• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Harga Diri pada Residen NAPZA. menggambarkan sikap menerima atau tidak menerima keadaan dirinya, dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Harga Diri pada Residen NAPZA. menggambarkan sikap menerima atau tidak menerima keadaan dirinya, dan"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Harga Diri pada Residen NAPZA

1. Pengertian Harga Diri

Self esteem atau harga diri adalah penilaian yang dibuat individu untuk menggambarkan sikap menerima atau tidak menerima keadaan dirinya, dan menandakan sampai seberapa jauh individu itu percaya bahwa dirinya mampu, sukses dan berharga (Pohan, 2006). Sejalan dengan teori tersebut, Baron & Byrne (2004) menyatakan bahwa self esteem adalah evaluasi yang dibuat oleh setiap orang, sikap umum dari seseorang untuk mempertahankan tentang diri mereka sendiri.

Self esteem berhubungan dengan cara pendekatan yang dilakukan oleh seseorang terhadap hidupnya (Riyanti, 2005). Orang yang mempunyai perasaan baik terhadap dirinya cenderung bahagia, sehat, sukses dan mampu menyesuaikan diri. Namun orang yang menilai dirinya negatif mempunyai kecenderungan khawatir, tidak sehat, depresi, pesimis mengenai masa depan dan cenderung melakukan kesalahan. Menurut Coopersmith (1967), self esteem merupakan pengalaman subjektif yang dimanifestasikan oleh individu melalui laporan verbal dan perilaku ekspresif lainnya.

(2)

Self esteem merupakan penilaian terhadap diri sendiri yang dibuat individu dan dipengaruhi oleh karakteristik yang dimiliki orang lain dan menjadi pembanding (Baron & Byrne, 2004). Harga diri merupakan penilaian diri yang dipengaruhi oleh sikap, interaksi, penghargaan dan penerimaan orang lain terhadap individu (Harper, 2002). Harga diri juga dapat diartikan evaluasi positif dan negatif tentang diri sendiri yang dimiliki seseorang. Evaluasi ini memperlihatkan bagaimana individu menilai dirinya sendiri dan diakui atau tidaknya kemampuan dan keberhasilan yang diperolehnya (Shahizan, 2003). Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap keberadaan dan keberartian dirinya. Harga diri juga dapat didefinisikan sebagai evaluasi positif yang menyeluruh tentang dirinya. (Hurlock, 2004). Self esteem is how we think and feel about ourselves maksudnya “harga diri adalah bagaimana kita berpikir dan merasa tentang diri kita sendiri” (Powell, 2004).

Harga diri merupakan salah satu kebutuhan penting manusia. Maslow dalam teori hierarki kebutuhannya menempatkan kebutuhan individu akan harga diri sebagai kebutuhan pada level puncak, sebelum kebutuhan aktualisasi diri. Hal ini karena harga diri individu mempunyai pengaruh yang kuat terhadap perilaku yang ditampilkannya.

Harga diri tidak hanya sebatas bagaimana individu menilai dirinya tetapi juga merupakan nilai-nilai individu, persetujuan, penghargaan hadiah atau rasa suka terhadap dirinya sendiri (John, 2004). Self esteem adalah bagaimana individu

(3)

mengevaluasi diri mereka, termasuk juga bagaimana individu tersebut mengartikan diri mereka (Scheier, 2001).

Berdasarkan uraian di atas, harga diri adalah penilaian individu tentang dirinya sendiri secara positif atau negatif yang dipengaruhi oleh hasil interaksinya dengan orang-orang yang penting di lingkungannya serta dari sikap, penerimaan, penghargaan dan perlakuan orang lain terhadap dirinya.

2. Perkembangan Harga Diri

Coopersmith (1967), menerangkan empat faktor utama yang memberi peranan pada perkembangan self-esteem, yaitu:

a. Banyaknya jumlah penghargaan, penerimaan, dan perhatian yang diterima seseorang dari significant others dalam kehidupannya.

Pada kenyatannya seseorang menilai dirinya seperti apa yang dinilai oleh orang lain. Setiap individu akan berbeda dalam memberikan makna terhadap keberhasilan yang ingin dicapai dalam beberapa area pengalaman. Perbedaan ini merupakan fungsi dari nilai-nilai yang diinternalisasi dari orang tua dan figur signifikan lainnya dalam hidup.

b. Sejarah dan kegagalan seseorang

Keberhasilan memiliki makna yang berbeda-beda pada tiap orang. Pemaknaan yang berbeda-beda terhadap keberhasilan ini disebabkan oleh faktor individu dalam memandang kesuksesan dalam suatu seting sosial

(4)

tertentu kemungkinan lebih memaknakan keberhasilan dalam bentuk pekerjaan, kekuasaan penghormatan, independensi, dan kemandirian pada konteks sosial lain, yang lebih dikembangkan makna keberhasilan dalam bentuk kemiskinan, ketidakberdayaan, penolakan, keterikatan kepada suatu bentuk ikatan sosial dan ketergantungan. Hal ini tidak berarti bahwa masyarakat memiliki nilai-nilai tertentu mengenai apa yang dianggap berhasil atau gagal dan dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianut oleh individu.

c. Nilai-nilai dan aspirasi

Setiap individu akan berbeda dalam menentukan cara bagaimana mereka mencapai tujuan yang ingin diraihnya, individu bebas memilih nilai-nilai. Tetapi karena individu menghabiskan waktu bertahun-tahun di rumah, kelompok teman sebaya dan dilingkungan masyarakat. Hal ini yang akan membawa individu untuk menerima standar nilai yang berbeda, namun, akan tetap menggunakan standar tersebut sebagai prinsip dasar untuk menilai keberartian dirinya.

Penilaian diri meliputi perbandingan antara performance dan kapasitas aktual dengan aspirasi dan standar personalnya. Jika standar tersebut tercapai, khususnya dalam area tingkah laku yang bernilai, maka individu akan mengumpulkan bahwa dirinya adalah orang yang berharga.

(5)

d. Sikap-sikap individual dalam merespon evaluasi terhadap dirinya

Banyak pengalaman yang merupakan sumber evaluasi diri yang negatif dan sebaliknya banyak pula pengalaman yang menghasilkan penilaian diri yang positif. Individu yang memiliki defences mampu mengatasi stimulus yang mencemaskan, mampu menjaga ketenangan diri, dan tingah lakunya efektif.

Individu dengan self esteem tinggi memiliki suatu bentuk mekanisme pertahanan diri tertentu yang memberikan individu tersebut kepercayaan diri pada penilaian dan kemampuan dirinya, serta meningkatkan perasaan mampu untuk menghadapi situasi yang menyulitkan.

Proses terbentuknya self esteem diawali dengan penilaian individu terhadap dirinya sendiri yang merupakan hasil interpretasi subjektif individu terhadap umpan balik yang berarti dalam kehidupannya (guru, teman sebaya, atau terutama orang tua) dan perbandingan dengan standar atau nilai kelompok atau budaya (Burns,1993) dengan demikian perlakuan dan penilaian orang tua pada masa-masa sebelumnya juga akan mempengaruhi self esteem individu pada masa akhir (Coopersmith,1967).

Di dalam Self esteem terkandung pengertian “apa dan siapa diri saya” segala sesuatu yang berhubungan dengan seseorang, selalu mendapat penilaian berdasarkan kriteria dan standar tertentu. Atribut-atribut yang melekat dalam diri individu akan mendapat feedback dari orang lain dalam proses interaksi yang

(6)

merupakan proses dimana individu menguji performance, kapasitas, dan atribut-atribut dirinya yang memperlihatkan standar dan nilai diri yang terinternalisasi dari masyarakat dan orang-orang signifikan. Hal ini yang kemudiann membetuk gambaran diri.

Self esteem mencakup dua proses psikologi yang mendasar (Burns,1994): a. Proses dari evaluasi diri (Self evaluation)

b. Proses dari penghargaan diri (Self Worth)

Masing-masing proses tersebut saling melengkapi satu sama lain. Coopersmith (1967) menyatakan bahwa self worth lebih mendasar pada manusia daripada self evaluation.

Self esteem dalam hubungannya dengan self evaluation mengacu kepada pembuatan conscious judgement berkenaan dengan arti dan nilai pentingnya seseorang atau segi-segi yang ada pada seseorang. Apapun yang berhubungan dengan kondisi dalam diri seseorang menjadi dasar bagi proses evaluasi yang melibatkan suatu atau kombinasi dari beberapa tujuan, misalnya prestise atau prestasi.

(7)

3. Aspek-Aspek Harga Diri

Menurut Maslow (1994), aspek-aspek harga diri individu, yaitu : a. Penghargaan dari diri sendiri

Penghargaan dari sendiri adalah berupa keyakinan bahwa individu merasa aman dengan keadaan dirinya, merasa berharga dan adekuat. Ketidakmampuan merasakan diri berharga membuat individu merasa rendah diri, kecil hati, tidak berdaya dalam menghadapi kehidupan. Perasaan berharga terhadap diri dapat ditumbuhkan melalui pengetahuan yang baik tentang diri serta mampu menilai secara obyektif kelebihan-kelebihan maupun kelemahan-kelamahan yang dimiliki. Jadi, individu dapat menghargai dirinya bila individu mengetahui siapa dirinya.

b. Penghargaan dari orang lain

Keberartian ini dikaitkan dengan penerimaan, perhatian, dan afeksi yang ditunjukkan oleh lingkungan. Bila lingkungan memandang individu memiliki arti, nilai, serta dapat menerima inidividu apa adanya maka hal itu memungkinkan individu untuk dapat menerima dirinya sendiri, yang pada akhirnya mendorong individu memiliki harga diri tinggi atau yang positif. Sebaliknya bila lingkungan menolak dan memandang individu tidak berarti maka individu akan mengembangkan penolakan dan mengisolasi diri. Sulit untuk mengetahui apakah orang lain sebenarnya menghargai atau tidak, oleh sebab itu individu perlu merasa yakin bahwa orang lain berpikir baik tentang

(8)

dirinya. Ada banyak cara supaya orang lain menghargai individu, antara lain melalui reputasi, status sosial, popularitas, prestasi, atau keberhasilan lainnya di dalam lingkungan masyarakat, kerja, sekolah, dan lain-lain.

Aspek-aspek yang dikemukan Maslow tersebut di atas masih bersifat global. Aspek-aspek harga diri secara lebih rinci dikemukakan oleh Coopersmith (1967), dimana aspek-aspek harga diri bergantung pada pola asuh orangtua dan orang-orang di sekitarnya, kondisi rumah tangga dan lingkungan antar pribadi. Adapun aspek-aspek harga diri menurut Coopersmith (1967) adalah:

a. Perasaan berharga

Perasaan berharga merupakan perasaan yang dimiliki individu yang sering kali muncul dari pernyataan yang bersifat pribadi, seperti pintar, sopan dan baik. Rasa keberhargaan individu timbul karena keberhargaan dirinya sendiri dan penilaian dari orang lain, terutama orang tua. Penilaian ini sangat bergantung pada pengalaman perasaan individu, yaitu apakah individu merasa berharga atau tidak. Individu yang menganggap dirinya berharga serta dapat menghargai orang lain umumnya memiliki harga diri yang tinggi. Individu yang merasa dirinya berharga cenderung dapat mengontrol tindakan-tindakannya terhadap dunia di luar dirinya, dapat mengekspresikan dirinya dengan baik dan dapat menerima kritik dengan baik.

(9)

b. Perasaan mampu

Merupakan perasaan yang dimiliki individu pada saat ia merasa mampu mencapai suatu hasil yang diharapkan. Perasaan mampu merupakan hasil persepsi individu mengenai kemampuannya yang akan mempengaruhi pembentukan harga diri dari individu tersebut. Individu yang memiliki perasaan mampu umumnya memiliki nilai-nilai dan sikap yang demokratis serta orientasi yang realistis. Mereka biasanya menyukai tugas baru, menantang, aktif dan tidak cepat bingung bila segala sesuatu berjalan di luar rencana. Mereka tidak menganggap dirinya sempurna melainkan tahu keterbatasan dan mengharap adanya pertumbuhan dalam dirinya. Bila individu merasa telah mencapai tujuannya secara efisien, maka individu akan memberi penilaian yang tinggi bagi dirinya

c. Perasaan diterima

Bila individu merupakan bagian dari suatu kelompok dan merasa bahwa dirinya diterima serta dihargai oleh anggota kelompok lainnya, maka individu akan merasa bahwa dirinya diikutsertakan atau diterima. Individu akan memiliki nilai positif tentang dirinya sebagai bagian dari kelompok bila mengalami perasaan diterima. Sebaliknya, individu akan mempunyai penilaian negatif tentang dirinya bila mengalami perasaan tidak diterima. Perasaan diterima atau diikutsertakan yang dialami individu akan menyebabkan individu tersebut lebih bahagia dan efektif menghadapi tuntutan dari lingkungan.

(10)

Berdasarkan uraian di atas, maka disimpulkan aspek-aspek harga diri adalah perasaan diterima, perasaan mampu dan perasaan berharga.

4. Tingkatan Self Esteem

Tingkat Self esteem antar individu dengan yang lainnya berbeda selanjutnya (Coopersmith 1967), ia kemudiann mengulas karakteristik umum yang tampak pada individu dengan berbagai tingkat self esteem, yaitu:

a. Self esteem tinggi

Individu yang memiliki self esteem tinggi yaitu individu yang puas dengan karakter dan kemampuan diri. Adanya penerimaan dan penghargaan diri yang positif, ini memberikan rasa aman dalam menyesuaikan diri atau bereaksi terhadap stimulus dari lingkungan sosial.

Individu mempercayai persepsi diri sendiri, sehingga tidak terpaku pada kesukaran-kesukaran personal. Pendekatan mereka terhadap orang lain menunjukan harapan-harapan yang secara positif dapat mereka terima. Mereka tidak sensitif terhadap kritik dan lingkungannya, tetapi menerima dan mengharapkan masukan verbal dan non verbal dari orang lain untuk menilai dirinya.

Mereka mempertimbangkan diri mereka sebagai individu yang bernilai, penting, dan berharga. Mereka mempercayai pandangan serta pengalaman diri sebagai nyata (real) dan benar (true), terdapat kekonsistenan akan persepsi

(11)

dan pandangan yang mereka miliki serta mampu mengendalikan pengaruh dari orang lain.

b. Tingkat Self esteem rendah

Individu memiliki “lack of confidence” dalam menilai kemampuan dan atribut-atribut dalam diri. Adanya penghargaan diri yang buruk ini, membuat individu tidak mampu untuk mengekspresikan diri dalam lingkungan sosial. Mereka tidak puas dengan karakteristik dan kemampuan-kemampuan diri sehingga ketidakpastian dan ketidakyakinan diri ini menumbuhkan rasa tidak aman terhadap keberadaan diri dilingkungan. Kondisi ini mempengaruhi penyesuaian diri di lingkungan sosial. Mereka merupakan individu yang pesimis yang perasaannya dikendalikan oleh peristiwa-peristiwa eksternal. Merasa tidak mampu dalam menghadapi sesuatu yang menuntut kemampuannya. Sehingga, individu cenderung dependen, pasif, dan tidak mau berpartisipasi serta bersikap konform terhadap lingkungan. Individu merasa terasing, tidak disayangi, tidak mampu mengekspresikan atau mempertahankan diri dan terlalu lemah untuk mengatasi kekurangan. Peka terhadap kritik, terbenam di dalam masalah-masalah menyembunyikan diri dari interaksi sosial yang mungkin akan konfromitas lebih lanjut tentang ketidak kompetenan yang dibayangkan.

Perbedaan gaya berespon terhadap diri sendiri dan orang lain menyatakan kondisi Self esteem yang tinggi-rendah. Mereka mungkin mengalami

(12)

peristiwa yang sama, namun dengan perbedaan tingkat self esteem ini akan signifikan berhubungan dengan pola-pola dan gaya berespon seseorang dalam beradaptasi dengan tuntutan lingkungan.

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Diri

Secara umum harga diri mempengaruhi bagaimana individu akan berfungsi dalam kehidupannya sehari-hari. Individu dengan harga diri rendah akan cenderung memiliki motivasi yang rendah. Sementara individu dengan harga diri tinggi akan lebih dapat berperilaku secara efektif (Branden, 1994).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penghargaan seseorang atas dirinya menurut (Coopersmith, 1981), yaitu:

a. Penerimaan atau penghinaan terhadap diri

Individu yang merasa dirinya berharga akan memiliki penilaian diri yang lebih baik dibandingkan dengan individu yang tidak mengalami hal tersebut. Individu yang baik akan mampu menghargai dirinya sendiri, menerima diri, tidak menganggap dirinya rendah, melainkan mengenali keterbatasan dirinya sendiri dan mempunyai harapan untuk maju dan memahami potensi yang dimilikinya. Sebaliknya, individu dengan harga diri rendah umumnya akan menghindar dari persahabatan, cenderung menyendiri, tidak puas akan dirinya, walaupun sesungguhnya orang yang memiliki harga diri yang rendah memerlukan dukungan.

(13)

b. Kepemimpinan dan popularitas

Penilaian atau keberartian diri diperoleh seseorang pada saat ia berperilaku sesuai dengan tuntutan yang diberikan oleh lingkungan sosialnya yaitu kemampuan seseorang untuk membedakan dirinya dengan orang lain atau lingkungannya. Pada situasi persaingan, seseorang akan menerima dirinya serta membuktikan seberapa besar pengaruh dan kepopulerannya. Pengalaman yang diperoleh dalam situasi itu membuktikan individu lebih mengenal dirinya, berani menjadi pemimpin atau menghindari persaingan. c. Keluarga dan orangtua

Keluarga dan orangtua memiliki porsi yang besar yang mempengaruhi harga diri, ini dikarenakan keluarga merupakan modal pertama dalam proses imitasi. Alasan lainnya karena perasaan dihargai dalam keluarga merupakan nilai yang penting dalam mempengaruhi harga diri.

d. Keterbukaan dan kecemasan

Individu cenderung terbuka dalam menerima keyakinan, nilai-nlai, sikap, moral dari seseorang maupun lingkungan lainnya jika dirinya diterima dan dihargai. Sebaliknya, seseorang akan mengalami kekecewaan bila ditolak lingkungannya.

(14)

Menurut (Frey & Carlock, 1993), faktor-faktor yang mempengaruhi harga diri yaitu: a. Interaksi dengan manusia lain

Awal interaksi adalah dengan Ibu yang kemudian meluas dengan figur lain yang akrab dengan individu. Ibu yang memiliki minat, afeksi, dan kehangatan akan menimbulkan harga diri yang positif, karena anak akan merasa dicintai dan diterima seluruh kepribadiannya.

b. Sekolah

Sekolah adalah lingkungan penting kedua setelah keluarga. Jika individu memiliki persepsi yang baik mengenai sekolah, akan cenderung memiliki harga diri yang positif. Jika sekolah dianggap tidak memiliki umpan balik yang positif bagi individu, maka harga diri akan cenderung rendah. Harga diri yang tinggi umumnya akan dikaitkan dengan keberhasilan akademik pula.

c. Pola asuh

Bagaimana pola asuh orang tua akan mempengaruhi harga diri anak. d. Keanggotaan kelompok

Jika individu merasa diterima dan dihargai oleh kelompok, individu akan mengembangkan harga diri lebih baik dibanding individu yang merasa terasing. e. Kepercayaan dan nilai yang dianut individu

Harga diri yang tinggi dapat dicapai bila ada keseimbangan antara nilai dan kepercayaan yang dianut oleh individu dengan kenyataan yang didapatkannya sehari-hari.

(15)

f. Kematangan dan herediter

Individu yang secara fisik tidak sempurna dapat menyebabkan perasaan negatif terhadap dirinya.

Sehingga Individu yang memiliki self esteem tinggi memiliki ciri-ciri, dapat menerima dan mengapresiasikan dirinya sendiri dalam kondisi apapun, merasa nyaman dengan keadaan dirinya, berprasangka baik terhadap dirinya sendiri, jika tidak bagi orang lain, setidaknya bagi dirinya sendiri serta memiliki kontrol emosi yang baik dan terbebas dari perasaan yang tidak menyenangkan, kemarahan, ketakutan, kesedihan dan rasa bersalah, dapat merancang, merencanakan, dan merealisasikan segala sesuatu yang diharapkan atau menjadi tujuan hidupnya secara optimal.

Self esteem yang tinggi akan berpengaruh secara positif pada sikap dan perilaku individu untuk lebih optimis terhadap masa depannya, misalnya individu yang optimis akan masa depannya berusaha menggapai pengharapan dengan pemikiran yang positif, yakin akan kelebihan yang dimiliki. Individu yang optimis biasa bekerja keras menghadapi stress tantangan sehari-hari secara efektif.

Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh berpikir positif terhadap peningkatan harga diri seseorang. Artinya semakin tinggi berpikir positif maka semakin tinggi harga diri dan sebaliknya semakin rendah berpikir positif maka akan semakin rendah pula harga dirinya. Sumbangan efektif (SE) menunjukkan seberapa besar peran atau kontribusi berpikir positif dengan harga diri dilihat dari koefisien

(16)

determinasi atau r² = 0,536 yaitu sebesar 53,6%. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh berpikir positif terhadap harga diri sebesar 53,6%, maka 46,4% harga diri yang lainnya dipengaruhi oleh faktor-faktor diluar faktor berpikir positif (Putri, 2015).

B. Pelatihan Berpikir Positif 1. Pengertian Pelatihan

Alloy, Acocella & Bootzin (1996), menjelaskan bahwa intervensi dalam bentuk pelatihan memiliki beberapa keunggulan, antara lain menumbuhkan harapan, kebersamaan, memperoleh informasi berkaitan dengan gagasan psikologis dan cara mengatasinya, mendapatkan dukungan sosial dan interpersonal, meniru perilaku yang berhasil, membangun kebersamaan dalam kelompok, dan sarana katarsis.

Alloy, Acocella & Bootzin (1996), juga menyampaikan keunggulan yang lebih spesifik dari metode pelatihan, antara lain memberikan kesempatan bagi anggota kelompok untuk dapat belajar mencontoh tingkah laku anggota lain (modeling), belajar menerapkan pengetahuan dari anggota lain (guidance), dan memberikan informasi satu sama lain (edukasi).

Pelatihan sebagai serangkaian aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan keahlian-keahlian, pengetahuan, pengalaman ataupun perubahan sikap seseorang individu sehingga dapat disimpulkan bahwa pelatihan (training) adalah cara atau perbuatan melatih. (Kamil, 2007). Pelatihan merupakan suatu proses belajar

(17)

mengajar terhadap pengetahuan dan ketrampilan tertentu serta sikap agar peserta semakin terampil dan mampu melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik, sesuai dengan standar (Tanjung, 2003). Sementara menurut Rivai (2005), pelatihan secara singkat didefinisikan sebagai suatu kegiatan untuk meningkatkan kinerja saat ini dan kinerja dimasa mendatang.

Proses perubahan perilaku individu tentunya harus melalui sebuah proses pembelajaran atau learning. Barker (dalam Wortman, Loftus & Weaver, 1999) menjelaskan proses pembelajaran sebagai proses perubahan permanen sebuah perilaku yang dapat diamati (observable behavior) melalui pengalaman dengan lingkungan. Menurut Bloom (1977), sasaran belajar yang efektif dapat meliputi tiga elemen perilaku yang akan diubah, yaitu sasaran kognitif, afektif dan psikomotor. Metode intervensi yang mencakup pada ketiga elemen tersebut adalah training atau pelatihan.

Dari uraian di atas, pelatihan dapat diartikan sebagai proses belajar singkat yang di dalamnya terdapat serangkaian aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan keahlian untuk meningkatkan kinerja saat ini dan kinerja dimasa mendatang.

(18)

2. Berpikir Positif

Berpikir positif merupakan suatu kesatuan cara berpikir yang menyeluruh sifatnya, karena mengandung gerak maju yang penuh daya cipta terhadap unsur-unsur yang nyata dalam kehidupan manusia. Setiap pemikir positif akan melihat setiap kesulitan dengan cara yang gamblang dan polos, serta tidak mudah terpengaruh sehingga menjadi putus asa oleh berbagai tantangan ataupun hambatan yang dihadapi. Seorang pemikir positif juga tidak akan mencari dalih untuk bisa menghindar dari kesulitan. Berpikir positif juga selalu didasarkan pada fakta, bahwa setiap masalah pasti ada pemecahannya. Suatu pemecahan yang didapat melalui proses intelektual yang sehat (Peale, 2009).

Berpikir positif berhubungan dengan perilaku hidup optimal dan jumlah samar peristiwa buruk yang dialami dalam hidup. Individu dengan pola pikir yang cenderung pesimis lebih pasif dibandingkan dengan orang yang optimis dan cenderung berpikir positif. Individu yang pesimistik memiliki kemungkinan yang lebih kecil untuk melangkah menghindari dan menghentikan peristiwa buruk yang dialaminya. Dalam rangka membentuk sikap positif terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangkan akan membuat individu melihat keadaan tersebut secara rasional, tidak mudah putus asa ataupun menghindar dari keadaan tersebut, tetapi justru akan mencari jalan keluarnya. Individu yang berpikir positif akan mengarahkan pikiran-pikirannya ke hal-hal yang positif, akan lebih banyak berbicara tentang kesuksesan daripada kegagalan, cinta kasih daripada kebencian,

(19)

kebahagiaan daripada kesedihan, keyakinan daripada ketakutan, serta kepuasan daripada kekecewaan, sehingga akan bersikap positif dalam menghadapi tuntutan kehidupannya.

Pembahasan mengenai berpikir positif telah banyak diajukan oleh para pakar kognitif di atas. Hanya saja definisi yang paten mengenai berpikir positif nampaknya belum terdeskripsikan secara konseptual dan teoritis. Untuk mempermudahnya dengan menggabungkan kesamaan pendapat antara kedua tokoh itu, berpikir positif dapat dideskripsikan sebagai suatu cara berpikir yang lebih menekankan pada hal-hal yang positif, baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun situasi yang dihadapi. Individu yang menggunakan pola pikir positif berarti secara tidak langsung melahirkan keyakinan bahwa setiap masalah akan ada jalan pemecahannya (Elfiky, 2009).

Pola pikir positif adalah cara berpikir yang optimistis terhadap lingkungan dan dirinya sendiri. Individu yang biasa berpikir positif tidak mudah menyalahkan diri sendiri ataupun lingkungan apabila terjadi kesalahan. Kecenderungan berpikir individu baik positif maupun negatif akan membawa pengaruh terhadap penyesuaian dan kehidupan psikisnya (Elfiky, 2009).

Albrecht (1980) menyatakan bahwa dalam berpikir positif tercakup aspek-aspek sebagai berikut :

a. Harapan yang positif. Dalam melakukan sesuatu lebih memusatkan perhatian pada kesuksesan, optimisme, pemecahan masalah dan menjauhkan

(20)

diri dari perasaan takut akan kegagalan, serta selalu menggunakan kata-kata yang mengandung harapan, seperti : “Saya dapat melakukan”, “Mengapa tidak” atau “Mari kita coba”.

b. Afirmasi diri. Afirmasi diri yaitu memusatkan perhatian pada kekuatan diri sendiri dengan dasar pemikiran bahwa setiap orang sama berartinya dengan orang lain.

c. Pernyataan yang tidak menilai. Dalam hal ini adalah suatu pernyataan yang lebih menggambarkan keadaan diri daripada menilai keadaan, bersifat luas dan tidak fanatik dalam berpendapat. Pernyataan ini dimaksudkan sebagai pengganti pada saat seseorang cenderung memberikan pernyataan yang negatif terhadap suatu hal.

d. Penyesuaian diri terhadap suatu kenyataan. Yaitu mengakui kenyataan dan segera menyesuaikan diri, menjauhkan diri dari penyesalan, frustasi dan menyalahkan diri sendiri. Ditambahkan oleh Anderson (1980) bahwa menerima masalah dan menghadapinya adalah salah satu ciri dari berpikir positif. Masalah bukanlah suatu hal yang harus dihindari atau disesali, melainkan bagian dari hidup yang harus dihadapi.

Lebih lanjut Albrecht (1980) menyatakan bahwa dengan mengarahkan perhatian pada hal-hal positif dan menggunakan bahasa yang positif untuk membentuk dan mengekspresikan pikiran akan mendatangkan kesan-kesan yang

(21)

positif pada pikiran dan perasaan individu. Hal ini merupakan substansi dari berpikir positif.

Menurut Albrecht (1980) strategi utama untuk belajar berpikir positif adalah dengan cara meniadakan atau menghilangkan perkataan dan pikiran-pikiran yang berkonotasi negatif. Diasumsikan bahwa pola pikir yang negatif menjadi pangkal timbulnya emosi yang mengalahkan diri sendiri, sehingga akan menyulitkan individu dalam menghadapi perubahan-perubahan dan dapat memunculkan berbagai gangguan terutama gangguan psikologis

Sehingga dapat disimpulkan bahwa berpikir positif merupakan cara berpikir secara logis yang memandang sesuatu dari segi positifnya baik terhadap dirinya sendiri, orang lain, maupun keadaan lingkungannya

3. Pelatihan Berpikir Positif

Berpikir positif merupakan suatu ketrampilan kognitif yang dapat dipelajari melalui pelatihan. Pada prinsipnya melalui pelatihan berpikir positif ini diharapkan seseorang mengalami proses pembelajaran ketrampilan kognitif dalam memandang peristiwa yang dialami.

Pelatihan berpikir positif dalam penelitian ini adalah usaha intervensi kognitif yang bertujuan untuk menghilangkan distorsi kognitif, yaitu pikiran-pikiran irasional terhadap diri maupun lingkungan, dan mengubahnya menjadi pola pikir

(22)

yang rasional. Dengan demikian pelatihan berpikir positif ini diharapkan mampu merekonstruksi pikiran dari yang sebelumnya negatif menjadi positif.

Pelatihan berpikir positif dapat di identifikasikan sebagai pelatihan yang menekankan suatu cara berpikir yang lebih menekankan pada sudut pandang dan emosi yang positif, baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun situasi yang dihadapi.

Pada prinsipnya melalui pelatihan berpikir positif ini diharapkan seseorang mengalami proses pembelajaran keterampilan kognitif dalam memandang peristiwa yang dialami. Limbert (2004) dari penelitiannya menyimpulkan bahwa berpikir positif mempunyai peran dapat membuat individu menerima situasi yang tengah dihadapi secara lebih positif.

4. Sesi Pelatihan Berpikir Positif

Materi pelatihan berpikir positif dalam penelitian ini, berupa materi-materi yang tercakup pada aspek-aspek yang dinyatakan oleh Albrecht (1980) berikut ini: a. Harapan yang positif (positive expectation)

Yaitu melakukan sesuatu dengan lebih memusatkan perhatian pada kesuksesan, optimisme, pemecahan masalah dan menjauhkan diri dari perasaan takut akan kegagalan.

(23)

b. Afirmasi diri (Self affirmative)

Yaitu memusatkan perhatian pada kekuatan diri, melihat diri secara positif. Dalam hal ini individu menggantikan kritik pada diri sendiri dengan memfokuskan pada kekuatan diri sendiri.

c. Pernyataan yang tidak menilai (non judgement talking)

Yaitu suatu pernyataan yang lebih menggambarkan keadaan daripada menilai keadaan. Pernyataan ataupun penilaian ini di maksudkan sebagai pengganti pada saat seseorang cenderung memberikan pernyataan atau penilaian yang negatif. Aspek ini akan sangat berperan dalam menghadapi keadaan yang cenderung negatif.

d. Penyesuaian diri yang realistik (realistic adaptation)

Yaitu mengakui kenyataan dan segera berusaha menyesuaikan diri dari penyesalan, frustasi dan menyalahkan diri.

Beberapa aspek di atas kemudian dikonversikan dalam beberapa sesi pelatihan untuk diberikan kepada peserta seperti :

Pertama, aspek harapan positif menjadi sesi pertama dalam rangkaian pelatihan yaitu dengan memberikan permainan berpasangan bagi para peserta. Tujuannya adalah mengetahui harapan peserta sebelum dan sesudah pelatihan. Permainan dalam sesi ini diharapkan menjadi salah satu dasar harapan dari para peserta pelatihan. Pandangan yang positif menjadi hal yang sangat penting untuk melahirkan harapan yang baik. Hal ini hanya akan terlihat bagi seseorang yang

(24)

selalu berpikiran positif. Bagi seseorang dengan pikiran positif, harapannya akan selalu terlihat baik dan memandang masa depannya dengan penuh optimis. Orang yang selalu berpikiran positif terhadap masa depannya dalam situasi dan kondisi apapun mereka akan selalu berusaha dengan gigih dan berupaya untuk lebih mempersiapkan dirinya dengan menyematkan harapan-harapan baru di dalamnya (Aziz, 2010). Individu yang berpikir positif akan mengarahkan pikiran-pikirannya ke hal-hal yang positif, akan berbicara tentang kesuksesan daripada kegagalan, cinta kasih daripada kebencian, kebahagiaan daripada kesedihan sehingga individu akan bersikap positif dalam menghadapi permasalahan (Albrecht, 1994).

Kedua, aspek afirmasi dapat dikonversikan menjadi beberapa sesi dalam pelatihan seperti satu menit pujian, lawan pikiran negatifmu, permainan post happy dan materi pikiran positif. Satu menit pujian merupakan sesi pertama pada pertemuan kedua, sesi ini diharapkan peserta dapat fokus dalam mengikuti seluruh rangkaian pelatihan. Lawan pikiran negatifmu, merupakan sesi kedua setelah pembukaan pelatihan pada pertemuan kedua, dalam sesi ini peserta diharapkan mampu mengetahui dan memahami pola pikir negatif dan kemudian mampu mengubah pola pikir negatif menjadi pola pikir positif. Permainan “post happy”, permainan ini merupakan permainan yang terdapat pada sesi keempat setelah pembukaan. Tujuan dari permainan ini adalah perserta dapat saling memberi motivasi satu sama lain. Materi pikiran positif merupakan sesi pelatihan menggunakan metode ceramah dan pemberian tugas kepada para peserta yang

(25)

diharapkan peserta dapat memahami serta menerapkan teknik berpikir positif guna menghadapi peristiwa dalam kehidupannya. Empat sesi hasil konversi aspek ini peserta diharapkan mampu menemukan pikiran negatif yang kemudian dirubah menjadi pikiran positif. Orang yang berkepribadian positif kesehariannya akan mempunyai alasan untuk merasa bangga terhadap dirinya sendiri karena seseorang tersebut memang layak mendapatkan itu. Memusatkan perhatian pada kekuatan diri sendiri, melihat diri secara positif dengan dasar pikiran bahwa setiap individu sama berartinya dengan individu lain (Albrecht, 1994).

Ketiga, pernyataan tidak menilai terdapat pada sesi kenalilah dirimu, sesi ini diharapkan peserta dapat mengetahui dan memahami kelebihan dan kekurangan berkaitan dengan pola pikir. Dalam sesi ini metode yang digunakan yaitu permainan kelompok, lembar tugas. Pernyataan tidak menilai ini dimaksudkan sebagai pengganti pada saat seseorang cenderung untuk memberikan pernyataan negatif terhadap suatu hal (Albrecht, 1994). Pernyataan tidak menilai sama artinya dengan penggambaran kenyataan yaitu menerima kenyataan yang ada, paham betul bahwa perubahan pasti akan terus terjadi dan tidak mungkin bisa ditolak, apabila mengalami kegagalan akan mencoba lagi pada kesempatan lain untuk mencapai tujuan, tidak akan pernah merasa takut menerima sesuatu yang berasal dari luar dirinya serta memiliki pikiran terbuka sehingga semua saran dan ide dari orang lain dapat dipertimbangkan dengan baik.

(26)

Keempat adalah penyesuaian terhadap kenyataan, terdapat empat sesi dalam aspek ini diantaranya materi pikiran negatif, tugas pikiran-pikiran negatifku, dan tips melawan pikiran negatif. Sesi-sesi di atas merupakan penjabaran dari mengakui kenyataan dengan segera menyesuaikan diri, menjauhkan dari penyesalan, kasihan diri, dan menyalahkan diri, menerima masalah dan berusaha menghadapinya adalah salah satu ciri dari orang yang berpikir positif. Mereka menganggap masalah sebagai bagian kehidupan yang harus dihadapi (Albrecht, 1994). Bagi orang yang berpikir positif, ia akan merasakan masalah sebagai proses untuk dijalani. Mereka tahu untuk mencapai kesuksesan haruslah melalui berbagai macam rintangan yang kemudian dijadikan tameng proses ke depan (Aziz, 2010).

C. Pelatihan Berpikir Positif untuk Peningkatkan Harga Diri

Berpikir positif adalah pemusatan perhatian pada hal-hal positif dan menggunakan bahasa yang positif untuk mengekspresikan pikiran (Albrecht, 1980). Memusatkan perhatian pada sisi yang positif dalam suatu keadaan yang dihadapinya akan membantu individu dalam menghadapi situasi yang mengancam dan menimbulkan tekanan (Cridder, 1983).

Berpikir positif membuat individu mampu memusatkan perhatian pada hal-hal positif dari berbagai permasalahan yang dihadapi, atau dalam arti lain (Tentama 2010). Dengan berpikir positif, seseorang dapat menghadapi setiap permasalahan dengan semangat dan energi yang besar karena mampu melihat hal positif di balik kondisi yang

(27)

kurang menyenangkan. Hal ini didukung pendapat Hill & Ritt (2004) yang mengatakan berpikir positif juga membantu seseorang dalam memberikan sugesti positif pada diri saat menghadapi kegagalan, saat berperilaku tertentu, dan membangkitkan motivasi.

Kemampuan berpikir positif telah terbukti dapat meningkatkan penerimaan diri, meningkatkan pengelolaan depresi, serta dapat menangani sikap pesimis (halide, 2007).

Individu yang memiliki harga diri rendah memilih NAPZA sebagai sarana untuk mengembalikan kestabilan emosinya, sehingga menimbulkan rasa aman pada diri mereka. Penelitian mengenai remaja yang menggunakan mariyuana mengalami perubahan positif pada harga dirinya. Demikian juga pada pemakai kokain merasa meningkat dalam keyakinan diri dan hubungan sosialnya ketika dalam keadaan memakai (Kerst, 1989).

Berpikir positif merupakan suatu ketrampilan kognitif yang dapat dipelajari melalui pelatihan, individu yang pesimis melalui pelatihan berpikir positif akan mengalami proses pembelajaran ketrampilan kognitif dalam memandang berbagai peristiwa yang dialami (Lestari, 2005).

Anwar Prabu (2003), mengemukakan bahwa pelatihan adalah proses pendidikan jangka pendek yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisasi, yang mempelajari pengetahuan dan ketrampilan teknis dalam tujuan terbatas. Berpikir positif merupakan suatu keterampilan kognitif yang dapat dipelajari melalui pelatihan. Pada prinsipnya melalui pelatihan berpikir positif ini diharapkan subjek mengalami

(28)

proses pembelajaran keterampilan kognitif dalam memandang peristiwa yang dialami. Limbert (2004) dari penelitiannya menyimpulkan bahwa berpikir positif mempunyai peran dapat membuat individu menerima situasi yang tengah dihadapi secara lebih positif.

Pelatihan berpikir positif didasarkan pada asumsi bahwa manusia memiliki kesanggupan untuk berpikir, maka manusia mampu untuk melatih dirinya sendiri untuk mengubah atau menghapus keyakinan yang merusak dirinya sendiri (Corey, 2007). Pelatihan berpikir positif akan melatih residen untuk memikirkan ulang respon dari pengalaman-pengalaman tidak nyaman yang pernah diterimanya. Apabila mampu merubah respon pengalaman tersebut dari yang semula negative menjadi respon yang positif, maka residen akan dapat mengurangi pemikiran yang negative tentang keadaan diri, menumbuhkan penerimaan diri, sehingga meningkatkan harga diri residen.

Dalam tinjauan pustaka dijelaskan bahwa kecenderungan individu dengan harga diri rendah rentan terhadap aktivitas penyalahgunaan NAPZA dan perilaku-perilaku negatif lainnya. Pelatihan berpikir positif mampu mengarahkan subjek untuk merubah pemikiran negative melalui analisa diri budaya subjek. Faktor penyebab lain penyalahguna NAPZA selain faktor dalam diri individu, juga sangat terpengaruh faktor eksternal dari individu, sehingga dalam pelatihan ini menggunakan pembentukan dinamika kelompok pelatihan yang solid. Strategi mengatasi masalah (coping) dalam penelitian ini juga dikembangkan secara fleksibel dan kreatif dalam setiap materi, khususnya materi “lawan pikiran negatifmu”.

(29)

Selain materi pelatihan secara inti, pelatihan ini juga memberikan materi tambahan berupa ice breaking dan membangun harapan. Materi ini dimaksudkan dapat mendorong subjek penelitian untuk dapat mengikuti pelatihan dengan perasaan nyaman dan santai, sehingga subjek dapat terlibat sepenuhnya untuk mengikuti jalannya pelatihan. Kondisi rileks yang diciptakan tetapi tetap serius ini dapat membantu peserta pelatihan untuk tetap dalam kondisi optimal, sehingga peserta pelatihan dapat menggunakan kemampuan berpikirnya dalam taraf optimal.

Intensitas dan jadwal dalam pelatihan ini yang didesain dua sesi dalam hari yang berbeda diharapkan memberikan efek untuk mereduksi tekanan pada subjek. Hal tersebut tidak terlepas dari pengambilan jadwal pada hari sabtu dan minggu untuk mengurangi efek menekan, mengingat hari aktif yang lain digunakan sebagai jadwal Therapeutic Community.

Variasi metode dalam pelatihan (ceramah, diskusi, latihan atau penugasan, game, presentasi dan juga wawancara individual) berhasil memberikan nuansa lebih hidup, rileks, ceria, menantang tapi santai dan lebih bersemangat selama berlangsungnya pelatihan sehingga diharapkan dapat membantu meningkatkan harga diri residen. Selain itu metode ini juga dapat mendorong subjek pelatihan untuk berlatih memahami ide dan pendapat orang lain, menerima perbedaan, dan mendiskusikan perbedaan atau ketidaksepahaman dalam kelompok. Hal lain yang dicapai dalam metode ini adalah timbulnya keberanian subjek untuk mengemukakan pendapat dan keterlibatan subjek dalam memerankan suatu tugas serta keberanian subjek untuk menyampaikan

(30)

informasi kepada orang lain di depan kelompok. Metode dalam kegiatan ini juga terbukti meningkatkan keterampilan sosial subjek dalam bentuk presentasi, komunikasi dan membangun relasi sosial dengan orang lain dalam forum kelompok.

Berikut efek berpikir positif seseorang berdasarkan pendapat dan penelitian ilmiah yang telah dilakukan. Peneliltian dilakukan oleh 173 mahasiswa telah berhasil menemukan bahwa berpikir positif mempunyai hubungan signifikan dengan kondisi psikologis yang positif, dan dinyatakan tidak adanya hubungan dengan afek negatif serta simtom psikologis. Orang yang berpikir positif tinggi mampu menunjukkan tingkat kondisi psikologis yang lebih positif, antara lain dilihat dari afek, harga diri, kepuasan umum dan kepuasan yang bersifat khusus (Goodhart, 1985). Penelitian Herbadi (2007) juga membuktikan adanya hubungan kebiasaan berpikir secara negatif dengan rendahnya harga diri.

Beberapa penelitian di atas menunjukkan bahwa berpikir positif mempunyai pengaruh yang positif terhadap kondisi psikologis dan merupakan salah satu metode yang baik untuk meningkatkan harga diri.

Sehingga dengan mengubah pola berpikir menjadi positif, harga diri dapat ditingkatkan, karena dengan berpikir positif membuat individu cenderung berperasaan positif serta memandang tujuan hidup lebih baik, serta mampu memotivasi dirinya sendiri untuk mencapai harapan positif dalam kehidupannya.

(31)

D. Landasan Teori

Self esteem adalah penilaian yang dibuat individu untuk menggambarkan sikap menerima atau tidak menerima keadaan dirinya, dan menandakan sampai seberapa jauh individu itu percaya bahwa dirinya mampu, sukses dan berharga (Pohan, 2009). Dalam psikologi sosial, istilah Self esteem digunakan sebagai bagian dari dimensi afektif dalam self concept, sedangkan dimensi kognitif dalam self concept disebut self image. Para ahli sering menggunakan Self esteem untuk menandakan bagaimana seseorang mengevaluasi dirinya. Evaluasi ini akan memperlihatkan bagaimana penilaian individu tentang penghargaan dirinya, percaya akan kemampuannya, dan adanya pengakuan atau penerimaan dari orang lain. Kata Esteem berasal dari bahasa latin aestimare, yang berarti ”to estimate or to appraise” (menilai). Self esteem merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan memandang dirinya terutama mengenai sikap menerima, menolak, juga indikasi besarnya kepercayaan individu terhadap kemampuannya, keberartian, kesuksesan, dan keberhargaan, (Coopersmith,1967).

Menurut Coopersmith (1967), harga diri adalah aspek kepribadian yang penting sebagai penilaian yang dibuat individu terhadap dirinya sendiri. Harga diri yang tinggi akan mempengaruhi kepribadian seseorang. Harga diri merupakan evaluasi diri yang ditegakkan dan dipertahankan oleh individu, yang berasal dari interaksi individu dengan orang–orang yang terdekat dengan lingkungannya, dan dari jumlah penghargaan, penerimaan, dan perlakuan orang lain yang diterima individu.

(32)

Istilah self esteem sering digunakan para ahli untuk menandakan bagaimana seseorang mengevaluasi dirinya. Evaluasi ini akan memperlihatkan bagaimana penilaian individu tentang penghargaan terhadap dirinya, percaya bahwa dirinya memiliki kemampuan atau tidak, adanya pengakuan (penerimaan) atau tidak. Self esteem merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan memandang dirinya terutama mengenai sikap menerima atau menolak, dan indikasi besarnya kepercayaan individu terhadap kemampuannya, keberartian, kesuksesan dan keberhargaan. Secara singkat self esteem adalah “personal judgment” mengenai perasaan berharga atau berarti yang di ekspresikan dalam sikap-sikap individu terhadap dirinya,

Proses penilaian diri muncul dan penilaian subjektif terhadap keberhasilan, yang dipengaruhi oleh nilai yang diletakkan pada berbagai area kapasitas dan tampilan, diukur dengan membandingkan antara tujuan dan standar pribadi, dan disaring melalui kemampuan untuk mempertahankan diri dalam menghadapi kegagalan. Melalui proses tersebut akhirnya individu sampai pada penilaian tentang kemampuan, keberartian, kesuksesan, dan keberhargaan dirinya (Coopersmith, 1967).

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa harga diri adalah evaluasi terhadap perasaan dan penilaian individu tentang dirinya. Harga diri berpengaruh besar terhadap harapan individu, tingkah laku dan penialaian individu terhadap dirinya sendiri dan orang lain. Penilaian tersebut mencerminkan sikap penerimaan atau penolakan terhadap diri dan seberapa jauh individu percaya bahwa dirinya berharga.

(33)

Kemampuan tersebut memungkinkan faktor kognitif pada individu menjadi lebih berperan terhadap perilaku yang dilakukan. Setiap individu mempunyai kemampuan kognitif dan kematangan psikologis yang akan terus berkembang.

Perkembangan kognitif individu memungkinkannya untuk berpikir logis, membuat abstraksi, berpikir tentang masa depan, melihat hubungan sebab akibat, memperkirakan masa depan dan mampu mengatasi masalahnya. Individu masih seringkali berpikir berdasarkan informasi yang tidak lengkap dan diwarnai oleh konsepsi-konsepsi yang seringkali berdasarkan penilaian yang keliru, melihat sesuatu secara negatif atas apapun yang terjadi dan pengalaman masa lampau, bukan kenyataan yang sekarang.

Berpikir positif mempunyai pengaruh yang positif terhadap kondisi psikologis, kesehatan fisik dan merupakan metode yang baik untuk meningkatkan harga diri. Residen yang mampu menerapkan pemikiran yang positif, akan memusatkan perhatiannya pada sisi yang positif, mengembangkan penilaian yang positif dan memproses informasi yang positif. Sebagaimana individu merasakan kepuasan akan hidupnya, memiliki perasaan yakin akan kualitas diri, menerima karakteristik pribadinya dan optimis pada kesuksesan akan masa depannya (Caprara & Steca, 2006). Limbert (2004), dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa berpikir positif mempunyai peran membuat individu dapat menerima situasi yang tengah dihadapi secara lebih positif.

(34)

Berdasarkan uraian di atas dapat dinyatakan bahwa seorang dengan harga diri rendah, cenderung akan menilai dirinya kurang atau cenderung berpikir negatif bila dibanding orang lain. Penilaian ini berkaitan dengan cara pandang residen terhadap dirinya dengan berpikir negatif yang dapat mengakibatkan rendahnya harga diri, sehingga pecandu narkoba akan “terbenam” pada perasaan tidak mampu, tidak berguna dan merasa pesimis. Hal ini akan sangat merugikan perkembangan kepribadiannya dimana perlu diupayakan intervensinya.

Penelitian ini menggunakan pendekatan yang memperhatikan proses berpikir dengan pelatihan, yaitu serangkaian pelatihan berpikir positif untuk mengubah pola pikir negatif yang dirancang guna melatih ketrampilan untuk meningkatkan harga diri residen NAPZA. Pelatihan Berpikir Positif membuat individu mampu bertahan dalam situasi yang rawan distres (Kivimaki, 2005). Selain itu Seligman (2008) juga menemukan bahwa kondisi psikologis yang positif pada diri individu dapat meningkatkan kemampuan untuk menyelesaikan beragam masalah dan tugas. Berpikir positif juga membantu seseorang dalam memberikan sugesti positif pada diri saat menghadapi kegagalan, saat berperilaku tertentu, dan membangkitkan motivasi (Hill & Ritt, 2004).

(35)

E. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

a. Ada perbedaan harga diri antara kelompok eksperimen dan kelompok control, harga diri pada kelompok eksperimen lebih tinggi daripada kelompok kontrol. b. Terdapat perbedaan harga diri pada kelompok eksperimen sebelum pelatihan dan setelah pelatihan, setelah pelatihan harga diri lebih tinggi dari pada sebelum pelatihan.

Referensi

Dokumen terkait

Sifat fisik karbon aktif yang dihasilkan tergantung pada kekuatan daya tarik molekul penjerap maka terjadi proses adsorpsi dari bahan yang digunakan, misalnya,

miskin sebagai perwujudan akses terhadap keadilan.Bantuan hukum yang dimaksud dalam UU Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh pemberi bantuan hukum yaitu lembaga

Pengembangan kurikulum pendidikan Agama Islam di SMK Negeri 13 kota malang memiliki tujaun terpenting adalah Tujuan pendidkan pada dasarnya ialah untuk membentuk peserta didik

Oleh karena itu kami mengusulkan sebuah Sistem Informasi Manajemen Perusahaan (SIMP) yang dapat memproses dan mengintegrasikan alur proses bisnis secara menyeluruh, yaitu dalam

Definisi asma yang pertama dihasilkan di Simposium Ciba pada tahun 1958, iaitu keadaan pesakit yang mengalami penyempitan saluran pernafasan yang berubah keparahannya

Puji syukur senantiasa penulis ucapkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang tiada hentinya mencurahkan rahmat dan hidayah- Nya, sehingga dengan segala

Menurut Roestiyah(2001) dengan kegiatan melaksanakan tugas siswa akan aktif belajar, dan merasa terangsang untuk meningkatkan belajar yang lebih, memupuk inisiatif