LAPORAN PRAKTIKUM
LAPORAN PRAKTIKUM
KIMIA AIR, MAKANAN DAN MINUMAN
KIMIA AIR, MAKANAN DAN MINUMAN
ANALISA KUALITATIF PEWARNA
ANALISA KUALITATIF PEWARNA
OLEH : OLEH : INES JIANA INES JIANA P278340110055 P278340110055 NON REG
NON REGULER / SEMEULER / SEMESTER VSTER V
DOSEN PEMBIMBING : DOSEN PEMBIMBING : 1.
1. Dra. Hj. Wieke Sri Wulan ST, MARS, M. KesDra. Hj. Wieke Sri Wulan ST, MARS, M. Kes 2.
2. Dra. Tuty Putri Sri M, S. Apt, M. KesDra. Tuty Putri Sri M, S. Apt, M. Kes 3.
3. Hj. Indah Lestari, ST, M. SiHj. Indah Lestari, ST, M. Si 4.
4. Ayu Puspitasari, ST, M. SiAyu Puspitasari, ST, M. Si 5.
5. Ratno Tri Utomo, S. STRatno Tri Utomo, S. ST
JURUSAN ANALIS KESEHATAN JURUSAN ANALIS KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN
SURABAYA SURABAYA
ANALISIS KUALITATIF PEWARNA
Tinjauan Pustaka
Dalam pengolahan makanan, suatu batasan luas dari keadaan fisika dan kimia yang sangat sering dihadapi yaitu banyaknya zat yang dapat merusak warna alami yang melekat pada bahan makanan. Untuk itu penambahan pewarna, merupakan hal yang penting untuk mengembalikan penampilan yang layak dan ini merupakan hal yang penting dalam menikmati makanan kita. Penggunaan pewarna sintetik telah diakui untuk beberapa tahun dalam memperbaiki corak pada makanan. dalam penambahan ada alas an ekonomis dalam menambahakan pewarna makanan untuk memperbaiki dan menstandarisasi, agar makanan terlihat akan lebih baik dengan warna yang lebih menarik (Jhon, 1980).
Warna merupakan daya tarik terbesar untuk menikmati makanan setelah aroma. Aroma yang wangi, rasa yang lezat, dan tekstur yang lembut bisa jadi akan diabaikan jika warna dari makanan itu tidak menarik atau tidak sesuai dengan apa yang diharapkan dari makanan itu. Di kalangan anak-anak, warna jelas menjadi daya tarik paling utama di samping bentuk dan kemasan. Bahkan terkadang tidak memperdulikan bagaimana rasa makanan atau minuman yang ingin mereka beli. Selama warna, bentuk, dan kemasannya menarik, mereka pasti merengek pada orang tuanya untuk membelikan makanan atau minuman tersebut
(Gardjito, 2006). Pewarna Alami
Pewarna alami adalah zat warna alami (pigmen) yang diperoleh dari tumbuhan, hewan, atau dari sumber-sumber mineral. Zat warna ini telah digunakan sejak dulu dan umumnya dianggap lebih aman dari pada zat warna sintetis, seperti annato sebagai sumber warna kuning alamiah bagi berbagai jenis makanan begitu juga tannin, antosianin, antoxantin, karoten dan klorofil, Quonin, xanthon, heme, flavonoid. Dalam daftar FDA pewarna alami
dan pewarna identik alami tergolong dalam ”uncertified color additives” karena tidak memerlukan sertifikat kemurnian kimiawi. Keterbatasan pewarna alami adalah seringkali memberikan rasa dan flavor khas yang tidak diinginkan, konsentrasi pigmen rendah, stabilitas pigmen rendah, keseragaman warna kurang baik dan spektrum warna tidak seluas pewarna
sintetik.
Bahan makanan menjadi berwarna disebabkan : Pigmen yang secara alami terdapat pada hewan maupun tanaman, reaksi karamelisasi yang menghasilkan warna coklat, reaksi Maillard yang dapat menghasilkan warna gelap, reaksi oksidasi, penambahan zat warna baik zat warna alami (pigmen) maupun sintetik ( Winarno, 1997). Pewarna alami yang berasal dari tumbuhan dapat ditemukan pada akar, buah atau batang tanaman termasuk itu pada annato ( warna kuning coklat yang diambil dari biji tanaman Bixa orrelana), caramel (coklat), khlorofil ( hijau), cochineal, saffron, dan turmerik..
Pewarna identik alami
Pewarna identik alami adalah pigmen-pigmen yang dibuat secara sintetis yang struktur kimianya identik dengan pewarna-pewarna alami. Yang termasuk golongan ini adalah karotenoid murni antara lain canthaxanthin (merah), apo-karoten (merah-oranye), beta-karoten (oranye-kuning). Semua pewarna-pewarna ini memiliki batas-batas konsentrasi maksimum penggunaan, terkecuali beta-karoten yang boleh digunakan dalam jumlah tidak terbatas. Pewarna ini masih satu golongan dengan kelompok zat warna alami, hanya zat warna ini dihasilkan dengan cara sintesis kimia, bukan dengan cara ekstraksi atau isolasi. Pewarna sintetis
Pewarna sintetis mempunyai keuntungan yang nyata dibandingkan pewarna alami, yaitu mempunyai kekuatan mewarnai yang lebih kuat, lebih seragam, lebih stabil, dan biasanya lebih murah. Berdasarkan rumus kimianya, zat warna sintetis dalam makanan menurut ”Joint FAO/WHO Expert Commitee on Food Additives (JECFA) dapat digolongkan
dalam beberapa kelas yaitu : azo, triaril metana, quinolin, xantin dan indigoid ( FAO Indonesia, 2007).
Di Amerika Serikat pada tahun 1906 dikeluarkan suatu peraturan yang disebut Food and Drug act yang memuat tujuh macam zat pewarna yang diijinkan untuk dipakai pada bahan makanan (orange no.1, erythrosine, ponceau 3 R, amaranth ,indigotin, naphtol-yellow, dan light green). Pada masa itu telah ada suatu system pemberian sertifikat terhadap zat pewarna yang dilakukan oleh Departemen Pertanian Amerika Serikat, tetapi sertifikasi
tersebut belum merupakan suatu keharusan.
Setelah mengalami berbagai pengujian antara lain uji fisiologi, zat pewarna baru bertambah banyak.urutan penambahan zat pewarna yang diijinkan berdasarkan tahun adalah : Tartrazine (1916), Yellow AB dan OB (1918), Guinea green (1922), Fast Green (1927), Ponceau SX, Sunset Yellow, Briliant Blue (1929), Violet no.1 (1950), FD & C Lakes (1959), Orange B (1966), FD & C Red no. 40 (1971) (Winarno, 1997). E
Efek yang akan timbul pada tubuh seseorang yang terlalu banyak mengkonsumsi jajanan kering yang mengandung zat kimia efek serta bahaya zat-zat kimia yang terdapat
didalamnya, seperti:
Rhodamin B yang biasanya digunakan sebagai pewarna sintetis pada industri tekstil
dan kertas, menyebabkan gangguan fungsi hati, kanker dan gangguan pencernaan.
Menthanil Yellow digunakan sebagai pewarna tekstil dan cat, jika dicampurkan
kedalam makanan dapat mengakibatkan kanker, reaksi alergik dan menimbulkan anak hiperaktif
Sakarin digunakan sebagai pemanis buatan berakibat mengendap pada ginjal dan
memicu munculnya kanker mukosa kandung kemih
Nhitrosamin digunakan untuk aroma khas sosis dan keju menyebabkan kanker
MSG biasanya digunakan sebagai penyedap rasa mengakibatkan resiko kanker,
gagal ginjal dan merusak jaringan lemak.
Boraks digunakan sebagai pengawet pestisida namun menyebabkan merusak
fungsi otak, hati, ginjal dan jaringan lemak.
Bisphanol A digunakan sebagai pengawet plastik pada tempat penyimpan makanan
menyebabkan kanker payudara
Siklamat sebagai pemanis buatan menyebabkan penyakit leukemia
Formalin sebagai pengawet makanan dapat menyebabkan merusak fungsi jantung,
otak, limpa, dan system saraf pusat.
Zat tatrazin sebagai pewarna makanan menyebabkan tumor di ginjal dan adrenal. Zat quinoline sebagai pewarna makanan dan pengawet plastik penyimpan makanan
menimbulkan reaksi alergik.
Zat amaranth sebagai pewarna makanan menyebabkan kanker dan keracunan yang
Laporan Praktikum Analisa Pewarna
Hari, tanggal :Kamis, 12 Desember 2013
Metode : Kromatografi Kertas
Prinsip : Perbedaan partisi dari zat warna terhadap dua fase yang tidak bercampur, yaitu kandungan air dalam kertas sebagai fase gerak. Analisa kualitatifnya didasarkan pada harga Rf sampel dan dibandingkan dengan harga Rf baku pembanding
Tujuan : Untuk mengetahui atau melihat perambatan zat warna yang dipakai dalam makanan atau minuman
Sampel : Jajanan mie Lidi
Alat:
1. Beaker glass 8. Botol semprot 15. Oven
2. Batang pengaduk 9. Petridish 16. Cawan porselen 3. Pipet tetes 10. Kertas Whatman No.1 17. Sentrifuge
4. Hot plate 11. Pelat Silika 18. Tabung sentrifuge 5. Bejana Kromatografi 12. Yellow Tip 19. Waterbath
6. Corong 13. Kertas saring 20. Neraca analitik 7. Gelas arloji 14. Parafilm
Reagent:
1. Asam acetat glacial 2. N-butil alkohol 3. Aquadest
5. Larutan asam asetat 6% 6. Bulu domba / wool
Posedur :
1. Mecuci bulu domaba dengan eter sampai bebas lemak lalu dikeringkan. 2. Menyiapkan eluent dalam bejana
N – Butil Alkohol 40 bagian voluume Asam Acetat glacial 10 bagian volume Aquadest 24 bagian volume
3. Memotong kertas kromatografi dan menandai dengan pensil seperti pada gambar :
2 cm
Batas eluent berhenti
10 cm Tempat penotolan
2 cm
4. Menyiapkan sampel yang ditambah dengan asam asetat 6% sehingga bereaksi sedikit asam (± pH 4)
a. Cara Bulu Domba
1. Menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan
2. Memasukkan bulu domba bebas lemak kedalam sampel yang telah diasamkan 3. Memanaskan pada hotplate
4. Mencuci bulu domba dengan aquadest
5. Melarutn zat pewarna yang melekat pada bulu domba dengan amonia 10% 6. Menyiapkan kertas silica gel yang telah dipotong dan diberi garis tanda 7. Melapisi bejana dengan kertas saring
8. Mengisi bejana kromatografi dengan eluent.
9. Menunggu hingga bejana jenuh yang ditandai dengan basahnya kertas saring di dalam bejana oleh eluent.
10. Menotolkan zat pewarna dan baku pembanding pada ketas silika gel dengan jarak setiap totolan 1 cm .
11. Menunggu hingga kering dan memasukkan kertas silika gel kedalam bejana
12. Menutup bejana kromatografi, menunggu hingga eluent merambat pada kerts silika gel hingga batas rambat
13. Mengeluarkan kertas silika gel dari bejana dan menunggu hingga kering 14. Mengamati perambatan warna pada kertas silika gel.
15. Membandingkan bercak sampel dengan bercak baku pembanding dan menghitung nilai Rf.
b. Cara Methanol
1. Menimbang 5 gram sampel
3. Menambahkan 3 ml campuran metanol dalam air yang telah dibuat kedalam pada sampel lalu menyaring menggunakan kertas saring
4. Meletakkan supernatan yang didapat pada cawan porselen 5. Menguapkan pada waterbat hingga tersisa zat warna saja 6. Melarutkan zat warna yang didapat dengan 1 ml metanol
7. Menotolkan zat warna pada kertas kromatografi yang telah disiapkan.
Hasil :
1. Cara Bulu Domba
Sampel = 2,9 cm Rf = ℎ ℎ = 2,9 10 = 0,29 2. Cara Methanol Sampel = 2,9 cm Rf = ℎ ℎ = 2,9 10 = 2,9 3. Dari perhitungan rumus:
Rf = ℎ
ℎ
Rhodamin = 0,65 Sunset yellow = 0,5 Tartrazine = 0,1 Green Aple = 0,55 Ponceau 4R = 0,3 Methanil yellow = 0,58 Camoisin = 0,55 Sunsea = 0,53 Pembahasan:
Pada analisis pewarna, menggunakan du cara yaitu cara pemeriksaan dengan bulu domba dan cara pemeriksaan dengan methanol. Pada dasarnya, kedua cara tersebut memiliki prinsip yang sama, yaitu mengambil zat warna dari sampel dan kemudian diperiksa jenis zat pewarna yang terkandung dalam sampel. Pada cara bulu domba, sampel diikat oleh bulu domba yang telah dibebas lemakkan lalu zat warna yang telah diikat oleh bulu domba dibebaskan lagi oleh penambahan ammonia yang kemudian zat warna tersebut ditotolkan pada kromatografi kertas beserta dengan pewarna baku pembanding. Sedangkan pada cara methanol, zat warna langsung diikat oleh methanol dan membutuhkan penguapan untuk mendapatkan zat warna secara murni.
Daftar Pustaka
Tranggono, dkk. 1990. Bahan Tambahan Makanan. PAU Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada. Jogjakarta.