• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Kepemimpinan Transformasional, Budaya Organisasi, Sikap Esprit De Corps pada Anggota Gegana Brimob Polda Jateng

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Peranan Kepemimpinan Transformasional, Budaya Organisasi, Sikap Esprit De Corps pada Anggota Gegana Brimob Polda Jateng"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1

ANALITIKA

Jurnal Magister Psikologi UMA

Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/analitika

Peranan Kepemimpinan Transformasional, Budaya Organisasi,

Sikap Esprit De Corps pada Anggota Gegana Brimob Polda Jateng

The Role of Transformational Leadership, Organizational Culture,

Attitudes of Esprit De Corps on Members of Gegana Brimob Polda

Central Java

Gading Alif Utomo*, Susana Prapunoto & Agus Ignatius Kristijanto

Program Magister Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana, Indonesia Diterima: 26 November 2020, disetujui: 24 Juni 2021, dipublish: 30 Juni 2021

*Corresponding author: E-mail: gadingalifutomo@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kepemimpinan transformasional dan budaya organisasi terhadap sikap esprit de corps pada Anggota Gegana Satuan Brimob Polda Jateng. Sampel yang digunakan adalah anggota Satbrimob Polda Jateng yang berjumlah 155 orang. Teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling. Analisa data yang digunakan adalah analisis regresi berganda. Hasil dari penelitian ini diperoleh bahwa; Terdapat pengaruh kepemimpinan transformasional dan budaya organisasi terhadap sikap esprit de corps; Terdapat pengaruh positif dan signifikan kepemimpinan transformasional terhadap sikap esprit de; Terdapat pengaruh positif dan signifikan budaya organisasi terhadap sikap esprit de corps. Temuan lainnya pada penelitian ini yaitu faktor idealized influence dan intellectual stimulation yang terdapat pada variabel kepeimipinan menunjukkan pengaruh yang paling signifikan terhadap timbulnya sikap esprit de corps. Faktor budaya organisasi yang paling berpengaruh signifikan terhadap munculnya sikap esprit de corps yaitu inovasi keberanian dan orientasi orang.

Kata kunci: Sikap Esprit De Corps; Kepemimpinan Transformasional; Budaya Organisasi

Abstract

This aims of this study is to reval the effect of transformational leadership and organizational culture on the esprit de corps attitude of the members of Gegana Unit, a special force belonged to Mobile Brigade Corps of The Central Java Police Departement. The sample used was 155 members of the Central Java Police Satbrimob. The sampling technique was purposive sampling. The data analysis used is multiple regression analysis. The results of this study indicate that (1) there is an influence of transformational leadership and organizational culture on the esprit de corps attitude; (2) There is a positive and significant effect of transformational leadership on the esprit de attitude; (3) There is a positive and significant influence of organizational culture on the esprit de corps attitude. Another finding in this study, there were the idealized influence and intellectual stimulation factors contained in the leadership variable showed the most significant influence on the attitudes of esprit de corps. The organizational culture factors that have the most significant influence on the attitudes of esprit de corps are courage innovation and people orientation.

Keywords: Attitude Esprit De Corps;Transformational Leadership; Organizational Culture

How to Cite: Utomo, G.A., Susana, P., Agus, I.K. (2021). Peranan Kepemimpinan Transformasional,

Budaya Organisasi, Sikap Esprit De Corps pada Anggota Gegana Brimob Polda Jateng, Analitika: Jurnal Magister Psikologi UMA, 13 (1): 1 - 11

(2)

PENDAHULUAN

Perkembangan organisasi yang bertambah kompleks dan kompetitif, tentunya menuntut organisasi untuk mau responsif supaya tetap terus bertahan dan berkembang. Pada berbagai sektor khususnya kepolisian, faktor sumber daya manusia merupakan faktor utama yang menjadi penggerak organisasi khususnya Polri.

Masyarakat sipil hingga media saat, baik media elektronik maupun media massa, semua pihak sedang menyoroti kinerja dan kualitas pelayanan Polri dimana Polri seringkali masih dinilai kurang keberpihakannya terhadap rakyat. Oleh karena itu, sesuai dengan fungsi dan tanggung jawabnya organisasi Polri harus mampu mengedepankan kinerjanya termasuk menjaga dan meningkatkan citra organisasi di masyarakat.

Ada berbagai bidang yang Kepolisian Republik Indonesia miliki disesuaikan dengan fungsi kerjanya masing-masing, seperti bidang lantas (lalu lintas), bidang brimob (brigade mobil), dan bidang binmas (pembinaan masyarakat). Pada penelitian ini peneliti akan lebih memfokuskan pada organisasi polisi salah satunya adalah Korps Brigade Mobile Polda Jateng. Korps Brigade Mobil atau sering disingkat Brimob adalah salah satu organisasi kesatuan operasi khusus yang bersifat paramiliter milik Kepolisian Negara Republik Indonesia. Adapun tugas dari Brimob adalah penanganan terrorisme domestik, penanganan kerusuhan, penegakan hukum berisiko tinggi, pencarian dan penyelamatan (SAR), penyelamatan sandera, dan penjinakan bom. Setiap anggota Brimob (Brigadir

Mobile) di Kepolisian Jawa Tengah, dalam penyelenggaran tugas-tugasnya tidak terlepas

dari adanya sikap Esprit de Corps yang dimilki oleh setiap prajurit. Untuk membangun sikap Esprit de Corps yang sehat agar tidak terjebak pada kebanggaan korps yang sempit dan keliru, dibutuhkan dukungan dari banyak hal dan salah satunya adalah faktor pimpinan.

Sikap esprit de corps atau semangat kesatuan pada anggota Satbrimob ini wajib dimiliki di antara anggota kelompok dimana termasuk di dalamnya memiliki kesamaan

core values, kode etik kehormatan, keberanian, komitmen, kebanggaan, serta pelayanan

antar anggota kelompok yang berjuang bersama untuk mencapai tujuan tertentu. (Moradzadeh et al., 2015) dalam penelitiannya mengemukakan esprit de corps merupakan gambaran umum dari suatu kelompok individu yang memiliki semangat dan keyakinan yang sama tentang organisasinya. Sikap Esprit de Corps bukan hanya penting di kalangan militer saja, tetapi juga di organisasi manapun. Jiwa korsa yang baik akan menciptakan kedisiplinan, ketertiban, peningkatan moril dan motivasi, dan tentu juga akan meningkatkan keterampilan profesionalisme mereka. Seorang anggota korps yang benar-benar memiliki jiwa korsa yang tinggi akan menunjukan penampilan yang epik (tidak loyo dan merendahkan martabat), pemberani dan segala tindakannya selalu terpuji, karena sikap jiwa korsa itu telah menjadi stimulan bagi anggota untuk selalu menjaga nama baik korpsnya.

Pentingnya dilakukan penelitian pada anggota Gegana Satbrimob lebih lanjut karena pada saat ini masih ditemukan personel Satbrimob yang melakukan penyimpangan yang berdampak pada menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap Polri. Penyimpangan yang dilakukan oleh personel Satbrimob khususnya akan berimplikasi pada teman seprofesi dan organisasi. Ketika terjadi suatu penyimpangan yang dilakukan oleh personel kepolisian maka rasa kebanggaan dan penghormatan terhadap organisasi Polri telah hilang dalam jiwa personel tersebut.

Menurut Prasetyo (2019) bahwa Esprit de Corps yang tinggi tentunya akan menimbulkan sikap terbuka dalam menerima saran maupun kritik, tidak membela kesalahan orang lain namun justru mengusahakan sesuatu pada proporsi yang

(3)

seadil-3

adilnya. Bersedia menegur atau memperbaiki sesama anggota korps lainnya yang berbuat tidak baik dan bukannya menutupi kesalahannya, serta berani mawas diri. Pembentukan sikap, perilaku esprit de corps dan standar kerja yang sama excellent-nya dipengaruhi salah satunya peran pemimpin organisasi. Menurut (Affandi et al., 2018) dalam penelitiannya menyatakan bahwa esprit de corps memegang peran yang sangat penting untuk langsung dapat mengurangi niat desersi tentara. Menurut mereka bahwa kepemimpinan memiliki korelasi yang positif dan signifikan terhadap munculnya sikap

esprit de corps, di mana esprit de corps dapat mengurangi potensi tindakan kriminalisasi

desersi anggotanya di masa depan.

Beberapa upaya untuk mewujudkan kepemimpinan yang efektif dapat ditunjukkan dengan menciptakan motivasi inspirasional, pengambilan keputusan yang efektif dan teladan ideal atau panutan dari para pemimpin. Perhatian individu dalam arti menghormati dan menerima perbedaan dalam keinginan bawahan dan komunikasi langsung dengan bawahan. Maka kepemimpinan sebagai faktor yang mampu menciptakan esprit de corps yang kuat sangat dibutuhkan untuk menekan keinginan prajurit untuk meninggalkannya. Pemimpin yang dapat dipercaya oleh anggotanya, tidak berbuat sesuka hati, mengutamakan kepentingan organisasi, konsisten dalam bertindak dan mampu berkoordinasi secara baik dengan seluruh anggotanya makalah pasti dapat menumbuhkan sikap esprit de corps di dalam organisasinya. Apalagi ketika seorang pemimpin terbukti mampu memberikan hasil yang membanggakan bagi kelompoknya, maka makin dipercayalah kredibilitasnya sebagai seorang pemimpin. Terciptanya semangat persatuan di dalam kelompok dan rasa bangga anggota juga akan timbul terhadap pimpinannya karena mereka merasa memiliki pemimpin yang mampu menciptakan hasil yang excellent, keteladanan dalam bersikap dan berperilaku. Selama seorang pemimpin tidak dapat menunjukan model / contoh yang baik seperti sering datang terlambat, maka dapat dipastikan semua anggotanyanpun akan hobi juga datang terlambat. Selama pemimpinnya mampu mendisiplinkan diri sendiri, maka anggotanya tidak akan memiliki alasan untuk bertindak sesuka hati dan melanggar disiplin

Jika sikap esprit de corps yang dimiliki oleh anggota Brimob Polda Jateng sudah terbentuk, maka bisa dipastikan akan tercipta energi dan sinergi yang besar bagi organisasi untuk menggapai mimpinya yaitu mewujudkan visi organisasi. Selain faktor kepemimpinan, budaya organisasi diasumsikan juga turut mempengaruhi munculnya sikap esprit de corps karena setiap anggota baru Brimob (Mobile Brigade Corps). Banyak anggota Brimob di Polda Jateng yang berasal dari latar belakang yang berbeda dan pasinya juga memiliki motif yang berbeda pula, oleh karena itu semua perbedaan ini harus disatukan agar bisa menjadi suatu kumpulan energi yang dapat digerakkan untuk menuju pencapaian visi dan misi bersama. Inilah pentingnya membentuk budaya organisasi. Menurut Schein (2015), budaya organisasi adalah suatu pola dasar yang dapat diterima oleh organisasi untuk memecahkan masalah, membentuk anggota yang mampu beradaptasi dengan lingkungan dan mempersatukan dalam visi dan misi yang sama dalam organisasi. Untuk itu harus diteladankan kepada anggota terutama para anggota baru dengan cara yang benar dalam menghadapi setiap permasalahan. Menurut Hefrizon (2014) bahwa semua organisasi memiliki budaya yang berbeda-beda, namun tidak semua budaya organisasi memiliki kekuatan yang sama dalam mempengaruhi perilaku para anggotanya. Menurutnya, budaya organisasi yang kuat (strong culture) yaitu suatu organisasi yang mampu menanamkan value diri nya secara kokoh dan dapat diterima secara luas oleh seluruh anggotanya. Semakin tinggi penerimaan anggota terhadap value

(4)

organisasi nya dan semakin besar komitmen anggota untuk tetap memegang teguh value tersebut maka menandakan semakin kuat budaya organisasi suatu tersebut.

Budaya organisasi ini merupakan faktor penting lainnya yang diasumsikan mampu memunculkan sikap esprit de corps pada anggota Gegana SatBrimob Polda Jateng karena suatu budaya yang tercipta dengan kuat dan kondusif dapat menumbuhkan kebiasaan – kebiasaan yang mewakili norma perilaku yang diikuti oleh anggota organisasi serta dapat mempersatukan setiap individu dalam melakukan aktivitas secara bersama-sama. Pada misi Korps Brimob Polri yang salah satunya adalah mewujudkan Korps Brimob Polri menjadi disiplin, solid dan loyal tentunya akan tercermin pada budaya organisasi di Polri dari sikap esprit de corps yang dimiliki anggotanya. Menurut penelitian Koesmono (2005) bahwa budaya organisasi berpengaruh terhadap motivasi (esprit de corps) dan kepuasan kerja serta kinerja anggotanya yang artinya suatu budaya organisasi yang terdiri dari falsafah, ideologi, nilai - nilai, keyakinan, harapan, dan norma-norma yang dimiliki oleh anggotanya dapat meningkatkan semangat esprit de corps, kepuasan kerja dan terutama kinerja dari seluruh anggotanya. Kreitner & Kinicki (2014) juga mengemukakan bahwa budaya organisasi adalah perekat sosial yang mengikat anggota dari organisasi tersebut sehingga kuatnya budaya organisasi yang dimiliki akan menciptakan sikap esprit de corps yang positif. Menurut Nikpour (2017) dalam penelitiannya juga mengemukakan bahwa budaya organisasi tidak hanya berpengaruh positif terhadap performance organisasi namun juga berpengaruh positif terhadap komitmen karyawannya, dimana komitmen merupakan kondisi seseorang mempertahankan keanggotaan dalam organisasi dengan menunjukkan esprit de corps.

Penelitian mengenai esprit de corps, kepemimpinan transformasional dan budaya organisasi ini belum pernah dilakukan sebelumnya di Satuan Brimob Polda Jateng, terutama di kesatuan anggota Gegana Satbrimob Polda Jateng. Adapun latar belakang perlunya dilakukan riset lebih lanjut di kesatuan ini juga telah dipaparkan baik mengenai institusi Polri secara umum maupun Satuan Brimob Polda Jateng secara khusus. Penelitian ini menurut penulis masih “fresh” untuk dilakukan dan bisa dilanjutkan sebagai masukkan untuk institusi dimana peneliti juga mengabdikan diri di kesatuan Brimob Polda Jateng ini. Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menguji secara signifikasi mengenai pengaruh gaya kepemimpinan transformasional dan budaya organisasi pada anggota Gegana Satbrimob Polda Jateng.

METODE PENELITIAN

Populasi dalam penelitian ini adalah anggota Detasemen Gegana Satbrimob Kepolisian Jateng yang berjumlah 171 anggota. Adapun karakteristik sampel yang tidak peneliti gunakan adalah subjek dengan kepangkatan Perwira yang berjumlah 16 orang sehingga total sampel yang digunakan adalah 155 anggota. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Adapun karakteristik responden dapat dilihat pada tabel 1.

(5)

5

Pada tabel 1, dapat dilihat bahwa anggota Gegana Brimob dengan golongan Bintara didominasi masa kerja lebih dari 20 tahun, sedangkan pada golongan Tamtama didominasi dengan masa kerjanya kurang dari 5 tahun. Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert dengan rentang skor 1-5. Dimana pada variabel sikap

esprit de corps didasarkan pada teori Robbins & Coulter (2005) yang terdiri 3 aspek yaitu

kognitif, afektif dan konatif diukur dengan skala Likert dengan jumlah item sebanyak 24 item dan kesemuanya sahih. Variabel kepemimpinan transformasional yang diukur dengan menggunakan skala Multifactor Leadership Questionaire dari (B M Bass & Avolio, 2000) yang terdiri dari Aspek idealisasi (Idealized Influence), pertimbangan individual (Individual Consideration), motivasi inspirasional (Inspirational Motivation) dan stimulasi intelektual (Intellectual stimullation) serta disusun dalam 20 item, juga semua aitemnya sahih. Sedangkan variabel Budaya organisasi diukur dengan menggunaka skala budaya organisasi yang didasarkan pada teori (Stephen P. Robbins, 2005) yang terdiri dari inovasi dan keberanian mengambil risiko, perhatian pada hal-hal rinci, orientasi hasil, orientasi orang, orientasi tim, keagresifan, dan stabilitas. Variabel budaya organisasi memiliki 28 item, dan terdapat 1 aitem yang gugur. Adapun analisa data yang digunakan adalah analisis regresi berganda dan statistik deskriptif dengan menggunakan bantuan SPSS versi 23.0.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada skala sikap esprit de corps diperoleh nilai daya diskriminasi item berkisar antara 0,329 – 0,769 dan nilai reliabilitas sebesar 0,934. Pada skala kepemimpinan transformasional diperoleh nilai daya diskriminasi item berkisar antara 0,383 – 0,763 dan nilai reliabilitas sebesar 0,910. Pada skala budaya organisasi diperoleh nilai daya diskriminasi item sebesar 0,472 – 0,718 dan nilai reliabilitas sebesar 0,943. Karena nilai reliabilitas di ketiga variabel tersebut > 0,6 maka reliabilitas pada ketiga instrumen tersebut sangat memuaskan. Hasil uji normalitas pada ketiga variabel dan pada golongan Tamtama maupun Bintara menunjukkan nilai sig = 0,200 (p > 5%) Berdasarkan uji normalitas tersebut dapat disimpulkan bahwa distribusi dari ketiga variabel tersebut adalah normal. Adapun kurva nornalitas dapat dilihat pada gambar 1.

(6)

Pada uji asumsi multikolinearitas, Variable kepemimpinan transformasional (X1)

dan variable budaya organisasi (X2) pada golongan Tamtama memiliki nilai tolerance

golongan Tamtama memiliki nilai tolerance sebesar 0,402 > 0,1 serta nilai VIF 2,488 < 10 berarti tidak terjadi multikolinearitas. Sedangkan pada golongan Bintara nilai tolerance sebesar 0,661 > 0,1 serta nilai VIF 1,512 < 10 berarti tidak terjadi multikolinearitas.

Pada uji heteroskedastistas, variabel kepemimpinan transformasional memiliki nilai p = 0,080 dan budaya organisasi memiliki nilai p = 0,510 yang berarti kedua variabel tersebut tidak terjadi gejala heteroskedastisitas dalam model regresi karena keduanya memiliki signifikansi ≥ 5%. Adapun hasil uji hipotesis secara simultan dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Uji F Regresi

Pada tabel di atas terlihat bahwa nilai R = 0,765; R2 = 0,586; F = 107, 452 dengan

sig. = 0,000 (p < 5%) yang berarti H1 dapat diterima. Artinya “Ada pengaruh yang

signifikan antara kepemimpinan transformasional dan budaya organisasi terhadap esprit

de corps”, dan besarnya koefisien determinasi dari variabel kepemimpinan

transformasional serta budaya organisasi terhadap variabel sikap esprit de corps adalah 58,6 %. Pada uji hipotesis secara partial dapat dilihat pada tabel 3.

(7)

7

Tabel 3. Uji t

Interpretasi dari persamaan linear regresi berganda tersebut dapat diartikan sebagai berikut: Bila variabel bebas atau independent dianggap konstan, maka pengaruh kepemimpinan transformasional dan budaya organisasi terhadap sikap esprit de corps adalah sebesar 25,627; Koefisien regresi kepemimpinan transformasional sebesar +0,336 artinya jika X1 ( Kepemimpinan Transformasional) naik sebesar 1 satuan, maka akan

mempengaruhi kepemimpinan transformasional terhadap sikap esprit de corps sebesar 0,336 satuan, dengan asumsi bahwa variabel lain dianggap konstan. Semakin baik kualitas kepemimpinan transformasional yang dimiliki maka akan berdampak pada semakin meningkat pula sikap esprit de corps yang dimiliki oleh anggota Gegana Satbrimob Polda Jateng; Koefisien regresi X2 (Budaya Organisasi) sebesar +0,442 artinya jika X2 (Budaya

Organisasi) naik sebesar 1 satuan, maka akan mempengaruhi budaya organisasi terhadap sikap esprit de corps sebesar 0,442 satuan, dengan asumsi bahwa variabel lain dianggap konstan. Semakin baik budaya organisasi yang dijalankan maka semakin meningkat sikap esprit de corps yang dimiliki oleh anggota Gegana Satbrimob Polda Jateng.

Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh diperoleh hasil bahwa kepemimpinan transformasional dan budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap esprit de corps. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yaitu dari Menurut (Affandi et al., 2018) dalam penelitiannya menyatakan bahwa esprit de corps memainkan peran yang sangat penting dalam mengurangi niat desersi tentara. Faktor kepemimpinan ini terbukti berdampak positif dan signifikan terhadap esprit de corps, di mana esprit de corps dapat mengurangi potensi tindakan kriminalisasi desersi di masa depan. Beberapa strategi untuk mewujudkan kepemimpinan yang efektif adalah dengan memberikan perhatian kepada individu secara khusus, menciptakan motivasi inspirasional, melakukan pengambilan keputusan yang tepat dan menjadi suri teladan ideal atau panutan dari para anggotanya. Maka kepemimpinan sebagai faktor yang mampu menciptakan esprit de

corps yang kuat sangat dibutuhkan untuk menekan keinginan prajurit untuk

meninggalkannya. Tingkat esprit de corps pada anggota Gegana Satbrimob Polda Jateng tergolong tinggi, dimana hal ini ditunjukkan dari nilai Mean Empiris = 107,9742;Mean Hipotetik pada skala sikap esprit de corps sebesar 72, dan Standar Deviasi Hipotetik = 16, hal ini menunjukkan bahwa esprit de corps yang dimiliki anggota Gegana Satbrimob Polda Jateng termasuk tinggi ( 97,42 % ) artinya semangat kesatuan pada anggota Gegana Satbrimob yang dimiliki antara anggota kelompok sangat kuat. Sedangkan nilai kepemimpinan transformasional yang dipersepsikan anggota Gegana Satbrimob Polda Jateng juga tergolong tinggi (91,61 %) dimana terlihat dari nilai Mean Empiris (ME) = 87,6; Mean Hipotetik (MH) = 60; Standar Deviasi Hipotetik (SDh) = 13,33 artinya kemampuan pemimpin dalam bekerja dapat berfokus pada pencapaian perubahan

(8)

nilai-nilai, kepercayaan, sikap, perilaku, emosional, dan kebutuhan anggotanya menuju perubahan yang lebih baik di masa depan. Kepemimpinan yang bersatu dengan anggota akan memberikan kohesi yang kuat bagi semua anggota untuk menciptakan esprit de

corps yang kuat juga. Kepemimpinan memengaruhi kinerja baik secara langsung maupun

melalui peningkatan esprit de corps (Bernard M. Bass et al., 2003). Kualitas kepemimpinan yang tinggi akan mendorong peningkatan mentalitas dan loyalitas prajurit. Semangat tinggi dan hati sekuat baja kemudian membuat prajurit memenangkan perang (Fennell, 2011).

Budaya organisasi yang dipersepsikan oleh anggota Gegagna Satbrimob Polda Jateng dalam penelitian ini juga tergolong tinggi (96,77 %) dimana terlihat dari nilai Mean Empiris (ME) = 119,7613,nilai Mean Hipotetik (MH) = 81 dan Standar Deviasi Hipotetik (SDh) = 18, ini berarti norma, nilai, kepercayaan yang dibuat dan dipelajari oleh sekelompok anggota di kesatuan Brimob Polda Jateng dalam menyatukan organisasinya tergolong baik. (Shahzad et al., 2012) berpendapat bahwa budaya organisasi memiliki dampak yang mendalam pada kinerja organisasi hal ini terlihat salah satunya dari sikap

esprit de corps yang dimiliki oleh anggotanya. Selain itu, (Ghorbanhosseini, 2013)

menemukan bahwa budaya organisasi memiliki pengaruh langsung dan signifikan terhadap komitmen organisasi. Adapun analisa lebih lanjut juga menunjukkan bahwa pengaruh kepemimpinan transformasional dan budaya organisasi pada golongan Bintara juga terbukti signifikan dengan nilai sig = 0,000 (p < 5%). Adapun besarnya pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap sikap esprit de corps pada golongan Bintara adalah sebesar 23,21 % sedangkan besarnya pengaruh budaya organisasi terhadap sikap

esprit de corps pada golongan Bintara sebesar 33,10 % , ini berarti variabel budaya

organisasi lebih mendominasi pengaruhnya terhadap munculnya sikap esprit de corps pada golongan Binatara. Selain itu pula pada aspek kepemimpinan transformasional juga membuktikan bahwa aspek idealized influence (23,09 %) dan intellectual stimulation (2,19 %) mempengaruhi timbulnya sikap esprit de corps. Sedangkan pada aspek budaya organisasi pada golongan Bintara membuktikan bahwa aspek inovasi keberanian (20,12 %) serta orientasi orang (17,25 %) mempengaruhi timbulnya sikap esprit de corps.

Sedangkan uji simultan KT dan BO berpengaruh terhadap sikap esprit de corps pada golongan Tamtama dimana hal ini ditunjukkan dari nilai sig = 0,000 (p < 5%), namun secara parsial pada variabel kepemimpinan transformasional (KT) diperoleh nilai sig. > 5% yang berarti kepemimpinan transformasional tidak berpengaruh terhadap sikap

esprit de corps. Pada variabel budaya organisasi diperoleh nilai sig. < 5% yang berarti

budaya organisasi berpengaruh terhadap sikap esprit de corps. Pada aspek budaya organisasi ada tiga aspek yang mempengaruhi munculnya sikap esprit de corps pada anggota Gegana golongan Tamtama diantaranya aspek orientasi orang (35,40 %), aspek orientasi tim (10,51 %), aspek keagresifan (10,17 %)

Hasil penelitian ini menunjukkan ada pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap sikap esprit de corps. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian (Cha et al., 2015) yang menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional dapat mempengaruhi kualitas kerjasam tim dimana pemimpin yang transformasional akan membantu para anggotanya untuk rela bekerja demi tujuan kolektif yang lebih tinggi adalah kepentingan pribadi mereka sehingga para anggota akan saling berkolaborasi antar tim dan menumbuhkan sikap rela berjuang demi organisasinya ( esprit de corps). Kepemimpinan memengaruhi kinerja secara langsung maupun melalui peningkatan

esprit de corps (Bernard M. Bass et al., 2003) Kepemimpinan spiritual secara langsung

(9)

9

kepemimpinan yang tinggi akan mendorong peningkatan mentalitas dan loyalitas prajurit. Semangat tinggi dan hati sekuat baja kemudian membuat prajurit memenangkan perang (Fennell, 2011). Pada penelitian ini juga menunjukkan bahwa dari keempat aspek kepemimpinan transformasional yang dimiliki oleh anggota Gegana Satbrimob Polda Jateng hanya dua aspek saja yang memberikan pengaruh signfikan terhadap timbulnya sikap esprit de corps yaitu idealized influence dan intellectual stimulation

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap sikap esprit de corps. Hal ini didukung oleh hasil penelitian (Taurisa & Ratnawati, 2012) yang menyatakan bahwa budaya organisasi dapat mempengaruhi komitmen anggotanya dimana komiten ini tersirat dalam sikap esprit de corps anggota Gegana Satbrimob terhadap organisasi dimana budaya organisasi yang paling berpengaruh signifikan terhadap munculnya sikap esprit de corps di penelitian ini yaitu inovasi keberanian dan orientasi orang. Anggota yang memiliki budaya organisasi kuat akan menunjukkan loyalitas yang tinggi terhadap organisasi, mematuhi pedoman atau peraturan yang berlaku diorganisasi, nilai – nilai organisasi dihayati dan dilaksanakan dalam tingkah laku sehari-hari, menurunnya turn over, memiliki komitmen terhadap organisasi. Sebaliknya bila anggota kelompok tersebut memiliki budaya organisasi yang rendah maka akan terlihat dari kelompok – kelompok yang saling bertentangan satu sama lain, kesetiaan pada kelompok melebihi kesetiaan kepada organisasi, dan anggota tidak segan-segan mengorbankan kepentingan organisasi untuk kepentingan kelompok atau pribadi. (Robbins & Judge, 2008) mengartikan budaya organisasi sebagai sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi lainnya. Menurut mereka, budaya organisasi mewakili sebuah persepsi yang sama dari para anggota organisasi. Oleh karena itu, diharapkan bahwa individu-individu yang memiliki latar belakang berbeda atau berada pada tingkatan yang tidak sama dalam organisasi dapat memahami budaya organisasi dengan pengertian yang serupa.

Hal ini dapat diartikan bahwa budaya organisasi yang positif memiliki kontribusi terhadap pembentukan esprit de corps seperti halnya yang dikemukakan oleh (Boyt et al., 2005) bahwa esprit de corps (EDC) merupakan kedalaman perasaan yang dimiliki anggota dan menimbulkan kepuasan kerja serta menumbuhkan dukungan di antara anggota tim lainnya. Intinya Esprit de corps membentuk suasana kerja kelompok di mana individu saling mempengaruhi dan menyelesaikan masalah pekerjaan sebagai sebuah tim ((Jaworski & K.Kohli, 1993); (Boyt et al., 2005) dan untuk melayani tujuan organisasi (Reisel et al., 2005) sehingga terbentuklah budaya organisasi yang positif. Pada penelitian ini juga ditemukan bahwa dari tujuh aspek pada variabel budaya organisasi ada dua aspek yang berpengaruh signifikan terhadap munculnya sikap esprit de corps yaitu inovasi keberanian dan orientasi orang. Pada penelitian ini diperoleh pula hasil yang menunjukkan bahwa masa kerja berpengaruh terhadap sikap esprit de corps dan budaya organisasi. Namun sebaliknya justru masa kerja tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap variabel kepemimpinan transformasional, hal ini ditunjukkan dengan nilai sig = 0,187 ( p > 5% ). Adapun adanya pengaruh masa kerja terhadap sikap esprit de

corps dibuktikan dengan nilai F = 3,448 ; p = 0,010 ( p < 5% ), dan juga masa kerja

mempengaruhi budaya organisasi dibuktikan dengan nilai F = 6,478; p = 0,000 ( p < 5%). Adapun lamanya masa kerja yang berpengaruh terhadap variabel sikap esprit de

corps adalah masa kerja kurang dari 5 tahun, 11-15 tahun, 16-20 tahun. Ini menunjukkan

bahwa anggota Gegana Satbrimob Polda Jateng tidak selamanya dapat menunjukkan sikap esprit de corps dimana anggota Gegana lebih dominan menunjukkan sikap esprit de

(10)

corps dalam bekerja hanya di tiga periode masa kerja saja yaitu saat awal mereka bekerja

kurang dari 5 tahun, lalu setelah periode 5 tahun bekerja sikap esprit de coprs yang mereka miliki menunjukkan penurunan yang cukup signifikan sehingga terlihat di masa kerja 11-15 tahun adalah titik terendah sikap esprit de corps mereka dan perlahan-lahan meningkat kembali atau menunjukkan sikap esprit de corps yang positif di masa kerja 16-20 tahun.

SIMPULAN

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara kepemimpinan transformasional dan budaya organisasi terhadap esprit de corps. Kepemimpinan transformasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap sikap

esprit de corps. Budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap sikap esprit de corps. Faktor idealized influence dan intellectual stimulation yang terdapat pada

variabel kepeimipinan menunjukkan pengaruh yang paling signifikan terhadap timbulnya sikap esprit de corps. Faktor budaya organisasi yang paling berpengaruh signifikan terhadap munculnya sikap esprit de corps yaitu inovasi keberanian dan orientasi orang. Perbedaan golongan pada anggota Gegana tidak mempengaruhi sikap

esprit de corps, kepemimpinan transformasional, dan budaya organisasi di Polrestasbes

Jateng. Masa kerja berpengaruh terhadap sikap esprit de corps dan budaya organisasi. Adapun lamanya masa kerja yang berpengaruh terhadap variabel sikap esprit de corps dan budaya organisasi adalah anggota dengan masa kerja kurang dari 5 tahun, 11-15 tahun, 16-20 tahun.

Bila peneliti selanjutnya tertarik untuk mempedalam riset ini maka sebaiknya generalisasi hasil untuk konteks yang lebih luas dapat dilakukan dengan hati-hati karena untuk mereplikasi analsis ini dalam konteks budaya yang berbeda dapat menghasilkan analisis yang berbeda pula, selain itu dapat memperluas kriteria sampel untuk lebih menyempurnakan implikasi dari hasil penelitian ini serta menambahkan faktor-faktor lainnya terkait sikap esprit de corps seperti: pengalaman pribadi, kecerdasan emosional, kepuasan kerja, intensi disersi.

Bagi institusi diharapkan dapat lebih memfokuskan pada masa kerja anggota yang telah mencapai 5-10 tahun untuk lebih meningkatkan esprit de corps, kepemimpinan organisasi dan budaya organisasi dengan cara selalu mengkomunikasikan visi misi organisasi kepada semua anggota secara terbuka, atasan dapat mengembangkan standar sikap yang harus dimiliki setiap anggota dalam melaksanakan tugas / melayani masyarakat, memberikan reward kepada anggota yang konsisten dalam menerapkan peraturan yang telah ditetapkan, perlu adanya review performa / kinerja anggota untuk melihat seberapa baik individu telah memaksimalkan potensi yang dimiliki bagi organisasidan negaranya.

Sedangkan bagi anggota Gegana Satbrimob Polda Jateng disarankan agar anggota dapat mempertahankan sikap esprit de corps yang dimiliki dari awal bekerja hingga 20 tahun mendatang dengan ikut aktif dalam setiap kegiatan yang direncanakan organsasi seperti : acara gathering, motivasi dll.

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, L. A., Akbar, M., & Purwana, D. (2018). Esprit de Corps and Desertion Intention in Indonesian Navy. Journal of Business and Behavioural Entrepreneurship. https://doi.org/10.21009/jobbe.002.2.01 Bass, B M, & Avolio, B. J. (2000). Multifactor Leadership Questionnaire (MLQ).

https://www.mindgarden.com/16-multifactor-leadership-questionnaire.

(11)

11 Transformational and Transactional Leadership. Journal of Applied Psychology, 88 (2): 207–218. https://doi.org/10.1037/0021-9010.88.2.207.

Boyt, T., Lusch, R., & Mejza, M. (2005). Theoretical Models of the Antecedents and Consequences of Organizational, Workgroup, and Professional Esprit de Corps. European Management Journal, 23 (6), 682-701. https://doi.org/10.1016/j.emj.2005.10.01314568244

Cha, J., Kim, Y., Lee, J. Y., & Bachrach, D. G. (2015). Transformational Leadership and Inter-Team Collaboration: Exploring the Mediating Role of Teamwork Quality and Moderating Role of Team Size. Group and Organization Management, 40 (6), 715-743. https://doi.org/10.1177/10596011.

Fennell, J. (2011). Steel My Soldiers’ Hearts’: El Alamein Reappraised. Journal of Military and Strategic Studies (JMSS), 14 (1), 1-31.

Fry, L. W., Hannah, S. T., Noel, M., & Walumbwa, F. O. (2011). Impact of Spiritual Leadership on Unit Performance. Leadership Quarterly, 22(2). https://doi.org/10.1016/j.leaqua.2011.02.002.

Ghorbanhosseini, M. (2013). The Effect of Organizational Culture, Teamwork and Organizational Development on Organizational Commitment: The Mediating Role of Human Capital. Tehnicki Vjesnik, 20(6), 1019-1025.

Hefrizon. (2014). Pengaruh Kepemimpinan Transformasional dan Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Anggota Kepolisian di Satuan Brimob Polda DIY. Jurnal Bisnis Teori dan Implementasi, 5 (2), 232-245.

Jaworski, B. J., & K.Kohli, A. (1993). Market orientation : Antecedents and Consquences. JSTOR, 53-70. Koesmono. (2005). Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Motivasi dan Kepuasan Kerja Serta Kinerja

Karyawan. Jurnal Manajemen Dan Kewirausahaan, 7 (2). https://doi.org/10.9744/jmk.7.2.pp.%20171-188.

Kreitner, R., & Kinicki, A. (2014). Perilaku Organisasi – Organizational Behaviour. Edisi 9, Buku 1. Jakarta : Salemba Empat.

Moradzadeh, A., Parmuzeh, A., Asoudeh, M. A., & Kord, H. (2015). The Influence of Spiritual Leadership in Promoting Organizational Citizenship Behaviors of Employees. Asian Journal of Research in Business Economics and Management, 5 (1), 198-211. https://doi.org/10.5958/2249-7307.2015.00010.9 Nikpour, A. (2017). The Impact of Organizational Culture on Organizational Performance: The Mediating

Role of Employee’s Organizational Commitment. International Journal of Organizational Leadership, 6 (1), 65-72. https://doi.org/10.33844/ijol.2017.60432

Prasetyo, D. P. (2019). Etos Kerja dan Jiwa Korsa Prajurit dalam Pelaksanaan Tugas dan Fungsi pada Satuan Pendidikan Kapal Selam TNI AL di Kodiklatal Surabaya. Jurnal Manajemen dan Administrasi Publik, 2 (1), 14-26

Reisel, W. D., Chia, S. L., & Maloles, C. M. (2005). Job Insecurity Spillover to Key Account Management: Negative Effects on Performance, Effectiveness, Adaptiveness, and Esprit de Corps. Journal of Business and Psychology, 19(4), 483-503. https://doi.org/10.1007/s10869-005-4521-7

Robbins, S., & Judge, T. (2008). Perilaku Organisasi (Edisi ke-12). Jakarta: Salemba Empat.

Schein, E. H. (2015). Corporate Culture. In International Encyclopedia of the Social & Behavioral Sciences: Second Edition. https://doi.org/10.1016/B978-0-08-097086-8.73014-5

Shahzad, F., Luqman, adell rana, Khan, ayesya rashid, & Shabbir, L. (2012). Impact of Organiztion Culfure on Organization Performance : An Overview. Interdisciplinary Journal of Contemporary Research in Business, 3 (9), 975-985

Stephen P. Robbins. (2005). Principles of Organizational Behavior. England: Pearson Custom Publishing. Taurisa, C. M., & Ratnawati, I. (2012). Analisis Pengaruh Budaya Organisasi dan Kepuasan Kerja terhadap

Komitmen Organisasional dalam meningkatkan Kinerja Karyawan. Jurnal Bisnis Dan Ekonomi (JBE), 19 (2).

Gambar

Tabel 2. Uji F Regresi

Referensi

Dokumen terkait

1) Kesadaran akan keindahan dan keteraturan alam untuk meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 2) Pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang dasar dari prinsip

Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan dapat diketahui kemampuan dari sistem yang dibuat mampu untuk mengolah data output dari IDS snort serta dapat mengenali

Seiring dengan perkembangan kebutuhan fasilitas perkantoran berupa gedung-gedung tinggi yang rawan terhadap beban gempa, dibutuhkan perencanaan khusus dalam

Hasil kajian yang dijalankan oleh Department for Education and Employment (DfEE, 1999) menunjukkan bahawa persekitaran sekolah boleh digunakan dengan berkesan untuk

Pengaruh Latihan Meremas Bola Tenis Terhadap Kekuatan Otot Ekstremitas Atas Pada Pasien Stroke Non Hemoragi di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi..

Berdasarkan pasal 1 ayat 12 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, secara garis besar peneliti menjabarkan esensi hasil penelitian terkait dengan pemberdayaan yang

Teori agensi menyatakan bahwa perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi akan mengurangi pengungkapan tanggung jawab sosial yang dibuatnya agar tidak menjadi