BY
1. PENGERTIAN FILSAFAT
1. PENGERTIAN FILSAFAT
2. CIRI BERFIKIR KEFILSAFATAN
2. CIRI BERFIKIR KEFILSAFATAN
3.
3.
CABANG-CABANG
CABANG-CABANG
UTAMA
UTAMA
FILSAFAT
FILSAFAT
> METAFISIKA
> METAFISIKA
>
>
EPISTIMOLOG
EPISTIMOLOG
I
I
> LOGIKA
> LOGIKA
PENGANTAR
PENGANTAR
PENGERTIAN FILSAFAT HUKUM
PENGERTIAN FILSAFAT HUKUM
PERKEMBANGAN FILSAFAT
PERKEMBANGAN FILSAFAT
HUKUM
1. PENGERTIAN PARADIGMA
1. PENGERTIAN PARADIGMA
2. PERAN PARADIGMA DALAM
2. PERAN PARADIGMA DALAM
PERKEMBANGAN ILMU
PERKEMBANGAN ILMU
3. PARADIGMA HUKUM
3. PARADIGMA HUKUM
PARADIGAM HUKUM ALAM
PARADIGAM HUKUM ALAM
PARADIGMA HUKUM HISTORIS
PARADIGMA HUKUM HISTORIS
PARADIGMA UTILITARIAN
PARADIGMA UTILITARIAN
PARADIGMA
PARADIGMA
HUKUM
HUKUM
POSITIF
POSITIF
PENGENALAN FILSAFAT PENGENALAN FILSAFAT
.
.Pengertian Filsafat.Pengertian Filsafat.
falsa falsafah fah (b(bahahasasaa ArArabab),),
philosophy philosophy (ba(bahashasaa InggInggrisris),),
philosophi philosophie e (B(Belelanandada,, JeJermrmanan,, PePerarancncisis),),
/philosophia /philosophia (Yunani)(Yunani)
beberarartrtii ccinintata,, kekekakasisihh aatatauu bibisasa jujugaga ssahahababatat..
beberarartrtii kekebibijajaksksananaaaann atatauau kekeararififanan,, bibisasa jujugaga beberarartrtii pepengngetetahahuauan.n.
sesecacarara haharfrfiaiahh kakatata berberarartiti yayangng memencncinintataii kekebibijajaksksananaaaan.n.
fifilslsafafatat memerurupapakakann akaktitivivitatass mamanunusisiaa dedengnganan memengnggugunanakakann kekemamampmpuauann d
daayyaa ppiikkiirrnnyyaa ddaallaamm rraannggkkaa mmeenneellaaaahh kkeejjaaddiiaann aallaamm sseemmeessttaa uunnttuukk menemukan
menemukan kebenaran kebenaran yang yang hakiki. hakiki.
Para filsuf pra-Sokratik
menganggap bahwa filsafat
adalah ilmu yang berupaya
untuk memahami hakikat
alam dan realitas yang ada
dengan mengandalkan akal
budi.
Plato pernah mengatakan bahwa
filsafat adalah ilmu pengetahuan
yang berusaha meraih kebenaran
yang asli dan murni. Selain itu
Plato juga mengatakan bahwa
filsafat adalah penyelidikan
tentang sebab-sebab dan
asas-asas yang paling akhir dari segala
sesuatu yang ada.
. Filsafat menurutnya sebagai
ilmu pengetahuan yang
senantiasa berupaya mencari
prinsip-prinsip dan
penyebab-penyebab dari realitas yang
ada
f
ilsuf asal Perancis yang termasyhur
dengan argumen je pense, donc je
suis, atau dalam bahwa Latin cogito
ergo sum (aku berfikir maka aku ada),
mengatakan bahwa filsafat
merupakan himpunan dari segala
pengetahuan yang pangkal
penyelidikannya adalah mengenai
Tuhan, alam dan manusia
.
Al-Farabi
filsuf
muslim
berpendapat bahwa filsafat
itu
ialah
pengetahuan
tentang alam yang maujud
dan
bertujuan
menyelidiki
hakikat yang sebenarnya
CIRI BERFIKIR KEFILSAFATAN RADIKAL : berfikir sangat mendasar UNIVERSAL: common experience of mankind KONSEPTUAL: hasil generalisasi dan abstraksi pengalaman manusia KOHEREN & KONSISTEN: sesuai dengan kaidah berfikir (logis) dan tidak
kontradiksi/
SISTEMATIK:saling berhubungan secara teratur dan terkandung adanya maksud & tujuan tertentu
KOMPREHENSIF: mencakup secara menyeluruh
BEBAS NILAI:bebas dari prasangka sosial, historis, kultural & religius :tidak anarkis
BERTANGGUNG JAWAB:bertanggung jawab atas hasil
pemikirannya &
CABANG-CABANG UTAMA FILSAFAT
Tiga Persoalan Filsafat
KEBERADAAN PENGETAHUAN NILAI
METAFISIKA EPISTIMOLOGI ETIKA ESTETIKA LOGIKA ONTOLOGI KOSMOLOGI ANTROPOLOGI
METAFISIKA:
MERUPAKAN ISTILAH DARI YUNANI META TA PHYSIKA (SESUDAH FISIKA) YANG DAPAT BERARTI SESUATU YANG ADA DI BALIK
ATAU DI BELAKANG BENDA-BENDA FISIK
METAFISIKA DAPAT DIDEFINISIKAN SEBAGAI STUDI ATAU PEMIKIRAN TENTANG SIFAT YANG TERDALAM (ULTIMATE NATURE)
ONTOLOGI
BERKAITAN DENGAN
¶ APA YANG DIMAKSUD DENGAN ADA, KEBERADAAN ATAU EKSISTENSI
¶ BAGAIMANAKAH PENGGOLONGAN DARI ADA, KEBERADAAN ATAU EKSISTENSI
¶ APA SIFAT DASAR (NATURA) KENYATAAN ATAU KEBERADAAN
KOSMOLOGI
BERKAITAN DENGAN ASAL MULA,
PERKEMBANGAN DAN STRUKTUR ATAU SUSUNAN ALAM
¶ JENIS KETERATURAN APA YANG ADA DALAM ALAM.
¶ KETERATURAN DALAM ALAM SEPERTI SEBUAH MESIN ATAUKAH KETERATURAN YANG BERTUJUAN
¶ APA HAKIKAT HUBUNGAN SEBAB AKIBAT ¶ APAKAH RUANG DAN WAKTU
ANTROPOLOGI
BERKAITAN DENGAN PERTANYAAN
¶ BAGAIMANA TERJADI HUBUNGAN BADAN DAN JIWA
¶ APA YANG DIMAKSUD DENGAN KESADARAN ¶ MANUSIA SEBAGAI MAHLUK BEBAS ATAU
EPISTIMOLOGI
SECARA ETIMOLOGIS, ISTILAH EPISTIMOLOGI BERASAL DARI KATA YUNANI EPISTEME YANG
BERARTI PENGETAHUAN DAN LOGOS BERARTI KATA, PIKIRAN, PERCAKAPAN ILMU ATAU TEORI.
SECARA HARFIAH EPISTIMOLOGI BERARTI TEORI PENGETAHUAN
(THEORY OF KNOWLEDGE)
EPISTIMOLOGI DAPAT DIDEFINISIKAN SEBAGAI CABANG FILSAFAT YANG MEMPELAJARI ASAL MULA ATAU
SUMBER, STRUKTUR, METODE DAN SYAHNYA (VALIDITAS) PENGETAHUAN.
PERSOALAN DALAM EPISTIMOLOGI
BERKAITAN DENGAN PERTANYAAN
¶ BAGAIMANAKAH MANUSIA DAPAT MENGETAHUI SESUATU
¶ DARI MANA PENGETAHUAN DIPEROLEH
¶ BAGAIMANAKAH VALIDITAS PENGETAHUAN ITU DAPAT DINILAI
¶ APAKAH PERBEDAAN ANTARA PENGETAHUAN A PRIORI (PENGETAHUAN PENGALAMAN) DENGAN
PENEGTAHUAN A POSTERIORI (PENGETAHUAN PASCAPENGALAMAN)
LOGIKA
SECARA ETIMOLOGIS, ISTILAH LOGIKA BERASAL DARI KATA YUNANI LOGIKOS YANG BERASAL DARI KATA
BENDA LOGOS .
KATA LOGOS BERARTI SESUATU YANG DIUTARAKAN, SUATU PERTIMBANGAN AKAL (PIKIRAN), MENGENAI
KATA, MENGENAI PERCAKAPAN, ATAU YANG BERKENAAN DENGAN BAHASA
LOGIKA DAPAT DIDEFINISIKAN SEBAGAI ILMU, KECAKAPAN ATAU ALAT UNTUK BERFIKIR SECARA
OBJEK LOGIKA
PERSOALAN LOGIKA BERKAITAN DENGAN PERTANYAAN ¶ APA YANG DIMAKSUD DENGAN PENGERTIAN (CONCEPT)
¶ APA YANG DIMAKSUD DENGAN PUTUSAN (PROPOSITION) ¶ APA YANG DIMAKSUD DENGAN PENYIMPULAN (INFERENCE)
¶ APA ATURAN-ATURAN UNTUK DAPAT MENYIMPULKAN SECARA LURUS
¶ APA MACAM-MACAM SILOGISME
¶ APA MACAM-MACAM SESAT PIKIR (FALLACY) ¶ OBJEK MATERIAL LOGIKA ADALAH PEMIKIRAN ¶ OBJEK FORMALNYA ADALAH KELURUSAN BERFIKIR
ETIKA
SECARA ETIMOLOGIS, ISTILAH ETIKA BERASAL DARI KATA YUNANI EHTOS DAN ETHIKOS. ETHOS BERARTI
SIFAT, WATAK, KEBIASAAN, TEMPAT YANG BIASA. ETHIKOS BERARTI SUSILA, KEADABAN, ATAU
KELAKUAN DAN PERBUATAN YANG BAIK.
ISTILAH MORAL BERASAL DARI BAHASA LATIN MOS BENTUK TUNGGAL, SEDANGKAN BENTUK JAMAK
MORES YANG BERATI ADAT ISTIADAT ATAU KEBIASAAN.
DALAM BAHASA INSONESIA ETIKA ATAU MORAL DAPAT DIARTIKAN SEBAGAI KESUSILAAN
OBJEK ETIKA
¶ OBJEK MATERIAL ETIKA ADALAH TINGKAH LAKU ATAU
PERBUATAN MANUSIA YANG DILAKUKAN SECARA SADAR DAN BEBAS ¶ OBJEK FORMAL ETIKA ADALAH KEBAIKAN DAN KEBURUKAN ATAU BERMORAL DAN TIDAK BERMORAL DARI TINGKAH LAKU TERSEBUT
PERSOALAN ETIKA BERKAITAN DENGAN PERTANYAAN
¶ APA YANG DIMAKSUD DENGAN BAIK ATAU BURUK SECARA MORAL ¶ APAKAH SYARAT-SYARAT SUATU PERBUATAN DIKATAKAN SEBAGAI
BAIK SECARA MORAL
¶ BAGAIMANAKAH HUBUNGAN ANTARA KEBEBASAN KEHENDAK DENGAN PERBUATAN SUSILA
¶ APA YANG DIMAKSUD DENGAN KESADARAN MORAL
¶ BAGAIMANAKAH PERANAN HATI NURANI (CONSCIENCE) DALAM SETIAP PERBUATAN MANUSIA
¶ BAGAIMANAKAH PERTIMBANGAN MORAL BERBEDA DARI DAN BERGANTUNG PADA SUATU PERTIMBANGAN YANG BUKAN MORAL
ESTETIKA
¶ SECARA ETIMOLOGIS, ISTILAH ESTETIKA BERASAL DARI KATA YUNANI AISTHETIS YANG BERARTI DAPAT DISERAP DENGAN
PANCA INDERA, PEMAHAMAN INTELEKTUAL (INTELECTUAL UNDERSTANDING), ATAU JUGA DAPAT BERARTI PENGAMATAN
SPIRITUAL .
¶ ESTETIKA DAPAT DIGAMBARKAN SEBAGAI KAJIAN FILSAFATI TENTANG KEINDAHAN DAN KEJELEKAN
¶ ESTETIKA SEBAGAI CABANG FILSAFAT JUGA DISEBUT FILSAFAT KEINDAHAN (PHILOSOPHY OF BEAUTY)
PERSOALAN ESTETIKA BERKAITAN DENGAN PERTANYAAN ¶ APAKAH KEINDAHAN ITU
¶ APAKAH KEINDAHAN ITU BERSIFAT OBJEKTIF ATAUKAH SUBJEKTIF
¶ APA YANG MERUPAKAN UKURAN KEINDAHAN
¶ APA PERAN KEINDAHAN DALAM KEHIDUPAN MANUSIA
¶ BAGAIMANAKAH HUBUNGAN KEINDAHAN DENGAN KEBENARAN SEJAK JAMAN YUNANI PURBA, ESTETIKA SERING DISEBUT DENGAN BERBAGAI NAMA SEPERTI FILSAFAT SENI (PHILOSOPHY
OF ART), FILSAFAT KEINDAHAN (PHILOSOPHY OF BEAUTY), FILSAFAT CITA RASA (PHILOSHOPY OF TASTE), DAN FILSAFAT KEKRITISAN (PHYLOSOPHY OF CRITICISM). AKAN TETAPI SEJAK
ABAD XVII, ISTILAH ESTETIKA MULAI MENGGANTIKAN NAMA-NAMA TERSEBBUT
BERBAGAI ASPEK FILSAFAT
HUKUM
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa
Filsafat Hukum adalah ilmu yang
mempelajari hukum secara filosofis. Jadi
objek Filsafat Hukum adalah hukum, dan
objek tersebut dikaji secara mendalam
sampai kepada inti atau atau dasarnya
yang disebut dengan hakikat
Ketika mempertanyakan tentang apa
(hakikat) hukum itu, sebenarnya juga sudah
masuk pada ranah filsafat hukum.
Pertanyaan tersebut sebenarnya juga dapat
dijawab oleh ilmu hukum, akan tetapi
jawaban tersebut ternyata tidak
memuaskan. Hal ini antara lain dapat
berpijak dari pendapat Van Apeldoorn yang
antara lain menyatakan bahwa ilmu hukum
hanya memberikan jawaban yang sepihak,
karena ilmu hukum hanya melihat
Ia tidak melihat hukum, ia hanya melihat
apa yang dapat dilihat dengan panca indera,
bukan melihat dunia hukum yang tidak
dapat dilihat, yang tersembunyi di dalamnya,
dengan demikian kaidah-kidah hukum
sebagai pertimbangan nilai terletak di luar
pandangan ilmu hukumNorma (kaidah)
hukum tidak termasuk pada ranah
kenyataan
(Sein), tetapi berada pada dunia
nilai (Sollen dan mogen), sehingga norma
hukum bukan dunia penyelidikan ilmu
hukum.
BERBAGAI DEFINISI HUKUM
J.van Kan :
“keseluruhan ketentuan -ketentuan
kehidupan yang bersifat memaksa, yang
melindungi kepentingan-kepentingan orang
dalam masyarakat”.
Rudolf von Jhering :
“hukum adalah keseluruhan norma -norma
yang memaksa yang berlaku dalam suatu
BERBAGAI DEFINISI HUKUM
Hans Kelsen menyatakan bahwa hukum
terdiri dari norma-norma bagaimana orang
harus berperilaku
Wirjono Projodikoro yang menyatakan
bahwa hukum adalah rangkaian peraturan
mengenai tingkah laku orang-orang
sebagai anggota suatu masyarakat,
sedangkan satu-satunya tujuan hukum
ialah menjamin keselamatan,
kebahagiaan, dan tata tertib dalam
masyarakat itu
BERBAGAI DEFINISI HUKUM
O. Notohamidjoyo berpendapat bahwa
hukum adalah keseluruhan
peraturan-peraturan yang tertulis dan tidak tertulis
dalam masyarakat negara serta antar
negara, yang berorientasi pada dua asas
yaitu keadilan dan daya guna, demi tata
tertib dan damai dalam masyarakat
Berdasarkan atas definisi tersebut di atas maka
tampaklah betapa luas hukum itu. Keluasan
hukum itu kemudian diartikan menjadi sembilan
arti hukum oleh Purnadi Purbacaraka dan
Soerjono Soekanto
Sembilan arti hukum oleh Purnadi
Purbacaraka dan Soerjono Soekanto
1) ilmu pengetahuan yakni pengetahuan
yang tersusun secara sistematis atas dasar
kekuatan pemikiran;
2) disiplin, yakni suatu ajaran tentang
kenyataan atau gejala-gejala yang dihadapi;
3) norma, yakni pedoman atau patokan
sikap tindak atau perikelakuan yang pantas
dan diharapkan;
Sembilan arti hukum oleh Purnadi
Purbacaraka dan Soerjono Soekanto
7) proses pemerintahan, yaitu proses
hubungan timbal balik antara unsur-unsur
pokok dari sistem kenegaraan;
8) sikap tindak ajeg atau perikelakuan
yang teratur, yakni perikelakuan yang
diulang-ulang dengan cara yang sama, yang
bertujuan untuk mencapai kedamaian; dan
9) jalinan nilai-nilai, yaitu jalinan dari
konsepsi-konsepsi abstrak tentang apa
Dengan demikian dapat digambarkan betapa
rumitnya apabila akan merumuskan definisi
tentang hukum yang dapat mencakup secara
keseluruhan dan memuaskan
Hal ini tampaknya ada pula dalam
pemikiran Karl N. Llewellyn yang
menyatakan sebagai berikut.
“Kesulitan dalam memberikan kerangka
dan konsep tentang “hukum” adalah karena
terlampau banyaknya perihal yang terkait
sementara satu sama lain di antara perihal
yang terkait ini sangat berbeda. Karenanya,
saya tidak mengupayakan suatu definisi
dari hukum tersebut ”
PENGERTIAN FILSAFAT HUKUM
Secara etimologis Filsafat Hukum terdiri atas dua
kata yakni “filsafat” dan “hukum”.
Filsafat dapat diartikan suatu cara berfikir yang
mendalam, sedangkan hukum dapat diartikan
sebagai norma yang di dalamnya terdapat nilai-
nilai serta sanksi yang memaksa bagi yang
melanggarnya.
Dengan demikian maka secara sederhana
Filsafat Hukum adalah pemikiran yang
mendalam tentang norma hukum yang
didalamnya termasuk pemikiran yang mendalam
terhadap nilai-nilai yang dikandung oleh norman
BERBAGAI PENGERTIAN FILSAFAT
HUKUM
Gustaf Radbruch:
“Filsafat Hukum adalah cabang filsafat yang
mempelajari hukum yang benar”.
Langen Mayer:
“ Filsafat Hukum adalah pembahasan
secara filosofis tentang hukum”
Mahadi,
“Filsafat Hukum ialah filsafat tentang
hukum: falsafat tentang segala sesuatu di bidang
hukum secara mendalam sampai ke akar-
BERBAGAI PENGERTIAN FILSAFAT
HUKUM
Purnadi Purbacaraka dan Soerjono
Soekanto :
“Filsafat Hukum adalah perenungan
dan perumusan nilai-nilai kecuali itu filsafat
hukum juga mencakup penyerasian
nilai-nilai misalnya: penyerasian antara
ketertiban dengan ketentraman, antara
kebendaan dengan keakhlakan, dan antara
kelanggengan/konservatisme dengan
pembaharuan
BERBAGAI PENGERTIAN FILSAFAT
HUKUM
Soejono Dirdjosisworo:.
“Filsafat Hukum adalah pendirian atau
penghayatan kefilsafatan yang dianut orang
atau masyarakat atau negara tentang
hakikat serta landasan berlakunya hukum
Van Apeldoorn:
“Filsafat Hukum menghendaki jawaban atas
pertanyaan: Apakah hukum?,
Ia menghendaki agar kita berfikir masak-masak
tentang tanggapan kita dan bertanya pada diri
sendiri, apa yang sebenarnya kita anggap tentang
BERBAGAI PENGERTIAN FILSAFAT
HUKUM
Utrecht:
“Filsafat Hukum memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan seperti: Apakah hukum itu sebenarnya?
(persoalan: adanya dan tujuan hukum). Apakah sebabnya maka kita mentaati hukum? (persoalan: berlakunya
hukum). Apakah keadilan yang menjadi ukuran untuk baik buruknya hukum itu? (persoalan: keadilan hukum).
Inilah pertanyaan-pertanyaan yang sebetulnya juga
dijawab oleh ilmu hukum. Akan tetapi bagi orang banyak tidak memuaskan. Ilmu hukum sebagai suatu ilmu empiris
hanya melihat hukum sebagai suatu gejala saja, yaitu menerima hukum sebagai suatu “gegebenheit” belaka. Filsafat hukum hendak melihat hukum sebagai kaidah
BERBAGAI PENGERTIAN FILSAFAT
HUKUM
Satjipto Rahardjo:
“Filsafat Hukum mempersoalkan pertanyaan-
pertanyaan yang bersifat dasar dari hukum.
Pertanyaan tentang hakikat hukum, tentang
dasar-dasar bagi kekuatan mengikat dari
hukum, merupakan contoh-contoh
SIMPULAN PENGERTIAN FILSAFAT
HUKUM
Berdasarkan atas beberapa definisi atau
perumusan-perumusan tersebut di atas
maka dapatlah ditarik intinya bahwa
Filsafat Hukum merupakan kajian secara
filosofis terhadap hukum yang ranah
kajiannya tentang hakikat, inti atau kajian
sedalam-dalamnya tentang hukum.
RUANG LINGKUP FILSAFAT HUKUM
Ruang lingkup Filsafat Hukum antara lain
dapat ditilik dari perumusan pengertian
tentang Filsafat Hukum. Mencermati adanya
berbagai perumusan yang variatif maka
tidaklah dapat dikatakan bahwa ruang
lingkup Filsafat Hukum bersifat baku dan
stagnant, namun sebaliknya luwes dan
berkembang. Namun demikian titik
pangkalnya tetap sama yakni tentang
hakikat hukum yang paling mendalam atau
hakiki.
RUANG LINGKUP FILSAFAT HUKUM
Perkembangan terletak pada hakikat
hukum yang dapat dilihat dari berbagai
perspektif antara lain tentang tujuan
hukum, keadilan, dasar mengikatnya
hukum, atau mengapa hukum ditaati dan
sebagainya.
RUANG LINGKUP FILSAFAT HUKUM
Perkembangan ruang lingkup Filsafat Hukum
dapatlah ditengarai dengan pokok pikiran bahwa
ruang lingkup Filsafat Hukum sudah bergeser
pada batasan ruang lingkup yang dibuat atau
disepakati sebagai masalah Fislafat Hukum oleh
para filsuf masa lampau. Misalnya masalah dasar
yang menjadi perhatian filsuf masa lampau
terhdap Filsafat Hukum terbatas pada tujuan
hukum (terutama masalah keadilan), hubungan
hukum alam dan hukum positif, hubungan negara
RUANG LINGKUP FILSAFAT HUKUM
Hal tersebut di atas tidak terlepas dari
implikasi cara perspektif masa itu yang
melihat Filsafat Hukum sebagai kajian
sampingan untuk kelengkapan dalam
pengkajian tentang filsafat pada umumnya.
Demi kelengkapan berfilsafatnya para filsuf
harus juga membahas segala aspek dari
filsafat termasuk juga hukum. Walaupun
terbatas, pemikiran-pemikiran hukum dari
Plato, Aristoteles, Cicero, Zeno dari zaman
Yunani/Romawi misalnya masih banyak
banyak pengikutnya hingga kini.
RUANG LINGKUP FILSAFAT HUKUM
Pada masa kini objek kajian atau ruang lingkup
kajian Filsafat Hukum tidak hanya masalah
tujuan hukum saja, tetapi setiap permasalahan
yang mendasar sifatnya yang berkaitan dengan
masalah hukum. Dengan kata lain bahwa Filsafat
Hukum sekarang tidak lagi Filsafat Hukumnya
para ahli filsafat seperti di masa-masa lampau,
melainkan merupakan hasil pemikiran pula para
ahli hukum (teoritisi maupun praktisi) yang dalam
tugas sehari-harinya banyak menghadapi
permasalahan yang menyangkut keadilan sosial di
dalam masyarakat
PERKEMBANGAN RUANG LINGKUP
FILSAFAT HUKUM
Berkaitan dengan hal tersebut Friedmann
menyatakan sebagai berikut.“Before the nineteenth
century, legal theory was essentially a by product
of philosophy, religion, ethics, or politic. The great
legal thinkers were primarily philoshopers,
churhmen, politicians. The decisive shift from the
philpshoper’s or politician’s to the lawyer’s legal
philosophy is of fairly recent date. It follows period
of great developments in juristic research, technique
and professional training. The new era of legal
philosophy arises mainly from the confrontation of
the professional lawyer, in his legal work, with
problems of social justice”
PERKEMBANGAN RUANG LINGKUP
FILSAFAT HUKUM
Masalah-masalah hukum yang ada meliputi
beberapa masalah antara lain sebagai berikut.
•Hubungan hukum dengan kekuasaan;
•Hubungan hukum dengan nilai-nilai sosial
budaya;
•Apa sebabnya negara berhak menghukum
seseorang;
•Apa sebabnya orang mentaati hukum
•Masalah pertanggungjawaban;
•Masalah hak milik;
•Masalah kontrak;
•Masalah peranan hukum sebagai sarana
pembaharua masyaraka
Dan lain-lain
PERKEMBANGAN FILSAFAT HUKUM
Perkembangan Filsafat (hukum) sebagaimana
tampak pada beberapa referensi dapatlah
dikatagorikan dalam beberapa periodesasi.
Periodesasi yang lazim adalah sebagai berikut
I. Zaman Purbakala:
1.Masa Yunani:
2. Masa Romawi:
II. Abad Pertengahan
1. Masa Gelap
2. Masa Scholastik
III. Zaman Renaissance
IV. Zaman Baru
PERKEMBANGAN FILSAFAT HUKUM
Ad. I. Zaman Purbakala
Dimulai dengan masa pra-Socrates yang dapat dikatakan bahwa Filsafat Hukum belum
berkembang dengan baik. Alasan utama karena para filsuf pada masa itu lebih memusatkan perhatiannya pada alam semesta, yaitu yang menjadi masalah bagi mereka tentang bagaimana
terjadinya alam semesta
Beberapa penulis sejarah Filsafat Hukum mengungkapkan bahwa Socrates lah yang
pertama-tama memberikan pandangan sepenuhnya pada manusia. Diperkirakan Filsafat Hukum mula
pertama lahir pada masa ini, kemudian mencapai puncaknya melalui peranan para filsuf besar seperti Plato, Aristoteles dan filsuf-filsuf lainnya
PERKEMBANGAN FILSAFAT HUKUM
Ad. I. Zaman Purbakala
Socrates yang melakukan dialog dengan
Thrasymachus (Sofinsft) berbendapat
bahwa ketika mengukur apa yang baik dan
apa yang buruk, indah dan jelek, berhak
dan tidak berhak, jangan diserahkan
semata-mata kepada orang perorangan atau
kepada mereka yang memiliki kekuatan
atau penguasa yang zalim, tetapi
hendaknya dicari ukuran-ukuran yang
objektif untuk menilainya. Soal keadilan
bukanlah hanya berguna bagi mereka yang
PERKEMBANGAN FILSAFAT HUKUM
Ad. I. Zaman Purbakala
Plato juga sudah membahas hampir semua
masalah yang tercakup dalam Filsafat
Hukum. Baginya keadilan
(justice), adalah
tindakan yang benar, tidak dapat
diidentifikasikan dengan hanya kepatuhan
pada aturan hukum. Keadilan adalah suatu
ciri sifat manusia yang mengkoordinasi dan
membatasi pelbagai elemen dari manusia
terhadap lingkungannya agar
memungkinkan manusia dalam
PERKEMBANGAN FILSAFAT HUKUM
Ad. I. Zaman Purbakala
Plato juga berpendapat bahwa hukum
adalah pikiran yang masuk akal
(reason
thought, logismos) yang dirumuskan dalam
keputusan negara. Ia menolak anggapan
bahwa otoritas dari hukum semata-mata
bertumpu pada kemauan dari kekuatan
yang memerintah
(governing power).
PERKEMBANGAN FILSAFAT HUKUM
Ad. I. Zaman Purbakala
Aristoteles tidak pernah mendefinisikan hukum secara formal. Ia membahas hukum dalam berbagai
konteks. Dengan cara yang lain Aristoteles mengatakan bahwa “Hukum adalah suatu jenis ketertiban dan hukum yang baik adalah ketertiban yang baik, akal yang tidak dipengaruhi oleh nafsu,
Aristoteles juga menolak pandangan kaum Sofis bahwa hukum hanyalah konfensi. Namun demikian
ia juga mengakui bahwa seringkali hukum hanyalah merupakan ekspresi dari kemauan sesuatu kelas khusus dan menekankan peranan
PERKEMBANGAN FILSAFAT HUKUM
Ad. I. Zaman Purbakala
Kaum Stoa yakin akan persamaan semua
manusia dalam suatu komunitas universal
dan menolak doktrin perbudakan dari
Aristoteles. Hukum alam merupakan
standar yang paling dasar bagi
aturan-aturan hukum dan institusi-institusi yang
dibuat menusia digabungkan dengan
gagasan Aristoteles dan Kristen mewujud
dalam suatu tradisi hukum alam dari
Filsafat Hukum pada abad pertengahan
PERKEMBANGAN FILSAFAT HUKUM
Ad. I. Zaman Purbakala
Pada masa Romawi, perkembangan Filsafat Hukum tidak segemilang pada masa Yunani. Sebabnya
masa itu para ahli fikir lebih banyak
mencurahkan perhatiannya kepada masalah bagaimana hendak mempertahankan ketertiban
di seluruh kawasan Kekaisaran Romawi yang sangat luas itu. Para filsuf dituntut untuk
memikirkan bagaimana caranya memerintahkan Romawi sebagai suatu kerajaan dunia. Namun demikian para ahli fikir seperti Polybius, Cicero,
Seneca, Marcus Aurelius, banyak memberikan sumbangan penting pada perkembangan pemikiran
PERKEMBANGAN FILSAFAT HUKUM
Ad. I. Zaman Abad Pertengan
Abad pertengahan dapat dibagai dalam dua masa yakni masa gelap (dark ages) da masa Scholastik,
Masa gelap dimulai dengan runtuhnya
kekaisaran Romawi akibat serangan bangsa
lain yang dianggap terbelakang yang datang
dari utara yaitu yang disebut suku-suku
Germania. Pada masa ini dapat dikatakan
Filsafat Hukum tidak berkembang, selain
karena suasana tidak tenteram akibat
peperangan antar suku juga karena tidak
adanya peninggalan apapun dari suku
bangsa Romawi yang telah runtuh
PERKEMBANGAN FILSAFAT HUKUM
Ad. I. Zaman Abad Pertengan
Hal ini agak berbeda dengan masa
Scholastik ,
Filsafat Hukum mulai tumbuh berkembang
dengan munculnya banyak pemikiran tentang
hukum. Namun demikian ada corak khusus
dalam pemikiran tentang hukum yaitu dengan
didasari oleh ajaran Tuhan dalam hal ini ajaran
Kristen. Sesuai dengan corak pemikiran hukum
Ketuhanan ini lalu dikenal dengan dalam
sejarah filsafat hukum sebagai masa Scholastik.
Implikasinya antara lain hukum alam tidak lagi
dipandang sebagai rasionalitas alam semesta
yang impersonal, tetapi diintegrasikan dalam
PERKEMBANGAN FILSAFAT HUKUM
ZAMAN RENAISSANCE
Zaman
Renaisance ditandai dengan tidak
terikatnya lagi alam pikiran manusia dalam
ikatan-ikatan keagamaan, di sisi lain manusia
menemukan kembali kepribadiannya.
Kebebasan manusia dengan menggunakan akal
pikirannya tumbuh berkembang tanpa rasa
takut akan dogma-dogma agama. Implikasinya
terjadi perubahan yang tajam dalam bebagai
segi kehidupan antara lain berupa
perkembangan teknologi yang sangat pesat,
berdirinya negara-negara baru, lahirnya
PERKEMBANGAN FILSAFAT HUKUM
ZAMAN RENAISSANCE
Dalam dunia pemikiran terhadap hukum, pada
zaman ini menimbulkan pula adanya pendapat
bahwa rasio manusia tidak lagi dapat dilihat
sebagai suatu penjelmaan dari rasio Tuhan.
Rasio manusia terlepas dari ketertiban
Ketuhanan. Dan rasio manusia yang berdiri
sendiri ini merupakan sumber satu-satunya
dari hukum. Unsur logika manusia merupakan
PERKEMBANGAN FILSAFAT HUKUM
ZAMAN RENAISSANCE
Thomas Aquino merupakan salah satu tokoh
yang ada pada zaman
Renaissance
berpandangan bahwa aturan-aturan hukum
adalah peraturan akal budi
(ordinance of
reason) yang diundangkan bagi kebaikan umum
oleh penguasa yang sah
(legitimate souvereign).
PERKEMBANGAN FILSAFAT HUKUM
ZAMAN RENAISSANCE
Dalam hal ini dibedakan 4 (empat) jenis hukum yaitu
Lex aeterna (hukum abadi, eternal law), suatu ekspresi peraturan alam semesta secara rasional dari Tuhan; Lex divina (hukum ilahi, divine law) yang membimbing
manusia menuju tujuan supranaturalnya, hukum Tuhan diwahyukan melalui kitab suci;
Lex naturalis (hukum alam, natural law ), membimbing manusia manusia menuju tujuan alamiahnya, hasil
partisipasi manusia dalam bentuk kosmik;
Lex human (hukum manusia, human law ), mengatur hubungan antara manusia dalam suatu masyarakat
tertentu dalam kerangka tuntutan-tuntutan khusus dalam masyarakat tersebut (sesuai dengan kondisi
PERKEMBANGAN FILSAFAT HUKUM
ZAMAN BARU
Pada zaman baru bidang fisafat pada umumnya
termasuk filsafat hukum dikembangkan dengan
dasar logika manusia. Namun demikian
dirasakan bahwa filsafat hukum dinilai kurang
berkembang sebagai akibat adanya gerakan
kodifikassi yang ada. Di sisi lain pada masa ini
awalnya kurang memberikan perhatian
terhadap masalah-masalah keadilan.
PERKEMBANGAN FILSAFAT HUKUM
ZAMAN MODERN
Pada zaman modern terdapat tendensi
pergeseran yaitu dari filsafat hukumnya para
filsuf ke arah filsafat hukum dari para ahli
hukum. Pada masa ini mulai dibangkitkan
kembali pencarian tentang masalah-masalah
PERAN PARADIGMA DALAM PENGEMBANGAN ILMU BEBERAPA DEFINISI :
THOMAS KUHN:
“…RECOGNIZED SCIENTIFIC ACHIEVEMENTS THAT FOR A TIME PROVIDE MODEL PROBLEMS AND SOLUTIONS TO A COMMUNITY
OF PRACTITIONERS” LIEK WILARDJO:
“SEBAGAI MODEL YANG DIPAKAI ILMUWAN DALAM KEGIATAN KEILMUANNYA UNUK MENENTUKAN JENIS-JENIS PERSOALAN
YANG PERLU DIGARAP, DAN DENGAN METODE APA SERTA
MELALUI PROSEDUR YANG BAGAIMANA PENGGARAPAN ITU HARUS DILAKUKAN”
ANGKASA:
PANDANGAN FUNDAMENTAL DARI SUATU KOMUNITAS ILMUWAN TENTANG MODEL YANG MENUNJUKKAN POKOK PERSOALAN YANG MENDASAR, TEORI BESERTA METODE PEMECAHANNYA
PANDANGAN KUHN TENTANG PERAN
PARADIGMA DALAM PERKEMBANGAN ILMU
•KUHN MENETANG MITOS BAHWA PERKEMBANGAN ATAU KEMAJUAN ILMU TERJADI SECARA KUMULATIF
•INTI TESIS KUHN MENGATAKAN BAHWA PERKEMBANGAN ILMU BUKANLAH SECARA KUMULATIF TETAPI TERJADI
SECARA REVOLUSI
MODEL PERKEMBAGAN ILMU MENURUT KUHN
PARAD.I NORMAL.SC ANOMALIES CRISIS REVOL PARAD .II MENUNJUKKAN PARADIGMA TERTENTU YANG MENDOMINASI
ILMU PADA WAKTU TERTENTU. SEBELUM ADANYA PARADIGMA INI DIDAHULUI DENGAN AKTIVITAS YANG TERPISAH-PISAH DAN
TIDAK TERORGANISIR YANG MENGAWALI PEMBENTUKAN SUATU ILMU (PRA-PARADIGMATIK)
NORMAL.SC
•BERLANGSUNG SUATU PERIODE AKUMULASI ILMU, TEMPAT PARA ILMUWAN BEKERJA DAN
MENGEMBANGKAN PARADIGMA, YANG DAPAT BERGUNA BAGI DASAR PENGEMBANGAN SELANJUTNYA
ANOMALIES
•ADANYA PENYIMPANGAN-PENYIMPANGAN YANG TERJADI KARENA TIDAK MAMPUNYA PARAD.I MEMBERIKAN PENJELASAN SECARA MEMADAI
TERHADAP PERSOALAN YANG TIMBUL CRISIS
•ANOMALI YANG MEMUNCAK, SUATU KRISIS (CRISIS) AKAN TIMBUL DAN PARAD.I MULAI
DISANGSIKAN VALIDITASNYA REVOL
•TERJADI KETIKA KRISIS SEDEMIKIAN SERIUS DAN TIDAK TERATASI
PARAD .II
•PARADIGMA BARU YANG MAMPU MENYELESAIAKAN PERSOALAN YANG
DIHADAPI OLEH PARAD.I.
PARAD.II. BERSIFAT RADIKAL, SANGAT BERLAIANAN DAN BAHKAN BERLAWANAN DENGAN YANG LAMA. PARAD.II . AKAN
MENJADI KIBLAT BARU BAGI ILMUWAN SEMACAM GESTALT SWITCH ATAU RELIGIOUS CONVERSION YANG MERUBAH OPEN
Bertolak dari gagasan Kuhn tentang paradigma dalam konteks perkembangan ilmu seperti tersebut di atas, maka berikut ini dipaparkan paradigma (ilmu) hukum, yang tampaknya juga berperan dalam perkembangan hukum. Bermula dari gagasan tentang hukum alam yang mendapatkan tantangan dari pandangan hukum yang kemudian (paradigma hukum alam rasional), ilmu hukum kemudian telah berkembang dalam bentuk revolusi sains yang khas.
Paradigma Hukum
Namun terdapat perbedaan dengan paradigma yang terdapat pada ilmu alam (eksak), dimana kehadiran paradigma baru cenderung akan menumbangkan paradigma lama. Dalam paradigma ilmu sosial (termasuk ilmu hukum) kehadiran suatu paradigma baru di hadapan paradigma lama tidak selalu menjadi sebab tumbangnya paradigma lama. Paradigma yang ada hanya saling bersaing, dan berimplikasi pada saling menguat, atau melemah.
(1)Memberikan dasar etika bagi berlakunya hukum positif,
(2) memberikan dasar pembenar bagi berlakunya kebebasan manusia dalam kehidupan negara,
(3) memberikan ide dasar tentang hakikat hukum dan keadilan sebagai tujuan hukum,
(4) memberikan dasar bagi konstitusi beberapa negara (Prancis, Amerika dan lain-lain)
(5) memberi dasar berlakunya hukum
internasional sebagai dasar pengubahan hukum Romawi menjadi prinsip-prinsip hukum umum dan berbagai manfaat praktis dan teoritis
lainnya.
Hukum alam memberikan dasar moral terhadap hukum, sesuatu yang tidak mungkin dipisahkan dari hukum selama hukum diterapkan terhadap manusia. Potensi hukum alam ini mengakibatkan hukum alam senantiasa tampil memenuhi kebutuhan zaman manakala kehidupan hukum membutuhkan pertimbangan-pertimbangan moral dan etika. Implikasinya hukum alam menjelma dalam konstitusi dan hukum-hukum negara.
Berdasarkan sumbernya, hukum alam dapat dikelompokkan menjadi dua yakni (1) hukum alam yang bersumber dari Tuhan (irrasional); dan (2) hukum alam yang bersumber dari rasio manusia. Penganut hukum alam yang bersumber dari Tuhan antara lain Thomas Aquinas, Gratianus, John Salisbury, Dante, Pierre Dubois, Marsilius Padua, Johanes Huss.
Penganut hukum alam yang bersumber dari rasio manusia antara lain Hugo de Groot atau Grotius, Christian Thomasius, Immanuel Kant, Hegel dan Rudolf Stammler
Menurut pradigma hukum alam irrasional, sebagaimana dinyatakan oleh Thomas Aquinas, hukum dapat digolongkan menjadi 4 (empat) golongan hukum yaitu Lex Aeterna, Lex Divina, Lex Naturalis dan Lex Positivis
Lex Aeterna atau Hukum Abadi menganggap bahwa rasio Tuhan sendiri yang mengatur segala sumber dari segala sumber hukum. Rasio ini tidak dapat ditangkap oleh pancaindera manusia.
Lex Divina atau Hukum Illahi , adalah bagian rasio Tuhan yang dapat ditangkap oleh manusia berdasarkan waktu yang diterimanya. Menurut Thomas Aquinas Lex Divina merupakan hukum yang difirmankan oleh Tuhan kepada manusia yang kemudian di himpun dalan Al-Kitab (Bijbel).
Lex Naturalis, inilah yang merupakan hukum alam, yaitu yang merupakan penjelmaan dari Lex Aeterna di dalam rasio manusia. Dengan akalnya manusia hanya dapat memahami sebagian saja dari Lex Aeterna yang sangat luas dan mendalam.
Lex Temporalis atau Lex Positivis atau Hukum Positif , adalah hukum yang berlaku dan merupakan pelaksanaan dari hukum alam yang berlaku di suatu tempat saat ini. Hukum positif ini terdiri atas hukum positif yang dibuat oleh Tuhan seperti terdapat dalam kitab-kitab suci dan hukum positif buatan manusia.
Mengenai konsepsi hukum alam, Thomas Aquinas menyatakan bahwa terdapat dua asas utama hukum alam, yaitu principia prima dan principia secundaria .
Principia prima atau prinsip yang pertama adalah prinsip-prinsip yang berkaitan dengan prinsip-prinsip hak dasar manusia yang bersifat umum, universal dan berlaku tanpa batas ruang atau waktu. Prinsip ini bersifat mutlak, dalam arti melekat pada setiap manusia.
Principia secundaria atau atau prinsip yang kedua, merupakan prinsip-prinsip khusus yang dijabarkan dari prinsip pertama itu.
Grotius berpendapat bahwa hukum alam adalah produk dari rasio manusia dan bukan berasal dari Tuhan. Hukum alam merupakan pencetusan dari tingkah laku manusia itu dipandang baik atau buruk, apakah tindakan manusia itu dapat diterima atau ditolak atas dasar kesusilaan alam.
Di samping pandangan yang demikian tersebut di atas (hukum alam rasionalistis) ternyata Grotius pun menerima adanya hukum lain yang berdasarkan Ketuhanan sebagai sumber hukum antara lain dari Kitab-kitab Suci
Akhir dari pandangan Grotius mengatakan bahwa Hukum Alam diperoleh dari akal manusia, namun dasar kekuatan mengikatnya harus dicari pada Tuhan.
Selanjutnya masih dari kalangan hukum alam rasionalistis dapat diketengahkan nama Immanuel Kant yang banyak sokongannya dalam membangun hukum alam yang rasionalistis
Kant mengatakan bahwa hukum alam itu bersumber pada Katagorische Imperative. Konsepsi dasar ini adalah, “bertindaklah kamu demikian, sehingga alasan tindakanmu dapat dijadikan alasan bertindak oleh manusia lainnya.”
Sifat hukum alamnya Kant juga disebut rasionalistis juga idealistis. Disebut idealistis oleh karena terdapat kemungkinan terjadi suatu perbuatan manusia yang bertentangan dengan apa yang dinyatakan oleh Katagorische imperative
Pandangan Kant tampaknya sangat berpengaruh kepada pemikiran penganut Kant yang dikenal dengan Neo-Kantian salah satu diantaranya adalah Rudolf Stammler
.
Stammler dengan metode kritis dan trancendentaal sampailah pada suatu pemikiran hukum alam yang bersifat tidak abadi.
Dasar dari hukum alamnya adalah kebutuhan manusia. Karena kebutuhan manusia berubah-ubah sepanjang waktu dan tempat, maka akibatnya hukum alam yang dihasilkannya juga berubah-ubah setiap waktu dan tempat.
Stammler menolak pengertian hukum alam dengan konsepsi klasik yakni sebagai peraturan-peraturan yang terlepas dari kehendak manusia, bersifat tidak berubah-ubah dan berlaku pada semua jaman dan di semua tempat.
Stammler juga berpendapat bahwa adil tidaknya suatu hukum terletak pada dapat tidaknya hukum itu memenuhi kebutuhan manusia.
Oleh Stammler teorinya disebut : die Lehre von dem richtichgen Rechte ; namun teorinya lebih dikenal dengan Teori Hukum Alam dengan isinya yang berubah-ubah (Natural Law with a changing
Paradigma hukum historis dibentuk oleh Frederich von Savigny sebagai reaksi yang disengaja terhadap paradigma hukum pada waktu yang mendapat pengaruh sangat kuat dari revolusi Prancis dan akibat-akibatnya yang sangat memprihatinkan.
Savigny tidak dapat menerima kebenaran anggapan tentang baiknya hukum positif yang sekali dibentuk dan diberlakukan sepanjang waktu dan tempat.
Savigny ingin membuktikan bahwa hakikat hukum bukanlah terletak pada bagaimana gampangnya hukum dibuat dan secara pastinya hukum diterapkan, melainkan adalah dari mana hukum itu berasal dan dengan begitu bagaimana hukum
Menurut Savigny, masyarakat merupakan kesatuan organis yang memiliki kesatuan keyakinan umum, yang disebutnya jiwa masyarakat atau jiwa bangsa atau Volksgeist, yaitu kesamaan pengertian dan keyakinan terhadap sesuatu.
Maka menurut aliran ini, sumber hukum adalah jiwa masyarakat, dan isinya adalah aturan tentang kebiasaan hidup masyarakat. Hukum tidak dapat dibentuk melainkan tumbuh dan berkembang bersama dengan kehidupan masyarakat. Undang-undang dibentuk hanya untuk mengatur hubungan masyarakat atas kehendak masyarakat itu melalui negara.
Paradigma Hukum Historis yang berpokok pangkal pada Volksgeist tidak identik bahwa jiwa bangsa tiap warganegara dari bangsa itu menghasilkn hukum. Merupakan sumber hukum adalah jiwa bangsa yang sama-sama hidup dan bekerja di dalam tiap-tiap individu yang menghasilkan hukum positif. Hal itu menurut Savigny tidak terjadi dengan menggunakan akal secara sadar, akan tetapi tumbuh dan berkembang di dalam kesadaran bangsa yang tidak dapat dilihat dengan panca indera.
Bentham dianggap tokoh radikal yang menghendaki perubahan bagi kehidupan Inggris. Ia adalah pencetus dan sekaligus pemimpin aliran pemikiran “kemanfaatan”.
Menurut Bentham, hakikat kebahagiaan adalah kenikmatan dan kehidupan yang bebas dari kesengsaraan. Karenanya, maksud manusia melakukan tindakan adalah untuk mendapatkan kebahagiaan yang sebesar-besarnya dan mengurangi pederitaan. Baik buruknya tindakan diukur dari baik-buruknya akibat yang dihasilkan oleh tindakan itu. Suatu tindakan dinilai baik, jika tindakan itu menghasilkan kebaikan. Sebaliknya dinilai buruk, jika mengakibatkan kerugian (keburukan).
Oleh Bentham, teori itu secara analogis diterapkannya pada bidang hukum. Baik buruknya hukum harus diukur dari baik buruknya akibat yang dihasilkan oleh penerapan hukum itu. Suatu ketentuan hukum baru dapat dinilai baik, jika akibat-akibat yang dihasilkan dari penerapannya adalah kebaikan, kebahagiaan sebesar-besarnya dan berkurangnya penderitaan. Sebaliknya dinilai buruk, jika penerapannya menghasilkan akibat-akibat yang
tidak adil, kerugian dan hanya memperbesar penderitaan.
Pertentangan pemikiran antara kalangan konservatif Inggris dengan Bentham bersumber pada faham dasar mereka yang sangat berbeda satu sama lain. Menurut kalangan teoritis hukum konservatif Inggris, Undang-undang Dasar Inggris dianggap sebagai hasil proses alam yang tercipta secara demikian menurut pimpinan Tuhan. Bagi Bentham, cara pandang itu dianggapnya memperbodoh rakyat yang memudahkan penguasa menekan mereka.
Karenanya Bentham menganjurkan perubahan terhadapnya. Menurut Bentham, negara diadakan bukanlah atas kehendak alam, melainkan atas kehendak rakyat melalui suatu bentuk “kontrak” yang kemudian dijadikan dasar negara. Penciptaan negara melalui kontrak itu dimaksudkan untuk membangun kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi rakyat. Karenanya jika ternyata konstitusi menciptakan keadaan sebaliknya, maka konstitusi itu harus segera diubah mewujudkan tujuan hakikinya
Dengan demikian, paradigma utilitarianis merupakan paradigma yang meletakkan dasar-dasar ekonomi bagi pemikiran hukum. Prinsip utama pemikiran mereka adalah mengenai tujuan dan evaluasi hukum.Tujuan hukum adalah kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi sebagian terbesar rakyat atau bagi seluruh rakyat, dan evaluasi hukum dilakukan berdasarkan akibat-akibat yang dihasilkan dari proses penerapan hukum. Berdasarkan orientasi itu, maka isi hukum adalah ketentuan tentang pengaturan pengaturan penciptaan kesejahteraan negara.
Positivisme hukum mendapatkan dasar-dasar filsafatnya pada aliran filsafat Positif (Positivism) yang lahir pada awal abad 19-an. Prinsip utama aliran filsafat ini adalah;
Pertama, Hanya menganggap benar apa yang benar-benar tampil dalam pengalaman. Prinsip ini diangkat dari prinsip empirisme Locke dan David Hume;
Kedua Hanya apa yang pasti secara nyata disebut dan diakui sebagai kebenaran. Berarti tidak semua pengalaman dapat disebut benar, hanya pengalaman yang nyatalah yang disebut benar;
Ketiga Hanya melalui ilmulah pengalaman nyata itu dapat dibuktikan;
Keempat Karena semua kebenaran hanya didapat melalui ilmu, maka tugas filsafat adalah mengatur hasil penyelidikan ilmu itu.
Untuk mendapatkan kebenaraan yang seluas-luasnya, termasuk kebenaran dalam kehidupan
manusia, maka metode ilmiah juga diterapkan dalam dunia kemanusiaan. Gerakan ini dipelopori antara
lain oleh Saint-Simon, Aguste Comte dari Prancis dan Herbert Spencer dari Inggris.
Prinsip-prinsip dasar positivisme hukum adalah:
Pertama, Suatu tata hukum negara berlaku bukan karena mempunyai dasar dalam kehidupan sosial (menurut Comte dan Spencer), bukan juga karena bersumber pada jiwa bangsa (menurut Savigny), dan juga bukan karena dasar-dasar hukum alam,
melainkan karena mendapatkan bentuk positifnya suatu instansi yang berwenang.
Kedua Hukum harus dipandang semata-mata dalam bentuk formalnya; bentuk hukum formal dipisahkan dari bentuk hukum material;
Ketiga Isi hukum (material) diakui ada, tetapi bukan bahan ilmu hukum karena dapat merusak kebenaran
Positivisme hukum John Austin
Pertama, hukum merupakan perintah penguasa (law is a command of the law giver); hukum dipandang sebagai perintah dari pihak pemegang kekuasaan tertinggi (kedaulatan); hukum merupakan perintah yang dibebankan untuk mengatur makhluk berfikir; perintah itu diberikan oleh makhluk berpikir yang memegang kekuasaan.
3.4. Paradigma Hukum Positif
Kedua hukum merupakan sistem logika yang bersifat tetap dan tertutup (closed logical system); pandangan ini jelas mendapat pengaruh ketat dari cara berfikir sains modern.
Ketiga , hukum positif harus memenuhi beberapa unsur, yaitu adanya unsur perintah, sanksi,
Positivisme hukum Hans Kelsen
Pertama, hukum haruslah dibersihkan dari anasir-anasir bukan hukum, seperti anasir-anasir etika, sosiologi, politik dan sebagainya
Kedua, Hukum harus dibebaskan dari unsur moral sebagaimana diajarkan oleh aliran hukum alam (unsur etika), juga dari persepsi hukum kebiasaan (sosiologis) dan konsepsi konsepsi keadilan politis (unsur politis).
Ketiga , hukum termasuk dalam sollenskatagori (hukum sebagai keharusan), bukan seinskatagori (hukum sebagai kenyataan).
Positivisme hukum Hans Kelsen
Ajaran lain Kelsen adalah tentang “stufentheorie” - nya Bahwa sistem hukum hakikatnya merupakan sistem hierarkis yang terususun dari peringkat terendah hingga peringkat tertinggi.
Hukum yang lebih rendah harus berdasar, bersumber, dan tidak boleh bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi.
Sifat bertentangan dari hukum yang lebih rendah mengakibatkan batalnya daya laku hukum itu. Sebaliknya, hukum yang lebih tinggi merupakan dasar dan sumber dari hukum yang lebih rendah.
Semakin tinggi kedudukan hukum dalam peringkatnya, semakin abstrak dan umum sifat norma yang dikandungnya; dan semakin rendah peringkatnya, semakin nyata dan operasional sifat norma yang dikandungnya.
Dapatlah disimpulkan bahwa pada prinsipnya aliran hukum positif adalah aliran pemikiran hukum yang
memberi penegasan terhadap bentuk hukum (undang-undang), isi hukum (perintah penguasa), ciri hukum (sanksi, perintah, kewajiban dan kedaulatan), dan sistematisasi norma hukum (hierarki norma hukum Kelsen).
Secara implisit aliran ini hakikatnya juga menegaskan beberapa hal:
Pertama, Bahwa bentuk hukum adalah penguasa;
Kedua Bahwa bentuk hukum adalah undang-undang; dan
Ketiga Hukum diterapkan terhadap pihak yang dikuasai, yang dimensi keharusannya diketatkan melalui pembebanan sanksi terhadap pelanggarnya.
Sosiological Jurisprudence merupakan aliran filsafat hukum yang memberi perhatian sama kuatnya terhadap masyarakat dan hukum, sebagai dua unsur utama hukum dalam penciptaan dan pemberlakuan hukum
Sosiological Jurisprudence lebih mengarah pada kenyataan daripada kedudukan dan fungsi hukum dalam masyarakat. Arah fikiran ini dapat ditelusuri melalui konsep-konsep dasar tentang hukum yang dicetuskan oleh para penganutnya. Rosque Pound, Eugen Ehrlich adalah dua nama terkemuka yang disebut-sebut sebagai pendasar aliran ini.
Inti dasar prinsip pemikiran paradigma ini adalah: Hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup di dalam masyarakat.
Pada prinsipnya, Sosiological Jurisprudence menekankan pada masalah-masalah evaluasi hukum (kualifikasi hukum yang baik), kedudukan hukum tertulis dan tidak tertulis, fungsi hukum sebagai sarana rekayasa sosial, dengan cara pembentukan hukum yang baik (yang sesuai dengan hukum yang hidup di Hal yang sama dari beberapa pemikiran hukum dari pendasar paradigma ini adalah bahwa mereka pada prinsipnya menekankan pentingnya keseimbangan antara hukum formal dengan hukum yang hidup di masyarakat.
Hal terpenting bagi mereka adalah bagaimana hukum itu diterapkan dalam kenyataan, dan mereka berkata, bahwa hukum yang sebenarnya adalah hukum yang dijalankan itu. Hukum bukanlah apa yang tertulis dengan indah dalam undang-undang, melainkan adalah apa yang dilakukan oleh aparat penyelenggara hukum, polisi, jaksa, hakim atau siapa saja yang melakukan fungsi pelaksanaan hukum.
aliran pemikiran yang memberatkan perhatian terhadap penerapan hukum dalam kehidupan bermasyarakat (bernegara)
Menurut Holmes, seorang ahli hukum harus menghada pi gejala kehidupan sebagai suatu kenyataan yang
realistis. Mereka harus tahu bahwa yang menentukan nasib pelaku kejahatan bukan rumusan sanksi dalam undang-undang, melainkan pertanyaan-pertanyaan dan
P
Pertama,ertama, tentang esensi praktik hukum sebagai esensi tentang esensi praktik hukum sebagai esensi
senyatanya dari hukum.
senyatanya dari hukum.
Pe
Penenekakananan n pepentntining g yayang ng didiberberikikan an ololeheh Pragmatic Pragmatic Legal Realism
Legal Realism terhadap esensi hukum adalah terhadap esensi hukum adalah
Kedua,
Kedua, bahwa undang-undang bukanlah keharusan yang bahwa undang-undang bukanlah keharusan yang serta merta mampu
serta merta mampu mewujudkan tujuan hukum,mewujudkan tujuan hukum,
melainkan mendapat pengaruh besar dari unsur-unsur melainkan mendapat pengaruh besar dari unsur-unsur di luar undang-undang.
di luar undang-undang. Ketiga,
Ketiga, aparatur penyelenggara hukum dan masyarakat aparatur penyelenggara hukum dan masyarakat
te
tempmpat at hhuukkum um ititu u diditeterarapkpkan an bubukakannlalah h kokommpoponnenen-
-komponen mekanis yang serta merta (secara otomatis)
komponen mekanis yang serta merta (secara otomatis)
m
meennaaaatti i ppeerriinnttaahh--ppeerriinnttaah h hhuukkuumm, , mmeellaaiinnkkaann
m
meerruuppaakkaan n kkoommpoponneenn--kkoommppoonneen n kkehehiidduupapan n yyanangg
3.5. Paradigma Realis Pragmatis
Perbincangan tentang keadilan rasanya merupakan
Perbincangan tentang keadilan rasanya merupakan
su
suatatu u kekewawajijibaban n keketitika ka beberbrbicicarara a tetentntanang g fifilslsafafatat
hukum, mengingat salah satu tujuan hukum adalah
hukum, mengingat salah satu tujuan hukum adalah
keadilan dan ini merupakan salah
keadilan dan ini merupakan salah satu tujuan hukumsatu tujuan hukum
yang paling banyak dibicarakan sepanjang perjalanan
yang paling banyak dibicarakan sepanjang perjalanan
sejarah filsafat hukum
sejarah filsafat hukum
Keadilan dalam Perspektif Filsafat Hukum
Keadilan dalam Perspektif Filsafat Hukum
Me
Memamahahami mi pepengngerertiatian n kekeadadilailan n mememamang ng titidadak k begbegitituu
su sulilit t kakarerena na teterdrdapapat at bebebeberarapa pa peperurumumusasan n sesedederhrhananaa y yanang g dadapapat t mmenenjajawwab ab ttenentatang ng pepenngegertrtiaian n kkeaeadidilalann.. N Naammuun n uunnttuuk k mmeemmaahhamami i tetennttaanng g mmaakknna a kkeeaaddiillaann ti
tidadaklklah semah semududah memah membabaca tekca teks s pepengngerertitian an tententantangg
keadilan yang diberikan oleh para pakar, karena ketika
keadilan yang diberikan oleh para pakar, karena ketika
berbic
berbicara ara tentantentang mag makna kna berartberarti i sudah sudah bergerbergerak daak dalamlam
t
taattaarraan n ffiilloossooffiis s yyaanng g ppeerrllu u ppeerreennuunnggaan n sseeccaarraa
mendalam sampai pada hakikat yang paling dalam
Pertama, merujuk pendapat Ulpianus yang mengatakan bahwa keadilan adalah kemauan yang bersifat tetap dan terus menerus untuk memberikan kepada setiap orang apa yang mestinya untuknya (Iustitia est constans et perpetua voluntas ius suum cuique tribuendi)
Pengertian Keadilan
Kedua, pendapat Aristoteles yangg menyatakan bahwa keadilan adalah suatu kebijakan politik yang aturan-aturannya menjadi dasar dari peraturan negara dan aturan-aturan ini merupakan ukuran tentang apa yang hak.
Ketiga , merujuk pendapat Justinian yang menyatakan bahwa “keadilan adalah kebijakan yang memberikan hasil, bahwa setiap orang mendapat apa yang
Keempat , merujuk pendapat Herbert Spenser yang me nyatakan bahwa setiap orang bebas untuk menentukan apa yang akan dilakukannya, asal ia tidak melanggar kebebasan yang sama dari lain orang”.
Pengertian Keadilan
Kelima, merujuk pendapat Roscoe Ponund yang melihat indikator keadilan dalam hasil-hasil konkret yang bisa diberikannya kepada masyarakat. Ia melihat bahwa hasil yang diperoleh itu hendaknya berupa perumusan kebutuhan manusia sebanyak-banyaknya dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya.
Keenam , merujuk pendapat Nelson yang meyatakan bahwa “Tidak ada arti lain bagi keadilan kecuali persamaan pribadi”
Ketujuh , merujuk pendapat John Salmond yang menyatakan
bahwa norma keadilan menentukan ruang lingkup dari kemerdeka an individual dalam mengejar ke makmuran individual, sehingga dengan demikian mem batasi kemerdekaan individu di dalam batas-batas sesuai dengan kesejahteraan umat manusia.
Pengertian Keadilan
Kedelapan, merujuk pendapat Hans Kelsen, yang menyatakan bahwa keadilan adalah suatu tertib sosial tertentu yang di bawah lindungannya usaha untuk mencari kebenaran bisa berkembang dengan subur. Oleh karenanya keadilan menurut Kelsen adalah keadilan kemerdekaan, keadilan perdamaian, keadilan demokrasi-keadilan toleransi.
Kesembilan, merujuk pendapat John Rawls mengkonsepkan keadilan sebagai fairness, yang mengandug azas-azas “bahwa orang-orang yang merdeka dan rasional yang berkehendak untuk mengembangkan kepentingan-kepentingannya hendak memperoleh suatu kedudukan yang sama pada saat akan memulainya dan itu merupakan syarat yang fundamental bagi
Penganut paradigma Hukum Alam meyakini bahwa alam semesta diciptakan dg prinsip keadilan, shg dikenal antara lain Stoisisme norma hkm alam primer yg bersifat umum menyatakan:Berikanlah kepada setiap orang apa yang menjadi haknya (unicuique suum
tribuere), dan jangan merugikan seseorang (neminem laedere)”.
Cicero juga menyatakan bahwa hukum dan keadilan tidak ditentuk an oleh pendapat manusia, tetapi oleh alam.
Keadilan dalam Perspektif Filsafat Hukum
Paradigma Positivisme Hukum, keadilan dipandang sebagai tujuan hukum. Hanya saja disadari pula sepenuhnya tentang relativitas dari keadilan ini sering mengaburkan unsur lain yang juga penting, yakni unsur kepastian hukum. Adagium yang selalu didengungkan adalah Suum jus, summa injuria; summa lex, summa crux. Secara harfiah ungkapan tersebut berarti bahwa hukum yang keras akan melukai, kecuali keadilan dapat menolongnya.
Dalam paradigma hukum Utiliranianisme, keadilan dilihat secara luas. Ukuran satu-satunya untuk mengukur sesauatu adil atau tidak adalah seberapa besar dampaknya bagi kesejahteraan manusia (human welfare). Adapun apa yang dianggap bermanfaat