• Tidak ada hasil yang ditemukan

APLIKASI PATI SINGKONG SEBAGAI BAHAN BAKU EDIBLE COATING UNTUK MEMPERPANJANG UMUR SIMPAN PISANG CAVENDISH (Musa cavendishii.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "APLIKASI PATI SINGKONG SEBAGAI BAHAN BAKU EDIBLE COATING UNTUK MEMPERPANJANG UMUR SIMPAN PISANG CAVENDISH (Musa cavendishii."

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

APLIKASI PATI SINGKONG SEBAGAI BAHAN BAKU

EDIBLE COATING UNTUK MEMPERPANJANG UMUR SIMPAN

PISANG CAVENDISH (Musa cavendishii.)

SKRIPSI

BUDIMAN

F34062545

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

(2)

APPLICATION OF CASSAVA STARCH AS RAW MATERIALS

EDIBLE COATING TO EXTEND SHELF LIFE

CAVENDISH BANANA (Musa cavendishii.)

Budiman and Ade Iskandar

Department of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java,

Indonesia

Phone 62 85266312989, e-mail : budiman_2009@yahoo.co.id

ABSTRACT

Edible coating based cassava starch can be applied to coat cavendish bananas so as to maintain brightness and color to maintain shelf life. Layer film formed has pores smaller so that the rate of transmission of water vapor and gases are also low. At this time the research examine and compare the edible coating generated from various treatments are: Treatment of starch concentration, treatment on the addition of additives or chemicals in the edible coating, and treatment on storage conditions packaged with the products using edible coatings with the variations storage temperature. All treatments are carried out can be made in accordance with the needs in research.

Preliminary study aimed to explore the combination of edible coating formula with pH values tend to neutral (pH 6-7), a high level of viscosity stability and good visual appearance (clumping, odor, foam and low syneresis). Concentrations tested are the building blocks of the cassava starch 2%, 3%, and 4% by combining additional ingredients CMC and glycerol. The experimental design used was completely randomized design in factorial and three replicates. Preliminary research results showed that the use stirer need to obtain a high level of solubility (homogeneous) in the production of edible coating formula. The formula from stirring with stirer found two combinations that showed a neutral pH value (pH 5.91 to 7.36). pH formula for edible coating should be closer to 6-7 and a high level of viscosity stability (113-255 cp) and good visual appearance (clumping, odor, foam and low syneresis). The 27 formula-formulated taken 3 of the best formulation of each starch concentration of 2%, 3% and 4% that is P2C03G3: cassava starch 2%, CMC 0.3%; Glycerol 3%, P3C04G5: Cassava Starch 3%; CMC 0.4%, Glycerol 5% and P4C02G5: Cassava Starch 4%, CMC 0.2%, Glycerol 5%.

Cavendish bananas with edible coating with coating formula P3C04G5: Cassava Starch 3%, CMC 0.4%, Glycerol 5% with the application not more than 2 days to extend the shelf life of banana

cavendish 2 days longer than control (without coating), namely up to 8 days of storage at a

temperature of 100C and RH 87-88% and up to 4 days of storage at a temperature of 160C and RH 76-77% and up to 2 days of storage at a temperature of 300C and 50-51% RH

(3)

Judul Skripsi : Aplikasi Pati Singkong Sebagai Bahan Baku Edible Coating untuk Memperpanjang Umur Simpan Pisang Cavendish (Musa cavendishii.)

Nama : Budiman NIM : F34062545

Menyetujui, Pembimbing,

(Ir. Ade Iskandar, M.Si.) NIP 19630205 198803 1 001

Mengetahui, Ketua Departemen,

(Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti) NIP 19621009 198903.2.001

(4)

Budiman. F34062545. Aplikasi Pati Singkong sebagai Bahan Baku Edible Coating untuk

Memperpanjang Umur Simpan Pisang Cavendish (Musa cavendishii.). Dibawah bimbingan Ade

Iskandar

RINGKASAN

Bahan makanan pada umumnya sangat sensitif dan mudah mengalami penurunan kualitas karena faktor lingkungan, kimia, biokimia, dan mikrobiologi. Penurunan kualitas dan adanya proses hidup setelah panen tersebut dapat dipercepat dengan adanya oksigen, air, cahaya, dan temperatur. Salah satu cara untuk mencegah atau memperlambat fenomena tersebut adalah dengan pengemasan yang tepat.

Edible coating berbasis pati singkong dapat diaplikasikan untuk melapisi buah pisang

cavendish yang utuh sehingga dapat mempertahankan kecerahan warna dan dapat mempertahankan umur simpan. Lapisan film yang dibentuk memiliki pori-pori yang lebih kecil sehingga laju transmisi terhadap uap air dan gas juga rendah.

Tujuan penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai edible coating, fungsi edible coating, karakteristik edible coating, metode atau cara pembuatan edible coating, dan aplikasi dari edible coating berbasis pati singkong untuk bahan pengemas dan aplikasinya pada buah pisang cavendish utuh.

Pada penelitian yang dilakukan kali ini akan menguji dan membandingkan edible coating yang dihasilkan dari berbagai perlakuan yaitu : Perlakuan pada konsentrasi pati, perlakuan pada penambahan zat tambahan atau zat kimia pada edible coating, dan perlakuan pada kondisi penyimpanan produk yang dikemas dengan menggunakan edible coating dengan variasi suhu penyimpanan. Semua perlakuan yang dilakukan bisa dibuat sesuai dengan kebutuhan dalam penelitian.

Penelitian pendahuluan bertujuan untuk mencari kombinasi formula edible coating dengan nilai pH yang cenderung netral (pH 6-7), tingkat kestabilan viskositas yang tinggi dan penampakan visual yang bagus (penggumpalan, bau, buih dan sineresis yang rendah). Konsentrasi bahan penyusun yang dicobakan adalah pati singkong 2%, 3%, dan 4% dengan mengkombinasikan bahan tambahan CMC serta gliserol. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap faktorial dan tiga kali ulangan. Hasil penelitian pendahuluan didapatkan bahwa perlu penggunaan stirer untuk mendapatkan tingkat kelarutan yang tinggi (homogen) pada proses pembuatan formula edible coating . Dari pengadukan dengan stirer didapatkan dua kombinasi yang menunjukkan nilai pH netral (pH 5,91-7,36). pH formula untuk edible coating sebaiknya mendekati 6-7 dan tingkat kestabilan viskositas yang tinggi (113-255 cp) dan penampakan visual yang bagus (penggumpalan, bau, buih dan

sineresis yang rendah). Dari 27 formula yang diformulasikan diambil 3 formulasi yang terbaik dari

masing –masing konsentrasi pati 2%, 3%, dan 4% yaitu P2C03G3 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3%, P3C04G5 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% dan P4C02G5 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5%.

Pisang cavendish dengan pelapisan edible coating dengan formula P3C04G5 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% dengan aplikasi tidak lebih dari 2 hari dapat memperpanjang umur simpan buah pisang Cavendish 2 hari lebih panjang daripada kontrol (tanpa pelapis), yaitu sampai dengan 8 hari penyimpanan pada suhu 100C dan RH 87-88% dan sampai 4 hari penyimpanan pada suhu 160C dan RH 76-77% serta sampai 2 hari penyimpanan pada suhu 300C dan RH 50-51%.

(5)

APLIKASI PATI SINGKONG SEBAGAI BAHAN BAKU

EDIBLE COATING UNTUK MEMPERPANJANG UMUR SIMPAN PISANG

CAVENDISH (Musa cavendishii.)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,

Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh BUDIMAN

F34062545

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

(6)

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Aplikasi Pati

Singkong sebagai Bahan Baku Edible Coating untuk Memperpanjang Umur Simpan Pisang Cavendish (Musa cavendishii.) adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing

Akademik dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, 11 Febuari 2011 Yang membuat pernyataan

Budiman F34062545

(7)

iv

© Hak cipta milik Budiman dan Ade Iskandar, tahun 2011

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin terlulis dari

Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

(8)

v

BIODATA PENULIS

Penulis dilahirkan di Jambi pada tanggal 28 Oktober 1987. Penulis merupakan anak ke delapan dari sepuluh bersaudara dari pasangan Lie Ho Tai dan Juliwarni. Penulis memulai pendidikan di SDN 63 Kota Jambi dan lulus pada tahun 2000. Setelah itu penulis melanjutkan studinya di SMPN 11 Kota Jambi pada tahun 2000-2003. Pada tahun 2006 penulis lulus dari SMAN 1 Kota Jambi. Pada tahun 2006 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI dan pada tahun 2006 melalui sistem mayor-minor penulis diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Semasa kuliah, penulis aktif menjadi pengurus Unit Kegiatan Mahasiswa pada bidang UKM Catur, Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri, menjadi asisten pratikum untuk mata kuliah yaitu Fisika, Teknologi Pengemasan Distribusi dan Transportasi, asisten praktikum Peralatan Industri, dan menjadi pengajar aktif dalam mata kuliah Fisika.

Penulis sangat menyukai olahraga catur dan tenis meja. Pada bidang catur penulis mendapat banyak predikat juara. Penulis juga aktif sebagai pelatih dan penasehat UKM Catur IPB. Penulis sering mengikuti Kejuaraan Catur Nasional seperti Kejuaraan Catur Mahasiswa Se-Indonesia, Japfa Chess Festival, dan Kejuaraan Catur yang ada.

Pada bulan Juli-Agustus 2009 penulis melaksanakan prakterk lapang di PTPN VIII Kebun Gunung Mas Kabupaten Bogor dengan judul “Mempelajari Aspek Teknologi Proses Produksi, Pengemasan, dan Penyimpanan Teh Hitam CTC di PTPN VIII Kebun Gunung Mas Kabupaten Cisarua, Bogor.

Pada bulan Maret-Agustus 2010 penulis melakukan penelitian di Laboratorium Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor dengan Judul “Aplikasi Pati Singkong Sebagai Bahan Baku Edible Coating untuk Memperpanjang Umur Simpan Pisang Cavendish (Musa cavendishii.)

(9)

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunia-Nya Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Aplikasi Pati Singkong Sebagai

Bahan Baku Edible Coating untuk Memperpanjang Umur Simpan Pisang Cavendish (Musa cavendishii).

Penulis menyadari bahwa bantuan dari berbagai pihak cukup berarti bagi penulis sehingga skripsi ini dapat selesai. Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ayah dan Ibu tercinta, kakak-kakak, dan adik-adikku yang telah memberi doa, kasih sayang dan dukungannya dalam pelaksanaan dan penyelesaian skripsi ini.

2. Ir. Ade Iskandar, M.Si. selaku dosen pembimbing atas kesabaran, perhatian dan bimbingannya kepada penulis sampai terselesaikannya skripsi ini.

3. Ir. Faqih Udin M.Sc dan Drs Purwoko, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan waktu dan sarannya dalam perbaikan skripsi ini.

4. Para Dosen atas ilmu dan pengetahuan yang telah diberikan

5. Teman-teman semuanya atas cinta, kasih sayang, perhatian, dukungan dan kebersamaannya. 6. Penghuni dan teman-teman satu kos Wisma Galih atas bantuan dan dukungannya selama ini. 7. Anak-anak TIN 43 atas canda dan tawa, kisah, kebersamaan dan persahabatan yang tak

terlupakan.

8. Indra, Angga, Martin dan sahabat-sahabat yang selalu memberi semangat.

9. Seluruh teman di Departemen Teknologi Industri Pertanian atas bantuan dan motivasinya. 10. UKM Catur IPB yang telah menjadi wadah dan Organisasi tempat saya melatih diri dalam

mengembangkan pola pikir dan pola hidup.

11. Teman-teman ”HIMAJA” Himpunan Mahasiswa Jambi atas kebersamaan dan kebaikannya selama kita hidup bersama di bogor.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih ada kekurangan, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan dan kemajuan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya, penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Bogor, 11 Febuari 2011

(10)

vii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix DAFTAR LAMPIRAN ... x I. PENDAHULUAN. ... 1 A. LATAR BELAKANG. ... 1 B. TUJUAN. ... 2 C. RUANG LINGKUP ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA. ... 3

A. EDIBLE COATING (PELAPIS EDIBEL). ... 3

B. EDIBLE COATING BERBASIS POLISAKARIDA ... 4

C. TANAMAN SINGKONG. ... 4

D. CMC (Carboxymethylcellulose) . ... 7

E. PLASTICIZER... 7

F. ASAM LEMAK STEARAT. ... 7

G. ASAM ASKORBAT. ... 8

H. BUAH PISANG CAVENDISH. ... 9

I. FISIOLOGI PASCA PANEN BUAH ... 10

III. METODOLOGI PENELITIAN. ... 12

A. BAHAN DAN PERALATAN. ... 12

B. METODE PENELITIAN. ... 12

1. Formulasi Edible Coating. ... 12

2. Aplikasi Edible Coating pada Pisang Cavendish. ... 14

C. RANCANGAN PERCOBAAN. ... 14

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. ... 16

A. KARAKTERISTIK EDIBLE COATING. ... 16

1. Penampakan Visual ... 20

2. pH. ... 21

3. Viskositas. ... 24

B. SIFAT FISIKOKIMIA PISANG CAVENDISH SELAMA PENYIMPANAN 28 1. Persentase Kerusakan ... 28

2. Susut Bobot... 32

3. Kekerasan. ... 35

4. Total Padatan Terlarut. ... 38

5. Warna ... 40

V. KESIMPULAN DAN SARAN. ... 43

A. KESIMPULAN. ... 43

B. SARAN. ... 43

DAFTAR PUSTAKA. ... 44

(11)

viii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Komposisi kimia buah pisang cavendish per 100 g bahan………... 10 Tabel 2. Hasil pengukuran awal formula edible coating dengan konsentrasi pati 2 % 16 Tabel 3. Hasil pengukuran awal formula edible coating dengan konsentrasi pati 3 %………… 18 Tabel4. Hasil pengukuran awal formula edible coating dengan konsentrasi pati 4%………..… 18 Tabel 5. Formula edible coating yang dipakai untuk aplikasi pada pisang Cavendish dengan

(12)

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Singkong (Manihot esculenta) ... 5

Gambar 2. Ubi Singkong ... 5

Gambar 3. Diagram Alir Ekstraksi Pati dari Umbi Akar Singkong ... 6

Gambar 4. Granula Pati... 6

Gambar 5. Pisang Cavendish (Musa cavendishii.) ... 9

Gambar 6. Diagram Alir Pembuatan Formula Edible Coating Menggunakan Metode Pengadukan manual di bantu dengan Stirer untuk Homogenisasi ... 13

Gambar 7. Diagram Alir Aplikasi Edible coating pada Pisang Cavendish ... 15

Gambar 8. (a) Penampakan Formula dengan Pengandukan Manual ... 17

(b) Penampakan Formula dengan Pengadukan Stirer ... 17

Gambar 9. (a) Penampakan Film dengan Pengadukan Manual... 17

(b) Penampakan Film dengan Pengadukan Stirer ... 17

Gambar10. (a) Penampakan Visual Formula Edible Coating saat Pembuatan ... 20

(b) Penampakan Visual Formula Edible Coating saat Penyimpanan ... 20

Gambar 11. Grafik Perubahan pH Formula Edible Coating Konsentrasi Pati 2% Selama Penyimpanan ... 21

Gambar 12. Grafik Perubahan pH Formula Edible Coating Konsentrasi Pati 3% Selama Penyimpanan ... 22

Gambar 13. Grafik Perubahan pH Formula Edible Coating Konsentrasi Pati 4% Selama Penyimpanan ... .………23

Gambar 14. Grafik Perubahan Viskositas Formula Edible Coating Konsentrasi Pati 2% Selama Penyimpanan ... 24

Gambar15. Grafik Perubahan Viskositas Formula Edible Coating Konsentrasi Pati 3% Selama Penyimpanan .……… ... …………..………..25

Gambar 16. Grafik Perubahan Viskositas Formula Edible Coating Konsentrasi Pati 4% Selama Penyimpanan.... ... ...26

Gambar 17. Penampakan dari Alat Brookfield………….. ……… ... 27

Gambar 18.Grafik Persentase Kerusakan Pisang Cavendish Selama Penyimpanan pada Suhu 100C (a), Suhu 160C (b), dan Suhu 300C (c)……. … ... …..28

Gambar 19. Beberapa Gejala Kerusakan pada Buah Pisang Cavendish.… ... 31

Gambar 20. Grafik Perubahan Susut Bobot Pisang Cavendish Selama Penyimpanan pada Suhu 100C (a),Suhu 160C (b) dan Suhu 300C (c)……… ... ……32

Gambar 21. Grafik Perubahan Kekerasan Pisang Cavendish Selama Penyimpanan pada Suhu 100C (a), Suhu 160C (b) dan Suhu 300C (c)……… ... ……34

Gambar 22. Grafik Perubahan Total Padatan Terlarut Pisang Cavendish Selama Penyimpanan pada Suhu 100C (a), Suhu 160C (b) dan Suhu 300C (c)……… ... ……37

Gambar 23. Grafik Perubahan WarnaKecerahan Pisang Cavendish Selama Penyimpanan pada Suhu 100C (a), Suhu 160C (b) dan Suhu 300C (c)……… ... ……39

(13)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Prosedur Analisis……….... ... .48 Lampiran 2. Lampiran 2. Hasil Pengukuran Perubahan pH dan Viskositas Formula Edible coating

dengan Konsentrasi Pati 2%………… ... … .49 Lampiran 3. Lampiran 2. Hasil Pengukuran Perubahan pH dan Viskositas Formula Edible coating

dengan Konsentrasi Pati 2%……… ... ……..50 Lampiran 4. Lampiran 2. Hasil Pengukuran Perubahan pH dan Viskositas Formula Edible coating

dengan Konsentrasi Pati 2%… ... …………. 51 Lampiran 5. Hasil Analisis Persentase Jumlah Kerusakan Pisang Cavendish Selama Penyimpanan .. 52 Lampiran 6. Hasil Analisis Susut Bobot Pisang Cavendish Selama Penyimpanan… .... …………...53 Lampiran 7. Hasil Analisis Nilai Kekerasan Pisang Cavendish Selama Penyimpanan…… ... 54 Lampiran 8. Hasil Analisis Total Padatan Terlarut Pisang Cavendish Selama Penyimpanan… ... 55 Lampiran 9. Hasil Analisis Warna Tingkat Kecerahan (L) Pisang Cavendish Selama Penyimpanan .. 56 Lampiran 10. Hasil Analisis Warna Nilai a (Merah-Hijau) Pisang Cavendish Selama Penyimpanan .. 57 Lampiran 11. Hasil Analisis Warna Nilai b (Kuning-Biru) Pisang Cavendish Selama Penyimpanan .. 58 Lampiran 12. Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Duncan pH Formula Edible Coating ... 59 Lampiran 13. Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Duncan Viskositas Formula Edible Coating ... 59 Lampiran14. Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Duncan Persen Jumlah Kerusakan Pisang Cavendish Selama Penyimpanan ... 67 Lampiran15. Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Duncan Susut Bobot Pisang Cavendish Selama Penyimpanan ... 69 Lampiran16. Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Duncan Kekerasan Pisang Cavendish Selama Penyimpanan ... 71 Lampiran17. Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Duncan Total Padatan Terlarut Pisang Cavendish Selama Penyimpanan ... 73 Lampiran18. Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Duncan Warna Pisang Cavendish Selama Penyimpanan ... 75

(14)

1

I. PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG

Permintaan buah-buahan baik di dalam maupun di luar negeri cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Salah satu kendala utama dalam ekspor buah-buahan adalah produktivitas tanaman dan kualitas yang rendah. Negara pengimpor menuntut adanya buah-buahan yang segar dan bermutu tinggi baik untuk konsumsi segar maupun industri pengolahan. Kualitas yang diharapkan yaitu penampakan yang baik, relatif tahan lama, dan tidak cepat busuk atau rusak selama penyimpanan. Masalah mutu dan kualitas buah-buahan perlu menjadi perhatian mengingat sifat komoditas buah-buahan yang mudah rusak dan mudah busuk. Penanganan pasca panen yang baik termasuk salah satu usaha untuk dapat memperpanjang umur simpan dan kesegaran buah-buahan tersebut.

Buah-buahan pada umumnya sangat sensitif dan mudah mengalami penurunan kualitas karena faktor lingkungan, kimia, biokimia, dan mikrobiologi. Penurunan kualitas tersebut dapat dipercepat dengan adanya oksigen, air, cahaya, dan temperatur. Salah satu cara untuk mencegah atau memperlambat fenomena tersebut adalah dengan pengemasan yang tepat (Komolprasert, 2006 dalam Hui, 2006).

Neraca perdagangan hortikultura pernah mengalami surplus yang sangat tinggi pada tahun 1999, yaitu mencapai US Dollar 215 juta (Departemen Pertanian, 2005). Setelah itu nilai neraca perdagangan terus mengalami penurunan, hingga menjadi negatif. Buah-buahan yang memberikan nilai ekspor tertinggi antara lain nenas dan pisang, setelah manggis yang menempati posisi pertama. Data pada tahun 2006 menunjukkan bahwa produksi nenas dan pisang menunjukkan peningkatan selama dasawarsa terakhir.

Pisang merupakan salah satu tanaman yang mempunyai prospek cerah di masa datang karena di seluruh dunia hampir setiap orang gemar mengkonsumsi buah pisang. Selain itu tanaman pisang sangat mudah dibudidayakan dan cepat menghasilkan sehingga lebih disukai petani untuk dibudidayakan. Banyak jenis tanaman pisang komersial yang telah dibudidayakan di Indonesia, salah satunya adalah Pisang Cavendish.

Pisang Cavendish (Musa Cavendishii.) merupakan komoditas buah tropis yang sangat popular di dunia. Hal ini dikarenakan rasanya lezat, gizinya tinggi, dan memiliki banyak manfaat. Pisang Cavendish di Indonesia lebih dikenal dengan pisang Ambon Putih. Varietas yang dikembangkan di SEAMEO BIOTROP adalah jenis pisang Cavendish Grand Naim yang banyak dijual di supermarket sebagai pisang meja yaitu pisang yang dihidangkan langsung untuk dikonsumsi. Pisang Cavendish dijadikan sebagai konsumsi pabrik tepung pisang sebagai bahan makanan bayi, buah meja, sale pisang, pure pisang dan tepung pisang. Kulit pisang dapat dimanfaatkan untuk membuat cuka melalui proses fermentasi alkohol dan asam cuka.

Terdapat banyak metode yang dapat dilakukan untuk memperpanjang masa simpan komoditas buah-buahan, salah satunya dengan pengaplikasian edible coating. Edible coating adalah salah satu lapisan tipis yang rata, dibuat dari bahan yang dapat dikonsumsi,

biodegradable, dan dapat berfungsi sebagai barrier agar tidak kehilangan kelembaban, bersifat

permeabel terhadap gas-gas tertentu, serta mampu mengontrol migrasi komponen-komponen larut air yang dapat menyebabkan perubahan pigmen dan nutrisi buah-buahan. Metode edible

coating dapat memperpanjang umur simpan dan mempertahankan mutu produk yang di coating.

(15)

2 Pisang cavendish mudah mengalami penurunan kualitas atau mengalami kerusakan untuk itu diperlukan edible coating untuk melapisi pisang cavendish sehingga dapat mempertahankan kualitas pisang cavendih dan umur simpan pisang cavendish menjadi lebih lama sehingga pisang cavendish mempunyai kualitas yang baik dan umur simpan yang baik sampai pada konsumen.

B. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mendapatkan bahan pelapis (edible

coating) yang berasal dari pati singkong yang digunakan pada pelapisan buah pisang

Cavendish untuk memperpanjang umur simpan. Tujuan secara khusus adalah :

1. Mendapatkan formula edible coating dan karakteristik formula edible coating berbasis pati singkong.

2. Mengetahui dan menganalisis karakteristik formula edible coating yang dapat dibuat dan dihasilkan.

3. Mendapatkan formula edible coating yang mampu memperpanjang umur simpan pisang Cavendish.

4. Mendapatkan suhu penyimpanan yang terbaik untuk penyimpanan pisang Cavendish.

5. Mengetahui dan menganalisis sifat fisikokimia dari aplikasi edible coating pada pisang Cavendish selama penyimpanan.

C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis tentang edible coating dari bahan pati singkong sebagai bahan dasar. Pengembangan edible coating pada makanan diharapkan dapat memberikan kualitas produk yang lebih baik dan memperpanjang daya tahan, juga dapat merupakan bahan pengemas yang ramah lingkungan.

Polisakarida seperti pati dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan edible coating. Pati sering digunakan dalam industri pangan untuk menggantikan polimer plastik karena ekonomis, dapat diperbaharui, dan memberikan karakteristik fisik yang baik. Polisakatida yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah pati singkong. Edible coating yang dibuat dari pati singkong selanjutnya akan diaplikasikan pada pisang cavendih untuk mengetahui sifat fisiko kimia dan umur simpan pisang cavendish.

(16)

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. EDIBLE COATING (PELAPIS EDIBEL)

Menurut Krochta (1992) pelapis edibel atau edible coating adalah suatu lapisan tipis yang rata, dibuat dari bahan yang dapat dimakan, dibentuk di atas komponen makanan (coating) atau diletakkan di antara komponen makanan (film) dan dapat berfungsi sebagai penahan (barrier) perpindahan massa (seperti kelembaban, oksigen, lipida, zat terlarut) dan atau sebagai pembawa (carrier) bahan tambahan makanan seperti bahan pengawet untuk meningkatkan kualitas dan umur simpan makanan. Gennadios dan Weller (1990) mendefinisikan pelapis edibel sebagai pelapis tipis dari bahan yang dapat dimakan yang digunakan pada makanan dengan cara pembungkusan, pencelupan, penyikatan atau penyemprotan agar terjadi tahanan yang selektif terhadap transmisi gas dan uap air dan memberi perlindungan terhadap kerusakan mekanik. Di bidang farmasi pelapis edibel digunakan untuk melapisi obat-obatan dan di bidang pangan untuk melapisi manisan, buah-buahan, sayur-sayuran dan beberapa produk daging, unggas maupun hasil laut.

Komponen yang dapat digunakan untuk pembuatan pelapis edibel dapat terdiri dari tiga kategori yaitu hidrokoloid, lipid dan kombinasinya (komposit). Hidrokoloid terdiri atas protein, turunan selulosa, alginate, pektin, tepung (starch) dan polisakarida lainnya, sedangkan dari golongan lipid antara lain lilin (waxes), gliserol dan asam lemak (Donhowe dan Fennema 1994). Berdasarkan komposisinya, hidrokoloid terbagi atas karbohidrat dan protein. Karbohidrat terdiri dari tepung (starch), gum tumbuhan (alginat, pektin, gum arab) dan pati termodifikasi. Pada umumnya pelapis edibel dari polisakarida mempunyai sifat penghambatan terhadap gas yang lebih baik daripada terhadap uap air (Baldwin et al. 1995). Protein yang dapat digunakan untuk membuat pelapis edibel antara lain : gelatin, kasein, protein kedelai, whey protein, whey gluten dan zein (Donhowe dan Fennema 1994). Secara umum protein dan polisakarida sangat hidrofilik dan tidak dapat digunakan sebagai barrier kelembaban permukaan yang dipotong dan mempunyai aw permukaan yang tinggi. Fungsi protein dan polisakarida terutama adalah sebagai pembentuk jaringan tiga dimensi di mana lemak terdispersi.

Beberapa keuntungan yang diperoleh dari pengaplikasi edible coating yaitu : menurunkan aw permukaan bahan sehingga kerusakan oleh mikroorganisme dapat dihindari, memperbaiki struktur permukaan bahan sehingga permukaan menjadi mengkilat, mengurangi terjadinya dehidrasi sehingga susut bobot dapat dicegah, mengurangi kontak dengan oksigen dengan bahan sehingga oksidasi dapat dihindari (ketengikan dapat dihambat), sifat asli produk seperti flavour tidak mengalami perubahan, dan memperbaiki penampilan produk.

Untuk menutupi kelemahan pelapis edibel hidrokoloid dan memanfaatkan keunggulan pelapis edibel lipid, digunakan bahan komposit yang merupakan gabungan antara hidrokolid dengan lipid. Keunggulan pelapis edibel komposit terutama dalam kemampuannya menahan laju transmisi uap air dan gas telah banyak diteliti antara lain oleh Grenner dan Fennema (1989). Pelapis edibel dari polisakarida dengan lipid menurut Wong et al. (1994) dapat mereduksi kehilangan air pada potongan buah apel sebesar 92 %, menekan laju respirasi sebesar 70 % dan produksi etilen sebesar 90 % pada suhu 23 0C dan RH 50 %.

Prinsip pembuatan pelapis edibel sama dengan film edible. Hal yang membedakannya adalah cara pembentukannya. Pelapis edibel langsung dibentuk pada permukaan produk, sedangkan film edible dibentuk secara terpisah dari produk. Donhowe dan Fennema (1994) mengemukakan bahwa pembuatan film dan pelapis edibel dapat dilakukan dengan cara

(17)

4 konservasi (conservation), pemisahan pelarut (solvent removal) dan pemadatan larutan (solidification of melt).

Menurut Suzan (1994), bahan tambahan seperti antimikroba dan bahan pengawet sering digunakan dalam pembuatan edible film untuk meningkatkan fungsinya. Antimikroba yang biasa digunakan adalah asam benzoat, asam sorbat, potassium sorbat dan asam propionate. Antimikroba yang dapat berfungsi sebagai pengawet antara lain potassium sorbat dan asam sorbat (Baranowski 1990 di dalam Susan 1994). Potassium sorbat merupakan antimikroba yang mempunyai kemampuan untuk menekan pertumbuhan jamur dan bakteri yang cukup baik (Vojdani dan Torres 1990). Potassium sorbat sangat efektif sebagai antimikroba dengan konsentrasi antara 0,05%-0,30% (persen berat kering) pada sebagian besar makanan (Robach et

al. 1979 di dalam Vojdani dan Torres 1990).

B. EDIBLE COATING BERBASIS POLISAKARIDA

Polisakarida larut air merupakan senyawa polimer berantai panjang yang dilarutkan kedalam air, dengan tujuan mendapatkan viskositas larutan yang cukup kental (Glicksman, 1984). Komponen-komponen inilah yang akan berperan untuk mendapatkan kekerasan, kerenyahan, kepadatan, kualitas ketebalan, viskositas, adhesivitas, dan kemampuan pembentukan gel. Selain itu, senyawa ini sangat ekonomis bila digunakan untuk industri karena mudah didapatkan dan tidak beracun (krochtael al., 1994).

Edible coating menggunakan bahan dasar polisakarida banyak digunakan terutama pada

buah dan sayuran, karena memiliki kemampuan bertindak sebagai membran permeabel yang selektif terhadap pertukaran gas karbondioksida dan oksigen. Sifat inilah yang dapat memperpanjang umur simpan karena respirasi buah dan sayuran menjadi berkurang. Selain itu polisakarida memnghasilkan film dengan sifat mekanik yang baik. Pati singkong dan pati sagu merupakan contoh polisakarida. Oleh karena itu pati singkong dan pati sagu mempunyai potensi dalam teknologi edible coating.

Jenis polisakarida yang dapat digunakan sebagai bahan untuk pembuatan edible film adalah selulosa, pati dan turunannya, seaweed extract, exudates gums, dan seed germs. Film polisakarida yang rendah kalori dan bersifat nongreasy dapat digunakan untuk mempepanjang umur simpan buah dan sayuran dengan mencegah terjadinya dehidrasi, oksidasi, serta terjadinya browning pada permukaan, mengontrol komposisi gas oksigen dan karbondioksida dalam atmosfer internal sehingga mampu mengurangi laju respirasi.

C. TANAMAN SINGKONG

1. Botani Singkong

Singkong merupakan tanaman perdu yang berasal dari Amerika Selatan dengan lembah sungai Amazon sebagai tempat penyebarannya (Odigboh, 1983 dalam Chan 1983). Ubi ini merupakan tanaman dikotil berumah satu yang ditanam untuk diambil patinya yang sangat layak cerna. Pohon singkong dapat tumbuh hingga 1-4 meter dengan daun besar yang menjari dengan 5 hingga 9 belahan lembar daun. Batangnya memiliki pola percabangan yang khas, yang keragamannya tergantung pada kultivar (Rubatzky dan Yamaguchi, 1995). Gambar pohon singkong dapat dilihat pada Gambar 1.

(18)

5 Gambar 1. Singkong

(Sumber: Grahito 2007)

Bagian dari ubi singkong yang dapat dimakan mencapai 80-90%. Bentuknya dapat berupa silinder, kerucut, atau oval (Wankhede, Satwadhar, dan Sawate, 1998 dalam Salunkhe dan Kadam, 1998). Panjang ubi berkisar 15 hingga 100 cm dan diameternya 3 hingga 15 cm. Bobot ubi kayu berkisar beberapa ratus gram hingga 15 kg. Tanaman singkong umumnya menghasilkan sekitar 5-10 ubi (Rubatzky dan Yamaguchi, 1995). Ubi singkong yang matang terdiri atas tiga lapisan yang jelas yaitu; peridermis luar, cortex, dan daging bagian tengah (Odigboh, 1983 dalam Chan 1983). Ubi singkong dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Ubi Singkong (Sumber: Grahito 2007)

Klasifikasi singkong adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae, Divisi\: Spermatophyta, Sub Divisi : Angiospermae, Kelas : Dicotyledoneae, Ordo Euphorbiales, Famili : Euphorbiaceae, Genus : Manihot, Spesies : Manihot utilissima Pohl.; Manihot

esculenta Crantz sin (Prihatman, 2000). Menurut Odigboh (1983) dalam Chan (1983),

spesies dari singkong dibedakan berdasarkan kandungan HCN, yaitu jenis pahit (Manihot

esculenta Crantz.; M. utilissma Pohl.) dan manis (M. dulcus Baill.; M. palmatta Muell.; M. aipi Pohl.)

2. Komposisi Kimia

Menurut Wankhede et. al. (1998) dalam Salunkhe dan Kadam (1998), singkong merupakan salah satu sumber kalori bagi penduduk kawasan tropis di dunia. Ubi singkong kaya akan karbohidrat yaitu sekitar 80-90% (b/b) dengan pati sebagai komponen utamanya. Menurut Odigboh (1983) dalam Chan (1983), singkong relatif kaya akan kalsium dan asam askorbat (vitamin C). Namun ubi ini tidak dapat langsung dikonsumi dalam bentuk segar tapi selalu dilakukan pengolahan seperti pemanasan, perendaman dalam air, penghancuran, atau beberapa proses tradisional lainnya dengan tujuan untuk detoksifikasi atau membuang HCN yang bersifat mematikan yang dikandung dari semua varietas singkong.

(19)

6

3. Pati Singkong

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin (Winarno, 1984). Struktur amilosa merupakan struktur lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa. Amilopektin terdiri dari struktur bercabang dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa dan titik percabangan amilopektin merupakan ikatan α-(1,6). Berat molekul amilosa dari beberapa ribu hingga 500.000, begitu pula dengan amilopektin (Lehninger, 1982).

Pati dapat diekstrak dengan berbagai cara, berdasarkan bahan baku dan penggunaan dari pati itu sendiri. Untuk pati dari ubi-ubian, proses utama dari ekstraksi terdiri perendaman, disintegrasi, dan sentrifugasi. Perendaman dilakukan dalam larutan natrium bisulfit pada pH yang diatur untuk menghambat reaksi biokimia seperti perubahan warna dari ubi. Disintegrasi dan sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan pati dari komponen lainnya (Liu, 2005 dalam Cui, 2005).

Diagram alir ekstraksi pati dari umbi akar dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Diagram Alir Ekstraksi Pati Umbi Akar (Sumber: Liu, 2005 dalam Cui 2005)

Pati singkong mengandung 83% amilopektin yang mengakibatkan pasta yang terbentuk menjadi bening dan kecil kemungkinan untuk terjadi retrogradasi (Friedman, 1950; Gliksman, 1969 dikutip Odigboh, 1983 dalam Chan, 1983). Menurut Murphy (2000) dalam Phillips dan Williams (2000), ukuran granula pati singkong 4-35 μm, berbentuk oval, kerucut dengan bagian atas terpotong, dan seperti kettle drum. Suhu gelatinisasi pada 62-73OC, sedangkan suhu pembentukan pasta pada 63OC. Menurut Santoso, Saputra, dan Pambayun (2004), pati singkong relatif mudah didapat dan harganya yang murah. Bentuk granula pati singkong dapat dilihat pada Gambar 4.

. Gambar 4. Granula Pati Singkong (Sumber: Niba, 2006 dalam Cui 2005)

(20)

7

D. CMC (CARBOXYMETHYLCELLULOSA)

CMC adalah suatu bahan sumber karbohidrat yang tidak dapat dicerna oleh tubuh tetapi berguna untuk mikroflora positif dalam usus. Natrium carboxymethylcellulose, yang sering dikenal dengan CMC dibuat dengan mereaksikan selulosa basa dengan Na-monokloroasetat. Viskositas CMC dipengaruhi oleh suhu dan pH. Pada pH kurang dari 5 viskositas CMC akan menurun, sedangkan CMC sangat stabil pada pH antara 5-11 (Klose dan Glicksman 1972)

CMC digunakan sebagai penstabil selain itu juga sebagai tambahan kadar serat pangannya. Carboxymethylcellulose (CMC) adalah polisakarida linear, dengan rantai panjang dan larut dalam air serta merupakan gum alami yang dimodifikasi secara kimia. Warnanya putih sampai krem, tidak berasa dan tidak berbau. Fungsi dasar CMC adalah untuk mengikat air atau memberi kekentalan pada fase cair sehingga dapat menstabilkan komponen lain dan mencegah sineresis. CMC larut dalam air panas dan air dingin.

E. PLASTICIZER

Plasticizer adalah bahan organik dengan bobot molekul rendah yang ditambahkan

dengan maksud memperlemah kekakuan suatu film (Gennadios 2002). Penambahan plasticizer akan menghindarkan film dari keretakan selama penanganan dan penyimpanan, yang dapat mengurangi sifat-sifat barrier film (Gontard et al. 1993).

Menurut Kester dan Fennema (1989) plasticizer dapat meningkatkan fleksibilitas dan ketahanan film terutama jika disimpan pada suhu rendah. Plasticizer yang umumnya digunakan dalam pembuatan edible coating adalah gliserol, polietilen glikol 400 (PEG), sorbitol, propilen glikol dan etilen glikol (EG).

Salah satu plasticizer yang dapat digunakan dalam pembuatan edible coating adalah gliserol. Gliserol efektif digunakan sebagai plasticizer pada hidrofilik film. Penambahan gliserol akan menghasilkan film yang lebih fleksibel dan halus. Menurut Gontard et al. (1993) gliserol dapat meningkatkan permeabilitas film terhadap uap air karena sifat gliserol yang hidrofilik. Gliserol merupakan senyawa alkohol polihidrat dengan tiga buah gugus hidroksil dalam satu molekul yang umumnya disebut alkohol trivalent. Rumus kimia gliserol adalah C3H8O3 dengan nama kimia 1,2,3-propanatriol. Berat molekul gliserol adalah 92,10 dan titik didih 2040C (Winarno 1992). Gliserol mempunyai sifat mudah larut dalam air, meningkatkan kekentalan larutan, mengikat air dan menurunkan aw (Lindsay 1985).

F. ASAM LEMAK STEARAT

Asam lemak stearat merupakan asam lemak rantai panjang yang terdiri dari rantai hidrokarbon dengan gugus karboksil diujung struktur molekulnya. Struktur hidrokarbon molekul asam stearat yang panjang terdiri dari karbon dan hidrogen yang bersifat non polar tidak berikatan dengan air sehingga bersifat hidrofobik, sedangkan gugus karboksil bersifat polar yang dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air, sehingga mampu mengikat air dengan kuat bersifat hidrofilik. Apabila asam stearat dilarutkan dalam air, maka bagian molekul yang bersifat hidrofilik akan berikatan dengan air membentuk lapisan monolayer diatas permukaan air dengan bagian hidrofilik dalam air dan rantai hidrofobik berada di atas permukaan air.

Adanya gugus hidrofobik pada asam stearat menurunkan nilai transmisi uap air film. Semakin panjang struktur rantai hidrokarbon asam lemak maka semakin meningkat sifat hidrofobik asam lemak. Selanjutnya mobilitas rantai asam lemak juga membantu terjadinya transmisi uap air film, penurunan transmisi uap air terjadi apabila mobilitas rantai menurun. Asam stearat mempunyai rantai hidrokarbon yang paling panjang (C18) sehingga mempunyai

(21)

8 sifat yang paling hidrofobik dan mempunyai mobilitas rantai yang paling rendah dibandingkan dengan asam laurat (C12) dan asam palmitat (C16). Dengan demikian penambahan asam stearat dalam pembuatan edible coating akan menghasilkan nilai transmisi uap air yang paling rendah dibandingkan dengan asam laurat dan asam palmitat (Ayranci & Tunc 2001).

Asam stearat dikenal juga dengan nama octadecanoic acid dan merupakan salah satu asam lemak jenuh yang memiliki jumlah atom karbon (C) sebanyak 18 buah (Gunstone dan Norris 1983). Asam stearat mempunyai rumus molekul C18H36O2 (Smith dan Walters 1967). Menurut Williams (1966) asam stearat terdapat pada minyak tengkawang dengan kandungan asam sebesar 40-45 %. Menurut Gunstone dan Norris (1983) asam stearat memiliki titik leleh (melting point) pada suhu 70,10C dan titik didih (boiling point) pada suhu 1840C.

G. ASAM ASKORBAT

Vitamin C atau asam askorbat merupakan antioksidan yang ideal yang terdapat dalam buah-buahan karena merupakan komponen alami yang tidak menyebabkan perubahan bau dan cita rasa yang tidak diinginkan, ekonomis sekaligus dapat meningkatkan nilai gizi buah. Asam askorbat sering digunakan untuk mencegah reaksi enzimatis yang menyebabkan terjadinya perubahan warna pada buah maupun sayuran segar. Asam askorbat tidak menghambat enzim secara langsung, melainkan mereduksi quinon yang terbentuk menjadi substrat polifenol semula. Proses ini disertai dengan penurunan aktivitas enzim oleh karena itu dikenal dengan reaksi inaktivasi (Klau 1974).

Vitamin C atau asam askorbat (C6H8O6) merupakan padatan kristal yang berwarna putih, tidak berbau, tidak larut dalam etil alkohol tapi larut dalam air (Klau 1974). Asam askorbat sangat mudah teroksidasi secara reversible menjadi asam L-dehidroaskorbat yang masih mempunyai aktivitas vitamin C. Reaksi degradasi asam askorbat dalam larutan air tergantung pada beberapa faktor seperti pH (kisaran pH 4 sampai pH 6 mempunyai kestabilan yang paling tinggi), suhu dan kehadiran dari oksigen atau ion logam seperti tembaga. Asam askorbat sering digunakan sebagai antioksidan diberbagai macam pangan olahan, antara lain buah-kaleng, sayuran kaleng, ikan kaleng, daging kaleng, minuman ringan dan beverages. (Klau 1974).

Ponting (1960) menyatakan, bahwa jumlah asam askorbat yang digunakan untuk reaksi inaktivasi harus cukup, karena dalam reaksi ini mungkin sejumlah asam askorbat dapat teroksidasi. Bila jumlah asam askorbat yang ditambahkan untuk mencegah browning tidak cukup, maka browning akan hanya tertunda sejenak. Oleh karena itu tidak efektif menggunakan asam askorbat dalam jumlah kecil untuk mencegah pencoklatan selama penyimpanan tergantung pada jenis buah.

Asam askorbat diizinkan digunakan dalam banyak proses pengolahan karena asam askorbat ini banyak terdapat pada jaringan tumbuhan atau hewan dan dalam banyak sayuran serta buah-buahan dalam jumlah yang relatif besar, disamping itu karena tingkat toksisitasnya yang sangat rendah, dimana manusia aman mengkonsumsinya sampai jumlah 4 gram per hari (Klau 1974). Asam askorbat di dalam makanan sering digunakan sebagai pengawet, antioksidan dan penambah gizi (Depkes RI 1979).

(22)

9

H. BUAH PISANG CAVENDISH

Gambar 5. Pisang Cavendish (Musa cavendishii.)

Tanaman pisang telah lama dikenal oleh masyarakat karena mudah diperoleh dan diusahakaan di berbagai daerah. Berbagai jenis pisang yang diusahakan memberikan peluang berusaha bagi petani, khususnya jenis pisang komoditas ekspor, seperti pisang Cavendish. Pisang Cavendish banyak diusahakan dalam skala besar sebagai komoditas ekspor buah-buahan dalam berbagai bentuk, misahnya buah segar, keripik pisang, bahan olahan, dan tepung pisang.

Tanaman pisang mempunyai ciri spesifik yang mudah dibedakan dari jenis tanaman lainnya. Tanamannya terdiri dari daun, batang (bonggol), batang semu, bunga, dan buah. Pisang termasuk keluarga musaceae, salah satu anggota ordo scitamineae.

Morfologi tanaman dapat tampak jelas melalui batangnya yang berlapis-lapis. Lapisan ini sebenarnya merupakan dasar dari pelepah daun yang dapat menyimpan air (sukulenta) sehingga lebih tepat disebut batang semu (pseudostem). Daun pisang Cavendish berwarna hijau tua. Lembaran daun (lamina) pisang lebar dengan urat daun utama menonjol berukuran besar sebagai pengembangan dari morfologis lapisan batang semu. Batang pisang sesungguhnya terdapat didalam tanah, yaitu yang sering disebut bonggol. Pada sepertiga bagian bonggol sebelah atas terdapat mata calon tumbuh tunas anakan. Bunga pisang yang disebut tongkol yang disebut jantung. Bunga ini muncul dari primordia yang terbentuk pada bonggolnya, perkembangan primordia bunga memanjang ke atas hingga menembus inti batang semu dan keluar diujung batang semu tersebut. Panjang Tandan 60 - 100 cm dengan berat 15 - 30 kg. Setiap tandan terdiri dari 8 - 13 sisiran dan setiap sisiran ada 12 - 22 buah. Daging buah putih kekuningan, rasanya manis agak asam, dan lunak. Kulit buah agak tebal berwarna hijau kekuningan sampai kuning muda halus. Umur panen 3 - 3,5 bulan sejak keluar jantung.

Pisang (Musa sp.) merupakan komoditas buah tropis yang sangat popular di dunia. Hal ini dikarenakan rasanya lezat, gizinya tinggi, dan harganya relatif murah. Pisang merupakan salah satu tanaman yang mempunyai prospek cerah di masa datang karena di seluruh dunia hampir setiap orang gemar mengkonsumsi buah pisang. Selain itu tanaman pisang sangat mudah dibudidayakan dan cepat menghasilkan sehingga lebih disukai petani untuk dibudidayakan. Banyak jenis tanaman pisang komersial yang telah dibudidayakan di Indonesia, salah satunya adalah pisang Cavendish.

Buah pisang Cavendish mengandung vitamin-vitamin dan mineral yang diperlukan oleh tubuh manusia. Komposisi zat gizi yang terkandung dalam buah pisang Cavendish dapat dilihat pada Tabel 1.

(23)

10 Tabel 1. Komposisi kimia buah pisan Cavendish per 100 g bahan

Komposisi kimia Jumlah Kalori (kal) 120 Protein (gr) 1,2 Lemak (gr) 0,2 Karbohidrat (gr) 31,8 Kalsium (mg) 10 Fosfor (mg) 22 Besi (mg) 0,8 Vitamin A (S.I) 950 Vitamin B1 (mg) 0,06 Vitamin C (mg) 10 Air (gr) 65,8

Bagian yang dapat dimakan (%) 70 Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan R.I (2009)

Pisang Cavendish di Indonesia lebih dikenal dengan pisang Ambon Putih. Varietas yang dikembangkan di SEAMEO BIOTROP adalah jenis pisang Cavendish Grand Naim yang banyak dijual di supermarket sebagai pisang meja yaitu pisang yang dihidangkan langsung untuk dikonsumsi. Pisang Cavendish juga banyak dijadikan sebagai konsumsi pabrik puree, tepung pisang sebagai bahan makanan bayi.

Manfaat Buah Pisang adalah buah yang sangat bergizi yang merupakan sumber vitamin, mineral dan juga karbohidrat. Pisang dijadikan buah meja, sale pisang, pure pisang dan tepung pisang. Kulit pisang dapat dimanfaatkan untuk membuat cuka melalui proses fermentasi alkohol dan asam cuka.

I. FISIOLOGI PASCA PANEN BUAH

Buah-buahan yang berada dipohon melangsungkan hidupnya dengan melakukan pernafasan (respirasi), ternyata setelah buah dipetik (panen) juga masih melangsungkan proses respirasi. Respirasi adalah proses biologis dimana oksigen diserap untuk digunakan pada proses pembakaran yang menghasilkan energi dan diikuti oleh pengeluran sisa pembakaran dalam bentuk CO2 dan air (Phan et al. 1986). Reaksi kimia sederhana untuk respirasi adalah sebagai berikut :

C6H12O6 + 6O2 6CO2 + 6H2O + energi

Laju respirasi merupakan indeks untuk menentukan umur simpan buah-buahan setelah dipanen. Besarnya laju respirasi dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal seperti : tingkat perkembangan organ, susunan kimia jaringan, ukuran produk, adanya pelapisan alami dan jenis jaringan, sedangkan faktor eksternal antara lain : suhu, penggunaan etilen, ketersedian oksigen dan karbondioksida, senyawa pengatur pertumbuhan dan adanya luka pada buah (Phan et al. 1986).

Menurut Phan et al. (1986) di dalam Pantastico (1986), besar kecilnya respirasi pada buah dan sayuran dapat diukur dengan cara menentukan jumlah substrat yang hilang, oksigen yang diserap, karbondioksida yang dikeluarkan, panas yang dihasilkan dan energi yang timbul. Untuk menentukan laju respirasi, cara yang umum digunakan adalah dengan pengukuran laju

(24)

11 penggunaan O2 atau dengan penentuan laju pengeluaran CO2. Berdasarkan pola respirasinya, buah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu buah klimakterik dan buah non-klimakterik.

Buah klimakterik mengalami kenaikan CO2 secara mendadak dan mengalami penurunan dengan cepat setelah proses pematangan terjadi, sedangkan buah non-klimakterik tidak terjadi kenaikan CO2 dan diikuti dengan penurunan CO2 dengan cepat. Klimakterik ditandai dengan adanya proses waktu pematangan yang cepat dan peningkatan respirasi yang mencolok serta perubahan warna, citarasa dan teksturnya (Rhodes 1970).

Menurut Rhodes (1970), pada awal perkembangan buah, kandungan pati meningkat terus dan setelah mencapai maksimum, makin tua buah kandungan pati makin menurun. Penurunannya disebabkan oleh perubahan pati menjadi gula yang digunakan untuk kegiatan respirasi.

(25)

12

III. METODE PENELITIAN

A. BAHAN DAN PERALATAN

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah pisang Cavendish yang masih kuning kehijauan (greening) tingkat kematangan 80 % yang diperoleh dari Pasar Senen, Jakarta. Bahan yang digunakan untuk formulasi edible coating adalah pati singkong yang diperoleh yang diperoleh dari pasar Ciampea Bogor, Carboxymethylcellulose (CMC), gliserol, potassium sorbat, asam stearat, asam askorbat (vitamin C) dan air destilata yang diperoleh dari Toko Kimia Setia Guna Bogor .

Peralatan yang digunakan adalah hot plate, stirer, timbangan analitik, thermometer, pH meter, rheometer (Brookfield), penetrometer, chromameter (colorimeter), refraktometer,

tachometer, dan alat-alat laboratorium lainnya (gelas piala, gelas ukur, Erlenmeyer, stirer dan

pipet).

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-Agustus 2010 di Laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian, FATETA IPB.

B. METODE PENELITIAN

1. Formulasi Edible coating

Pada penelitian pembuatan formula edible coating ini dicoba dengan mengatur komposisi bahan baku dan bahan tambahan yang digunakan. Bahan baku yang digunakan yaitu pati singkong, komposisi pati singkong yang digunakan yaitu (2%, 3%, dan 4% (b/v)), CMC yang digunakan yaitu (0,2%, 0,3%, dan 0,4% (b/v)), dan variasi komposisi gliserol yang digunakan yaitu (1% , 3%, dan 5% (v/v)). Bahan tambahan yang digunakan yaitu potassium sorbat, asam stearat, dan asam askorbat (vitamin C).

Metode pengadukan menggunakan pengadukan secara manual dengan sudip dan dibantu dengan menggunakan stirer untuk proses homogenisasi. Proses pembuatan formula

edible coating sebanyak 500 ml dengan metode pengadukan secara manual dengan sudip dan

dibantu menggunakan stirer untuk proses homogenisasi dapat dilihat pada Gambar 6. Pertama-tama aquades (air destilata) dipanaskan dengan hot plate sampai suhu 700C. Kemudian CMC (0,2% , 0,3%, dan 0,4% (b/v)) dilarutkan sedikit demi sedikit ke dalam aquades (air destilata) sambil diaduk selama 3 menit sampai homogen. Selanjutnya, ditambahkan pati singkong (2%, 3%, dan 4% (b/v)) sedikit demi sedikit dan diaduk selama 3 menit. Setelah antara CMC dan pati singkong homogen, ditambahkan gliserol (1%, 3%, dan 5% (v/v)) untuk meningkatkan elastisitas lapisan dan potassium sorbat (0,5% (b/v)) sambil terus diaduk. Setelah semua larut, ditambahkan asam lemak stearat (0,5% (b/v)) dengan tetap diaduk sampai homogen.

Proses selanjutnya adalah pendinginan formula edible coating pada suhu kamar (25-300C) dan dilakukan penyimpanan selama 5 hari untuk mengetahui pada penyimpanan berapa hari formula edible coating mengalami kerusakan serta untuk mengetahui karakteristik formula

edible coating selama penyimpanan. Pengamatan atau pengujian formula edible coating yang

meliputi pH, viskositas dan penampakan visual (penggumpalan, kelarutan, bau, sineresis dan buih) dilakukan setiap hari (hari ke-0 sampai dengan hari ke-5). Setelah 5 hari penyimpanan dilakukan pemilihan terhadap formula edible coating terbaik dengan kriteria pengujian pH, viskositas dan penampakan visual. pH yang dipilih adalah yang cenderung netral (pH 6-7) dan viskositas yang dipilih adalah yang terkecil dan cenderung stabil, sedangkan pengujian penampakan visual yang dipilih adalah yang memiliki tingkat kelarutan tinggi dan tingkat

(26)

13 penggumpalan, bau, sineresis dan buih yang rendah. Hasil pengamatan pada penelitian pendahuluan digunakan untuk penelitian utama

Gambar 6. Diagram Alir Pembuatan Formula Edible Coating Menggunakan Metode Pengadukan Manual dan dibantu dengan Stirer untuk Homogenisasi.

Penyimpanan dan Pengujian: 1. pH

2. Viskositas

3. Penampakan Visual (penggumpalan, kelarutan, bau, sineresis dan buih).

Pendinginan pada suhu kamar (25-300C) Pati Singkong (2%, 3%, dan 4% (b/v)); pada suhu 700C

diaduk selama ±3 menit

Gliserol (1% , 3%, dan 5% (v/v)); diaduk selama ±1 menit

Penambahan Asam Lemak Stearat (0,5% (b/v)); diaduk selama ±6 menit (suhu 700C) Potasium Sorbat (0,5% (b/v)); diaduk selama ±1

menit (suhu 700C)

Pelarutan CMC (0,2%, 0,3%, dan 0,4% (b/v))

pada suhu 700C; diaduk selama ±3 menit Air Destila ta Pati Singkong Gliserol Potasium Sorbat Asam Lemak Stearat

(27)

14

2. Aplikasi Edible Coating pada Pisang Cavendish (Musa cavendishii.)

Untuk aplikasi formula edible coating, buah pisang Cavendish dicelupkan segera setelah pisang dilepas dari tandanya ke dalam larutan 0,5% asam askorbat selama 60 detik untuk mencegah terjadinya pencoklatan (browning), kemudian ditiriskan dan dikering anginkan dengan bantuan kipas angin. Setelah itu, buah pisang Cavendish dicelupkan ke dalam formula

edible coating selama 60 detik dan kemudian ditiriskan dan dikering anginkan kembali dengan

bantuan kipas angin. Penggunaan kipas angin ditujukan untuk mempercepat proses pengeringan. Penyimpanan dilakukan pada suhu 100C, 160C, dan suhu 300C. Buah pisang Cavendish yang tidak dilapisi edible coating disimpan sebagai kontrol. Parameter yang diamati pada buah pisang Cavendish selama penyimpanan terdiri dari sifat fisiko-kimia yang meliputi: persen kerusakan, susut bobot (AOAC, 1995), kekerasan (Gardjito, 2003), warna (Gardjito, 2003), dan total padatan terlarut (AOAC, 1984). Penyimpanan dilakukan sampai terjadi pematangan, dengan frekuensi pengamatan setiap dua hari sekali.

C. RANCANGAN PERCOBAAN

Rancangan percobaan yang digunakan untuk analisis data formula edible coating adalah rancangan acak lengkap dalam pola faktorial dan tiga kali ulangan. Faktor-faktor perlakuan yang mempengaruhi pH dan viskosits formula edible coating (konsentrasi pati singkong sudah ditetapkan 2%, 3%, dan 4%) adalah konsentrasi CMC (C) dan gliserol (G). Berikut merupakan model matematika (Walpole, 1992) :

Yij = µ + αi + βj + αβij + εij Keterangan :

Yij : Variabel yang diukur µ : Rataan umum

αi : Pengaruh faktor C pada waktu ke-i βj : Pengaruh faktor G pada waktu ke-j

αβij : Pengaruh interaksi faktor C dengan faktor G εij : Pengaruh kesalahan percobaan

Faktor-faktor perlakuann yang mempengaruhi pengukuran sifat fisikokimia aplikasi

edible coating pada pisang cavendish selama penyimpanan adalah formula edible coating (F)

dan suhu (T). Berikut merupakan model matematika (Walpole, 1992) : Yij = µ + αi + βj + αβij + εij

Keterangan :

Yij : Variabel yang diukur µ : Rataan umum

αi : Pengaruh faktor F pada waktu ke-i βj : Pengaruh faktor T pada waktu ke-j

αβij : Pengaruh interaksi faktor F dengan faktor T εij : Pengaruh kesalahan percobaan

(28)

15 Gambar 7. Diagram Alir Aplikasi Edible Coating pada Pisang Cavendish.

Pengeringan dengan kipas angin; ±5 menit

Pencelupan buah pisang Cavendish dalam larutan

edible coating (60 detik)

Pengangkatan dan penirisan

Pengeringan dengan kipas angin; ±45 menit Pengangkatan dan penirisan Pelepasan pisang Cavendish tandannya

Perendaman buah pisang Cavendish dalam asam askorbat 0,5% (b/v); 60 detik

Pengemasan dengan plastik dan kardus

Pengujian pisang cavendish : 1. Persen jumlah kerusakan 2. Susut bobot

3. Kekerasan (penetrometer) 4. Warna (chromameter) 5. Total padatan terlarut

Penyimpanan suhu 100C, 160C dan 300C sampai rusak Pisang Cavendish utuh

(29)

16

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. KARAKTERISTIK EDIBLE COATING

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa perlakuan no 5 yaitu kombinasi konsentrasi pati singkong : CMC : gliserol yaitu (2%:0,3%:3%) menunjukkan penampakan formula edible

coating yang stabil pada pengadukan secara manual. Pada perlakuan no 1, 3, 4, 6 dan 8

kombinasi konsentrasi pati singkong : CMC : gliserol yaitu (2%:0,2%:1%), (2%:0,4%:1%), (2%:0,2%:3%), (2%:0,4%:3%) dan (2%:0,3%:5%) CMC tidak mampu mengikat air sehingga terjadi sineresis yang berakibat penampakan formula menjadi agak pecah dan apabila terjadi pada konsentrasi yang lebih tinggi dapat menyebabkan penggumpalan seperti yang terjadi pada perlakuan no 2, 7, dan 9 kombinasi konsentrasi pati singkong : CMC : gliserol yaitu (2%:0,3%:1%), (2%:0,2%:5%) dan (2%:0,4%:5%).

Tabel 2. Hasil Pengukuran Awal Formula Edible Coating dengan Konsentrasi Pati 2 % NO PERLAKUAN pH VISKOSITAS (cp) PENAMPAKAN

* 1 CMC 0,2% ; Gliserol 1 % 6.60 113 ++ 2 CMC 0,3% ; Gliserol 1 % 6.76 121 + 3 CMC 0,4% ; Gliserol 1 % 6.83 130 ++ 4 CMC 0,2% ; Gliserol 3 % 6.74 156 ++ 5 CMC 0,3% ; Gliserol 3 % 6.87 162 +++ 6 CMC 0,4% ; Gliserol 3 % 6.88 174 ++ 7 CMC 0,2% ; Gliserol 5 % 6.89 200 + 8 CMC 0,3% ; Gliserol 5 % 6.94 225 ++ 9 CMC 0,4% ; Gliserol 5 % 6.92 234 +

* penampakan dilihat dengan membandingkan larutan satu dengan yang lain kurang bagus (+) bagus (++) lebih bagus (+++)

Penampakan formula yang stabil pada pengadukan manual tidak diikuti dengan tingkat kelarutan yang sempurna. Pada formula edible coating dan lapisan film yang terbentuk dari pengadukan manual terdapat bintik-bintik putih yang mengindikasikan bahwa bahan (pati singkong) tidak terlarut sempurna.

(30)

17 Dari Gambar 8 (b) dapat dilihat bahwa penampakan formula dengan pengadukan stirer tingkat kelarutannya lebih tinggi sehingga formula lebih homogen dan penampakan film (Gambar 9 (b)) yang terbentuk juga lebih bagus dibandingkan dengan penampakan formula dengan pengadukan manual dengan tangan (Gambar 8 (a)) dan penampakan film (Gambar 9 (a)). Pengadukan dengan stirer menyebabkan semua bahan dapat terlarut sempurna, sehingga metode ini dilanjutkan untuk aplikasi pada penelitian utama.

(a) (b) Gambar 8. (a) Penampakan Formula dengan Pengadukan Manual

(b) Penampakan Formula dengan Pengadukan stirer

(a)

(a) (b) Gambar 9. (a) Penampakan Film dengan Pengadukan Manual

(b) Penampakan Film dengan Pengadukan Stirer

Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi pati singkong 3% dengan kombinasi CMC : gliserol (0,4%:5%) menunjukkan penampakan formula edible coating yang stabil pada pengadukan dengan stirer, sedangkan nilai pH formula baik dengan pengadukan manual dengan tangan maupun dengan stirer berkisar antara 6-7 dan nilai viskositas berkisar antara 125-225 cp. Dari Tabel 3 juga dapat dilihat bahwa semakin tinggi kombinasi konsentrasi pati singkong dan CMC yang ditambahkan menyebabkan nilai pH dan vikositas formula semakin tinggi. Hal ini disebabkan oleh sifat dari polisakarida (pati singkong dan CMC) yang apabila larut dalam air dapat menyebabkan peningkatan nilai pH dan viskositas.

(31)

18 Tabel 3. Hasil Pengukuran Awal Formula Edible Coating dengan Konsentrasi Pati 3 %

NO PERLAKUAN pH VISKOSITAS (cp) PENAMPAKAN * 1 CMC 0,2% ; Gliserol 1 % 6.60 125 + 2 CMC 0,3% ; Gliserol 1 % 6.81 133 ++ 3 CMC 0,4% ; Gliserol 1 % 6.72 141 ++ 4 CMC 0,2% ; Gliserol 3 % 6.74 188 ++ 5 CMC 0,3% ; Gliserol 3 % 6.95 197 +++ 6 CMC 0,4% ; Gliserol 3 % 7.05 205 ++ 7 CMC 0,2% ; Gliserol 5 % 7.14 238 +++ 8 CMC 0,3% ; Gliserol 5 % 7.36 245 +++ 9 CMC 0,4% ; Gliserol 5 % 7,07 255 ++++

* penampakan dilihat dengan membandingkan larutan satu dengan yang lain kurang bagus (+) bagus (++) lebih bagus (+++)

Tabel 4. Hasil Pengukuran Awal Formula Edible Coating dengan Konsentrasi Pati 4% NO PERLAKUAN pH VISKOSITAS (cp) PENAMPAKAN * 1 CMC 0,2% ; Gliserol 1 % 6.81 137 ++ 2 CMC 0,3% ; Gliserol 1 % 6.92 149 ++++ 3 CMC 0,4% ; Gliserol 1 % 6.84 160 ++++ 4 CMC 0,2% ; Gliserol 3 % 6.63 176 ++ 5 CMC 0,3% ; Gliserol 3 % 6.95 182 +++ 6 CMC 0,4% ; Gliserol 3 % 7.17 194 +++ 7 CMC 0,2% ; Gliserol 5 % 6.98 210 +++++ 8 CMC 0,3% ; Gliserol 5 % 7.05 235 +++ 9 CMC 0,4% ; Gliserol 5 % 7,26 255 +++

* penampakan dilihat dengan membandingkan larutan satu dengan yang lain kurang bagus (+) bagus (++) lebih bagus (+++)

(32)

19 Tabel 4 menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi pati singkong 4% dengan kombisasi CMC : gliserol sama dengan (0,2%:5%) menunjukkan penampakan formula edible coating yang lebih stabil pada pengadukan dengan stirer dibandingan dengan formula yang lain, sedangkan nilai pH formula baik dengan pengadukan manual dengan tangan maupun dengan

stirer berkisar antara 6-7 dan nilai viskositas berkisar antara 137-255 cp. Dari Tabel 4 juga

dapat dilihat bahwa semakin tinggi kombinasi konsentrasi pati singkong dan CMC yang ditambahkan menyebabkan nilai pH dan vikositas formula semakin tinggi. Hal ini disebabkan oleh sifat dari polisakarida (pati singkong dan CMC) yang apabila larut dalam air dapat menyebabkan peningkatan nilai pH dan viskositas.

Dari masing masing formulasi edible coating yang dibuat untuk konsentrasi pati 2%, 3%, dan 4% di pilih satu yang terbaik dari masing masing konsentrasi pati 2%, 3%, dan 4%. Formula edible coating yang dipilih didasarkan pada kriteria penampakan visual, pH dan viskositas formula edible coating selama 5 hari penyimpanan. Formula yang di pilih dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Formula Edible Coating yang dipakai untuk Aplikasi pada Pisang Cavendish dengan Konsentrasi Pati 2 %, 3 %, dan 4%.

NO PERLAKUAN pH VISKOSITAS (cp) PENAMPAKAN *

1 Pati 2% ; CMC 0,3% ; Gliserol 3 % 6,87 162 +++ 2 Pati 3% ; CMC 0,4% ; Gliserol 5 % 7,07 255 ++++ 3 Pati 4% ; CMC 0,2% ; Gliserol 5 % 6.98 210 +++++

* penampakan dilihat dengan membandingkan larutan satu dengan yang lain kurang bagus (+) bagus (++) lebih bagus (+++)

Nilai Konsentrasi pati singkong dan CMC yang digunakan antara pengadukan manual dan pangadukan stirer pada formulasi edible coating berbeda. Kombinasi konsentrasi yang menghasilkan penampakan formula yang stabil pada pengadukan manual, setelah digunakan pada pengadukan stirer nilai viskositasnya menjadi lebih tinggi. Pati singkong yang larut sempurna pada pengadukan stirer menyebabkan viskositas formula menjadi tinggi, sehingga kombinasi konsentrasi pati singkong dan CMC pada pengadukan stirer diturunkan. Nilai viskositas sangat mempengaruhi dalam kemudahan pencelupan dan kecepatan kering pada saat aplikasi pada buah pisang Cavendish.

Proses pembuatan formula edible coating, penggunaan CMC berfungsi sebagai penstabil. CMC akan mengikat air dan menampakkan kekentalan pada fase cair sehingga dapat menstabilkan komponen pati singkong dalam membentuk gel dan mencegah sineresis, sedangkan fungsi pati singkong merupakan pembentuk utama gel (gelling agent) di dalam formula.

Penambahan gliserol dapat meningkatakan permeabilitas karena sifatnya yang hidrofilik. Penggunaan gliserol yang berlebih dalam aplikasi pisang cavendish mengakibatkan

edible coating lebih lama kering karena sifat gliserol yang mengikat air. Menurut Gontard

(1993), penambahan gliserol sebagai plasticizer akan menghindarkan film dari keretakan selama penanganan dan penyimpanan, yang dapat mengurangi sifat-sifat barrier film atau

(33)

20 dengan cara mengganggu ikatan hidrogen antara molekul polimer yang berdekatan sehingga kekuatan tarik-menarik intermolekuler di antara rantai polimer menjadi berkurang (Kester dan Fennema 1989).

Menurut Susan (1994) penambahan antimikroba pada edible coating dapat menekan pertumbuhan jamur dan bakteri selama penyimpanan dan pemasaran, sedangkan penggunaan asam lemak stearat dimaksudkan untuk menurunkan nilai transmisi uap air. Hal ini disebabkan asam lemak stearat mengandung gugus hidrofobik. Potassium sorbat yang ditambahkan kedalam formula edible coating berfungsi sebagai antimikroba.

1. Penampakan Visual Larutan Edible Coating

Penampakan visual terlihat bahwa formula edible coating yang terbuat dari kombinasi pati singkong, CMC, gliserol, potassium sorbat dan asam lemak stearat berwarna putih susu. Menurut Wong et al. (1994) edible coating yang hanya terdiri dari satu komponen bahan tidak dapat memberikan hasil yang memuaskan dibandingkan dengan yang dibuat dari campuran beberapa bahan. Penggunaan stirer sebagai pengaduk formula akan menghasilkan tingkat kelarutan yang tinggi pada proses pembuatan formula edible coating, sehingga penampakan formula lebih homogen.

Formula edible coating tidak mengalami kerusakan sampai penyimpanan hari ke-5 pada suhu kamar (25-300C). Formula edible coating yang telah rusak ditandai dengan timbulnya bau asam, buih, penggumpalan dan sineresis. Penggumpalan formula edible coating dipengaruhi oleh konsentrasi bahan yang digunakan pada pembuatan formula edible coating. Semakin tinggi konsentrasi bahan yang digunakan, viskositas formula akan meningkat yang berakibat kecenderungan formula untuk menggumpal meningkat pula.

Formula edible coating yang telah dibuat sebaiknya digunakan tiga hari setelah pembuatan untuk mendapatkan hasil yang maksimal pada proses coating atau aplikasinya. Hal ini disarankan karena setelah tiga hari formula edible coating yang dibuat akan mulai mengalami penurunan kualitas. Hal ini ditandai oleh mulai terjadinya pengumpalan, timbul bau asam dan tidak stabilnya formula dilihat dari penampakan pH, dan viskositasnya.

(a)

(b)

Gambar 10. (a) Penampakan Visual Formula Edible Coating saat Pembuatan (b) Penampakan Visual Formula Edible Coating saat Penyimpanan.

(34)

21

2. pH Larutan Edible Coating

Keterangan :

1. P2C02G1 :Pati singkong 2%; CMC 0,2% ; Gliserol 1% 2. P2C03G1 :Pati singkong 2%; CMC 0,3% ; Gliserol 1% 3. P2C04G1 :Pati singkong 2%; CMC 0,4% ; Gliserol 1% 4. P2C02G3 :Pati singkong 2%; CMC 0,2% ; Gliserol 3% 5. P2C03G3 :Pati singkong 2%; CMC 0,3% ; Gliserol 3% 6. P2C04G3 :Pati singkong 2%; CMC 0,4% ; Gliserol 3% 7. P2C02G5 :Pati singkong 2%; CMC 0,2% ; Gliserol 5% 8. P2C03G5 :Pati singkong 2%; CMC 0,3% ; Gliserol 5% 9. P2C04G5 :Pati singkong 2%; CMC 0,4% ; Gliserol 5%

Gambar 11. Grafik Perubahan pH Formula Edible Coating Konsentrasi Pati 2% Selama Penyimpanan.

Dari grafik (Gambar 11) yaitu formulasi edible coating untuk konsentrasi pati 2% menunjukkan bahwa pH formula edible coating selama 5 hari penyimpanan pada suhu ruang (25-30oC) cenderung mengalami penurunan dari nilai pH tertinggi 6,94 menjadi 5,91. Dari sembilan formula edible coating yang dibuat dengan konsentrasi pati 2%, formula P2C03G3 yang dijadikan formula edible coating dalam aplikasi untuk memperpanjang umur simpan pisang Cavendish. Formula P2C03G3 berarti perbandingan antara pati : CMC : Gliserol yaitu Pati singkong 2%; CMC 0,3% ; Gliserol 3%.

Gambar

Diagram alir ekstraksi pati dari umbi akar dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar  6.  Diagram  Alir  Pembuatan  Formula  Edible  Coating  Menggunakan  Metode  Pengadukan Manual dan dibantu dengan Stirer untuk Homogenisasi
Tabel 2. Hasil Pengukuran Awal Formula Edible Coating dengan Konsentrasi Pati 2 %
Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi pati singkong 3% dengan kombinasi  CMC : gliserol (0,4%:5%) menunjukkan penampakan formula  edible coating yang stabil pada  pengadukan  dengan  stirer,  sedangkan  nilai  pH  formula  baik  dengan  pengaduka
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal ini, maka desain untuk menarik minat para konsumen/pembeli pun sangat penting, pada awalnya para konsumen pasti akan tertuju pada bentuk promosi, cover,

Sistem Bioretensi : struktur berupa cekungan pada suatu area seperti tempat parkir, perumahan, dan lain-lain yang menerima limpasan air hujan dari sekelilingnya2. Air limpasan

Pertanyaan ketiga dan terakhir datang dari Cakra dari UPN Veteran Jakarta, yang bertanya apakah terdapat peluang bagi mahasiswa yang bukan lulusan HI dan sastra

Menimbang, bahwa selain itu juga mengenai penentuan status barang bukti yang diajukan dalam perkara ini, Majelis Hakim Tingkat Banding dengan memperhatikan fakta yang

Instrumen utang yang diterbitkan oleh pemerintah atau bank sentral atas Instrumen utang yang diterbitkan oleh pemerintah atau bank sentral atas unjuk dengan jumlah

[r]

Antara nama domain ( domain name ) dengan merek pada umumnya termasuk merek dagang ( trademark ), terdapat perbedaan sebagai berikut, nama domain bukan merupakan

Membentuk sebuah regulasi baru atau mengamandemen regulasi yang telah ada dengan menetapkan bahwa sertifikat merek kolektif dapat dijadikan sebagai jaminan kredit perbankan,