• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA Model Pembelajatan Kooperatif Tipe Make a Match

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA Model Pembelajatan Kooperatif Tipe Make a Match"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

6 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Model Pembelajatan Kooperatif Tipe Make a Match

2.1.1.1 Pengertian Make a Match

Model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match dikembangkan oleh Lorna Curan pada tahun 1994. Pada proses pembelajaran dalam model pembelajaran ini, siswa dituntut untuk dapat belajar secara aktif (Irianti S., 2012). Model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match merupakan teknik dimana siswa mencari sendiri pasangan yang sesuai sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik yang berkaitan dengan materi pelajaran. Teknik ini dapat digunakan untuk semua mata pelajaran dan semua tingkatan usia peserta didik (Isjoni, 2010:72). Media yang perlu dipersiapkan dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match adalah kartu yang berisi pertanyaan dan kartu yang berisi jawaban (Suprijono, 2010:56).

2.1.1.2 Sintak Make a Match

Sintak model pembelajaran kooperatif tipe make a match, yaitu: (1) penyampaian materi, (2) pembagian kelompok, (3) pembagian kartu pertanyaan dan kartu jawaban, (4) mencari pasangan, (5) presentasi, (6) evaluasi (Huda, 2015:87).

2.1.1.3 Keunggulan dan Kelemahan Make a Match

Model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match memiliki keunggulan, yaitu mampu menciptakan suasana belajar aktif dan menyenangkan, materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru lebih menarik perhatian siswa, kerjasama antar siswa dapat terwujud dengan dinamis. Selain memiliki

(2)

7 keunggulan, model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match juga memiliki kelemahan, yaitu perlunya bimbingan dari guru untuk melakukan kegiatan, perlu persiapan khusus yang dilakukan oleh guru dalam menyiapkan media, dan apabila guru tidak dapat mengendalikan suasana kelas akan terjadi kegaduhan (Irianti S., 2012).

2.1.1.4 Analisis Komponen

2.1.1.4.1 Sintagmatis

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match harus melalui enam fase (Huda, 2015:87-88), yaitu:

Fase 1 Penyampaian materi Fase 2 Pembagian kelompok

Fase 3 Pembagian kartu pertanyaan dan kartu jawaban Fase 4 Mencari pasangan

Fase 5 Presentasi Fase 6 Evaluasi

2.1.1.4.2 Prinsip Reaksi

Pada prinsip reaksi ini menggambarkan pola tingkah laku guru dalam memperlakukan siswa ketika belajar. Peran guru dalam Model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match adalah sebagai fasilitator yang terlibat langsung dalam pembelajaran. Guru juga berperan sebagai pembimbing setiap kelompok dengan menciptakan suasana yang hangat dan menyenangkan.

2.1.1.4.3 Sistem Sosial

Pada sistem sosial dalam model pembelajaran ini, guru dan siswa memiliki status yang sama, namun menduduki peran yang berbeda dimana guru tidak sepenuhnya menjadi pusat perhatian, namun ada kalanya perhatian tersebut tertuju pada siswa. Selain itu, sistem sosial dalam pembelajaran ini juga dapat berupa sikap saling membantu antar teman dalam kelompok. Di sinilah siswa akan belajar saling menghargai pendapat yang dikemukakan oleh teman.

(3)

8 2.1.1.4.4 Daya Dukung

Sistem pendukung yang diperlukan dalam model pembelajaran adalah kondisi lingkungan fisik yang sesuai kebutuhan siswa dalam pembelajaran seperti kebersihan dan kenyamanan ruang kelas, ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai untuk menunjang proses pembelajaran. Selain itu, guru harus mempersiapkan bahan ajar yang digunakan, yaitu berupa materi pada Tema 8 Daerah Tempat Tinggalku untuk siswa lengkap dengan Lembar Kerja Siswa (LKS) dan media puzzle yang mendukung proses pembelajaran. Tidak lupa guru harus menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran.

2.1.1.4.5 Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring

Dampak instruksional atau dampak langsung dalam model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match adalah siswa lebih kritis dalam menganalisa soal dan jawabannya, siswa mengetahui aplikasi dari materi, siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya, transfer pengetahuan dan memperoleh pengetahuan yang relevan. Sedangkan dampak pengiring dalam model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match adalah siswa dapat meningkatkan keaktifan belajar dan hasil belajar.

2.1.2 Media Pembelajaran Puzzle

2.1.2.1 Pengertian Puzzle

Puzzle merupakan permainan teka-teki yang mempunyai prinsip keserasian, keindahan, keterkaitan dan kelengkapan (Fauzan, 2007:14). Puzzle adalah media visual dua dimensi yang berperan untuk menyampaikan informasi secara visual tentang segala sesuatu sebagai pindahan dari wujud yang sebenarnya (Wahyuni, 2010). Puzzle merupakan suatu gambar yang dapat dibagi menjadi potongan-potongan gambar dengan tujuan untuk mengasah daya pikir, melatih kesabaran, dan membiasakan kemampuan berbagi. Selain itu, media Puzzle merupakan suatu permainan yang dapat mendidik karena dalam pelaksanaanya

(4)

9 tidak hanya untuk bermain tetapi juga mengasah otak dan melatih antara kecepatan pikiran dan tangan (Yudha, 2007).

2.1.2.2 Teknis Permainan Puzzle

Permainan ini mempunyai teknis sebagai berikut: (1) Guru menjelaskan aturan permainan dimana permainan ini dilakukan secara berkelompok. (2) Sebelum permainan dimulai, dilakukan pembagian kelompok oleh guru dimana dalam satu kelompok terdiri dari 4-5 anggota kelompok. (3) Siapkan Puzzle dalam amplop untuk dibagikan kepada masing-masing kelompok. (4) Permainan ini dibatasi dengan waktu 20 menit. (5) Masing-masing kelompok berdiri melingkari meja dan di dekat amplop Puzzle yang telah dibagikan. (6) Masing-masing kelompok harus mengerjakan secara berkelompok. (7) Guru memberikan umpan balik berupa pertanyaan-pertanyaan tentang gambar yang telah mereka rangkai (Nisak, 2011).

2.1.2.3 Manfaat Puzzle

Manfaat bermain Puzzle adalah (1) mengasah otak, (2) melatih koordinasi mata dan tangan, (3) melatih nalar (4) melatih kesabaran dan (5) memberikan pengetahuan. Pengetahuan diperoleh dengan cara bermain biasanya lebih mengesankan dibanding dengan pengetahuan yang dihafalkan. Gambar yang terbentuk pada media Puzzle diharapkan akan dapat membantu siswa dalam memahami materi, menjawab pertanyaan dari guru serta meningkatkan aktivitas dan kreatifitas siswa (Al-Azizy, 2010:17).

2.1.3 Keaktifan

2.1.3.1 Pengertian Keaktifan

Pembelajaran aktif adalah suatu pembelajaran yang mengajak siswa secara aktif menemukan ide pokok dari pembelajaran, memecahkan permasalahan, atau menerapkan apa yang baru mereka pelajari ke dalam satu permasalahan yang terdapat di kehidupan nyata (Zaini, Munthe, & Aryani, 2008:7). Keaktifan dapat diartikan bahwa dalam pembelajaran siswa semangat mengikuti penjelasan guru,

(5)

10 aktif bertanya dan menjawab, aktif bekerjasama antar siswa, aktif dalam melakukan permainan, aktif mengemukakan ide/pendapat dan menyimpulkan hasil kegiatan. Tingkat keaktifan belajar siswa dalam suatu proses pembelajaran merupakan tolak ukur dari kualitas pembelajaran. Pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila tingkat keaktifan belajar siswa mencapai 70% (Irianti S., 2012).

Berdasarkan uraian tentang pengertian keaktifan, dapat disimpulkan bahwa keaktifan diartikan ketika dalam pembelajaran siswa semangat mengikuti penjelasan guru, aktif bertanya, aktif menjawab, aktif bekerjasama antar siswa, aktif dalam melakukan permainan, aktif mengemukakan ide/pendapat dan menyimpulkan hasil kegiatan. Tingkat keaktifan belajar siswa dalam proses pembelajaran merupakan tolak ukur dari kualitas pembelajaran. Pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila tingkat keaktifan belajar siswa mencapai 70%.

2.1.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keaktifan Belajar

Beberapa faktor keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran (Sudjana, 2010), yaitu:

1. Stimulus Belajar

Peran yang diterima siswa dari guru biasanya dalam bentuk stimulus yang berbentuk verbal atau bahasa, visual, dan auditif atau suara.

2. Perhatian dan Motivasi

Perhatian dan motivasi merupakan prasyarat utama dalam proses pembelajaran. 3. Respon yang dipelajari

Belajar adalah proses yang aktif, sehingga apabila tidak dilibatkan dalam berbagai kegiatan belajar sebagai respon terhadap stimulus yang diterima, tidak dapat mencapai hasil belajar yang dikehendaki.

4. Penguatan

Setiap tingkah laku yang diikuti oleh kepuasan terhadap kebutuhan, maka akan mempunyai kecenderungan untuk diulang kembali.

(6)

11 Pikiran manusia mempunyai kesanggupan dalam menyimpan informasi yang tidak terbatas jumlahnya untuk digunakan kembali apabila diperlukan.

2.1.3.3 Indikator Keaktifan

Indikator-indikator keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran (Arikunto, 2010), yaitu: (1) semangat mengikuti pembelajaran, (2) aktif bertanya, (3) aktif menjawab, (4) kerjasama antar siswa, (5) aktif dalam melakukan permainan, (6) mengemukakan ide, (7) menyimpulkan hasil kegiatan.

2.1.4 Hasil Belajar

2.1.4.1 Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar siswa adalah keseluruhan kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar karena belajar merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap yang dalam kegiatan pembelajaran biasanya guru menetapkan tujuan belajar dan anak yang berhasil dalam belajar adalah yang berhasil mencapai tujuan-tujuan pembelajaran (Susanto, 2013:5). Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh siswa setelah mengalami kegiatan pembelajaran. Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku tersebut tergantung pada apa yang dipelajari oleh siswa. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2010). Hasil belajar ini berkenaan dengan apa-apa yang diperoleh peserta didik dari serangkaian kegiatan pembelajaran yang dilaluinya yang semua itu mengacu kepada tujuan pembelajaran yang dijabarkan dalam dimensi kognitif, afektif, dan psikomotor (Anita, 2010:15).

2.1.4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Hasil belajar sebagai salah satu indikator pencapaian tujuan pembelajaran di kelas. Hasil belajar dari setiap siswa berbeda-beda. Pencapaian hasil belajar tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar itu sendiri. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar (Sugihartono, dkk, 2007:13),

(7)

12 yaitu: (1) Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar. Faktor internal meliputi: faktor jasmaniah dan faktor psikologis; (2) Faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar individu. Faktor eksternal meliputi: faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat.

2.1.4.3 Mekanisme Penilaian Hasil Belajar

Mekanisme penilaian hasil belajar dalam Permendikbud nomor 23 tahun 2016 diawali dengan perancangan strategi penilaian yang dilakukan oleh pendidik. Penilaian hasil belajar meliputi aspek sikap (afektif), aspek pengetahuan (kognitif), dan aspek keterampilan (psikomotorik). Penilaian aspek sikap dilakukan melalui observasi atau pengamatan, penilaian aspek pengetahuan dilakukan melalui tes tertulis, tes lisan, dan penugasan, penilaian aspek keterampilan dilakukan melalui praktik, produk, proyek, dan portofolio.

2.1.5 Pembelajaran Tematik

2.1.5.1 Pengertian Pembelajaran Tematik

Pembelajaran tematik merupakan pendekatan pembelajaran terpadu yang merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan peserta didik, baik secara individu maupun kelompok aktif menggali dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip keilmuan secara holistik, bermakna dan autentik (Rusman, 2011:254). Pembelajaran tematik terpadu sebagai pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran ke dalam berbagai tema (Prastowo, 2013:223). Sedangkan Prastowo dalam Abdul Majid (2014:80) mengatakan pembelajaran tematik adalah pendekatan pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada murid.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran tematik adalah pendekatan pembelajaran yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Bermakna berarti melalui pembelajaran tematik, siswa dapat memahami konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pengalaman

(8)

13 langsung dan nyata dengan menghubungkan antar-konsep dalam intra maupun antar-mata pelajaran.

2.1.5.2 Karakteristik Pembelajaran Tematik

Karakteristik pembelajaran tematik diantaranya sebagai berikut: (a) berpusat pada siswa sehingga siswa berperan sebagai subjek belajar dan guru sebagai fasilitator, (b) memberikan pengalaman langsung kepada siswa, sehingga dalam memahami suatu hal, siswa dihadapkan pada sesuatu yang nyata atau konkret, (c) pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas, (d) menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran, (e) bersifat fleksibel yakni guru fleksibel dalam mengaitkan bahan ajar dengan mata pelajaran lain atau mengaitkan dengan kehidupan siswa, (f) menggunakan prinsip belajar sambil bermain sehingga pembelajaran berlangsung menyenangkan (Abdul Majid, 2014:89).

2.1.5.3 Kelebihan Pembelajaran Tematik

Kelebihan dari pembelajaran tematik, yaitu (a) menyenangkan karena dikembangkan berdasarkan minat dan kebutuhan siswa, (b) hasil belajar dapat bertahan lama karena proses pembelajarannya bermakna, (c) memberikan pengetahuan dan pengalaman langsung yang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa, (d) mengembangkan keterampilan berpikir siswa dan (e) menyajikan kegiatan yang bersifat nyata dan sesuai dengan persoalan yang dihadapi siswa di lingkungannya (Abdul Majid, 2014:90).

(9)

14 2.1.5.4 Kompetensi Inti Kurikulum 2013 Kelas 4 Semester II

Tabel 3

Kompetensi Inti Kurikulum 2013 Kelas 4 Semester II Tahun Pelajaran 2017/2018

KOMPETENSI INTI

1. Menerima, menghargai, dan menjalankan ajaran agama yang di anutnya.

2. Memiliki perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, tetangga, dan guru.

3. Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati (mendengar, melihat, membaca) dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu secara kritis tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatan, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah, sekolah, dan tempat bermain.

4. Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas, logis, dan sistematis, dalam karya yang estetis yang mencerminkan perilaku anak bermain dan berakhlak mulia.

Sumber: kementrian pendidikan dan Kebudayaan 2013. 2.1.5.5 Tema dan Subtema Kelas 4 Semester II

Pembelajaran tematik untuk kelas 4 semester 2 terdiri dari 4 tema dan terdapat 12 subtema. Tema dan subtema secara rinci disajikan melalui Tabel 4 berikut ini:

(10)

15 Tabel 4

Tema dan Subtema Kelas 4 Semester II Tahun Pelajaran 2017/2018

TEMA SUB TEMA

6. Cita-citaku 1. Aku dan Cita-Citaku 2. Hebatnya Cita-Citaku

3. Giat berusaha Meraih Cita-Cita 7. Indahnya Keragaman di

Negriku

1. Keragaman Suku Bangsa dan Agama di Negeriku

2. Indahnya Keragaman Budaya Negeriku

3. Indahnya Persatuan dan Kesatuan Negriku

8. Daerah Tempat Tinggalku 1. Lingkungan Tempat Tinggalku 2. Keunikan Daerah Tempat

Tinggalku

3. Bangga Terhadap Daerah Tempat Tinggalku

9. Kayanya Negeriku 1. Kekayaan Sumber Energi di Indonesia

2. Pemanfaatan Kekayaan Alam di Indonesia

3. Pelestarian kekayaan Sumber daya Alam di Indonesia

Sumber: Buku Guru SD/MI Tematik Terpadu Kurikulum 2013 Revisi 2017 Kelas 4

(11)

16 2.1.5.6 Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Tema 8 Daerah Tempat

Tinggalku Kelas 4 Semester II Tahun Pelajaran 2017/2018 Tabel 5

Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Tema 8 Daerah Tempat Tinggalku Kelas 4 Semester II Tahun pelajaran 2017/2018

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

Bahasa Indonesia IPS PPKn 3. Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati (mendengar, melihat, membaca) dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu secara kritis tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatan, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah, sekolah, dan tempat bermain. 3.9 Mencermati tokoh-tokoh yang terdapat pada teks fiksi.

3.3 Mengidentifikasi kegiatan ekonomi dan hubungannya dengan berbagai bidang pekerjaan serta kehidupan sosial dan budaya di lingkungan sekitar sampai provinsi. 3.3 Menjelaskan manfaat keberagaman karakteristik individu dalam kehidupan sehari-hari. 4. Menyajikan pengetahuan 4.9 Menyampaikan 4.3 Menyajikan hasil identifikasi 4.3Mengemukaka n manfaat

(12)

17 faktual dalam

bahasa yang jelas, logis, dan sistematis, dalam karya yang estetis yang mencerminkan perilaku anak bermain dan berakhlak mulia. hasil identifikasi tokoh-tokoh yang terdapat pada teks fiksi secara lisan, tulis, dan visual.

kegiatan ekonomi dan hubungannya dengan berbagai bidang pekerjaan, serta kehidupan sosial dan budaya di lingkungan sekitar sampai provinsi. keberagaman karakteristik individu dalam kehidupan sehari-hari.

Sumber: Buku Guru SD/MI Tematik Terpadu Kurikulum 2013 Revisi 2017 Kelas 4 Tema 8 Daerah Tempat Tinggalku

Berdasarkan Tabel 5, dapat dilihat Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Tema 8 Daerah Tempat Tinggalku Kelas 4 Semester II Tahun pelajaran 2017/2018. Pada Tabel 5 juga terlihat bahwa terdapat 2 Kompetensi Inti dan 2 Kompetensi Dasar yang digunakan pada setiap muatan pelajaran seperti muatan pelajaran Bahasa Indonesia, IPS dan PPKn.

Tabel 6

Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Tema 8 Daerah Tempat Tinggalku Kelas 4 Semester II Tahun pelajaran 2017/2018

Kompetensi Inti

Kompetensi Dasar

IPA SBdP

3. Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati

(mendengar, melihat, membaca) dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu secara kritis tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatan, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah,

3.4 Menghubungkan gaya dengan gerak pada peristiwa di lingkungan sekitar

3.2 Mengetahui tanda tempo dan tinggi rendah nada.

(13)

18 sekolah, dan tempat bermain.

4. Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas, logis, dan sistematis, dalam karya yang estetis yang mencerminkan perilaku anak bermain dan berakhlak mulia.

4.4 Menyajikan hasil percobaan tentang hubungan antara gaya dan gerak.

4.2 Menyanyikan lagu dengan memperhatikan tempo dan tinggi rendah nada.

Sumber: Buku Guru SD/MI Tematik Terpadu Kurikulum 2013 Revisi 2017 Kelas 4 Tema 8 Daerah Tempat Tinggalku

Berdasarkan Tabel 6, dapat dilihat Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Tema 8 Daerah Tempat Tinggalku Kelas 4 Semester II Tahun pelajaran 2017/2018. Pada Tabel 6 juga terlihat bahwa terdapat 2 Kompetensi Inti dan 2 Kompetensi Dasar yang digunakan pada setiap muatan pelajaran seperti muatan pelajaran IPA dan SBdP.

2.1.6 Muatan Pelajaran IPS

2.1.6.1 Pengertian IPS

IPS mempelajari tentang manusia dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat. IPS sebagai mata pelajaran yang mempelajari kehidupan sosial berdasarkan kajian geografi, ekonomi, sejarah, antropologi, sosiologi dan tata negara dengan menampilkan permasalahan sehari-hari (Tasrif, 2008:2). IPS adalah salah satu bidang yang rumit karena luasnya ruang lingkup dan merupakan gabungan dari sejumlah disiplin ilmu seperti ekonomi, sejarah, antropologi, dan apa saja yang disebut sipil perlu ditekankan (Fajar, 2009:31). IPS merupakan ilmu yang yang berintegrasi dengan cabang-cabang ilmu sosial lainnya seperti sejarah, geografi, dan ekonomi yang dirumuskan berdasar realita dan fenomena serta diwujudkan dalam suatu pendekatan interdisipliner dari berbagai aspek dan cabang ilmu sosial (Trianto, 2010:171).

Berdasarkan uraian tentang pengertian IPS, dapat disimpulkan bahwa IPS sebagai mata pelajaran yang mempelajari kehidupan sosial berdasarkan kajian

(14)

19 geografi, ekonomi, sejarah, antropologi, sosiologi dan tata Negara. IPS menampilkan permasalahan sehari-hari. Selain itu, IPS terwujud dalam suatu pendekatan interdisipliner dari berbagai aspek dan cabang ilmu sosial.

2.1.6.2 Tujuan IPS di SD

Tujuan IPS di SD, yaitu (1) mengajarkan konsep-konsep dasar sosiologi, geografi, ekonomi, sejarah, dan kewarganegaraan melalui pendekatan pedagogis dan psikologis, (b) mengembangkan kemampuan berbikir kritis dan kreatif, inkuiri, memecahkan masalah dan keterampilan sosial, (c) membangun komitmen kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan, (d) meningkatkan kemampuan bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, baik secara nasional maupun global (Fajar, 2009:110).

2.1.6.3 Konsep IPS di SD

Konsep yang terdapat dalam IPS, yaitu sistem sosial dan budaya, serta manusia, tempat, dan lingkungan. Selain itu, IPS juga mempelajari tentang perilaku ekonomi dan kesejahteraan, waktu, keberlanjutan, dan perubahan, sistem berbangsa dan bernegara (Fajar, 2009:111).

2.2 Kajian Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Irianti (2012) menunjukkan bahwa terjadi peningkatan keaktifan dan hasil belajar pada mata pelajaran Matematika melalui model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match. Peningkatan hasil belajar dapat dilihat pada kondisi awal dengan rata-rata nilai siswa 57,5, siklus I dengan rata-rata nilai 66,2, siklus II 78,5. Peningkatan hasil belajar pada kondisi awal ke siklus I sebesar 61,5% dan dari siklus I ke siklus II 88,5%.

Hasil penelitian tersebut juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Andayani (2013) yang menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa. Peningkatan hasil belajar dapat terlihat pada besarnya ketuntasan dari kondisi sebelum tindakan sebesar 14 siswa (48, 3%), siklus I sebesar 20 siswa (69%), dan pada siklus II sebesar 29 siswa (100%). Dilihat dari skor minimal pra

(15)

20 siklus sebesar 50, siklus I sebesar 54, dan pada siklus II sebesar 74. Sedangkan skor maksimal pra siklus sebesar 80, siklus I sebesar 80, dan pada siklus II sebesar 100. Sedangkan peningkatan keaktifan siswa dapat dilihat dari besarnya persentase keaktifan siswa yang masuk pada kategori keaktifan siswa sangat tinggi. Persentase keaktifan siswa pra siklus sebesar 21%, siklus I sebesar 55%, dan siklus II sebesar 83%.

Selain itu, hasil penelitian yang dilakukan oleh Suparti (2013) menunjukkan peningkatan hasil belajar siswa pada Pembelajaran Bahasa Indonesia setelah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match. Pada siklus I, dengan KKM mata pelajaran Bahasa Indonesia sebesar 65, pada kondisi pra siklus siswa yang tuntas sebanyak 9 siswa (25%), pada siklus I siswa yang tuntas sebanyak 20 siswa (56%), dan pada siklus II siswa yang tuntas sebanyak 29 siswa (81%). Skor rata-rata pra siklus sebesar 58. Pada pelaksanaan siklus I skor rata-rata meningkat menjadi 70, dan pada siklus II skor rata-rata meningkat menjadi 75.

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Daitin Tarigan (2014) menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match terbukti dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa pada mata pelajaran Matematika. Pada pertemuan I siklus I diperoleh rata-rata persentase aktivitas belajar siswa sebesar 66,07% dengan kriteria cukup aktif dan pertemuan II pada siklus I diperoleh rata-rata persentase aktivitas belajar siswa sebesar 71,71% dengan kriteria cukup aktif. Pada pertemuan I siklus II menggunakan model make a match di peroleh rata-rata persentase aktivitas belajar siswa sebesar 77,78% dengan kriteria cukup aktif dan pada pertemuan II siklus II diperoleh rata-rata aktivitas belajar siswa sebesar 84,28% dengan kriteria aktif.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan beberapa peneliti, dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa. Selain itu, diperoleh persamaan variabel penelitian yaitu penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match. Perbedaan dari penelitian yang telah diuraikan yaitu penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match dalam kurikulum KTSP yang

(16)

21 memuat mata pelajaran secara terpisah, serta belum diterapkannya media pendukung dalam model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match. Berdasarkan analisis tersebut, dalam penelitian ini menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match berbantuan media Puzzle untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa khususnya pada muatan pelajaran IPS kelas 4 SD Negeri Dukuh 02 Salatiga Tahun Pelajaran 2017/2018.

2.3 Kerangka Pikir

Berdasarkan hasil observasi dengan siswa kelas 4 SD Negeri Dukuh 02 Salatiga, diperoleh hasil bahwa keaktifan belajar siswa belum dikatakan berhasil dan berkualitas karena tingkat keaktifan belajar dari 23 siswa hanya mencapai 43,48% sehingga belum mencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan yaitu 70%. Selain itu, berdasarkan hasil observasi, proses pembelajaran yang dilaksanakan di SD Negeri Dukuh 02 salatiga khususnya pada kelas 4 masih berpusat pada guru yang menyebabkan rendahnya hasil belajar siswa khususnya pada muatan pelajaran IPS dimana dari 23 siswa hanya 39,13% mencapai KKM yang telah ditentukan yaitu 70, sehingga hasil belajar siswa belum dikatakan berhasil karena belum mencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan yaitu 70%. Salah satu model pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran adalah model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match. Model pembelajaran tersebut dapat dikombinasikan dengan berbagai media pembelajaran, salah satunya yaitu media Puzzle. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match berbantuan media Puzzle secara berkelompok akan melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran sehingga proses pembelajaran akan lebih menyenangkan dan menarik perhatian siswa untuk belajar karena siswa akan belajar dengan bermain puzzle, hal tersebut tentunya akan berpengaruh pada tingkat keaktifan belajar siswa. Selain itu, penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match berbantuan media Puzzle secara berkelompok dapat mengasah daya pikir yang tentunya akan berpengaruh pada hasil belajar siswa. Melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match berbantuan media Puzzle dapat meningkatkan keaktifan belajar dan

(17)

22 hasil belajar siswa kelas 4 di SD Negeri Dukuh 02 Salatiga Tahun Pelajaran 2017/2018.

Kondisi awal

Pembelajaran berpusat pada guru Keaktifan dan hasil belajar siswa rendah Tindakan Siklus I

Guru menerapkan model pembelajaran kooperatif

tipe Make a Match berbantuan media Puzzle

pada tema 8 Daerah Tempat Tinggalku sub tema 1 muatan pelajaran

IPS

Siklus II

Guru menerapkan model pembelajaran kooperatif

tipe Make a Match berbantuan media puzzle

pada tema 8 Daerah Tempat Tinggalku sub tema 2 muatan pelajaran

IPS Keaktifan dan hasil

belajar siswa meningkat Kondisi akhir Melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match berbantuan media puzzle dapat

meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa kelas 4 di SD Negeri Dukuh 02 Salatiga Tahun Pelajaran 2017/2018

(18)

23 2.4 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka berpikir, penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match berbantuan media Puzzle dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar pada muatan pelajaran IPS siswa kelas 4 SD Negeri Dukuh 02 Salatiga Tahun Pelajaran 2017/2018. Hal ini karena penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match berbantuan media Puzzle melibatkan siswa secara aktif dan menarik perhatian siswa sehingga dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa.

(19)

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian Tindakan Kelas ini dilakukan dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dalam rangka meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan merupakan

Komisi Yudisial juga dapat meminta bantuan kepada aparat penegak hukum untuk melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan dalam hal adanya dugaan pelanggaran Kode

 Analogamente,  nella  creazione  del   prodotto  culturale,  «prima  ancora  di  arrivare  alla  riproduzione  seriale   di  singole  unità  identiche  (il  giornale,

Pada pendidikan pola lama sistem pendidikan lebih cenderung pada teacher center dimana guru lebih mendominasi proses pendidikan. Dalam pola lama ini siswa hanyalah bagaikan sebuah

Slično idućem alatu, Clone Stamp Tool, i HB alat radi kopiranje određenog dijela slike.. Vodi računa o bojama te osvjetljenju na

No Nama Penyedia Hasil Evaluasi Administrasi 1 KAP.. Kumalahadi,Kuncara,Sugen g Pamudji

Status hukum anak berkaitan erat dengan status hukum perkawinan dari orang tuanya, dalam arti kata, jika perkawinan sah menurut hukum maka anak hasil perkawinan

matba való belépést kívánja tőlünk. Bármely művet csakis más alkotásokhoz képest  lehet  olvasni. Továbbá  „egy  adott  irodalmi  mű  minősége