• Tidak ada hasil yang ditemukan

Cari Kuburan Massal untuk Pelurusan Sejarah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Cari Kuburan Massal untuk Pelurusan Sejarah"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

1

Cari Kuburan Massal untuk Pelurusan Sejarah

Selasa, 26 April 2016 01:43

http://www.beritametro.co.id/feature/cari-kuburan-massal-untuk-pelurusan-sejarah

Aktivis HAM menemukan kuburan massal yang diduga terkait korban 1965, di Semarang - Jawa Tengah

Beberapa hari lalu, pemerintah menggelar simposium nasional ‘Membedah Tragedi 1965’ di Jakarta. Banyak informasi baru mencuat di arena diskusi tersebut. Ada opsi yang menuntut pemerintah meminta maaf kepada para korban. Menkopolhukam Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan, pemerintah belum ada rencana untuk meminta maaf. Polemik pun berlanjut hingga sekarang. Presiden Jokowi menugaskan Luhut untuk mencari kuburan massal.

Presiden Joko Widodo memerintahkan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan untuk mencari lokasi kuburan massal korban peristiwa 1965. Kuburan massal itu, kata Luhut, untuk pembuktian sekaligus meluruskan sejarah terkait isu pembantaian pengikut PKI pascatahun 1965 silam.

"Presiden tadi memberitahu, disuruh cari saja kalau ada kuburan massalnya," ujar Luhut usai bertemu Presiden di Istana, Jakarta, Senin (25/4).

"Sebab selama ini berpuluh-puluh tahun kita selalu dicekoki bahwa ada sekian ratus ribu orang yang mati. Padahal sampai hari ini belum pernah kita temukan satu kuburan massal," lanjut dia.

Luhut juga meminta lembaga swadaya masyarakat yang terus mendesak pemerintah untuk meminta maaf atas peristiwa 1965 untuk membuka data jika mengetahui ada

(2)

2 kuburan massal yang dimaksud.

"Silahkan kapan dia mau tunjukkin. Sampaikan ini dari Menko Polhukam, kapan kami bisa pergi dengan mereka," ujar Luhut.

Selama ini, kata Luhut, banyak yang mengaku memiliki data kuburan massal korban, tetapi tidak dapat membuktikannya.

Pernyataan Luhut terkait keinginan menggalikuburan massal korban 1965 ini sempat diungkapkan saat Simposium Nasional Membedah Tragedi 1965, beberapa waktu lalu. "Saya malah minta kalau ada alat buktinya, kita ingin minta gali kuburan massalnya," kata Luhut ketika itu. Luhut mengamini bahwa ada konflik horizontal yang terjadi pada 1965. Besarnya konflik tersebut hingga menewaskan sejumlah orang. Namun, ia menolak jumlah korban tewas disebut hingga ratusan ribu orang.

"Bahwa ada yang meninggal di tahun 1965, yes, tetapi jumlahnya tidak seperti yang disebut-sebutkan sampai 400.000 orang, apalagi jutaan orang," ucap Luhut.

Negara Minta Maaf

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa tidak tertutup kemungkinan negara akan meminta maaf terkait kasus Tragedi 1965.

Luhut menjelaskan, peluang negara meminta maaf akan selalu terbuka apabila ada pengungkapan fakta-fakta yang menyebutkan terjadinya pembunuhan massal pasca peristiwa G-30-S 1965.

Fakta-fakta itu, misalnya, dengan menunjukkan data mengenai kuburan massal yang ada di seluruh Indonesia.

"Jangan salah persepsi. Kami sedang mencari fakta dari simposium nasional kemarin. Tidak benar bahwa kami tidak mungkin minta maaf. Negara akan minta maaf kalau ada kuburan massal yang bisa diidentifikasi dengan jelas," ujar Luhut di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Senin (25/4).

Ia menjelaskan, hingga saat ini, pemerintah belum menerima data ataupun bukti sah yang bisa menunjukkan adanya peristiwa pembunuhan massal.

(3)

3 Data yang ada hanya menunjukkan fakta mengenai peristiwa pembunuhan enam jenderal TNI Angkatan Darat. Oleh karena itu, kata Luhut, pemerintah tidak tahu harus meminta maaf kepada siapa.

"Sampai hari ini tidak ada data mengenai kuburan massal. Kepada siapa pemerintah akan minta maaf? Yang jelas sudah ada enam jenderal TNI yang dibunuh. Itu sudah jelas. Yang lain kan belum ada," kata Luhut.

Selain itu, menurut dia, pemerintah belum bisa memutuskan sikap yang akan diambil karena masih menunggu hasil rekomendasi dari anggota panitia Simposium Nasional Membedah Tragedi 1965, Agus Widjojo.

"Saya sedang menunggu laporan dari Pak Agus Widjojo," kata dia.

Pasalnya, selama puluhan tahun, informasi yang beredar menunjukkan adanya ratusan ribu orang yang mati dalam peristiwa pasca-1965. Namun, kata Luhut, sampai hari ini, belum ada satu pun kuburan massal yang ditemukan.

Luhut juga meminta lembaga swadaya masyarakat yang terus mendesak pemerintah untuk meminta maaf atas peristiwa 1965 untuk membuka data jika mengetahui ada kuburan massal yang dimaksud.

"Silahkan kapan dia mau tunjukin. Sampaikan ini dari Menko Polhukam, kapan kami bisa pergi dengan mereka," ujar Luhut.

Kuburan Massal di Semarang

Pada tahun 2014, ditemukan kuburan massal tragedi penumpasan G-30 S PKI tahun 1965/1966 di Semarang, Jawa Tengah. Perkumpulan Masyarakat Semarang untuk Hak Asasi Manusia (PMS-HAM) menemukan dua liang kuburan massal yang merupakan sejarah kelam tragedi tersebut.

Lokasi penemuan makam tersebut, terletak di Kelurahan Wonosari, Mangkang, Kota Semarang. Menurut beberapa sumber yang dihimpun para aktivis, di salah satu pekarangan warga itu dahulunya dikuburkan sebanyak 24 korban. Mereka dikuburkan di dua lobang secara tidak layak.

"Kami beberapa kali ke lokasi situs kuburan massal tersebut. Setelah melakukan wawancara-wawancara dengan warga, tercatat jumlah korban," kata Koordinator PMS-HAM, Yunantyo Adi di Semarang, Senin 17 November 2014.

(4)

4

Tak hanya itu, lanjut Yunanto, dia bersama dengan dua mahasiswa S2 Program Magister Ilmu Hukum Undip Semarang, yakni Rian Adhivira dan Unu P Herlambang, juga telah mendapatkan saksi sejarah saat itu. Yakni sejumlah warga yang saat tragedi penguburan itu menguruk langsung dua lubang selepas eksekusi pada 1966.

"Dari penemuan itu, kita harapkan ada penguburan layak bagi warga yang dikubur di lokasi, " imbuh dia.

Lapor Komnas HAM

Lebih lanjut, Yunanto menyampaikan, pihaknya telah melaporkan situs kuburan itu ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas-HAM). Tujuannya, adalah dalam rangka konsultasi perihal penguburan kembali secara layak.

"Kami sudah berkirim surat ke Komnas HAM untuk berkonsultasi apakah benar terhadap jenazah-jenazah yang menurut warga berjumlah 24 korban," beber Yunanto.

Menurut dia, sejumlah jenazah yang telah puluhan tahun dikuburkan di lokasi tesebut, layak mendapatkan perhatian. Itu dalam rangka kemanusiaan dan merupakan simbol saling memaafkan terhadap luka-luka bangsa di masa lalu.

Salah satu cara adalah dikuburkan kembali secara layak. Kemudian didoakan, disalati oleh semua pemuka-pemuka agama, baik Islam, Kristen, dan agama lainnya.

"Mereka dulu kan juga ada yang Islam, dan mungkin beragama lain, saat dieksekusi barangkali belum disalati," ujar dia.

Bongkar Kuburan

Kuburan massal juga ditemukan di Bali. Sejumlah warga Banjar Masean, Desa Batuagung, Kecamatan dan Kabupaten Jembrana, Bali, melakukan pembongkaran dengan dikawal ketat oleh aparat setempat. Mereka membongkar dan mengangkat jenazah para korban G30S/PKI yang selama ini dikubur di seberang SDN 3 Batuagung.

Menurut anggota Babhinkamtibnas Polsek Negara, I Gusti Komang Merta, yang ikut mengamankan proses penggalian kuburan menyatakan proses pembongkaran kuburun yang tepat berada di depan SDN 3 Batuagung, Jembrana, Bali Kamis (29/10) menggunakan sebuah alat berat berupa escavator.

(5)

5 "Sudah beberapa tulang yang ditemukan. Proses pembongkaran kuburan diduga korban G30S PKI di Banjar Masean, Desa Batuagung, Kecamatan Jembrana, Kabupaten Jembrana, Bali, tampak dikerumuni oleh ribuan warga yang selama ini penasaran," ucapnya.

Setelah diangkat, jenazah para korban langsung diaben atau dibakar sesuai keyakinan umat Hindu. Rangkaian upacara diakhiri pacaruan di lokasi yang rencananya akan dilakukan pada Minggu (1/11).

"Di kuburan ini dikatakan ada 11 jenazah yang ditanam pada enam lubang. Namun satu lubang yang ditempati kakak adik telah dibongkar dan diupacarai pihak keluarga pada tahun 1984," kata saksi mata, Mariana.

Jokowi Bohong

"Tidak benar jika Presiden belum pernah mendapatkan laporan tentang perkembangan penanganan penyelesaian perkara-perkara HAM berat, termasuk kasus 1965," ucap Dianto dalam keterangan tertulisnya, Kamis (21/4).

Pada kunjungan kenegaraannya di London, Inggris, pekan ini, Jokowi sempat mengeluarkan pernyataaan, belum mendapatkan laporan tentang upaya penyelesaian yang dilakukan beberapa lembaga negara yang berwenang menangani kasus pelanggaran HAM, seperti Komnas HAM, Kejaksaan Agung, Kemenko Polhukam dan Kemenkumham.

Pernyataan tersebutlah yang kemudian disanggah Dianto. Ia memaparkan, pada peringatan Hari HAM 10 Desember 2014 silam, Komnas HAM menyerahkan seluruh ringkasan eksekutif hasil penyelidikan yang digelar lembaganya.

Pada pertemuan dengan Jokowi itu, kata Dianto, komisioner Komnas HAM juga telah melaporkan sikap Kejaksaan Agung yang tidak menindaklanjuti penyelidikan mereka ke tahap penyidikan.

"Semestinya Presiden bisa lebih memeriksa dan cermat mengenai hal ini," ucapnya. Menurut Dianto, sejak menerima laporan Komnas HAM, Jokowi semestinya langsung memerintahkan Jaksa Agung Prasetyo untuk memulai penyidikan. (kom/viv/cnn/tit)

Referensi

Dokumen terkait

Saat ini, saya sedang mengadakan penelitian dengan judul “Tingkat Pengetahuan Ibu yang Berkunjung ke Poliklinik Anak RSUP Haji Adam Malik Medan tentang Kejang Demam pada

Menurut tokoh-tokoh pendidikan anak-anak, seperti: Plato, Aristoteles, Frobel, Hurlock dan Spencer (dalam Satya, 2006) bermain adalah suatu upaya anak untuk mencari

Hal tersebut didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Jackson (2011) dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa budaya organisasi merupakan faktor penting

PENGARUH VIRAL MARKETING TERHADAP PURCHASE DECISION INVOLVEMENT DI DUSUN BAMBU.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

ANALISIS PENGARUH VARIABEL - VARIABEL LIVE MUSICAL PERFORMANCE TERHADAP AUDIENCE SATISFACTION (STUDI KASUS :PERTUNJUKKAN GRUP MUSIK MALIQ & D’ESSENTIALS PADA EVENT

dan Kegiatan Belajar Dalam Bekomu- nikasi Sosial dan Intelektual, Serta Apresiasi Seni, Serta

Menurut Nana Sudjana (1995:3), hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku yang mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Perubahan

Perustulomallia arvioitaessa ei siis pystytä tutkimaan minkä tekijöiden (byrokratia, kannustimet, informaatio) aiheuttamia mahdolliset muutokset esimerkiksi työllisyydessä ovat,