1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian
Bursa Efek Indonesia (BEI) merupakan salah satu lembaga di pasar modal yang terbentuk melalui penggabungan (merger) antara Bursa Efek Jakarta (BEJ) dengan Bursa Efek Surabaya (BES). Sebelum dilakukan penggabungan (merger) Bursa Efek Jakarta (BEJ) yang beroperasi di Jakarta dikelola oleh BAPEPAM yang merupakan milik pemerintah, sedangkan Bursa Efek Surabaya (BES) yang beroperasi di Surabaya dikelola oleh PT. Bursa Efek Surabaya yang merupakan milik swasta, dan Bursa Paralel dikelola oleh Persatuan Perdagangan Uang dan Efek-efek (PPUE). Pemerintah memutuskan untuk menggabung Bursa Efek Jakarta sebagai pasar saham dengan Bursa Efek Surabaya sebagai pasar obligasi dan derivatif demi efektivitas operasional dan transaksi (www.sahamok.com).
BEI berfungsi untuk menyediakan informasi laporan tahunan perusahaan publik dan pengambilan keputusan pihak shareholder dan stakeholder perusahaan terkait. Menurut Undang-Undang Pasar Modal No.8 tahun 1995, pasar modal diartikan sebagai “Kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan Efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek. Pasar modal memiliki peran penting bagi perekonomian suatu negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yang pertama sebagai sarana bagi pendanaan usaha atau sebagai sarana bagi perusahaan untuk mendapatkan dana dari para investor yang dapat digunakan untuk usaha, ekspansi, penambahan modal kerja dan lain-lain, kedua pasar modal digunakan sebagai sarana bagi masyarakat untuk berinvestasi pada instrument keuangan seperti saham, obligasi, reksa dana, dan lain-lain” (www.idx.co.id).
Bursa Efek Indonesia telah mengalami perkembangan dalam kemajuan perekonomian dan meningkatkan kegiatan ekonomi dalam mendorong perindustrian Indonesia untuk menciptakan produk dan layanan yang memberikan kemudahan bagi investor. Bursa Efek Indonesia terbagi atas tiga sektor utama yaitu:
2
utama, manufaktur, dan jasa. Terdapat klasifikasi sembilan sektor yang digunakan BEI dalam mengelompokkan emitennya yaitu: sektor pertanian, sektor pertambangan, sektor industri dasar dan kimia, sektor aneka industri, sektor aneka barang konsumsi, sektor properti, real estate, dan kontruksi bangunan, sektor infrastruktur utilitias dan transportasi, sektor keuangan, dan sektor perdagangan, jasa dan investasi (www.sahamok.com).
Berdasarkan Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian pada tahun 2016 mengungkapkan bahwa salah satu industri yang memberikan kontribusi terbesar terhadap produk domestik bruto nasional ialah perusahaan-perusahaan industri pengolahan (manufaktur) yaitu sebesar 20,51% (Kemenperin, 2017:29). Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dalam siaran pers 2017, mengungkapkan bahwa kontribusi industri makanan dan minuman mencapai 34,17%. Industri makanan dan minuman nasional mencatatkan pertumbuhan sebesar 7,19% pada triwulan II tahun 2017. Capaian tersebut turut beperan dalam kontribusi manufaktur andalan ini terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) industri non-migas yang mencapai 34,17% atau tertinggi dibandingkan sektor lainnya yaitu industri barang logam, barang elektronik dan peralatan listrik yang mencapai 10,81%, industri alat angkutan mencapai 10,5% serta industri kimia, farmasi dan obat tradisional yang mencapai 9,98% (Kemenperin, 2017). Pada Tabel 1.1 memperlihatkan bahwa pada empat tahun terakhir, industri makanan dan minuman mengalami peningkatan dalam kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Tabel 1.1 Kontribusi Perusahaan Industri Makanan dan Minuman Terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)
Tahun Sektor 2013 2014 2015 2016 2017 Industri Makanan dan Minuman 5,14% 5,32% 5,61% 5,97% 6,14%
Sumber: Laporan Kinerja Perusahaan Kementrian Perindustrian 2017
Peningkatan yang dialami oleh industri makanan dan minuman turut berkontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dalam pertumbuhan
3 perekonomian nasional di Indonesia. Perusahaan manufaktur sub sektor industri makanan dan minuman merupakan bagian dari sektor barang dan konsumsi. Sub sektor industri makanan dan minuman merupakan industri yang mengolah bahan mentah atau barang menjadi barang jadi yang berupa makanan dan minuman. Industri makanan dan minuman sendiri biasanya memproduksi bahan baku dari bahan pangan yang diolah menjadi bahan pangan lainnya. Berikut terdapat Tabel 1.2 yang menunjukkan jumlah perusahaan sub sektor makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI):
Tabel 1.2 Jumlah Perusahaan Sub Sektor Makanan dan Minuman yang Terdaftar di BEI
No Perusahaan Kode
1 PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk AISA 2 PT Tri Banyan Tirta Tbk ALTO 3 PT Wilmar Cahaya Indonesia Tbk CEKA
4 PT Delta Djakarta DLTA
5 PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk ICBP 6 PT Indofood Sukses Makmur Tbk INDF 7 PT Multi Bintang Indonesia Tbk MLBI
8 PT Mayora Indah Tbk MYOR
9 PT Prashida Aneka Niaga Tbk PSDN 10 PT Nippon Indosari Corporindo Tbk ROTI
11 PT Sekar Bumi Tbk SKBM
12 PT Sekar Laut Tbk SKLT
13 PT Siantar Top Tbk STTP
14 Ultrajaya Milk Industry and Trading Co. Tbk ULTJ 15 Campina Ice Cream Industry Tbk CAMP 16 Buyung Poetra Sembada Tbk HOKI 17 Prima Cakrawala Abadi Tbk PCAR
18 Sariguna Primatirta Tbk CLEO
4
Menurut ACFE (2016:34) pada tahun 2016 kasus kecurangan yang terjadi di industri layanan perbankan dan keuangan melaporkan jumlah kasus terbanyak atau mencapai 16,8% dan memiliki kerugian rata-rata $ 192.000. Selanjutnya kasus kecurangan yang terjadi di industri pemerintah dan administrasi publik mencapai 10,5% dengan rata-rata kerugian $ 133.000 dan kasus kecurangan yang terjadi di industri manufaktur mencapai 8,8% dan memiliki kerugian rata-rata sebesar $ 194.000. Perlu diperhatikan, meskipun industri manufaktur memiliki persentase lebih kecil (8,8%) secara keseluruhan, namun kerugian yang ditimbulkan cukup besar, sehingga industri manufaktur merupakan salah satu industri yang paling mewakili kasus kecurangan di dunia. (ACFE, 2016:34). Oleh karena itu, penulis menggunakan perusahaan manufaktur pada bagian sub sektor makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai objek penelitian. Penggunaan sub sektor industri makanan dan minuman sebagai objek penelitian juga didukung oleh data kementrian perindustrian yang menunjukkan bahwa industri tersebut mengalami peningkatan dalam lima tahun terakhir yang diukur dari kontribusi terhadap perekonomian nasional.
1.2 Latar Belakang Penelitian
Suatu perusahaan sebaiknya memberikan informasi yang transparan kepada pemakainya, informasi yang diberikan berupa laporan keuangan perusahaan, pada saat laporan keuangan telah diterbitkan oleh perusahaan, perusahaan tersebut tentunya ingin memperlihatkan bahwa kondisi perusahaannya dalam keadaan baik. Laporan keuangan yang baik biasanya berisi mengenai informasi tentang posisi keuangan, arus kas, dan kinerja perusahaan. Dengan demikian, informasi yang diberikan oleh perusahaan dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan (Rahmawati et al., 2017:2715). Berdasarkan teori diatas dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan harus bersifat transparan dan mampu memberikan informasi mengenai kondisi perusahaan untuk para pemakainya agar dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan.
Tujuan keseluruhan dari laporan keuangan adalah untuk memberikan informasi yang berguna bagi investor dan kreditor dalam pengambilan keputusan
5 mengenai investasi dan kredit. Jenis keputusan dan metode pengambilan keputusan yang dibuat dan digunakan sangatlah beragam untuk memproses informasi tersebut. Pengguna informasi harus dapat memperoleh pemahaman mengenai kondisi keuangan dan hasil operasional perusahaan lewat laporan keuangan (Hery, 2015:4). Berdasarkan teori diatas dapat disimpulkan bahwa penyajian laporan keuangan bertujuan untuk memberikan informasi yang dibutuhkan oleh para pengguna laporan keuangan baik bagi investor maupun kreditor dalam hal pengambilan suatu keputusan sehingga laporan keuangan perusahaan harus terbebas dari salah saji agar tidak menyesatkan dalam pengambilan keputusan. Penyajian lporan keuangan terlihat sederhana, tetapi terkadang perusahaan dengan sengaja menyembunyikan fakta dan informasi yang mempunyai pengaruh buruk terhadap reputasi perusahaan sehingga hal tersebut menimbulkan potensi kecurangan dalam laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan.
Kecurangan atau fraud adalah suatu penyajian laporan keuangan suatu perusahaan yang dengan sengaja dibuat keliru (mengandung salah saji), hal tersebut dilakukan karena manajemen ingin melaporkan berita positif dan hasil keuangan yang mengesankan serta dapat mengendalikan harga saham ke harga yang lebih tinggi. Beberapa perusahaan berusaha mengambil keuntungan dari penerapan gray area yang terkandung di dalam ketentuan akuntansi untuk menggambarkan hasil keuangannya dengan cara yang menyesatkan (Hery, 2017:196). Berdasarkan teori diatas dapat disimpulkan bahwa kecurangan adalah suatu tindakan melanggar hukum yang dilakukan oleh orang baik itu dari dalam maupun luar organisasi secara sengaja untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok ataupun untuk memperkaya diri sendiri atau kelompok dengan cara illegal yang dapat merugikan pihak lain dan fraud atau kecurangan bukan hanya berakibat terhadap berkurangnya aset suatu organisasi atau perusahaan tetapi fraud juga dapat mengurangi reputasi suatu organisasi atau perusahaan.
Survei yang dilakukan oleh Association of Certified Fraud Examiners (ACFE, 2016:13) dengan melibatkan lebih dari seribu CFE (Certified Fraud Examiner) menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun rata-rata organisasi selalu
6
kehilangan 5% dari pendapatannya karena tindakan kecurangan (fraud). Terdapat tiga jenis kecurangan (fraud) yang diteliti oleh ACFE, yaitu;
1. Penyalahgunaan Aktiva (Asset misappropiation)
Asset misappropriation merupakan bentuk fraud yang paling mudah dideteksi karena sifatnya yang tangible atau dapat diukur. Asset misappropriation meliputi penyalahgunaan/pencurian aset harta perusahaan atau pihak lain.
2. Korupsi (Corruption)
Corruption meliputi penyalahgunaan wewenang/konflik kepentingan, penyuapan, penerimaan yang tidak sah atau illegal, dan pemerasan secara ekonomi.
3. Kecurangan Laporan Keuangan (Financial statement fraud)
Financial statement fraud adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk menutupi kondisi keuangan yang sebenarnya dengan melakukan rekayasa keuangan dalam penyajian laporan keuangannya untuk memperoleh keuntungan yang dilakukan oleh pejabat atau eksekutif dalam suatu perusahaan.
Salah satu teori yang terus berkembang dalam bidang keuangan ialah terkait pengidentifikasian mengenai faktor-faktor pendorong terjadinya suatu tindak kecurangan (fraud) yang dimulai dengan dinyatakannya teori fraud oleh Donald R. Cressey pada tahun 1953 (Aprilia, 2017:104). Teori tersebut mengungkapkan terdapat tiga faktor yaitu tekanan, kesempatan, dan rasionalisasi yang berpengaruh terhadap tindakan kecurangan (fraud) yang kemudian disebut fraud triangle (Rahmawati et al., 2017:2716). Pada tahun 2004 teori ini pun berkembang dengan menambahkan kemampuan sebagai salah satu faktor yang juga berpengaruh terhadap tindak kecurangan (fraud) yang kemudian disebut dengan fraud diamond (Zaki, 2017:2417). Teori kecurangan berkembang lagi pada tahun 2009 yang kemudian disajikan kembali pada tahun 2012, perkembangan model fraud terbaru ditemukan oleh Jonathan Marks (2012) yang mengungkapkan lima faktor yang mempengaruhi kecurangan dengan penambahan faktor arogansi yang disebut sebagai The Crowe’s Fraud Pentagon, (Aprilia, 2017:105).
7 Hasil Survei Fraud Indonesia yang dilakukan oleh Association of Certified Fraud Examiners (ACFE, 2016) terdapat 229 kasus kecurangan di Indonesia diantaranya sebanyak 77% kecurangan berasal dari kasus korupsi, 19% kasus kecurangan penyalahgunaan aktiva, sedangkan sisanya sebesar 4% merupakan kasus kecurangan laporan keuangan. Perlu diperhatikan, meskipun memiliki persentase terkecil (4%) secara keseluruhan, namun kerugian yang ditimbulkan oleh kecurangan laporan keuangan cukup besar. Hal ini dibuktikan dari survei, di mana 4 dari 10 responden mengatakan bahwa kerugian akibat kecurangan laporan keuangan adalah di atas 10 miliar rupiah (Survei Fraud Indonesia, ACFE:2016).
Beberapa kasus kecurangan laporan keuangan di dunia yang belum lama terungkap pada tahun 2017 ialah skandal fraud akuntansi yang melanda British Telecom dan PwC. Fraud tidak pandang bulu, perusahaan besar multinasional pun ikut mengalami fraud. Sejak awal triwulan kedua tahun 2017 telah muncul isu terjadinya fraud akuntansi di British Telecom. Perusahaan raksasa Inggris ini mengalami fraud akuntansi di salah satu lini usahanya di Italia. Modus fraud akuntansi yang dilakukan British Telecom di Italia sebenarnya relatif sederhana dan banyak dibahas di literatur kuliah auditing, namun banyak auditor gagal mendeteksinya yakni melakukan inflasi (peningkatan) atas laba perusahaan selama beberapa tahun dengan cara tidak wajar melalui kerja sama koruptif dengan klien-klien perusahaan dan jasa keuangan. Modusnya adalah membesarkan penghasilan perusahaan melalui perpanjangan kontrak yang palsu dan invoice-nya serta transaksi yang palsu dengan vendor. Praktik fraud ini sudah terjadi sejak tahun 2013. Dorongan untuk memperoleh bonus (tantiem) menjadi stimulus fraud akuntansi ini. Dampak fraud akuntansi penggelembungan laba ini menyebabkan British Telecom harus menurunkan GBP 530 juta dan memotong proyeksi arus kas selama tahun ini sebesar GBP 500 juta untuk membayar utang-utang yang disembunyikan (tidak dilaporkan). Tentu saja British Telecom rugi membayar pajak penghasilan atas laba yang sebenarnya tak ada (Priantara, 2017).
Kasus kecurangan laporan keuangan di dunia selanjutnya adalah skandal Toshiba Corporation (Toshiba) yang terungkap pada tahun 2015. Pengawas keuangan Jepang berencana memberi hukuman kepada perusahaan teknologi
8
Toshiba Corp karena diduga memalsukan laporan keuangan. Sumber-sumber yang dekat dengan lingkungan pemerintah mengatakan kepada harian bisnis Nikkei, bahwa Securities and Exchange Commission Surveillance (SESC) berencana memberlakukan denda terhadap Toshiba pada September mendatang. Regulator setempat sedang mempelajari kasus ini dan menimbang hukuman potensial setelah komite independen mengumumkan temuannya dalam waktu dekat ini, termasuk soal dugaan kesengajaan melebih-lebihkan pendapatan perusahaan yang dilakukan para petinggi (Panji, 2015).
Kasus kecurangan laporan keuangan lainnya di dunia adalah skandal di Tesco Plc yang merupakan perusahaan ritel asal Inggris yang terungkap pada tahun 2014, pada skandal tersebut investor kawakan dunia, Warren Buffet, jeli mencium peluang investasi, ia juga pernah salah menempatkan dana. Salah satunya di Tesco Plc. Tak mau merugi, Buffet pun mulai menjual kepemilikan saham di perusahan ritel asal Inggris itu. Kini, porsi kepemilikan saham Buffet di Tesco, telah berkurang di bawah 3 persen. Menurut laporan The Telegraph, pekan lalu, Buffett telah menjual sebagian sahamnya di Tesco pada 13 Oktober 2014. Laporan keuangan cacat Setelah mengapit lebih dari tujuh tahun, Buffett memutuskan melepas sebagian saham Tesco dari 4,98 persen menjadi 3,97 persen pada bulan Oktober 2013. Hal tersebut dilakukannya lantaran pada saat yang sama, manajemen Tesco kedapatan menggelembungkan laporan laba operasional sebesar 250 juta pound (Gunawan, 2014).
Di Indonesia sendiri kasus kecurangan laporan keuangan yang belum lama terungkap pada tahun 2018 ialah skandal Forum Investor Retail PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) meminta perlindungan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) serta mengajukan surat pengaduan kepada otoritas terkait adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh direksi emiten AISA. Pertama terkait kondisi direksi yang tidak dapat mempertanggungjawabkan kinerja perseroan di sidang Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) pada 27 Juli 2018. Kedua, adanya transaksi material seperti belum dilunasinya GOLL beserta bunga yang berdampak pada penurunan kinerja perseroan. Pembelian 99% saham PT Jaya Mas juga dinilai tidak dilakukan sesuai prosedur yang benar. Ketiga, adanya transaksi
9 afiliasi dan transaksi dengan indikasi benturan kepentingan. Terlihat dari laporan keuangan 2017 di mana transaksi afiliasi ditulis sebagai transaksi pihak 10 dan belum mendapat persetujuan pemegang saham independen. Terakhir, diduga adanya indikasi pelanggaran Keterbukaan Informasi, seperti inkonsistensi pernyataan tentang berita simpang siur ke Bursa Efek Indonesia (BEI) (Sari & Narita, 2018).
Kasus kecurangan laporan keuangan di tahun 2018 lainnya ialah skandal PT Tirta Amarta Bottling, yang merupakan produsen air kemasan merek Viro yang terjerat kasus kredit fiktif Bank Mandiri. Kasus ini berawal pada 15 Juni 2015, berdasarkan Surat Nomor: 08/TABco/VI/205 Direktur PT TAB mengajukan perpanjangan dan tambahan fasilitas kredit kepada PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Commercial Banking Center Bandung. Perpanjangan seluruh fasilitas Kredit Modal Kerja (KMK) sebesar Rp 880,60 miliar. Perpanjangan dan tambahan plafond LC sebesar Rp 40 miliar sehingga total plafond LC menjadi Rp 50 miliar. Serta fasilitas Kredit Investasi (KI) sebesar Rp250 miliar selama 72 bulan, dalam dokumen pendukung permohonan perpanjangan dan tambahan fasilitas kredit terdapat data aset PT TAB yang tidak benar. Sehingga berdasarkan Nota Analisa pemutus kredit Nomor CMG.BD1/0110/2015 tanggal 30 Juni 2015 seolah-olah kondisi keuangan debitur menunjukkan perkembangan. Dari sana, perusahaan tersebut dapat memperoleh perpanjangan dan tambahan fasilitas kredit pada 2015 sebesar Rp 1,170 triliun. Selain itu, debitur PT TAB juga telah menggunakan uang fasilitas kredit antara lain sebesar Rp 73 miliar yang semestinya hanya diperkenankan untuk kepentingan KI dan KMK, tetapi dipergunakan untuk keperluan yang dilarang untuk perjanjian kredit. Akibatnya keuangan negara Rp 1,5 triliun yang terdiri dari pokok, bunga dan denda raib (Kahfi, 2018).
Kasus kecurangan laporan keuangan di Indonesia selanjutnya yang terungkap pada tahun 2018 yaitu laporan keuangan Bank Bukopin. PT Bank Bukopin Tbk (BBKP) merevisi laporan keuangan tiga tahun terakhir, yaitu 2015, 2016, dan 2017. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun mulai melakukan pemeriksaan. Deputi Pengawas Pasar Modal II OJK Fakhri Hilmi mengatakan, untuk tahap awal pihaknya saat ini sudah mulai melakukan pemeriksaan terhadap laporan keuangan
10
terlebih dahulu, diduga manipulasi data kartu kredit. Menurut informasi yang dihimpun oleh CNBC Indonesia dari para pihak yang mengetahui masalah ini, modifikasi data kartu kredit di Bukopin telah dilakukan lebih dari 5 tahun yang lalu. Jumlah kartu kredit yang dimodifikasi juga cukup besar, lebih dari 100.000 kartu. Modifikasi tersebut menyebabkan posisi kredit dan pendapatan berbasis komisi Bukopin bertambah tidak semestinya (Sugianto, 2018).
Kasus kecurangan laporan keuangan di Indonesia selanjutnya yang terungkap pada tahun 2016 yaitu skandal PT Timah (Persero) Tbk yang diduga memberikan laporan keuangan fiktif pada semester I 2015 lalu. Kegiatan laporan keuangan fiktif ini dilakukan guna menutupi kinerja keuangan PT Timah yang terus mengkhawatirkan. Ketua Ikatan Karyawan Timah (IKT), Ali Samsuri mengungkapkan, kondisi keuangan PT Timah sejak tiga tahun belakangan kurang sehat. Ketidakmampuan jajaran Direksi PT Timah keluar dari jerat kerugian telah mengakibatkan penyerahan 80% wilayah tambang milik PT Timah kepada mitra usaha. Jika mengacu pada kondisi nyata yang terjadi di PT Timah, Ali meyakini kalau laporan keuangan semester I tahun 2015 PT Timah (Persero) Tbk fiktif. Sebab menurutnya, pada semester I tahun 2015 laba operasi PT Timah telah mengalami kerugian sebesar Rp 59 miliar. Laporan keuangan yang menyebutkan PT Timah telah berhasil melakukan kegiatan efisiensi dan strategi yang tepat dan membuahkan kinerja positif adalah kebohongan besar (Samsuri, 2016).
Kasus kecurangan lain yaitu pada industri dasar dan kimia di Indonesia ialah skandal PT Surabaya Agung Industri Pulp & Kertas (SAIP) yang terjadi pada tahun 2014. Polda Jawa Timur menetapkan Jandri Onasis Siandari dan Joko Prabowo sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemalsuan dokumen piutang PT ZT Holding Pte Ltd, yang berujung pada pemailitan SAIP. Langkah-langkah hukum diperlukan sebab kedua tersangka diduga kuat telah membuat keterangan palsu mengenai tidak diakuinya tagihan tujuh kreditur SAIP, di mana salah satunya adalah ZT Holding Pte Ltd. Para tersangka juga disinyalir telah menerima seluruh tagihan PT BRI sebesar US$ 20 juta. Sedangkan, total tagihan PT BRI pada laporan keuangan SAIP hanya sekitar US$ 1 juta. Ada bukti-bukti otentik berdasarkan hasil laporan keuangan SAIP, yang telah diaudit kantor akuntan publik serta bukti-bukti tagihan
11 yang diajukan ZT Holding Pte Ltd. Tindakan kurator janggal karena menganggap tagihan ZT Holding Pte Ltd tersebut tidak pernah ada (Bramantoro, 2014).
Berdasarkan fenomena mengenai kecurangan laporan keuangan yang telah dipaparkan, hal tersebut memperkuat alasan penulis untuk melakukan penelitian pengaruh fraud pentagon terhadap laporan keuangan dengan memilih perusahaan manufaktur pada sub sektor industri makanan dan minuman pada periode 2013 hingga 2017 sebagai objek penelitian. Beberapa penelitian yang mengkaji mengenai teori faktor-faktor pendorong terjadinya kecurangan juga telah beberapa kali dilakukan, namun masih ditemukan inkonsistensi hasil dari penelitian-penelitian tersebut.
Aprilia (2017:125) dalam penelitiannya menyatakan bahwa tekanan berupa tekanan eksternal dengan proksi rasio leverage tidak berpengaruh terhadap terjadinya kecurangan, namun penelitian Zaki (2017:2403) menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan. Terkait faktor kedua yakni kesempatan, hasil penelitian Nurmulina & Sasongko (2017) bahwa faktor kesempatan berupa ketidakefektifan pengawasan yang diproksikan dengan persentase jumlah dewan komisaris independen berpengaruh signifikan terhadap terjadinya kecurangan. Namun, Rahmawati et al. (2017:2721) mendapatkan hasil penelitian bahwa faktor kesempatan tidak berpengaruh terhadap financial statement. Penelitian Aprilia (2017:125) menunjukkan bahwa faktor rasionalisasi berupa perubahan auditor dengan proksi pergantian akuntan publik tidak mempengaruhi kecurangan sedangkan menurut Ulfah et al. (2017:413) mendapatkan hasil yang berpengaruh positif dan signifikan. Akbar (2017:112) melalui penelitiannya mendapatkan hasil bahwa kemampuan dengan proksi perubahan direksi tidak berpengaruh signifikan terhadap kecurangan pelaporan keuangan, sedangkan Nurmulina & Sasongko (2017) mendapatkan hasil bahwa faktor tersebut berpengaruh signifikan.
Penelitian terdahulu yang juga menganalisis faktor kelima yakni arogansi pun memiliki inkonsistensi hasil. Penelitian yang dilakukan Ulfah et al. (2017:414) menyatakan bahwa frekuensi kemunculan gambar Chief Executive Officer (CEO) merupakan proksi faktor arogansi yang tidak memiliki pengaruh signifikan dalam
12
menilai kemungkinan kecurangan laporan keuangan, sedangkan penelitian Apriliana & Agustina (2017:163) menyatakan hasil bahwa faktor tersebut berpengaruh secara positif. Inkonsistensi-inkonsistensi tersebut menunjukkan bahwa penelitian terkait kecurangan laporan keuangan masih layak untuk dilakukan, khususnya dalam perspektif fraud pentagon. Variabel-variabel fraud pentagon dengan berbagai proksi yang masih memiliki inkonsistensi hasil dan telah penulis sajikan, kemudian penulis gunakan sebagai variabel independen dalam penelitian ini, dengan maksud untuk mempertegas hasil penelitian-penelitian terdahulu tersebut.
Terkait penilaian variabel dependen yaitu kecurangan laporan keuangan dalam penelitian ini penulis menggunakan F-Score Model sebagai proksi kecurangan laporan keuangan. Berbagai informasi yang telah penulis ungkapkan, merupakan bahan pertimbangan dalam penyusunan penelitian ini. Berdasarkan hal tersebut maka, penulis bermaksud menyusun penelitian dengan judul Pengaruh Fraud Pentagon Terhadap Kecurangan Laporan Keuangan (Studi Pada Perusahaan Manufaktur Sub Sektor Makanan dan Minuman yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2013-2017).
1.3 Rumusan Masalah
Kecurangan laporan keuangan hingga kini diketahui merupakan penyebab kerugian keuangan terbesar di dunia, namun faktor-faktor yang mempengaruhinya masih belum sepenuhnya terungkap secara konsisten. Ketika ditemukan adanya salah saji dalam laporan keuangan suatu perusahaan, maka informasi yang digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan menjadi tidak relevan dalam penyampaiannya. Kecurangan pada laporan keuangan yang dilakukan akan menimbulkan kerugian bagi investor, kreditor, auditor dan pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan perusahaan.
Bedasarkan masalah tersebut, penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kecurangan laporan keuangan dengan menggunakan analisis fraud pentagon terutama pada perusahaan manufaktur sub sektor makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).
13 1.4 Pertanyaan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang dan perumusan masalah tersebut maka, berikut merupakan pertanyaan yang akan penulis analisis dalam penelitian.
1. Bagaimana tekanan, kesempatan, rasionalisasi, kemampuan, arogansi, dan kecurangan laporan keuangan pada Perusahaan Manufaktur Sub Sektor Makanan dan Minuman yang Terdaftar di BEI Periode 2013-2017?
2. Apakah terdapat pengaruh tekanan, kesempatan, rasionalisasi, kemampuan, dan arogansi secara simultan terhadap kecurangan laporan keuangan pada Perusahaan Manufaktur Sub Sektor Makanan dan Minuman yang Terdaftar di BEI Periode 2013-2017?
3. Apakah terdapat pengaruh secara parsial:
a. Tekanan terhadap kecurangan laporan keuangan pada Perusahaan Manufaktur Sub Sektor Makanan dan Minuman yang Terdaftar di BEI Periode 2013-2017?
b. Kesempatan terhadap kecurangan laporan keuangan pada Perusahaan Manufaktur Sub Sektor Makanan dan Minuman yang Terdaftar di BEI Periode 2013-2017?
c. Rasionalisasi terhadap kecurangan laporan keuangan pada Perusahaan Manufaktur Sub Sektor Makanan dan Minuman yang Terdaftar di BEI Periode 2013-2017?
d. Kemampuan terhadap kecurangan laporan keuangan pada Perusahaan Manufaktur Sub Sektor Makanan dan Minuman yang Terdaftar di BEI Periode 2013-2017?
e. Arogansi terhadap kecurangan laporan keuangan pada Perusahaan Manufaktur Sub Sektor Makanan dan Minuman yang Terdaftar di BEI Periode 2013-2017?
14
1.5 Tujuan Penelitian
Berkaitan dengan pertanyaan penelitian tersebut maka, berikut merupakan tujuan dilakukan penelitian ini.
1. Untuk menginvestigasi tekanan, kesempatan, rasionalisasi, kemampuan, arogansi, dan kecurangan laporan keuangan pada Perusahaan Manufaktur Sub Sektor Makanan dan Minuman yang Terdaftar di BEI Periode 2013-2017.
2. Untuk menginvestigasi pengaruh tekanan, kesempatan, rasionalisasi, kemampuan, dan arogansi secara simultan terhadap kecurangan laporan keuangan pada Perusahaan Manufaktur Sub Sektor Makanan dan Minuman yang Terdaftar di BEI Periode 2013-2017.
3. Untuk menginvestigasi pengaruh secara parsial:
a. Tekanan terhadap kecurangan laporan keuangan pada Perusahaan Manufaktur Sub Sektor Makanan dan Minuman yang Terdaftar di BEI Periode 2013-2017.
b. Kesempatan terhadap kecurangan laporan keuangan pada Perusahaan Manufaktur Sub Sektor Makanan dan Minuman yang Terdaftar di BEI Periode 2013-2017.
c. Rasionalisasi terhadap kecurangan laporan keuangan pada Perusahaan Manufaktur Sub Sektor Makanan dan Minuman yang Terdaftar di BEI Periode 2013-2017.
d. Kemampuan terhadap kecurangan laporan keuangan pada Perusahaan Manufaktur Sub Sektor Makanan dan Minuman yang Terdaftar di BEI Periode 2013-2017.
e. Arogansi terhadap kecurangan laporan keuangan pada Perusahaan Manufaktur Sub Sektor Makanan dan Minuman yang Terdaftar di BEI Periode 2013-2017.
15 1.6 Manfaat Penelitian
1.6.1 Aspek Teoritis
1) Bagi para akademisi, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu akuntansi khususnya dalam bidang audit kecurangan dan akuntansi forensik.
2) Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai tambahan referensi khususnya dalam penelitian terkait kecurangan laporan keuangan.
1.6.2 Aspek Praktis
1) Bagi perusahaan, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam usaha pengambilan tindakan maupun kebijakan untuk menyajikan laporan keuangan yang bebas dari kecurangan. 2) Bagi para pemegang saham maupun pemegang kepentingan lainnya,
hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan investasi yang didasarkan pada pelaporan keuangan perusahaan.
1.7 Ruang Lingkup Penelitian 1.7.1 Lokasi dan Objek Penelitian
Bursa Efek Indonesia (BEI) merupakan lokasi yang digunakan penelitian ini sebagai sumber pengumpulan dokumen laporan tahunan. Objek penelitian yang digunakan adalah perusahaan-perusahaan manufaktur pada sub sektor makanan dan minuman yang terdaftardi Bursa Efek Indonesia (BEI). Data-data yang digunakan berasal dari laporan tahunan perusahaan manufaktur sub sektor makanan dan minuman yang memenuhi kriteria sampel penelitian.
1.7.2 Waktu dan Periode Penelitian
Waktu penyusunan laporan penelitian ini dimulai pada September 2018 dan berakhir pada Maret 2019. Periode penelitian yang digunakan adalah lima tahun terakhir yaitu selama tahun 2013 hingga 2017.
16
1.7.3 Variabel Penelitian
Variabel penelitian ini terdiri atas variabel dependen yaitu kecurangan laporan keuangan dan variabel independen yaitu tekanan, kesempatan, rasionalisasi, kemampuan, serta arogansi. Identifikasi kecurangan laporan keuangan didasarkan pada nilai f-score model. Tekanan diukur menggunakan perbandingan total kewajiban terhadap total aset (leverage ratio). Kesempatan diukur menggunakan proksi persentase dewan komisaris independen sebagai representasi ketidakefektifan pengawasan. Pengukuran faktor rasionalisasi didasarkan pada ada atau tidaknya perubahan auditor ekternal. Faktor kemampuan diukur atas dasar ada atau tidaknya perubahan susunan direksi maupun perekrutan direksi baru sedangkan arogansi diukur dengan menghitung total foto CEO yang terpampang dalam laporan tahunan perusahaan.
1.8 Sistematika Penulisan Proposal
Penulis membagi penelitian untuk keperluan skripsi ini menjadi lima bab. Pembagian ini dimaksudkan sebagai upaya pemberian gambaran sistematis guna memudahkan dan membantu pembaca memahami masalah-masalah yang disajikan.
Bab I Pendahuluan berisikan penjelasan terkait hal-hal yang mendasari dilakukannya penelitian ini. Poin-poin utama dalam Bab I yaitu: gambaran umum mengenai objek penelitian; latar belakang penelitian yang mencakup argumentasi teoritis sebagai pendukung penelitian, fenomena, serta inkonsistensi penelitian sebelumnya; perumusan masalah; pertanyaan penelitian; tujuan penelitian; manfaat penelitian; ruang lingkup penelitian; dan sistematika penulisan ini sendiri.
Bab II Tinjauan Pustaka dan Lingkup Penelitian memuat tinjauan pustaka penelitian, penelitian terdahulu, kerangka pemikiran, hipotesis penelitian, dan ruang lingkup penelitian. Melalui bab ini, penulis mencoba untuk mengemukakan dengan jelas, ringkas, dan padat hasil kajian kepustakaan mengenai kecurangan, kecurangan laporan keuangan, dan perkembangan teori terkait faktor yang mempengaruhi kecurangan itu sendiri sebagai dasar penyusunan kerangka pemikiran serta perumusan hipotesis penelitian ini.
17 Bab III Metode Penelitian meliputi uraian tentang jenis penelitian, operasionalisasi variabel, tahapan penelitian, penentuan populasi dan sampel, pengumpulan data serta teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian. Penulis dalam bab ini pun menegaskan pendekatan, metode, dan teknik yang digunakan untuk mengumpulkan serta menganalisis data.
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan berisi deskripsi objek penelitian, analisis data yang dikaitkan dengan analisis statistik deskriptif dan analisis model regresi, serta interpretasi hasil sesuai dengan teknik analisis yang digunakan. Penulis pun menyajikan pembahasan dan perbandingan hasil penelitian ini dengan penelitian terdahulu.
Bab terakhir ialah Bab V Kesimpulan dan Saran. Bab ini berisi simpulan penyajian secara singkat tentang apa yang telah diperoleh dari uraian interpretasi hasil sekaligus saran bagi pihak-pihak berkepentingan terkait hasil yang diperoleh tersebut.
18