• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PERLINDUNGAN TEBING SUNGAI DENGAN MENGGUNAKAN BATU KOSONG DAN RUMPUT BENGGALA TERHADAP GERUSAN (UJI EKSPERIMENTAL)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PERLINDUNGAN TEBING SUNGAI DENGAN MENGGUNAKAN BATU KOSONG DAN RUMPUT BENGGALA TERHADAP GERUSAN (UJI EKSPERIMENTAL)"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PERLINDUNGAN TEBING SUNGAI DENGAN MENGGUNAKAN BATU KOSONG DAN RUMPUT BENGGALA

TERHADAP GERUSAN (UJI EKSPERIMENTAL)

OLEH :

HAJRIANTO. S : 105 81 977 09

DAWAMI : 105 81 964 09

JURUSAN TEKNIK SIPIL PENGAIRAN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2016

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan khadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan hidayah-Nyalah sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan tugas akhir ini, dan Alhamdulillah dapat kami selesaikan dengan baik.

Tugas akhir ini kami susun sebagai salah satu persyaratan akademik yang harus di tempuh dalam rangka menyelesaikan Program Study pada Jurusan dan Perencanaan Fakultas teknik Universitas muhammadiyah Makassar. Adapun judul tugas akhir kami adalah:

‘PENGARUH PERLINDUNGAN TEBING SUNGAI DENGAN

MENGGUNAKAN BATU KOSONG DAN RUMPUT BENGGALA TERHADAP GERUSAN (UJI EKSPERIMENTAL)”.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa didalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, hal ini disebabkan sebagai manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, baik dari segi teknis penulisan maupun dari perhitungan-perhitungan. Oleh karena itu, penulis menerima dengan senang hati atas segala koreksi dan perbaikan guna penyempurnaan tulisan ini agar kelak suatu saat dapat bermanfaat.

Skripsi ini dapat terwujut berkat adanya bantuan, arahan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala ketulusan

(3)

dan kerendahan hati kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

Bapak Hamzah Al Imran, ST.MT selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar.

Bapak Muh. Syafaat. S. Kuba, ST sebagai Ketua Jurusan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar

Bapak Ir. Andi Rahmat, MT selaku pembimbing I dan Bapak Amrullah Mansida, ST.MT selaku pembimbing II, yang telah banyak meluangkan waktu membimbing kami.

Bapak dan Ibu Dosen serta Staf Pegawai pada Fakultas Teknik atas segala waktunya telah mendidik dan melayani penulis mengikuti proses belajar di Universitas Muhammadiyah Makassar.

Ayah dan Ibunda tercinta, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala limpahan dan kasih sayang, do’a dan pengorbanannya terutama dalam bentuk materi dalam menyelesaikan proses study.

Saudara-saudariku serta rekan-rekan mahasiswa Fakultas Teknik terkhusus angkatan 2009 yang dengan ke akraban dan persaudaraannya banyak membantu dalam menyelesaikan tugas akhir.

Semoga semua pihak tersebut di atas mendapat pahala yang berlipat ganda disisi Allah SWT. Dan skripsi yang sederhana ini dapat

(4)

bermanfaat bagi penulis, rekan-rekan, masyarakat serta Bangsa dan Negara. Amin.

Makassar 11 Maret 2017

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... ...i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ..ii

KATA PENGANTAR ... .iii

DAFTAR ISI ... ..v

DAFTAR GAMBAR………..viii

DAFTAR TABEL ... ..x

DAFTAR NOTASI ... .xii

BAB I PENDAHULUAN... ..1 A. Latar Belakang ... ..1 B. Rumusan Masalah. ... ..2 C. Tujuan Penelitian... ..3 D. Manfaat Penelitian... ..3 E. Batasan Masalah... ..4 F. Sistematika Penulisan ... ..4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... ..6

A. Sungai ... ..6

(6)

2. Fungsi Sungai……….8

B. Konsep Eko-Hidraulika dalam Pengelolaan Sungai……….10

C. Bangunan Pelusuran Sungai, Sudetan, dan Tanggul………..11

D. Eko-Hidraulika Sungai ... 12

1. Aliran Dasar………...13

2. Kecepatan Air………14

3. Sifat-Sifat Aliran……….15

4. Mengukur Kecepatan Aliran………16

5. Hitungan Koefisien Hambatan………17

E. Gerusan………19

F. Konsep Penanganan Tebing Sungai dengan Eko-Hidraulik ... 21

G. Penggunaan Batu Kosong dan Rumput Benggala Sebagai Perlidungan Tebing Sungai………...29

BAB III METODE PENELITIAN ... 31

A. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 31

B. Jenis Penelitan dan Sumber ... 31

C. Alat dan Bahan ... 32

D. Variabel yang Diteliti... 33

E. Prosedur Penelitian………34

F. Perencanaan dan Pembuatan Model………..35

G. Pengambilan Data………..36

(7)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 42

A. Deskripsi Data ... 42

B. Analisa Data ... 49

1. Perhitungan Koefisien Hambatan Rumput Benggala ... 49

2. Kecepatan Aliran... 50

3. Perhitungan Volume Gerusan ... 51

4. Perhitungan Volume Sedimentasi Melayang ... 53

C. Pembahasan ... 54

1. Volume Gerusan ... 54

2. Koefisien Hambatan Rumput Benggala ... 55

3. Kecepatan Aliran... 55 4. Sedimentasi ... 57 BAB V PENUTUP ... 59 A. Kesimpulan ... 59 B. Saran ... 60 DAFTAR PUSTAKA ... 61 LAMPIRAN

(8)

DAFTAR GAMBAR

Nomor halaman

1. Sungai Puthe Ramang-ramang di Maros SulawesiSelatan dengan

Vegetasi di sekitar sungai ... ..7

2. Fungsi sungai kecil sebagai saluran Irigasi ... ..9

3. Perubahan klasik dasi kondisi sungai alamiah (ekologis-kiri) ke kondisi buatan (hidraulik-kanan) ... 12

4. Distribusi kecepatan dan Isovel Suatu Tampang Sumgai Alamiah .... 14

5. Jenis-jenis Pelampung………16

6. Cara Mengukur Kecepatan Aliran dengan Tabung Pitot………...17

7. Ilustrasi Interaksi pada sungai dengan bataran bervegetasi ... 18

8. . Perlindungan tebing sungai; (a) Pasangan batu kosong, (b) Krip, (c) Tiang pancang, (d) Anyaman ranting kayu ... 23

9. Batang pohon yang tak teratur ... 24

10. Gabungan (ikatan) batang dan ranting pohon membujur ... 25

11. Penutup tebing ... 25

12. Ikatan batang ranting pohon dengan batu dan tanah di dalamnya .... 26

13. Pagar datar ... 26

14. Tanaman tebing ... 27

15. Penanaman tebing ... 27

16. Tanaman antara batu kosong ... 28

17. Krib penahan arus ... 28

(9)

19. Rumput benggala……….30

20. Potongan memanjang…..………...36

21. Dena model penelitian………37

22. Potongan A,B,C,dan D………38

23. Detail I…….………..39

24. Flow chart Penelitian ... 37

25. Grafik volume gerusan sebelum menggunakan batu kosong dan rumput benggala ... 54

26. Grafik volume gerusan sesudah menggunakan batu kosong dan rumput benggala. ... 54

27. Grafik kecepatan sebelum menggunakan batu kosong dan rumput benggala. ... 55

28. Grafik kecepatan sesudah menggunakan batu kosong dan rumput benggala ... 56

29. Grafik debit sedimen melayang sebelum menggunakan batu kosong dan rumput benggala. ... 57

30. Grafik debit sedimen melayang sesudah menggunakan batu kosong dan rumput benggala ... 57

(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sungai sebagai salah satu badan air yang sangat penting untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup manusia, perlu mendapat perhatian agar tetap dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Persoalan sungai yang menarik untuk diamati adalah terjadinya perubahan morfologi sungai. Perubahan ini terjadi secara alami maupun karena banyak perlakuan yang ada disepanjang sungai, misalnya adanya perubahan tata guna lahan, pertambahan jumlah penduduk serta, kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pelestarian lingkungan sekitar sungai dan kondisi alam yang tak dapat dihindarkan seperti adanya tikungan pada sungai.

Tikungan merupakan fenomena yang sangat spesifik untuk diteliti, karena pada tikungan sungai sering terjadi gerusan dan pengendapan. Kerusakan yang timbul paling nyata adalah semakin terjalnya tebing sungai akibat gerusan arus dan berpotensi terjadi longsoran tebing (erosi). Proses kelongsoran tebing terjadi akibat adanya proses gerusan yang terus menerus di dasar saluran. Pola gerusan yang terjadi sangat dipengaruhi oleh debit, kemiringan dasar sungai, dan waktu. Makin lama terjadinya limpasan air dan makin besar debit aliran, maka makin dalam dan makin panjang gerusan yang terjadi.

(11)

Upaya penanganan perkuatan tebing dengan menggunakan rekayasa geoteknik pada sungai guna melindungi suatu tikungan pada sungai dengan memakai sistem konstruksi taludisasi diantaranya perkuatan tebing dengan menggunakan pasangan batu, bronjong kawat silinder,beton dan lain sebagainya yang menyebabkan perubahan lingkungan sungai. Faktor dari konstruksi pelindung tebing sungai berkaitan dengan faktor kelemahan dari sungai yaitu: 1. Mengubah laju sedimen yang masuk ke daerah tebing sungai, 2. Mengurangi energi gelombang yang sampai ke tepi sungai, 3. Memperkuat tebing sungai sehingga tahan terhadap gempuran gelombang.

Pembangunan dan pemanfaatan potensi sungai tersebut, dimana banyak menekankan pada sistem rekayasa hidraulik murni yang kurang mempertimbangkan dampak negatif pembangunan tersebut seperti perubahan drastis marfologi sungai, penurunan tahanan air, meningkatkan kemungkinan kejadian banjir, kerusakan struktur dasar sungai, menurunya daya dinamis sungai, meningkatkan temperatur air, penurunan muka air tanah, peningkatan biaya pemeliharaan, meningkatkan erosi dan transportasi sedimen serta merusak ekosistem sungai.

Dampak gerusan pada tikungan sungai yang harus diwaspadai karena berpengaruh pada penurunan stabilitas bangunan air. Mengingat kompeks dan pentingnya permasalahan di atas, maka kami memilih konsep ramah lingkungan dengan judul “Pengaruh Perlindungan Tebing

(12)

Sungai Dengan Menggunakan Batu Kosong dan Rumput Benggala Terhadap Gerusan (Uji Eksperimental).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latarbelakang di atas, masalah yang dibahas dalam penelitian adalah dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Berapa besar volume gerusan yang terjadi akibat pengaruh kecepatan aliran sebelum dan sesudah menggunakan batu kosong dan rumput benggala pada tebing sungai ?

2) Berapa besar koefisien hambatan rumput benggala?

3) Berapa besar pengaruh kecepatan aliran terhadap gerusan tebing sungai sebelum dan sesudah menggunakan batu kosong dan rumput benggala ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini :

1) Mengetahui volume gerusan yang terjadi akibat pengaruh kecepatan aliran sebelum dan sesudah menggunakan batu kosong dan rumput benggala pada perkuatan tebing sungai.

2) Mengetahui besarnya koefisiensi hambatan rumput benggala.

3) Mengetahui pengaruh kecepatan aliran terhadap gerusan tebing sungai sebelum dan sesudah menggunakan batu kosong dan rumput benggala.

(13)

D. Manfaat Penelitian.

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Sebagai sarana untuk mengembangkan pengetahuan yang di peroleh di bangku perkuliahan dengan penerapan di lapangan.

2) Dengan pembangunan ramah lingkungan, masyarakat lebih mudah menerapkan di lapangan.

3) Dengan mudah terbentuknya suatu wadah masyarakat mengenai pandangan akan pentingnya kepedulian terhadap lingkungan sehingga pembangunan ramah lingkungan ekologi sungai lebih baik. 4) Kualitas dan kuantitas air sungai akan menjadi lebih terjaga.

5) Pemanfaatan tanaman vegetasi di sekitar tebing akan lebih bermanfaat sebagai bahan pakan ternak.

6) Dengan pemanfaatan eko-hidraulik ini habitat satwa sekitar sungai akan lebih terjaga.

7) Sebagai referensi atau bahan acuan untuk dijadikan master plan dalam pembuatan desain perkuatan tebing pada instansi pemerintahan terkait.

8) Sebagai salah satu alternatif dalam mengurasi gerusan yang terjadi pada belokan sungai.

9) Sebagai bahan referensi untuk memanfaat perkuatan tebing sungai yang ramah lingkungan dan relatif murah.

(14)

E. Batasan Masalah

Agar penelitian ini dapat berjalan dengan efektif dan mencapai sasaran yang ingin di capai maka penelitian ini diberikan batasan masalah sebagai berikut:

1) Penelitian menggunakan batu kosong dan rumput benggala pada perkuatan tebing sungai.

2) Menggunakan air tawar. 3) Uji model di laboratoriun. 4) Uji kecepatan aliran.

5) Uji kinerja perkuatan tebing dengan batu kosong dan rumput benggala

F. Sistematika Penulisan

Penelitian ini disusun dalam 5 (Lima) Bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN: Dalam bab ini memuat tentang latar belakang permasalahan, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA: Pada bab ini memuat secara sistematik tentang teori, pemikiran dan hasil penelitian terdahulu yang ada hubungannya dengan penelitian ini. Bagian ini yang akan memberikan kerangka dasar yang komprehensif mengenai konsep, prinsip atau teori yang akan digunakan untuk pemecahan masalah.

(15)

BAB III METODE PENEILITIAN: Bab ini menguraikan tentang tahap penelitian diantara lain, bahan penelitian, sumber data, data-data yang di peroleh, variabel sudut yang di butuhkan, model pelaksanaan, metode penelitian, pengolahan data, dan analisa data.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN: Pada bab ini menjelaskan hasil-hasil yang diperoleh dari proses penelitian dan hasil pembahasannya. Penyajian hasil penelitian memuat deskripsi sistematik tentang data yang diperoleh. Sedangkan pada bagian pembhasan adalah mengolah data hasil penelitian dengan tujuan untuk mencapai tujuan penelitian.

BAB V PENUTUP: Pada bab ini dikemukakan kesimpulan dari seluruh rangkaian proses penelitian dan saran-saran terkait dengan kekurangan yang didapati dalam penelitian ini, sehingga nantinya dapat dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya.

(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sungai

Sungai merupakan saluran dimana air mengalir dengan muka air bebas. Pada saluran terbuka, misalnya sungai variable aliran sangat tidak teratur terhadap ruang dan waktu. Variabel tersebut adalah tampang lintang saluran, kekasaran, kemiringan dasar, belokan debit aliran dan sebagainya (Triatmojo, 2003).

Sungai adalah suatu alur yang panjang di atas permukaan bumi tempat mengalirnya air yang berasal dari hujan dan senantiasa tersentuh aliran air serta terbentuk secara alamiah (Sosrodarsono, 1994).

Kerumitan sistem sungai dapat dilihat dari berbagai komponen penyusun sungai, misalnya bentuk alur dan percabangan sungai, formasi dasar sungai (river bad form), morfologi sungai (river morphology), dan ekosistem sungai (river ecosystem). Percabangan sungai akan menyerupai pohon sungai mulai dari sungai dari orde pertama sampai orde ke-n. Formasi dasar sungai jika diperiksa sekilas sangat sulit untuk diadakan identifikasi dan karakteristik. Bentuk alur meander dipengaruhi oleh kemiringan memanjang bentang alam, jenis material dasar sungai, dan vegetasi di daerah bersangkutan (Maryono, 2007).

(17)

Gambar 1. Sungai Puthe Ramang-Ramang di Maros Sulawesi Selatan dengan vegetasi disekitar sungai (sodventure.blogspot.com)

Menurut Dinas PU, sungai sebagai salah satu sumber air mempunyai fungsi yang sangat penting bagi kehidupan dan penghidupan masyarakat. Sedangkan PP No. 35 Tahun 1991 tentang sungai, sungai merupakan tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan dan kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan.

1. Alur Sungai

Suatu alur sungai dapat dibagi menjadi tiga bagian. Tiga bagian itu adalah bagian hulu, tengah, dan hilir.

a) Bagian Hulu, bagian hulu sungai merupakan daerah konservasi dan juga daerah sumber erosi karena memiliki kemiringan lereng yang besar

(18)

(lebih besar dari 15%). Alur di bagian hulu ini biasanya mempunyai kecepatan yang lebih besar dari bagian hilir, sehingga saat banjir material hasil erosi yang diangkut tidak saja partikel sedimen yang halus akan tetapi juga pasir, kerikil bahkan batu.

b) Bagian Tengah, bagian ini merupakan daerah peralihan dari bagian hulu dan hilir. Kemiringan dasar sungai lebih landai sehingga kecepatan aliran relative lebih kecil dari bagian hulu. Bagian ini merupakan daerah keseimbangan antara proses erosi dan sedimentasi yang sangat bervariasi dari musim ke musim.

c) Bagian Hilir, alur sungai di bagian hilir biasanya melalui dataran yang mempunyai kemiringan dasar sungai yang landai sehingga kecepatan alirannya lambat. Keadaan ini menyebabkan beberapa tempat menjadi daerah banjir (genangan) dan memudahkan terbentuknya pengendapan atau sedimen. Endapan yang terbentuk biasanya berupa endapan pasir halus, lumpur, endapan organic, dan jenis endapan lain yang sangat stabil.

2. Fungsi Sungai

a) Fungsi sebagai Saluran Eko-Drainase (Drainase Ramah Lingkungan)

Sungai dalam suatu sistem sungai (river basin) merupakan komponen eko-drainase utama pada basinyang bersangkutan. Bentuk dan ukuran alur sungai alamiah, dalam kaitannya dengan eko-drainase , merupakan bentuk yang sesuai dengan kondisi geologi, geografi, ekologi,

(19)

dan hidrologi daerah tersebut. Konsep alamiah eko-drainase adalah bagaimana membuang air kelebihan selambat-lambatnya ke sungai. Sehingga sungai-sungai alamiah mempunyai bentuk yang tidak teratur, bermeander dengan berbagai terjunan alamiah, belokan, dan lain-lain. Bentuk-bentuk ini pada hakekatnya berfungsi untuk menahan air supaya tidak dengan cepat mengalir ke hilir serta menahan sedimen. Di samping itu juga dalam rangka memecah/menurunkan energi air tersebut.

b) Fungsi sebagai Saluran Irigasi

Dalam perencanaan bangunan irigasi teknis, sungai yang ada dapat dipakai sebagai saluran irigasi teknis, jika daei segi teknis memungkinkan. Kehilangan air di saluran dengan menggunakan sungai kecil lebih kecil daripada menggunakan saluran tanah buatan, karena pada umumnya porositas sungai relatif rendah mengingat adanya kandungan lumpur dan sedimen gradasi kecil yang relatif tinggi. Gambar 4 di bawah menunjukkan ilustrasi penggunaan sungai kecil sebagai saluran irigasi.

Gambar 2. Fungsi sungai kecil sebagai saluran irigasi.(Agus Maryono 2007)

Sungai kecil Saluran Induk

Areal Irigasi

(20)

Dalam kaitannya dengan ekologi sungai, perlu dipertimbangkan besarnya debit suplai air di sungai. Sejauh mungkin tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan flora dan fauna sungai yang bersangkutan. Jika pada pengambilan air dengan menggunakan bendung harus diperhatikan jumlah debit air minimum yang harus tersedia di sungai bagian hilir bendung agar kehidupan ekologi sungai masih dapat berlangsung, demikian pula pada penggunaan sungai untuk saluran irigasi harus depertimbangkan besarnya debit tambahan maksimum yang masih dapat ditolelir, baik bagi hidraulik maupun bagi ekologi sungai tersebut.

B. Konsep Eko-Hidraulik dalam Pengelolaan Sungai

Pengelolaan sungai adalah usaha manusia guna memanfaatkan sungai sebesar-besarnya untuk kepentingan manusia dan lingkugan secara integral dan berkesinambungan, tanpa menyebabkan kerusakan rezim dan kondisi ekologi sungai yang bersangkutan. Di samping itu pengelolaan sungai harus dikerjakan secara integral baik sungai besar, menengah, maupun kecil. Pengelolaan sungai besar saja tidak akan bisa menyelesaikan masalah. Bahkan sangat penting untuk memprioritaskan sungai-sungai kecil. Karena jika pengelolaan sungai kecil berhasil berarti masalah sungai besar dapat selesai dengan sendirinya. Pengelolaan sungai dengan konsep eko-hidraulik ini, bukan saja bertujuan untuk melestarikan komponen ekologi di lingkungansungai, namunjuga untuk memanfaatkan komponen ekologi sungai dalam rekayasa hidraulik.

(21)

Komponen ekologi dan hidraulik suatu sungai atau wilayah keairan mempunyai keterkaitan yang saling berpengaruh positif. Misalnya dalam menanggulangi banjir, maka komponen ekologi sepanjang alur sungai dapat dimanfaatkan sebagai komponen retensi hidraulik yang menahan aliran air, sehingga terjadi peredaman banjir sepanjang alur sungai. Sebaliknya dengan banyaknya genangan retensi lokal di sepanjang sungai akan meningkatkan kualitas ekologi sungai tersebut. Prinsip pengelolaan sungai adalah bagaimana mempertahankan kondisi sungai semaksimal mungkin masih seperti pada kondisi semula atau kondisi alamiahnya (back to nature concept). Jika terpaksa harus diadakan pembangunan pada sungai, misalnya untuk dibuat bendung irigasi, sudetan, pelurusan, pembuatan tanggul, maka harus diadakan kajian secara integral perubahan yang ada baik fisik maupun ekologi akibat adanya konstruksi bangunan tersebut (Maryono, 2001). Jika berefek negatif, baik hidraulik maupun ekologi, maka harus dicari solusi dan kompensasinya sehingga dampak negatif tersebut dapat dihilangkan sama sekali. Dalam konsep eko-hidraulik tidak ada satu faktorpun dalam wilayah sungai yang dianggap tidak penting.

C. Bangunan Pelurusan Sungai, Sudetan, dan Tanggul

Sungai-sungai di Indonesia 30 tahun terakhir ini mengalami peningkatan pembangunan fisik yang relatif cepat. Pembangunan fisik tersebut misalnya pembuatan sudetan-sudetan, pelurusan-pelurusan,

(22)

pembuatan tanggul sisi, pembetonan tebing baik pada sungai besar maupun kecil. Hal ini menyebabkan terjadinya kecepatan aliran air menuju hilir dan sungai di bagian hilir akan menanggung volume aliran air yang lebih besar dalam waktu yang lebih cepat dan singkat dibanding sebelumnya (atau bisa disebut banjir). Di samping itu, aktivitas ini akan mengakibatkan kerusakan habitat flora dan fauna sungai yang pada gilirannya akan menurunkan kualitas ekosistem sungai. Gambar 3 menyajikan ilustrasi pola perubahan klasik yang telah dilakukan oleh para Insinyur Teknik Sipil Hidro dan masyarakat mulai abad 16 sampai dengan abad 20. Penyelesaian masalah banjir dengan mengadakan pelurusan, sudetan, dan pembuatan tanggul merupakan solusi yang selalu dilakukan baik di negara maju (seperti Eropa, Jepang, Amerika, dan Kanada) juga negara berkembang seperti Indonesia.

Gambar 3. Perubahan klasik dari kondisi sungai alamiah (ekologis- kiri) ke kondisi buatan (hidraulik murni- kanan) (Patt et al., 1999). Ditinjau dari kemampuan sungai dalam menahan aliran air maka pelurusan, sudetan, dan pembuatan tanggul guna membatasi limpasan air

(23)

sungai di daerah bantaran pada hakekatnya merupakan aktivitas yang secara langsung menurunkan bahkan menghilangkan retensi sungai. Komponen Retensi sungai yang sifatnya abiotik (fisik) adalah berupa material penyusun dasar sungai, meander sungai, pulau atau delta di sungai, serta formasi bentuk dasar sungai (lihat Maryono, 1988, 1999). Sedang komponen retensi yang bersifat biotik adalah vegetasi di sepanjang bantaran sungai, vegetasi di tebing kanan kiri sungai, dan vegetasi di dasar sungai.

D. Eko-Hidraulika Sungai

1. Aliran Dasar

Sebagian besar debit aliran pada sungai kecil yang masih alamiah adalah debit aliran yang berasal dari air tanah atau mata air dan debit aliran air permukaan (air hujan). Dengan demikian aliran air pada sungai kecil pada umumnya lebih menggambarkan kondisi hujan daerah yang bersangkutan. Sedangkan sungai besar, sebagian besar debit alirannya berasal dari sungai-sungai kecil dan sungai sedang di atasnya. Sehingga aliran di sungai besar tidak mesti menggambarkan kondisi hujan di lokasi yang bersangkutan. Aliran dasar pada sungai kecil terbentuk dari aliran mata air dan air tanah, sedang aliran dasar pada sungai besar dibentuk dari aliran dasar sungai-sungai kecil dan sedang di atasnya. Baik pada sungai kecil, sedang, atau besar, aliran dasar ini merupakan aliran yang sangat penting yang menentukan kondisi kualitas air dan kehidupan

(24)

flora dan fauna sungai. Flora dan fauna sungai memerlukan aliran dasar yang relatif seimbang-dinamis serta kontinyu (keseimbangan dinamis). Musim kemarau biasanya merupakan kondisi kritis untuk flora dan fauna disebabkan karena langkanya air baik dari aliran dasar maupun aliran permukaan. Stabilitas aliran dasar ini sangat ditentukan oleh kualitas ekologi DAS dan daerah aliran sepanjang sungai yang bersangkutan. Dengan memelihara sungai (flora dan fauna) dan ekologi DAS, berarti memelihara aliran dasar sungai tersebut.

2. Kecepatan Air

Karakteristik kecepatan air di sungai tidak jauh berbeda dengan karakteristik kecepatan air di suatu saluran. Distribusi kecepatan aliran secara vertikal adalah parabola pepat, karena aliran di sungai pada umunya adalah turbulen seperti halnya aliran di saluran. Kecepatan di dekat permukaan adlah maksimum dam kecepatan di dasar sungai adalah nol atau mendekati nol. Pada sungai yang masih alami, distribusi kecepatan arah horisontal tidak teratur. Gambar berikut ini adalah contoh garis-garis distribusi kecepatan (isovel) pada suatu alur sungai.

Gambar 4. Distribusi Kecepatan dan Isovel Suatu Tampang Sungai Alamiah (Agus Maryono 2007)

(25)

Untuk menentukan kecepatan rata-rata V pada alur sungai atau saluran, berlaku rumus-rumus dasar hidraulika sebagai berikut :

Q = A.V (Debit) (1) V = C. √ . (Chezy) (2) C = / (Strickler) (3) V = / / (Manning-Strickler) (4) (Manning) (5) Dengan: Q = debit (m³/dt) R = jari-jari hidraulis (m) I = kemiringan saluran C = koefisien Chezy V = kecepatan aliran (m/dtk)

n = koefisien kekasaran dinding (koefisien Manning) k = koefisien Strickler

3. Sifat-sifat Aliran : Kritis, Subkritis, dan Superkritis.

Aliran dikatakan kritis apabila kecepatan aliran sama dengan kecepatan gelombang gravitasi dengan amplitudo kecil. Gelombang gravitasi dapat dibangkitkan dengan merubah kedalaman. Jika kecepatan aliran lebih kecil daripada kecepatan kritis, maka alirannya disebut

(26)

subkritis, sedangkan jika kecepatan alirannya lebih besar daripada kecepatan kritis, maka alirannya disebut superkritis. Apabila yang dipertimbangkan adalah besarnya perbandingan antara gaya-gaya kelembaman dan gaya-gaya gravitasi maka aliran dapat dibagi menjadi : 1) Aliran kritis apabila angka FR = 1, berarti gaya-gaya kelembamam dan

gaya gravitasi seimbang dan aliran disebut dalam keadaan aliran kritis. 2) Aliran subkritis Apabila FR< 1, berarti gaya gravitasi menjadi dominan

dan aliran dalam keadaan aliran subkritis.

3) Aliran superkritis apabila FR> 1, maka gaya kelembaman yang dominan dan aliran menjadi superkritis.

Parameter tidak berdimensi yang membedakan tipe aliran tersebut adalah angka Froude (FR) yaitu angka perbandingan antara gaya kelembaman dan gaya gravitasi :

F = (6)

Dimana :

F = Angka Froude

v = Kecepatan rata-rata aliran dalam (m/det) L = Panjang karakteristik

g = Gaya gravitasi (m/det2)

(27)

Pada prinsipnya kecepatan aliran dapat diukur dengan tiga metode, yaitu :

1) Metode Apung, prinsipnya pengukuran kecepatan metode apung adalah kecepatan aliran.Berikut ini disajikan gambar jenis-jenis

pelampung dimana kedalaman tangkai (h) per kedalaman air (d), yaitu kedalaman bagian pelampung yang tenggelam dibagi kedalaman air.

Gambar 5: Jenis-jenis pelampung

2) Tabung Pitot, alat ukur kecepatan menggunakan tabung pitot atau menggunakan penggaris penahan tinggi tekanan. Tinggi kenaikan air pada tabung pitot atau pada penggaris adalah tinggi tekanan akibat kecepatan (h). Untuk mengukur nilai h, tabung pitot diletakkan berlawan dengan arah aliran pada aliran air bagian permukaan.

h

permukaan aliran

arah aliran Gambar 6: Cara mengukur kecepatan aliran dengan tabung pitot

(28)

3) Metode Flow Meter/Current meter, ada dua tipe curret meter yaitu tipe baling-baling (propeller type) dan tipe canting (cup type). Oleh karena distribusi kecepatan aliran di sungai tidak sama baik arah vertical maupun horizontal, maka pengukuran kecepatan aliran dengan alat ini tidak cukup pada satu titik.

Pada penelitian ini kecepatan aliran akan di ukur dengan menggunakan metode flow meter/current meter. Prinsip pengukuran kecepatan pada metode ini yaitu, flow meter diturunkan kedalam aliran air dengan kecepatan penurunan yang konstan dari permukaan dan setelah mencapai dasar sungai diangkat lagi ke atas dengan kecepatan yang sama. Kecepatan aliran dihitung berdasarkan jumlah putaran baling-baling per waktu putarannya.

5. Hitungan Koefisien Hambatan

Pada sungai alamiah berbentuk mendekati trapesium, di mana di bagian bantarannya bervegetasi lebat, akan terjadi daerah interaksi yang lebar dan proses kehilangan energi akibat gesekan kecepatan dari antar tampang. Di sini aliran yang relatif cepat pada sungai utama mendesak ke daerah bantaran dan keluar lagi dengan kecepatan yang lebih rendah. Dengan adanya daerah interaksi ini maka akan terjadi reduksi kecepatan secara keseluruhan. Sebagai konsekuensinya maka muka air akan naik dan kapasitas debit aliran akan berkurang. Gambar 8 menunjukkan ilustrasi interaksi aliran pada sungai dengan bantaran bervegetasi.

(29)

Untuk menghitung debit sungai almiah suatu sungai yang telah direnaturalisasi kembali, disarankan menggunakan metode perhitungan dengan pembagian tampang menjadi beberapa bagian sesuai dengan distribusi kecepatan air dan bentuk tampang setiap bagian saluran/sungai.

Untuk hitungan debit koefisien hambatan, dapat digunakan cara yang diusulkan oleh Merten (1989)(Agus Maryono 2007) dan DVWK (1997)(Agus Maryono 2007). Cara Merten (1989) dapat dipilih karena cara ini, meskipun dengan prinsip sederhana, namun cukup memuaskan hasilnya pada penggunaanya dalam praktek perhitungan debit di lapangan .

Gambar 7. Pembagian daerah aliran sesuai dengan bentuk bagian dan vegetasi yang ada (menurut Rouve 1987)(Agus Maryono 2007) Pada cara Merten (1989) masih menggunakan juga konsep dasar koefisien hambatan menurut Keulegan (1938)(Agus Maryono 2007)

(30)

Untuk kekasaran daerah interaksi dihitung dengan rumus:

. , , . (8)

Harga koefisien c tergantung dari komposisi vegetasi yang ada dan dapat didekati dengan rumus sebagai berikut:

C = 1,2 – 0,3 + 0,06

,

(9)

Dan parameter vegetasi B (periksa gambar 7) dapat didekati dengan rumus:

B = − 1 . (10)

dengan:

jarak antara vegetasi arah melintang

jarak antara vegetasi arah memanjang

diameter vegetasi

E. Gerusan

Gerusan merupakan penurunan dasar sungai karena erosi di bawah permukaan alami atau datum yang di asumsikan. Gerusan adalah proses semakin dalamnya dasar sungai karena interaksi antara aliran dengan material dasar sungai (Legono,1990).

(31)

Gerusan didefinisikan sebagai pembesaran dari suatu aliran yang disertai pemindahan material melalui aksi gerakan fluida. Gerusan lokal

(local scouring) terjadi pada suatu kecepatan aliran dimna sedimen

ditranspor lebih besar dari sedimen yang disuplai. Transpor sedimen

bertambah dengan meningkatnya tegangan geser sedimen, gerusan

terjadi ketika perubhan kondisi aliran menyebabkan peningkatan tegangan

geser dasar (Laursen, (1952) dalam Hanwar (1999)).

Sifat alami gerusan mempunyai fenomena sebagai berikut :

a) Besar gerusan akan sama selisihnya antara jumlah material yang

diangkut keluar daerah gerusan dengan jumlah material yang diangkut

masuk dalam daerah gerusan.

b) Besar gerusan akan berkurang apabila penampang basah di daerah gerusan bertambah. Untuk kondisi aliran bergerak akan terjadi suatu

keadaan gerusan yang disebut gerusan batas, besarnya akan

asimtotik terhadap waktu.

Tipe gerusan yang diberikan oleh Raudkivi dan Ettema adalah

sebagai berikut :

a) Gerusan umum di alur sungai, tidak berkaitan sama sekali dengan ada

atau tidak adanya bangunan sungai.

b) Gerusan dilokalisir di alur sungai, terjadi karena penyempitan aliran

(32)

c) Gerusan lokal disekitar bangunan, terjadi karena pola aliran lokal disekitar bangunan sungai.

Gerusan dari jenis (b) dan (c) selanjutnya dapat dibedakan menjadi gerusan dengan air bersih (clear water scour) maupun gerusan

dengan air bersedimen (live bed scour). Gerusan dengan air bersih

berkaitan dengan suatu keadaan dimana dasar sungai di sebelah hulu

bangunan dalam keadaan diam (tidak ada material yang terangkut) atau

secara teoritik. Sedangkan gerusan dengan air bersedimen terjadi ketika

kondisi aliran dalam saluran menyebabkan material dasar bergerak.

Peristiwa ini menunjukan bahwa tegangan geser pada saluran lebih besar

dari nilai kritiknya atau secara teoritik.

F. Konsep Penanganan Tebing Sungai dengan Eko-Hidraulik

Pada setiap perkembangan konsep baru akan dihasilkan teknologi atau teknik rekayasa baru. Demikian juga pada pendekatan eko-hidraulik telah menghasilkan rekayasa baru yang dapat digunakan dalam penyelesaian masalah keairan dengan memanfaatkan faktor ekologi yang ada (misalnya penanganan longsor tebing dengan memanfaatkan/menggunakan vegetasi).

Teknologi berkelanjutan yang sekarang sedang banyak diterapkan salah satunya adalah bio-engineering atau eko-engineering (rekayasa dengan memanfaatkan komponen biologi atau ekologi). Dalam eko-engineering dikembangkan cara-cara pemanfaatan komponen ekologi

(33)

(flora) untuk perbaikan-perbaikan struktur fisik wilayah sungai. Eko-engineering ini merupakan salah satu komponen dalam teknologi ecological-hydraaulic (eko-hidraulik) dan prinsip-prinsipnya dapat digunakan juga untuk menanggulangi abrasi pantai, danau, dan lain sebagainya. Bangunan pelindung tebing sungai sering digunakan dalam teknik perlindungan tebing konvensional adalah perkerasan tebing dengan pasangan batu isi atau kosong. Konstruksi ini menutup seluruh permukaan tebing. Bangunan semacam ini secara langsung akan memperpendek alur sungai dan menurunkan faktor kekasaran dinding (dinding menjadi relatif halus). Di samping itu dapat menimbulkan kesulitan bagi biota sungai untuk bermigrasi atau bergerak secara horizontal, bahkan dapat menghilangkan kemungkinan bagi segala jenis biota sungai pada bantaran untuk masuk dan keluar sungai sesuai dengan pola hidupnya. Sementara dengan eko-engineering dapat menjamin kelangsungan keluar masuknya biota ke dan dari sungai, baik bagi biota air, amphipi, dan biota daratan (patt et al., 1988). Pada pemilihan jenis vegetasi untuk perlindungan tebimg sungai, sangat perlu dpertimbangkan besarnya kecepatan air. Golongan rumput-rumputan (Familia Gramineae) dan kangkung-kangkungan (Familia Convolvulaceae) yang bersifat lentur bisa digunakan untuk perlindungan tebing pada kecepatan arus tinggi. Sedang yang bersifat getas (mudah patah) untuk kecepatan rendah.

Budinetro (2001) dari hasil studi yang dilakukannya, mengusulkan tiga jenis tumbuhan yang di Indonesia bisa digunakan, yaitu Vetiveria

(34)

zizanioides (rumput vetiver atau rumput akar wangi), Ipomoea carnea (karangkungan), dan bambu. Rumpu vetiver adalah tanaman yang sangat mudah tumbuh di berbagai tingkat kesuburan tanah, tahan kekeringan dan tahan genangan air, serta penanamannya mudah, relatif tanpa pemeliharaa. Akar vetiver ini tumbuh lebat menancap ke bawah (dapat mencapai 3 meter), sehingga tidak terjadi perebutan unsur hara dengan tanaman lain. Sifat yang menguntungkan lainnya adalah umurnya panjang dan dapat bertahan selama puluhan tahun.

Bambu termasuk Familia Gramineae (golongan rumput-rumputan). Bambu tumbuh alami di hampir semua benua. Sampai saat ini menurut FOA terdapat sebanyak 75 genus bambu dan 1.250 spesies. Batangnya berbentuk pipa, dengan buku-buku sebagai pembatas pipa, mempunyai lapisan kulit khusus di bagian dalam dan luar batangnya. Kekuatan tarik lapis luar dua kali lipat dari bagian dalam. Memiliki kekuatan tinggi secara aksial dan memiliki sifat lentur. Dalam waktu

(35)

3-4bulan dapat mencapai ketinggian maksimum 40 meter.

Gambar 8. Perlindungan tebing sungai; (a) Pasangan batu kosong, (b) Krip, (c) Tiang pancang, (d) Anyaman ranting kayu (Budinetro, 2001).

Penelitian penahan tebing dengan vegetasi dewasa ini masih sangat embrional seperti yang dilakukan oleh Budinetro (2001), masih perlu dilanjutkan dengan berbagai macam variasi vegetasi.

Patt et al. (1999) mengusulkan beberapa metode penelitian penahan tebing dengan menggunakan vegetasi setempat.

a) Batang pohon yang tak teratur; pohon tumbang baru dan belum di potongi dahan dan rantingnya dapat dipasang pada bagian longsor bagian bawah (akar) diletakkan di hulu membujur di sepanjang tebing yang longsor. Pada longsoran yang panjang dapat digunakan sejumlah batang pohon yang dipasang memanjang.

Gambar 9. Batang pohon yang tak teratur (Patt et al, 1999)

b) Gabungan ikatan batang dan ranting pohon membujur; dahan dan ranting dapat diikat memanjang dan di pasang dengan dipatok disepanjang kaki tebing sungai. Fungsi utamanya adalah untuk menahan

(36)

kemungkinan longsornya tebing akibat arus air. Ikatan batang dan ranting pohon sebaiknya ditimbun tanah sebagian sehingga terdorong untuk tumbuh. Untuk menjaga kebasahan selama masa pertumbuhan, maka ikatan tersebut harus di letakkan di bawah atau pada muka air rata-rata.

Gambar 10. Gabungan (ikatan) batang dan ranting pohon membujur (Patt et al, 1999).

c) Penutup tebing; untuk menanggulangi erosi dapat dibuat dari berbagai macam bahan misalnya dari alang-alang, jerami kering, rumput gajah kering, dll.

(37)

d) Ikatan batang dan ranting pohon dengan batu dan tanah di dalamnya; prinsipnya sama dengan ikatan batang, hanya di bagian dalam ikatan tersebut diisi dengan batu dan tanah. Fungsi batu dan tanah ini adalah sebagai alat pemberat sehingga ikatan tidak terbawa arus. Di samping itu mempermudah tumbuhnya batang dan ranting tersebut.

Gambar 12. Ikatan batang dan ranting pohon dengan batu dan tanah di dalamnya (Patt et al, 1999).

e) Pagar datar; dapat dibuat dengan bambu atau batang dan ranting pohon yang ada di sekitar sungai. Penancapan pilar pagar sekitar 50 cm dan jarak pilar antara 50-80 cm. Pagar dipasang di dasar sungai dengan bagian atas di bawah tinggi muka air rat-rata. Pemasangan pagar ini paling tepat sebelum musim hujan. Tergantung jenis tanaman setempat, dalam waktu beberapa bulan tanaman di belakang pagar sudah bisa tumbuh.

(38)

Gambar 13. Pagar datar (Patt et al, 1999)

f) Tanaman tebing; untuk melindungi erosi dan longsoran tebing yang terjal dapat digunakan cara seperti pada gambar 18. Jenis tanamannya disesuaikan dengan jenis tanamanyang dijumpai di sekitar lokasi. Panjang batangnya sekitar 60 cm masuk ke dalam tanah dengan diurug di atasnya dan sekitar 20 cm yang di luar. Dengan cara pengurugan ini didapat kondisi tanah yang gembur dan memungkinkan hidupnya tanaman tersebut. Dengan masukan sedalam 60 cm ke dalam tanah maka akan didapat tanaman yang kuat mengikat tebing sungai.

Gambar 14. Tanaman tebing (Patt et al, 1999)

g) Penanaman tebing (gambar 19); tebing-tebing sungai yang tanpa tumbuhan sebaiknya sesegera mungkin ditanami. Jenis tumbuhannya dapat di pilih dari daerah setempat. Bambu adalah salah satu jenis tumbuhan yang banyak dijumpai di sepanjang sungai di Indonesia. Penanaman bambu dapat dilakukan dengan memiliki beberapa jenis bambu yang sesuai dengan lebar dan kedalam sungai. Jenis bambu yang pendek dan kecil dapat ditanam pada sungai yang relatip kecil. Sedangkan jenis bambu yang tinggi dan berbatang besar digunakan pada

(39)

tebing sungai yang besar. Tanaman di tebing sungai ini selain berfungsi

sebagai pelindung tebing juga berfungsi sebagai retensi aliran, sehingga kecepatan aliaran turun dan banjir di hilir dapat dikurangi.

Gambar 15. Penanaman tebing (Patt et al, 1999)

h) Tanaman antara pasangan batu kosong (gambar 20); Pada metode ini pasangan batu kosong akan lebih kuat jika di celah-celahnya ditanami tumbuhan yang sesuai. Dengan adanya tumbuhan tersebut, batu akan semakin kokoh terikat pada tebingnya.

(40)

Gambar 16. Tanaman antara batu kosong (Patt el al, 1999)

i) Krib penahan arus (gambar 21); Krib penahan arus atau pembelok arus dapat dibuat baik dari batu-batu kosong, pagqar datar, atau batu dan akar/potongan pohon bagian bawah. Dengan krib ini akan terjadi

sedimentasi disekitar krip khususnya dibelang krib. Gambar 17. Krib penahan arus (Patt et al, 1999).

G. Penggunaan Batu Kosong dan Rumput Benggala Sebagai Perlindungan Tebing Sungai.

1. Pasangan Batu Kosong

Pasangan batu merupakan perlindungan lereng yang terbuat dari batu yang biayanya paling murah daripada perlindungan lereng lainya. Pasangan batu terdiri dari batu kali dengan spesifikasi batuan keras,

(41)

bersih, tidak keropos dan mempunyai permukaan yang kasar. Seperti gambar dibawah ini.

Gambar 18. Contoh penggunaan material batu dalam penelitian Perletakan pasangan batu pada tebing disusun sepanjang patok yang telah ditentukan, dimana tinggi pasangan batu dari dasar saluran adalah 30 cm dan diameter batu yang digunakan dalam penelitian ini antara 10-20 cm.

2. Panicum Maximus (Rumput Benggala)

Asal rumput benggala yakni dari Afrika tepatnya Zimbabwe yang kemudian diberi nama latin Panicum maximum. Rumput ini dapat tumbuh baik di semua jenin tanah dengan curah hujan lebih dari 760 mm/tahun.

(42)

a) Berasal dari bibit unggul

b) Tumbuh tegak dengan cara berumpun dan bertunas atau rhizoma c) Perakaran Kuat dan dalam

d) Batang mencapai ketinggian 1,8 m dan berdiameter sekitar 2,5mm e) Batang berongga halus sehingga terasa lunak jika dipegang dan tidak

berbulu

f) Daun lebat dan berwarna hijau

g) Terdapat bunga berbentuk pita dan panjang 20-45 cm tegak, serta bercabang-cabang

Gambar 19. Rumput Benggala (data primer praktikum ilmu tanaman pakan, 2013).

(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu penelitian

Lokasi penelitian perkuatan tebing sungai dengan menggunakan batu kosong dan rumput benggala bertempat di laboratorium Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar pada bulan juli 2016 sampai oktober 2016 peoses pembuatan saluran, awal bulan November sampai bulan Desember merupakan proses pengambilan data.

B. Jenis Penelitian dan Sumber Data

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan diteliti yaitu penelitian dengan metode experimental dimana kondisi tersebut dibuat dan diatur oleh peneliti dengan mengacu pada literatur-literatur yang berkaitan dengan penelitian tersebut, serta adanya kontrol dengan tujuan untuk menyelidiki ada tidaknya hubungan sebab akibat tersebut dengan cara memberikan perlakuan-perlakuan tertentu pada beberapa kelompok eksperimental dan menyediakan kontrol untuk perbandingan.

2. Sumber Data

Pada penelitian ini akan akan menggunakan 2 (dua) sumber

(44)

data yaitu

a) Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari simulasi model fisik di laboratorium.

b) Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari literatur dan hasil penelitian yang sudah ada baik yang telah dilakukan di laboratorium maupun dilakukan di tempat lain yang berkaitan dengan penelitian perkuatan tebing sungai dengan konsep Bio Engineering

C. Alat dan Bahan

1. Alat

a) Flow watch untuk mengukur kecepatan aliran

b) Stopwatch untuk mengukur waktu yang digunakan pada pengukuran debit aliran.

c) Mistar taraf untuk mengukur ketinggian muka air

d) Benang dan tali untuk pemandu penggalian saluran terbuka e) Linggis dan skop untuk proses penggalian tanah saluran model. f) Pompa yang digunakan adalah pompa sentrifugal berkapasitas

1050 ltr/menit.

g) Kamera digital digunakan untuk merekan (dalam bentuk foto) momen-momen yang penting dalam keseluruhan kegiatan penelitian khususnya tahap-tahap dalam pengambilan data (penelitian).

(45)

i) Komputer, printer dan scanner digunakan untuk membantu edit dan analisa data.

2. Bahan

a) Model sungai atau salauran terbuka dengan penampang modellurus. Panjang saluran 15 m lebar dasr saluran 0,50 m, lebar saluran atas 1,20 m, dan tinggi saluran 0,30 m.

b) Tanah

c) Air untuk mengamati aliran pada saluran. d) Batu kali

e) Tanaman rumput benggala

D. Variabel yang Diteliti

Pada penelitian ini akan menggunakan dua jenis variabel, yaitu : 1) Variabel bebas atau variabel penyebab (Independen Variabel)

a) Tinggi muka air (h) b) Kecepatan Aliran (v) c) Suhu (T) d) Volume Gerusan (Vg) e) Pengendapan (ton/hari) f) Sedimentasi (Cs) g) Koefisien hambatan

2) Variabel Terikat atau Variabel tergantung (Dependent Variabel) a) Debit (Q)

(46)

b) Waktu (t)

c) Vegetasi rumput benggala dan batu kosong

E. Prosedur Penelitian

Langkah-langkah dalam melakukan percobaan dalam penelitian ini adalah :

1. Membuat model saluran dengan lebar dasar 50 cm dan tinggi saluran 50 cm dengan kemiringan saluran 1:1,25

2. Memasang tali grid dan membuat titik pias (station). 3. Meratakan dasar saluran dengan tinggi saluran 30 cm.

4. Melaksanakan running kosong dengan mengalirkan air tanpa perlakuan .

5. Setelah running kosong dasar saluran diperbaiki dengan tinggi saluran 30 cm.

6. Melaksanakan pemasangan perlindungan tebing sungai menggunakan pasangan batu kosong dan rumput benggala yang sudah di bibit sebelumnya selama 2 (dua) bulan.

7. Setelah 1 (satu) minggu pemasangan dilaksanakan pengujian model. 8. Menjalankan pompa dengan mengalirkan air sesuai variasi debit yang

ditentukan.

9. Selanjutnya melakukan pengukuran kecepatan dengan menggunakan alat ukur flowatch pada titik-titik grid, dan mengukur tinggi muka air pada setiap grid dan hasilnya dicatat.

(47)

10. Dan mengambil sampel sedimen melayang di masing-masing titik-titik grid.

11. Prosedur ini berlangsung sampai semua variasi dilakukan selama 18 kali, dimulai pada variasi debit terendah. Dimana running kosong sebanyak 9 kali, dan dengan perlindungan sebanyak 9 kali.

F. Perencanaan dan Pembuatan Model

Pembuatan model dilakukan setelah adanya rancangan yang telah dibuat, yang terdiri dari:

a) Bak penampungan bagian hulu b) Kisi-kisi

c) Bak penenang

d) Pintu Pengukur debit (Thomson) e) Bak penampungan bagian hilir

f) Saluran terbuka dengan penampang berbentuk trapezium g) Perkuatan tebing sungai

h) Pipa PVC 3” i) Mesin pompa air

(48)

A

A

B

C

C

D

D

Kisi-kisi

Bak

Penampungan Air

Pintu Pengatur

Debit

Pintu Thompson

Bak Penenang

Pompa Air 3"

Pasangan Batu

Kosong & Rumput Benggala

Pompa Air 3"

Bak

Penampungan Air

B

(49)

Kisi-kisi

Bak

Penampung Air

Pompa Air 3"

P1

P3

P4

P2

Pasangan Batu Kosong &

Rumput Benggala

Bak Penampung Air

Pompa Air 3"

Bak

Penampungan Air

Pipa PVC 3"

Pintu

Pengatur Debit

Pintu Thompson

Bak Penenang

Saluran Terbuka

(Trapesium)

(50)
(51)
(52)
(53)
(54)

Rumput Benggala

Batu Kosong

(55)

G. Pengambilan Data

Hal penting dalam setiap penelitian adalah pengambilan data. Pada dasarnya data yang diambil adalah data yang akan digunakan sebagai parameter dalam analisa. Pencacatan data dilakukan pada setiap kondisi, yaitu data kondisi awal sebelum running, data pada pada saat running dan data setelah dilakukan running.

1. Data sebelum running antara lain :

Konfigurasi awal dari penampang saluran yaitu lebar dasar saluran (b), lebar atas saluran (B), tinggi saluran (h) dan volume tebing yang terkikis/tereros.

2. Data saluran running yang perlu dicatat adalah : a. Debit air Q (m3/dtk)

b. Kecepatan aliran V (m/dtk) diukur dengan flow watch c. Ketinggian muka air h (m)

d. Waktu perlakuan (menit) diukur dengan menggunakan stop watch e. Temperatur T (0C) Diukur dengan thermometer

f. Panjang gerusan (p), tinggi gerusan (t) dan lebar gerusan (l) g. Sedimen melayang (QS) (ton/hari)

h. Diameter rumput benggala (d), jarak antara elemen rumput benggala tegak lurus aliran ( ), jarak antara elemen rumput benggala searah aliran ( ),

3. Data setelah running : Adalah data perubahan yang terjadi setelah running dengan terlebih dahulu mengosongkan saluran percobaan.

(56)

49

H. Kerangka Pikir

KONDISI AWAL TINDAKAN KONDISI AKHIR

Mahasiswa : Belum melaksanakan uji ekperimental

perlindungan tebing sungai sebelum dan sesudah dengan menggunakan batu kosong dan rumput benggala. Melaksanaakn uji eksperimental pelindung tebing sungai sebelum dan sesudah menggunakan batu kosong dan rumput benggala untk mengetahui bagaimana pengaruh yang ditimbulkan terhadap gerusan. Diduga dengan melaksanakan uji eksperimental pelindung tebing sungai sebelum dan sesudah dengna menggunakan batu kosong dan rumput benggala dapat diketahui perubahan kedalaman gerusan yang terjadi

Hasil yang diperoleh kurang baik oleh Mahasiswa Siklus I : Melaksanakan uji eksperimental pelindung tebing sungai tanpa menggunakan batu kosong dan rumput benggala. Siklut II : Melaksanakan uji eksperimental pelindung tebing sungai dengan mengguanakan batu kosong dan rumput benggala.

(57)

50

I. Flow Chart PenelitianG

MULAI

Studi Literatur

Pembuatan Model

Pengambilan Data

Variabel Bebas

a) Tinggi muka air (h) b) Kecepatan Aliran (v) c) Gerusan d) Pengendapan (Cs) e) Koefisen hambatan ( ) Variabel Terikat a) Debit (Q) b) Waktu (t) c) Vegetasi rumput benggala d) Dimensi saluran e) Kemiringan tebing (m) Validasi / pengolahan Data Analisis data

a) Koefisien hambatan ( ) tanaman rumput benggala b) Kecepatan aliran c) Volume Gerusan d) Pengendapan (Cs) SELESAI tidak ya

(58)

51

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data

Deskripsi data adalah menggambarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian sehingga mudah dimengerti. Dalam pendekskripsian data yang diperoleh di laboratorium dilakukan dengan menggunakan statistika deskritif. Tujuan dilakukan analisis deskritif dengan menggunakan teknik statistika adalah untuk meringkas data mentah agar menjadi lebih mudah dilihat dan dimengerti. Data yang disajikan dalam deskripsi ini adalah berupa perbandingan data hasil pengujian laboratorium sebelum menggunakan vegetasi dan setelah menggunakan vegetasi pada perlindungan tebing sungai.

Perumusan masalah penelitian berdasarkan judul yang kami angkat dalam penelitian terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat, yakni meliputi data mengenai debit, kecepatan, luas penempang saluran, pengendapan, suhu dan volume gerusan. Adapun sampel yang digunakan dalam penelitian adalah batu kosong dan rumput benggala.

Dari hasil uji laboratorium yang dilakukan, diperoleh data awal sebelum menggunakan batu kosong dan rumput benggala dengan perlindungan tebing menggunakan batu kosong dan rumput benggala dapat dicantumkan pada tabel berikut :

(59)

50

1. Deaskripsi hasil sebelum menggunakan Eko-hidraulik batu kosong dan rumput benggala

Tabel 1. Data Pengamatan Sebelum perlindungan tebing sungai menggunakan Batu Kosong Dan Rumput Benggala. Pada h= 16 cm dengan Q (thompson)= 0,0190 m³/dtk

No. Bahagian Penelitian

Waktu

(t) v = Kecepatan Aliran (m/dtk)

h = Tinggi Muka Air (m)

Volume Gerusan (Vg)

Cs Kiri Tengah Kanan

Rata-rata (m) menit Kiri Tengah Kanan

Rata-rata m m m 1 Titik I (Hulu) 2.00 0.80 0.80 0.80 0.80 0.05 0.05 0.05 0.05 0.00320 11.333 4.00 0.70 0.80 0.70 0.73 0.05 0.05 0.05 0.05 6.00 0.60 0.70 0.60 0.63 0.06 0.06 0.06 0.06 2 Titik II (Tengah) 2.00 0.70 0.80 0.80 0.77 0.05 0.05 0.05 0.05 0.02780 12.667 4.00 0.70 0.70 0.70 0.70 0.06 0.06 0.06 0.06 6.00 0.70 0.60 0.60 0.63 0.06 0.06 0.06 0.06 3 Titik III (Hilir) 2.00 0.70 0.80 0.80 0.77 0.06 0.06 0.06 0.06 0.00163 14.667 4.00 0.60 0.70 0.70 0.67 0.07 0.07 0.07 0.07 6.00 0.60 0.60 0.60 0.60 0.07 0.07 0.07 0.07

(60)

51

Kecepatan Rata-rata 0.70 Tinggi Muka Air Rata-rata 0.06 0.03263

Tabel 2. Data Pengamatan Sebelum perlindungan tebing sungai menggunakan Batu Kosong Dan Rumput Benggala. Pada h= 18 cm dengan Q (thompson)= 0,0260 m³/dtk

No. Bahagian Penelitian

Waktu

(t) v = Kecepatan Aliran (m/dtk)

h = Tinggi Muka Air (m)

Volume Gerusan (Vg)

Cs Kiri Tengah Kanan

Rata-rata (m) menit Kiri Tengah Kanan

Rata-rata m m m 1 Titik I (Hulu) 2.00 1.00 1.00 0.90 0.97 0.06 0.06 0.06 0.06 0.0111 13.333 4.00 0.80 0.90 0.80 0.83 0.06 0.06 0.06 0.06 6.00 0.70 0.80 0.70 0.73 0.07 0.07 0.07 0.07 2 Titik II (Tengah) 2.00 0.90 0.90 0.90 0.90 0.06 0.06 0.06 0.06 0.0488 16.000 4.00 0.80 0.90 0.80 0.83 0.07 0.07 0.07 0.07 6.00 0.70 0.80 0.70 0.73 0.08 0.08 0.08 0.08 3 Titik III 2.00 0.80 0.90 0.80 0.83 0.08 0.08 0.08 0.08 0.0189 17.333

(61)

52

(Hilir) 4.00 0.70 0.80 0.80 0.77 0.08 0.08 0.08 0.08 6.00 0.70 0.70 0.70 0.70 0.07 0.07 0.07 0.07

Kecepatan Rata-rata 0.81 Tinggi Muka Air Rata-rata 0.07 0.0788

Tabel 3. Data Pengamatan Sebelum perlindungan tebing sungai menggunakan Batu Kosong Dan Rumput Benggala. Pada h= 20 cm dengan Q (thompson)= 0,0333 m³/dtk

No Bahagian Penelitian

Waktu

(t) v = Kecepatan Aliran (m/dtk)

h = Tinggi Muka Air (m)

Volume Gerusan (Vg)

Cs Kiri Tengah Kanan

Rata-rata (m) menit Kiri Tengah Kanan

Rata-rata M m m 1 Titik I (Hulu) 2.00 1.00 1.00 1.00 1.00 0.07 0.07 0.07 0.07 0.0195 12.677 4.00 1.00 1.00 1.00 1.00 0.08 0.07 0.07 0.07 6.00 0.90 1.00 0.90 0.93 0.09 0.08 0.08 0.08 2 Titik II (Tengah) 2.00 1.00 1.00 0.90 0.97 0.07 0.07 0.07 0.07 0.0597 15.333 4.00 0.90 1.00 0.90 0.93 0.08 0.08 0.08 0.08

(62)

53 6.00 0.90 0.90 0.80 0.87 0.09 0.09 0.09 0.09 3 Titik III (Hilir) 2.00 1.00 1.00 0.90 0.97 0.09 0.09 0.09 0.09 0.0189 18.000 4.00 0.90 1.00 0.80 0.90 0.10 0.10 0.10 0.10 6.00 0.80 0.90 0.80 0.83 0.11 0.11 0.11 0.11

Kecepatan Rata-rata 0.93 Tinggi Muka Air Rata-rata 0.08 0.0981

2. Deaskripsi hasil setelah menggunakan Eko-hidraulik batu kosong dan rumput benggala

Tabel 4. Data Pengamatan sesudah perlindungan tebing sungai Menggunakan Batu Kosong Dan Rumput Benggala. Pada h= 16 cm dengan Q (thompson)= 0,0190 m³/dtk

No Bahagian Penelitian

Waktu

(t) v = Kecepatan Aliran (m/dtk)

h = Tinggi Muka Air (m)

Volume Gerusan (Vg)

Cs Kiri Tengah Kanan

Rata-rata (m) Menit Kiri Tengah Kanan

Rata-rata m M m 1 Titik I (Hulu) 2.00 0.50 0.50 0.50 0.50 0.06 0.06 0.06 0.06 0.0011025 1.333 4.00 0.50 0.40 0.40 0.43 0.06 0.06 0.06 0.06

(63)

54 6.00 0.30 0.40 0.40 0.37 0.07 0.08 0.07 0.07 2 Titik II (Tengah) 2.00 0.50 0.40 0.50 0.47 0.06 0.06 0.06 0.06 0.0019 1.333 4.00 0.50 0.50 0.20 0.40 0.07 0.07 0.07 0.07 6.00 0.20 0.04 0.50 0.25 0.07 0.07 0.07 0.07 3 Titik III (Hilir) 2.00 0.30 0.40 0.40 0.37 0.07 0.07 0.07 0.07 0.0011 4.000 4.00 0.40 0.30 0.30 0.33 0.07 0.07 0.07 0.07 6.00 0.20 0.30 0.40 0.30 0.07 0.07 0.07 0.07 Kecepatan Rata-rata 0.38 Tinggi Muka Air

Rata-rata 0.07 0.0041025

Tabel 5. Data Pengamatan sesudah perlindungan tebing sungai Menggunakan Batu Kosong Dan Rumput Benggala. Pada h= 18 cm dengan Q (thompson)= 0,0260 m³/dtk

No Bahagian Penelitian

Waktu

(t) v = Kecepatan Aliran (m/dtk)

h = Tinggi Muka Air (m)

Volume Gerusan (Vg)

Cs Kiri Tengah Kanan Rata

-rata (m) menit Kiri Tengah Kanan Rata

(64)

55 1 Titik I (Hulu) 2.00 0.70 0.70 0.70 0.70 0.07 0.07 0.07 0.07 0.000903 5.333 4.00 0.70 0.60 0.60 0.63 0.07 0.07 0.07 0.07 6.00 0.40 0.60 0.60 0.53 0.08 0.08 0.08 0.08 2 Titik II (Tengah) 2.00 0.60 0.60 0.60 0.60 0.08 0.08 0.08 0.08 0.0030465 1.333 4.00 0.60 0.60 0.40 0.53 0.08 0.08 0.08 0.08 6.00 0.30 0.50 0.60 0.47 0.09 0.09 0.09 0.09 3 Titik III (Hilir) 2.00 0.50 0.40 0.60 0.50 0.08 0.08 0.08 0.08 0.0024 4.667 4.00 0.50 0.50 0.40 0.47 0.09 0.09 0.09 0.09 6.00 0.30 0.50 0.50 0.43 0.09 0.09 0.09 0.09 Kecepatan Rata-rata 0.54 Tinggi Muka Air

Rata-rata 0.08 0.0063495

Tabel 6. Data Pengamatan sesudah perlindungan tebing sungai Menggunakan Batu Kosong Dan Rumput Benggala. Pada h= 20 cm dengan Q (thompson)= 0,0333 m³/dtk

No Bahagian Penelitian

Waktu

(t) v = Kecepatan Aliran (m/dtk)

h = Tinggi Muka Air (m)

Volume Gerusan

Cs Kiri Tengah Kanan

(65)

Rata-56

Menit Kiri Tengah Kanan

Rata-rata M m m rata (m) (Vg) 1 Titik I (Hulu) 2.00 1.00 1.00 1.00 1.00 0.08 0.08 0.08 0.08 0.0026 4.667 4.00 0.90 0.80 0.60 0.77 0.08 0.08 0.08 0.08 6.00 0.40 0.60 0.70 0.57 0.09 0.09 0.09 0.09 2 Titik II (Tengah) 2.00 0.90 0.80 0.90 0.87 0.09 0.09 0.09 0.09 0.004064 6.000 4.00 0.80 0.60 0.80 0.73 0.09 0.09 0.09 0.09 6.00 0.30 0.60 0.70 0.53 0.10 0.10 0.10 0.10 3 Titik III (Hilir) 2.00 0.70 0.70 0.80 0.73 0.11 0.11 0.11 0.11 0.003696 8.000 4.00 0.40 0.60 0.70 0.57 0.12 0.12 0.12 0.12 6.00 0.30 0.50 0.60 0.47 0.13 0.13 0.13 0.13 Kecepatan Rata-rata 0.69 Tinggi Muka Air

(66)

57

B. Analisis Data

1. Perhitungan Koefisien Hambatan Rumput Benggala

Untuk mengetahui koefisien hambatan Rumput Benggala (drag koefisien λ) dari satu tampang sungai atau saluran yang bervegatasi, dimana tinggi lebih besar dari tinggi muka air), maka besar koefisien hambatan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

.

. ×

Diketahui hasil pengukuran di laboratorium diameter = 3 cm

jari-jari = 1,5 cm = 0,015 m

9 cm = 0,09 m 7 cm = 0,07 m

koefisien hambatan dari sekelompok elemen (m), besarnya untuk sekelompok biasanya terletak pada 0,60< <2,4. Untuk pendekatan dapat dipakai = 1,5.

, . , . , × , = 0,6735

Dari hasil perhitungan diperoleh koefisien hambatan rumput benggala (drag koefisien λ) sebesar 0,6735.

(67)

58

Dari hasil perhitungan kecepatan aliran, maka kecepatan aliran sebelum dan sesudah menggunakan batu kosong dan rumput benggala dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 7. Hasil perhitungan kecepatan aliran sebelum dan sesudah menggunakan batu kosong dan rumput benggala.

Debit

Saluran Titik Pengamatan

Kecepatan (v)/(m/dtk) Sebelum Sesudah Q1 I 0.72 0.43 II 0.70 0.37 III 0.68 0.33 Rata-rata 0.70 0.38 Q2 I 0.84 0.62 II 0.82 0.53 III 0.77 0.47 Rata-rata 0.81 0.54 Q3 I 0.98 0.78 II 0.92 0.71 III 0.90 0.59 Rata-rata 0.93 0.69

Sumber : Hasil perhitungan

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa kecepatan aliran yang dihasilkan sebelum menggunakan batu kosong dan rumput

benggala, yaitu:

1. Q1 (0.0190) m³/dtk, kecepaan aliran dengan rata-rata diperoleh 0.70 m/dtk.

(68)

59

2. Q2 (0.0260) m³/dtk, kecepatan aliran dengan rata-rata diperoleh 0.81 m/dtk.

3. Q3 (0.0333) m³/dtk, kecepatan aliran dengan rata-rata diperoleh 0.93 m/dtk.

Sedangkan saat perlindungan tebing sungai menggunakan batu kosong dan rumput benggala dengan debit yang sama, yaitu:

1. Q1 (0.0190) m³/dtk, kecepaan aliran dengan rata-rata diperoleh 0.38 m/dtk.

2. Q2 (0.0260) m³/dtk, kecepatan aliran dengan rata-rata diperoleh 0.54 m/dtk.

3. Q3 (0.0333) m³/dtk, kecepatan aliran dengan rata-rata diperoleh 0.69 m/dtk.

(69)

60

Adapun hasil perhitungan bilangan Froude sebelum dan susudah menggunakan batu kosong dan rumput benggala, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 8. Perhitungan bilangan Froude sebelum dan sesudah menggunakan batu kosong dan rumput benggala.

Debit

Saluran Titik

Kedalaman rata-rata

pertitik (h)/(m) Lebar Dasar (B)/(m) Kecepatan (v)/(m/dtk) Bilangan Froude (Fr) Kondisi Saluran v R/µ

Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah

Q1

I 0.05 0.060 0.50 0.72 0.43 0.998 0.545 sub-kritis

sub-kritis

II 0.06 0.060 0.50 0.70 0.37 0.939 0.459 sub-kritis

sub-kritis III 0.07 0.070 0.50 0.68 0.33 0.838 0.402 sub-kritis

sub-kritis Q2 I 0.06 0.080 0.50 0.84 0.62 1.071 0.734 super-kritis sub-kritis II 0.07 0.070 0.50 0.82 0.53 0.992 0.590 sub-kritis sub-kritis III 0.08 0.080 0.50 0.77 0.47 0.884 0.506 sub-kritis

(70)

61 Q3 I 0.08 0.090 0.50 0.98 0.78 1.153 0.860 super-kritis sub-kritis II 0.08 0.090 0.50 0.92 0.71 1.041 0.743 super-kritis sub-kritis III 0.10 0.120 0.50 0.90 0.59 0.909 0.543 sub-kritis

(71)

62

3. Perhitungan Volume Gerusan

Dari hasil perhitungan Volume gerusan, maka hasil yang didapatkan pada volume gerusan sebelum dan sesudah menggunakan batu kosong dan rumput benggala dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 9. Hasil perhitungan volume gerusan sebelum dan sesudah menggunakan batu kosong dan rumput benggala.

Debit

Saluran Titik

kedalaman rata-rata

pertitik (h)/(m) Lebar Dasar (B)/(m)

Luas Penampang

(A)/(m2) Kecepatan (v)/(m/dtk) Volume Gerusan (m³)

(B+m.h) h

Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah

Q1 I 0.05 0.060 0.50 0.030 0.037 0.72 0.43 0.0032 0.00111 II 0.06 0.060 0.50 0.032 0.039 0.70 0.37 0.0278 0.00190 III 0.07 0.070 0.50 0.039 0.041 0.68 0.33 0.0163 0.00110 Q2 I 0.06 0.080 0.50 0.037 0.043 0.84 0.62 0.0111 0.00091 II 0.07 0.070 0.50 0.041 0.050 0.82 0.53 0.0488 0.00305 III 0.08 0.080 0.50 0.046 0.053 0.77 0.47 0.0189 0.00240 Q3 I 0.08 0.090 0.50 0.043 0.050 0.98 0.78 0.0195 0.00260 II 0.08 0.090 0.50 0.048 0.058 0.92 0.71 0.0597 0.00406

(72)

63

III 0.10 0.120 0.50 0.063 0.078 0.90 0.59 0.0189 0.00369

(73)

64

4. Perhitungan Total Sedimentasi Melayang

Hasil pengambilan sampel air yang dilakukan di 3 (tiga) titik lokasi,

setelah dianalisis di laboratorium untuk diukur dan dihitung nilai Cs (konsentrasi

sedimen

melayang), untuk selanjutnya dilakukan perhitungan untuk

memperoleh hasil debit sedimen melayang (Qs) untuk sebelum menggunakan

dan perlakuan dengan perlindungan tebing yang kemudian disajikan secara

rinci pada tabel di bawah ini:

Tabel 10. Hasil perhitungan debit sedimen melayang (Qs) sebelum dan

sesudah menggunakan Batu Kosong Dan Rumput Benggala

Lokasi

Penelitian

Debit

(Qw) /

(m³/dtk)

Konsentrasi Sedimen

(Cs) / (mg/l)

Debit Sedimen Melayang

(Qs) / (m³/dtk)

Sebelum

Sesudah

Sebelum

Sesudah

Titik I

0.0190

0.011

0.003

0.0000186

0.0000044

Titik II

0.0190

0.013

0.004

0.0000208

0.0000066

Titik III

0.0190

0.015

0.005

0.0000241

0.0000077

Titik I

0.0260

0.013

0.003

0.0000300

0.0000073

Titik II

0.0260

0.016

0.005

0.0000359

0.0000117

Titik III

0.0260

0.017

0.008

0.0000389

0.0000176

Titik I

0.0333

0.013

0.004

0.0000364

0.0000114

Titik II

0.0333

0.015

0.006

0.0000441

0.0000171

Titik III

0.0333

0.018

0.007

0.0000518

0.0000190

Debit sedimen melayang pada tabel di atas setelah menggunakan

perlindungan dengan batu kosong dan rumput benggala mengalami penurunan

dibandingkan dengan sebelum menggunakan vegetasi. Hal ini dapat di

simpulkan bahwa perlindungan tebing sungai dengan menggunakan batu

Gambar

Gambar  1.  Sungai  Puthe  Ramang-Ramang  di  Maros  Sulawesi  Selatan  dengan vegetasi disekitar sungai (sodventure.blogspot.com)
Gambar 2. Fungsi sungai kecil sebagai saluran irigasi.(Agus Maryono 2007) Sungai kecil
Gambar 3.  Perubahan  klasik  dari  kondisi  sungai  alamiah  (ekologis-  kiri)  ke kondisi buatan (hidraulik murni- kanan) (Patt et al., 1999)
Gambar  4.  Distribusi  Kecepatan  dan  Isovel  Suatu  Tampang  Sungai  Alamiah (Agus Maryono 2007)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian tentang penggunaan metode Silent Way di PIA English Course Manado, dapat disimpulkan bahwa pengajaran bahasa Inggris di PIA menggunakan

Based on the statement of problem above, this research aims to examine the implementation of film-based activity involving a foreign film entitled Charlotte’s

Development of a psychological test to measure ability-based emotional intelligence in thelndonesian workplace using an item response theory 2 (ua) orang.

Akan tetapi dari hasil penelitian yang telah kami laksanakan bahwa penanaman karakter islami pada peserta didik selama pembelajaran daring yang telah diterapkan di masa pandemi

Dari data rekap arus beban puncak telah dihasilkan kapasitas transformator daya di Gardu Induk Parit Baru untuk tahun sekarang masih mencukupi dalam melayani

Ada sebuah kisah yang disampaikan oleh Syaikh Sulaiman Al-Mufarraj –-semoga Allah memberinya taufik–, bahwa seseorang telah bercerita kepada Syaikh perihal kisah ajaib

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kinerja SDM kearsipan Badan Arsip dan Perpustakaan Provinsi Jawa Tengah melalui: kompetensi individu,

Kontribusi Majelis Taklim Al-Ittihadiyah Kabupaten Deli Serdang terkait pendidikan seumur hidup bagi jamaah yakni memberikan perubahan yang baik terhadap diri jamaah,