• Tidak ada hasil yang ditemukan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN,"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR

SALINAN

PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 5 TAHUN 2020

TENTANG

KEDUDUKAN PROTOKOLER PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MADIUN,

Menimbang : a. bahwa Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai lembaga perwakilan yang mewakili kepentingan dan aspirasi masyarakat harus mendapat penghormatan; b. bahwa untuk menghormati kedudukan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah dan Pejabat Pemerintahan Daerah serta dalam upaya penyesuaian terhadap dinamika yang tumbuh dan berkembang dalam sistem ketatanegaraan, budaya, dan tradisi bangsa, dipandang perlu suatu pengaturan keprotokolan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;

c. bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2010 tentang Keprotokolan, maka Peraturan Daerah Kota Madiun Nomor 10 Tahun 2007 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dipandang sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini sehingga perlu diganti;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Kedudukan Protokoler Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;

(2)

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kota Besar Dalam Lingkungan Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Dalam Daerah Istimewa Yogyakarta (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 45) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1954 tentang Pengubahan Undang-Undang Nomor 16 dan 17 Tahun 1950 (Republik Indonesia Dahulu) tentang Pembentukan Kota-Kota Besar dan Kota-Kota Kecil di Jawa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1954 Nomor 40 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 551); 3. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2010 tentang

Keprotokolan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5166);

4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 183, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6398);

5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);

(3)

6. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi

Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23,Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5588) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5898); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 1982 tentang

Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Madiun (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 1982 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3244);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4416) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan Dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4712);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6041);

(4)

10. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2010 tentang Keprotokolan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6243) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 20l9 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2010 tentang Keprotokolan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 149, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6375);

11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 120 Tahun 2018 tentang Perubahan

Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum

Daerah;

12. Peraturan Daerah Kota Madiun Nomor 6 Tahun 2017 tentang Pedoman Pembentukan Produk Hukum Daerah (Lembaran Daerah Kota Madiun Tahun 2017 Nomor 6/D, Tambahan Lembaran Daerah Kota Madiun Nomor 40);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA MADIUN dan

WALIKOTA MADIUN

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH.

(5)

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dengan Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kota Madiun.

2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota Madiun. 3. Walikota adalah Walikota Madiun.

4. Wakil Walikota adalah Wakil Walikota Madiun.

5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Madiun.

6. Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut Pimpinan DPRD adalah Ketua dan wakil-wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Madiun.

7. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut Anggota DPRD adalah mereka yang diresmikan keanggotaannya sebagai Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Madiun dan telah mengucapkan sumpah/janji berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

8. Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut Sekretariat DPRD adalah Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Madiun.

9. Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut Sekretaris DPRD adalah Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Madiun.

10. Keprotokolan adalah serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan aturan dalam acara resmi yang meliputi Tata Tempat, Tata Upacara, dan Tata Penghormatan sebagai bentuk penghormatan kepada seseorang sesuai dengan jabatan dan/atau kedudukannya dalam negara, pemerintahan, atau masyarakat.

(6)

11. Kedudukan Protokoler adalah kedudukan yang diberikan kepada seseorang untuk mendapatkan penghormatan, perlakuan, dan tata tempat dalam acara resmi atau pertemuan resmi.

12. Acara Resmi adalah acara yang bersifat resmi yang diatur dan dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dalam melaksanakan tugas dan fungsi tertentu, dihadiri oleh pejabat negara, pejabat pemerintah, pejabat pemerintah Daerah serta undangan lainnya.

13. Acara Kenegaraan adalah acara yang diatur dan dilaksanakan oleh panitia negara secara terpusat, dihadiri oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden, serta Pejabat Negara dan undangan lain.

14. Tata Tempat adalah pengaturan tempat bagi Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan, perwakilan negara asing dan/atau organisasi internasional, serta Tokoh Masyarakat Tertentu dalam Acara Resmi.

15. Tata Upacara adalah aturan untuk melaksanakan upacara dalam Acara Kenegaraan atau Acara Resmi. 16. Tata Penghormatan adalah aturan untuk melaksanakan

pemberian hormat bagi Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan, perwakilan negara asing dan/atau organisasi internasional, dan Tokoh Masyarakat Tertentu dalam Acara Kenegaraan atau Acara Resmi.

17. Bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Bendera Negara adalah Sang Merah Putih.

BAB II

RUANG LINGKUP KEDUDUKAN PROTOKOLER PIMPINAN DAN ANGGOTA DPRD

Pasal 2

Ruang lingkup Pengaturan Hak Potokoler meliputi: a. acara resmi;

b. tata tempat; c. tata upacara;

d. tata penghormatan; dan e. tata pakaian.

(7)

BAB III ACARA RESMI

Pasal 3

(1) Pimpinan dan Anggota DPRD memperoleh kedudukan protokoler dalam Acara Resmi.

(2) Acara resmi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Acara Resmi Pemerintah yang diselenggarakan di

Daerah;

b. Acara Resmi Pemerintahan Daerah yang menghadirkan Pejabat Pemerintah; dan

c. Acara Resmi Pemerintahan Daerah yang dihadiri oleh Pejabat Pemerintah Daerah.

(3) Selain Acara Resmi yang dimaksudkan pada ayat (2), acara resmi dalam Rapat Paripurna DPRD dan di luar Gedung DPRD diselenggarakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Acara Resmi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan tata tempat, tata upacara, tata penghormatan dan tata pakaian.

Pasal 4

Dalam hal Pimpinan DPRD dan/atau Anggota DPRD menerima undangan Acara Kenegaraan, Pimpinan DPRD dan/atau Anggota DPRD menghadiri Acara Kenegaraan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB IV TATA TEMPAT

Pasal 5

Tata tempat Pimpinan dan Anggota DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b dalam acara resmi yang diadakan di Daerah sebagai berikut:

a. Ketua DPRD di sebelah kiri Walikota;

b. Wakil-wakil Ketua DPRD bersama dengan Wakil Walikota setelah pejabat instansi vertikal lainnya; dan

c. Anggota DPRD ditempatkan bersama dengan pejabat Pemerintah Daerah lainnya yang setingkat Sekretaris Daerah, Asisten, Kepala Dinas/Kepala Badan, dan/atau Pimpinan Perangkat Daerah lainnya.

(8)

Pasal 6

(1) Tata tempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b dalam rapat-rapat DPRD sebagai berikut:

a. Ketua DPRD didampingi oleh Wakil-wakil Ketua DPRD; b. Walikota dan/atau Wakil Walikota ditempatkan sejajar

dan di sebelah kanan Ketua DPRD;

c. Wakil-wakil Ketua DPRD ditempatkan di sebelah kiri Ketua DPRD;

d. Anggota DPRD menduduki tempat yang telah disediakan untuk Anggota DPRD; dan

e. Sekretaris DPRD, Tokoh Masyarakat, Peninjau, dan undangan lainnya sesuai dengan kondisi ruangan rapat. (2) Dalam Rapat Paripurna, Pimpinan Rapat Paripurna sesuai dengan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Kota Madiun yang mengatur tentang Tata Tertib.

(3) Dalam Rapat Paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Sekretaris DPRD duduk di belakang Pimpinan

Rapat.

Pasal 7

Tata tempat dalam Acara Pengambilan Sumpah/Janji dan Pelantikan Walikota dan Wakil Walikota sebagai berikut:

a. Ketua DPRD di sebelah kiri Pejabat yang akan mengambil Sumpah/Janji dan melantik Walikota dan Wakil Walikota; b. Wakil-wakil Ketua DPRD duduk di sebelah kiri Ketua DPRD; c. Anggota DPRD menduduki tempat yang telah disediakan

untuk Anggota;

d. Walikota dan Wakil Walikota yang lama, duduk di sebelah kanan Pejabat yang akan mengambil Sumpah/Janji dan melantik Walikota dan Wakil Walikota;

e. Calon Walikota dan Wakil Walikota yang akan dilantik duduk di sebelah kiri Wakil-wakil Ketua DPRD;

(9)

f. Sekretaris DPRD, peninjau dan undangan sesuai dengan kondisi Ruangan Rapat;

g. Mantan Walikota dan Wakil Walikota setelah pelantikan duduk di sebelah kiri Wakil-wakil Ketua DPRD; dan

h. Walikota dan Wakil Walikota yang baru dilantik duduk di sebelah kanan Pejabat yang mengambil Sumpah/Janji dan melantik Walikota dan Wakil Walikota.

Pasal 8

Tata tempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b dalam Acara Pengucapan Sumpah/Janji Anggota DPRD meliputi:

a. Pimpinan DPRD duduk di sebelah kiri Walikota dan/atau Wakil Walikota, dan Ketua Pengadilan Negeri atau Pejabat yang ditunjuk duduk di sebelah kanan Walikota;

b. Anggota DPRD yang akan mengucapkan sumpah/janji, duduk di tempat yang telah disediakan;

c. Setelah pengucapan sumpah/janji, Pimpinan Sementara DPRD duduk di sebelah kiri Walikota;

d. Pimpinan DPRD yang lama dan Ketua Pengadilan Negeri atau Pejabat yang ditunjuk duduk di tempat yang telah disediakan;

e. Sekretaris DPRD duduk di belakang Pimpinan DPRD; f. Anggota DPRD yang lama, tokoh masyarakat, peninjau dan

undangan lainnya duduk di tempat yang telah disediakan; dan

g. Pers/Kru TV/radio disediakan tempat tersendiri. Pasal 9

Tata tempat dalam acara serah terima jabatan Walikota dan Wakil Walikota sebagai berikut:

a. Gubernur duduk di sebelah kanan Ketua DPRD;

b. Wakil-wakil Ketua DPRD duduk di sebelah kiri Ketua DPRD; c. Anggota DPRD menduduki tempat yang telah disediakan;

(10)

d. Walikota dan Wakil Walikota duduk di sebelah kanan Gubernur;

e. Mantan Walikota dan Wakil Walikota duduk di tempat yang telah disediakan; dan

f. Apabila Gubernur diwakili oleh Pejabat Provinsi duduk di tempat yang telah disediakan.

Pasal 10

Tata tempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b dalam acara pengambilan sumpah/janji dan pelantikan Ketua dan Wakil-wakil Ketua DPRD hasil pemilihan umum sebagai berikut:

a. Pimpinan Sementara DPRD duduk di sebelah kiri Walikota dan/atau Wakil Walikota;

b. Pimpinan Sementara DPRD duduk di sebelah kanan Ketua Pengadilan Negeri;

c. Setelah pelantikan, Ketua DPRD duduk di sebelah kiri Walikota dan/atau Wakil Walikota, Wakil-wakil Ketua DPRD duduk di sebelah kiri Ketua DPRD; dan

d. Mantan Pimpinan Sementara DPRD dan Ketua Pengadilan Negeri duduk di tempat yang telah disediakan.

Pasal 11

(1) Tata tempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b bagi Ketua Lembaga Negara/Wakil Ketua Lembaga Negara Republik Indonesia dalam Acara Resmi di Daerah ditentukan dengan urutan:

a. Ketua Lembaga Negara/Wakil Ketua Lembaga Negara; b. Gubernur;

c. Anggota Lembaga Negara; d. Walikota;

e. Wakil Walikota; f. Pimpinan DPRD; g. Anggota DPRD; dan

(11)

(2) Tata tempat bagi Tamu Lembaga Negara Asing dalam Acara Resmi di Daerah, ditentukan dengan urutan:

a. Ketua Lembaga Negara Asing; b. Gubernur dan/atau Walikota;

c. Duta Besar LBBP/Kepala Perwakilan Negara Asing untuk Republik Indonesia;

d. Pimpinan DPRD; e. Anggota DPRD;

f. Kepala Perwakilan Konsuler Negara Asing; dan g. Delegasi Lembaga Negara Asing.

BAB V TATA UPACARA

Pasal 12

(1) Tata upacara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c dalam Acara Resmi dapat berupa upacara bendera atau bukan upacara bendera.

(2) Untuk keseragaman, kelancaran, ketertiban dan kekhidmatan jalannya upacara dalam acara resmi, diselenggarakan berdasarkan tata upacara yang antara lain meliputi pedoman umum tata upacara dan pelaksanaan upacara.

Pasal 13

(1) Upacara bendera sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) untuk Acara Kenegaraan atau Acara Resmi,

meliputi:

a. hari ulang tahun Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia;

b. hari besar nasional;

c. hari jadi Provinsi Jawa Timur;

d. hari ulang tahun lahirnya Kota Madiun; dan

e. hari ulang tahun lahirnya kota/kabupaten daerah lain. (2) Tata upacara bendera sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dalam penyelenggaraan Acara Resmi, meliputi: a. tata urutan dalam upacara bendera;

b. tata Bendera Negara dalam upacara bendera;

c. tata Lagu Kebangsaan dalam upacara bendera; dan d. tata pakaian dalam upacara bendera.

(12)

Pasal 14

(1) Tata urutan dalam upacara bendera sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf a paling sedikit meliputi: a. pengibaran Bendera Negara diiringi dengan Lagu

Kebangsaan Indonesia Raya; b. mengheningkan cipta;

c. pembacaan naskah Pancasila;

d. pembacaan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan

e. pembacaan doa.

(2) Khusus untuk upacara bendera dalam rangka peringatan Hari Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, urutan acara ditentukan sebagai berikut:

a. mengenang detik-detik Proklamasi diiringi dengan tembakan meriam dan sirine;

b. pembacaan Teks Proklamasi; c. mengheningkan cipta;

d. pembacaan doa; dan

e. pengibaran Bendera Negara diiringi dengan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya.

Pasal 15

Tata Lagu Kebangsaan dalam upacara bendera, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf c, meliputi:

a. pengibaran atau penurunan Bendera Negara dengan diiringi Lagu Kebangsaan;

b. iringan Lagu Kebangsaan dalam pengibaran atau penurunan Bendera Negara dilakukan oleh korps musik atau genderang dan/atau sangkakala, sedangkan seluruh peserta upacara mengambil sikap sempurna dan memberikan penghormatan menurut keadaan setempat; c. dalam hal tidak ada korps musik atau genderang dan/atau

sangkakala pengibaran atau penurunan Bendera Negara diiringi dengan Lagu Kebangsaan oleh seluruh peserta upacara; dan

(13)

d. waktu pengiring lagu untuk pengibaran atau penurunan bendera tidak dibenarkan menggunakan musik dari alat rekam.

Pasal 16

(1) Pada waktu penaikan atau penurunan Bendera Negara, semua orang yang hadir memberi hormat dengan berdiri tegak dan khidmat sambil menghadapkan muka pada Bendera Negara sampai penaikan atau penurunan Bendera Negara selesai.

(2) Semua orang yang hadir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu:

a. orang berpakaian seragam resmi dari suatu organisasi atau instansi, memberi hormat menurut cara yang telah ditentukan oleh organisasinya; dan

b. orang tidak berpakaian seragam resmi dan apabila menggunakan semua jenis penutup kepala harus dibuka, kecuali kopiah, ikat kepala, sorban, dan kerudung atau topi wanita yang dipakai menurut agama atau adat-kebiasaan, memberi hormat dengan meluruskan lengan ke bawah, mengepalkan telapak tangan, dan ibu jari menghadap ke depan, merapat pada paha disertai pandangan lurus ke depan.

(3) Dalam Acara Resmi dapat digunakan pakaian sipil harian atau seragam resmi lain yang telah ditentukan.

BAB VI

TATA PENGHORMATAN Pasal 17

(1) Pimpinan dan Anggota DPRD mendapat penghormatan sesuai dengan penghormatan yang diberikan kepada pejabat pemerintah.

(2) Penghormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selain berupa pemberian tata tempat, juga berupa penghormatan bendera kebangsaan, lagu kebangsaan dan penghormatan jenazah apabila meninggal dunia serta pemberian bantuan sarana yang diperlukan untuk melaksanakan acara.

(14)

Pasal 18

(1) Dalam hal Pimpinan DPRD atau Anggota DPRD meninggal dunia, dilakukan pengibaran bendera setengah tiang selama satu hari.

(2) Apabila Pimpinan DPRD atau Anggota DPRD meninggal dunia di luar negeri, pengibaran Bendera Negara setengah tiang dilakukan sejak tanggal kedatangan jenazah di Indonesia.

(3) Pengibaran bendera setengah tiang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), terbatas pada gedung DPRD.

Pasal 19

Pelaksanaan pengibaran Bendera Negara setengah tiang dilakukan sebagai berikut:

a. Bendera Negara yang dikibarkan setengah tiang dinaikkan hingga ke ujung tiang, dihentikan sebentar dan diturunkan tepat setengah tiang; dan

b. Dalam hal Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada huruf a hendak diturunkan, dinaikkan terlebih dahulu hingga ujung tiang, dihentikan sebentar, kemudian diturunkan.

Pasal 20

Apabila pengibaran Bendera Negara sebagai tanda berkabung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2) bersamaan dengan pengibaran Bendera Negara dalam rangka peringatan hari-hari besar nasional, dua Bendera Negara dikibarkan berdampingan, yang sebelah kiri dipasang setengah tiang dan yang sebelah kanan dipasang penuh.

Pasal 21

(1) Bendera Negara sebagai penutup peti atau usungan jenazah dapat dipasang pada peti atau usungan jenazah Pimpinan DPRD atau Anggota DPRD yang meninggal dalam tugas, dan/atau warga negara Indonesia yang berjasa bagi bangsa dan negara.

(15)

(2) Bendera Negara sebagai penutup peti atau usungan jenazah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipasang lurus memanjang pada peti atau usungan jenazah, bagian yang berwarna merah di atas sebelah kiri badan jenazah.

(3) Bendera Negara sebagai penutup peti atau usungan jenazah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setelah digunakan dapat diberikan kepada pihak keluarga.

Pasal 22

Bantuan sarana, pemberian perlindungan ketertiban dan keamanan yang diperlukan dalam melaksanakan acara/tugas diberikan kepada, Pimpinan DPRD atau Anggota DPRD dengan tidak menimbulkan sifat berlebihan.

Pasal 23

(1) Pemberian penghormatan menggunakan Lagu Kebangsaan dalam acara resmi sesuai dengan ketentuan penggunaan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya yang berlaku.

(2) Penghormatan menggunakan Lagu Kebangsaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan penggunaan Lagu Kebangsaan.

(3) Lagu Kebangsaan wajib diperdengarkan dan/atau dinyanyikan:

a. untuk menghormati Presiden dan Wakil Presiden;

b. untuk menghormati Bendera Negara pada waktu pengibaran atau penurunan Bendera Negara yang diadakan dalam upacara;

c. dalam Acara Resmi yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah;

d. dalam acara pembukaan Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;

e. dalam acara atau kegiatan olahraga internasional yang diselenggarakan di Daerah; dan

(16)

f. dalam acara ataupun kompetisi ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni internasional yang diselenggarakan di Daerah.

(4) Setiap orang yang hadir pada saat Lagu Kebangsaan diperdengarkan dan/atau dinyanyikan, wajib berdiri tegak dengan sikap hormat.

BAB VII TATA PAKAIAN

Pasal 24

(1) Dalam menghadiri Rapat Paripurna, Pimpinan dan Anggota DPRD menggunakan Pakaian Sipil Harian (PSH).

(2) Dalam hal menghadiri Rapat Paripurna Pengambilan Keputusan, Rapat Paripurna Penandatanganan, dan Rapat Paripurna Khusus, Pimpinan DPRD dan Anggota DPRD menggunakan Pakaian Sipil Resmi (PSR).

(3) Dalam hal menghadiri Rapat Paripurna Istimewa Pimpinan

dan Anggota DPRD menggunakan Pakaian Sipil Lengkap (PSL).

(4) Dalam melaksanakan tugas sehari-hari dan menghadiri kegiatan selain yang tercantum pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), pakaian yang digunakan diatur lebih lanjut dalam Peraturan DPRD tentang Tata Tertib DPRD.

BAB VIII

KETENTUAN PENUTUP Pasal 25

Pada saat Peraturan Daerah ini berlaku, maka Peraturan Daerah Kota Madiun Nomor 10 Tahun 2007 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Daerah Kota Madiun Tahun 2007 Nomor 2/E) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

(17)

Salinan sesuai dengan aslinya a.n. WALIKOTA MADIUN

Sekretaris Daerah u.b.

Kepala Bagian Hukum

BUDI WIBOWO, SH Pembina Tingkat I NIP. 19750117 199602 1 001

Pasal 26

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Madiun.

Ditetapkan di Madiun

pada tanggal 1 September 2020 WALIKOTA MADIUN,

ttd H. MAIDI

Diundangkan di Madiun

pada tanggal 1 September 2020 SEKRETARIS DAERAH,

ttd RUSDIYANTO

LEMBARAN DAERAH KOTA MADIUN TAHUN 2020 NOMOR 3/D

NOREG PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR : 133-5/2020

(18)

PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 5 TAHUN 2020

TENTANG

KEDUDUKAN PROTOKOLER PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

I. UMUM

Penyelenggaraan Pemerintah Daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya pemenuhan hak konstitusional yang dijamin oleh negara dan meningkatkan pelayanan masyarakat, sehingga menjadi kewajiban bagi Pemerintah Daerah untuk menetapkan kebijakan daerah mengenai upaya pemenuhan hak demokrasi dan kebijakan umum yang memenuhi kehendak rakyat secara luas. Sebagai penyeimbang tugas dan amanah besar, maka penghormatan kepada pejabat pemerintahan daerah dalam hal ini Pimpinan dan Anggota DPRD harus memiliki akar filosofis yang menjadi konsideran dalam formulasi suatu peraturan daerah. Oleh karenanya, pada rancangan peraturan daerah dimaksud, yang menjadi landasan filosofis yaitu: “bahwa Daerah menghormati kedudukan para Pejabat Negara dan Pejabat Pemerintahan Daerah dengan suatu pengaturan keprotokolan”.

Pengaturan tentang kedudukan protokoler Pimpinan dan Anggota DPRD dapat dicermati dari cara menentukan tolok ukur keberhasilan DPRD menjalankan amanat rakyat, tidak terlepas dari sumber daya manusia, integritas, dan kredibilitas Pimpinan dan Anggota DPRD. Untuk menunjang hal tersebut, perlu dilakukan koordinasi antara DPRD dan Pemerintah Daerah agar terjalin hubungan yang baik, harmonis, serta tidak saling mendominasi satu sama lain. Peningkatan kerja sama secara kelembagaan dilaksanakan melalui keseimbangan antara mengelola dinamika politik disatu pihak dan tetap menjaga stabilitas pemerintahan daerah di pihak lain, sehingga pola keseimbangan pengelolaan pemerintahan daerah yang dilakukan dapat memberikan manfaat secara signifikan bagi peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah tersebut.

(19)

Untuk dapat berjalannya pola keseimbangan pengelolaan pemerintahan daerah perlu ditunjang dengan kesejahteraan yang memadai. Pengaturan tentang Kedudukan Protokoler Pimpinan dan Anggota DPRD, selain sebagai bentuk penghormatan kepada pejabat negara dan/atau pejabat pemerintahan daerah juga diproyeksikan untuk meningkatkan peran dan tanggung jawab pimpinan dan anggota perwakilan rakyat daerah dalam rangka mengembangkan kehidupan demokrasi, menjamin keterwakilan rakyat dan daerah dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenang lembaga, mengembangkan mekanisme keseimbangan antara DPRD dan Pemerintah Daerah, serta meningkatkan kualitas, produktivitas, kinerja DPRD, juga untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan. Oleh karenanya, pada rancangan Peraturan Daerah dimaksud, dirumuskalah landasan sosiologis yaitu: “bahwa dalam upaya penyesuaian terhadap dinamika yang tumbuh dan berkembang dalam sistem ketatanegaraan, budaya, dan tradisi bangsa, dipandang perlu suatu pengaturan keprotokolan secara menyeluruh”.

Terbitnya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2010 tentang Keprotokolan telah mencabut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1987 tentang Protokol yang menjadi dasar yuridis Peraturan Daerah Kota Madiun Nomor 7 Tahun 2007 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sudah tidak sesuai dengan perkembangan sistem ketatanegaraan sehingga perlu diganti. Selain pembaruan di sektor yuridis demikian, tentu berkenaan dengan semangat otonomi daerah diperlukan pula pengaturan berkenaan dengan kedudukan protokoler Pimpinan dan Anggota DPRD di Daerah. Secara terpisah, berkenaan dengan dukungan pembiayaan terhadap bentuk penghormatan pejabat negara dan/atau pejabat pemerintahan daerah demikian perlu diperhatikan pula ketentuan ketentuan Pasal 124 ayat (2), Pasal 178 ayat (2), dan Pasal 299 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Beberapa pasal tersebut mengandung tujuan mengenai perlunya menetapkan Peraturan Daerah tentang Kedudukan Protokoler Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1

Cukup jelas Pasal 2

(20)

Pasal 3 Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat (2)

Huruf a

Acara Resmi di Daerah adalah acara yang diselenggarakan di Kota, Kecamatan, dan Kelurahan.

Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Huruf a Cukup jelas. Huruf b

Yang dimaksud Instansi Vertikal adalah perangkat dari Kementerian atau Lembaga Pemerintah non Departemen yang mempunyai lingkungan kerja di wilayah Provinsi Jawa Timur dan Kota Madiun. Huruf c Cukup jelas. Pasal 6 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2)

Dalam hal Ketua DPRD dan Wakil-wakil DPRD tidak hadir dalam Rapat Paripurna, Pimpinan Rapat Paripurna dipilih sesuai dengan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Kota Madiun yang mengatur tentang Tata Tertib.

Ayat (3)

Cukup jelas Pasal 7

(21)

Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c

Duta Besar LBBP adalah Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2)

Ketentuan tata urutan upacara bendera ini dimaksudkan untuk menyesuaikan sejarah tata urutan upacara bendera pada saat Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada tahun 1945. Pasal 15

(22)

Pasal 16 Ayat (1)

Ketentuan ini tidak berlaku bagi orang yang tidak dapat melaksanakan seperti orang yang berkebutuhan khusus.

Ayat (2) Huruf a

Yang dimaksud seragam resmi dari suatu organisasi atau instansi adalah seragam resmi TNI, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan seragam instansi pemerintah / organisasi lainnya. Huruf b Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22

Bantuan sarana, pemberian perlindungan ketertiban dan keamanan didasarkan pada asas kepatutan.

Pasal 23 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4)

Yang dimaksud dengan "berdiri tegak dengan sikap hormat" pada waktu lagu kebangsaan diperdengarkan/ dinyanyikan adalah berdiri tegak di tempat masing-masing dengan sikap sempurna, meluruskan lengan ke bawah, mengepalkan telapak tangan, dan ibu jari menghadap ke depan merapat pada paha disertai pandangan lurus ke depan, kecuali bagi orang yang tidak dapat melaksanakan seperti orang yang berkebutuhan khusus.

Pasal 24

(23)

Pasal 25

Cukup jelas. Pasal 26

Cukup jelas.

Referensi

Dokumen terkait

Calmic Indonesia Cabang Palembang memiliki team service yang siap mengganti dan mengecek alat- alat yang telat dipasang kepada pelanggan setiap bulan, lalu masalah biaya yang

Manfaat dalam penelitian ini selain memberikan informasi maupun pengetahuan adalah sebagai pengetahuan ataupun wawasan untuk perusahaan dalam upaya meningkatkan kinerja

Corr, Nabe & Corr (2003) mengemukakan sikap yang berkaitan dengan kematian dapat berfokus pada hal-hal antara lain: (a) sikap tentang diri individu pada saat sekarat

Stok Pengaman : stok yang dipersiapkan untuk mengantisipasi kenaikan kunjungan, kejadian luar biasa, adanya waktu tunggu dan waktu kekosongan. Pada akhir periode distribusi

Moeljatno, mennyatakan bahwa hukum pidana adalah bagian dari pada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang menngadakan dasar-dasar aturan untuk (a)

Cara kedua yang dapat dilakukan mengenai pembukaan kerahasian perbanakan mengenai harta bersama berkaitan dengan perkara yang sedang dikaji penulis guna kepastian hukum, perlu

Sebagai pemberi pelayanan keperawatan, perawat memberikan pelayanan kesehatan kepada semua orang yang memiliki usia dan karakter yang berbeda sehingga dalam

A B C D E F utvrditi mogućnost def iniranja zajedničkih kriterija za rangiranje različitih usluga Srca ispitati koje kriterije voditelji smatraju važnima za Srce