• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA KELAS X SMA N 5 MERANGIN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA KELAS X SMA N 5 MERANGIN"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS

SISWA KELAS X SMA N 5 MERANGIN Loli Karnika

Pendidikan Matematika STKIP YPM Bangko

Email: loliaja11@gmail.com Abstract

This study aims to describe mathematical communication skills using the cooperative learning model type make a match better than conventional learning class X SMA N 5 Merangin. This study uses a quantitative approach, an experimental method with a population of students in class XA, XB, XC and XD. The sampling technique uses simple random sampling technique. The sample chosen was XB class as the experimental class and XC class as the control class. The technique of collecting data through tests of mathematical communication skills with essay questions on three dimensional space material. Requirement test results of data are normally distributed and homogeneous variance, then the data analysis technique used is the t-test (independent sample t-test). From the analysis of the final test data on the experimental class obtained an average of 46,172, while the control class obtained an average of 35,893. Hypothesis test results obtained tcount = 8.533 and = 1.673, because tcount > then Ha is accepted namely

mathematical communication skills using the cooperative learning model type make a match better than conventional learning class X SMA N 5 Merangin The recommendation of this study is the Make A Match type cooperative learning model that is better applied in the learning process in three dimensional space material, because this learning model can make students more active and able to develop themselves.

Keywords: Cooperative Learning Model Type Make A Match, Mathematical

Communication Ability.

PENDAHULUAN

Pada KTSP yang telah disempurnakan pada kurikulum 2013 (dalam Hendriana dan Soemarmo, 2014:7) tentang standar isi mata pelajaran matematika menyatakan bahwa pelajaran matematika bertujuan agar para siswa: (1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep, dan mengaplikaskan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah; (2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; (3) Memecahkan

masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; (5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Dari tujuan pembelajaran matematika di atas, kemampuan mengkomunikasikan gagasan merupakan kompetensi yang penting dalam pembelajaran matematika, karena dalam

(2)

kemampuan komunikasi matematika menggunakan gambar dan diagram dalam menjelaskan ide, atau menyatakan ke dalam peristiwa sehari-hari yaitu dengan menggunakan simbol matematika.

Berdasarkan hasil observasi, wawancara dengan beberapa siswa dan wawancara dengan guru serta tes awal kemampuan komunikasi matematis siswa yang dilakukan di SMA N 5 Merangin bulan Februari 2016, diperoleh bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa dalam pembelajaran matematika masih rendah. Dari ketujuh indikator kemampuan komunikasi matematis, terdapat beberapa indikator kemampuan komunikasi matematis yang belum bisa dicapai oleh siswa diantaranya yaitu pada indikator: Melukiskan atau mempresentasikan benda nyata, gambar, dan diagram dalam bentuk ide dan simbol matematika, Membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematika, Menyusun prosedur penyelesaian, menyusun argumen, merumuskan definisi dan generalisasi.

Dari 28 siswa yang diujikan kemampuan komunikasi matematis dengan dua item soal. Skor maksimal yang diharapkan dari soal tersebut adalah 28, dan kriteria ketuntasan minimum adalah 75. Diketahui dari lembaran jawaban siswa hanya 28,6% siswa yang tuntas atau 8 siswa yang memiliki kemampuan komunikasi yang bagus. dengan kata lain hanya ada 8 orang siswa yang memiliki nilai yang memenuhi atau di atas KKM dan 71,4% siswa yang belum tuntas atau 20 orang siswa yang kemampuan komunikasinya masih rendah.

Solusi untuk mengatasi permasalahan pada indikator yang bermasalah diatas atau rendahnya kemampuan komunikasi matematis dengan memilih model pembelajaran yang tepat, yaitu pembelajaran yang mampu melibatkan semua siswa sehingga dapat diharapkan siswa lebih berperan aktif dalam pembelajaran. Salah satu upaya dalam mengembangkan keterlibatan siswa adalah

melalui pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif.

Salah satu tipe model pembelajaran kooperatif adalah Make A Match. Model pembelajaran kooperatif Tipe Make A

Match (membuat pasangan). Dilakukan

dengan bantuan kartu soal dan jawaban. Dalam pembelajaran dengan model Make

A Match, siswa dituntut agar dapat

bertanggung jawab dengan apa yang telah dilakukannya dalam kelompok, karena setelah belajar kelompok, siswa yang telah mendapatkan pasangangan harus mampu menjelaskan kembali di depan kelas. Dengan demikian, siswa akan bekerjasama dalam kelompok, dan memotivasi siswa lain, sehingga semua siswa akan menjadi lebih aktif dan belajar dengan sungguh-sungguh terhadap materi yang diberikan.

Menurut Huda (2014:253) pembelajaran Make A Match ini mempunyai beberapa kelebihan diantaranya: (1) Dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun fisik. (2) Dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari dan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. (3) Model ini efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil presetentasi, sehingga siswa tidak malu lagi saat tampil di depan kelas untuk menyampaikaan ide-ide atau penjelasannya. KAJIAN PUSTAKA

Pembelajaran Matematika

Pelajaran matematika sudah dipelajari dari kecil sampai dewasa bahkan pelajaran matematika ini sangat perlu diberikan kepada seluruh peserta didik karena dari pelajaran matematika inilah peserta didik mulai mengenal angka-angka dan mulai bisa berhitung, selain itu pelajaran matematika dapat membuat peserta didik bisa berpikir kritis dan logis. Menurut Daryanto dan Rahardjo (2012:240) “Dalam pembelajaran matematika kepada siswa, guru hendaknya lebih memilih berbagai variasi pendekatan, strategi, metode yang sesuai dengan situasi sehingga tujuan

(3)

pembelajaran yang direncanakan akan tercapai”.

Model Pembelajaran Kooperatif

Ada beberapa definisi tentang pembelajaran kooperatif yang dikemukakan oleh para ahli pendidikan. Asma (2009:2) menyatakan “belajar kooperatif mendasarkan pada suatu ide bahwa siswa bekerja sama dalam belajar kelompok dan sekaligus masing-masing bertanggung jawab pada aktivitas belajar anggota kelompoknya, sehingga seluruh anggota kelompok dapat menguasai materi pelajaran dengan baik”.

Menurut Daryanto dan Rahardjo (2012:241) menyatakan model pembelajaran Kooperatif ini mengutamakan belajar menggunakan kelompok-kelompok, dalam satu kelompok diharapkan siswa mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah) kalau bisa setiap kelompok berasal dari suku, budaya dan ras yang berbeda”.

Langkah-langkah dalam model pembelajaran kooperatif menurut Daryanto dan Rahardjo (2012:243) langkah-langkah model pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:

1) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan mengkomunikasikan kompetensi dasar yang akan dicapai serta memotivasi siswa.

2) Guru menyajikan informasi kepada siswa.

3) Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar.

4) Membimbing kelompok belajar dan guru memotivasi siswa serta memfasilitasi kerja siswa dalam kelompok belajar.

5) Guru mengevaluasi hasil belajar siswa tentang materi pembelajaran yang telah dilaksanakan yang dikerjakan dalam berkelompok.

6) Memberikan penghargaan. Guru memberikan penghargaan hasil belajar individual dan kelompok.

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match

Menurut Huda (2014:251) model

Make A Match (membuat pasangan) “saat

ini menjadi salah satu model penting dalam ruang kelas”. Rusman (2014:223) “model

Make A Match (membuat pasangan)

merupakan salah satu jenis dari model dalam pembelajran kooperatif”. Sedangkan menurut Heriawan, dkk (2013:126) “siswa disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya, yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin”.

Langkah-langkah model Make A

Match Menurut Hardiyanti (2015:62)

sebagai berikut:

1) Guru menyampaikan materi pelajaran tentang titik, garis, dan bidang.

2) Guru mengelompokkan siswa kedalam dua kelompok, yaitu kelompok A dan Kelompok B.

3) Guru membagikan kartu pertanyaan kepada kelompok A dan kartu jawaban kepada kelompok B tetang mateti titik, garis dan bidang.

4) Guru menyampaikan kepada siswa bahwa mereka harus mencari/ mencocokan kartu pasangan yang dipegang dengan kartu kelompok lain. Guru juga perlu menyampaikan batasan waktu maksimun yang diberikan kepada siswa.

5) Guru meminta semua anggota kelompok A untuk mencari pasangannya di kelompok B. Jika mereka sudah menemukan pasangannya masing-masing, guru meminta mereka melaporkan diri kepadanya. Guru mencatat nama mereka pada kertas yang sudah dipersiapkan sebelumnya.

6) Guru memberi tahu siswa bahwa waktu untuk mencari pasangan sudah habis. Siswa yang yang belum menemukan pasangan diminta berkumpul sendiri. 7) Guru memberi waktu pada pasangan

untuk mendiskusikan mengenai kartu pertanyaan dan jawaban yang sudah ditemukan.

(4)

8) Guru memanggil satu pasangan untuk presentasi di depan kelas.

9) Guru memberikan konfirmasi tentang kebenaran dan kococokan pertanyaan dan jawaban dari pasangan yang memberikan presentasi

10) Guru membimbing siswa untuk menarik kesimpulan dari kegiatan yang sudah dilakukan.

Kemampuan Komunikasi Matematis Menurut Negoro dan Wijaya (2008:39) “Secara umum komunikasi dapat diartikan sebagai suatu cara untuk menyampaikan suatu pesan dari pembawa pesan ke penerima pesan”. Menurut Fauzan (2012:50) “komunikasi matematika adalah kemampuan menyatakan dan menafsirkan gagasan matematika secara lisan, tertulis, tabel, atau grafik”. Negoro dan Wijaya (2008:39) menyatakan kemampuan komunikasi matematis dapat dikatakan hubungan yang terjadi di lingkungan kelas, di mana terjadi interaksi antara guru dengan siswa melalui dialog yang berisi tentang materi matematika yang dipelajari siswa, misalnya berupa konsep, rumus, atau strategi pembelajaran dalam menyelesaikan masalah dalam matematika, cara berinteraksinya dapat berupa lisan maupun tertulis.

Sumarno (dalam Hendriana dan Soemarmo, 2014:30) indikator kemampuan komunikasi matematis meliputi :

1) Melukiskan atau

mempresentasikan benda nyata, gambar, dan diagram dalam bentuk ide dan simbol matematika.

2) Menjelaskan ide, situasi dan relasi matematika, secara lisan dan tulisan dengan menggunakan benda nyata, gambar, grafik dan ekspresi aljabar.

3) Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika atau menyusun model matematika suatu peristiwa.

4) Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika.

5) Membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematika. 6) Menyusun prosedur penyelesaian,

menyusun argumen, merumuskan definisi dan generalisasi.

7) Mengungkapkan kembali suatu uraian atau paragraf matematika dalam bahasa sendiri.

Berdasarkan indikator-indikator di atas dan uji coba tes awal kemampuan komunikasi matematis, maka indikator yang akan diteliti sebagai berikut:

1) Melukiskan atau

mempresentasikan benda nyata, gambar, dan diagram dalam bentuk ide dan simbol matematika.

2) Membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematika. 3) Menyusun prosedur penyelesaian,

menyusun argumen, merumuskan definisi dan generalisasi.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif metode eksperimen dengan bentuk desain yang digunakan adalah True Eksperimental Design dalam spesifikasi Posttest-Only Control Design. Desain ini terdapat dua kelompok yang masing-masing dipiliah secara random, kelompok pertama diberi perlakuan (X) dan kelompok yang lain tidak. Kelompok yang diberi perlakuan disebut kelompok eksperimen, dalam penelitian ini diberikan perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Make A

Match, kelompok yang tidak diberikan

perlakuan disebut kelompok kontrol, diberikan perlakuan dengan pembelajaran konvensional. Setelah pembelajaran selesai kelas eksperimen dan kontrol diberikan tes untuk dilihat kemampuan komunikasi matematisnya. Selanjutnya dalam penelitian ini terdapat dua variabel penelitian yaitu variabel bebas adalah model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match (X) dan variabel terikat adalah kemampuan komunikasi matematis diberi simbol (O1

(5)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Data tentang hasil kemampuan komunikasi matematis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol diperoleh setelah melaksanakan proses belajar mengajar pada materi ruang dimensi tiga melalui tes akhir berupa 5 soal essay. Pelaksanaan tes akhir diikuti oleh 29 siswa di kelas eksperimen dan 28 siswa di kelas kontrol. Deskripsi data tes akhir yang diberikan pada kedua kelas sampel disajikan dalam bentuk skor siswa.

Deskripsi data tes kemampuan komunikasi matematis yang diberikan kelas eksperimen dan kelas kontrol disajikan sesuai dengan rubrik penskoran tes kemampuan komunikasi matematis dengan rentang skor 1-52 dengan skor maksimal tiap item adalah 12.

Hasil tes akhir pada kedua kelas sampel dilakukan perhitungan rata-rata (𝑋̅), standar varians (𝑆), skor tertinggi (𝑋𝑚𝑎𝑥) dan skor terendah (𝑋𝑚𝑖𝑛). Tes ini mengukur kemampuan komunikasi matematis. Deskripsi data hasil tes akhir yang ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis dari kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Tes Akhir (Post-Test) Kelas Sampel

Kls N 𝑥̅ s Xmax Xmin

Eksp. 29 46,172 3,874 52 36 Ktrl 28 35,893 5,202 44 18

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa hasil kemampuan komunikasi matematis siswa pada kelas eksperimen dengan jumlah siswa 29 orang yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match memiliki nilai rata-rata siswa (mean) yaitu 46,172, dengan standart deviasi 3,874 dan nilai Xmax 52, Xmin 36. Hasil kemampuan

komunikasi matematis kelas kontrol dengan jumlah siswa 28 orang yang diajarkan dengan menggunakan pembelajaran konvensional mempunyai rata-rata yaitu

35,89, dengan standar deviasi 5,202 dan Xmax 44, Xmin 18.

Deskripsi perbandingan data kedua kelas kelompok eksperimen dan kontrol dapat dilihat pada gambar 1.

Nilai Kemampuan Komunikasi Matematis Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Gambar 1. Diagram Batang Nilai Kemampuan Komunikasi Matematis.

Dari diagram batang di atas dapat dilihat bahwa perolehan skor rata-rata pada kelas eksperimen lebih besar dari pada skor rata-rata kelas kontrol, ini terbukti bahwa kemampuan komunikasi matematis kelas eksperimen yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match lebih baik dari pada kelas kontrol.

Gambar 2. Diagram Skor Rata-Rata Tiap Soal Hasil belajar matematika.

Pengujian Hipotesis

Untuk menguji hipotesis, data terlebih dahulu dianalisis. Uji hipotesis yang digunakan adalah uji “t”, syarat penggunaan uji “t” bahwa data harus berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan varians homogen.

Uji normalitas sampel

Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah data hasil belajar kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi

(6)

normal atau tidak. Untuk uji normalitas ini menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov.

Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan langkah-langkah diperoleh informasi seperti pada Tabel 3 dibawah ini. Tabel 3. Hasil Uji Normalitas Sampel

Kelas D D(α,n) Ket.

Eksp. 0,161 0,246 Normal Ktrl. 0,171 0,250 Normal

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa kelas eksperimen dan kelas kontrol keduanya berdistribusi normal.

Uji homogenitas sampel

Uji homogenitas digunakan untuk melihat hasil tes akhir pada kelas eksperimen dan kelas kontrol apakah varians-variansnya homogen atau tidak homogen. Uji homogenitas dapat dilakukan dengan uji F. Berdasarkan hasil perhitungan maka diperoleh hasil seperti pada tabel di bawah ini.

Tabel 4. Hasil Uji Homogenitas Sampel Kelas Fhitung Ftabel Ket.

Eksperimen

1,804 1,89 Homogen Kontrol

Sumber: perhitungan uji normalitas sampel

Berdasarkan Tabel 4 diketahui kedua kelas sampel pada kelas eksperimen dan kelas kontrol bervarians Homogen. Hal ini ditunjukan oleh Fhitung < Ftabel dari nilai

yang didapat pada perhitungan homogenitas yaitu 1,804 < 1,89.

Uji Hipotesis

Setelah uji normalitas dan homogenitas maka diketahui bahwa data berdistribusi normal dan kedua kelompok data mempunyai varians yang homogen. Untuk melihat apakah hipotesis diterima atau ditolak digunakan uji “t”. Bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan antara kemampuan pemahaman konsep matematis yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match dengan

kemampuan komunikasi matematis yang menggunakan pembelajaran konvensional. Tabel 5. Hasil Uji Hipotesis Menggunakan Uji-t

Kelas 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 Kesimpulan

Eksp.

8,533 1,673 Ha diterima

Ktrl

Hasil perhitungan uji-t yaitu uji satu pihak kanan diperoleh thitung = 8,533, kemudian dikonsultasikan dengan ttabel

pada taraf signifikansi 0,05 dengan dk = n1+ n 2– 2 = 29 + 28 – 2 = 55

diperoleh ttabel= 1,673. Dengan kriteria pengujian terima H0 jika thitung ≤ ttabel

dan Tolak H0 jika thitung > ttabel. Karena

nilai thitung > ttabel atau 8,533 >

1,673 berarti H0 ditolak dan Ha diterima maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematis menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match lebih baik daripada pembelajaran konvensional siswa kelas X SMA N 5 Merangin tahun pelajaran 2015/2016.

Pembahasan

Berdasarkan hasil dari analisis data tes akhir kemampuan komunikasi matematis dari kedua kelas sampel diperoleh bahwa terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis siswa model pembelajaran kooperatif tipe Make A Mtach dengan pembelajaran konvensional kelas X SMA N 5 Merangin Tahun Pelajaran 2015/2016, yaitu kemampuan komunikasi matematis menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match lebih baik daripada pembelajaran konvensional. Dengan nilai rata-rata kemampuan komunikasi matematis kelas eksperimen yaitu 46,172 dan kelas kontrol yaitu 35,893. Dari hasil setelah perhitungan terlihat bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa pada kelas eksperimen dalam kemampuan komunikasi lebih baik daripada kelas kontrol.

(7)

Hal ini disebabkan pada proses pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe Make A Match , di mana pada model ini bukan hanya guru yang berperan aktif dalam pembelajaran tetapi siswa juga ikut berperan aktif karena model ini mengutamakan kerjasama antara siswa di dalam pembelajaran. Dengan menggunakan model kooperatif tipe Make A Match guru dapat menunjang dan mengembangkan kemampuan komunikasi matematis karena model ini bisa melatih siswa untuk berani mengeluarkan pendapat dan mampu untuk membuat siswa lebih berani, selain itu model ini juga mampu untuk membuat siswa yang kurang dalam pemahaman menjadi lebih baik. Dengan model ini siswa jadi lebih aktif dari guru, model ini membuat siswa lebih termotivasi untuk menyelesaikan soal mereka, karena model ini ada unsur permainan dengan menggunakan kartu soal dan jawaban, sehingga siswa tidak bosan dan pembelajaran lebih menyenangkan

Kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe Make A Match ini pertama guru menjelaskan sekilas tentang materi pelajaran selanjutnya guru membagi siswa menjadi 2 kelompok yaitu kelompok A dan kelompok B, kemudian guru membagikan kartu soal pada kelompok A dan jawaban pada kelompok B, kemudian guru menyampaikan kepada siswa bahwa mereka harus mencari atau mencocokkan kartu yang mereka pegang dengan kelompok lain dalam waktu yang telah ditentukan.

Selanjutnya, guru mencatat nama siswa yang sudah menemukan pasangan nya, kemudian guru memberitahukan kepada siswa bahwa waktu telah habis. Pada langkah yang kesembilan dan sepuluh inilah kemampuan komunikasi matematis dapat dikembangkan yaitu guru memberikan waktu pada siswa yang sudah menemukan pasanganya untuk berdiskusi. Selama diskusi inilah siswa bisa memenuhi kemampuan komunikasi yang bermasalah, kemudian guru memanggil satu pasang siswa tampil di depan kelas untuk

presentasi. Terakhir guru memberikan konfirmasi tentang benar atau cocoknya pertanyaan dan jawaban dari pasangan yang presentasi dan guru sama-sama membuat kesimpulan dari kegiatan yang sudah dilakukan.

Berdasarkan analisis pada tingkat penguasaan kemampuan komunikasi matematis kelas Eksperimen dan kelas kontrol terlihat bahwa pada kelas eksperimen sebagian besar siswa telah menguasai kemampuan komunikasi matematis dengan tingkat penguasaan pada kategori sangat tinggi. Sedangkan pada kelas kontrol sebagian besar siswa juga telah menguasai kemampuan komunikasi matematis dengan tingkat penguasaan pada kategotri sedang.

Hambatan selama dalam proses pembelajaran menggunakan model kooperatif tipe Make A Match ini adalah sulitnya untuk mengontrol siswa selama mencari pasangan dari kartu yang mereka pegang dan menjelaskan bahwa model ini bukanlah untuk main-main. Untuk itu, perlu adanya penegasan dan penjelasan dari guru terlebih dahulu bahwa selama dalam proses pembelajaran berlangsung harus tertib dan disiplin.

Model Make A Match merupakan suatu model pembelajaran siswa aktif menyelesaikan soal dalam waktu yang telah ditentukan. Selain itu, kerjasama antar siswa membuat kemampuan berpikir siswa menjadi lebih luas dan terbuka. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Huda (dalam Rahmawati, 2010:4) menyatakan bahwa “para siswa sebaiknya perlu diberi untuk berinteraksi dengan teman-temannyaagar mereka dapat memperoleh kemampuan yang lebih luas tentang dunia dan menemukan cara-cara baru untuk mengekspresikan gagasan dan prasaannya.

Menurut Menurut Huda (2014:253) model pembelajaran Make A Match memiliki kelebihan dan kekurangan dalam penerapannya. Adapun kelebihannya adalah: Dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun fisik. (a) Karena adanya unsur permainan,

(8)

metode ini menyenangkan bagi siswa, sehingga siswa tidak terlalu bosan dalam belajar matematika. (b) Dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari dan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. (c) Model ini efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil presetentasi, sehingga siswa tidak malu lagi saat tampil di depan kelas untuk menyampaikaan ide-idenya atau penjelasannya. (d) Selain itu, model ini efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar, karena dengan adanya waktu yang diberikan guru untuk mencari pasangannya sehingga siswa bisa menghargai waktu.

Kekurangan Model Make A Match yaitu: (a) Jika strategi ini tidak dipersiapkan dengan baik, akan banyak waktu yang terbuang, hal ini disebabkan untuk mengatur siswa dan menjelaskan cara model ini dilakukan. Untuk itu guru harus mempersiapkan segala sesuatu dengan matang, sehingga saat di dalam kelas hanya tinggal pelaksanaannya saja. (b) Pada bagian ini lah yang ditemui selama dalam proses penelitian yaitu pada awal-awal penerapan model ini, banyak siswa yang akan malu berpasangan dengan lawan jenisnya, karena mereka belum terbiasa melakukan model ini. Selain itu, siswa juga malu karena takut salah dan tidak tahu apa yang akan di sampaikan. (c) Selanjutnya kekurangan yang ditemui adalah jika guru tidak mengarahkan siswa dengan baik, maka akan banyak siswa yang kurang memperhatikan pada saat presentase pasangan karena mereka akan menganggap model ini hanya sebagai mainan saja bukan cara untuk mempermudah proses belajar mengajar. Untuk itu perlu arahan yang tepat dari guru. (d) Guru harus hati-hati dan bijaksana saat memberi hukuman pada siswa yang tidak mendapat pasangan, karena mereka bisa malu. (e) Jika menggunakan model ini terus-menerus tanpa ada vaariasi lain, maka akan menimbulkan kebosanan pada siswa.

Kekurangan model Make A Match ini bisa diatasi dengan cara guru lebih

memperhatikan siswa dan lebih membimbingan siswa, serta memberikan penekanan kepada siswa untuk tidak main-main selama dalam proses pembelajaran. Karena, disinilah peranan guru sangat penting selama proses pembelajaran supaya siswa tidak berkeliaran. Untuk itu, guru harus bisa membimbing siswa serta memberikan penjelasan dan penekanan yang baik terhadap siswa. Sedangkan pada pembelajaran konvensional, siswa mempelajari materi pembelajaran yang dijelaskan oleh guru, kemudian guru memberikan contoh soal, dan dengan cara siswa hanya mendengarkan apa yang dijelaskan guru, maka siswa sulit untuk memahami materi yang dipelajari, sehingga tujuan pembelajaran sulit dicapai.

Hasil penelitian ini diperkuat penelitian yang telah diilakukan oleh Dwi Rachmayani (2013) yang menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan pembelajaran reciprocal teaching lebih baik daripada siswa yang menggunakan pembelajaran langsung. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Rahayu dan Khotimah (2014) hasil penelitianny menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran make a match dapat meningkatkan keaktifan dan kemampuan komunikasi belajar matematika siswa. Penelitian yang telah dilakukan oleh kedua peneliti ini menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match mempunyai perbedaan dengan pembelajaran konvensional. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match dengan pembelajaran konvensional siswa kelas X SMA N 5 Merangin Tahun Pelajaran 2015/2016.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match dapat menciptakan proses pembelajaran yang saling membantu satu

(9)

sama lain dalam menyelesaikan masalah, serta memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk mengembangkan diri mereka dan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Sedangkan pembelajaran konvensional, siswa hanya mendengarkan apa yang dijelaskan guru, sehingga siswa merasa kesulitan jika menemui suatu masalah dan sulit untuk memahami konsep pada materi yang dipelajari.

KESIMPULAN

Berdasarkan pengujian hipotesis yang telah dibuktikan pada analisis data pada bab IV, bahwa skor rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa yang pada kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match (𝑥̅ = 46,172) lebih tinggi dibandingkan skor rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa pada kelas kontrol yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional (x ̅ = 35,893).

Berdasarkan perhitungan statistik menggunakan rumus uji-t (independent

sample t-test) diperoleh thitung = 8,533 dan

dikonsultasikan dengan t_tabel pada taraf signifikansi 0,05 dengan dk=55 diperoleh t_tabel=1,673. Karena nilai t_hitung > t_(tabel )atau 8,533 >1,673 berarti Ha

diterima dan Ho ditolak. Maka dapat

disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematis menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match lebih baik daripada pembelajaran konvensional. Hal ini berarti kemampuan komunikasi matematis menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match lebih baik n pembelajaran konvensional siswa kelas X SMA N 5 Merangin Tahun Pelajaran 2015/2016. DAFTAR PUSTAKA

Asma, Nur. 2012. Model Pembelajaran

Kooperatif. Padang: Universitas Negeri Padang Pres.

Daryanto dan Rahardjo. 2012. Model

Pembelajaran kooperatif. Jakarta:

Gava Media.

Fauzan, Ahmad. 2012. Kemampuan Matematika. Padang: Universitas

Negeri Padang.

Heriawan, dkk. 2012. Metodologi Pembelajaran. Banten: Perum BumI

Baros Chasanah.

Hardiyanti, Arum Dw. Penerapan Model Pembelajaran Make A Match

Berbantuan Media Audio Visual Untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran IPS. Tidak Diterbitkan Hendriana & Soemarmo. 2014. Penilaian

Pembelajaran Matematika. Bandung:

Refika Aditama.

Huda. Miftahul. 2014. Model–Model

Pengajaran dan Pembelajaran.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Negoro & Wijaya. 2008. Kemampuan

Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik.

Jakarta: Pustaka Gramedia.

Riduwan. 2013. Belajar Mudah Penelitian

Untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta.

Rusman. 2014. Model-model Pembelajaran

Mengembangkan Profesionalisme guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sugiyono. 2012. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

.2015. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung:

Gambar

Tabel  2.  Hasil  Tes  Akhir  (Post-Test)  Kelas Sampel

Referensi

Dokumen terkait

Koordinator tiap jurusan akan memanggil para wisudawan sesuai.. Kegiatan Non protokoler Foto Grup setiap Jurusan

Slično idućem alatu, Clone Stamp Tool, i HB alat radi kopiranje određenog dijela slike.. Vodi računa o bojama te osvjetljenju na

No Nama Penyedia Hasil Evaluasi Administrasi 1 KAP.. Kumalahadi,Kuncara,Sugen g Pamudji

paper r ini akan ini akan disa disajika jikan n gamb gambar ar desa desain, #olume pekerja in, #olume pekerjaan, an, dafta daftar r upa upah h dan dan harga

Bagi Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara, sebagai bahan masukan dan informasi berkaitan dengan faktor risiko yang mempengaruhi kasus

Pada pendidikan pola lama sistem pendidikan lebih cenderung pada teacher center dimana guru lebih mendominasi proses pendidikan. Dalam pola lama ini siswa hanyalah bagaikan sebuah

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas Rahmat dan Hidayah-Nya penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul “ Perbandingan Deteksi Tepi

Status hukum anak berkaitan erat dengan status hukum perkawinan dari orang tuanya, dalam arti kata, jika perkawinan sah menurut hukum maka anak hasil perkawinan