• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA

RANCANGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR ….. TAHUN

TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012-2032

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA,

Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan di Kabupaten Bulukumba dengan memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang,

dan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan

kesejahteraan masyarakat serta dalam upaya mewujudkan keterpaduan pembangunan antar sektor, daerah, dan masyarakat sehingga dipandang perlu disusun Rencana Tata Ruang Wilayah;

b. bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang maka Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bulukumba tidak sesuai lagi dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi sehingga diperlukan penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah yang terintegrasi dengan Visi dan Misi serta

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah

Kabupaten Bulukumba;

c. bahwa untuk memenuhi maksud sebagaimana dimaksud pada huruf a, dan huruf b, dipandang perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bulukumba Tahun 2012 - 2032.

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang

Pembentukan Daerah Tingkat II di Sulawesi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 74,

(2)

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1822);

3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);

4. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

5. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725;

6. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 68 tahun 2010 tentang Bentuk Dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160);

9. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 9 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi

Sulawesi Selatan Tahun 2009 – 2029 (Lembaran Daerah

(3)

Dengan Persetujuan Bersama:

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA dan

BUPATI BULUKUMBA

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA

RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 – 2032.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :

1. Daerah adalah Kabupaten Bulukumba.

2. Kabupaten adalah Kabupaten Bulukumba.

3. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden

Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah

Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah sebagai unsur penyelenggara

Pemerintahan Daerah.

5. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur

penyelenggara Pemerintahan Daerah.

6. Bupati adalah Bupati Bulukumba.

7. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang laut dan ruang

udara termasuk ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan kehidupannya.

8. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.

9. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.

10. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional.

(4)

11. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.

12. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.

13. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang. 14. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan

ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.

15. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.

16. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.

17. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.

18. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya.

19. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan.

20. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan.

21. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

22. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.

23. Kawasan strategis kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan. 24. Kawasan pertahanan negara adalah wilayah yang ditetapkan secara

(5)

25. Minapolitan adalah konsepsi pembangunan ekonomi kelautan dan

perikanan berbasis kawasan berdasarkan prinsip – prinsip terintegrasi,

efisiensi, berkualitas dan percepatan

26. Kawasan minapolitan adalah suatu wilayah yang mempunyai fungsi utama ekonomi yang terdiri dari sentra produksi, pengolahan, pemasaran komoditas perikanan, pelayanan jasa dan atau kegiatan pendukung lainnya.

27. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala Provinsi atau beberapa kabupaten/kota.

28. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten atau beberapa kecamatan.

29. Pusat Kegiatan Strategis Nasional yang selanjutnya disebut PKSN adalah kawasan perkotaan yang ditetapkan untuk mendorong pengembangan kawasan perbatasan negara.

30. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa.

31. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL adalah pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa. 32. Orang adalah orang perseorangan dan/atau korporasi.

33. Masyarakat adalah orang, perseorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat, korporasi, dan/atau pemangku kepentingan non pemerintah lain dalam penyelenggaraan penataan ruang.

34. Peran masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. 35. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah yang selanjutnya disebut

BKPRD adalah badan bersifat Adhoc yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 , Tentang Penataan Ruang di Kabupaten Bulukumba dan mempunyai fungsi membantu tugas Bupati dalam koordinasi penataan ruang di daerah.

36. Kawasan Peruntukan Pertambangan yang selanjutnya disebut KPP adalah wilayah yang memiliki sumberdaya bahan galian yang berwujud padat, cair dan gas berdasarkan peta atau data geologi dan merupakan tempat dilaksanakan seluruh tahapan kegiatan pertambangan yang meliputi Penyelidikan Umum; Eksporasi; Operasi Produksi; dan pascatambang baik di wilayah darat maupun perairan serta tidak di batasi oleh wilayah administrasi.

(6)

37. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.

38. Sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan hierarkis.

39. Fungsi Jalan adalah jaringan jalan yang melayani transportasi.

40. Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaansumberdaya air dalam satu atau lebih daerah aliransungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurangdari atau sama dengan 2.000 km2.

41. Cekungan air tanah adalah suatu wilayah yang dibatasioleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadianhidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, danpelepasan air tanah berlangsung.

42. Jaringan Sumberdaya air adalah jaringan air dan daya air yang terkandung didalamnya.

43. Jaringan Irigasi adalah saluran dan bangunan yang merupakan satu kesatuan dan diperlukan untuk pengaturan air irigasi yang mencakup penyediaan, pengambilan dan pembagian.

44. Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok yang penggunannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.

45. Agroindustri adalah kegiatan yang memanfaatkan hasil pertanian sebagai bahan baku, merancang dan menyediakan peralatan serta jasa untuk kegiatan tersebut.

46. Agrowisata adalah adalah kegiatan pariwisata yang berlokasi di kawasan pertanian, lebih spesifiknya lagi pada areal holtikultura.

47. Jaringan jalan arteri primer jalan yang secara efisien menghubungkan antar pusat kegiatan nasional atau antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan wilayah.

48. Jaringan jalan kolektor primer yaitu jalan yang secara efisien menghubungkan antar pusat kegiatan wilayah atau menghubungkan antara pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lokal.

49. Jaringan jalan lokal primer yaitu jalan yang secara efisien menghubungkan pusat kegiatan nasional dengan persil atau pusat kegiatan wilayah dengan persil atau pusat kegiatan lokal dengan pusat kegiatan lokal, pusat kegiatan lokal dengan pusat kegiatan di bawahnya, pusat kegiatan lokal dengan persil, atau pusat kegiatan di bawahnya sampai persil.

(7)

50. Penyediaan tenaga listrik dikuasai oleh negara yang penyelenggaraannya dilakukan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah berlandaskan prinsip otonomi daerah.

51. Bencana alam geologi adalah bencana alam yang terjadi di permukaan

bumi seperti gempa bumi, tsunami, tanah longsor dan gunung meletus.

52. Kawasan rawan gerakan tanah adalah kawasan yang berpotensi mengalami gerakan massa tanah atau batuan atau pencampuran keduanya menuruni atau keluar dari lereng akibat dari terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut.

53. Kawasan perdagangan adalah kawasan yang terdiri dari berbagai aktivitas bisnis yang menyatu untuk melayani masyarakat sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya.

54. Kawasan industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri pengolahan yang dilengkapi dengan prasarana, sarana dan fasilitas penunjang lainnya yang disediakan dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri.

55. Sanitary landfill adalah tempat pemusnahan sampah yang berupa cekungan atau tanah yang digali dan digunakan untuk menimbun sampah. 56. Limbah B3 adalah setiap limbah yang mengandung bahan berbahaya

dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun secara tidak langsung dapat merusak dan/atau mencemarkan lingkungan hidup dan/atau dapat membahayakan manusia.

BAB II

TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG Bagian Kesatu

Tujuan Penataan Ruang Pasal 2

Penataan Ruang Daerah bertujuan untuk “Mewujudkan sistem Penataan

Ruang Kabupaten Bulukumba sebagai Pusat Perdagangan bagian Selatan Sulawesi Selatan yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan melalui pengembangan minapolitan, pariwisata, dan agroindustri yang berlandaskan kearifan lokal menuju masyarakat sejahtera”.

(8)

Bagian Kedua

Kebijakan Penataan Ruang Pasal 3

Kebijakan penataan ruang daerah, terdiri atas :

a. pengembangan dan peningkatan kawasan pesisir dan kelautan dalam rangka optimalisasi pemanfaatan dan pengembangan sumberdaya;

b. pengembangan sektor pariwisata yang berbasis pada keunggulan lokal; c. peningkatan sektor industri dan jasa perdagangan yang berbasis pertanian,

pariwisata, perikanan dan kelautan sesuai keunggulan kawasan yang bernilai ekonomi tinggi, dikelola secara berhasil guna, terpadu, dan ramah lingkungan; dan

d. pembangunan prasarana dan sarana wilayah yang berkualitas untuk pemenuhan hak dasar dan dalam rangka mewujudkan tujuan penataan ruang yang berimbang dan berbasis konservasi serta mitigasi bencana. e. Mewujudkan keterpaduan penyelenggaraan kawasan ruang perkotaan dalam

rangka keseimbangan antara pengembangan permukiman, ekonomi, dan Pelestarian Lingkungan.

Bagian Ketiga Strategi Penataan Ruang

Pasal 4

(1) Strategi peningkatan dan pengembangan kawasan pesisir dan kelautan

dalam rangka optimalisasi pemanfaatan dan pengembangan

sumberdaya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, meliputi: a. mengendalikan perkembangan kawasan perkotaan di wilayah pantai

yang dapat merusak ekosistem pantai dan pesisir;

b. membangun pelabuhan, baik pelabuhan nasional maupun pelabuhan regional untuk dapat meningkatkan interaksi wilayah;

c. menumbuhkembangkan industri yang berbasis pada potensi pesisir dan kelautan;

d. membangun prasarana dan sarana transportasi yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi kawasan secara signifikan dan berimbang;

e. mengembangkan kegiatan penunjang.

(2) Strategi pengembangan sektor pariwisata yang berbasis pada

keunggulan lokal, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b, meliputi:

(9)

a. meningkatkan kualitas jaringan prasarana serta mewujudkan keterpaduan pelayanan transportasi darat laut dan udara dalam mendukung perkembangan sektor pariwisata;

b. mendorong pengembangan prasarana telekomunikasi untuk

mendukung perkembangan sektor pariwisata;

c. meningkatkan kegiatan pariwisata melalui peningkatan prasarana dan sarana pendukung, pengelolaan objek wisata yang lebih professional serta pemasaran yang lebih agresif dan efektif;

d. melestarikan situs bersejarah, warisan budaya dan komunikasi lokal yang beragam.

(3) Strategi peningkatan sektor industri dan jasa Perdagangan yang berbasis

pertanian, pariwisata, perikanan dan kelautan sesuai keunggulan kawasan yang bernilai ekonomi tinggi, dikelola secara berhasil guna, terpadu, dan ramah lingkungan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c, sebagai berikut:

a. menetapkan perwilayahan komoditas sesuai dengan potensi wilayah;

b. mengembangkan dan meningkatkan prasarana dan sarana

pendukung;

c. mengembangkan industri pengolahan hasil kegiatan agro sesuai komoditas unggulan kawasan dan kebutuhan pasar (agroindustri dan agribisnis)

d. mengembangkan penelitian dan pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan sehingga menjadi kekuatan utama ekonomi masyarakat pesisir;

e. mengintensifkan promosi peluang investasi bagi kegiatan ramah lingkungan.

f. Meningkatkan aksesibilitas perdagangan yang ditunjang dengan

peningkatan fungsi jalan yang mengakses setiap wilayah serta sistem transportasi dan prasarana pendukung lainnya.

(4) Strategi pembangunan prasarana dan sarana wilayah yang berkualitas

untuk pemenuhan hak dasar dan dalam rangka perwujudan tujuan penataan ruang yang berimbang dan berbasis konservasi serta mitigasi bencana, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d, meliputi:

a. membangun prasarana dan sarana sosial secara proporsional dan memadai sesuai kebutuhan masyarakat pada setiap pusat kawasan permukiman;

b. membangun berbagai perangkat keras dan lunak untuk mitigasi berbagai bencana alam, seperti tsunami, gempa, longsor, banjir, kebakaran hutan, dan ancaman lainnya;

(10)

c. melestarikan dan meningkatkan fungsi dan daya dukung lingkungan untuk keanekaragaman hayati, dan fungsi perlindungan kawasan; d. melestarikan dan meningkatkan nilai kawasan lindung yang

ditetapkan sebagai warisan dunia, cagar biosfer;

e. menetapkan kawasan strategis kabupaten berfungsi lindung;

f. mencegah pemanfaatan ruang dan kawasan strategis, provinsi dan

kabupaten yang berpotensi mengurangi daya lindung kawasan;

g. membatasi pemanfaatan ruang di sekitar kawasan lindung nasional, provinsi dan kabupaten yang berpotensi mengurangi daya lindung kawasan; dan

h. merehabilitasi kawasan lindung yang terdegradasi, akibat dampak pemanfaatan ruang yang berlebihan.

(5) Strategi Perwujudan keterpaduan penyelenggaraan kawasan ruang perkotaan dalam rangka keseimbangan antara pengembangan permukiman, ekonomi, dan Pelestarian Lingkungan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf e, meliputi:.

a. Mendorong terselenggaranya pengembangan kawasan yang

berdasar atas keterpaduan pusat pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana yang berungsi sebagai pendukung kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat yang secara hirarki memiliki hubungan fungsional.

b. Mendorong Pengembangan perekonomian wilayah yang produktif, efektif, dan efisien berdasarkan karakteristik wilayah guna terciptanya kesejahteraan masyarakat dan pembangunan tang berkelanjutan. c. Mendorong terselenggaranya pembangunan kawasan yang dapat

menjamin tetap berlangsungnya konservasi air dan tanah, menjamin tersedianya air tanah dan air permukiman serta menanggulangi banjir

dengan mempertimbangkan daya dukung lingkungan yang

berkelanjutan dalam pengelolaan kawasan.

BAB III

RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH Bagian Kesatu

Umum Pasal 5

(1) Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten Bulukumba meliputi : a. sistem pusat-pusat kegiatan;

b. sistem jaringan prasarana utama; dan c. sistem jaringan prasarana lainnya.

(11)

(2) Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten Bulukumba digambarkan dalam peta dengan Skala 1:50.000, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua Pusat-pusat Kegiatan

Pasal 6

(1) Pusat-pusat kegiatan yang ada di Kabupaten Bulukumba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a, terdiri atas :

a. PKW; b. PPK; dan c. PPL.

(2) PKW sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yaitu Kawasan Perkotaan yang meliputi Kecamatan Ujungbulu 9 (Sembilan) Kelurahan dan Kecamatan Gantarang 2 (Dua) Kelurahan dan 3 (Tiga) Desa;

(3) PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas : a. kawasan perkotaan Tanete di Kecamatan Bulukumpa; b. kawasan perkotaan Tanah Beru di Kecamatan Bontobahari; c. kawasan perkotaan Kassi di Kecamatan Kajang;

d. kawasan perkotaan Dannuang di Kecamatan Ujung Loe dan; (4) PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, terdiri atas :

a. kawasan Tanuntung di Kecamatan Herlang; b. kawasan Palampang di Kecamatan Rilau Ale; c. kawasan Hila-hila di Kecamatan Bontotiro;

d. kawasan Borong Rappoa di Kecamatan Kindang;

(5) Pengembangan Kawasan Perkotaan dan pusat-pusat kegiatan lain yang disebut pada ayat (2) sampai dengan ayat (4) akan dijelaskan secara rinci dalam Rencana Detail Tata Ruang Kota dan Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan.

Bagian Ketiga

Sistem Jaringan Prasarana Utama Pasal 7

(1) Sistem jaringan prasarana utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b, di Kabupaten Bulukumba terdiri atas :

a. sistem jaringan transportasi darat; b. sistem jaringan transportasi laut;

c. sistem jaringan transportasi udara; dan d. sistem jaringan perkeretaapian;

(12)

(2) Sistem jaringan transportasi dan pusat-pusat kegiatan digambarkan dalam peta dengan skala 1:50.000, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Paragraf 1

Sistem Jaringan Transportasi Darat Pasal 8

(1) Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a, terdiri atas :

a. jaringan lalu lintas dan angkutan jalan; 1. jaringan jalan;

2. jaringan prasarana LLAJ; dan 3. jaringan pelayanan LLAJ.

b. jaringan transportasi penyeberangan. c. perlengkapan jalan.

(2) jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1, terdiri atas :

a. peningkatan struktur jalan kolektor primer K1 (Batas Kota Bantaeng -

batas Kota Bulukumba; batas Kota Bulukumba – Tanete; batas Kota

Bulukumba – Bira);

b. peningkatan struktur jalan Kolektor Primer K2 (Tanete – Tanah Beru ; Kajang – Batas Sinjai (Pattongko));

c. peningkatan jalan lokal primer K4 tercantum dalam lampiran II, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini; dan

d. pengembangan sistem jaringan jalan Kawasan Perkotaan.

(3) Jaringan prasarana lalu lintas angkutan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 2, terdiri atas :

a. pengembangan terminal tipe A terdapat di Kelurahan Jalanjang Kecamatan Gantarang;

b. terminal tipe B di kawasan perkotaan terdapat di Kecamatan Ujung Bulu;dan

c. pengembangan terminal tipe C terdapat di setiap wilayah kecamatan yang dipusatkan di ibukota kecamatan

(4) Jaringan layanan lalu lintas angkutan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a angka 3, terdiri atas :

a. angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum dalam trayek terdiri atas:

(13)

1. Angkutan Kota Antar Provinsi yang melayani angkutan Kota Bulukumba - Ibukota Propinsi se-Sulawesi;

2. Angkutan Kota Dalam Provinsi yang melayani angkutan Kota Bulukumba - Ibukota Kabupaten se-Sulawesi Selatan;

3. Angkutan Kota yang melayani angkutan wilayah Kota Bulukumba; dan

4. Angkutan Perdesaan yang melayani angkutan Kota Bulukumba –

Kota Kecamatan – Perdesaan.

b. Angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum tidak dalam trayek terdiri atas:

1. Angkutan orang dengan menggunakan taksi; 2. Angkutan orang dengan tujuan tertentu;

3. Angkutan orang untuk keperluan pariwisata; dan 4. Angkutan orang kawasan tertentu.

c. Angkutan barang dengan kendaraan bermotor umum, terdiri atas : 1. Angkutan barang umum

a) Mobil Truck;

b) Mobil Pick Up; dan c) Mobil Box;

2. Angkutan barang khusus dan alat berat

(5) Jaringan transportasi penyeberangan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf b, terdiri atas :

a. Lintas transportasi penyeberangan, terdiri atas :

1. Bira Kabupaten Bulukumba – Pamatata Kabupaten Selayar

2. Bira Kabupaten Bulukumba– Tondasi Provinsi Sulawesi Tenggara 3. Bira Kabupaten Bulukumba – Patumbukan Kabupaten Selayar 4. Kota Bulukumba – Kota Benteng Kabupaten Selayar

b. Pelabuhan transportasi penyeberangan, terdiri atas : 1. Pelabuhan Bira di Kecamatan Bontobahari; dan

2. Pelabuhan Leppe’E di Kecamatan Ujungbulu.

Paragraf 2

Sistem Jaringan Transportasi Laut Pasal 9

(1) Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b, meliputi :

a. tatanan kepelabuhanan; dan b. alur pelayaran.

(14)

(2) Tatanan kepelabuhanan di Kabupaten Bulukumba sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas :

a. Peningkatan status pelabuhan Leppe’E dari pelabuhan pengumpan

menjadi pelabuhan pengumpul di wilayah bagian selatan Provinsi Sulawesi Selatan

b. Peningkatan status kinerja pelabuhan-pelabuhan potensial di Kabupaten Bulukumba untuk mendukung kegiatan angkutan barang dan penumpang, meliputi :

1. Pelabuhan Labuangkorong di Kecamatan Ujungbulu; 2. Pelabuhan Lembangkeke di Kecamatan Kajang; 3. Pelabuhan Kaluku Bodo di Bontobahari;

4. Pelabuhan Lemo-lemo Kelurahan Tanah Lemo Kecamatan Bontobahari;

5. Pelabuhan Panrang Luhu Desa Bira Kecamatan Bontobahari; 6. Pelabuhan Para-para Kelurahan Ekatiro, Kecamatan Bontotiro; 7. Pelabuhan Bajangnge, Desa Gunturu, Kecamatan Herlang; 8. Pelabuhan Kassi, Kelurahan Tanah Jaya, Kecamatan Kajang. c. Peningkatan status kinerja pelabuhan penyeberangan Bira sebagai

pelabuhan penyeberangan nasional. d. Pelabuhan khusus, terdiri atas :

1. Pelabuhan Lembang Keke di Kecamatan Kajang; 2. Pelabuhan Lemo-lemo di Kecamatan Bontobahari;

3. Pelabuhan Kassi Kelurahan Tanah Jaya Kecamatan Kajang; dan 4. Pelabuhan Sapolohe di Desa Sapolohe Kecamatan Bontobahari. (3) Alur pelayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, yaitu alur

pelayaran nasional, terdiri atas :

1. Bulukumba (Prov. Sulsel)- Bau-bau (Prov. Sultra); 2. Bulukumba (Prov. Sulsel) - Tondasi (Prov. Sultra); dan

3. Bulukumba – Pamatata – Patumbukan (Selayar) – Reo (NTB).

Paragraf 3

Sistem Jaringan Transportasi Udara Pasal 10

(1) Sistem jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 ayat (1) huruf c, terdiri atas :

a. tatanan kebandarudaraan; dan b. ruang udara untuk penerbangan.

(2) Tatanan kebandarudaraan di Kabupaten Bulukumba sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, adalah Bandara di Kecamatan Bontobahari, Kecamatan Gantarang dan Kecamatan Ujung Loe.

(15)

(3) Ruang udara untuk penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yaitu Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) di sekitar bandar udara.

Paragraf 4

Sistem Jaringan Perkeretaapian

Pasal 11

(1) Jaringan transportasi kereta api sebagaimana dimaksud pada Pasal 7

ayat (1) huruf d, meliputi:

a. jaringan jalur kereta api umum, berdasarkan Rencana Jalur Kereta Api melintasi wilayah Kecamatan Gantarang, Ujungbulu, Rilau Ale, dan Bulukumpa.

b. Stasiun kereta api, terdapat di tiap wilayah kecamatan yang dilintasi.

Bagian Keempat

Sistem Jaringan Prasarana Lainnya Pasal 12

(1) Sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c, terdiri atas :

a. sistem jaringan energi;

b. sistem jaringan telekomunikasi; c. sistem jaringan sumberdaya air; dan d. sistem prasarana pengelolaan lingkungan.

(2) Sistem jaringan prasarana lainnya digambarkan dalam peta dengan skala 1:50.000, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Paragraf 1

Sistem Jaringan Energi Pasal 13

(1) Sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a, meliputi :

a. pembangkit tenaga listrik; dan b. jaringan prasarana energi.

(2) Pembangkit tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:

a. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), terdapat di Kota Bulukumba Kapasitas 7,36 MW

(16)

b. Pengembangan energi listrik Mikro Hidro (PLTMH) dan Pengembangan energi listrik Mini Hidro (PLTM) diantaranya di Sungai Balangtieng, Sungai Bijawang dan Sungai Bialo di Kabupaten Bulukumba.

c. Pengembangan energi listrik tenaga surya (PLTS) di Kecamatan Bontobahari

d. Pengembangan energi listrik biomassa di Kecamatan Gantarang, Kajang dan Bontobahari.

(3) Jaringan prasarana energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah jaringan transmisi tenaga listrik, meliputi:

a. Gardu induk, terdapat di Kelurahan Mariorennu, Kecamatan Gantarang;

b. Jaringan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) yang

menghubungkan Bakaru membawahi Gi Bulukumba, Sinjai, Bone, Jeneponto dan Takalar.

c. Perluasan jangkauan jaringan listrik sampai ke pelosok desa.

Paragraf 2

Sistem Jaringan Telekomunikasi Pasal 14

(1) Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 12 ayat (1) huruf b, terdiri atas :

a. sistem jaringan kabel;

b. sistem jaringan nirkabel; dan c. sistem jaringan satelit.

(2) Sistem jaringan kabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas sistem jaringan telekomunikasi tetap, jaringan telekomunikasi khusus dan Stasiun Telepon Otomat (STO) dengan kapasitas 1.526 SST.

(3) Untuk mendukung sistem interkoneksitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diarahkan rencana pengembangan jaringan kabel telepon mengikuti pola jalan.

(4) Sistem jaringan nirkabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, berupa lokasi menara Base Transceiver Station (BTS) dengan penggunaan secara bersama dan tidak mengganggu aktifitas disekitarnya seperti kegiatan penerbangan.

(5) Sistem jaringan satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c direncanakan menjangkau sampai pusat-pusat permukiman dan sentra-sentra produksi baik di daerah perkotaan maupun perdesaan, yang akan mendukung arus informasi dari dan ke wilayah pedalaman.

(17)

Paragraf 3

Sistem Jaringan Sumberdaya Air Pasal 15

(1) Sistem jaringan sumberdaya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12

ayat (1) huruf c, meliputi:

a. wilayah sungai yang terdiri dari: 1. wilayah sungai lintas kabupaten; 2. wilayah sungai kabupaten

b. embung.

c. cekungan air tanah; d. jaringan irigasi;

e. jaringan air baku untuk air bersih;

f. sistem pengendalian banjir, erosi dan longsor; g. sistem pengaman pantai;

(2) Rencana pengembangan sistem jaringan sumberdaya air sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 meliputi aspek konservasi sumberdaya air, pendayagunaan sumberdaya air, dan pengendalian daya rusak air.

(3) Pengelolaan sistem jaringan sumberdaya air sebagaimana dimaksud ayat (1) direncanakan berbasis wilayah sungai, embung dan cekungan air tanah serta keterpaduannya dengan pola ruang dengan memperhatikan keseimbangan

pemanfaatan sumberdaya air permukaan dan air tanah dengan

mengutamakan air permukaan tanah.

(4) Wilayah sungai lintas kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1 yaitu wilayah Sungai Jeneberang meliputi Sungai Bialo, Balangtieng dan Lolisang.

(5) Wilayah sungai kabupaten, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, angka 2 disebutkan pada lampiran V, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

(6) Embung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, disebutkan pada lampiran VI, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

(7) Cekungan air tanah sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 huruf c merupakan potensi air tanah yang pemanfaatannya harus efisien dan diatur dengan mengutamakan air permukaan yang ada serta pemantauan dengan jaringan monitoring muka air tanah meliputi:

a. cekungan air tanah lintas Kabupaten yaitu cekungan air tanah Bantaeng dan cekungan air tanah Gowa;

b. cekungan air tanah dalam Kabupaten yaitu cekungan air tanah di Bira Kecamatan Bontobahari.

(8) Pengembangan Jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, yaitu Pengembangan Daerah irigasi, meliputi:

a. daerah irigasi kewenangan pusat yaitu Daerah Irigasi Bayang-Bayang, Kecamatan Gantarang dengan luas potensi 5.030 Ha, D.I. Bontomanai, Kecamatan Rilau Ale dengan luas potensi 3.830 Ha;

(18)

b. daerah irigasi kewenangan provinsi yaitu daerah irigasi Bontonyeleng dengan luas potensi 1.096 Ha dan daerah irigasi Bettu Kecamatan Gantarang dengan luas potensi 1.817 Ha;

c. daerah irigasi kewenangan kabupaten sebagaimana tercantum pada lampiran IX, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan daerah ini.; dan

d. pengembangan daerah irigasi sebagaimana dimaksud pada huruf c disesuaikan dengan kebutuhan dan potensi wilayah

(9) Prasarana air baku untuk air bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, diarahkan pada pemanfaatan sumberdaya air baku melalui:

a. bangunan intake;

b. saluran pipa suplai;

c. instalasi pengelolaan air Bialo dan

Bontonyeleng di Kecamatan Gantarang, Sungai Balantieng Kecamatan Rilau Ale dan instalasi pengelolaan air Lotong-Lotong di Kecamatan Bontobahari untuk kelompok pengguna jaringan air bersih ke kabupaten;

d. sumur-sumur air tanah;

e. saluran pipa distribusi; dan

f. bak distribusi/hidran umum.

(10) Pengendalian banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e,

meliputi:

a. pembangunan dan peningkatan Kanal dan

drainase dalam Kawasan Perkotaan;

b. penyediaan lahan untuk daerah resapan air

dalam Kawasan Perkotaan;

c. pembangunan pengaman pantai dan

sempadan sungai;

d. Konservasidan perlindungan pada

sempadan sungai.

(11) Sistem Pengendalian erosi dan longsor sebagaimana pada ayat (1) huruf

e, meliputi:

a. penanaman pohon di daerah rawan longsor

dan lahan kritis;

b. pembuatan terasering, tanggul, dan

bangunan dinding penahan tanah; dan

c. konservasi sumberdaya air,

(12) Sistem pengaman pantai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf f dilakukan melalui:

a. penanaman manggrove dan tanaman

pantai lainnya;

b. pembangunan tanggul dan pemecah

ombak.

(19)

Sistem Prasarana Pengelolaan Lingkungan Pasal 16

(1) Sistem prasarana pengelolaan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf d, meliputi:

a. sistem jaringan persampahan; b. sistem jaringan air minum; c. sistem jaringan drainase; d. sistem evakuasi bencana; dan e. sistem pengelolaan limbah.

(2) Sistem jaringan persampahan dan prasarana pengelolaan lingkungan, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, terdiri atas :

a. pengembangan TPA terpadu dengan system Sanitary Landfill, Kecamatan Gantarang;

b. pengelolaan sampah dapat dilakukan secara komunal dan individual, pendekatan 5 R (reduce, reuse, recycling, replace dan rethinking); c. Pengembangan pengolahan sampah terpadu.

(3) Sistem prasarana air minum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, meliputi:

a. pengembangan jaringan prasarana air minum di seluruh Kecamatan; b. penyediaan hydran umum pada kawasan-kawasan permukiman; c. pengembangan dan peningkatan jaringan perpipaan air baku.

(4) Sistem prasarana drainase sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c; dikembangkan pada pusat-pusat kegiatan dan pelayanan.

(5) Sistem evakuasi bencana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d, meliputi:

a. sistem peringatan dini pada kawasan pesisir; b. jalur evakuasi sungai dan pantai;

c. bangunan penyelamat.

(6) Sistem prasarana Limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf e, terdiri atas :

a. Instalasi Pengelolaan Air Limbah industri pada kawasan industri; b. Instalasi Pengelolaan Air Limbah domestik pada kawasan Perkotaan; c. pengelolaan Limbah B3 yang dihasilkan industri, Rumah Sakit dan

Usaha lainnya;

d. Penyediaan Incenerator pada kawasan industri dan Rumah Sakit.

BAB IV

RENCANA POLA RUANG WILAYAH Bagian Kesatu

(20)

Umum Pasal 17

(1) Rencana pola ruang wilayah meliputi rencana kawasan lindung dan kawasan budidaya.

(2) Rencana pola ruang wilayah digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:50.000, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua Kawasan Lindung

Pasal 18

Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), terdiri atas : a. ... kawas

an hutan lindung;

b. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya;

c. kawasan perlindungan setempat;

d. kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya;

e. kawasan rawan bencana alam;

f. kawasan lindung geologi; dan

g. kawasan lindung lainnya.

Paragraf 1

Kawasan Hutan Lindung Pasal 19

(1) Kawasan hutan lindung dan Resapan air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf a seluas 7.849, 89 Ha, terdiri atas:

a. kawasan hutan Lompo Battang di Desa Kindang dan Kelurahan Borongrappoa, Kecamatan Kindang dengan luas 3.392,58 Ha;

b. kawasan hutan Balangpesoang di Desa Tibona, Desa Balangpesoang dan Kelurahan Jawi-Jawi, Kecamatan Bulukumpa dengan luas 648,88 Ha; c. kawasan hutan Sungai Bijawang, Kecamatan Kindang dengan luas

337,48 Ha;

d. kawasan hutan Bontobahari di Desa Bira dengan luas 802,00 Ha; dan e. Kawasan pengembangan hutan lindung yang berfungsi resapan air di

Kecamatan Herlang, Kecamatan Bontobahari, Kecamatan Bontotiro, Kecamatan Kajang, Kecamatan Ujung Loe, dan Kecamatan Gantarang dengan luas 2668,95 Ha.

(21)

(2) Kawasan hutan lindung yang dimaksud ayat (1) berdasarkan rencana tata ruang wilayah provinsi yang akan disesuaikan dengan kondisi wilayah berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 2

Kawasan memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya Pasal 20

Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf b, adalah:

a. Kawasan dengan kemiringan diatas 40% (empat puluh persen) terdapat di Kecamatan Kindang;

b. Kawasan resapan air di Wilayah Perkotaan.

Paragraf 3

Kawasan Perlindungan Setempat Pasal 21

(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf c, meliputi:

a. kawasan sempadan pantai; b. kawasan sempadan sungai; c. kawasan sempadan danau; d. kawasan sempadan mata air;dan

e. kawasan lindung spiritual dan kearifan lokal. f. Ruang Terbuka Hijau (RTH)

(2) Kawasan sempadan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdapat di Kecamatan Gantarang, Ujungbulu, Ujung Loe, Bontobahari, Bontotiro, Herlang, dan Kajang;

(3) Kawasan Sempadan Sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diterapkan pada semua wilayah sungai yang tersebut pada lampiran V yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan Daerah ini.

(4) Kawasan Sempadan Danau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, yaitu di Danau Kahaya Kecamatan Kindang;

(5) Kawasan sempadan mata air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d ditetapkan dengan radius minimal 200 meter dari sumber mata air yang lokasinya ditetapkan dengan peraturan Bupati;

(22)

(6) Kawasan lindung spiritual dan kearifan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e adalah kawasan Adat Ammatoa Kecamatan Kajang.

(7) Kawasan Ruang Terbuka Hijau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f yaitu berupa Ruang Terbuka Hijau Perkotaan (RTHP) yang ditetapkan minimal dengan luas 30 % dari luas kawasan terbangun, meliputi 20% RTHP publik dan 10% RTHP privat, berada di ibukota kabupaten dan ibukota kecamatan.

Paragraf 4

Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya Pasal 22

(1) Kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf d, meliputi :

a. kawasan pantai berhutan mangrove; b. kawasan taman hutan raya;

c. kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan; dan d. kawasan konservasi laut.

(2) Kawasan pantai berhutan mangrove sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:

a. kawasan pantai berhutan mangrove terdapat di Kecamatan Gantarang dengan luas kurang lebih 30 Ha.

b. kawasan pantai berhutan mangrove terdapat di Kecamatan Ujungbulu dengan luas kurang lebih 50 Ha;

c. kawasan pantai berhutan mangrove terdapat di Kecamatan Ujung Loe dengan luas kurang lebih 170 Ha;

d. kawasan pantai berhutan mangrove terdapat di Kecamatan Bontobahari dengan luas kurang lebih 5 Ha;

e. Kawasan pantai berhutan mangrove terdapat di Kecamatan Bontotiro dengan luas kurang lebih 25 Ha;

f. Kawasan pantai berhutan mangrove terdapat di Kecamatan Herlang dengan luas kurang lebih 100 Ha;

g. Kawasan pantai berhutan mangrove terdapat di Kecamatan Kajang dengan luas kurang lebih 100 Ha;

(3) Kawasan taman hutan raya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, yaitu Kawasan Taman Hutan Raya Bontobahari terdapat di Kecamatan Bontobahari dengan luas 3.475 Ha.

(4) kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c yakni kawasan Puncak Pua Janggo di Kecamatan

(23)

Bontobahari, Makam Dato Tiro, Makam Karaeng Ambibia, Makam Karaeng Sapohatu di Kecamatan Bontotiro.

(5) Kawasan konservasi laut sebagaiman dimaksud pada ayat (1) huruf d terdapat di Kecamatan Bontobahari dengan luas 732,67 Ha.

(6) Kawasan rehabilitasi yang meliputi kawasan hutan dan kawasan laut tersebar di seluruh kecamatan.

Paragraf 5

Kawasan Rawan Bencana Alam Pasal 23

(1) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf e, terdiri atas :

a. kawasan genangan dan rawan banjir;

b. kawasan rawan gerakan tanah atau longsor; dan c. kawasan erosi.

d. Kawasan Lahan Kritis

(2) Kawasan genangan dan rawan banjir sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, meliputi:

a. kawasan rawan banjir di wilayah Gantarang, Ujungbulu dan Ujung Loe; b. kawasan genangan air di Kecamatan Ujungbulu.

(3) Kawasan rawan gerakan tanah atau longsor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, meliputi:

a. longsoran translasi, di Kecamatan Kindang,

b. longsoran rotasi di Kecamatan Bontotiro, Herlang, Bulukumpa dan Kajang.

(4) Kawasan rawan erosi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi:

a. kawasan rawan erosi kecil di bagian tengah Kecamatan Kindang, Kecamatan Ujungbulu dan bagian selatan Kecamatan Bulukumpa; b. kawasan rawan erosi sedang di sebagian daerah di Kecamatan

Bulukumpa, Kecamatan Herlang dan Kecamatan Kajang;

c. kawasan rawan erosi tinggi di bagian utara daerah Kecamatan Kindang, daerah pantai di Kecamatan Kajang dan Kecamatan Herlang

d. kawasan rawan erosi sangat tinggi di sepanjang aliran Sungai Bijawang, sungai Balantieng, sungai Anyorang dan sungai Bialo.

(5) Kawasan lahan kritis sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) huruf d, meliputi:

(24)

a. Lahan kritis 198 Ha

b. Lahan Sangat Kritis 277 Ha

Paragraf 6

Kawasan Lindung Geologi Pasal 24

(1) Kawasan lindung geologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf f, meliputi:

a. kawasan cagar alam geologi;

b. kawasan rawan bencana alam geologi; dan

c. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah.

(2) Kawasan cagar alam geologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yaitu kawasan keunikan batuan dan fosil terdapat di Kecamatan Bontobahari, Kecamatan Bontotiro, Kecamatan Kajang, Kecamatan Herlang, Kecamatan Bulukumpa, Kecamatan Kindang, Kecamatan Rilau Ale.

(3) Kawasan rawan bencana alam geologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:

a. kawasan rawan tsunami, terdapat di wilayah pesisir di Kecamatan Gantarang, Kecamatan Bontotiro dan Kecamatan Ujungbulu; dan

b. kawasan rawan abrasi; terdapat di wilayah pesisir Kecamatan Gantarang dan Kecamatan Ujungbulu;

c. kawasan rawan gerakan tanah; terdapat di wilayah kecamatan Kindang.

(4) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, adalah kawasan sempadan mata air yang letaknya tersebar di Kecamatan Bontobahari, Bontotiro, Gantarang, Rilau Ale, dan Bulukumpa.

Bagian Ketiga Kawasan Budidaya

Pasal 25

Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), meliputi: a. kawasan peruntukan hutan produksi;

b. kawasan peruntukan hutan rakyat; c. kawasan peruntukan pertanian; d. kawasan peruntukan perikanan; e. kawasan peruntukan pertambangan;

(25)

g. kawasan peruntukan pariwisata;

h. kawasan peruntukan permukiman; dan

i. kawasan peruntukan lainnya

Paragraf 1

Kawasan Peruntukan Hutan Produksi Pasal 26

(1) Kawasan hutan produksi sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 25 huruf a, seluas 1.458,56 Ha.

(2) Kawasan hutan produksi dan produksi terbatas sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1), meliputi:

a. kawasan hutan produksi Bangkeng Bukit dengan luas kurang lebih 258,32 Ha;

b. kawasan hutan produksi Sungai Bijawang dengan luas kurang lebih 206,52 Ha;

c. kawasan hutan produksi Batukaropa dengan luas kurang lebih 644,83 Ha;

d. kawasan hutan produksi terbatas Tana Toa dengan luas

kurang lebih 331,17 Ha; dan

e. Kawasan pengembangan hutan produksi di Kecamatan Gantarang Desa Bukittinngi dan Bontonyeleng dengan luas 72,9 Ha.

Paragraf 2

Kawasan Peruntukan Hutan Rakyat Pasal 27

Kawasan peruntukan hutan rakyat di Kabupaten Bulukumba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf b terdapat di semua Kecamatan kecuali Kecamatan Ujungbulu dengan luasan kurang lebih 22.273 Ha.

Paragraf 3

Kawasan Peruntukan Pertanian Pasal 28

(1) Kawasan peruntukan pertanian di Kabupaten Bulukumba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf c, meliputi:

a. kawasan peruntukan pertanian tanaman pangan; b. kawasan peruntukan pertanian hortikultura; c. kawasan peruntukan perkebunan; dan d. kawasan peruntukan peternakan.

(26)

(2) Kawasan peruntukan pertanian tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdapat pada:

a. kawasan sentra budidaya padi, terdapat di Kecamatan Gantarang, Kecamatan Ujung Loe, Bulukumpa, Kajang, Rilau Ale, dan Kindang dengan luas 22.458,06 ha dan dapat dikembangkan di Kecamatan Bontobahari, Bontotiro dan Herlang.

b. kawasan sentra budidaya jagung, terdapat di Kecamatan Kajang, Herlang, Bontotiro, Gantarang dan Ujung Loe seluas 34.117 Ha dan dapat dikembangkan di Kecamatan Rilau Ale, Kindang, Bulukumpa dan Bontobahari.

c. Kawasan sentra pengembangan Ubi Kayu terdapat di Kecamatan, Kajang, Kindang, Bontotiro, dan Rilau Ale seluas 3.200 Ha dan dapat dikembangkan di Kecamatan Herlang, Bontobahari, Bulukumpa, Ujungloe dan Gantarang

d. Kawasan sentra Ubi Jalar terdapat di Kecamatan Gantarang, Ujung Loe, Herlang, Kajang seluas 3.200 Ha dan dapat dikembangkan di Kecamatan Kindang, Bontotiro, Bontobahari, Bulukumpa dan Rilau Ale. e. Kawasan sentra pengembangan Kacang Tanah, terdapat di Kecamatan

Bontotiro, Kajang, Bulukumpa, dan Bontobahari seluas 4.203 Ha dan dapat dikembangkan di Kecamatan Herlang, Rilau Ale, Gantarang, Kindang dan Ujungloe.

f. Kawasan sentra pengembangan Kacang ijo terdapat di Kecamatan

Ujung Loe dan Gantarang seluas 1.325 Ha dan dapat dikembangkan di Kecamatan Bontotiro, Herlang, Bontobahari, Kajang, Bulukumpa, Rilau Ale dan Kindang.

g. Kawasan sentra pengembangan Kedelai terdapat di Kecamatan Bontobahari dan Gantarang seluas 125 Ha.

(3) Kawasan peruntukan pertanian hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdapat diseluruh kecamatan:

a. Kawasan sentra pengembangan manggis di Kecamatan Bulukumpa, Rilau Ale dan Kindang dengan luas 1.539 Ha.

b. Kawasan sentra pengembangan durian di Kecamatan Gantarang, Ujungloe, Bulukumpa, Rilau Ale dan Kindang dengan luas 2.153 Ha. c. Kawasan sentra pengembangan rambutan di Kecamatan Gantarang,

Ujungloe, Bontotiro, Herlang, Bulukumpa, Rilau Ale dan Kindang dengan luas 1.489 Ha.

d. Kawasan sentra pengembangan jeruk di Kecamatan Bontobahari, Bontotiro, dan Kindang dengan luas 2.409 Ha.

e. Kawasan sentra pengembangan mangga di Kecamatan Gantarang, Ujungloe, Bontobahari, Herlang dan Kindang dengan luas 1.797 Ha.

(27)

f. Kawasan sentra pengembangan Langsat di Kecamatan Kajang dan Bulukumpa dengan luas 330 Ha.

g. Kawasan sentra pengembangan nangka di Kecamatan Ujungloe, , Herlang dan Rilau Ale dengan luas 348 Ha.

h. Kawasan sentra pengembangan semangka di Kecamatan Gantarang, dan Bontotiro dengan luas 50 Ha

i. Kawasan sentra pengembangan markisa di Kecamatan Kindang, dengan luas 80 Ha

j. Kawasan sentra pengembangan salak di Kecamatan Bulukumpa dan Rilau Ale dengan luas 127 Ha

(4) Kawasan peruntukan perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas :

a. kawasan peruntukan perkebunan karet, terdapat di Kecamatan Kajang, Kecamatan Bulukumpa, Kecamatan Rilau Ale, dan Kecamatan Ujung Loe dengan luas kurang lebih 10.000 Ha;

b. kawasan peruntukan perkebunan kapas, terdapat di Kecamatan Gantarang, Kecamatan Ujungloe, Kecamatan Bontobahari, Kecamatan Bontotiro, Kecamatan Herlang dan Kecamatan Kajang;

c. kawasan peruntukan perkebunan kelapa dalam dan hibrida, terdapat di Kecamatan Gantarang, Kecamatan Ujungloe, Kecamatan Bontobahari,

Kecamatan Bontotiro, Kecamatan Herlang, Kecamatan

Kajang,Kecamatan Kindang, Kecamatan Rilau Ale dan Kecamatan Bulukumpa;

d. kawasan peruntukan perkebunan kopi robusta, terdapat di Kecamatan Gantarang, Kecamatan Ujungloe, Kecamatan Kajang,Kecamatan Kindang, Kecamatan Rilau Ale dan Kecamatan Bulukumpa;

e. kawasan peruntukan perkebunan kopi arabika, terdapat di Kecamatan Gantarang, Kecamatan Bulukumpa dan Kecamatan Kindang;

f. kawasan peruntukan perkebunan kakao, terdapat di Kecamatan Gantarang, Kecamatan Ujungloe, Kecamatan Bontobahari, Kecamatan Bontotiro, Kecamatan Herlang, Kecamatan Kajang,Kecamatan Kindang, Kecamatan Rilau Ale dan Kecamatan Bulukumpa;

g. kawasan peruntukan perkebunan cengkeh, terdapat di di Kecamatan Gantarang, Kecamatan Kajang,Kecamatan Kindang, Kecamatan Rilau Ale dan Kecamatan Bulukumpa;

h. kawasan peruntukan perkebunan vanili, terdapat di Kecamatan Rilau Ale dan Kecamatan Bulukumpa;

i. kawasan peruntukan perkebunan lada, terdapat di Kecamatan Gantarang, Kecamatan Ujungloe, Kecamatan Bontobahari, Kecamatan Bontotiro,

(28)

Kecamatan Kajang,Kecamatan Kindang, Kecamatan Rilau Ale dan Kecamatan Bulukumpa;

j. kawasan peruntukan perkebunan jambu mete, terdapat di Kecamatan Gantarang, Kecamatan Ujungloe, Kecamatan Bontobahari, Kecamatan Bontotiro, Kecamatan Herlang, Kecamatan Kajang,Kecamatan Kindang, Kecamatan Rilau Ale dan Kecamatan Bulukumpa;

k. kawasan peruntukan perkebunan kemiri, terdapat di Kecamatan Gantarang, Kecamatan Ujungloe, Kecamatan Bontobahari, Kecamatan Bontotiro, Kecamatan Herlang, Kecamatan Kajang,Kecamatan Kindang, Kecamatan Rilau Ale dan Kecamatan Bulukumpa; dan

l. kawasan peruntukan perkebunan kapuk, terdapat di Kecamatan Bontotiro, Kecamatan Gantarang, Kecamatan Herlang, Kecamatan Kajang, Kecamatan Bulukumpa, Kecamatan Ujungloe, Kecamatan Rilau Ale, Kecamatan Kindang dan Kecamatan Bontobahari;

(5) Kawasan peruntukan peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi:

a. Pengembangan sentra ternak besar terdapat di Kecamatan Ujung Loe, Bontotiro, Herlang, Kajang, Bulukumpa, Rilau Ale, dan Kindang;

b. Pengembangan sentra ternak kecil di Kecamatan Gantarang dan Bontobahari;

c. Pengembangan sentra ternak unggas di Kecamatan Gantarang, Ujung Loe, Rilau Ale, dan Kecamatan Bulukumpa;

(6) Kawasan peruntukan pertanian tanaman pangan disemua kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan sebagai kawasan pertanian pangan berkelanjutan.

Paragraf 4

Kawasan Peruntukan Perikanan Pasal 29

(1) Kawasan peruntukan perikanan di Kabupaten Bulukumba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf d, meliputi:

a. kawasan peruntukan perikanan tangkap; b. kawasan peruntukan budidaya perikanan; c. kawasan pengolahan/industri perikanan;

(2) Kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a dan c dilakukan dengan pendekatan minapolitan.

(3) Kawasan peruntukan perikanan tangkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dikembangkan di Kecamatan Gantarang, Kecamatan Ujungbulu,

(29)

Kecamatan Ujung Loe, Kecamatan Bontobahari, Kecamatan Bontotiro, Kecamatan Herlang, dan Kecamatan Kajang.

(4) Kawasan peruntukan budidaya perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdapat dibeberapa kecamatan meliputi:

a. kawasan peruntukan budidaya perikanan air tawar seluas 897 Ha, terdapat di Kecamatan Rilau Ale dan Kecamatan Bulukumpa dan pengembangan di Kecamatan Gantarang dan Kecamatan Kindang; b. kawasan pengembangan budidaya perikanan air payau seluas 3.575,9

Ha, terdapat di Kecamatan Ujung Loe, Kecamatan Ujungbulu, Kecamatan Gantarang, Kecamatan Bontobahari, Kecamatan Bontotiro, Kecamatan Herlang dan Kecamatan Kajang.

c. potensi budidaya laut, terdapat di Kecamatan Gantarang, Kecamatan Ujungbulu, Kecamatan Ujung Loe, dan Kecamatan Bontobahari.

(5) pengembangan peruntukan perikanan direncanakan terintegrasi dan

terpadu dengan rencana pengembangan kawasan minapolitan

sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dipusatkan di Kecamatan Kajang dan zona penyangga meliputi Kecamatan Ujungbulu, Kecamatan Gantarang, Kecamatan Ujung Loe, Kecamatan Bontobahari, Kecamatan Bontotiro dan Kecamatan Herlang.

Paragraf 5

Kawasan Peruntukan Wilayah Pertambangan Pasal 30

(1) Kawasan peruntukan wilayah pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf e meliputi:

a. kawasan peruntukan pertambangan mineral, yang terdiri dari: 1. kawasan peruntukan wilayah pertambangan logam;

2. kawasan peruntukan wilayah pertambangan bukan logam; 3. kawasan peruntukan wilayah pertambangan batuan

b. kawasan peruntukan potensi minyak dan gas bumi

(2) Kawasan peruntukan wilayah pertambangan logam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1, terdapat di Kecamatan Bulukumpa, Kecamatan Kindang dan Kecamatan Rilau Ale.

(3) Kawasan peruntukan wilayah pertambangan bukan logam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 2, terdapat di Kecamatan Kajang, Kecamatan Bulukumpa, Kecamatan Rilau Ale, Kecamatan Kindang, Kecamatan Bonto Bahari, Kecamatan Bonto Tiro, Kecamatan Herlang, Kecamatan Ujung Loe dan Kecamatan Gantarang.

(4) Kawasan peruntukan wilayah pertambangan batuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 3, terdapat di Kecamatan Kajang,

(30)

Kecamatan Bulukumpa, Kecamatan Rilau Ale, Kecamatan Kindang, Kecamatan Bontobahari, Kecamatan Bonto Tiro, Kecamatan Herlang, Kecamatan Ujung Loe, dan Kecamatan Gantarang.

(5) Kawasan peruntukan potensi Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdapat di Kecamatan Kajang, Kecamatan Bontobahari , Kecamatan Bonto Tiro, Kecamatan Herlang, Kecamatan Ujung Loe, dan Kecamatan Gantarang

(6) Kawasan peruntukan wilayah pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), (4) dan (5) meliputi:

a. Wilayah Pencadangan Negara (WPN); b. Wilayah Usaha Pertambangan Batuan;

c. Wilayah Usaha Pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan; dan d. Wilayah Usaha Pertambangan Mineral Logam, Mineral Bukan Logam

dan Batuan.

Paragraf 6

Kawasan Peruntukan Industri Pasal 31

(1) Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf f, meliputi:

a. kawasan peruntukan industri besar;

b. kawasan peruntukan industri sedang; dan

c. peruntukan Industri rumah tangga.

(2) Kawasan peruntukan industri besar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, terdapat di Kecamatan Gantarang dan dapat dikembangkan di Kecamatan lainnya sesuai dengan potensi unggulan dan karakteristik wilayah masing-masing;

(3) Kawasan peruntukan industri sedang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, terdapat di Kecamatan Bontobahari;

(4) peruntukan Industri rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c, meliputi industri makanan, industri batu bata, industri tekstil dan industri lainnya terdapat di seluruh kecamatan.

Paragraf 7

Kawasan Peruntukan Pariwisata Pasal 32

(1) Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf g, meliputi:

(31)

b. kawasan peruntukan pariwisata alam;

c. kawasan peruntukan pariwisata agro; dan

d. kawasan peruntukan pariwisata buatan;

(2) Kawasan peruntukan pariwisata budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yaitu Kawasan Adat Amma Toa Kajang, Makam Samparaja Daeng Malaja (Karaeng Sapo Batu), Situs Pua Janggo, Situs Karampuang, Makam Al Maulana Khatib Bungsu (Dato Tiro), Makam Launru Daeng Biasa (Karaeng Ambibia), pertenunan tradisional Kajang dan Pasar Cekkeng (3) Kawasan peruntukan pariwisata alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf b, yaitu Pantai Pasir Putih Bira (Tanjung Bira), Pantai Pasir Putih Lemo-Lemo, Pantai Panrang Luhu, Pantai Mandala Ria, Pantai Maru’masa, Pantai Kasuso, Pantai Samboang, Pantai Merpati, Pantai Lolisang, Pulau Liukang Loe, Pulau Betang, Gua Passohara, Gua Liang Pa’nikia, Gua Malukua, Gua Passea, Permandian Alam Limbua, Permandian Sumur Panjang Hila-Hila, Air Terjun Bravo 45, Danau Buhung Tujuh Kahayya, Tahura Bontobahari, dan kawasan pantai hutan bakau;

(4) Kawasan peruntukan pariwisata agro sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, yaitu wilayah pertanian terpadu dan perkebunan yang terletak di Kecamatan Gantarang, Kindang, Bulukumpa, Rilau Ale dan Ujungloe.

(5) Kawasan peruntukan pariwisata buatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, yaitu pada pusat pelayanan Pariwisata (Kota Bulukumba).

Paragraf 8

Kawasan Peruntukan Permukiman Pasal 33

(1) Kawasan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf h, meliputi:

a. kawasan peruntukan permukiman perkotaan; dan b. kawasan peruntukan permukiman perdesaan.

(2) Kawasan permukiman perkotaan sebagaimana pada ayat (1) huruf a, meliputi:

a. kawasan Perkotaan Bulukumba di Kecamatan Ujungbulu dan sebahagian di Kecamatan Gantarang;

b. kawasan Perkotaan Tanete di Kecamatan Bulukumpa; c. kawasan Perkotaan Tanah Beru di Kecamatan Bontobahari; d. kawasan Perkotaan Kassi di Kecamatan Kajang;

e. Kawasan Perkotaan Dannuang di Kecamatan Ujung Loe dan; f. Kawasan Perkotaan Ponre di Kecamatan Gantarang;

(32)

(3) Kawasan permukiman perdesaan sebagaimana pada ayat (1) huruf b, meliputi:

a. kawasan Tanuntung di Kecamatan Herlang; b. kawasan Palampang di Kecamatan Rilau Ale; c. kawasan Hila-hila di Kecamatan Bontotiro;

d. kawasan Borong Rappoa di Kecamatan Kindang;

Paragraf 9

Kawasan Peruntukan Lainnya Pasal 34

(1) Rencana kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud pada Pasal 25 huruf i, meliputi:

a. kawasan olahraga; b. kawasan perdagangan; c. kawasan pekuburan;

d. kawasan pertahanan dan keamanan;

e. kawasan keselamatan operasi penerbangan; f. kawasan hutan kota; dan

g. kawasan budidaya lebah madu endemik.

(2) Rencana kawasan olahraga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dikembangkan di kawasan perkotaan Bulukumba.

(3) Kawasan perdagangan sebagaimana pada ayat (1) huruf b, merupakan kawasan yang potensil dimanfaatkan untuk kegiatan perdagangan meliputi: a. pengembangan Pasar Sentral di Kota Bulukumba Kecamatan

Ujungbulu, Pasar Tanete di Kecamatan Bulukumpa;

b. kawasan perdagangan skala kecamatan yang terdistribusi di seluruh PPK di perkotaan seluruh Ibukota kecamatan;

c. Kawasan perdagangan skala lokal yang terdistribusi di seluruh PPL. (4) Kawasan Pekuburan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,

terdapat diseluruh kecamatan.

(5) Kawasan pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi:

a. Komando Distrik Militer (Kodim) 1411 di perkotaan Bulukumba b. Komando Rayon Militer (Koramil) terdapat diseluruh kecamatan. c. Polisi Resort (Polres) di perkotaan Bulukumba

d. Polsek terdapat diseluruh kecamatan

(6) Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) sebagaimana pada dimaksud pada ayat (1) huruf e terdapat di Kecamatan Bontobahari.

(33)

(7) Kawasan Hutan Kota yang dimaksud pada ayat (1) huruf f terdapat di kawasan Pantai Merpati seluas 7,97 Ha, Bantaran sungai teko seluas 13 Ha, kawasan Eks pasar lama seluas 1 Ha dan kawasan kompleks pertanian seluas 0,25 Ha.

(8) Kawasan budidaya lebah madu endemik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g terdapat di Kecamatan Rilau Ale, Bulukumpa, Kindang dan Kecamatan Kajang

Pasal 35

(1) Pemanfaatan kawasan untuk peruntukan lain selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 sampai dengan 33 dapat dilaksanakan apabila tidak mengganggu fungsi kawasan yang bersangkutan dan tidak melanggar Ketentuan Umum Peraturan Zonasi sebagaimana diatur dalam peraturan daerah ini.

(2) Pemanfaatan kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan setelah adanya kajian komprehensif dan setelah mendapat rekomendasi dari badan atau pejabat yang tugasnya mengoordinasikan penataan ruang di Kabupaten.

BAB V

PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS Pasal 36

(1) Kawasan strategis Kabupaten Bulukumba merupakan bagian wilayah Kabupaten Bulukumba yang penataan ruangnya diprioritaskan, karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten di bidang ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan;

(2) Kawasan strategis di Kabupaten Bulukumba, terdiri atas : a. kawasan strategis provinsi; dan

b. Kawasan strategis kabupaten.

(3) Rencana kawasan strategis digambarkan dalam peta dengan skala 1:50.000, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 37

Kawasan Strategis Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) huruf a, meliputi:

a. Kawasan Perkebunan komoditas diantaranya karet, cengkeh, kelapa sawit, kakao, kopi, mente, dan jarak,

(34)

c. Kawasan penambangan minyak dan gasterdiri atas: 1. Blok Bone di Teluk Bone;

2. Blok Kambuno di laut Kabupaten Bulukumba; 3. Blok Selayar di laut Kabupaten Bulukumba; 4. Blok Karaengta di laut `

d. Kawasan Strategis sebagaimana dimaksud pada Pasal 36 ayat (2) huruf a diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah tentang Rencana Detail Tata Ruang.

Pasal 38

(1) Kawasan Strategis Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) huruf b, meliputi:

a. kawasan strategis ekonomi; b. kawasan strategis sosial budaya;

c. kawasan strategis fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.

(2) Kawasan strategis ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

a. Kawasan Strategis Pesisir terdiri dari:

1. pengembangan perkotaan water front city di Kecamatan Ujungbulu dan Gantarang (PKW).

2. pengembangan minapolitan/marine politan center di kecamatan wilayah pesisir pantai untuk perikanan laut dan di seluruh wilayah kecamatan untuk perikanan tangkap yang berpusat di Kecamatan Kajang;

b. Kawasan Agropolitan/Agroindustri/Agribisnis di seluruh wilayah

kecamatan yang berpusat di Kecamatan Gantarang;

c. Kawasan agrowisata di desa Bululohe Kecamatan Rilau Ale;

d. Kawasan Pariwisata di Kecamatan Ujungbulu, Ujung Loe, Bontotiro, Kindang, Bulukumpa, Kajang berpusat di Kecamatan Bontobahari;

e. Kawasan perdagangan di Kecamatan Ujungbulu dan Gantarang (PKW); f. Kawasan Bandar Udara Pengumpan di Kecamatan Bontobahari,

Kecamatan Ujung Loe, dan Kecamatan Gantarang.

g. Kawasan ekowisata Tabbuakkang di Kecamatan Kindang.

(3) Kawasan strategis sosial budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, yaitu kawasan pembuatan Perahu Pinisi di Kecamatan Bontobahari.

(4) Kawasan strategis fungsi dan daya dukung lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, yaitu Kawasan Danau Kahaya di Kecamatan Kindang.

(35)

(5) Kawasan strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah tentang Rencana Detail Tata Ruang.

(6) Rencana kawasan strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dijabarkan lebih lanjut dalam lampiran peraturan daerah ini dengan skala 1:50.000.

BAB VI

ARAHAN PEMANFAATAN RUANG Pasal 39

(1) Arahan pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten Bulukumba berpedoman

pada rencana struktur ruang dan pola ruang.

(2) Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) direncanakan dan dilaksanakan melalui program beserta perkiraan pendanaannya.

(3) Program dan perkiraan pendanaan sebagaimana dimaksud ayat (2) disusun berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 40

(1) Penyusunan program dan perkiraan anggaran sebagaimana dimaksud padal Pasal 39 ayat (3) berdasarkan indikasi program utama 5 (lima) tahunan sebagaimana tersebut dalam lampiran XV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

(2) Pendanaan program pemanfaatan ruang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, investasi swasta, dan kerja sama pendanaan.

(3) Kerjasama pendanaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB VII

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Bagian Kesatu

Umum Pasal 41

(1) Pengendalian pemanfaatan ruang merupakan upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang.

(2) Pengendalian pemanfaatan ruang meliputi:

a. penetapan zonasi;

(36)

c. ketentuan insentif dan disinsentif; dan

d. sanksi.

Bagian Kedua

Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Pasal 42

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) huruf a digunakan sebagai pedoman bagi pemerintah daerah dalam menyusun peraturan zonasi.

(2) Ketentuan umum peraturan zonasi

meliputi:

a. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung;

b. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budidaya; dan

c. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan sekitar sistem prasarana nasional dan wilayah, meliputi:

1. kawasan sekitar prasarana

transportasi;

2. kawasan sekitar prasarana

energi;

3. kawasan sekitar prasarana

telekomunikasi; dan

4. kawasan sekitar prasarana

sumberdaya air;

(3) Ketentuan umum peraturan zonasi

dijabarkan lebih lanjut di dalam Lampiran XIV, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Ketiga Ketentuan Perizinan

Pasal 43

(1) Ketentuan perizinan merupakan

acuan bagi pejabat yang berwenang dalam pemberian izin pemanfaatan ruang berdasarkan rencana struktur dan pola ruang yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah ini.

(2) Izin pemanfaatan ruang

Referensi

Dokumen terkait

Analisis Kesulitan Kognitif dan Masalah Afektif Siswa SMA dalam Belajar Matematika Menghadapi Ujian Nasional.. Self-efficacy: the exercise of

Sistem Pakar untuk Mendiagnosa Penyakit pada Tulang Persendian dengan Metode Dempster Shafer Fricles Ariwisanto Sianturi, S.Kom., M.Kom Bosker Sinaga, M.Kom.. 14

Manfaat dari hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk mengetahui informasi mengenai jenis dan struktur komunitas fitoplankton pada siang dan malam

Dalam penelitian ini instrumen penelitian yang utama adalah peneliti itu sendiri, namun selanjutnya setelah fokus penelitian menjadi jelas, maka kemungkinan akan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai pH, berat jenis, kadar lemak, protein dan air serta jumlah total bakteri antara pemerahan susu sapi yang dilakukan

Dalam melakukan perubahan atau amandemen terhadap UUD 1945 terdapat kesepakatan yang mendasar yaitu tidak melakukan perubahan terhadap :.. Pasal yang mengattur lembaga

Pancasila adalah capaian demokrasi paling penting yang dihasilkan oleh para pendiri bangsa(Azyumardi Azra,2008:22). Pada standar isi Sekolah Menengah Atas kelas XI

Sehingga penulis berkeinginan meneliti lebih lanjut mengenai persoalan TKI yang berada di luar negeri dan mengaitkan dengan peraturan perundang-undangan dan instrumen