• Tidak ada hasil yang ditemukan

Filsafat Hukum Dr. Angkasa 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Filsafat Hukum Dr. Angkasa 1"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

BY 

(2)
(3)
(4)

1. PENGERTIAN FILSAFAT

1. PENGERTIAN FILSAFAT

2. CIRI BERFIKIR KEFILSAFATAN

2. CIRI BERFIKIR KEFILSAFATAN

3.

3.

CABANG-CABANG

CABANG-CABANG

UTAMA

UTAMA

FILSAFAT

FILSAFAT

> METAFISIKA

> METAFISIKA

>

>

EPISTIMOLOG

EPISTIMOLOG

I

I

> LOGIKA

> LOGIKA

(5)

PENGANTAR

PENGANTAR

PENGERTIAN FILSAFAT HUKUM

PENGERTIAN FILSAFAT HUKUM

PERKEMBANGAN FILSAFAT

PERKEMBANGAN FILSAFAT

HUKUM

(6)

1. PENGERTIAN PARADIGMA

1. PENGERTIAN PARADIGMA

2. PERAN PARADIGMA DALAM

2. PERAN PARADIGMA DALAM

PERKEMBANGAN ILMU

PERKEMBANGAN ILMU

3. PARADIGMA HUKUM

3. PARADIGMA HUKUM

PARADIGAM HUKUM ALAM

PARADIGAM HUKUM ALAM

PARADIGMA HUKUM HISTORIS

PARADIGMA HUKUM HISTORIS

PARADIGMA UTILITARIAN

PARADIGMA UTILITARIAN

PARADIGMA

PARADIGMA

HUKUM

HUKUM

POSITIF

POSITIF

(7)

PENGENALAN FILSAFAT PENGENALAN FILSAFAT

.

.Pengertian Filsafat.Pengertian Filsafat.

 falsa falsafah fah (b(bahahasasaa ArArabab),),

 philosophy  philosophy (ba(bahashasaa InggInggrisris),),

 philosophi philosophie e (B(Belelanandada,, JeJermrmanan,, PePerarancncisis),),

 /philosophia /philosophia  (Yunani)(Yunani)

 beberarartrtii ccinintata,, kekekakasisihh aatatauu bibisasa jujugaga ssahahababatat..

 beberarartrtii kekebibijajaksksananaaaann atatauau kekeararififanan,, bibisasa jujugaga beberarartrtii pepengngetetahahuauan.n.

sesecacarara haharfrfiaiahh kakatata berberarartiti yayangng memencncinintataii kekebibijajaksksananaaaan.n.

fifilslsafafatat memerurupapakakann akaktitivivitatass mamanunusisiaa dedengnganan memengnggugunanakakann kekemamampmpuauann d

daayyaa ppiikkiirrnnyyaa ddaallaamm rraannggkkaa mmeenneellaaaahh kkeejjaaddiiaann aallaamm sseemmeessttaa uunnttuukk menemukan

menemukan kebenaran kebenaran yang yang hakiki. hakiki.

         

(8)
(9)

Para filsuf pra-Sokratik

menganggap bahwa filsafat

adalah ilmu yang berupaya

untuk memahami hakikat

alam dan realitas yang ada

dengan mengandalkan akal

budi.

(10)

Plato pernah mengatakan bahwa

filsafat adalah ilmu pengetahuan

yang berusaha meraih kebenaran

yang asli dan murni. Selain itu

Plato juga mengatakan bahwa

filsafat adalah penyelidikan

tentang sebab-sebab dan

asas-asas yang paling akhir dari segala

sesuatu yang ada.

(11)

. Filsafat menurutnya sebagai

ilmu pengetahuan yang

senantiasa berupaya mencari

prinsip-prinsip dan

penyebab-penyebab dari realitas yang

ada

(12)

f

ilsuf asal Perancis yang termasyhur

dengan argumen je pense, donc je

 suis, atau dalam bahwa Latin cogito

ergo sum (aku berfikir maka aku ada),

mengatakan bahwa filsafat

merupakan himpunan dari segala

pengetahuan yang pangkal

penyelidikannya adalah mengenai

Tuhan, alam dan manusia

.

(13)

Al-Farabi

filsuf

muslim

berpendapat bahwa filsafat

itu

ialah

pengetahuan

tentang alam yang maujud

dan

bertujuan

menyelidiki

hakikat yang sebenarnya

(14)

CIRI BERFIKIR KEFILSAFATAN RADIKAL : berfikir sangat mendasar UNIVERSAL: common experience of mankind KONSEPTUAL: hasil generalisasi dan abstraksi pengalaman manusia KOHEREN & KONSISTEN: sesuai dengan kaidah berfikir (logis) dan tidak

kontradiksi/

SISTEMATIK:saling berhubungan secara teratur dan terkandung adanya maksud & tujuan tertentu

KOMPREHENSIF: mencakup secara menyeluruh

BEBAS NILAI:bebas dari prasangka sosial, historis, kultural & religius :tidak anarkis

BERTANGGUNG JAWAB:bertanggung  jawab atas hasil

pemikirannya &

(15)

CABANG-CABANG UTAMA FILSAFAT

Tiga Persoalan Filsafat

KEBERADAAN PENGETAHUAN   NILAI

METAFISIKA EPISTIMOLOGI ETIKA ESTETIKA LOGIKA ONTOLOGI KOSMOLOGI ANTROPOLOGI

(16)

METAFISIKA:

MERUPAKAN ISTILAH DARI YUNANI META TA PHYSIKA (SESUDAH FISIKA) YANG DAPAT BERARTI SESUATU YANG ADA DI BALIK

ATAU DI BELAKANG BENDA-BENDA FISIK

METAFISIKA DAPAT DIDEFINISIKAN SEBAGAI STUDI ATAU PEMIKIRAN  TENTANG SIFAT YANG TERDALAM (ULTIMATE NATURE)

(17)

ONTOLOGI

BERKAITAN DENGAN

¶ APA YANG DIMAKSUD DENGAN ADA, KEBERADAAN ATAU EKSISTENSI

¶ BAGAIMANAKAH PENGGOLONGAN DARI ADA, KEBERADAAN ATAU EKSISTENSI

¶ APA SIFAT DASAR (NATURA) KENYATAAN ATAU KEBERADAAN

(18)

KOSMOLOGI

BERKAITAN DENGAN ASAL MULA,

PERKEMBANGAN DAN STRUKTUR ATAU SUSUNAN ALAM

¶ JENIS KETERATURAN APA YANG ADA DALAM ALAM.

¶ KETERATURAN DALAM ALAM SEPERTI SEBUAH MESIN ATAUKAH KETERATURAN YANG BERTUJUAN

¶ APA HAKIKAT HUBUNGAN SEBAB AKIBAT  ¶ APAKAH RUANG DAN WAKTU

(19)

ANTROPOLOGI

BERKAITAN DENGAN PERTANYAAN

¶ BAGAIMANA TERJADI HUBUNGAN BADAN DAN  JIWA

¶ APA YANG DIMAKSUD DENGAN KESADARAN ¶ MANUSIA SEBAGAI MAHLUK BEBAS ATAU

(20)

EPISTIMOLOGI

SECARA ETIMOLOGIS, ISTILAH EPISTIMOLOGI BERASAL DARI KATA YUNANI EPISTEME YANG

BERARTI PENGETAHUAN DAN LOGOS BERARTI KATA, PIKIRAN, PERCAKAPAN ILMU ATAU TEORI.

SECARA HARFIAH EPISTIMOLOGI BERARTI  TEORI PENGETAHUAN

(THEORY OF KNOWLEDGE) 

EPISTIMOLOGI DAPAT DIDEFINISIKAN SEBAGAI CABANG FILSAFAT YANG MEMPELAJARI ASAL MULA ATAU

SUMBER, STRUKTUR, METODE DAN SYAHNYA (VALIDITAS) PENGETAHUAN.

(21)

PERSOALAN DALAM EPISTIMOLOGI

BERKAITAN DENGAN PERTANYAAN

¶ BAGAIMANAKAH MANUSIA DAPAT MENGETAHUI SESUATU

¶ DARI MANA PENGETAHUAN DIPEROLEH

¶ BAGAIMANAKAH VALIDITAS PENGETAHUAN ITU DAPAT DINILAI

¶ APAKAH PERBEDAAN ANTARA PENGETAHUAN A PRIORI (PENGETAHUAN PENGALAMAN) DENGAN

PENEGTAHUAN A POSTERIORI (PENGETAHUAN PASCAPENGALAMAN)

(22)

LOGIKA

SECARA ETIMOLOGIS, ISTILAH LOGIKA BERASAL DARI KATA YUNANI LOGIKOS YANG BERASAL DARI KATA

BENDA LOGOS .

KATA LOGOS BERARTI SESUATU YANG DIUTARAKAN, SUATU PERTIMBANGAN AKAL (PIKIRAN), MENGENAI

KATA, MENGENAI PERCAKAPAN, ATAU YANG BERKENAAN DENGAN BAHASA

LOGIKA DAPAT DIDEFINISIKAN SEBAGAI ILMU, KECAKAPAN ATAU ALAT UNTUK BERFIKIR SECARA

(23)

OBJEK LOGIKA

PERSOALAN LOGIKA BERKAITAN DENGAN PERTANYAAN ¶ APA YANG DIMAKSUD DENGAN PENGERTIAN (CONCEPT) 

¶ APA YANG DIMAKSUD DENGAN PUTUSAN (PROPOSITION)  ¶ APA YANG DIMAKSUD DENGAN PENYIMPULAN (INFERENCE) 

¶ APA ATURAN-ATURAN UNTUK DAPAT MENYIMPULKAN SECARA LURUS

¶ APA MACAM-MACAM SILOGISME

¶ APA MACAM-MACAM SESAT PIKIR (FALLACY)  ¶ OBJEK MATERIAL LOGIKA ADALAH PEMIKIRAN ¶ OBJEK FORMALNYA ADALAH KELURUSAN BERFIKIR

(24)

ETIKA

SECARA ETIMOLOGIS, ISTILAH ETIKA BERASAL DARI KATA YUNANI EHTOS DAN ETHIKOS. ETHOS BERARTI

SIFAT, WATAK, KEBIASAAN, TEMPAT YANG BIASA. ETHIKOS BERARTI SUSILA, KEADABAN, ATAU

KELAKUAN DAN PERBUATAN YANG BAIK.

ISTILAH MORAL BERASAL DARI BAHASA LATIN MOS BENTUK TUNGGAL, SEDANGKAN BENTUK JAMAK

MORES YANG BERATI ADAT ISTIADAT ATAU KEBIASAAN.

DALAM BAHASA INSONESIA ETIKA ATAU MORAL DAPAT DIARTIKAN SEBAGAI KESUSILAAN

(25)

OBJEK ETIKA

¶ OBJEK MATERIAL ETIKA ADALAH TINGKAH LAKU ATAU

PERBUATAN MANUSIA YANG DILAKUKAN SECARA SADAR DAN BEBAS ¶ OBJEK FORMAL ETIKA ADALAH KEBAIKAN DAN KEBURUKAN ATAU BERMORAL DAN TIDAK BERMORAL DARI TINGKAH LAKU TERSEBUT 

PERSOALAN ETIKA BERKAITAN DENGAN PERTANYAAN

¶ APA YANG DIMAKSUD DENGAN BAIK ATAU BURUK SECARA MORAL  ¶ APAKAH SYARAT-SYARAT SUATU PERBUATAN DIKATAKAN SEBAGAI

BAIK SECARA MORAL 

¶ BAGAIMANAKAH HUBUNGAN ANTARA KEBEBASAN KEHENDAK DENGAN PERBUATAN SUSILA

¶ APA YANG DIMAKSUD DENGAN KESADARAN MORAL 

¶ BAGAIMANAKAH PERANAN HATI NURANI (CONSCIENCE) DALAM SETIAP PERBUATAN MANUSIA

¶ BAGAIMANAKAH PERTIMBANGAN MORAL BERBEDA DARI DAN BERGANTUNG PADA SUATU PERTIMBANGAN YANG BUKAN MORAL 

(26)

ESTETIKA

¶ SECARA ETIMOLOGIS, ISTILAH ESTETIKA BERASAL DARI KATA YUNANI AISTHETIS YANG BERARTI DAPAT DISERAP DENGAN

PANCA INDERA, PEMAHAMAN INTELEKTUAL (INTELECTUAL UNDERSTANDING), ATAU JUGA DAPAT BERARTI PENGAMATAN

SPIRITUAL .

¶ ESTETIKA DAPAT DIGAMBARKAN SEBAGAI KAJIAN FILSAFATI  TENTANG KEINDAHAN DAN KEJELEKAN

¶ ESTETIKA SEBAGAI CABANG FILSAFAT JUGA DISEBUT FILSAFAT KEINDAHAN (PHILOSOPHY OF BEAUTY) 

(27)

PERSOALAN ESTETIKA BERKAITAN DENGAN PERTANYAAN ¶ APAKAH KEINDAHAN ITU

¶ APAKAH KEINDAHAN ITU BERSIFAT OBJEKTIF ATAUKAH SUBJEKTIF

¶ APA YANG MERUPAKAN UKURAN KEINDAHAN

¶ APA PERAN KEINDAHAN DALAM KEHIDUPAN MANUSIA

¶ BAGAIMANAKAH HUBUNGAN KEINDAHAN DENGAN KEBENARAN SEJAK JAMAN YUNANI PURBA, ESTETIKA SERING DISEBUT DENGAN BERBAGAI NAMA SEPERTI FILSAFAT SENI (PHILOSOPHY

OF ART), FILSAFAT KEINDAHAN (PHILOSOPHY OF BEAUTY), FILSAFAT CITA RASA (PHILOSHOPY OF TASTE), DAN FILSAFAT KEKRITISAN (PHYLOSOPHY OF CRITICISM). AKAN TETAPI SEJAK

ABAD XVII, ISTILAH ESTETIKA MULAI MENGGANTIKAN NAMA-NAMA TERSEBBUT

(28)
(29)

BERBAGAI ASPEK FILSAFAT

HUKUM

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa

Filsafat Hukum adalah ilmu yang

mempelajari hukum secara filosofis. Jadi

objek Filsafat Hukum adalah hukum, dan

objek tersebut dikaji secara mendalam

sampai kepada inti atau atau dasarnya

 yang disebut dengan hakikat

(30)

Ketika mempertanyakan tentang apa

(hakikat) hukum itu, sebenarnya juga sudah

masuk pada ranah filsafat hukum.

Pertanyaan tersebut sebenarnya juga dapat

dijawab oleh ilmu hukum, akan tetapi

 jawaban tersebut ternyata tidak

memuaskan. Hal ini antara lain dapat

berpijak dari pendapat Van Apeldoorn yang

antara lain menyatakan bahwa ilmu hukum

hanya memberikan jawaban yang sepihak,

karena ilmu hukum hanya melihat

(31)

Ia tidak melihat hukum, ia hanya melihat

apa yang dapat dilihat dengan panca indera,

bukan melihat dunia hukum yang tidak

dapat dilihat, yang tersembunyi di dalamnya,

dengan demikian kaidah-kidah hukum

sebagai pertimbangan nilai terletak di luar

pandangan ilmu hukumNorma (kaidah)

hukum tidak termasuk pada ranah

kenyataan

(Sein), tetapi berada pada dunia

nilai (Sollen dan mogen), sehingga norma

hukum bukan dunia penyelidikan ilmu

hukum.

(32)

BERBAGAI DEFINISI HUKUM

J.van Kan :

“keseluruhan ketentuan -ketentuan

kehidupan yang bersifat memaksa, yang

melindungi kepentingan-kepentingan orang

dalam masyarakat”.

Rudolf von Jhering :

“hukum adalah keseluruhan norma -norma

yang memaksa yang berlaku dalam suatu

(33)

BERBAGAI DEFINISI HUKUM

Hans Kelsen menyatakan bahwa hukum

terdiri dari norma-norma bagaimana orang

harus berperilaku 

Wirjono Projodikoro yang menyatakan

bahwa hukum adalah rangkaian peraturan

mengenai tingkah laku orang-orang

sebagai anggota suatu masyarakat,

sedangkan satu-satunya tujuan hukum

ialah menjamin keselamatan,

kebahagiaan, dan tata tertib dalam

masyarakat itu

(34)

BERBAGAI DEFINISI HUKUM

O. Notohamidjoyo berpendapat bahwa

hukum adalah keseluruhan

peraturan-peraturan yang tertulis dan tidak tertulis

dalam masyarakat negara serta antar

negara, yang berorientasi pada dua asas

 yaitu keadilan dan daya guna, demi tata

tertib dan damai dalam masyarakat

Berdasarkan atas definisi tersebut di atas maka

tampaklah betapa luas hukum itu. Keluasan

hukum itu kemudian diartikan menjadi sembilan

arti hukum oleh Purnadi Purbacaraka dan

Soerjono Soekanto

(35)

Sembilan arti hukum oleh Purnadi

Purbacaraka dan Soerjono Soekanto

1) ilmu pengetahuan yakni pengetahuan

 yang tersusun secara sistematis atas dasar

kekuatan pemikiran;

2) disiplin, yakni suatu ajaran tentang

kenyataan atau gejala-gejala yang dihadapi;

3) norma, yakni pedoman atau patokan

sikap tindak atau perikelakuan yang pantas

dan diharapkan;

(36)

Sembilan arti hukum oleh Purnadi

Purbacaraka dan Soerjono Soekanto

7) proses pemerintahan, yaitu proses

hubungan timbal balik antara unsur-unsur

pokok dari sistem kenegaraan;

8) sikap tindak ajeg atau perikelakuan

yang teratur, yakni perikelakuan yang

diulang-ulang dengan cara yang sama, yang

bertujuan untuk mencapai kedamaian; dan

9) jalinan nilai-nilai, yaitu jalinan dari

konsepsi-konsepsi abstrak tentang apa

(37)

Dengan demikian dapat digambarkan betapa

rumitnya apabila akan merumuskan definisi

tentang hukum yang dapat mencakup secara

keseluruhan dan memuaskan

Hal ini tampaknya ada pula dalam

pemikiran Karl N. Llewellyn yang

menyatakan sebagai berikut.

“Kesulitan dalam memberikan kerangka

dan konsep tentang “hukum” adalah karena

terlampau banyaknya perihal yang terkait

sementara satu sama lain di antara perihal

yang terkait ini sangat berbeda. Karenanya,

saya tidak mengupayakan suatu definisi

dari hukum tersebut ” 

(38)

PENGERTIAN FILSAFAT HUKUM

Secara etimologis Filsafat Hukum terdiri atas dua

kata yakni “filsafat” dan “hukum”.

Filsafat dapat diartikan suatu cara berfikir yang

mendalam, sedangkan hukum dapat diartikan

sebagai norma yang di dalamnya terdapat nilai- 

nilai serta sanksi yang memaksa bagi yang

melanggarnya.

Dengan demikian maka secara sederhana

Filsafat Hukum adalah pemikiran yang

mendalam tentang norma hukum yang

didalamnya termasuk pemikiran yang mendalam

terhadap nilai-nilai yang dikandung oleh norman

(39)

BERBAGAI PENGERTIAN FILSAFAT

HUKUM

Gustaf Radbruch:

“Filsafat Hukum adalah cabang filsafat yang

mempelajari hukum yang benar”.

Langen Mayer:

“ Filsafat Hukum adalah pembahasan

secara filosofis tentang hukum” 

Mahadi,

“Filsafat Hukum ialah filsafat tentang

hukum: falsafat tentang segala sesuatu di bidang

hukum secara mendalam sampai ke akar- 

(40)

BERBAGAI PENGERTIAN FILSAFAT

HUKUM

Purnadi Purbacaraka dan Soerjono

Soekanto :

“Filsafat Hukum adalah perenungan

dan perumusan nilai-nilai kecuali itu filsafat

hukum juga mencakup penyerasian

nilai-nilai misalnya: penyerasian antara

ketertiban dengan ketentraman, antara

kebendaan dengan keakhlakan, dan antara

kelanggengan/konservatisme dengan

pembaharuan

(41)

BERBAGAI PENGERTIAN FILSAFAT

HUKUM

Soejono Dirdjosisworo:.

“Filsafat Hukum adalah pendirian atau

penghayatan kefilsafatan yang dianut orang

atau masyarakat atau negara tentang

hakikat serta landasan berlakunya hukum

Van Apeldoorn:

“Filsafat Hukum menghendaki jawaban atas

 pertanyaan: Apakah hukum?,

Ia menghendaki agar kita berfikir masak-masak

tentang tanggapan kita dan bertanya pada diri

sendiri, apa yang sebenarnya kita anggap tentang

(42)

BERBAGAI PENGERTIAN FILSAFAT

HUKUM

Utrecht:

“Filsafat Hukum memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan seperti: Apakah hukum itu sebenarnya?

(persoalan: adanya dan tujuan hukum). Apakah sebabnya maka kita mentaati hukum? (persoalan: berlakunya

hukum). Apakah keadilan yang menjadi ukuran untuk baik buruknya hukum itu? (persoalan: keadilan hukum).

Inilah pertanyaan-pertanyaan yang sebetulnya juga

dijawab oleh ilmu hukum. Akan tetapi bagi orang banyak tidak memuaskan. Ilmu hukum sebagai suatu ilmu empiris

hanya melihat hukum sebagai suatu gejala saja, yaitu menerima hukum sebagai suatu “gegebenheit” belaka. Filsafat hukum hendak melihat hukum sebagai kaidah

(43)

BERBAGAI PENGERTIAN FILSAFAT

HUKUM

Satjipto Rahardjo:

“Filsafat Hukum mempersoalkan pertanyaan- 

 pertanyaan yang bersifat dasar dari hukum.

Pertanyaan tentang hakikat hukum, tentang

dasar-dasar bagi kekuatan mengikat dari

hukum, merupakan contoh-contoh

(44)

SIMPULAN PENGERTIAN FILSAFAT

HUKUM

Berdasarkan atas beberapa definisi atau

perumusan-perumusan tersebut di atas

maka dapatlah ditarik intinya bahwa

Filsafat Hukum merupakan kajian secara

filosofis terhadap hukum yang ranah

kajiannya tentang hakikat, inti atau kajian

sedalam-dalamnya tentang hukum.

(45)

RUANG LINGKUP FILSAFAT HUKUM

Ruang lingkup Filsafat Hukum antara lain

dapat ditilik dari perumusan pengertian

tentang Filsafat Hukum. Mencermati adanya

berbagai perumusan yang variatif maka

tidaklah dapat dikatakan bahwa ruang

lingkup Filsafat Hukum bersifat baku dan

stagnant, namun sebaliknya luwes dan

berkembang. Namun demikian titik

pangkalnya tetap sama yakni tentang

hakikat hukum yang paling mendalam atau

hakiki.

(46)

RUANG LINGKUP FILSAFAT HUKUM

Perkembangan terletak pada hakikat

hukum yang dapat dilihat dari berbagai

perspektif antara lain tentang tujuan

hukum, keadilan, dasar mengikatnya

hukum, atau mengapa hukum ditaati dan

sebagainya.

(47)

RUANG LINGKUP FILSAFAT HUKUM

Perkembangan ruang lingkup Filsafat Hukum

dapatlah ditengarai dengan pokok pikiran bahwa

ruang lingkup Filsafat Hukum sudah bergeser

pada batasan ruang lingkup yang dibuat atau

disepakati sebagai masalah Fislafat Hukum oleh

para filsuf masa lampau. Misalnya masalah dasar

 yang menjadi perhatian filsuf masa lampau

terhdap Filsafat Hukum terbatas pada tujuan

hukum (terutama masalah keadilan), hubungan

hukum alam dan hukum positif, hubungan negara

(48)

RUANG LINGKUP FILSAFAT HUKUM

Hal tersebut di atas tidak terlepas dari

implikasi cara perspektif masa itu yang

melihat Filsafat Hukum sebagai kajian

sampingan untuk kelengkapan dalam

pengkajian tentang filsafat pada umumnya.

Demi kelengkapan berfilsafatnya para filsuf

harus juga membahas segala aspek dari

filsafat termasuk juga hukum. Walaupun

terbatas, pemikiran-pemikiran hukum dari

Plato, Aristoteles, Cicero, Zeno dari zaman

Yunani/Romawi misalnya masih banyak

banyak pengikutnya hingga kini.

(49)

RUANG LINGKUP FILSAFAT HUKUM

Pada masa kini objek kajian atau ruang lingkup

kajian Filsafat Hukum tidak hanya masalah

tujuan hukum saja, tetapi setiap permasalahan

 yang mendasar sifatnya yang berkaitan dengan

masalah hukum. Dengan kata lain bahwa Filsafat

Hukum sekarang tidak lagi Filsafat Hukumnya

para ahli filsafat seperti di masa-masa lampau,

melainkan merupakan hasil pemikiran pula para

ahli hukum (teoritisi maupun praktisi) yang dalam

tugas sehari-harinya banyak menghadapi

permasalahan yang menyangkut keadilan sosial di

dalam masyarakat

(50)

PERKEMBANGAN RUANG LINGKUP

FILSAFAT HUKUM

Berkaitan dengan hal tersebut Friedmann

menyatakan sebagai berikut.“Before the nineteenth

century, legal theory was essentially a by product

of philosophy, religion, ethics, or politic. The great

legal thinkers were primarily philoshopers,

churhmen, politicians. The decisive shift from the

 philpshoper’s or politician’s to the lawyer’s legal

 philosophy is of fairly recent date. It follows period

of great developments in juristic research, technique

and professional training. The new era of legal

 philosophy arises mainly from the confrontation of

the professional lawyer, in his legal work, with

 problems of social justice” 

(51)

PERKEMBANGAN RUANG LINGKUP

FILSAFAT HUKUM

Masalah-masalah hukum yang ada meliputi

beberapa masalah antara lain sebagai berikut.

•Hubungan hukum dengan kekuasaan;

•Hubungan hukum dengan nilai-nilai sosial

budaya;

•Apa sebabnya negara berhak menghukum

seseorang;

•Apa sebabnya orang mentaati hukum

•Masalah pertanggungjawaban;

•Masalah hak milik;

•Masalah kontrak;

•Masalah peranan hukum sebagai sarana

pembaharua masyaraka

Dan lain-lain

(52)

PERKEMBANGAN FILSAFAT HUKUM

Perkembangan Filsafat (hukum) sebagaimana

tampak pada beberapa referensi dapatlah

dikatagorikan dalam beberapa periodesasi.

Periodesasi yang lazim adalah sebagai berikut

I. Zaman Purbakala:

1.Masa Yunani:

2. Masa Romawi:

II. Abad Pertengahan

1. Masa Gelap

2. Masa Scholastik

III. Zaman Renaissance

IV. Zaman Baru

(53)

PERKEMBANGAN FILSAFAT HUKUM

Ad. I. Zaman Purbakala

Dimulai dengan masa pra-Socrates yang dapat dikatakan bahwa Filsafat Hukum belum

berkembang dengan baik. Alasan utama karena para filsuf pada masa itu lebih memusatkan perhatiannya pada alam semesta, yaitu yang menjadi masalah bagi mereka tentang bagaimana

terjadinya alam semesta

Beberapa penulis sejarah Filsafat Hukum mengungkapkan bahwa Socrates lah yang

pertama-tama memberikan pandangan sepenuhnya pada manusia. Diperkirakan Filsafat Hukum mula

pertama lahir pada masa ini, kemudian mencapai puncaknya melalui peranan para filsuf besar seperti Plato, Aristoteles dan filsuf-filsuf lainnya

(54)

PERKEMBANGAN FILSAFAT HUKUM

Ad. I. Zaman Purbakala

Socrates yang melakukan dialog dengan

Thrasymachus (Sofinsft) berbendapat

bahwa ketika mengukur apa yang baik dan

apa yang buruk, indah dan jelek, berhak

dan tidak berhak, jangan diserahkan

semata-mata kepada orang perorangan atau

kepada mereka yang memiliki kekuatan

atau penguasa yang zalim, tetapi

hendaknya dicari ukuran-ukuran yang

objektif untuk menilainya. Soal keadilan

bukanlah hanya berguna bagi mereka yang

(55)

PERKEMBANGAN FILSAFAT HUKUM

Ad. I. Zaman Purbakala

Plato juga sudah membahas hampir semua

masalah yang tercakup dalam Filsafat

Hukum. Baginya keadilan

(justice), adalah

tindakan yang benar, tidak dapat

diidentifikasikan dengan hanya kepatuhan

pada aturan hukum. Keadilan adalah suatu

ciri sifat manusia yang mengkoordinasi dan

membatasi pelbagai elemen dari manusia

terhadap lingkungannya agar

memungkinkan manusia dalam

(56)

PERKEMBANGAN FILSAFAT HUKUM

Ad. I. Zaman Purbakala

Plato juga berpendapat bahwa hukum

adalah pikiran yang masuk akal

(reason

thought, logismos)  yang dirumuskan dalam

keputusan negara. Ia menolak anggapan

bahwa otoritas dari hukum semata-mata

bertumpu pada kemauan dari kekuatan

 yang memerintah

(governing power).

(57)

PERKEMBANGAN FILSAFAT HUKUM

Ad. I. Zaman Purbakala

Aristoteles tidak pernah mendefinisikan hukum secara  formal. Ia membahas hukum dalam berbagai

konteks. Dengan cara yang lain Aristoteles  mengatakan bahwa “Hukum adalah suatu jenis ketertiban dan hukum yang baik adalah ketertiban yang baik, akal yang tidak dipengaruhi oleh nafsu,

Aristoteles juga menolak pandangan kaum Sofis bahwa hukum hanyalah konfensi. Namun demikian

ia juga mengakui bahwa seringkali hukum hanyalah merupakan ekspresi dari kemauan sesuatu kelas khusus dan menekankan peranan

(58)

PERKEMBANGAN FILSAFAT HUKUM

Ad. I. Zaman Purbakala

Kaum Stoa  yakin akan persamaan semua

manusia dalam suatu komunitas universal

dan menolak doktrin perbudakan dari

Aristoteles. Hukum alam merupakan

standar yang paling dasar bagi

aturan-aturan hukum dan institusi-institusi yang

dibuat menusia digabungkan dengan

gagasan Aristoteles dan Kristen mewujud

dalam suatu tradisi hukum alam dari

Filsafat Hukum pada abad pertengahan

(59)

PERKEMBANGAN FILSAFAT HUKUM

Ad. I. Zaman Purbakala

Pada masa Romawi, perkembangan Filsafat Hukum tidak segemilang pada masa Yunani. Sebabnya

masa itu para ahli fikir lebih banyak

mencurahkan perhatiannya kepada masalah bagaimana hendak mempertahankan ketertiban

di seluruh kawasan Kekaisaran Romawi yang sangat luas itu. Para filsuf dituntut untuk

memikirkan bagaimana caranya memerintahkan Romawi sebagai suatu kerajaan dunia. Namun demikian para ahli fikir seperti Polybius, Cicero,

Seneca, Marcus Aurelius, banyak memberikan sumbangan penting pada perkembangan pemikiran

(60)

PERKEMBANGAN FILSAFAT HUKUM

Ad. I. Zaman Abad Pertengan

Abad pertengahan dapat dibagai dalam dua masa  yakni masa gelap (dark ages) da masa Scholastik,

Masa gelap dimulai dengan runtuhnya

kekaisaran Romawi akibat serangan bangsa

lain yang dianggap terbelakang yang datang

dari utara yaitu yang disebut suku-suku

Germania. Pada masa ini dapat dikatakan

Filsafat Hukum tidak berkembang, selain

karena suasana tidak tenteram akibat

peperangan antar suku juga karena tidak

adanya peninggalan apapun dari suku

bangsa Romawi yang telah runtuh

(61)

PERKEMBANGAN FILSAFAT HUKUM

Ad. I. Zaman Abad Pertengan

Hal ini agak berbeda dengan masa

Scholastik ,

Filsafat Hukum mulai tumbuh berkembang

dengan munculnya banyak pemikiran tentang

hukum. Namun demikian ada corak khusus

dalam pemikiran tentang hukum yaitu dengan

didasari oleh ajaran Tuhan dalam hal ini ajaran

Kristen. Sesuai dengan corak pemikiran hukum

Ketuhanan ini lalu dikenal dengan dalam

sejarah filsafat hukum sebagai masa Scholastik.

Implikasinya antara lain hukum alam tidak lagi

dipandang sebagai rasionalitas alam semesta

 yang impersonal, tetapi diintegrasikan dalam

(62)

PERKEMBANGAN FILSAFAT HUKUM

ZAMAN RENAISSANCE

Zaman

Renaisance  ditandai dengan tidak

terikatnya lagi alam pikiran manusia dalam

ikatan-ikatan keagamaan, di sisi lain manusia

menemukan kembali kepribadiannya.

Kebebasan manusia dengan menggunakan akal

pikirannya tumbuh berkembang tanpa rasa

takut akan dogma-dogma agama. Implikasinya

terjadi perubahan yang tajam dalam bebagai

segi kehidupan antara lain berupa

perkembangan teknologi yang sangat pesat,

berdirinya negara-negara baru, lahirnya

(63)

PERKEMBANGAN FILSAFAT HUKUM

ZAMAN RENAISSANCE

Dalam dunia pemikiran terhadap hukum, pada

zaman ini menimbulkan pula adanya pendapat

bahwa rasio manusia tidak lagi dapat dilihat

sebagai suatu penjelmaan dari rasio Tuhan.

Rasio manusia terlepas dari ketertiban

Ketuhanan. Dan rasio manusia yang berdiri

sendiri ini merupakan sumber satu-satunya

dari hukum. Unsur logika manusia merupakan

(64)

PERKEMBANGAN FILSAFAT HUKUM

ZAMAN RENAISSANCE

Thomas Aquino merupakan salah satu tokoh

 yang ada pada zaman

Renaissance 

berpandangan bahwa aturan-aturan hukum

adalah peraturan akal budi

(ordinance of

reason)  yang diundangkan bagi kebaikan umum

oleh penguasa yang sah

(legitimate souvereign).

(65)

PERKEMBANGAN FILSAFAT HUKUM

ZAMAN RENAISSANCE

Dalam hal ini dibedakan 4 (empat) jenis hukum yaitu

Lex aeterna (hukum abadi, eternal law), suatu ekspresi peraturan alam semesta secara rasional dari Tuhan; Lex divina (hukum ilahi, divine law)  yang membimbing

manusia menuju tujuan supranaturalnya, hukum  Tuhan diwahyukan melalui kitab suci;

Lex naturalis (hukum alam, natural law ), membimbing manusia manusia menuju tujuan alamiahnya, hasil

partisipasi manusia dalam bentuk kosmik;

Lex human (hukum manusia, human law ), mengatur hubungan antara manusia dalam suatu masyarakat

tertentu dalam kerangka tuntutan-tuntutan khusus dalam masyarakat tersebut (sesuai dengan kondisi

(66)

PERKEMBANGAN FILSAFAT HUKUM

ZAMAN BARU

Pada zaman baru bidang fisafat pada umumnya

termasuk filsafat hukum dikembangkan dengan

dasar logika manusia. Namun demikian

dirasakan bahwa filsafat hukum dinilai kurang

berkembang sebagai akibat adanya gerakan

kodifikassi yang ada. Di sisi lain pada masa ini

awalnya kurang memberikan perhatian

terhadap masalah-masalah keadilan.

(67)

PERKEMBANGAN FILSAFAT HUKUM

ZAMAN MODERN

Pada zaman modern terdapat tendensi

pergeseran yaitu dari filsafat hukumnya para

filsuf ke arah filsafat hukum dari para ahli

hukum. Pada masa ini mulai dibangkitkan

kembali pencarian tentang masalah-masalah

(68)
(69)
(70)

PERAN PARADIGMA DALAM PENGEMBANGAN ILMU BEBERAPA DEFINISI :

THOMAS KUHN:

“…RECOGNIZED SCIENTIFIC ACHIEVEMENTS THAT FOR A TIME PROVIDE MODEL PROBLEMS AND SOLUTIONS TO A COMMUNITY

OF PRACTITIONERS” LIEK WILARDJO:

“SEBAGAI MODEL YANG DIPAKAI ILMUWAN DALAM KEGIATAN KEILMUANNYA UNUK MENENTUKAN JENIS-JENIS PERSOALAN

YANG PERLU DIGARAP, DAN DENGAN METODE APA SERTA

MELALUI PROSEDUR YANG BAGAIMANA PENGGARAPAN ITU HARUS DILAKUKAN”

ANGKASA:

PANDANGAN FUNDAMENTAL DARI SUATU KOMUNITAS ILMUWAN TENTANG MODEL YANG MENUNJUKKAN POKOK PERSOALAN YANG MENDASAR, TEORI BESERTA METODE PEMECAHANNYA

(71)

PANDANGAN KUHN TENTANG PERAN

PARADIGMA DALAM PERKEMBANGAN ILMU

•KUHN MENETANG MITOS BAHWA PERKEMBANGAN ATAU KEMAJUAN ILMU TERJADI SECARA KUMULATIF

•INTI TESIS KUHN MENGATAKAN BAHWA PERKEMBANGAN ILMU BUKANLAH SECARA KUMULATIF TETAPI TERJADI

SECARA REVOLUSI

MODEL PERKEMBAGAN ILMU MENURUT KUHN

PARAD.I NORMAL.SC ANOMALIES CRISIS REVOL PARAD  .II  MENUNJUKKAN PARADIGMA TERTENTU YANG MENDOMINASI

ILMU PADA WAKTU TERTENTU. SEBELUM ADANYA PARADIGMA INI DIDAHULUI DENGAN AKTIVITAS YANG TERPISAH-PISAH DAN

TIDAK TERORGANISIR YANG MENGAWALI PEMBENTUKAN SUATU ILMU (PRA-PARADIGMATIK)

(72)

NORMAL.SC 

•BERLANGSUNG SUATU PERIODE AKUMULASI ILMU, TEMPAT PARA ILMUWAN BEKERJA DAN

MENGEMBANGKAN PARADIGMA, YANG DAPAT BERGUNA BAGI DASAR PENGEMBANGAN SELANJUTNYA

ANOMALIES 

•ADANYA PENYIMPANGAN-PENYIMPANGAN YANG TERJADI KARENA TIDAK MAMPUNYA PARAD.I MEMBERIKAN PENJELASAN SECARA MEMADAI

TERHADAP PERSOALAN YANG TIMBUL  CRISIS 

•ANOMALI YANG MEMUNCAK, SUATU KRISIS (CRISIS)  AKAN TIMBUL DAN PARAD.I  MULAI

DISANGSIKAN VALIDITASNYA REVOL 

•TERJADI KETIKA KRISIS SEDEMIKIAN SERIUS DAN TIDAK TERATASI

PARAD .II 

•PARADIGMA BARU YANG MAMPU MENYELESAIAKAN PERSOALAN YANG

DIHADAPI OLEH PARAD.I.

PARAD.II. BERSIFAT RADIKAL, SANGAT BERLAIANAN DAN BAHKAN BERLAWANAN DENGAN YANG LAMA. PARAD.II . AKAN

MENJADI KIBLAT  BARU BAGI ILMUWAN SEMACAM GESTALT SWITCH  ATAU RELIGIOUS CONVERSION  YANG MERUBAH OPEN

(73)

Bertolak dari gagasan Kuhn tentang paradigma dalam konteks perkembangan ilmu seperti tersebut di atas, maka berikut ini dipaparkan paradigma (ilmu) hukum, yang tampaknya juga berperan dalam perkembangan hukum. Bermula dari gagasan tentang hukum alam yang mendapatkan tantangan dari pandangan hukum yang kemudian (paradigma hukum alam rasional), ilmu hukum kemudian telah berkembang dalam bentuk revolusi sains yang khas.

(74)

Paradigma Hukum

Namun terdapat perbedaan dengan paradigma yang terdapat pada ilmu alam (eksak), dimana kehadiran paradigma baru cenderung akan menumbangkan paradigma lama. Dalam paradigma ilmu sosial (termasuk ilmu hukum) kehadiran suatu paradigma baru di hadapan paradigma lama tidak selalu menjadi sebab tumbangnya paradigma lama. Paradigma yang ada hanya saling bersaing, dan berimplikasi pada saling menguat, atau melemah.

(75)

(1)Memberikan dasar etika bagi berlakunya hukum positif,

(2) memberikan dasar pembenar bagi berlakunya kebebasan manusia dalam kehidupan negara,

(3) memberikan ide dasar tentang hakikat hukum dan keadilan sebagai tujuan hukum,

(4) memberikan dasar bagi konstitusi beberapa negara (Prancis, Amerika dan lain-lain)

(5) memberi dasar berlakunya hukum

internasional sebagai dasar pengubahan hukum Romawi menjadi prinsip-prinsip hukum umum dan berbagai manfaat praktis dan teoritis

lainnya.

(76)

Hukum alam memberikan dasar moral terhadap hukum, sesuatu yang tidak mungkin dipisahkan dari hukum selama hukum diterapkan terhadap manusia. Potensi hukum alam ini mengakibatkan hukum alam senantiasa tampil memenuhi kebutuhan zaman manakala kehidupan hukum membutuhkan pertimbangan-pertimbangan moral dan etika. Implikasinya hukum alam menjelma dalam konstitusi dan hukum-hukum negara.

(77)

Berdasarkan sumbernya, hukum alam dapat dikelompokkan menjadi dua yakni (1) hukum alam yang bersumber dari   Tuhan (irrasional);  dan (2) hukum alam yang bersumber dari rasio manusia. Penganut hukum alam yang bersumber dari Tuhan antara lain   Thomas Aquinas, Gratianus, John Salisbury, Dante, Pierre Dubois, Marsilius Padua, Johanes Huss.

Penganut hukum alam yang bersumber dari rasio manusia antara lain   Hugo de Groot atau Grotius, Christian Thomasius, Immanuel Kant, Hegel dan Rudolf Stammler

(78)

Menurut pradigma hukum alam irrasional, sebagaimana dinyatakan oleh Thomas Aquinas, hukum dapat digolongkan menjadi 4 (empat) golongan hukum yaitu Lex Aeterna, Lex Divina, Lex  Naturalis  dan Lex Positivis 

Lex Aeterna  atau Hukum Abadi menganggap bahwa rasio Tuhan sendiri yang mengatur segala sumber dari segala sumber hukum. Rasio ini tidak dapat ditangkap oleh pancaindera manusia.

Lex Divina atau  Hukum Illahi , adalah bagian rasio Tuhan yang dapat ditangkap oleh manusia berdasarkan waktu yang diterimanya. Menurut Thomas Aquinas Lex Divina  merupakan hukum yang difirmankan oleh Tuhan kepada manusia yang kemudian di himpun dalan Al-Kitab (Bijbel).

(79)

Lex Naturalis, inilah yang merupakan hukum alam, yaitu yang merupakan penjelmaan dari Lex Aeterna  di dalam rasio manusia. Dengan akalnya manusia hanya dapat memahami sebagian saja dari Lex  Aeterna  yang sangat luas dan mendalam.

Lex Temporalis   atau   Lex Positivis   atau Hukum Positif , adalah hukum yang berlaku dan merupakan pelaksanaan dari hukum alam yang berlaku di suatu tempat saat ini. Hukum positif ini terdiri atas hukum positif yang dibuat oleh Tuhan seperti terdapat dalam kitab-kitab suci dan hukum positif  buatan manusia.

(80)

Mengenai konsepsi hukum alam, Thomas Aquinas menyatakan bahwa terdapat dua asas utama hukum alam, yaitu   principia prima  dan   principia  secundaria .

Principia prima   atau prinsip yang pertama adalah prinsip-prinsip yang berkaitan dengan prinsip-prinsip hak dasar manusia yang bersifat umum, universal dan berlaku tanpa batas ruang atau waktu. Prinsip ini bersifat mutlak, dalam arti melekat pada setiap manusia.

Principia secundaria  atau atau prinsip yang kedua, merupakan prinsip-prinsip khusus yang dijabarkan dari prinsip pertama itu.

(81)

Grotius berpendapat bahwa hukum alam adalah produk dari rasio manusia dan bukan berasal dari Tuhan. Hukum alam merupakan pencetusan dari tingkah laku manusia itu dipandang baik atau buruk, apakah tindakan manusia itu dapat diterima atau ditolak atas dasar kesusilaan alam.

Di samping pandangan yang demikian tersebut di atas (hukum alam rasionalistis) ternyata Grotius pun menerima adanya hukum lain yang berdasarkan Ketuhanan sebagai sumber hukum antara lain dari Kitab-kitab Suci

Akhir dari pandangan Grotius mengatakan bahwa Hukum Alam diperoleh dari akal manusia, namun dasar kekuatan mengikatnya harus dicari pada Tuhan.

(82)

Selanjutnya masih dari kalangan hukum alam rasionalistis dapat diketengahkan nama Immanuel Kant yang banyak sokongannya dalam membangun hukum alam yang rasionalistis

Kant mengatakan bahwa hukum alam itu bersumber pada   Katagorische Imperative.   Konsepsi dasar ini adalah, “bertindaklah   kamu demikian, sehingga alasan tindakanmu dapat dijadikan alasan bertindak oleh manusia lainnya.”

Sifat hukum alamnya Kant juga disebut rasionalistis  juga idealistis. Disebut idealistis oleh karena terdapat kemungkinan terjadi suatu perbuatan manusia yang bertentangan dengan apa yang dinyatakan oleh Katagorische imperative 

(83)

Pandangan Kant tampaknya sangat berpengaruh kepada pemikiran penganut Kant yang dikenal dengan Neo-Kantian salah satu diantaranya adalah Rudolf Stammler

.

Stammler dengan metode kritis dan trancendentaal sampailah pada suatu pemikiran  hukum alam yang bersifat tidak abadi.

Dasar dari hukum alamnya adalah kebutuhan manusia. Karena kebutuhan manusia berubah-ubah sepanjang waktu dan tempat, maka akibatnya hukum alam yang dihasilkannya juga berubah-ubah setiap waktu dan tempat.

(84)

Stammler menolak pengertian hukum alam dengan konsepsi klasik yakni sebagai peraturan-peraturan yang terlepas dari kehendak manusia, bersifat tidak berubah-ubah dan berlaku pada semua jaman dan di semua tempat.

Stammler juga berpendapat bahwa adil tidaknya suatu hukum terletak pada dapat tidaknya hukum itu memenuhi kebutuhan manusia.

Oleh Stammler teorinya disebut : die Lehre von dem  richtichgen Rechte ; namun teorinya lebih dikenal dengan Teori Hukum Alam dengan isinya yang berubah-ubah   (Natural Law with a changing 

(85)

Paradigma hukum historis dibentuk oleh Frederich von Savigny sebagai reaksi yang disengaja terhadap paradigma hukum pada waktu yang mendapat pengaruh sangat kuat dari revolusi Prancis dan akibat-akibatnya yang sangat memprihatinkan.

Savigny tidak dapat menerima kebenaran anggapan tentang baiknya hukum positif yang sekali dibentuk dan diberlakukan sepanjang waktu dan tempat.

Savigny ingin membuktikan bahwa hakikat hukum bukanlah terletak pada bagaimana gampangnya hukum dibuat dan secara pastinya hukum diterapkan, melainkan adalah dari mana hukum itu berasal dan dengan begitu bagaimana hukum

(86)

Menurut Savigny, masyarakat merupakan kesatuan organis yang memiliki kesatuan keyakinan umum, yang disebutnya jiwa masyarakat atau jiwa bangsa atau   Volksgeist,   yaitu kesamaan pengertian dan keyakinan terhadap sesuatu.

Maka menurut aliran ini, sumber hukum adalah jiwa masyarakat, dan isinya adalah aturan tentang kebiasaan hidup masyarakat. Hukum tidak dapat dibentuk melainkan tumbuh dan berkembang bersama dengan kehidupan masyarakat. Undang-undang dibentuk hanya untuk mengatur hubungan masyarakat atas kehendak masyarakat itu melalui negara.

(87)

Paradigma Hukum Historis yang berpokok pangkal pada Volksgeist  tidak identik bahwa jiwa bangsa tiap warganegara dari bangsa itu menghasilkn hukum. Merupakan sumber hukum adalah jiwa bangsa yang sama-sama hidup dan bekerja di dalam tiap-tiap individu yang menghasilkan hukum positif. Hal itu menurut Savigny tidak terjadi dengan menggunakan akal secara sadar, akan tetapi tumbuh dan berkembang di dalam kesadaran bangsa yang tidak dapat dilihat dengan panca indera.

(88)

Bentham dianggap tokoh radikal yang menghendaki perubahan bagi kehidupan Inggris. Ia adalah pencetus dan sekaligus pemimpin aliran pemikiran “kemanfaatan”.

Menurut   Bentham,   hakikat kebahagiaan adalah kenikmatan dan kehidupan yang bebas dari kesengsaraan. Karenanya, maksud manusia melakukan tindakan adalah untuk mendapatkan kebahagiaan  yang sebesar-besarnya dan mengurangi pederitaan. Baik buruknya tindakan diukur dari baik-buruknya akibat yang dihasilkan oleh tindakan itu. Suatu tindakan dinilai baik, jika tindakan itu menghasilkan kebaikan. Sebaliknya dinilai buruk,  jika mengakibatkan kerugian (keburukan).

(89)

Oleh Bentham, teori itu secara analogis diterapkannya pada bidang hukum. Baik buruknya hukum harus diukur dari baik buruknya akibat yang dihasilkan oleh penerapan hukum itu. Suatu ketentuan hukum baru dapat dinilai baik, jika akibat-akibat yang dihasilkan dari penerapannya adalah kebaikan, kebahagiaan sebesar-besarnya dan berkurangnya penderitaan. Sebaliknya dinilai buruk,  jika penerapannya menghasilkan akibat-akibat yang

tidak adil, kerugian dan hanya memperbesar penderitaan.

(90)

Pertentangan pemikiran antara kalangan konservatif  Inggris dengan Bentham bersumber pada faham dasar mereka yang sangat berbeda satu sama lain. Menurut kalangan teoritis hukum konservatif  Inggris, Undang-undang Dasar Inggris dianggap sebagai hasil proses alam yang tercipta secara demikian menurut pimpinan Tuhan. Bagi Bentham, cara pandang itu dianggapnya memperbodoh rakyat yang memudahkan penguasa menekan mereka.

(91)

Karenanya   Bentham   menganjurkan perubahan terhadapnya. Menurut   Bentham,   negara diadakan bukanlah atas kehendak alam, melainkan atas kehendak rakyat melalui suatu bentuk “kontrak” yang kemudian dijadikan dasar negara. Penciptaan negara melalui kontrak itu dimaksudkan untuk membangun kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi rakyat. Karenanya jika ternyata konstitusi menciptakan keadaan sebaliknya, maka konstitusi itu harus segera diubah mewujudkan tujuan hakikinya

(92)

Dengan demikian, paradigma utilitarianis merupakan paradigma yang meletakkan dasar-dasar ekonomi bagi pemikiran hukum. Prinsip utama pemikiran mereka adalah mengenai tujuan dan evaluasi hukum.Tujuan hukum adalah kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi sebagian terbesar rakyat atau bagi seluruh rakyat,   dan evaluasi hukum dilakukan berdasarkan akibat-akibat yang dihasilkan dari proses penerapan hukum. Berdasarkan orientasi itu, maka isi hukum adalah ketentuan tentang pengaturan pengaturan penciptaan kesejahteraan negara.

(93)

Positivisme hukum mendapatkan dasar-dasar filsafatnya pada aliran filsafat Positif   (Positivism)  yang lahir pada awal abad 19-an. Prinsip utama aliran filsafat ini adalah;

Pertama, Hanya menganggap benar apa yang benar-benar tampil dalam pengalaman. Prinsip ini diangkat dari prinsip empirisme Locke dan David Hume;

Kedua   Hanya apa yang pasti secara nyata disebut dan diakui sebagai kebenaran. Berarti tidak semua pengalaman dapat disebut benar, hanya pengalaman yang nyatalah yang disebut benar;

(94)

Ketiga Hanya melalui ilmulah pengalaman nyata itu dapat dibuktikan;

Keempat   Karena semua kebenaran hanya didapat melalui ilmu, maka tugas filsafat adalah mengatur hasil penyelidikan ilmu itu.

Untuk mendapatkan kebenaraan yang seluas-luasnya, termasuk kebenaran dalam kehidupan

manusia, maka metode ilmiah juga diterapkan dalam dunia kemanusiaan. Gerakan ini dipelopori antara

lain oleh Saint-Simon, Aguste Comte dari Prancis dan Herbert Spencer dari Inggris.

(95)

Prinsip-prinsip dasar positivisme hukum adalah:

Pertama,   Suatu tata hukum negara berlaku bukan karena mempunyai dasar dalam kehidupan sosial (menurut Comte dan Spencer), bukan juga karena bersumber pada jiwa bangsa (menurut Savigny), dan  juga bukan karena dasar-dasar hukum alam,

melainkan karena mendapatkan bentuk positifnya suatu instansi yang berwenang.

Kedua  Hukum harus dipandang semata-mata dalam bentuk formalnya; bentuk hukum formal dipisahkan dari bentuk hukum material;

Ketiga  Isi hukum (material) diakui ada, tetapi bukan bahan ilmu hukum karena dapat merusak kebenaran

(96)

Positivisme hukum John Austin

Pertama, hukum merupakan perintah penguasa (law  is a command of the law giver);  hukum dipandang sebagai perintah dari pihak pemegang kekuasaan tertinggi (kedaulatan); hukum merupakan perintah yang dibebankan untuk mengatur makhluk berfikir; perintah itu diberikan oleh makhluk berpikir yang memegang kekuasaan.

3.4. Paradigma Hukum Positif

Kedua   hukum merupakan sistem logika yang bersifat tetap dan tertutup   (closed logical system);  pandangan ini jelas mendapat pengaruh ketat dari cara berfikir sains modern.

Ketiga  , hukum positif harus memenuhi beberapa unsur, yaitu adanya   unsur perintah, sanksi,

(97)

Positivisme hukum Hans Kelsen

Pertama,   hukum haruslah dibersihkan dari anasir-anasir bukan hukum, seperti anasir-anasir etika, sosiologi, politik dan sebagainya

Kedua,   Hukum harus dibebaskan dari unsur moral sebagaimana diajarkan oleh aliran hukum alam (unsur etika), juga dari persepsi hukum kebiasaan (sosiologis) dan konsepsi konsepsi keadilan politis (unsur politis).

Ketiga , hukum termasuk dalam   sollenskatagori  (hukum sebagai keharusan), bukan   seinskatagori  (hukum sebagai kenyataan).

(98)

Positivisme hukum Hans Kelsen

Ajaran lain Kelsen adalah tentang “stufentheorie” - nya Bahwa sistem hukum hakikatnya merupakan sistem hierarkis yang terususun dari peringkat terendah hingga peringkat tertinggi.

Hukum yang lebih rendah harus berdasar, bersumber, dan tidak boleh bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi.

Sifat bertentangan dari hukum yang lebih rendah mengakibatkan batalnya daya laku hukum itu. Sebaliknya, hukum yang lebih tinggi merupakan dasar dan sumber dari hukum yang lebih rendah.

Semakin tinggi kedudukan hukum dalam peringkatnya, semakin abstrak dan umum sifat norma yang dikandungnya; dan semakin rendah peringkatnya, semakin nyata dan operasional sifat norma yang dikandungnya.

(99)

Dapatlah disimpulkan bahwa pada prinsipnya aliran hukum positif adalah aliran pemikiran hukum yang

memberi penegasan terhadap bentuk hukum (undang-undang), isi hukum (perintah penguasa), ciri hukum (sanksi, perintah, kewajiban dan kedaulatan), dan sistematisasi norma hukum (hierarki norma hukum Kelsen).

Secara implisit aliran ini hakikatnya juga menegaskan beberapa hal:

Pertama, Bahwa bentuk hukum adalah penguasa;

Kedua Bahwa bentuk hukum adalah undang-undang; dan

Ketiga Hukum diterapkan terhadap pihak yang dikuasai, yang dimensi keharusannya diketatkan melalui pembebanan sanksi terhadap pelanggarnya.

(100)

Sosiological Jurisprudence   merupakan aliran filsafat hukum yang memberi perhatian sama kuatnya terhadap masyarakat dan hukum, sebagai dua unsur utama hukum dalam penciptaan dan pemberlakuan hukum

Sosiological Jurisprudence   lebih mengarah pada kenyataan daripada kedudukan dan fungsi hukum dalam masyarakat. Arah fikiran ini dapat ditelusuri melalui konsep-konsep dasar tentang hukum yang dicetuskan oleh para penganutnya. Rosque Pound, Eugen Ehrlich adalah dua nama terkemuka yang disebut-sebut sebagai pendasar aliran ini.

Inti dasar prinsip pemikiran paradigma ini adalah: Hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup di dalam masyarakat.

(101)
(102)

Pada prinsipnya,   Sosiological Jurisprudence  menekankan pada masalah-masalah evaluasi hukum (kualifikasi hukum yang baik), kedudukan hukum tertulis dan tidak tertulis, fungsi hukum sebagai sarana rekayasa sosial, dengan cara pembentukan hukum yang baik (yang sesuai dengan hukum yang hidup di Hal yang sama dari beberapa pemikiran hukum dari pendasar paradigma ini adalah bahwa mereka pada prinsipnya menekankan pentingnya keseimbangan antara hukum formal dengan hukum yang hidup di masyarakat.

(103)

Hal terpenting bagi mereka adalah bagaimana hukum itu diterapkan dalam kenyataan, dan mereka berkata, bahwa hukum yang sebenarnya adalah hukum yang dijalankan itu. Hukum bukanlah apa yang tertulis dengan indah dalam undang-undang, melainkan adalah apa yang dilakukan oleh aparat penyelenggara hukum, polisi, jaksa, hakim atau siapa saja yang melakukan fungsi pelaksanaan hukum.

aliran pemikiran yang memberatkan perhatian terhadap penerapan hukum dalam kehidupan bermasyarakat (bernegara)

Menurut Holmes, seorang ahli hukum harus menghada pi gejala kehidupan sebagai suatu kenyataan yang

realistis. Mereka harus tahu bahwa yang menentukan nasib pelaku kejahatan bukan rumusan sanksi dalam undang-undang, melainkan pertanyaan-pertanyaan dan

(104)

P

Pertama,ertama, tentang esensi praktik hukum sebagai esensi tentang esensi praktik hukum sebagai esensi

senyatanya dari hukum.

senyatanya dari hukum.

Pe

Penenekakananan n pepentntining g yayang ng didiberberikikan an ololeheh   Pragmatic   Pragmatic  Legal Realism 

Legal Realism  terhadap esensi hukum adalah terhadap esensi hukum adalah

Kedua,

Kedua, bahwa undang-undang bukanlah keharusan yang bahwa undang-undang bukanlah keharusan yang serta merta mampu

serta merta mampu mewujudkan tujuan hukum,mewujudkan tujuan hukum,

melainkan mendapat pengaruh besar dari unsur-unsur melainkan mendapat pengaruh besar dari unsur-unsur di luar undang-undang.

di luar undang-undang. Ketiga,

Ketiga, aparatur penyelenggara hukum dan masyarakat aparatur penyelenggara hukum dan masyarakat

te

tempmpat at hhuukkum um ititu u diditeterarapkpkan an bubukakannlalah h kokommpoponnenen-

-komponen mekanis yang serta merta (secara otomatis)

komponen mekanis yang serta merta (secara otomatis)

m

meennaaaatti i ppeerriinnttaahh--ppeerriinnttaah h hhuukkuumm, , mmeellaaiinnkkaann

m

meerruuppaakkaan n kkoommpoponneenn--kkoommppoonneen n kkehehiidduupapan n yyanangg

3.5. Paradigma Realis Pragmatis

(105)
(106)

Perbincangan tentang keadilan rasanya merupakan

Perbincangan tentang keadilan rasanya merupakan

su

suatatu u kekewawajijibaban n keketitika ka beberbrbicicarara a tetentntanang g fifilslsafafatat

hukum, mengingat salah satu tujuan hukum adalah

hukum, mengingat salah satu tujuan hukum adalah

keadilan dan ini merupakan salah

keadilan dan ini merupakan salah satu tujuan hukumsatu tujuan hukum

yang paling banyak dibicarakan sepanjang perjalanan

yang paling banyak dibicarakan sepanjang perjalanan

sejarah filsafat hukum

sejarah filsafat hukum

Keadilan dalam Perspektif Filsafat Hukum

Keadilan dalam Perspektif Filsafat Hukum

Me

Memamahahami mi pepengngerertiatian n kekeadadilailan n mememamang ng titidadak k begbegitituu

su sulilit t kakarerena na teterdrdapapat at bebebeberarapa pa peperurumumusasan n sesedederhrhananaa y yanang g dadapapat t mmenenjajawwab ab ttenentatang ng pepenngegertrtiaian n kkeaeadidilalann.. N Naammuun n uunnttuuk k mmeemmaahhamami i tetennttaanng g mmaakknna a kkeeaaddiillaann ti

tidadaklklah semah semududah memah membabaca tekca teks s pepengngerertitian an tententantangg

keadilan yang diberikan oleh para pakar, karena ketika

keadilan yang diberikan oleh para pakar, karena ketika

berbic

berbicara ara tentantentang mag makna kna berartberarti i sudah sudah bergerbergerak daak dalamlam

t

taattaarraan n ffiilloossooffiis s yyaanng g ppeerrllu u ppeerreennuunnggaan n sseeccaarraa

mendalam sampai pada hakikat yang paling dalam

(107)

Pertama, merujuk pendapat Ulpianus yang mengatakan bahwa keadilan adalah kemauan yang bersifat tetap dan terus menerus untuk memberikan kepada setiap orang apa yang mestinya untuknya (Iustitia est constans et perpetua voluntas ius suum cuique tribuendi) 

Pengertian Keadilan

Kedua,  pendapat Aristoteles yangg menyatakan bahwa keadilan adalah suatu kebijakan politik yang aturan-aturannya menjadi dasar dari peraturan negara dan aturan-aturan ini merupakan ukuran tentang apa yang hak.

Ketiga , merujuk pendapat Justinian yang menyatakan bahwa “keadilan   adalah kebijakan yang memberikan hasil, bahwa setiap orang mendapat apa yang

(108)

Keempat , merujuk pendapat Herbert Spenser yang me nyatakan bahwa setiap orang bebas untuk menentukan apa yang akan dilakukannya, asal ia tidak melanggar kebebasan yang sama dari lain orang”.

Pengertian Keadilan

Kelima, merujuk pendapat Roscoe Ponund yang melihat indikator keadilan dalam hasil-hasil konkret yang bisa diberikannya kepada masyarakat. Ia melihat bahwa hasil yang diperoleh itu hendaknya berupa perumusan kebutuhan manusia sebanyak-banyaknya dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya.

Keenam , merujuk pendapat Nelson yang meyatakan bahwa “Tidak   ada arti lain bagi keadilan kecuali persamaan pribadi”

(109)

Ketujuh , merujuk pendapat John Salmond yang menyatakan

bahwa norma keadilan menentukan ruang lingkup dari kemerdeka an individual dalam mengejar ke makmuran individual, sehingga dengan demikian mem batasi kemerdekaan individu di dalam batas-batas sesuai dengan kesejahteraan umat manusia.

Pengertian Keadilan

Kedelapan,   merujuk pendapat Hans Kelsen, yang menyatakan bahwa keadilan adalah suatu tertib sosial tertentu yang di bawah lindungannya usaha untuk mencari kebenaran bisa berkembang dengan subur. Oleh karenanya keadilan menurut Kelsen adalah keadilan kemerdekaan, keadilan perdamaian, keadilan demokrasi-keadilan toleransi.

Kesembilan,   merujuk pendapat John Rawls mengkonsepkan keadilan sebagai   fairness,   yang mengandug azas-azas “bahwa orang-orang yang merdeka dan rasional yang berkehendak untuk mengembangkan kepentingan-kepentingannya hendak memperoleh suatu kedudukan yang sama pada saat akan memulainya dan itu merupakan syarat yang fundamental bagi

(110)

Penganut paradigma Hukum Alam meyakini bahwa alam semesta diciptakan dg prinsip keadilan, shg dikenal antara lain Stoisisme norma hkm alam primer yg bersifat umum menyatakan:Berikanlah kepada setiap orang apa yang menjadi haknya (unicuique suum

tribuere), dan jangan merugikan seseorang (neminem laedere)”.

Cicero juga menyatakan bahwa hukum dan keadilan tidak ditentuk an oleh pendapat manusia, tetapi oleh alam.

Keadilan dalam Perspektif Filsafat Hukum

Paradigma Positivisme Hukum, keadilan dipandang sebagai tujuan hukum. Hanya saja disadari pula sepenuhnya tentang relativitas dari keadilan ini sering mengaburkan unsur lain yang juga penting, yakni unsur kepastian hukum. Adagium yang selalu didengungkan adalah Suum jus, summa injuria; summa lex, summa crux.  Secara harfiah ungkapan tersebut berarti bahwa hukum yang keras akan melukai, kecuali keadilan dapat menolongnya.

Dalam paradigma hukum Utiliranianisme, keadilan dilihat secara luas. Ukuran satu-satunya untuk mengukur sesauatu adil atau tidak adalah seberapa besar dampaknya bagi kesejahteraan manusia (human welfare).   Adapun apa yang dianggap bermanfaat

Referensi

Dokumen terkait

Benih yang dipakai yaitu benih varietas pepaya yang bersifat unggul, produktif, dan berkualitas baik. Caranya adalah dengan melakukan penyerbukan sendiri pada bunga pepaya

tidak dapat mengikuti intruksi guru pada saat bermain music3.  Anak dapat mengikuti ketukan/tempo

Dengan komunikasi visual yang meliputi pembangunan Branding desa Tumang sebagai desa kreatif, perancangan berbagai media promosi serta media sosialisasi dan edukasi

Safitri (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis tataniaga telur ayam kampong, di Kabupaten Bogor Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi

• Override : menambahkan link atau sifat yang sama dengan objek induk pada node, tapi. dengan value atau karakteristik yang berbeda dengan value atau karakteristik yang berbeda

Atas dasar itu, maka hakim dalam memeriksa, mengadili, dan memutus dituntut harus berdasarkan atas fakta hukum di persidangan, norma/kaidah-kaidah hukum, moral

aktivasi tambahan berupa strontium klorida 50 mM dapat memberi dukungan yang nyata terhadap pembentukan 2PN pada oosit domba yang diinjeksi melalui metode ICSI dengan spermatozoa

Dengan adanya program Untung dan Aman Bersama Mangrove (UMANG) di desa pesisir Kabupaten Belitung Timur, khususnya di Desa Mekar Jaya dan Desa Buding dapat