yang engaged adalah mereka yang sangat berenergi, memiliki sikap dan level aktifitas yang positif, mau berinisiatif pada pekerjaan dan
menghasilkan umpan balik positif bagi dirinya. Pegawai tersebut juga
menunjukkan semangat dan antusiasme yang tinggi meskipun berada di luar
pekerjaannya (Bakker, 2009). Perilaku engagement yang paling terlihat jelas adalah usaha yang dilakukan pegawai seperti bekerja keras, berusaha, terlibat
penuh pada pekerjaan dan fokus pada apa yang mereka kerjakan dengan
mengerahkan segenap energinya (Schaufeli & Bakker, 2003).
Work engagement menjadi topik yang menarik dalam literatur perilaku
juga percaya bahwa organisasi yang memiliki tingkat work engagement yang
tinggi akan memberikan hasil yang baik terhadap organisasi (Kular, Gatenbay,
Ress, Soane & Truss, 2008).
Work engagement didefinisikan sebagai sikap positif yang dimiliki oleh karyawan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi (Robinson, Perryman, dan
Hayday, 2004). Work engagement memberikan hasil yang positif bagi organisasi,
seperti tingginya produktivitas kerja, kepuasan kerja, dan rendahnya tingkat
turnover (Vance, 2006).
Dalam beberapa penelitian menyatakan bahwa engagement menjadi salah
satu masalah besar yang dihadapi oleh berbagai organisasi. Banyaknya pegawai
yang tidak engaged terhadap organisasi membuat organisasi harus mengeluarkan
biaya yang besar untuk melakukan perekrutan kembali. Oleh karena itu,
organisasi membutuhkan pegawai yang memiliki level engagement yang tinggi. Pegawai yang memiliki level engagement yang tinggi dipengaruhi oleh beberapa
faktor baik secara internal mau pun eksternal (Aselstine & Alletson, 2006).
Dalam berbagai studi penelitian banyak diungkapkan faktor-faktor yang
menjadi pendorong pegawai untuk engaged. Pada tahun 2006, The Conference Board menerbitkan artikel “Work engagement - Review Penelitian Saat Ini dan Implikasinya” berdasarkan 12 studi besar yang dilakukan oleh perusahaan riset
seperti Gallup, Tower Perrin, Blessing White, dan lainnya. Hasilnya, 4 dari studi
menyebutkan 8 faktor pendorong work engagement dari 26 faktor yang
dikumpulkan, yaitu, sifat pekerjaan, kesempatan pengembangan karir, kebanggaan
pandang antara kinerja pekerja dan kinerja perusahaan, hubungan dengan manajer
serta kepercayaan dan integritas (Siddhanta & Roy, 2010).
Hewitt (2012) juga menyatakan bahwa faktor-faktor pendorong utama
work engagement adalah kepemimpinan dan pengembangan karir. Pada penelitian BlessingWhite (2011) juga menemukan bahwa faktor pendorong engagement paling utama adalah pengembangan karir. Pengembangan karir lebih penting dari
kepemimpinan, budaya organisasi dan kompensasi yang mereka terima.
Sementara itu, Vazirani (2007) menyebutkan beberapa faktor yang
menjadi pendorong engagement, diantaranya adalah pengembangan karir dan
kepemimpinan. Menurutnya, dengan adanya pengembangan karir pada pegawai,
pegawai akan merasa lebih dihargai karena mereka menganggap prestasi kerja
yang mereka lakukan mendapatkan perhatian yang lebih dari organisasi.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Melita (2012) menyatakan bahwa
pentingnya pengembangan karir pada pegawai agar pegawai tersebut tidak
mengalami kebosanan akibat pekerjaan yang tidak pernah berbeda di setiap
harinya. Para pegawai yang bekerja pada sebuah organisasi yang tidak memiliki
kesempatan untuk mengembangkan kemampuan merasa bahwa pekerjaan mereka
terlalu monoton, bersifat rutin dari segi prosedur pekerjaan maupun tantangan atau
kesulitan yang dihadapi sehingga membuat mereka rentan terhadap kebosanan.
Banyak peneliti setuju bahwa pengembangan karir yang diberikan
organisasi kepada pegawai merupakan salah satu faktor penting agar pegawai
adalah peningkatan status sesuai dengan jalur karir yang telah ditetapkan oleh
organisasi yang bersangkutan (Robbins, 1996).
Para peneliti terdahulu percaya bahwa pengembangan karir bagi pegawai
kini dapat menjadi keuntungan tersendiri bagi organisasi karena dengan adanya
pengembangan karir akan menjadi aspek keselarasan bagi individu dan organisasi.
Pengembangan karir di pandang sebagai kebutuhan bersama bagi individu dan
organisasi karena organisasi akan diuntungkan dengan beberapa cara yaitu:
kepuasan kerja, meningkatnya work engagement, adanya peningkatan motivasi, menimbulkan keterampilan dan meningkatkan efektivitas sumber daya manusia
(Watts, 2000 ; Lee 2005).
Pengembangan karir dianggap sebagai pendekatan terhadap sumber daya
manusia dan untuk pengembangan organisasi sebagai cara yang efektif untuk
mengetahui perkembangan organisasi. Dengan adanya pengembangan karir, akan
diketahui bagaimana kinerja organisasi dan individu secara bersama-sama (Lee,
2005).
Pengembangan karir merupakan tujuan utama seorang pegawai ketika
memulai untuk bekerja di sebuah organisasi. Pegawai memiliki harapan yang
Instansi pemerintahan menyediakan kesempatan kepada pegawai untuk
mengembangkan karir. Dengan kata lain bahwa pegawai yang ada di instansi
pemerintahan memiliki kinerja dan prestasi yang baik dalam mewujudkan cita-cita
organisasi. Namun pada kenyataannya, banyak keluhan dari masyarakat yang
menyatakan tentang buruknya kinerja PNS (bkn.go.id, 2013). Padahal kinerja
yang baik akan menjadikan pegawai tersebut engaged terhadap pekerjaannya dan
akan dapat menguntungkan individu dan juga organisasi (Hodges, 2010).
Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada salah
seorang Pegawai Negeri Sipil, ia menyatakan bahwa masih banyaknya
kesempatan pengembangan karir dalam hal ini biasanya mereka sebut dengan
kenaikan jabatan yang tidak sesuai dengan apa yang telah dikemukakan oleh
Undang-undang. Masih banyaknya promosi jabatan yang diberikan hanya kepada
orang-orang tertentu dan tidak sesuai dengan prestasi yang dimiliki. (BU,
Komunikasi Personal, 9 September 2013).
Berdasarkan penjabaran di atas, peneliti ingin melakukan penelitian
mengenai pengaruh persepsi pengembangan karir terhadap work engagement pada
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas maka
peneliti membuat suatu rumusan masalah yaitu :
1. Apakah ada pengaruh persepsi pengembangan karir terhadap work
engagement pada Pegawai Negeri Sipil?
2. Apakah ada pengaruh persepsi pengembangan karir terhadap work
engagement berdasarkan aspek-aspek pengembangan karir yang dikemukakan oleh Noe (2002)?
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh persepsi
pengembangan karir terhadap work engagement pada Pegawai Negeri Sipil.
D. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini memiliki manfaat baik secara teoritis maupun praktis.
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan di
bidang Psikologi, khususnya Psikologi Industri dan Organisasi
yang berkaitan dengan pengaruh persepsi pengembangan karir
berhubungan dengan work engagement dan persepsi
pengembangan karir.
b. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi referensi tambahan bagi
peneliti selanjutnya yang ingin meneliti hal yang berkaitan work
engagement dan persepsi pengembangan karir.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Medan mengenai pengaruh persepsi
pengembangan karir terhadap work engagement yaitu dapat memberikan
informasi kepada organisasi seberapa pentingnya pengembangan karir yang
menjadi tujuan utama pegawai memulai pekerjaannya dan seberapa tinggi
tingkat work engagement yang dimiliki oleh pegawai. Sehingga dapat dijadikan referensi bagi organisasi untuk melakukan kebijakan.
E. SISTEMATIKA PENULISAN
Tulisan ini disusun berdasarkan suatu sistematika penulisan yang
teratur sehingga memudahkan pembaca untuk memahaminya.
Bab I menjelaskan mengenai latar belakang permasalahan, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II menjelaskan tentang landasan teori yang didalamnya terdapat
penjabaran mengenai work engagement dan persepsi pengembangan karir
kepada sub bab yang lebih sederhana yang terdiri dari pengertian work
engagement, aspek-aspek work engagement, ciri-ciri work engagement dan faktor-faktor yang mempengaruhi work engagement. Pembahasan mengenai pengembangan karir mencakup pengertian pengembangan karir, aspek-aspek
pengembangan karir dan faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan
karir. Kemudian pembahasan tentang Pegawai Negeri Sipil (PNS). Selain itu
juga dijelaskan mengenai pengaruh persepsi pengembangan karir terhadap
work engagement dan selanjutnya hipotestis dari penelitian ini.
Bab III membahas mengenai metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini. Disini akan dijabarkan mengenai identifikasi variabel, definisi
operasional variabel, lokasi penelitian, populasi dan sampel penelitian, teknik
pengambilan sampel, metode pengumpulan data, uji coba alat ukur, prosedur
pelaksanaan penelitian, dan metode analisis data.
Bab IV membahas mengenai analisis data dan pembahasan yang
berisikan gambaran umum subjek penelitian, hasil utama penelitian, hasil
tambahan penelitian dan pembahasan hasil penelitian yang merupakan
perbandingan hipotesis dengan teori-teori atau hasil penelitian terdahulu.
Bab V berisikan kesimpulan dan saran-saran. Pada bagian ini akan
membahas mengenai kesimpulan hasil penelitian dan saran yang diberikan
oleh peneliti baik itu untuk penyempurnaan penelitian ataupun untuk
penelitian yang berhubungan dengan apa yang akan diteliti di masa mendatang