• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANAN DIGITAL EVIDENCE SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM TINDAK PIDANA HAK CIPTA PROGRAM KOMPUTER ABSTRACT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERANAN DIGITAL EVIDENCE SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM TINDAK PIDANA HAK CIPTA PROGRAM KOMPUTER ABSTRACT"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN DIGITAL EVIDENCE SEBAGAI ALAT BUKTI

DALAM TINDAK PIDANA HAK CIPTA PROGRAM KOMPUTER

Iswanto*, Sri Endah Wahyuningsih** *

Mahasiswa Magister (S-2) Ilmu Hukum UNISSULA Semarang email : [email protected]

**

Dosen Fakultas Hukum UNISSULA Semarang

ABSTRACT

The formulation of the problem is Digital Evidence in the form of Electronic Information and Document of acknowledged and acts as Evidence Instrument in the process of proofing the crime of Computer Program’s Copyright as mentioned in Article 184 Paragraph (1) of Law of The Republic of Indonesia Number 8 Year 1981 regarding Criminal Procedure Code, and how to obtain Digital Evidence in the form of Electronic Information and Document that must be guaranteed its authenticity, its integrity and availability, to ensure the fulfillment of material requirements by using Digital Forensic Computer, and the formal requirements of Digital Evidence and the print-out. This research used the method of juridical empirical or sociological law research; data collection is done by interview, literature research and field research.

The research concludes that Digital Evidence is Electronic Information and Document which includes information about number and code of information from Computer Program and its prints, can only be obtained by using Digital Forensic Computer which is guaranteed its authenticity, its integrity and availability, and is a Proof of Letter which has power proof of material aspect in criminal act of copyright referred to in Article 111 paragraph (2) of Law of The Republic of Indonesia Number 28 Year 2014 regarding Copyright and Article 1 number 1 and 4 of Law of The Republic of Indonesia Number 19 Year 2016 regarding Amendment of Law of The Republic of Indonesia Number 11 Year 2008 regarding Information and Electronic Transactions. While the

Digital Evidence Evaluation Report made by the Investigator is a Proof of Letter that has the

evidentiary power of the Formal Aspect, as referred to in Article 184 Paragraph (1) letter c of Law of The Republic of Indonesia Number 8 Year 1981 regarding Criminal Procedure Code. So Digital

Evidence, Electronic Information and Document serve as a valid Tool of Evidence in the Criminal

Act of Copyright.

Keywords : Digital Evidence, Copyright.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hak Cipta merupakan kekayaan intelektual di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang mempunyai peranan strategis dalam mendukung pembangunan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

(2)

Jurnal Reformasi Hukum Vol. 1. No.1 September 2017 : 169 - 186

memerlukan peningkatan perlindungan dan jaminan kepastian hukum bagi pencipta, pemegang Hak Cipta, dan pemilik Hak Terkait.

Hak Cipta wajib mendapatkan perlindungan hukum sebagai upaya untuk melindungi Hak Ekonomi dan Hak Moral Pencipta dan pemilik Hak Terkait sebagai unsur penting dalam pembangunan kreativitas nasional. Teringkarinya hak ekonomi dan hak moral dapat mengikis motivasi para Pencipta dan pemilik Hak Terkait untuk berkreasi. Hilangnya Motivasi seperti ini akan berdampak luas pada runtuhnya kreativitas makro bangsa Indonesia. Bercermin kepada negara-negara maju tampak bahwa perlindungan yang memadai terhadap Hak Cipta telah berhasil membawa pertumbuhan ekonomi kreatif secara signifikan dan memberikan kontribusi nyata bagi perekonomian dan kesejahteraan rakyat.

Upaya sungguh-sungguh dari Negara untuk melindungi hak ekonomi dan hak moral Pencipta dan pemilik Hak Terkait sebagai unsur penting dalam pembangunan kreativitas nasional telah diwujudkan dengan langkah Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia dan Pemerintah mengganti Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang disahkan oleh Presiden RI dan diundangkan oleh Menteri Kumham RI pada tanggal 16 Oktober 2014.

Di tingkat Internasional, Indonesia telah ikut serta menjadi anggota dalam Agreement

Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan

Dunia) yang mencakup Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan tentang Aspek-Aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual) yang selanjutnya disebut TRIPs, melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994.

Selain itu, Indonesia telah meratifikasi Berne Convention for the Protection of Artistic and

Literary Works (Konvensi Bern tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra) melalui Keputusan

Presiden Nomor 18 Tahun 1997 dan World Intellectual Property Organization Copyright Treaty (Perjanjian Hak Cipta WIPO) yang selanjutnya disebut WCT, melalui Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997, serta World Intellectual Property Organization Performances and Phonograms

Treaty (Perjanjian Karya-Karya Pertunjukan dan Karya-Karya Fonogram WIPO) yang selanjutnya

disebut WPPT, melalui Keputusan Presiden Nomor 74 Tahun 2004.

Dengan ikut sertanya Indonesia menjadi anggota berbagai perjanjian Internasional dibidang hak cipta dan hak terkait sehingga diperlukan implementasi lebih lanjut dalam sistem hukum nasional agar para pencipta dan kreator nasional mampu berkompetisi secara internasional. Dan dalam perdagangan dunia yang mencakup TRIPs, maka pengaturan perlindungan dan penegakan

(3)

aturan perlindungan di bidang HKI yang di dalamnya termasuk Hak Cipta dan Hak Terkait, dilakukan dalam kerangka sistem perdagangan dunia yang tunduk pada prinsip-prinsip GATT (General Agreement on Tariff and Trade) yang menjadi dasar Persetujuan Pembentukan WTO yaitu prinsip National Treatment, Most Favoured Nations dan Transparency. Prinsip National Treatment menentukan bahwa pemegang HKI dari negara lain akan mendapatkan perlindungan yang sama dengan pemegang HKI warga negara dari negara anggota WTO. Prinsip Most Favoured Nations menentukan perlakuan yang sama terhadap pemegang HKI dari negara-negara lain. Prinsip

Transparency mengharuskan negara-negara anggota WTO lebih terbuka dalam pengaturan dan

pelaksanaan perundang-undangan nasional dalam perlindungan HKI.

Implementasi lebih lanjut dalam sistem hukum nasional atas perjanjian internasional dibidang hak cipta dan hak terkait tersebut telah tertuang dalam Pasal 2 huruf c Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang berbunyi:

Undang-Undang ini berlaku terhadap semua Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait dan pengguna Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait bukan warga negara Indonesia, bukan penduduk Indonesia, dan bukan badan hukum Indonesia dengan ketentuan:

1. negaranya mempunyai perjanjian bilateral dengan negara Republik Indonesia mengenai pelindungan Hak Cipta dan Hak Terkait; atau

2. negaranya dan negara Republik Indonesia merupakan pihak atau peserta dalam perjanjianmultilateral yang sama mengenai pelindungan Hak Cipta dan Hak Terkait. Di dalam pasal 2 huruf c tersebut secara tegas menyebutkan bahwa Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta melindungi Ciptaan milik warga negara, penduduk dan badan hukum dari negara lain.

Sejalan dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, salah satu bentuk Ciptaan milik warga negara, penduduk dan badan hukum dari negara lain yang banyak digunakan di Indonesia adalah Computer Software (perangkat lunak komputer) yang di dalamnya termasuk Program Komputer. Computer Software tersebut antara lain Microsoft Windows dan Microsoft

Office yang diciptakan oleh Microsoft Corporation yang berkantor pusat di Redmond, Washington,

Amerika Serikat dan didirikan oleh Bill Gates.

Di dalam Ilmu Komputer, dikenal adanya Computer System atau Computer (Sistem Komputer atau Komputer) yaitu suatu jaringan elektronik yang terdiri dari Computer Software atau

(4)

Jurnal Reformasi Hukum Vol. 1. No.1 September 2017 : 169 - 186

(perangkat keras komputer atau perangkat keras) yang melakukan tugas tertentu (menerima input, memproses input, menyimpan perintah-perintah, dan menyediakan output dalam bentuk informasi). Selain itu dapat pula diartikan sebagai elemen-elemen yang terkait untuk menjalankan suatu aktivitas dengan menggunakan komputer.

Komputer dapat membantu manusia dalam melakukan pekerjaan sehari-harinya, pekerjaan itu seperti: pengolahan kata, pengolahan angka, dan pengolahan gambar. Secara lengkap Elemen dari Sistem Komputer terdiri dari manusianya (brainware), perangkat lunak (software), set instruksi (instruction set), dan perangkat keras (hardware). Dengan demikian komponen tersebut merupakan elemen yang terlibat dalam suatu sistem komputer.

Computer Software (perangkat lunak komputer) atau sering disingkat Software (perangkat

lunak) adalah istilah khusus untuk data yang diformat, dan disimpan secara digital, termasuk program komputer, dokumentasinya, dan berbagai informasi yang bisa dibaca, dan ditulis oleh komputer. Dengan kata lain, Computer Software (perangkat lunak komputer) merupakan bagian sistem komputer yang tidak berwujud. Istilah ini untuk membedakan dengan Computer Hardware (perangkat keras komputer).1 Jadi Program Komputer adalah bagian dari Computer Software (perangkat lunak komputer), sehingga apabila seseorang menggunakan Computer Software atau

Software berarti seseorang tersebut menggunakan Program Komputer.

Perlindungan Hukum yang diberikan oleh Undang-Undang Hak Cipta terhadap Pencipta atau Pemegang Hak Cipta atas Ciptaan berupa Program Komputer, berlaku apabila setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta telah melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta.

Izin dari Pencipta tersebut berupa Lisensi, yaitu izin tertulis yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemilik Hak Terkait kepada pihak lain untuk melaksanakan hak ekonomi atas ciptaannya atau produk hak terkait dengan syarat tertentu.

Selain Hak Ekonomi, di dalam Hak Cipta juga terdapat Hak Moral. Sebagaimana disebutkan di dalam Pasal 4 Undang-Undang Hak Cipta :

“Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a merupakan hak eksklusif yang terdiri atas Hak Moral dan Hak Ekonomi.”

Hak Moral dimaksud merupakan hak yang melekat secara abadi pada diri Pencipta. Dan untuk melindungi Hak Moral, Pencipta dapat memiliki Informasi Elektronik Hak Cipta. Sedangkan Informasi Elektronik Hak Cipta tersebut antara lain meliputi informasi tentang nomor dan kode

1

(5)

informasi.

Peranan informasi elektronik Hak Cipta berupa nomor dan kode informasi ini sangat penting sebagai alat bukti dalam tindak pidana Hak Cipta Program Komputer, karena informasi elektronik Hak Cipta tersebut dapat digunakan untuk membuktikan apakah setiap orang telah melakukan Tindak Pidana Hak Cipta.

Pembuktian yang dilakukan dalam proses pemeriksaan di tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, dan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik diakui sebagai alat bukti tindak pidana Hak Cipta. Sebagaimana disebutkan di dalam Pasal 111 Ayat (1) dan Ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Mengingat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta baru disahkan dan diundangkan pada tanggal 16 Oktober 2014, dimana di dalam undang-undang tersebut terdapat hal baru yang tidak terdapat di dalam undang-undang hak cipta sebelumnya, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, yaitu berupa sebuah pasal yang mengatur tentang diakuinya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik sebagai alat bukti (digital evidence) tindak pidana Hak Cipta di dalam proses pembuktian, maka sangatlah penting untuk mengetahui cara mendapatkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik tersebut dan menjadikannya sebagai Alat Bukti yang sah sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 184 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka Penulis akan melakukan penelitian hukum dengan judul: “Peranan Digital Evidence sebagai Alat Bukti dalam Tindak Pidana Hak

Cipta Program Komputer”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembahasan latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan-permasalahan pokok yang akan diteliti sebagai berikut :

1. Apakah Digital Evidence berupa Informasi dan Dokumen Elektronik diakui sebagai Alat Bukti di dalam proses pembuktian tindak pidana Hak Cipta Program Komputer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184 Ayat (1) KUHAP?

2. Bagaimana cara mendapatkan Digital Evidence berupa informasi dan dokumen elektronik yang harus dapat dijamin keotentikannya, keutuhannya, dan ketersediaannya, untuk menjamin

(6)

Jurnal Reformasi Hukum Vol. 1. No.1 September 2017 : 169 - 186

terpenuhinya persyaratan materiil dengan menggunakan Digital Forensic Computer?

3. Apa peranan Digital Evidence (Informasi dan Dokumen Elektronik) sebagai Alat Bukti dalam tindak pidana Hak Cipta Program Komputer sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 184 Ayat (1) KUHAP?

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Digital Evidence berupa Informasi dan Dokumen Elektronik diakui sebagai Alat Bukti di

dalam Proses pembuktian tindak pidana Hak Cipta Program Komputer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184 Ayat (1) KUHAP.

Digital Evidence (bukti digital) atau Electronic evidence (bukti elektronik) adalah istilah lain

yang di dalam beberapa Undang-Undang Republik Indonesia disebutkan sebagai Informasi dan/atau Dokumen Elektronik, antara lain di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, Pasal 111 Ayat (2) telah mengakui Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagai alat bukti. Bahkan secara jelas disebutkan di dalam Pasal 7 Ayat (2) huruf e dan f, bahwa Informasi Elektronik Hak Cipta meliputi Nomor dan Kode Informasi.

Nomor dan Kode Informasi ini terdapat didalam Program Komputer, yang di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta menetapkan sebagai Ciptaan yang dilindungi sebagaimana disebutkan dalam Pasal 40 Ayat (1) huruf s.

Program Komputer, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia online adalah urutan perintah yang diberikan pada komputer untuk membuat fungsi atau tugas tertentu.2 Sedangkan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, Pasal 1 angka 9, Program Komputer adalah seperangkat instruksi yang diekspresikan dalam bentuk bahasa, kode, skema, atau dalam bentuk apapun yang ditujukan agar komputer bekerja melakukan fungsi tertentu atau untuk mencapai hasil tertentu.

Program Komputer adalah bagian dari Computer Software (perangkat lunak komputer) atau sering disingkat dengan sebutan Software, sehingga apabila seseorang menggunakan Computer

Software atau Software berarti seseorang tersebut menggunakan Program Komputer.

Berdasarkan tujuan penggunaannya, Computer Software (perangkat lunak komputer) dapat dibagi kedalam3:

2 Program Komputer, https://kbbi.web.id/program, diakses tanggal 28 Agustus 2017. 3

(7)

1. Application Software, yaitu Software (perangkat lunak) yang menggunakan sistem komputer untuk melakukan fungsi khusus atau memberikan fungsi hiburan di luar pengoperasian dasar komputer itu sendiri. Ada berbagai jenis perangkat lunak aplikasi, antara lain Aplikasi Microsoft

Office, Corel Draw, Adobe Photoshop.

2. System Software, yaitu perangkat lunak yang secara langsung mengoperasikan perangkat keras komputer (Computer Hardware), untuk menyediakan fungsi dasar yang dibutuhkan oleh pengguna dan perangkat lunak (Software) lainnya, dan menyediakan platform untuk menjalankan perangkat lunak aplikasi (Application Software). Perangkat lunak sistem (System

Software ) meliputi:

a. Operating Systems, yang merupakan sekumpulan dasar perangkat lunak yang mengelola sumber daya dan menyediakan layanan umum untuk perangkat lunak lain yang berjalan "di atas" dari mereka. Supervisory Programs, boot loaders, Shells dan Windows System merupakan bagian inti dari sistem operasi (Operating System). Dalam prakteknya, sebuah sistem operasi dilengkapi dengan perangkat lunak tambahan (termasuk perangkat lunak aplikasi) sehingga pengguna berpotensi melakukan beberapa pekerjaan dengan komputer yang hanya memiliki satu sistem operasi.

b. Device Drivers, yang mengoperasikan atau mengendalikan jenis perangkat tertentu yang terpasang pada komputer. Setiap perangkat membutuhkan setidaknya satu Device Driver yang sesuai; karena komputer biasanya memiliki minimal setidaknya satu perangkat input (input

Device) dan setidaknya satu perangkat output (output Device), komputer biasanya

membutuhkan lebih dari satu Device Driver.

c. Utilities, yaitu program komputer yang dirancang untuk membantu pengguna dalam perbaikan dan perawatan komputer mereka.

3. Malicious Software atau Malware, yaitu perangkat lunak (Software) yang dikembangkan untuk membahayakan dan mengganggu komputer. Dengan demikian, malware tidak diinginkan. Malware dikaitkan erat dengan kejahatan yang terkait dengan komputer, meskipun beberapa Malware (program jahat) mungkin dirancang sebagai lelucon saja.

Mengingat Software-Software tersebut sering menjadi obyek pembajakan, maka pada umumnya Computer Software (perangkat lunak komputer) yang diproduksi dan dijual di pasaran, khususnya di Indonesia, baik berupa Operating System atau Application Software, dalam proses instalasi ke dalam Computer System selalu menggunakan nomor dan kode informasi yang berupa

(8)

Jurnal Reformasi Hukum Vol. 1. No.1 September 2017 : 169 - 186

gabungan antara huruf dan angka yang disebut dengan Product Key dan Serial Number, yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Perjanjian Lisensi yang diberikan oleh Pencipta atau Pemegang Hak Cipta yaitu EULA (End User Licence Agreement). Contoh Computer Software yang telah menggunakan informasi elektronik Hak Cipta (nomor dan kode informasi) dan banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia antara lain Microsoft Windows, Microsoft Office, Corel

Draw, Adobe Photoshop.

Berdasarkan hasil Survey secara Global pada bulan Mei 2016 yang dilakukan oleh BSA (Business Software Alliance), yaitu lembaga nirlaba yang didirikan oleh Microsoft Corporation pada tahun 1988 dan beranggotakan para pengembang Software dari berbagai penjuru dunia termasuk Indonesia, Negara Indonesia rata-rata menggunakan 84% Software tanpa lisensi, dan menduduki urutan ke-2 setelah Bangladesh (87%).4

Tingginya angka penggunaan Software tanpa lisensi tersebut tidak terlepas dari rendahnya Vonis yang dijatuhkan oleh Pengadilan terhadap pelaku tindak pidana Hak Cipta Program Komputer. Sebagai contoh adalah Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 483/ Pid.Sus/2014/PN Dps. tanggal 10 September 2014 yang telah menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena melanggar Pasal 72 Ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dengan pidana penjara selama 2 ( dua ) bulan, sedangkan bunyi pasal tersebut adalah:

“Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu Program Komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”

Peranan informasi elektronik Hak Cipta berupa nomor dan kode informasi ini sangat penting sebagai alat bukti dalam tindak pidana Hak Cipta Program Komputer, karena informasi elektronik Hak Cipta tersebut dapat digunakan untuk membuktikan apakah setiap orang telah melakukan Tindak Pidana Hak Cipta.

Pembuktian yang dilakukan dalam proses pemeriksaan di tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, dan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik diakui sebagai alat bukti tindak pidana Hak Cipta. Sebagaimana disebutkan di dalam Pasal 111 Ayat (1) dan Ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

2. Cara mendapatkan Digital Evidence berupa Informasi dan Dukumen Elektronik yang

4

(9)

harus dapat dijamin keotentikannya, keutuhannya, dan ketersediaannya, untuk menjamin terpenuhinya persyaratan materiil dengan menggunakan Digital Forensic atau Computer

Forensic.

Perkembangan teknologi pada saat ini telah memberikan nuansa baru di bidang pembuktian di persidangan. Alat bukti yang diajukan di persidangan, pada saat ini, tidak hanya terbatas pada alat bukti surat, bukti saksi, namun juga telah merambah kepada penggunaan alat bukti berupa dokumen digital, baik berupa cakram optik (CD, VCD, DVD) maupun dalam bukti lain berupa tulisan-tulisan di media sosial dan alat elektronik lainnya.

Kementerian Komunikasi dan Informatika sendiri telah menggolongkan bukti digital yang mengacu kepada Scientific Working Group on Digital Evidence tahun 1999, yaitu antara lain:5 a. E-mail, alamat E-mail (surat elektronik) ;

b. File word processor / Spreedsheet ; c. Source code perangkat lunak ; d. File berbentuk image (jpeg, tip, dll) ; e. Web browser bookmarks, cookies ; f. Kalender, to – do list.

1. Syarat Dokumen Elektronik sebagai Alat Bukti

Muhammad Neil El Himam menyebutkan bahwa Alat Bukti Digital dapat bersumber pada:6

a. Komputer, yang terdiri dari : 1) E-mail ;

2) Gambar digital ; 3) Dokumen elektronik ; 4) Spreadsheets ;

5) Log chat ;

6) Software ilegal dan materi Haki lainnya ; b. Hard disk, yang terdiri dari :

1) Files, baik yang aktif, dihapus maupun berupa fragmen ;

5

Tutorial Interaktif Instalasi Komputer Forensik (Menggunakan Aplikasi Open Source), Direktorat Keamanan Informasi, Direktorat Jenderal Aplikasi Informasi, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Tahun 2012, h.3

(10)

Jurnal Reformasi Hukum Vol. 1. No.1 September 2017 : 169 - 186

2) Metadata file ; 3) Slack file ; 4) Swap file ;

5) Informasi sistem, yang terdiri dari registry, log dan data konfigurasi ; c. Sumber lain, yang terdiri dari :

1) Telepon seluler, yaitu berupa SMS, nomor yang dipanggil, panggilan masuk, nomor kartu kredit / debit, alamat e-mail, nomor call forwarding ;

2) PDAs / smart phones, yang terdiri dari semua yang tercantum dalam telepon seluler ditambah kontak, eta, gambar, password, dokumen dan lain-lain ;

d. Video game ;

e. GPS Device yang berisikan Rute ;

f. Kamera digital, yang berisikan foto, video dan informasi lain yang mungkin tersimpan dalam memory card (SD, CF dll).

Walau demikian, karena menurut sifatnya alamiahnya bukti digital sangat tidak konsisten, maka bukti digital tidak dapat langsung dijadikan alat bukti untuk proses persidangan, sehingga dibutuhkan standar agar bukti digital dapat digunakan sebagai alat bukti di persidangan, yaitu:7

a. Dapat diterima, yaitu data harus mampu diterima dan digunakan demi hukum mulai dari kepentingan penyelidikan sampai dengan kepentingan pengadilan ;

b. Asli, yaitu bukti tersebut harus berhubungan dengan kejadian / kasus yang terjadi dan bukan rekayasa ;

c. Lengkap, yaitu bukti dapat dikatakan bagus dan lengkap jika di dalamnya terdapat banyak petunjuk yang dapat membantu investigasi ;

d. Dapat dipercaya, yaitu bukti dapat mengatakan hal yang terjadi di belakangnya, jika bukti tersebut dapat dipercaya, maka proses investigasi akan lebih mudah, dan syarat ini merupakan suatu keharusan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016, mensyaratkan adanya persyaratan minimum sebagai berikut:8

a. Dapat menampilkan kembali informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik secara utuh

7

Loc.cit, h. 3

8

http://arijuliano.blogspot.com/2008/04/apakah-dokumen-elektronik-dapat-menjadi.html, diakses tanggal 28 Agustus 2017.

(11)

sesuai dengan masa retensi yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan;

b. Dapat melindungi ketersediaan, keutuhan, keotentikan, kerahasiaan, dan keteraksesan informasi elektronik dalam penyelenggaraan sistem elektronik tersebut ;

c. Dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam penyelenggaraan sistem elektronik tersebut ;

d. Dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan bahasa, informasi, atau simbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan penyelenggaraan sistem elektronik tersebut; dan

e. Memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan, kejelasan, dan kebertanggungjawaban prosedur atau petunjuk.

Kemudian, di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016, disebutkan dalam syarat formil diatur dalam Pasal 5 ayat (4) UU ITE, yaitu bahwa informasi atau dokumen elektronik bukanlah dokumen atau surat yang menurut perundang-undangan harus dalam bentuk tertulis. Syarat materiil diatur dalam Pasal 6, Pasal 15, dan Pasal 16 UU ITE, yang pada intinya informasi dan dokumen elektronik harus dapat dijamin keotentikannya, keutuhannya, dan ketersediaannya. Untuk menjamin terpenuhinya persyaratan materiil yang dimaksud, dalam banyak hal dibutuhkan Digital Forensic.9

Berkaitan dengan Digital Forensic, merupakan syarat mutlak yang harus dilakukan supaya dokumen elektronik dapat digunakan sebagai alat bukti dari mulai penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan persidangan, maupun dalam proses persidangan pidana. Tanpa melalui Digital Forensic, maka suatu dokumen elektronik tidak dapat digunakan sebagai alat bukti karena tidak dapat dijamin kesahihan dari dokumen elektronik tersebut.

2. Tahapan Singkat Digital Forensik

Salah satu tugas dari Hakim adalah menilai alat bukti yang diajukan di persidangan. Diperlukan kecermatan dan kehati-hatian di dalam menilai alat bukti yang diajukan di persidangan, terutama alat bukti yang berupa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik, sehingga kita mendapatkan keyakinan bahwa alat bukti berupa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang diajukan di persidangan merupakan alat bukti yang dapat dipergunakan untuk membuktikan

9

(12)

Jurnal Reformasi Hukum Vol. 1. No.1 September 2017 : 169 - 186

suatu keadaan dari suatu perkara.

Pada dasarnya untuk melakukan Digital Forensic dibutuhkan suatu pendidikan dan pelatihan khusus yang menghasilkan sertifikasi dari setiap orang yang mengikuti pendidikan dan pelatihan Digital Forensic tersebut. Tidak setiap orang yang mengerti dan ahli di bidang komputer dapat diandalkan dan atau dapat melakukan Digital Forensic dan di dalam persidangan pun, apabila diajukan ahli yang akan menerangkan mengenai Digital Forensic, harus terlebih dahulu ditanyakan mengenai catatan akademiknya yang harus berkaitan dengan ilmu komputer dan sertifikasi dari ahli yang bersangkutan, apabila ahli tersebut tidak memiliki catatan akademik yang berkaitan dengan ilmu komputer dan memiliki sertifikasi tentang Digital Forensic, maka pendapat yang disampaikan di persidangan, patut dikesampingkan.

Harus pula dipahami, meskipun aplikasi Forensic atau Forensic tools mengenai Digital

Forensic dapat diperoleh dengan melakukan download dari situs-situs di internet, akan tetapi

terhadap seseorang yang akan dijadikan ahli di persidangan, tetap haruslah orang yang memiliki sertifikasi tentang Digital Forensic. Mengenai sertifikasi tentang Digital Forensic sendiri, untuk di Indonesia, sampai saat ini baru dapat diperoleh dari pelatihan Digital Forensic yang dilakukan oleh Mabes Polri, selain itu hanya bisa didapatkan dari pelatihan yang diadakan di luar negeri seperti di Inggris atau Amerika Serikat.

Di dalam Digital Forensic, terdapat 3 (tiga) tahap dasar yang harus dilakukan oleh orang yang melakukan Digital Forensic. 3 (tiga) tahap tersebut adalah :

a. Write protect, yang dapat diartikan sebagai mengunci data asal dari informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik sebelum melakukan Digital Forensic. Write protect dilakukan agar data asal yang akan dilakukan Digital Forensic tidak mengalami perubahan, baik itu penambahan, pengurangan maupun penghapusan data ;

b. Forensic imaging, yang dapat diartikan sebagai tindakan untuk mendapatkan data yang serupa dari data asal atau dikenal dengan istilah clonning. Forensic imaging ini dilakukan terhadap data asal yang sudah di write protect, dari Forensic imaging ini akan didapatkan data yang identik dengan data asal yang disebut image file. Di Kepolisian RI sendiri terdapat Peraturan Kapuslabfor Nomor 1 Tahun 2014 tentang Standar Operating Proceedur (SOP) dalam melakukan Forensic imaging ;

c. Verifiying, yang dapat diartikan sebagai tahapan untuk menilai hasil dari Forensic imaging, yaitu data yang di clonning harus identik dengan data asal. Untuk mengetahui identik atau tidak identik, dapat dilihat dari nilai hash dari image file.

(13)

Dari ketiga tahapan tersebut, maka di dalam persidangan, Hakim dapat menanyakan kepada ahli mengenai tahapan dari Digital Forensic yang dilakukan selama proses penyelidikan dan penyidikan. Apabila ahli yang dihadirkan di dalam menjalankan Digital Forensic tidak melalui ketiga tahapan tersebut, maka keterangan ahli tersebut harus dikesampingkan karena pelaksanaan

Digital Forensic tidak sesuai dengan tahapan yang seharusnya karena apabila Digital Forensic tidak

dilakukan dengan mengikuti ketiga tahapan tersebut di atas, hasil data image file yang tidak identik dengan data asal karena dimungkinkan terjadi penambahan, pengurangan atau penghapusan data asal. Apabila dalam persidangan terungkap fakta bahwa data asli sudah terhapus, maka perlu dipertanyakan pula apakah ahli digital Forensic telah melakukan tahapan mencari data asal yang sudah terhapus tersebut atau dikenal dengan istilah data file recovery, sebelum melakukan 3 tahapan Digital Forensic sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.

Ketika di dalam persidangan terdapat alat bukti berupa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang didalilkan telah melalui tahapan Digital Forensic namun ternyata data

image file yang diajukan tidak identik dengan data asal, maka Hakim harus mengesampingkan alat

bukti tersebut.

3. Peranan Digital Evidence berupa Informasi dan Dokumen Elektronik sebagai Alat Bukti dalam tindak pidana Hak Cipta Program Komputer sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 184 Ayat (1) KUHAP.

1. Pembuktian menurut undang-undang secara negative (negatief wettlijke bewijs theorie).

Sistem ini mendasarkan pada system pembuktian menurut undang-undang secara positif dan system pembuktian menurut keyakinan hakim (conviction in time). Hal ini tertuang di dalam KUHAP Pasal 183 yang berbunyi:

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”

Makna dari bunyi pasal tersebut, bahwa hakim hanya boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang apabila dengan sekurang-kurang “dua alat bukti yang sah” yang secara limitatif ditentukan oleh undang-undang sebagaimana dimaksud didalam Pasal 184 Ayat (1) KUHAP dan didukung pula oleh adanya keyakinan hakim terhadap eksistensi alat-alat bukti tersebut. Hakim tidak boleh menggunakan alat-alat bukti selain yang diatur secara sah menurut undang-undang.

(14)

Jurnal Reformasi Hukum Vol. 1. No.1 September 2017 : 169 - 186

2. Alat Bukti Surat.

Jika dilihat dalam Pasal 187 yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut:

Surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah :

1. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum, yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang semua keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialami sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangan

2. Surat yang dibuat menurut ketentuan Peraturan Perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggungjawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan.

3. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi kepadannya.

4. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain.

Maka Berita Acara yang pemeriksaan yang dibuat oleh Penyidik atau Ahli dalam kaitannya dengan Proses Digital Forensic atau Computer Forensic merupakan Alat Bukti Surat sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 184 Ayat (1) KUHAP tersebut.

3. Syarat terpenuhinya Informasi dan Dokumen Elektronik sebagai alat bukti yang sah.

Di dalam proses pengambilan Digital Evidence (bukti digital) atau electronic evidence (bukti elektronik) berupa Informasi dan Dokumen Elektronik yaitu nomor dan kode informasi yang disebut Product Key dari Program Komputer yang telah diinstal di dalam Komputer, secara fisik file-file yang berisi Product Key telah disimpan didalam CD yang sewaktu-waktu dapat ditampilkan dan hasil cetaknya yang telah ditandatangani oleh saksi-saksi, maka CD dan Dokumen hasil cetakya dapat dijadikan juga sebagai Alat Bukti Surat yang menguatkan Bukti Surat lainnya yaitu berupa Berita Acara Hasil Pemeriksaan Komputer melalui Digital Forensic atau Computer Forensic.

Agar Informasi dan Dokumen Elektronik tersebut dapat dijadikan alat bukti di dalam proses pembuktian tindak pidana yang sah, maka didalam Undang-Undang ITE mengatur bahwa adanya syarat formil dan syarat materil yang harus terpenuhi.

(15)

Syarat formil diatur dalam Pasal 5 ayat (4) UU ITE, yaitu bahwa Informasi atau Dokumen Elektronik bukanlah dokumen atau surat yang menurut perundang-undangan harus dalam bentuk tertulis. Sedangkan syarat materil diatur dalam Pasal 6, Pasal 15, dan Pasal 16 UU ITE, yang pada intinya Informasi dan Dokumen Elektronik harus dapat dijamin keotentikannya, keutuhannya, dan ketersediaanya. Untuk menjamin terpenuhinya persyaratan materil yang dimaksud, dalam banyak hal dibutuhkan Digital Forensic (Forensik Komputer) atau Computer Forensic (Forensik Komputer).10

Dengan demikian, e-Mail, file rekaman atas chatting, Product Key dari Program Komputer yang berupa Kode dan Nomor Informasi, dan berbagai dokumen elektronik lainnya dapat digunakan sebagai alat bukti yang sah.

Di persidangan, alat bukti berupa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik, bisa berdiri sendiri sebagai alat bukti sebagaimana tercantum dalam Pasal 5 Undang-Undang ITE atau bisa juga merupakan alat bukti surat ataupun petunjuk sebagaimana diatur di dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP. Sedangkan Berita Acara Hasil Pemeriksaan Barang Bukti Komputer yang didalamnya terdapat Program Komputer illegal, merupakan Alat Bukti Surat sebagaimana diatur di dalam Pasal 184 Ayat (1) KUHAP.

P E N U T U P

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tersebut diatas, dapat disimpulkan sebagai beriikut: 1. Digital Evidence (Bukti Digital) atau Electronic Evidence (Bukti Elektronik) adalah Informasi

dan Dokumen Elektronik sebagaimana tercantum di dalam beberapa Undang-Undang Republik Indonesia yang dapat digunakan sebagai Alat Bukti yang sah dalam pembuktian Tindak Pidana. Agar Informasi dan Dokumen Elektronit tersebut dapat dijadikan alat bukti Tindak Pidana Hak Cipta Program Komputer yang sah, maka di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 telah mengatur adanya Syarat Formil dan Materiil yang harus terpenuhi. Syarat Formil diatur dalam Pasal 5 ayat (4) Undang-Undang ITE, yaitu bahwa Informasi atau Dokumen Elektronik bukanlah dokumen atau surat yang menurut perundang-undangan harus dalam bentuk tertulis. Sedangkan Syarat

(16)

Jurnal Reformasi Hukum Vol. 1. No.1 September 2017 : 169 - 186

Materil diatur dalam Pasal 6, Pasal 15, dan Pasal 16 Undang-Undang ITE, yang pada intinya Informasi dan Dokumen Elektronik harus dapat dijamin keotentikannya, keutuhannya, dan ketersediaanya. Untuk menjamin terpenuhinya persyaratan materil yang dimaksud, maka harus dilakukan Digital Forensic (Forensik Digital) atau Computer Forensic (Komputer Forensik). Apabila Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang diajukan di persidangan

merupakan data image file dari Komputer yang identik dengan data asal, maka informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik tersebut dapat digunakan sebagai alat bukti yang sah di dalam proses pembuktian tindak pidana Hak Cipta Program Komputer. Di persidangan, alat bukti berupa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik, bisa berdiri sendiri sebagai alat bukti sebagaimana tercantum dalam Pasal 5 Undang-Undang ITE atau bisa juga merupakan alat bukti surat ataupun petunjuk sebagaimana diatur di dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP. Sedangkan Berita Acara Hasil Pemeriksaan Barang Bukti Komputer yang didalamnya terdapat Program Komputer illegal, merupakan Alat Bukti Surat sebagaimana diatur di dalam Pasal 184 Ayat (1) KUHAP.

2. Untuk mendapatkan Digital Evidence (Bukti Digital) atau Electronic Evidence (Bukti Elektronik) atau Informasi dan Dokumen Elektronik yang sah sebagai Alat Bukti di dalam proses pembuktian tindak pidana Hak Cipta Program Komputer, maka harus dilakukan Digital

Forensic (Forensik Digital) atau Computer Forensic (Komputer Forensik) berdasarkan

prinsip-prinsip dan prosedur-prosedur yang benar sehingga dapat dijamin keotentikannya, keutuhannya, dan ketersediaanya.

3. Mengingat bahwa sistim pembuktian tindak pidana di Indonesia menggunakan prinsip pembuktian menurut undang-undang secara negative (negatief wettlijke bewijs theorie), dimana sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah Hakim memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi, maka peranan Digital Evidence (Bukti Digital) atau Electronic

Evidence (Bukti Elektronik) atau Informasi dan Dokumen Elektronik berupa Product Key yaitu

kode dan nomor informasi dari Program Komputer di dalam pembuktian tindak pidana Hak Cipta Program Komputer sangat diperlukan. Karena Digital Evidence (Bukti Digital) atau

Electronic Evidence (Bukti Elektronik) atau Informasi dan Dokumen Elektronik dapat

digunakan sebagai Alat Bukti Surat dan/atau Petunjuk sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 184 Ayat (1) KUHAP.

(17)

Ali, Zainuddin. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, 2010.

Hamzah, Andi dan Siti Rahayu. Suatu Tinjauan Ringkas Sistem Pemidanaan di

Indonesia. Jakarta: Akademika Pressindo, 1983.

Hidayat, Anas dan Ian Phau. Pembajakan Produk: Dilema Budaya Antara Barat dan

Timur. Jakarta: kajian Literatur Pada Sisi Permintaan, 2003.

Lahore, James.Intellectual Property Law in Australia, Copyright. Sydney: Butterworths, 1997.

Lamintang, PAF. Hukum Penitensier Indonesia. Bandung: Armico, 1984.

Muladi dan Barda Nawawi Arief. Teori-teori dan Kebijakan Pidana. Bandung:Alumni, 2005.

The University of Mississippi , 2001, System Software, Oxford, h. 3.

BSA Global Software Survey, May 2016, Seizing Opportunity Through License

Compliance, USA

Tutorial Interaktif Instalasi Komputer Forensik (Menggunakan Aplikasi Open Source),

Direktorat Keamanan Informasi, Direktorat Jenderal Aplikasi Informasi, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Tahun 2012, h.3

Muhammad Neil el Himam, Pemeriksaan Alat Bukti Digital dalam Proses Pembuktian, Makalah disampaikan pada Seminar tentang Digital Forensik, Semarang, 24 Oktober 2012 ;

http://arijuliano.blogspot.com/2008/04/apakah-dokumen-elektronik-dapat-menjadi.html, diakses tanggal 28 Agustus 2017.

Josua Sitompul, 2012, Cyberspace, Cybercrimes, Cyberlaw; Tinjauan aspek hukum

pidana, Tatanusa, Jakarta, h. 288.

Syamsudin, M.. Operasionalisasi Penelitian Hukum. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007.

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Undang-undang Republik Indonesia No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

(18)

Jurnal Reformasi Hukum Vol. 1. No.1 September 2017 : 169 - 186

Elektronik.

undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elekronik;

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2003, dan saat ini telah diganti dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan utama dari strategi ini adalah memberikan value for money yang lebih kepada konsumen dengan memberikan fitur yang menarik atau kualitas yang baik pada harga yang lebih

2 Pengaruh nilai tukar terhadap return lebih besar dibandingkan pengaruh langsung nilai tukar terhadap return melalui profitabilitas Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa inflasi

Desain uji coba modul pesan untuk menguji apakah fungsi modul pesan dapat berjalan sesuai yang diharapkan. Desain uji coba modul pesan dapat dilihat pada tabel 4.6. Setelah

5) Ketahui Di Mana dan bagaimana Cara Mendapatkan Perawatan Cara yang kelima yaitu ketahui di mana dan bagaimana cara mendapatkan perawatan. Maksudnya, kenali layanan kesehatan

Program komputer merupakan salah satu bentuk hak cipta yang diberikan perlindungan secara hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak

Aku men¬ duga bahwa Okusan ada dalam kesulitan mengenai apakah ia mesti melepaskan putrinya kawin dengan keluarga lain, ataukah sebaiknya merencanakan untuk memungut seorang

Kalibrasi adalah Serangkaian kegiatan yg membentuk hubungan antara nilai yg ditunjukkan oleh instrumen ukur atau sistem pengukuran, atau nilai yg diwakili oleh

Sebagai bentuk pertanggung jawaban atas pelaksanaan program kegiatan sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Way Kanan