Studi Perencanaan Broadband VSAT Internet
dengan Menggunakan Ka-Band di Indonesia
Gusti Ayu Meliati1
LTRGM Sekolah Teknik Elektro & Informatika, [email protected]
Abstraksi— Tugas akhir ini merupakan sebuah
studi perencanaan broadband internet dengan menggunakan Ka-Band di Indonesia dimana redaman hujan yang tinggi menjadi salah satu faktor utama yang menghalangi komunikasi satelit ini berlangsung.
Setiap redaman di dalam propagasi Ka-Band ini akan diperhitungkan nilainya dengan menggunakan model-model tertentu. Redaman-redaman pada Ka-Band antara lain free space loss, redaman gas pada atmosfer, redaman karena awan, redaman hujan dan scintillation.
Berdasarkan link budget dengan memasukkan spesifikasi satelit serta redaman-redamannya maka diketahui jika Ka-Band ini dapat digunakan di Indonesia bahkan untuk antena berdiameter 0.45 m, bit rate yang dapat dicapai mampu mencapai puluhan Mbps dan cukup bagi pelanggan rumahan. Link availability yang mampu dicapai oleh komunikasi satelit ini untuk Indonesia adalah sebesar 99.5% namun bagi pelanggan korporat yang menginginkan link availability lebih tinggi maka pelebaran diameter antena serta peningkatan daya antena dapat menjadi solusinya.
Index Terms—Broadband, Ka-Band, Satellite, antenna
I. PENDAHULUAN
aat ini penyebaran informasi di Indonesia sudah berkembang dengan cepat melalui internet. Kebutuhan akan penggunaan internet sudah menjadi bagian dari masyarakat Indonesia terutama di kota-kota besar dan lingkupnya tidak lagi terbatas hanya di wilayah perkantoran atau kampus namun juga sudah sampai ke rumah.
Sistem layanan internet seperti yang telah disebutkan di atas dapat direalisasikan dengan memanfaatkan kecanggihan satelit dimana pengguna internet cukup memasang VSAT antena sebagai user terminal dengan ukuran yang minimalis dan bekerja secara duplex untuk uplink serta downlink sekaligus. Layanan internet seperti ini sudah diterapkan di beberapa negara di dunia dan telah dibuktikan dapat mencapai bit rate yang cukup tinggi sampai di atas satuan Mbps.
Sebagai contoh, negara Amerika sudah mampu memiliki layanan internet Direct to Home dengan memanfaatkan Ka-Band dimana biaya per bulannya sangat terjangkau. Di Indonesia sendiri Ka-Band masih jarang digunakan walaupun masih berpotensial untuk dimanfaatkan. Dengan dilakukan analisa dengan memperhitungkan redaman-redaman yang mungkin terjadi maka dapat terlihat apakah Ka-Band ini
cocok digunakan di Indonesia untuk penggunaan layanan internet dengan VSAT antena yang langsung dipasang di rumah. Jika dimungkinkan mewujudkan internet Direct To Home dengan menggunakan Ka-Band maka internet akan semakin terjangkau oleh semua orang.
1
Korporat juga dapat menjadi pelanggan utama broadband internet dengan menggunakan satelit dikarenakan bir rate yang mencapai ratusan Mbps dapat sangat menunjang kinerja kerja di sebuah perusahaan.
Satelit yang digunakan dalam studi ini adalah satelit WINDS Jepang yang beroperasi pada Ka-band dan mencakup wilayah Jepang serta beberapa kota di Asia Tenggara. Satelit yang diluncurkan pada akhir tahun 2007 diharapkan dapat mencapai kecepatan dari ratusan Mbps sampai Gbps.
Satelit ITBSAT merupakan satelit rancangan yang beroperasi di frekuensi Ka serta mempunyai spot beam ke seluruh Indonesia serta sekitarnya. Oleh karena itu, satelit tersebut juga akan digunakan dalam tugas akhir ini dan hasilnya dibandingkan dengan hasil yang dicapai oleh satelit WINDS.
Di dalam penggunaan Ka-band untuk wilayah Indonesia akan terjadi banyak redaman-redaman terutama yang berkaitan dengan redaman oleh curah hujan yang tinggi. Redaman ini akan mempengaruhi besarnya daya yang akan diterima oleh antena dan tingginya data rate yang dapat dicapai untuk keperluan broadband internet.
Di bagian antena penerimanya harus diperhitungkan juga diameter antena yang diperlukan dan daya yang sesuai agar mungkin dipasang di rumah-rumah dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat. Secara keseluruhan faktor uplink link budget dan downlink link budget dari satelit ini akan mempengaruhi apakah penggunaan Ka-Band untuk broadband internet ini dapat digunakan di indonesia.
II. SISTEMKOMUNIKASISATELITBROADBAND INTERNET
Menurut International Telecommunication Union (ITU), broadband internet atau internet dengan kecepatan tinggi haruslah mempunyai kecepatan transmisi yang lebih cepat daripada kecepatan standar Integrated Service Digital Network (ISDN) yaitu 1.5 Mbps sampai 2 Mbps.
Keuntungan menggunakan satelit untuk layanan broadband internet adalah:
1. Dapat menjangkau tempat-tempat yang jauh terutama yang tidak dapat dijangkau oleh fiber optik dan kabel tembaga. Dengan adanya satelit, daerah-daerah pelosok
yang jauh dari kota juga dapat merasakan broadband internet dengan hanya memasang antena VSAT saja. 2. Tidak terpengaruh oleh bencana alam. Letak satelit yang
berada di luar angkasa membuat satelit terjamin tidak akan rusak karena bencana alam seperti gempa bumi ataupun angin topan.
3. Bit rate yang bisa dicapai dengan menggunakan satelit bisa mencapai ratusan Mbps, dan pada satelit Ka-Band bit rate untuk broadband internetnya ada yang bisa mencapai 155 Mbps.
III. PERHITUNGANPROPAGASIKA-BANDDANLINK BUDGET
Dengan diketahuinya sudut elevasi dan jarak pada setiap stasiun bumi yang berkomunikasi langsung dengan satelit maka redaman-redaman yang menggunakan sudut elevasi atau jarak sebagai parameternya akan lebih mudah untuk dicari. Ada beberapa redaman yang akan dihitung pada bab ini yaitu:
A. Redaman oleh gas-gas pada atmosfer
Redaman oleh gas-gas pada atmosfer umumnya terdiri dari redaman karena oksigen dan uap air. Model yang akan digunakan untuk menghitung redaman ini adalah model ITU-R dan model Dissanayake, Allnutt & Haidara (DAH). Tabel 1. Redaman gas pada kota-kota di Indonesia
B. Redaman karena awan
Perhitungan redaman karena awan pada bab ini menggunakan model Salonen & Uppala dan model DAH.
Model dari DAH untuk menentukan redaman awan ini menggunakan empat jenis awan yang berbeda dengan ketinggian serta kepadatan air yang berbeda-beda pula.
C. Redaman hujan
Redaman hujan merupakan faktor utama yang sangat mempengaruhi propagasi pada komunikasi satelit dengan bumi. Redaman ini juga sangat dipengaruhi oleh frekuensi yang digunakan sebab semakin besar frekuensi maka akan
Tabel 2. Redaman awan pada kota-kota di Indonesia
semakin besar pula redamannya. Parameter penting yang dibutuhkan di dalam menghitung redaman ini adalah curah hujan yang terjadi pada daerah yang akan dihitung redamannya serta ketinggian daratan diukur dari permukaan laut. Besar curah hujan ini bisa dicari dari model yang digunakan untuk menghitung redaman tersebut ataupun dari hasil pengukuran. Untuk penelitian ini akan digunakan curah hujan hasil pengukuran dari referensi.
Model-model yang digunakan untuk menghitung redaman ini adalah model Global Crane, DAH dan ITU-R. Tabel 3. Redaman hujan pada kota-kota di Indonesia
0 10 20 30 40 50 60 70 80 Bandun g Denpa sar Jak arta Jay apur a Yogy akar ta Sura bayaMeda n Bandar Lam pungJam bi Manad o Ban jarm asin Sem aran g Peka nbar u Pale mban g Balik papa n Bengk ulu Pada ng Mak assa r Pon tian ak Cibi nong Kota A0 .0 1 ( d B) Model ITU-R Model DAH Model Crane Global
Gambar 1. Grafik redaman hujan beberapa model terhadap kota-kota di Indonesia
D. Scintillation
Scintillation disebabkan oleh ketidaksamaan refraktif skala kecil yang dipicu oleh pergolakan troposfer sepanjang lintasan propagasi. Hal ini mengakibatkan fluktuasi pada amplituda dan fasa sinyal yang diterima sehingga sangat mempengaruhi hubungan dengan frekuensi di atas 10 GHz. Scintillation ini akan dihitung menggunakan dua model yaitu model Karasawa dan model ITU-R.
Tabel 4. Scintillation pada kota-kota di Indonesia
E. Free Space Loss
Free Space Loss merupakan redaman terbesar di dalam komunikasi satelit yang akan menyebabkan degradasi sinyal yang sampai ke penerima akibat menempuh jarak yang jauh di udara.
Persamaannya ditunjukkan di dalam persamaan 1.
Lfs = 92.45 + 20 log f (GHz) + 20 log d (km) dB (1)
3.1 Link Budget
Pada penggunaan satelit untuk broadband internet, perhitungan link budget dilakukan untuk mengetahui bit rate yang dapat dicapai untuk link availability tertentu serta diameter antena yang diperlukan dari sisi pelanggan untuk mencapai bit rate tersebut. Yang dimasukkan di dalam link budget ini adalah parameter tetap dari satelit broadband yang akan digunakan, hasil perhitungan propagasi Ka-Band, serta C/N, C/No dan Eb/No sehingga akan didapatkan parameter antena penerima yang dibutuhkan beserta bit ratenya. Satelit yang digunakan antara lain:
3.1.1 Satelit WINDS
WINDS merupakan satelit buatan Jepang yang diharapkan dapat mencapai kecepatan bit rate sampai Gbps. Spesifikasi dari satelit WINDS ini adalah:
1. Lokasi: 143°
2. Frekuensi uplink: 27.5 -28.6 GHz 3. Frekuensi downlink: 17.7 – 18.8 GHz 4. EIRP satelit: 68 dBW (MBA)
: 55 dBW (APAA)
3 5. G/T satelit : 18 dB/K (MBA)
: 7 dB/K (APAA)
Gambar 2. Satelit WINDS Teknologi dari WINDS adalah:
1. Bent pipe mode dan Onboard ATM switching mode 2. Multi-Beam Antennas (MBA) / Multi-Port Amplifier
(MPA) yang diperlukan untuk meningkatkan rate transmisi. MPA dengan daya tinggi ini dapat menyediakan distribusi daya yang fleksibel ke setiap
beam dari MBA.
3. Active Phased Array Antenna (APAA) yang digunakan untuk komunikasi pada daerah cakupan yang luas. Teknologi ini memungkinkan beam dari APAA ini untuk berpindah setiap 2 msec agar dapat mencakup wilayah yang luas.
Gambar 3. Cakupan wilayah dari WINDS
3.1.2 Satelit ITBSAT
Satelit buatan ini merupakan hasil rancangan dari tugas akhir Prita Kandella. Lokasi dan frekuensi dari satelit ini sebagai berikut:
1. Lokasi: 118°
2. Frekuensi uplink: 27.882 GHz – 28.838 GHz 3. Frekuensi downlink: 17.882 GHz – 18.838 GHz
Satelit ini mempunyai cakupan wilayah di seluruh
Indonesia dimana EIRP dan gain yang dirasakan setiap daerah ditunjukkan pada tabel 5.
Tabel 5 Nilai EIRP, Gain dan G/T setiap daerah Daerah (Pulau) EIRP (dB) G (dBi) G/T Jakarta (Jawa) 78 50 23,4 Palembang (Sumatera) 81 53 25,4 Balikpapan (kalimantan) 89 61 33,4 Makasar (Sulawesi) 86 58 30,4 Jayapura (Irian Jaya) 78 55 22,4
Jumlah transponder di dalam satelit ini adalah 48 dengan bandwidth masing-masing transponder sebesar 36 MHz sehingga bandwidth totalnya adalah 1.728 GHz. Total spot beamnya adalah 173 spot beams dengan 156 spot beams di Indonesia, 17 spot beams di Asia Tenggara selain Indonesia dan 1 spot beam di Australia.
Gambar 4. Spot beam untuk pulau Sumatera dan Jawa
Gambar 5. Spot beam untuk pulau Kalimantan dan Sulawesi
Gambar 6. Spot beam untuk pulau Irian, Bali serta Nusa Tenggara
3.2 Parameter Stasiun Bumi
Beberapa parameter utama yang dimasukkan pada link budget ini antara lain:
a. Diameter antena
b. Efisiensi antena yang berkisar antara 0.6 sampai 0.75. c. Figure of Merit antena (G/T) adalah perbandingan gain
satelit terhadap temperatur antena dengan gain antena didapat dari diameter dan efisiensi antena sementara T atau temperatur antena ditunjukkan pada persamaan 2.
G/T = 10 log G – 10 log T (2)
d. EIRP
e. Garis lintang dan garis bujur lokasi antena
3.3 Parameter Digital Link
Parameter di subbab ini merupakan parameter digital yang berkaitan dengan bit rate serta simbol rate yang digunakan. Beberapa parameter ini antara lain:
a. Link Availability
Link availability merupakan persentase per tahun dimana hubungan baik uplink atau downlink dibangun dengan baik dan memungkinkan pengguna melakukan broadband internet. b. Bit Rate
c. Fasa Modulasi
Untuk modulasi BPSK, fasa modulasinya bernilai 1 sementara untuk modulasi QPSK, fasa modulasinya bernilai 2. d. Forward Error Correction (FEC)
FEC merupakan cara konvolusi untuk koreksi error dengan melewatkan informasi melalui encoder. Encoder akan menerima n bit input dan menghasilkan k bit output dikarenakan ada tambahan bit. FEC ini adalah perbandingan n/k yang umumnya adalah ¾.
e. Overhead
Overhead adalah tambahan bit yang ditambahkan ke informasi sebagai header dari pada data dengan nilai sebesar 96 Kbps.
f. Symbol Rate
Persamaan untuk simbol rate ini ditunjukkan pada persamaan 3.65.
SR = (BR + OH) / (FEC x M) Mbps (3) Dimana SR = symbol rate (Mbps)
BR = bit rate (Mbps) OH = overhead (Mbps)
FEC = Forward Error Correction dengan nilai ¾ M = fasa modulasi
3.4 Uplink budget
Uplink budget merupakan perhitungan performansi pada jalur stasiun bumi menuju satelit. Parameter yang dibutuhkan pada perhitungan ini antara lain EIRP stasiun bumi, total redaman propagasi pada lokasi stasiun bumi dengan frekuensi uplink, G/T dari satelit sehingga akan didapat C/No dan Eb/No uplink. C/No merupakan perbandingan antara daya dari sinyal pembawa terhadap kepadatan derau dan ditunjukkan pada persamaan 4.
(C/No)u=10 log EIRPSB+10 log (G/T)satelit-Lu–10 log k (4) Dimana Lu = redaman uplink total pada lokasi stasiun bumi
k = konstanta Boltzmann (1.38 x 10-23) EIRPSB = EIRP stasiun bumi
Eb/No merupakan perbandingan antara daya transmisi per bit terhadap kepadatan derau seperti yang ditunjukkan pada persamaan 5.
(Eb/No)u = -10 log ((C/No)u + C/I)/ (BR x SR)) (dB) (5) Dengan BR dan SR dalam satuan bps.
3.5 Downlink budget
Downlink budget merupakan perhitungan performansi hubungan dari satelit menuju stasiun penerima di bumi. Parameter yang dibutuhkan pada perhitungan ini adalah EIRP satelit, total redaman propagasi pada stasiun bumi 4
dengan frekuensi downlink serta G/T penerima. Dari semua parameter tadi akan dicari juga C/No serta Eb/No untuk downlink. Persamaan C/No downlink diperlihatkan pada persamaan 6 sementara Eb/No downlink diperlihatkan pada persamaan 7.
(C/No)d =10 log EIRPsatelit+10 log (G/T)SB–Ld–10 log k (6) (Eb/No)d =-10 log ((C/No)d + C/I)/ (BR x SR)) (7)
Dari nilai C/No dan Eb/No pada link budget, maka dapat ditentukan C/No total serta Eb/No total yang merupakan penjumlahan dari hasil perhitungan uplink juga downlink.
3.6 Perhitungan Bandwidth
Bandwidth yang dibutuhkan harus dikalkulasi agar jumlah transponder yang dibutuhkan dapat ditentukan. Faktor lain yang penting dimasukkan dalam penghitungan ini adalah Over Subscription Factor (OSF). OSF adalah perbandingan antara jumlah pelanggan dengan jumlah saluran yang dipakai untuk menampung pelanggan tersebut. Misal OSF 50 itu berarti 50 pelanggan terhubung ke satu saluran atau hub yang sama, jika seharusnya satu pelanggan itu merasakan bit rate sebesar 1 Mbps maka sebenarnya yang dirasakan itu adalah 1 Mbps dibagi 50 yaitu 20 Kbps.
Pertama-tama jumlah pelanggan dibagi dengan OSF untuk mengetahui jumlah saluran yang dibutuhkan.
OSF pelanggan Jumlah
X= (8) Setelah X atau jumlah saluran diketahui selanjutnya dikali dengan bit rate yang disediakan maka akan didapat jumlah total dari bit rate yang diperlukan. Bandwidth yang diperlukan kemudian dilihat berdasarkan modulasi yang digunakan. Durasi simbol dicari dengan persamaan 9.
M T Tb log 2 = (9) Dimana Tb = durasi simbol (s)
T = durasi bit (1/R)
M = jumlah level, 2 untuk BPSK, 4 untuk QPSK Kemuadian bandwidth dicari dari persamaan 10.
T
B=2 Hz (10) Besar bandwith ini sangat menentukan jumlah transponder yang harus disewa oleh penyedia jaringan broadband ini.
IV. HASILPERHITUNGANLINKBUDGET
4.1 Link Budget dengan Satelit WINDS
Kota Batam sebagai letak dari hub provider internet terletak pada lintang 1° dan bujur 104° dengan ketinggian 24 m di atas permukaan laut. Spesifikasi dari antena hub adalah sebagai berikut:
1. Diameter antena : 5 m 2. Efisiensi antena : 70 % 3. Daya antena : 19 dBW
Dari data-data di atas maka dapat diketahui EIRP antena hub beserta G/T nya. EIRP antena hub digunakan untuk uplink atau saat pengiriman data ke satelit oleh karena itu frekuensi yang digunakan untuk mencari gain antena ini adalah frekuensi uplink yaitu 28.6 GHz. Sedangkan G/T merupaka
parameter yang menentukan kualitas penerimaan antena dari satelit sehingga gain untuk G/T ini dicari menggunkan frekuensi downlink yaitu 18.8 GHz.
EIRP antena hub = 79.958 dBW G/T antena hub = 32.55 dBW
Berdasarkan perhitungan link budget, untuk beberapa kota di Jawa Barat seperti Jakarta, Bandung dan Cibinong akan didapat bit rate untuk diameter antena dan link availability tertentu seperti yang diperlihatkan pada tabel 6. Bit rate pada tabel ini adalah bit rate untuk downlink dan uplink broadband internet. Diameter antena yang digunakan adalah 0.45 m dan 0.75 m untuk link availability 99.5 %. Jika ingin mendapatkan link availability yang lebih memuaskan dengan bit rate yang sama maka diameter antena perlu diperlebar.
Tabel 6. Bit rate uplink dan downlink untuk diameter antena 0.45 m dan 0.75 m dengan link availability 99.5%
Tabel 7. Bit rate uplink dan downlink untuk diameter antena 1.2 m dengan link availability 99.5% dan 99.6%
Diasumsikan juga salah satu kota pada hubungan ini sedang hujan dan yang satu lagi tidak, oleh karena itulah stasiun hub diletakkan cukup jauh dari pulau Jawa. Besar daya antena VSAT ini adalah sebesar 5 W atau 6.98 dBW.
Jika diasumsikan satelit WINDS mempunyai cakupan ke seluruh Indonesia dengan masing-masing spot beam mempunyai EIRP dan G/T yang sama, maka besar bit rate uplink dan downlink di beberapa kota di Indonesia ditunjukkan oleh tabel 8.
Tabel 8. Bit rate uplink dan downlink untuk kota-kota di luar Jawa Barat dengan link availability 99.5%
Berdasarkan hasil perhitungan link budget yang ditampilkan tabel 6 sampai 8, margin untuk uplink budget
berkisar dari 0.5 dB sampai 1.7 dB sementara untuk downlink budget marginnya berkisar dari 2.3 dB sampai 3.2 dB.
Gambar 8. Grafik bit rate downlink berdasarkan diameter antena pada kota-kota di Indonesia dengan satelit WINDS
Gambar 9. Grafik bit rate uplink berdasarkan diameter antena pada kota-kota di Indonesia dengan satelit WINDS
4.2 Link Budget dengan Satelit ITBSAT
Satelit ini merupakan satelit rancangan Prita Kandella yang mempunyai cakupan ke seluruh Indonesia dan sebagian kecil Asia Tenggara. Perhitungan link budget ini menempatkan stasiun hub broadband internet di kota Denpasar dengan antena VSAT pelanggan yang tersebar di seluruh Indonesia.
Tabel 9. Bit rate uplink dan downlink beberapa kota di pulau Jawa dengan link availability sebesar 99.5%
0 100 200 300 400 500 600 Bit rate (Mbps)
Bandung Jakarta Yogyakarta Surabaya Semarang Cibinong
Kota
0.45 m 0.75 m 1.2 m
Gambar 10. Grafik bit rate downlink berdasarkan diameter antena pada kota-kota di pulau Jawa dengan satelit ITBSAT
0 100 200 300 400 500 600 700 800 Bit rate (Kbps)
Bandung Jakarta Yogyakarta Surabaya Semarang Cibinong
Kota
0.45 0.75 m 1.2 m
Gambar 11. Grafik bit rate uplink berdasarkan diameter antena pada kota-kota di pulau Jawa dengan satelit ITBSAT Tabel 10. Bit rate uplink dan downlink beberapa kota di pulau Sumatera dengan link availability sebesar 99.5%
0 100 200 300 400 500 600 Bit rate (Mbps) Medan Bandar Lampung
Jambi Pekanbaru Palembang Bengkulu Padang
Kota
0.45 m 0.75 m 1.2 m
Gambar 11. Grafik bit rate downlink berdasarkan diameter antena pada kota-kota di pulau Sumatera dengan satelit
ITBSAT 0 100 200 300 400 500 600 700 Bit rate (Kbps) Medan Bandar Lampung
Jambi Pekanbaru Palembang Bengkulu Padang
Kota
0.45 m 0.75 m 1.2 m
Gambar 12. Grafik bit rate uplink berdasarkan diameter antena pada kota-kota di pulau Sumatera dengan satelit
ITBSAT
Tabel 11. Bit rate uplink dan downlink beberapa kota di pulau Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya dengan link availability sebesar 99.5%
0 200 400 600 800 1000 1200 Bit rate (Mbps)
Manado Banjarmasin Makassar Pontianak Jayapura Balikpapan
Kota
0.45 m 0.75 m 1.2 m
Gambar 13. Grafik bit rate downlink berdasarkan diameter antena pada kota-kota di pulau Kalimantan, Sulawesi dan
Irian Jaya dengan satelit ITBSAT
0 100 200 300 400 500 600 Bit rate (Kbps)
Manado Banjarmasin Makassar Pontianak Jayapura Balikpapan
Kota
0.45 m 0.75 m 1.2 m
Gambar 14. Grafik bit rate uplink berdasarkan diameter antena pada kota-kota di pulau Kalimantan, Sulawesi dan
Irian Jaya dengan satelit ITBSAT
Dari tabel 9 sampai 11 terlihat bahwa bit rate downlink terendah yang dapat dicapai untuk antena berdiameter 0.45 m adalah 35 Mbps yang dimana telah memenuhi kriteria broadband internet. Sedangkan untuk bit rate uplinknya, bit rate terendah yang dapat dicapai adalah 35 Kbps. Nilai bit rate uplink ini sangatlah kecil, oleh karena itu untuk mendapatkan bit rate yang lebih tinggi serta setara dengan layanan provider internet seperti Speedy maka antena yang cocok dipakai adalah yang berdiameter 0.75 m. Untuk layanan direct to home (DTH), antena yang paling sesuai adalah yang berdiameter 0.75 m dimana bit ratenya sudah sangat mencukupi bagi pelanggan rumahan. Bagi perusahaan besar, antena dengan diameter 1.2 m dapat menjadi pilihan yang cocok di dalam menerapkan broadband internet dalam perusahaan mereka.
4.3 Broadband internet untuk pelanggan DTH
Dengan menggunakan satelit WINDS ataupun satelit ITBSAT, broadband internet untuk DTH dapat diwujudkan. Sebagai contoh untuk kota Bandung, dengan satelit WINDS pelanggan rumah dapat menikmati broadband internet dengan bit rate downlink sampai 45 Mbps dan bit rate uplink sampai 100 Kbps untuk antena berdiameter 0.45. Jika diinginkan bit rate yang lebih tinggi sampai 85 Mbps untuk downlink dan 220 Kbps untuk uplink maka antena berdiameter 0.75 m dapat menjadi pilihan. Link availability 99.5% juga sudah cukup bagi pelanggan DTH ini.
Satelit ITBSAT dapat mencapai bit rate yang lebih tinggi dikarenakan EIRP dan G/T yang lebih besar daripada satelit WINDS. Untuk kota Bandung dengan diameter antena 0.45 m maka bit rate downlinknya sebesar 150 Mbps dan bit rate uplinknya sebesar 150 Kbps. Gambar 4.3 merupakan antena VSAT berdiameter 0.45 m yang cocok dipasang di rumah dengan jenis pencatuan feed horn.
Gambar 15. Antena VSAT dengan diameter 0.45 m
Gambar 16. Diagram blok dari terminal antena
Pada gambar 4.13 diperlihatkan blok diagram dari ODU dan IDU antena. Sinyal yang diterima oleh antena akan diteruskan Low Noise Block Down Amplifier (LNB) dimana komponen ini berfungsi untuk mengubah frekuensi Ka yang diterima menjadi frekuensi L-Band sehingga dapat dilewatkan melalui kabel koaksial dan diteruskan ke modem.
Untuk proses pengiriman data dari komputer, sinyal dilewatkan ke modem yang berfungsi mengubah data digital menjadi data yang ditumpangkan ke frekuensi L-Band. Setelah itu, sinyal dilewatkan ke Block Up Converter (BUC) dimana frekuensinya dinaikkan kembali menjadi frekuensi Ka. Komponen BUC ini membutuhkan daya yang cukup besar agar dapat mengirimkan sinyal menuju satelit. Umumnya daya dari BUC ini berkisar antara 1 W sampai 10 W, jika ingin digunakan untuk tujuan DTH maka daya yang paling sesuai adalah yang berkisar sampai 5 W. Untuk perhitungan link budget ini diperkirakan daya dari BUC ini adalah 5 W.
Modem merupakan IDU dari terminal VSAT yang berfungsi untuk mengkonversi sinyal analog yang diterima menjadi data yang dapat dibaca oleh komputer. Untuk pelanggan DTH, modem yang diperlukan bisa dibuat dengan spesifikasi yang minim agar biayanya tidak terlalu mahal. Spesifikasi dari modem ini antara lain:
1. Tipe modulasi BPSK dan QPSK 2. FEC sebesar ½, ¾ dan 7/8.
3. Bit rate dari 64 Kbps sampai 85 Mbps
4.4 Broadband internet untuk pelanggan korporat
Selain untuk pelanggan rumahan, broadband internet juga menjadi kebutuhan utama perusahaan-perusahaan saat ini. Kecepatan data rate yang tinggi serta link availability yang memadai menjadi salah satu syarat utama broadband internet 7
bagi perusahaan. Khusus untuk jenis pelanggan ini, antena VSAT yang digunakan bisa diperlebar menjadi 1.2 m sampai 2.4 m.
Tabel 12.Bit rate uplink dan downlink berdasarkan diameter antena serta link availability dengan satelit WINDS
Tabel 4.17 Bit rate uplink dan downlink berdasarkan diameter antena serta link availability dengan satelit ITBSAT
ITBSAT paling cocok digunakan oleh perusahaan sebab untuk link availability 99.7% bit rate uplink yang mampu dicapai adalah 220 Kbps sementara bit rate downlinknya bisa mencapai 1 Gbps. Daya dari antena VSAT untuk korporat ini juga diperbesar menjadi 10 W atau 10 dBW.
Gambar 17. Antena VSAT dengan diameter 1.2 m 4.4 Bandwidth untuk broadband internet
Dengan merujuk ke data BRTI pada bulan November 2007, pengguna broadband internet di Indonesia sudah mencapai 2,000,000 pelanggan. Jika diasumsikan yang menggunakan teknologi satelit sebesar 25% dari jumlah pelanggan maka total pelanggan broadband internet dengan satelit adalah 0.25 x 2,000,000 = 500.000 pelanggan. Jumlah ini merupakan pelanggan rumahan dengan OSF sebesar 50 dan bit rate uplink diambil yang bernilai 0.15 Mbps sehingga bandwidth yang dibutuhkan adalah: Gbps Mbps x Bandwidthrumah 0.15 1.5 50 000 , 500 = =
Dikarenakan modulasi yang digunakan adalah QPSK maka besar bandwidth sama dengan besar bit rate yaitu 1.5 GHz. Untuk pelanggan korporat, berdasarkan data dari Telkom, pelanggan broadband internet adalah 7,500 korporat sehingga dengan mengasumsikan perusahaan penyedia layanan internet ada 4 buah maka total pelanggan korporat adalah 7,500 x 4 = 30,000 pelanggan. Khusus untuk pelanggan korporat ini OSFnya lebih kecil yaitu 5 sehingga bit rate yang digunakan
tidak perlu dibagi. Nilai bit rate uplink yang akan diambil adalah 0.384 Mbps maka bandwidthnya adalah:
Gbps Mbps x Bandwidthkorporat 0.384 2.304 5 000 , 30 = =
Modulasi yang digunakan juga QPSK sehingga bandwidthnya adalah 2.304 GHz.
Bandwidth total yang dibutuhkan agar layanan broadband internet dapat diwujudkan merupakan penjumlahan antara bandwidth rumahan dan korporat yaitu:
GHz GHz
GHz
Bandwidthtotal =1.5 +2.304 =3.804
V. KESIMPULAN
1. Dengan menggunakan satelit WINDS, bit rate downlink yang bisa dicapai di hanyalah sampai 40 Mbps untuk antena berdiameter 0.45 m padahal target dari WINDS adalah 155 Mbps.
2. Dengan menggunakan satelit ITBSAT, bit rate downlink yang paling tinggi bisa mencapai 200 Mbps untuk antena 0.45 m.
3. Ka-Band dapat digunakan di Indonesia untuk layanan broadband internet bagi pelanggan rumahan ataupun korporat dimana:
- Spesifikasi antena yang paling sesuai untuk pelanggan rumahan adalah antena berdiameter 0.75 m, daya 5 W, link availability 99.5% untuk bit rate downlink 85 Mbps dan bit rate uplink 200 Kbps di kota Bandung dengan satelit WINDS. Dengan satelit ITBSAT maka bit rate downlink di kota Bandung adalah 200 Mbps dan bit rate uplink 384 Kbps. - Spesifikasi antena yang sesuai untuk pelanggan
korporat adalah antena berdiameter 1.2 m, daya 10 W sehingga didapat bit rate downlink 300 Mbps dan bit rate uplink 384 Kbps dengan link availability 99.5%. Jika link availability pelanggan korporat ingin dinaikkan menjadi 99.7%, maka solusinya adalah dengan memperlebar diameter antena menjadi 2.4 m. 4. Bandwidth total yang dibutuhkan untuk melayani
pelanggan broadband adalah 3.804 GHz dimana pelanggan rumahan berjumlah 500,000 dan pelanggan korporat berjumlah 30,000 dengan modulasi QPSK.
REFERENSI
[1] Ippolito JR, Louis J. 1986. “Radiowave Propagation in Satellite
Communications”, Van Nostrand Reinhold Company, New York.
[2] Morgan, Walter L. 1989. “Communications Satellite Handbook”, John Wiley & Sons, Canada.
[3] Satriya, Eddy. 1989. “Pengaruh Curah Hujan Terhadap Ku-Band di
Indonesia”, Tugas Akhir Teknik Elektro ITB, Bandung.
[4] Judawisastra, Herman. “ Diktat kuliah: ET 4030 Antena & Propagasi Gelombang”, Penerbit ITB, Bandung.
[5] Maral, G. 2003. “VSAT Networks Second Edition”, John Wiley & Sons. West Sussex England.
[6] Suryana et all, “ Study of Ka-Band Satellite Link Performance at High
Intense Rain Cities in Indonesia using WINDS”, ISTS 2006, Japan.
[7] Dissanayake et all, “A Prediction Model that Combines Rain
Attenuation and Other Propagation Impairments Along Earth-Satellite Paths”, IEEE Transactions of Antennas and Propagation, Vol. 45, No.
10, October 1997.
[8] European Space Agency, 2002. “Radiowave Propagation Modelling
for SatCom Services at Ku-Band and Above”, ESA Publications
Division, Netherland.