• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kampus Merdeka: Merdeka Dari Mana?

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kampus Merdeka: Merdeka Dari Mana?"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Kampus Merdeka: Merdeka Dari Mana? Pendahuluan

(2)

Kampus Merdeka: Merdeka Dari Mana? Pendahuluan

Inovasi baru turut dikembangkan dalam dunia pendidikan seiring berkembangnya zaman untuk menghasilkan kaum-kaum terpelajar yang adaptif. Suatu gebrakan baru yang ditawarkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim sebagai gagasan untuk menyesuaikan dengan Revolusi Industri 4.0. Nadiem melakukan perombakan besar dalam mengeluarkan kebijakan merdeka pembelajaran yang bertajuk “Kampus Merdeka”. Kampus Merdeka merupakan lanjutan konsep dari merdeka belajar yang merevisi paradigma pada perguruan tinggi yang bisa berjalan secara adaptif dan otonom. Terdapat empat pokok kebijakan dalam Kampus Merdeka antara lain Pembukaan Program Studi Baru, Sistem Akreditasi Perguruan Tinggi, Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum, dan Hak Belajar Tiga Semester Diluar Program Studi.1 Empat aspek ini menjadi pamungkas bagi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dalam upaya menghasilkan sarjana yang berkompeten dan adaptif dengan melepaskan belenggu pada institusi agar dapat bergerak lebih fleksibel.

Universitas Padjadjaran (Unpad) melalui Rektor Prof. Dr. Rina Indiastuti, M.SIE., pada 25 Februari 2020 menyatakan bahwa Unpad siap untuk mendukung implementasi dari program kampus merdeka.2 Dengan berbagai gegap gempita kampus merdeka, tentu pertanyaannya akan berkaitan dengan kesiapan Unpad mengimplementasikan kampus merdeka. Jangan sampai gegap gempita ini terlalu menyilaukan realita yang sebenarnya sedang dialami Unpad.

Telisik Unpad PTN-BH

Sejak tahun 2014, Unpad telah menerima mandat dari Pemerintah Pusat untuk diperbaharui statusnya menjadi Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum atau PTN-BH melalui surat Mentri Pendidikan dan Kebudayaan No. 298/E.E1/OT/2014, perubahan status ini ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2014 Penetapan Universitas Padjadjaran sebagai Perguruan Tinggi Badan Hukum. Setahun kemudian, untuk mengatur

1 Kemendikbud. 2020. Kemendikbud Sosialisasikan Permendikbud sebagai Payung Hukum Kampus Merdeka.

Diakses dari https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2020/02/kemendikbud-sosialisasikan-lima-permendikbud-sebagai-payung-hukum-kampus-merdeka pada 29 April 2020

2 Arif Maulana. 2020. Rektor Sampaikan Program Kampus Merdeka dan Dana Abadi Padjadjaran. Diakses dari http://www.unpad.ac.id/2020/02/rektor-sampaikan-program-kampus-merdeka-dan-dana-abadi-padjadjaran/

(3)

hal-hal yang diamanatkan oleh PP No. 80 Tahun 2014 maka Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2015 tentang Statuta Universitas Padjadjaran

Unpad dinilai telah memenuhi kriteria untuk ditetapkan sebagai badan hukum. Diharapakan Unpad bisa selalu meningkatkan kualitas pendidikan tinggi untuk menghadapi persaingan global. Tetapi, apakah dengan bergantinya status Unpad sebagai PTN-BH berbading lurus dengan tingkat kepuasan sivitas akademika Unpad itu sendiri? khususnya mahasiswa.

Banyak polemik yang diperdebatkan mengenai status sebuah perguruan tinggi negeri yang diakui sebagai badan hukum. Sebelumnya, kita harus mengetahui apa itu PTN-BH dan bagaimana sejarah terbentuknya PTN-BH. PTN-BH merupakan perguruan tinggi yang didirikan pemerintah yang berstatus sebagai badan hukum publik yang otonom. Artinya, PTN-BH memiliki otonomi penuh dalam mengatur anggaran rumah tangga dan keuangan perguruan tinggi itu sendiri. Awal mula sejarah PTN-BH berasal dari momentum pasca reformasi pada 20 Mei 1998. Presiden sementara kala itu, B.J Habibie mengeluarkan PP No. 61 Tahun 1999 tentang Penetapan Perguruan Tinggi Negeri sebagai Badan Hukum. Setelah dikeluarkannya PP ini, maka secara berangsur-angsur perguruan tinggi negeri terkemuka di Indonesia berubah menjadi Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara (PTBHMN). Hal ini menimbulkan goncangan dalam masyarakat, dimana pembiayaan pendidikan tinggi menjadi mahal, mengingat ketika itu Indonesia sedang berada dalam transisi pasca krisis ekonomi besar-besaran. Pro dan kontra turut mewarnai pembentukan PTNBHMN, salah satunya dengan pembentukan PTNBHMN ini mendukung gerakan demokratisasi terhadap lembaga-lembaga pendidikan dengan cara mengurangi campur tangan pemerintah dalam hal ke-rumah tanggaan lembaga pendidikan tersebut. Namun, banyak yang menilai pelimpahan wewenang untuk mengurus rumah tangga dari negara terhadap ptn yang bersangkutan itu tersendiri secara implisit tersirat bahwa negara dianggap angkat tangan dalam membiayai kebutuhan pendidikan tinggi, artinya pendidikan tidak lagi dijadikan sebagai hak dasar warga yang wajib dipenuhi oleh negara tetapi menjadi barang komoditas yang diperjual belikan3.

Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 1999 kemudian disusul dengan keluarnya PP No. 153, 152, 154, 155 Tahun 2000 yang menetapkan UI, UGM, IPB dan ITB menjadi

(4)

PTNBHMN. Yang menjadi perhatian, pemberian otonomi hanya sebatas pada pencairan dana dan pengelolaan keuangan saja. Pemerintah terus mendorong agar ptn bertransformasi menjadi PTNBHMN dengan mengeluarkan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mana dalam pasal 53 UU SPN mengamanatkan pembentukan badan hukum pada semua lembaga pendidikan. Untuk memperjelas implementasi badan hukum pendidikan, pemerintah bersama DPR mengesahkan UU No. 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan pada 17 Desember 2008 dan mengeluarkan PP No. 17 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan dan Pengelolaan Pendidikan4.

Banyak masyarakat mengganggap bahwa pembentukan Badan Hukum Pendidikan merupakan praktik privatisasi dan liberalisasi pendidikan yang tidak sesuai dengan amanat UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Praktik privatisasi dikatakan sebagai proses gradual untuk mentransformasikan metode pengelolaan BUMN dan kekayaan publik lainnya agara dapat secara sehat berkompetisi dengan pihak swasta. Mentranformasikan berarti menyerahkan pengelolaan BUMN yang semula dipegang oleh negara kepada pihak perseorangan5. Sementara proses liberalisasi menunjuk pada penyelenggaraan pendidikan sudah merujuk pada sistem pasar bebas, artinya pendidikan tidak dikatakan sebagai hak yang wajib dipenuhi oleh Pemerintah Negara namun menjadi barang komoditas yang diperjual belikan. Hal ini sangat gamblang terlihat ketika pemerintah mengeluarkan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang kemudian disusul oleh Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 76 dan 77 tahun 2007 yang menyatakan bahwa pendidikan termasuk sektor yang terbuka bagi penanaman modal asing maksimal sampai 49%6. Masyarakat pun beramai-ramai mengajukan permohonan uji materiil/Judicial Review UU No. 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan kepada Mahkamah Konstitusi dikarenakan dianggap tidak sesuai dengan amanat UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Mahkamah Konstitusi pun mengabulkan permohonan tersebut dan menyatakan bahwa UU tersebut batal demi hukum.

Pasca dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi, Pemerintah membentuk UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang secara substansif tidak jauh berbeda dengan UU BHP. Juga menyusul PP No. 58 Tahun 2013 tentang Bentuk dan Mekanisme Pendanaan Perguruan Tinggi Badan Hukum. Hal ini menyiratkan bahwa PTNBHMN hanya ganti baju

4 Ibid., 5 Ibid., 6 Ibid.,

(5)

menjadi PTN-BH, hal ini juga yang menyebabkan masih adanya PTN yang berlabel Badan Hukum artinya dikatakan sebagai subjek hukum mandiri yang dapat melakukan perbuatan hukum secara bertanggung jawab.

Pengukuhan Unpad sebagai PTN-BH ditetapkan pada penghujung masa kepemimpinan Prof. Dr. Ir. Ganjar Kurnia, DEA. Perubahan status ini dikatakan selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Unpad yang telah disesuaikan dengan Rencana Strategis Kemenristekdikti. Hal ini mendukung visi dari Unpad sebagai “Universitas Unggul dalam Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi Kelas Dunia” yang dalam pencapaian visi tersebut dirumuskan 4 tahapan pengembangan strategi agung, yaitu

1. Periode 2012-2014, Unpad menjadi Universitas Riset dan Pelayanan Mutu

2. Periode 2015-2019, Unpad menjadi Universitas Riset dan Berdaya Saing Regional 3. Periode 2020-2024, Unpad menjadi Universitas Riset dan Berdaya Saing

Internasional

Menurut pasal 65 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan tinggi, penyelenggaraan otonomi dapat diberikan secara selektif berdasarkan evaluasi kinerja oleh Mentri kepada PTN dengan menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PK BLU) atau dengan membentuk PTN Badan Hukum untuk menghasilkan pendidikan tinggi bermutu. Otonomi yang dimaksud menurut UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi terbagi menjadi dua, yaitu otonomi bidang akademik dan bidang nonakademik. Dalam bidang akademik meliputi penetapan norma dan kebijakan operasional serta pelaksanaan Tri Dharma dan bidang nonakademik meliputi pelaksanaan organisasi, keuangan, kemahasiswaan, ketenagaan dan sarana prasarana. Sejak 15 September 2008, Unpad telah melaksanakan otonomi PK BLU. Untuk mendukung pencapaian visi Unpad maka pemerintah memandatkan untuk meningkatkan status Unpad sebagai PTN-BH. PTN-BH dikatakan memiliki jangkauan yang lebih luas sebagai penyelenggara pendidikan tinggi, karena menurut pasal 65 ayat (3) UU No.12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, PTN Badan Hukum memiliki

a. Kekayaan awal berupa kekayaan negara yang dipisahkan kecuali tanah; b. Tata kelola dan pengambilan keputusan secara mandiri;

c. Unit yang melaksanakan fungsi akuntabilitas dan transparansi; d. Hak mengelola dana secara mandiri, transparan dan akuntabel;

(6)

e. Wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan sendiri Dosen dan tenaga kependidikan;

f. Wewenang mendirikan badan usaha dan mengembangkan dana abadi dan; g. Wewenang untuk membuka, menyelenggarakan dan menutup program studi. Karena sesuai dengan kriteria yang mendukung Unpad sebagai Perguruan Tinggi yang berdaya saing regional hingga internasional, maka pada 17 Oktober 2014 Unpad resmi dinobatkan sebagai PTN Badan Hukum.

Pembukaan Program Studi Baru di Lingkungan Unpad

Kian waktu yang terus berjalan, ranah edukasi turut mengalami perubahan yang terbentuk dari inovasi-inovasi ideal dan diselaraskan kemudian dioptimalkan dengan baik agar dapat menyesuaikan dengan kemajuan zaman dan teknologi. Instansi Pendidikan Tinggi menyediakan wahana para pemuda untuk memperdalam keilmuan yang cenderung linear dengan minat dan bakat dari tiap pemuda. Ragamnya bidang keilmuan menjadi opsional untuk memilih kecenderungan ilmu yang digeluti dan dikembangkan secara konkret.

Pada kebijakan sebelumnya hanya Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN BH) yang diberikan keleluasan untuk membuka program studi baru, terlebih lagi selain (PTN BH) untuk membuka program studi baru akan memakan waktu yang cukup relatif lama. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menuturkan bahwa diantara empat pokok kebijakan yang termasuk dalam Kampus Merdeka ialah Pembukaan Program Studi Baru yang artinya tiap dari Institusi diberikan otonom untuk membuka Program Studi baru baik Perguruan Tinggi Negeri maupun Perguruan Tinggi Swasta setelah memenuhi syarat berupa kepemilikan Akreditasi “A” dan “B”. Selain itu, syarat tambahan yang belaku mengharuskan program studi yang hendak dibuka telah memiliki kerjasama dengan Mitra Perusahaan, Organisasi Nirlaba, Institusi Multilateral, atau Universitas Top 100 ranking QS .

Pembukaan Program studi baru yang diatur dalam kebijakan kampus merdeka merupakan bentuk penyederhanaan regulasi yang memudahkan untuk tiap institusi dalam membuka program studi. Dalam arti ini, kampus berhak menentukan alur dan kurikulum sendiri dan tidak bergantung pada legalisasi pembukaan program studi baru tersebut. Pembukaan Program Studi baru juga berasaskan solusi untuk menghadapi perkembangan zaman yang memang tidak bisa dipungkiri membutuhkan terampil serta inovasi dari aspek-aspek yang beragam.

(7)

Ide yang diusungkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan akan menjadi legitimasi pembentukan program studi baru yang sesuai perkembangan zaman. Akan tetapi, dalam penerapan pembukaan program studi baru di Unpad itu sendiri haruslah direfleksikan dengan kebutuhan Unpad sendiri. Unpad telah memperoleh status (PTN BH) sejak 17 Oktober 2014 yang ditetapkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2014. Dengan demikian Unpad sendiri sudah memperoleh kewenangan perihal membuka Program Studi baru dengan regulasi yang tidak berbelit-belit.

Kita bisa melihat pada tahun 2019 saja, Unpad sudah membuka tujuh program studi baru pada jenjang sarjana terapan meliputi Akutansi Sektor Publik, Bisnis Internasional, dan Pemasaran Digital pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis; Bisnis Logistik dan Kearsipan Digital pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik; Pariwisata Bahari pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelauran, serta Agroteknopreuneur yang merupakan bentuk integrasi transdisiplin dari berbagai fakultas, seperti Faperta, Fapet, FPIK, dan FTIP.7

Namun, kemudahan pembukaan program studi baru harus disikapi secara bijak oleh Unpad. Walaupun mendapatkan kemudahan untuk membuka program studi baru, Unpad harus menjamin bahwa hal-hal yang akan menunjang penyelenggaraan pembelajaran di program studi tersebut terpenuhi.

Bilamana menengok Peraturan Senat Akademik Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pembukaan, Penutupan, Penggabungan dan Penggantian Nama Fakultas, Sekolah, Departemen, dan Program Studi di Lingkungan Unpad. Maka pembentukan program studi baru harus menjamin terjadinya peningkatan mutu akademik; ketersediaan sumber daya manusia yang memadai; ketersediaan pembiayaan, sarana, dan prasarana penunjang; efisiensi manajemen; persaingan yang sehat dan keharmonisan di antara dan di internal Fakultas, Departemen, dan Program Studi.

Bila Unpad tidak memenuhi hal-hal tersebut, maka dipastikan bisa memengaruhi kualitas pembelajaran dalam program studi baru. Contohnya dalam hal ketersediaan sumber daya manusia yang memadai, bila berbicara penyelenggaraan pendidikan di program studi tentu berkaitan dengan kuantitas dan kualitas dosen. Dosen merupakan salah satu faktor pendukung suatu institusi menghasilkan peserta didik yang berkualitas. Memang jika melihat

7 Arief Maulana. 2019. Merespons Kebutuhan Pasar, Unpad Buka Tujuh Program Studi Baru pada Jenjang

Sarjana Terapan. Diakses dari http://www.unpad.ac.id/2019/06/merespons-kebutuhan-pasar-unpad-buka-tujuh-program-studi-baru-pada-jenjang-sarjana-terapan/ pada 29 April 2020

(8)

dinamika edukasi ranah Pendidikan tinggi bisa dibilang cukup berbeda dengan sistem pembelajaran di tingkat dasar dan menengah yang mana peserta didik di tingkat pendidikan tinggi tidak lagi dituntun oleh tenaga pengajar. Peserta didik di tingkat pendidikan tinggi hanya memperoleh sebagian pondasi dasar edukasi yang mereka geluti dikelas, selebihnya mereka dapat menggunakan keantusiasan mereka dengan cara mencari pengetahuan di luar kelas yang dapat dikembangkan secara sendiri untuk menopang ilmu yang mereka peroleh dari dalam kelas. Akan tetapi, bagaimana jika peserta didik pun juga tidak memperoleh ilmu yang memadai dari kelas sebagai dasar ilmu mereka. Sehingga peserta didik tidak dapat menggali ilmu mereka diluar kelas karena mereka saja tidak memilki basic atau dasar ilmu yang memumpuni. Hal tersebut yang harus dijamin Unpad ketika membuka program studi baru adalah memastikan dosen yang akan mengajar di program studi baru tersebut memenuhi standar kuantitas dan kualitas yang memadai.

Dalam hal pembiayaan, Unpad juga harus menjamin pengenaan UKT berkeadilan pada mahasiswa yang mengambil program studi baru. Permasalahan utamanya adalah mahasiswa pada program studi baru masih dikenakan penyamarataan UKT di golongan tertinggi. Padahal, bila melihat definisi UKT berdasarkan pasal 1 angka 6 Permenristekdikti No 39 Tahun 2017 tentang Biaya Kuliah dan Uang Kuliah Tunggal Pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Kemenristekdikti merupakan sebagian BKT yang ditanggung oleh mahasiswa berdasarkan kemampuan ekonominya. Bila Unpad malah mengenakan penyamarataan UKT pada mahasiswa program studi baru, hal itu bertentangan dengan definisi UKT sendiri yang harus memerhatikan kemampuan ekonomi mahasiswa.

Dalam hal sarana dan prasarana, ketika hendak membuka program studi baru, Unpad harus berkaca apakah memiliki fasilitas fundamental dalam pembelajaran seperti ruang kelas, laboratorium, dan ruangan lainnya yang digunakan untuk proses belajar mengajar. Jangan sampai semangat membuka program studi baru malah bertentangan dengan realita jumlah ruangan yang dimiliki Unpad.

Dari contoh yang disebutkan diatas, banyak hal yang harus diperhatikan dalam membuka program studi. Dalam hal ini, hal-hal tersebut merupakan bentuk kesiapan Unpad itu sendiri. Jangan sampai kemudahan membuka program studi yang ditujukan untuk ide yang luar biasa malah hasilnya berkebalikan dengan kenyataan yang dihadapi.

(9)

Akreditasi dan World Class University

Kemudahan akreditasi menjadi salah satu hal yang ditawarkan oleh kebijakan kampus merdeka. Dalam konteks kampur merdeka, akreditasi yang sudah ditetapkan BAN-PT yang berlaku selama lima tahun akan diperbaharui secara otomatis, sehingga kampus tidak perlu mengurus berkas akreditasi ulang setiap lima tahun sekali. Namun, kebijakan ini memberi catatan bahwa akreditasi otomatis dilakukan dengan catatan tidak terdapat indikasi penurunan mutu. Selain itu, Perguruan Tinggi dan program studi yang terakreditasi B dan C dapat mengajukan secara sukarela kenaikan akreditasi kapanpun dengan catatan pengajuan reakreditasi pada Perguruan Tinggi dan program studi dibatasi paling cepat dua tahun setelah mendapatkan akreditasi terakhir. Juga kebijakan ini mengizinkan pemberian akreditasi A bagi program studi yang berhasil mendapatkan akreditasi internasional yang diakui dalam Keputusan Menteri.

Di Unpad sendiri, Prof. Rina menyebutkan bahwa prodi yang sudah terakreditasi A tidak perlu reakreditasi. Unpad mendorong untuk akreditasi internasional bereputasi.8 Dalam hal ini, apa yang disampaikan Prof. Rina memang sesuai dengan gagasan yang ia bawa sejak menjadi calon rektor, yaitu academic excellence dan terekognisi secara nasional dan internasional dengan program internasionalisasi fakultas dan prodi 4.0 berkelas dunia.9

Terkait marwah “kelas dunia” nampaknya bukan suatu hal yang asing di Unpad. Bilamana melihat Rencana Pengembangan Jangka Panjang (RPJP) Unpad yang telah disesuaikan dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Departemen Pendidikan Nasional 2005-2025 dan Rencana Strategis Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi 2015-2019 maka RPJP Unpad mengalami penyesuaian dengan jangka waktu 2007-2024, hal ini bermuara dengan percepatan pencapaian visi Unpad sebagai World Class University pada tahun 2024 yang dapat dilihat di visi Unpad itu sendiri.

Visi tersebut menunjukan bahwa Unpad memiliki cita-cita memiliki predikat world clas university. Gagasan Prof. Rina tidak lain ditujukan untuk mewujudkan visi tersebut, kita bisa melihat di visi Prof. Rina ketika mencalonkan diri sebagai rektor ialah “menciptakan manfaat kepada masyarakat dan mewujudkan Unpad menjadi salah satu dari 500 universitas

8 Arief Maulana., loc.cit

(10)

terbaik dunia”. Sehingga untuk mendapat predikat sebagai world class university harus didukung oleh sekup terkecil dalam struktur tata kelola di universitas yaitu program studi.

Isu mengenai world class university memang menjadi primadona setiap kampus. Rasanya seluruh PTN di Indonesia sangat menginginkan bahkan berlomba-lomba untuk mendapatkan predikat tersebut. Namun, predikat world class university memang menjadi sesuatu hal yang bisa berbeda satu sama lain tergantung siapa lembaga yang mengeluarkannya. Artinya, pengakuan lembaga internasional merupakan suatu hal yang menentukan suatu perguruan tinggi dapat disebut sebagai world class university. Levin, Jeong dan Ou mengutip pendapat Ambrose King dari Chinese University of Hong Kong mengatakan bahwa kampus berskala internasional adalah kampus dengan dosen yang secara tetap mempublikasikan penelitian mereka pada jurnal-jurnal yang diakui oleh disiplin keilmuan masing-masing, juga lulusannya bekerja di seluruh penjuru dunia.10 Selanjutnya Levin, Jeong dan Ou membuat beberapa tolak ukur dari apa yang disebut world class university11 sebagai berikut

1. Keunggulan Penelitian (excellence in research) antara lain ditujukan dengan kualitas penelitian, yakni produktivitas dan kreativitas penelitian, publikasi hasil penelitian, banyaknya lembaga donor yang bersedia membantu penelitian, adanya hak paten dan sejenisnya

2. Dilihat dari kebebasan akademik dan atmosfer kegembiraan intelektual 3. Dilihat dari pengelolaan diri yang kuat (self management)

4. Fasilitas dan pendanaan yang cukup memadai, termasuk berkolaborasi dengan lembaga internasional

5. Dilihat dari keanekaragaman (diversity), antara lain kampus harus inklusif terhadap berbagai ranah sosial yang berbeda dari mahasiswa, termasuk keragaman ranah keilmuan

6. Dilihat dari internasionalisasi, misal internasionalisasi program dengan meningkatkan pertukaran mahasiswa, masuknya mahasiswa internasional/asing, internasionalisasi kurikulum, koneksi internasional dengan lembaga lain (kampus dan perusahaan diseluruh dunia) untuk mendirikan program berkelas dunia.

10 Darmaningtyas, dkk., op.cit hlm. 232 11 Ibid.,

(11)

7. Dilihat dari kepemimpinan yang demokratis yaitu dengan kompetisi terbuka antar fakultas dan mahasiswa, juga kolaborasi dengan konstituen eksternal

8. Dilihat dari mahasiswa yang berbakat

9. Dilihat dari penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi 10. Dilihat dari kualitas pembelajaran dalam perkuliahan

11. Koneksi dengan masyarakat atau kebutuhan komunitas 12. Kolaborasi internal kampus

Jadi, apa yang didapat dari pendapat Levin, Jeong dan Ou bahwa secara garis besar world class university dipahami sebagai mekanisme perangkingan/ pemringkatan dalam skala internasional.12 Dan setiap lembaga dan stakeholder yang berbeda memiliki pemahaman yang berbeda pula tentang world class university. Unpad sendiri menggunakan pemringkatan yang dikeluarkan oleh QS University World Rankings sebagai acuan untuk mendapatkan predikat world class university.

Namun, lembaga yang mengeluarkan pemringkatan dalam skala internasional tidak hanya QS semata, ada yang lain juga seperti THE (Time Higher Education), SJTU (Shanghai Jiao Tong University), dan Webometric. Setiap lembaga tersebut memiliki metode masing-masing yang diklaim sebagai suatu cara yang paling baik untuk menilai suatu universitas, dan masing-masing lembaga tersebut berlomba-lomba agar diakui sebagai lembaga yang berkepastian dalam memeringkatkan nilai keterbaikan universitas. Dan tentulah jika terjadi seperti itu, maka yang perlu digaris bawahi adalah apakah penilaian yang dilakukan oleh lembaga yang bersangkutan dapat mempertahankan nilai objektif? Sebab tidak ada aturan absolut yang mengatur bagaimana kriteria dari world class university karena masing-masing lembaga survey punya metodologi sendiri-sendiri yang dianggap paling baik oleh mereka. Dalam hal ini, kemudahan akreditasi memang akan memudahkan Unpad untuk mendapat rekognisi baik secara nasional maupun internasional. Namun, orientasi world class university jangan sampai membuat Unpad menutup mata untuk memberikan kebermanfaatan masyarakat. Sebagaimana yang dikatakan Hasanuddin Abidin—anggota Senat Akademik ITB—yang mengatakan “Percuma jika punya peringkat tinggi, tetapi tidak berkontribusi bagi masyarakat. World Class University penting, tetapi jauh lebih penting adalah bagaimana perguruan tinggi itu bermanfaat bagi negara dan masyarakat”.

(12)

Hak Belajar 3 Semester di luar Prodi

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengusungkan pada pemaparan kebijakan kampus Merdeka terkait hak belajar tiga semester di luar prodi. Mendikbud menyampaikan kebijakan tersebut memberikan kebebasan bagi mahasiswa untuk memperoleh ilmu tidak hanya terpaut pada institusi atau ruang perkuliahan. Harapannya adalah mahasiswa dapat memilih minatnya kemana untuk dikembangkan dan dihargai SKS layaknya pembelajaran didalam kelas, sehingga mahasiswa dapat memperoleh ilmu, penerapan mandiri, disiplin, serta pengalaman berharga yang tidak hanya mengacu pada kelas. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan juga menuturkan bahwa kebijakan ini bersifat opsional dan sukarela. Kebijakan ini tidak mengekang seluruh mahasiswa untuk mengikuti alur ini . Kebijakan ini adalah fasilitas yang disediakan Kemendikbud bagi tiap tiap mahasiswa yang memang pada dasarnya memiliki ambisi ambisi diluar akademik seperti organisasi, komunitas, dan kegiatan yang lain lainnya. Mendikbud juga menuturkan bahwa kebijakan Kampus Merdeka ini adalah mengubah sistem program sarjana untuk menyokong mahasiswa dalam menghadapin tantangan masa depan yang penuh dengan ketidakpastian . Dengan adanya kebijakan SKS di luar kelas menjadi sarana tiap mahasiswa untuk berhadapan dengan lingkungan kerja yang sesungguhnya yang diumpamakan bahwa perkuliahan merupakan kolam dan lingkungan kerja adalah lautan besar untuk berlabuh dengan segala tantangan yang mahasiswa tidak pernah menemukannya di dalam perkuliahan.13 Kebijakan ini ditujukan untuk menggenjot peningkatan mutu serta kesiapan mahasiswa agar tidak terkejut ketika menghadapi tantangan di lingkungan kerja yang sesungguhnya. Melalui kebijakan kampus merdeka mahasiswa dapat mengambil SKS diluar perguruan Tinggi sebanyak dua semester atau setara dengan 40 SKS . Ditambah mahasiswa diperbolehkan untuk mengambil SKS di prodi yang berbeda di perguruan tinggi yang sama sebanyak satu semester atau setara dengan 20 SKS. Dengan kata lain Jumlah SKS yang wajib diambil dalam prodi asal adalah sebanyak lima semester . Akan tetapi kebijakan tersebut tidak belaku terhadap rumpun kesehatan.14

Dengan demikian adanya redefinisi SKS sedari yang diartikan “Jam Belajar” menjadi “Jam Kegiatan”. Kegiatan tersebut memudahkan mahasiswa dalam melakukan bidang yang

13 Kemendikbud. 2020. Kebijakan Kampus Merdeka, Mahasiswa Dapat Ambil Pembelajaran di luar Prodi.

Diakses dari https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2020/01/kebijakan-kampus-merdeka-mahasiswa-dapat-ambil-pembelajaran-di-luar-prodi pada 29 April 2020

(13)

memang dibilang edukatif dan juga dihargai SKS seperti kerja, pertukaran pelajar, proyek di desa, riset atau penelitian, kegiatan wirausaha, dll. Kegiatan tersebut dapat diambil dengan catatan telah dikonsultasikan kepada dosen terkait .

Perlunya adanya peninjauan kembali terkait kebijakan ini lantaran dikhawatirkan ketika mahasiswa ingin mencoba mengambil prodi lain di institusi yang lain, tak dapat dipungkiri bahwa hanya kampus-kampus ternama yang akan menjadi sasaran bagi mahasiswa . Dan ini pun juga harus melihat dari kuota atau kesediaan fasilitas dari kampus yang dituju yang pada akhirnya akan menimbulkan overload pada beberapa institusi. Hal ini juga cenderung akan menandakan bahwa makin besarnya ketimpangan antara Institusi satu dengan yang lain Dalam penerapan kebijakan ini pada Unpad kembali harus direfleksikan dengan kesediaan Unpad memfasilitasi untuk mendukung pengoptimalan pada kebijakan ini . Selain Unpad harus mempersiapkan kompeten mahasiswa untuk memperoleh SKS yang diinginkan, Unpad juga harus siap sedia menampung menerima mahasiswa instansi lain yang menjadikan Unpad sebagai lahan untuk mengambil SKS nya. Maka dari itu, sebelum melaksanakan kebijakan tersebut, diperlukan kesiapan dari pihak Unpad sendiri dalam menstandarisasi fasilitas sesuai kebutuhan untuk menciptakan pengajaran yang relevan. Lalu kesediaan untuk memfasilitasi Mahasiswa yang hendak mengambil SKS diluar dan menerima mahasiwa yang menjadikan Unpad sebagai pengambilan SKS tersebut. Terlebih lagi dengan sistem lintas jurusan yang dikhawatirkan hanya ada beberapa program favorit yang dijadikan tujuan sehingga ketimpangan secara kuantitas dan dalam kualitas pembelaran yang tidak efektif.

Menjadi Simalakama?

Kampus merdeka mendorong para mahasiswa untuk melakukan kegiatan diluar kampus asal, salah satunya adalah pengambilan program magang yang dapat diambil selama 2 semester atau setara dengan 40 sks. Perlu kejelasan mengenai kegiatan ini karena selama 2 semester para mahasiswa akan melakukan kegiatan yang dilakukan diluar kampus.

Program magang juga beresiko menyebabkan ketidaksesuaian dengan program kuliah 3,5 tahun. Penggunaan 2 semester yang berarti 1 tahun kuliah akan memangkas waktu belajar para mahasiswa yang berarti mahasiswa hanya akan belajar selama 2,5 tahun di prodi yang dipilihnya. Untuk menyelesaikan seluruh pembelajaran selama 2,5 tahun dirasa akan sangat membebani para mahasiswa.

(14)

Kegiatan magang dapat membuat mahasiswa lebih mengembangkan minat dan bakatnya di luar prodi yang saat ini dijalaninya, program magang juga dapat membuat para mahasiswa memilki pengalaman lain yang akan berguna disaat sudah lulus kuliah. Akan tetapi program magang hingga 2 semester juga dapat menimbulkan dampak buruk. Waktu 2 semester mahasiswa yang seharusnya dapat digunakan untuk mempelajari ilmu sesuai dengan prodinya akan tergantikan oleh magang. Hal ini akan berdampak pada tingkat pemahaman mengenai materi tersebut karena untuk menyelesaikan seluruh materi pembelajaran akan pemadatan atau ada materi yang tidak diajarkan yang menyebabkan dasar ilmu yang memumpuni.

Perihal pembiayaan para mahasiswa setiap semesternya harus mengeluarkan uang untuk membayar UKT. Jika program magang ini diadakan perlu diberikan kejelasan bagaimana dengan pembayaran UKT para mahasiswa, apakah mahasiswa tidak akan dikenakan biaya perkuliahan atau bahkan pembayaran UKT digunakan untuk pembiayaaan. Sedangkan untuk para peserta bidik misi dan kartu Indonesia pintar (KIP) akan mendapatkan uang saku untuk transport senilai 500.000 – 700.000 rupiah yang didapat dari kartu Indonesia pintar (KIP).15

Diskursus kekerasan seksual selalu menjadi perbincangan hangat di masyarakat. Nampaknya, isu ini telah berkembang dari ruang privat menuju ruang publik. Perjuangan menciptakan kondisi ketertiban hukum dalam kasus kekerasan seksual, tidak hanya diperjuangkan dalam ruang lingkup negara saja lewat upaya pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, tetapi juga dilakukan di ruang lingkup kampus yang selama ini dianggap baik-baik saja.

Kampus Merdeka: Merdeka dari Kasus Kekerasan Seksual

Kekerasan seksual dalam kampus pun layaknya sudah menjadi gunung es yang menunjukan semakin kita ketahui bahwa kampus masih belum menjadi zona aman dari kekerasan seksual. Kita bisa melihat realita itu dalam laporan kolaborasi #NamaBaikKampus yang melibatkan Tirto, VICE Indonesia, dan The Jakarta Post. Dalam laporan ini, ketiga lembaga tersebut mengacu pada definisi juga bentuk yang terdapat dalam RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, yaitu pelecehan seksual, eksploitasi seksual, pemaksaan kontrasepsi,

15 CNN Indonesia. 2020. Program Nadiem, Mahasiswa Magang Terima 500 Ribu. Diakses dari

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200222025526-20-477014/program-nadiem-mahasiswa-magang-terima-rp500-ribu pada 29 April 2020

(15)

pemaksaan aborsi, pemerkosaan, pemaksaan perkawinan, pemaksaan pelacuran, perbudakan seksual, dan penyiksaan seksual.16 Dari forum testimoni yang disebar ke publik melalui media sosial sejak 13 Februari hingga 28 Maret 2019, terdapat 207 testimoni yang terkualifikasi 174 kasus di 79 Kampus yang tersebar di 29 Kota di Indonesia.17

Tentu data tesebut merupakan serpihan kecil yang menunjukan realita kekerasan seksual dalam kampus, disinyalir keadaannya bisa jauh lebih memprihatinkan dari apa yang disampaikan dalam laporan tersebut. Dalam hal ini lah, kampus harus bertransformasi menjadi zona aman dari kasus kekerasan seksual. Kampus harus bisa menjamin sivitas akademikanya tidak mengalami kekerasan seksual selama masa menimba ilmu.

Setidaknya, ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh kampus untuk mewujudkan hal tersebut (1) kampus harus membuat regulasi penanganan kasus dan sanksi yang jelas bagi pelaku; (2) membentuk tim investigasi independen dan imparsial yang melibatkan seluruh elemen kampus; (3) menyediakan pendampingan bagi korban yang melapor; dan (4) menyediakan jasa psikolog/psikiater bagi korban.18

Bagaimana di Unpad? dari penuturan yang disampaikan oleh Humas Unpad, skema penanganan kekerasan seksual adalah mahasiswa pelapor membuat laporan resmi dengan meminta bantuan Manajer Akademik di fakultasnya, lalu Manajer Akademik akan melanjutkan laporan tersebut kepada pihak universitas untuk ditindaklanjuti. Alternatif lain, mahasiswa pelapor juga bisa meminta bantuan TPBK di fakultas masing-masing. Mahasiswa yang bersangkutan kemudian akan diberi pendampingan psikologis maupun hukum bila menghendaki.19

Dalam hal ini, bila kita berpatokan pada rekomendasi yang dikeluarkan oleh kolaborasi #NamaBaikKampus, maka apa yang dilakukan Unpad belum lah cukup. Apalagi, salah satu point kritis dari skema ini juga belum diketahui publik secara luas.

Pertama, Unpad belum memiliki regulasi yang mengatur skema penanganan kekerasan seksual. Regulasi sanga diperlukan agar skema penanganan kekerasan seksual diatur secara ajeg. Sehingga, dalam hal ini tidak membuka celah adanya negosiasi dalam penanganan kekerasan seksual yang akan merugikan korban. Selain itu, pelembagaan norma dalam

16 Wan Ulfa Nur Zuhra. 2019. Testimoni Kekerasan Seksual: 174 Penyintas, 79 Kampus, 29 Kota. Diakses dari https://tirto.id/testimoni-kekerasan-seksual-174-penyintas-79-kampus-29-kota-dmTW pada 30 April 2020

17 Ibid., 18 Ibid.,

(16)

instrumen hukum akan menggambarkan bentuk keseriusan Unpad dalam menanggapi isu kekerasan sekual di dalam kampus. Kita bisa mengambil contoh di UGM yang memiliki Peraturan Rektor Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual oleh Masyarakat Universitas Gadjah Mada. Terlepas dari kisruhnya, UGM berhasil memperlihatkan keseriusan untuk mewujudkan kampus yang aman dari kasus kekerasan seksual. Dalam hal ini, Peraturan Rektor tersebut mengatur mengenai prosedur pencegahan, prosedur penanganan, jenis kekerasan seksual yang dialami di dalam kampus, hak-hak penyintas, dan sanksi terhadap pelaku.

Instrumen hukum ini juga diperlukan Unpad agar menjamin terciptanya kondisi ketertiban dan kepastian hukum yang mengikat seluruh sivitas akademika di lingkungan kampus. Tanpa instrumen ini, maka sulit untuk mewujudkan situasi tersebut. Instrumen hukum juga dapat menjadi lahan untuk masuknya rekomendasi lanjutannya seperti pembentukan tim investigasi, layanan pendampingan, dan jasa psikolog atau psikiater.

Dalam hal ini, leveling terbaik peraturan yang harus dibuat Unpad berada di level peraturan rektor. Hal ini wajar, karena berdasarkan Tugas dan Wewenang Rektor berdasarkan pasal 26 PP No. 51 Tahun 2015 tentang Statuta Universitas Padjadjaran, Rektor memiliki wewenang untuk menyusun dan menetapkan kebijakan operasional akademik dan non akademik dan menjatuhkan sanksi kepada sivitas akademika dan tenaga kependidikan yang melakukan pelanggaran terhadap norma, etika, dan/atau peraturan akademik. Dan dalam hal penanganan kekerasan seksual, peraturan merupakan bentuk ideal yang dapat menjamin secara pasti hak-hak korban.

Kedua, terkait tim investigasi, Unpad belum memberikan secara lanjut bagaimana prosedur penanganan kekerasan seksual dilaksanakan. Dalam hal ini, Unpad belum mampu menunjukan apa yang akan dilakukan untuk menyelesaikan kasus kekerasan seksual yang dialami mahasiswa setelah mahasiswa yang bersangkutan melaporkan dugaan adanya kekerasan seksual yang dialami oleh dirinya.

Ketiga, perihal pendampingan dan jasa psikolog atau psikiater, Unpad sudah memberikan layanan melalui TPBK fakultas masing-masing. Sehingga rekomendasi ini sudah dilakukan oleh Unpad.

Terkait pemaparan di atas, kemerdekaan dalam kampus merdeka harus ditarik jauh hingga bisa memastikan konteks kemerdekaan itu bisa memastikan transofrmasi Unpad menjadi

(17)

zona aman dari kasus kekerasan seksual. Unpad harus bisa menetapkan kebijakan operasional ini agar menciptakan ketertiban dan kepastian hukum baik bagi korban dan pelaku. Hal ini dapat dimulai dengan memastikan adanya peraturan rektor yang memiliki muatan penanganan kasus kekerasan seksual.

Penutup

Kampus merdeka sebagai gebrakan baru dari Mendikbud Nadiem Makarim haruslah disikapi secara bijak oleh Unpad. Dalam hal ini setiap dimensi dari kampus merdeka memiliki plus minus yang menjadi diskurus hangat di ruang publik. Dari segi PTN BH, kemudahan membuka program studi baru, akreditasi dan wacana World Class University, hak belajar 3 semester di luar program studi, semua memiliki dampak bila Unpad terlalu tergesa-gesa mengesahkan tanpa melihat kenyataan yang ada di lapangan.

Selain itu, konteks kemerdekaan juga harus dijamin oleh Unpad dengan memastikan bahwa kampus merupakan zona aman dari kekerasan seksual. Kemerdekaan itu dapat dicapai dengan Unpad yang harus memiliki instrumen hukum—dalam hal ini peraturan rektor—yang mengatur penanganan kekerasan seksual dalam kampus. Instrumen ini akan menjadi landasan operasional yang menjamin terciptanya ketertiban dan kepastian hukum bagi korban dan pelaku.

(18)

Referensi

Arif Maulana. 2020. Rektor Sampaikan Program Kampus Merdeka dan Dana Abadi Padjadjaran. Diakses dari http://www.unpad.ac.id/2020/02/rektor-sampaikan-program-kampus-merdeka-dan-dana-abadi-padjadjaran/ pada 29 April 2020

Arief Maulana. 2019. Merespons Kebutuhan Pasar, Unpad Buka Tujuh Program Studi Baru pada Jenjang Sarjana Terapan. Diakses dari http://www.unpad.ac.id/2019/06/merespons-kebutuhan-pasar-unpad-buka-tujuh-program-studi-baru-pada-jenjang-sarjana-terapan/ pada 29 April 2020

CNN Indonesia. 2020. Program Nadiem, Mahasiswa Magang Terima 500 Ribu. Diakses dari

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200222025526-20-477014/program-nadiem-mahasiswa-magang-terima-rp500-ribu pada 29 April 2020

Darmaningtyas dkk. 2014. Melawan Liberalisme Pendidikan. Malang: Madani

Kemendikbud. 2020. Kemendikbud Sosialisasikan Permendikbud sebagai Payung Hukum

Kampus Merdeka. Diakses dari

https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2020/02/kemendikbud-sosialisasikan-lima-permendikbud-sebagai-payung-hukum-kampus-merdeka pada 29 April 2020

Kemendikbud. 2020. Kebijakan Kampus Merdeka, Mahasiswa Dapat Ambil Pembelajaran di luar Prodi. Diakses dari https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2020/01/kebijakan-kampus-merdeka-mahasiswa-dapat-ambil-pembelajaran-di-luar-prodi pada 29 April 2020

Wan Ulfa Nur Zuhra. 2019. Testimoni Kekerasan Seksual: 174 Penyintas, 79 Kampus, 29 Kota. Diakses dari https://tirto.id/testimoni-kekerasan-seksual-174-penyintas-79-kampus-29-kota-dmTW pada 30 April 2020

Referensi

Dokumen terkait

52 Suci Sulistia Ningsi H0218028 PENDIDIKAN MATEMATIKA Asistensi Mengajar DAFTAR MAHASISWA PROGRAM KAMPUS MERDEKA BELAJAR KAMPUS MERDEKA. UNIVERSITAS

Berdasarkan hal tersebut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan telah memberlakukan kebijakan baru di bidang pendidikan tinggi melalui program “Merdeka Belajar – Kampus Merdeka

Sebenarnya, sebelum adanya program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang menjadi kebijakan Mendikbud & Ristekdikti RI untuk dilaksanakan di Perguruan Tinggi

Kebijakan Kampus Merdeka mendorong pengembangan minat wirausaha mahasiswa dengan program kegiatan belajar yang sesuai. Kegiatan wirausaha memiliki tujuan, yaitu: 1)

Tugas dan Fungsi Universitas Negeri Surabaya dalam pelaksanaan Kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) sangat berkomitmen dalam pelaksanaan Kebijakan MBKM ini,

Secara akademik, Kebijakan Merdeka Belajar - Kampus Merdeka Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan FEB Universitas Riau berlandaskan kepada Permendikbud Nomor 3

Catatan Penggunaan i Buku Panduan Merdeka Belajar - Kampus Merdeka | Buku Panduan Merdeka Belajar Kampus Merdeka ini dapat direproduksi atau disimpan dalam bentuk apapun misalnya

Kinerja Kebijakan Kampus Merdeka pada Program Magang Bersertifikat dan Studi