• Tidak ada hasil yang ditemukan

NOTA KESEPAKATAN ANTARA PEMERINTAH PROVINSI BANTEN DENGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI BANTEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "NOTA KESEPAKATAN ANTARA PEMERINTAH PROVINSI BANTEN DENGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI BANTEN"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

NOTA KESEPAKATAN

ANTARA

PEMERINTAH PROVINSI BANTEN

DENGAN

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI BANTEN

NOMOR :

910/MoU.15 - Huk/2011

NOMOR :

164/09/DPRD/ XI/2011902/2010

TANGGAL :

17 November 2011

2009

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG PENYUSUNAN KEBIJAKAN UMUM APBD

Sesuai Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, pemerintah daerah wajib menyusun Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), yang merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), juga merupakan pedoman dalam menyusun Rancangan Kebijakan Umum APBD sebagai bahan pembahasan dalam rapat pendahuluan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) untuk disepakati bersama antara DPRD Provinsi dengan Pemerintah Provinsi menjadi Kebijakan Umum APBD (KUA). Kebijakan Umum Anggaran Tahun Anggaran 2014 yang juga merupakan kebijakan politik pemerintahan daerah dirumuskan dengan maksud agar proses penyusunan APBD dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien, serta mampu secara komprehensif mengakomodir dinamika pembangunan pusat dan daerah sehingga dapat mempertahankan sinergitas pencapaian tujuan pembangunan pemerintah pusat dan daerah, sekaligus menjadi indikator kinerja yang akan digunakan dalam menilai efektivitas pelaksanaannya selama kurun waktu satu tahun ke depan.

(3)

Selanjutnya Kebijakan Umum Anggaran Tahun Anggaran 2014 merupakan dasar dalam menyusun Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Tahun Anggaran 2014, serta Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD) Tahun Anggaran 2014 di lingkungan Pemerintah Provinsi Banten dalam menyelenggarakan pembangunan selama satu tahun anggaran, yang disusun dengan mengacu pada kebijakan pemerintah pusat yang tertuang dalam RKP tahun 2014 dan kebijakan pemerintah daerah dalam RKPD tahun 2014.

Berdasarkan hal tersebut diatas, dan sejalan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah untuk kedua kali dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011, Kebijakan Umum APBD Tahun Anggaran 2014 memuat pernyataan tentang kondisi ekonomi makro daerah, asumsi penyusunan APBD, kebijakan pendapatan daerah, kebijakan belanja daerah, kebijakan pembiayaan daerah dan strategi pencapaiannya. Strategi pencapaian dimaksud perlu memuat langkah-langkah kongkrit dalam mencapai target yang ditetapkan melalui program-program yang akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah untuk setiap urusan pemerintahan daerah.

(4)

1. Sebagai landasan untuk penyusunan Rancangan APBD Tahun Anggaran 2014;

2. Sebagai dasar untuk menentukan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Tahun Anggaran 2014;

3. Sebagai dasar bagi Tim Anggaran Pemerintah Daerah untuk menilai Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah Provinsi Banten Tahun Anggaran 2014;

4. Merupakan dasar dalam pelaksanaan pengawasan terhadap Peraturan Daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2014.

1.3. DASAR HUKUM PENYUSUNAN KUA

Kebijakan Umum APBD Tahun Anggaran 2014 disusun dengan berlandaskan pada peraturan perundang-undangan sebagai berikut : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan

Propinsi Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4010);

2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

3. Undang Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

(5)

4. Undang Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);

5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);

6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

7. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

(6)

9. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4575);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4585); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara

Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4663); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara

Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 97, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4664);

14. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Masyarakat

(7)

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4693); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian

Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

16. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4815);

17. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4817);

18. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2011 tentang Master Plan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025;

19. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

(8)

20. Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2013 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2014 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 91);

21. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;

22. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 517);

23. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2014;

24. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;

(9)

25. Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 1 Tahun 2007 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Banten Tahun 2007 Nomor 1, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Banten Nomor 4);

26. Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Banten Tahun 2011 Nomor 1);

27. Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 9 Tahun 2011 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Banten Tahun 2011 Nomor 9);

28. Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 1 Tahun 2012 tentang Penyertaan Modal Daerah ke Dalam Modal PT. Bank Jabar Banten Syari’ah dan Penambahan Penyertaan Modal Daerah ke Dalam Modal PT. Banten Global Development;

29. Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pembangunan Infrastruktur Jalan dengan Penganggaran Tahun Jamak (Lembaran Daerah Provinsi Banten Tahun 2012 Nomor 2); 30. Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 3 Tahun 2012 tentang

Pembentukan Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Banten Tahun 2012 Nomor 3);

31. Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 4 Tahun 2012 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi

(10)

32. Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 1 Tahun 2013 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Daerah Banten;

33. Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pembentukan PT. Penjaminan Kredit Daerah Banten;

34. Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 4 Tahun 2013 tentang Penyertaan Modal Daerah Dalam PT. Penjaminan Kredit Daerah Banten;

35. Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 5 Tahun 2013 tentang Penambahan Penyertaan Modal Daerah Kepada PT. Banten Global Development Untuk Pembentukan BPD Banten;

36. Peraturan Gubernur Banten Nomor 13 Tahun 2013 tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah Provinsi Banten Tahun 2014;

(11)

BAB II

KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

Penyusunan Kebijakan Umum Anggaran berdasarkan pada Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2014 yang akan digunakan sebagai pedoman dalam penyusunan RAPBD. Pada Kerangka Ekonomi Makro Daerah serta Kerangka Kebijakan Penganggaran Pembangunan Daerah Tahun Anggaran 2014 sebagaimana tertuang dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah Provinsi Banten (RKPD) Tahun 2014 memberikan gambaran perkembangan dan kerangka perekonomian daerah Provinsi Banten yang telah dicapai sampai tahun 2012 dan perkiraan capaian tahun 2013, serta langkah–langkah kebijakan pokok dalam penganggaran daerah Tahun 2014.

Kerangka ekonomi makro daerah Tahun 2014 tidak dapat dilepaskan dari arah kebijakan dan perkembangan berbagai kinerja ekonomi makro tahun berjalan 2013, dan prospeknya dalam tahun 2014, yang sangat dipengaruhi oleh kebijakan dan kinerja makro ekonomi daerah tahun – tahun sebelumnya.

2.1 PERKEMBANGAN INDIKATOR EKONOMI MAKRO DAERAH TAHUN 2012 DAN PERKIRAAN TAHUN 2013

(12)

Miskin, Pengangguran, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Pendapatan per-kapita (PDRB per kapita), dan Investasi.

(1) Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE)

LPE Provinsi Banten menunjukkan trend yang terus meningkat. Tahun 2010 LPE Provinsi Banten adalah sebesar 6,11 meningkat mencapai 6,43% pada tahun 2011, tetapi pada tahun 2012 mengalami perlambatan menjadi 6,15%. Namun demikian masih dalam koridor target RPJMD Provinsi Banten Tahun 2012-2017. Sesuai dengan perkembangan ekonomi pada triwulan II dan III yang mengalami tekanan, maka laju pertumbuhan ekonomi pada P-APBD TA. 2013 diturunkan proyeksinya menjadi 5,7-6,0 %.

(2) Tingkat Inflasi

Sebagaimana penyesuaian target laju pertumbuhan ekonomi yang diproyeksikan mengalami pelemahan, maka tingkat inflasi sebagai pengurangan pada laju pertumbuhan ekonomi sesuai dengan PDRB atas dasar harga berlaku, maka tingkat inflasi disesuaikan menjadi 9,5-11,0 %.

Tekanan terbesar dimulai dari bulan Juni sebagai dampak kebijakan kenaikan BBM, diikuti dengan penerimaan murid baru dan Hari Raya Idul Fitri pada bulan Agustus.

(3) Penduduk Miskin

Jumlah penduduk miskin di Provinsi Banten dari tahun ke tahun telah berhasil diturunkan. Tahun 2010 jumlah penduduk miskin di Provinsi Banten sebesar 751.000 atau 7,46%, turun menjadi 690.874 orang atau 6,26% pada tahun 2011, dan kembali turun

(13)

menjadi 648.254 orang atau 5,71% pada tahun 2012.

(4) Pengangguran

Tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Provinsi Banten dari tahun ketahun telah berhasil diturunkan. Tahun 2010 TPT di Provinsi Banten adalah sebesar 14,16%, turun menjadi 13,06% pada tahun 2011, dan kembali turun menjadi 10,10% pada tahun 2012.

(5) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Angka PDRB Provinsi Banten atas dasar harga berlaku selama 3 (tiga) tahun terakhir menunjukan grafik yang terus meningkat. Tahun 2010 PDRB Provinsi Banten atas dasar harga berlaku adalah sebesar 171.747,58, naik menjadi 192.227,49 pada tahun 2011 dan kembali naik menjadi 212.856,62 pada tahun 2012 terjadi peningkatan sebesar Rp.20,63 Triliyun

Sektor ekonomi yang menghasilkan nilai tambah bruto produk barang dan jasa terbesar pada tahun 2012 adalah sektor industri pengolahan sebesar Rp. 97,80 triliun, diikuti sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar Rp. 40,96 triliun, dan sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar Rp. 20,15 triliun.

Meningkatnya PDRB Provinsi Banten atas dasar harga berlaku sejalan pula dengan meningkatnya PDRB Provinsi Banten atas

(14)

(6) Pendapatan per-kapita (PDRB per kapita)

PDRB bila dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun akan menggambarkan nilai PDRB per kapita atau merupakan pendekatan ukuran tingkat kemakmuran penduduk suatu wilayah. PDRB per kapita Provinsi Banten atas dasar harga berlaku pada tahun 2012 mencapai 18,92 juta rupiah atau meningkat 8,39 persen bila dibandingkan dengan tahun 2011 (17,46 juta rupiah). Begitu juga dengan PDRB Provinsi Banten per kapita atas dasar harga konstan pada tahun 2012 juga mengalami peningkatan menjadi 3,90 persen, yaitu dari Rp.8,56 juta di tahun 2011 menjadi Rp.8,89 juta di tahun 2012.

(7) Investasi

Optimisme pelaku usaha terkait investasi di Banten semakin meningkat seiring meningkatnya potensi konsumsi domestik/nasional dan perkiraan pencapaian status investment grade bagi Indonesia pada periode yang akan datang. Kinerja investasi diperkirakan meningkat tercermin dari meningkatnya angka pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Bruto pada komponen PDRB Banten dari 8,39% pada tahun 2011 menjadi 15,37% pada tahun 2012. Pertumbuhan proyek-proyek konstruksi baru di pemukiman serta pusat perdagangan dan industri, serta penyelesaian kegiatan ekspansi usaha yang dilakukan selama tahun 2012 menjadi salah satu penyebab peningkatan kontribusi PMTB dalam struktur ekonomi Banten.

(15)

Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) RI terbaru, tercatat Penanaman Modal Asing (PMA) di wilayah Banten pada tahun 2011 jauh melebihi tahun 2010. Jumlah realisasi PMA pada tahun 2011 mencapai 300 proyek dengan nilai investasi sebesar USD 2,17 miliar, sementara itu tahun 2010 hanya sebanyak 280 proyek dengan nilai USD 1,54 miliar atau terdapat peningkatan sebanyak 20 proyek atau senilai USD 0,63 miliar. Di sisi lain, realisasi investasi dalam negeri di Banten mengalami penurunan dari sebanyak 75 proyek pada tahun 2010 (Rp 5,85 triliun) menjadi sebanyak 68 proyek (senilai Rp 4,10 triliun) pada tahun 2011. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa investor yang berminat di wilayah Banten cenderung berasal dari investor luar negeri.

Selanjutnya, upaya peningkatan investasi melalui perbaikan proses kemudahan perijinan, kesiapan lahan industri dan infrastruktur serta promosi investasi tidak saja dilakukan untuk investor luar negeri tetapi juga perlu ditujukan bagi investor dalam negeri. Struktur investasi Banten sampai saat ini dibentuk dari sektor swasta dan rumah tangga, yang terdiri dari sumbangan sektor K-UMKM sebesar 48,78%, sedangkan sektor Pemerintah terdiri dari APBN 8,01, APBD Provinsi Banten 3,34%, dan APBD kabupaten/kota 7,35% dan PMA/PMDN 32,52%.

(16)

Tabel 2.1

Perkembangan Investasi Provinsi Banten Tahun 2009 – 2011

Tahun

PMDN PMA Total Investasi PMA

& PMDN Investasi (rupiah) Proyek (milyar rupiah)Investasi Proyek (US$. Juta)Investasi

2009 23 5.471,0 92 1.320,0 19.099.114.628.798 2010 75 5.852,6 280 1.544,2 19.710.000.000.000 2011 68 4.298,6 300 2.171,7 25.544.400.000.000

Sumber: Data Perkembangan Penanaman Modal Edisi Desember 2012, BKPM RI Catatan : (Asumsi nilai tukar USD mengikuti ketetapan BI pada masa tahun laporan)

Perkembangan investasi secara real dapat dilihat juga dari neraca perbankan yang membandingkan antara dana pihak ketiga yang disimpan di lembaga perbankan dibandingkan dengan posisi pinjaman yang diberikan berdasarkan lokasi proyek di Provinsi Banten. Jumlah dana pihak ketiga yang disimpan di Bank Umum di Banten per November 2012 sebesar 85,244 trilyun rupiah dan jumlah pinjaman yang diberikan berdasarkan lokasi proyek sebesar 147,549 trilyun rupiah. Hal ini dapat disimpulkan terjadi aliran modal atau investasi dari luar wilayah Provinsi Banten ke wilayah Provinsi Banten sebesar 62,305 trilyun rupiah.

Investasi terbesar berada di Kabupaten Tangerang, dimana pinjaman berdasarkan lokasi proyek sebesar 74,773 trilyun rupiah dan dana pihak ketiga sebesar 34,506 trilyun rupiah, sehingga jumlah investasi yang masuk sebesar 40,267 trilyun. Investasi terbesar kedua berada di Kota Cilegon, dimana jumlah pinjaman yang diberikan oleh bank umum berdasarkan lokasi proyek sebesar 14,963 trilyun rupiah, sementara dana simpanan pihak ketiga sebesar 6,555 trilyun rupiah, sehingga investasi yang

(17)

masuk sebesar 8,608 trilyun rupiah. Investasi terbesar ketiga berada di Kabupaten Serang, dimana jumlah pinjaman yang diberikan oleh Bank umum sebesar 11,512 trilyun rupiah, sementara dana simpanan pihak ketiga sebesar 3,452 trilyun rupiah, sehingga investasi yang masuk sebesar 8,060 trilyun rupiah.

Investasi mengalir juga ke Kabupaten Lebak dan Kabupaten Pandeglang, dimana nilainya masing-masing sekitar 4 trilyun rupiah. Walaupun Kabupaten Lebak dan Kabupaten Pandeglang aktivitas ekonomi utamanya di sektor pertanian, terjadi pula peningkatan investasi yang relatif besar dibandingkan dengan jumlah simpanan dana pihak ketiga yang hampir sepuluh kali lipat, dimana dana simpanan pihak ketiga Kabupaten Lebak sebesar 413 miliar rupiah dan posisi pinjaman sebesar 4,216 trilyun rupiah. Dana simpanan pihak ketiga Kabupaten Pandeglang sebesar 477 miliar rupiah, sementara posisi pinjaman yang diberikan bank umum sebesar 4,548 trilyun rupiah. Berdasarkan data-data tersebut, investasi berdasarkan aliran uang (perbandingan jumlah tabungan dengan kredit) Kabupaten Lebak dan Kabupaten Pandeglang, merupakan yang paling tinggi, mencapai sekitar 1.000 persen.

(18)

2.2. RENCANA TARGET EKONOMI MAKRO DAERAH TAHUN 2014

Dalam merumuskan prospek perekonomian daerah Tahun 2014 mendatang, tentunya perlu memperhatikan perkembangan dan prospek ekonomi Indonesia Tahun 2014 sebagaimana dirumuskan dalam Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2014. Berbagai hambatan di dalam negeri yang belum terselesaikan serta kemungkinan cuaca ekstrem di dalam negeri akan dihadapi dengan berbagai langkah yang tepat, antara lain: (i) penguatan ekonomi domestik melalui investasi agar daya beli meningkat (ii) meningkatkan efektivitas belanja negara, baik dari arah belanja negara tersebut maupun dari penyerapannya, terutama yang terkait dengan prioritas belanja negara untuk infrastruktur, serta (iii) peningkatan efektivitas penerimaan negara dengan sekaligus pengurangan defisit anggaran. Dengan langkah-langkah ini, secara keseluruhan momentum pembangunan yang sudah dicapai pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2012 dapat dipertahankan pada tahun 2013, dan dapat ditingkatkan pada tahun 2014.

Dengan kemajuan yang dicapai pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2012 dan masalah yang diperkirakan masih dihadapi hingga tahun 2013, tantangan pokok yang dihadapi pada tahun 2014 adalah sebagai berikut :

1) Memantapkan Perekonomian Nasional.

Dorongan akan diberikan pada peningkatan investasi, industri pengolahan nonmigas, daya saing ekspor, peningkatan efektivitas

(19)

penerimaan negara, penguatan penyerapan belanja negara, serta pemantapan ketahanan pangan dan energi.

2) Menjaga Stabilitas Ekonomi.

Perhatian akan diberikan pada langkah-langkah yang terpadu untuk menjaga stabilitas harga di dalam negeri dan nilai tukar, yang dihadapkan pada tingginya resiko harga komoditi baik migas maupun non-migas, serta pengendalian arus modal yang dapat membahayakan perekonomian.

3) Mempercepat Pengurangan Pengangguran dan Kemiskinan.

Langkah-langkah akan dipusatkan pada upaya-upaya yang mampu menciptakan lapangan kerja yang lebih besar serta menjangkau masyarakat yang masih hidup di bawah garis kemiskinan dengan program-program pemberdayaan yang tepat.

Selanjutnya dengan memperhatikan kondisi ekonomi makro nasional tahun 2012 dan perkiraan ditahun 2013 di atas serta tantangan pokok yang akan dihadapi pada tahun 2014, maka laju pertumbuhan ekonomi tahun 2014 ditargetkan tumbuh sebesar 6,8-7,2 persen, laju inflasi 4,5 % (+/- 1%), penurunan pengangguran terbuka 5,0-6,0 persen dan penduduk miskin 8,0-10,0 persen. Untuk lebih jelasnya tentang perkembangan dan sasaran ekonomi makro tahun 2014 dapat dilihat pada Tabel 2.2.

(20)

Tabel 2.2.

Perkembangan dan Sasaran Ekonomi Makro Nasional Tahun 2010-2014

No Uraian 2010 2011 2012 (Perkiraan)2013 (Sasaran)2014

1 Laju Pertumbuhan ekonomi (Persen) 6,2 6,5 6,2 6,5 6,8-7,2 2 Laju Inflasi (Persen) 7,0 3,8 4,3 4,9 4,5 (+/- 1%) 3 Penduduk Miskin (Persen) 13,33 12,49 11,96 9,5-10,5 8,0-10,0 4 Pengangguran Terbuka (Persen) 7,1 6,6 6,1 5,8-6,1 5,0-6,0

Berdasarkan analisis atas hasil evaluasi kinerja pembangunan yang telah dicapai, memperhatikan prospek perekonomian nasional, permasalahan yang dihadapi, maka tantangan perekonomian di Provinsi Banten pada tahun 2014 antara lain yaitu:

1) Penciptaan Lapangan Kerja

Penciptaan lapangan pekerjaan di Provinsi Banten pada tahun 2014 menjadi target kinerja prioritas, mengingat beban angkatan kerja terbuka masih sebesar 10, 10 % ditambah jumlah tenaga kerja yang setengah bekerja atau bekerja dengan jumlah jam kerja kurang dari 35 jam per minggu sebesar 3,3 %. Sehingga beban nyata dalam penyediaan lapangan pekerjaan mencapai 13,36 %. Daya saing ketenagakerjaan memiliki beban, mengingat penduduk bekerja pada tahun 2011 yang memiliki pendidikan SMP ke bawah masih tetap mendominasi, yaitu sebesar 59,78 % atau sebanyak 2.708.051 orang. Sedangkan penduduk bekerja dengan pendidikan SLTA keatas sebesar 1.821.609 (40,22 %) orang yang terdiri dari pendidikan SLTA 1.352.972 orang (29,87%) dan penduduk yang bekerja dengan pendidikan tinggi sebesar 468.637 (10,35 %).

(21)

2) Penanggulangan Kemiskinan

Jumlah penduduk miskin di Banten pada September 2012 mencapai 648.254 orang (5,71 persen), berkurang 4.544 orang (0,14 persen) dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2012 yang sebesar 652.798 orang (5,71 persen). Selama periode Maret-September 2012, penduduk miskin di daerah perkotaan bertambah sekitar 450 orang (dari 333.003 orang pada Maret 2012 menjadi 333.453 orang pada September 2012), sementara di daerah perdesaan berkurang 4.994 orang (dari 319.795 orang pada Maret 2012 menjadi 314.801 orang pada September 2012). Di sisi lain, persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada Maret 2012 sebesar 4,46 persen, menurun menjadi 4,41 persen pada September 2012. Begitu juga dengan persentase penduduk miskin di daerah perdesaan, yaitu dari 8,65 persen pada Maret 2012 menurun menjadi 8,31 persen pada September 2012. Pada periode Maret-September 2012, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan kecenderungan meningkat. Ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin semakin jauh dari Garis Kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin semakin melebar.

(22)

4) Penegakan Kedaulatan Ekonomi

Saat ini tak sedikit pelaku ekonomi domestik yang merasa sulit mengembangkan usahanya di negerinya sendiri karena semakin kalah bersaing dengan pelaku asing. Banyak kegiatan usaha di sektor strategis seperti sektor pertambangan, bank, industri dan sebagainya dikuasai investor asing.

5) Penanggulangan Ketimpangan Pendapatan

Gini Rasio (GR) sebagai alat ukur ketimpangan pendapatan semakin meningkat dari waktu ke waktu. Pada 2004 GR sebesar 0,33, tetapi pada 2011 sudah meningkat menjadi 0,41. Artinya, ketimpangan pendapatan kian meningkat.

Dengan didasarkan pada konsep membangun kerjasama. Pembangunan ekonomi diarahkan sebagai bidang yang mampu menggerakan bidang lain melalui percepatan transformasi ekonomi agar kesejahteraan rakyat lebih cepat terwujud. Ditargetkan melalui kerangka MP3EI bahwa pada tahun 2025 Indonesia sudah menjadi negara maju dengan pendapatan per kapita antara USD 14.250 – USD 15.500 dan nilai total perekonomian (PDB) antara USD 4,0 – 4,5 triliun. Syarat pencapaiannya adalah pertumbuhan ekonomi riil yang tinggi dan konsisten disertai pengendalian inflasi. Pertumbuhan ekonomi riil yang diharpakan sebesar 6,4-7,5 % pada tahun 2011-2014 dan 8,0-9,0% pada periode 2015-2025, sedangkan inflasinya ditekan hingga mencapai 3,0% pada tahun 2025. Beberapa tantangan yang diprediksi menghadang rencana tersebut adalah struktur ekonomi Indonesia yang masih didominasi sektor pertanian dan industri ekstraktif, kesenjangan pembangunan

(23)

antar kawasan Barat dan Timur Indonesia, biaya pembangunan infrastruktur yang mahal, ketersediaan sumberdaya manusia berkualitas, angka urbanisasi yang menambah beban kota, dan terakhir berupa ancaman kenaikan permukaan air laut karena pemanasan global. Untuk itu, pemerintah baik pusat maupun daerah perlu berkolaborasi dengan dunia usaha baik investor domestik maupun mancanegara. Salah satunya dengan membuat regulasi yang memungkinkan terbentuknya pusat-pusat pertumbuhan baru. Untuk menciptakan pusat-pusat pertumbuhan baru, pembangunan ekonomi diarahkan pada 8 program utama dan 22 kegiatan utama. Sebagai prasyarat terbentuknya pusat-pusat pertumbuhan baru adalah peran aktif pemerintah pusat dan daerah, pelibatan dunia usaha, reformasi kebijakan keuangan negara, reformasi birokrasi, penciptaan konektivitas antar wilayah, kebijakan ketahanan pangan, air dan energi, serta jaminan sosial dan penanggulangan kemiskinan.

Mengacu pada tantangan pokok perekonomian daerah, maka dalam merumuskan prospek perekonomian daerah tahun 2014 mendatang, perlu memperhatikan perkembangan dan prospek ekonomi nasional tahun 2014. Perbandingan kondisi ekonomi makro Provinsi Banten dan Nasional pada tahun 2014 terlihat sebagaimana Tabel 2.3.

(24)

Tabel 2.3

Perbandingan Sasaran Ekonomi Makro Provinsi Banten dan Nasional Tahun 2012-2014 (%)

No Uraian Indikator Banten Nasional Banten Nasional Banten NasionalRealisasi 2012 Target 2013 Target 2014

1 Laju PertumbuhanEkonomi 6,15 6,23 6,5-6,7 6,5 6,6-6,8 6,8-7,2 2 Laju Inflasi 4,37 4,3 4,7 4,9 4,5 ± 1 4,5 ± 1 3 Penduduk Miskin 5,71 11,96 5,5-5,2 9,5-10,5 5,3-5,0 8,0-10,0 4 PengangguranTerbuka 10,13 6,1 10,24 5,8-6,1 9,74 5,0-6,0

Sumber : RPJMD Provinsi Banten Tahun 2012-2017 dan Rancangan RKP Tahun 2014

Berdasarkan analisis atas hasil evaluasi kinerja pembangunan nasional yang telah dicapai, untuk indikator inflasi dan pengangguran di tahun 2014 berdasarkan trend/kecenderungan realisasi tahun berjalan dan tahun-tahun sebelumnya, akan mudah untuk dicapai. Namun dua indikator lainnya yaitu pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan, dibutuhkan kerja keras yang lebih agar target di tahun 2014 dapat tercapai.

Sedangkan untuk Provinsi Banten, analisis atas hasil evaluasi kinerja pembangunan yang telah dicapai, untuk indikator pertumbuhan ekonomi, inflasi dan pengangguran di tahun 2014 berdasarkan trend/kecenderungan realisasi tahun berjalan dan tahun–tahun sebelumnya, akan mudah untuk dicapai.

Pada Tahun 2014, pembangunan perekonomian daerah Provinsi Banten diarahkan untuk meningkatkan kualitas pertumbuhan ekonomi agar mampu memecahkan permasalahan sosial mendasar terutama kemiskinan dan pengangguran. Oleh karena itu, diperlukan partisipasi aktif masyarakat dan swasta (dunia usaha) sebagai pilar dan pelaku utama pembangunan. Disamping itu

(25)

pembangunan ekonomi daerah Provinsi Banten ditempuh untuk meningkatkan pemerataan dan sekaligus mendorong pengelolaan potensi pembangunan yang selama ini belum termanfaatkan secara optimal, antara lain pada sektor pertanian, sektor industri yang berbasis pertanian, industri rakyat dan pariwisata.

Dalam kaitan tersebut diatas, pertumbuhan ekonomi didorong terutama dengan meningkatkan investasi. Peningkatan investasi dilakukan dengan mengurangi hambatan-hambatan yang ada yaitu dengan menyederhanakan prosedur perijinan, mengurangi tumpang tindih kebijakan, meningkatkan kepastian hukum terhadap usaha, menyehatkan iklim ketenagakerjaan, meningkatkan penyediaan infrastruktur dan energi, dan lain-lain.

(26)

BAB III

ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM

PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN

PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH

Kondisi ekonomi makro tahun 2014 akan mempengaruhi Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Provinsi Banten pada Tahun 2014, dengan memperhatikan berbagai kondisi yang terjadi di tingkat daerah, nasional maupun global. Stabilitas ekonomi makro merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dalam rangka peningkatan kesejahteraan rakyat.

3.1. ASUMSI DASAR YANG DIGUNAKAN DALAM RAPBN 2014

Dengan kemajuan yang dicapai sampai dengan tahun 2012 dan masalah yang diperkirakan masih dihadapi hingga tahun 2013, tantangan pokok yang dihadapi pada tahun 2014 adalah sebagai berikut :

1. MEMANTAPKAN PEREKONOMIAN NASIONAL. Dorongan akan diberikan pada peningkatan investasi, industri pengolahan nonmigas, daya saing ekspor, penguatan penyerapan belanja negara, serta pemantapan ketahanan pangan dan energi.

2. MENJAGA STABILITAS EKONOMI. Perhatian akan diberikan pada langkah-langkah yang terpadu untuk menjaga stabilitas harga di dalam negeri dan nilai tukar, yang dihadapkan pada tingginya

(27)

resiko harga komoditi baik migas maupun non-migas, serta pengendalian arus modal yang dapat membahayakan perekonomian.

3. MEMPERCEPAT PENGURANGAN PENGANGGURAN DAN KEMISKINAN. Langkah-langkah akan dipusatkan pada upaya-upaya yang mampu menciptakan lapangan kerja yang lebih besar serta menjangkau masyarakat yang masih hidup di bawah garis kemiskinan dengan program-program pemberdayaan yang tepat. Kebijakan ekonomi makro pada tahun 2014 diarahkan sejalan dengan tema pembangunan nasional RKP 2014 yaitu “Memantapkan Perekonomian Nasional Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan”.

Dengan arah kebijakan ekonomi makro di atas serta dengan memperhatikan lingkungan eksternal dan internal, pertumbuhan ekonomi tahun 2014 ditargetkan untuk tumbuh sebesar 6,8-7,2 persen. Dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan stabilitas ekonomi yang terjaga tersebut, pengangguran terbuka akan menurun menjadi berkisar antara 5,0-6,0 persen dari angkatan kerja dan jumlah penduduk miskin menjadi berkisar antara 8,0-10,0 persen pada tahun 2014.

(28)

a. Defisit Proyeksi RAPBN 2014 diperkirakan sebesar 1,50 % PDB; b. Pertumbuhan Ekonomi Nasional diproyeksikan sebesar

6,8-7,2%;

c. Inflasi pada angka 4,5 ± 1 %; d. Pengangguran terbuka 5,0 – 6,0 %; e. Penduduk miskin 8,0 – 10,0 %.

2. Belanja negara diperkirakan mencapai Rp1.900 triliun, yang terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar 10,7 persen terhadap PDB dan transfer ke daerah sebesar 5,2 persen terhadap PDB;

3. Mempertahankan rasio anggaran untuk Fungsi Pendidikan sebesar 20 % dalam Belanja Negara.

Tabel 3.1;

Asumsi Ekonomi Makro Nasional Tahun 2014 NO INDIKATOR EKONOMI (Proyeksi)RKP 2014

1. Pertumbuhan Ekonomi (%) 6,8 – 7,2 2. Tingkat Inflasi (%) 4,5 ± 1 3. Pengangguran terbuka (%) 5,0 - 6,0 4. Penduduk miskin (%) 8,0 – 10,0

Sumber : Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2014

3.2. LAJU INFLASI

Inflasi merupakan salah satu indikator ekonomi yang cukup penting, karena berpengaruh langsung terhadap daya beli masyarakat. Jika inflasi terlalu tinggi, akan menurunkan daya beli masyarakat yang kemudian akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

(29)

Inflasi di Provinsi Banten sepanjang tahun 2012 tetap terkendali pada level yang rendah dan berada pada kisaran sasaran inflasi sebesar 5,0 persen. Terkendalinya inflasi tersebut sebagai hasil dari sinergi kebijakan fiskal, moneter, dan sektoral dan didukung oleh meningkatnya koordinasi kebijakan, baik di tingkat pusat maupun daerah. Inflasi tahun 2012 mencapai 4,37 persen. Selain itu, terjaganya inflasi juga didukung oleh koordinasi yang semakin intensif antara Bank Indonesia dan pemerintah daerah melalui forum TPID (Tim pengendali Inflasi Daerah), terutama pada upaya peningkatan produksi, kelancaran distribusi, dan stabilitas harga pangan strategis. Laju inflasi tahun kalender (Januari 2013 –April 2013) tercatat 2,99 persen sementara Inflasi “Year on Year” (IHK April 2013 terhadap IHK April 2012) sebesar 6,47 persen.

Inflasi ini terjadi karena dipicu oleh turunnya Indeks 2 (dua) kelompok pengeluaran yakni : kelompok bahan makanan turun 0,61 persen dan kelompok sandang -1,26 persen. Sementara itu kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau naik 0,30 persen; kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 0,26 persen; kelompok kesehatan 0,25 persen; kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga 0,17 persen serta kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan 0,04 persen.

(30)

Laju inflasi dapat dipertahankan dengan angka di bawah 5 % melalui ketersediaan pangan yang cukup, aman dan terjangkau.

3.3. PERTUMBUHAN PDRB

Angka PDRB Provinsi Banten atas dasar harga berlaku selama 3 (tiga) tahun terakhir menunjukan grafik yang terus meningkat. Tahun 2010 PDRB Provinsi Banten atas dasar harga berlaku adalah sebesar 171.747,58, naik menjadi 192.227,49 pada tahun 2011 dan kembali naik menjadi 212.856,62 pada tahun 2012 terjadi peningkatan sebesar Rp.20,63 Triliyun.

Sektor ekonomi yang menghasilkan nilai tambah bruto produk barang dan jasa terbesar pada tahun 2012 adalah sektor industri pengolahan sebesar Rp. 97,80 triliun, diikuti sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar Rp. 40,96 triliun, dan sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar Rp. 20,15 triliun.

Meningkatnya PDRB Provinsi Banten atas dasar harga berlaku sejalan pula dengan meningkatnya PDRB Provinsi Banten atas dasar harga konstan. Besaran PDRB Provinsi Banten atas dasar harga konstan pada tahun 2012 mencapai Rp.99,99 triliun atau naik Rp.5,78 triliun dibandingkan tahun 2011 sebesar Rp.94,21 triliun.

3.4. LAIN-LAIN ASUMSI

Beberapa asumsi yang berkaitan dengan Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2014, antara lain :

(31)

1. Rasio penerimaan perpajakan terhadap PDRB (Tax Ratio) diharapkan berkisar antara 1,0 – 1,1 %. Peningkatan tax ratio tersebut dilakukan dengan tetap memperhatikan, potensi dan perkembangan perekonomian sehingga tidak menghambat atau mematikan perkembangan kegiatan ekonomi yang menjadi basis pajak;

2. Kebutuhan belanja daerah akan meningkat dengan tetap mempertahankan efektivitas Belanja Pegawai, Belanja Barang / Jasa serta Belanja Modal, yang merupakan bagian dari belanja daerah yang tidak dapat ditunda agar tetap dapat menjaga kelangsungan roda pemerintahan;

3. Mengacu Dokumen Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2014, maka Tema dan Prioritas Pembangunan Daerah Provinsi Banten Tahun 2014 adalah : ” Percepatan

dan Perluasan Perekonomian Banten untuk

Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat yang

Berkeadilan”

Unsur-unsur yang terkandung dalam tema Tema RKPD Provinsi Banten Tahun 2014 antara lain:

1) Pemantapan Perekonomian Banten;

(32)

pusat-c. Peningkatan produksi dan produktifitas serta pemasaran produk unggulan daerah

d. Peningkatan kualitas/labeling Bahan baku, komoditas unggulan/eksport

e. Pemberdayaan UMKM-K

2) Kesejahteraan Rakyat Yang Berkeadilan;

a. Peningkatan kualitas SDM berbasis pasar tenaga kerja

b. Peningkatan derajat kesehatan masyarakat c. Penanganan kemiskinan dan pengangguran

d. Mitigasi bencana banjir, gempa bumi, angin puting beliung, longsor

3) Penguatan Birokrasi dan Tata Kelola Pemerintahan a. Peningkatan kinerja aparatur birokrasi

b. Stabilitas sosial dan pelaksanaan pemilu 2014

4. Pembangunan infrastruktur dan stabilitas politik mempengaruhi kuatnya keyakinan pelaku ekonomi terhadap kondusifnya Provinsi Banten untuk menanamkan investasi. Untuk meningkatkan investasi melalui Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), anggaran untuk pembangunan infrastruktur menjadi perhatian di tahun 2014. Dukungan infrastruktur dalam memacu pertumbuhan ekonomi dan mewujudkan kesejahteraan rakyat masih menghadapi berbagai masalah dan tantangan, antara lain : masih kurang memadainya

(33)

pelayana infrastruktur untuk memenuhi pelayanan dasar, peningkatan daya saing;

5. Terkait dengan optimalisasi penetapan program, kegiatan dan pendanaan pembangunan di daerah perlu dilakukan penyelarasan sasaran program dan kegiatan dekonsentrasi, tugas pembantuan dan desentralisasi, sehingga diharapkan bobot alokasi APBD betul-betul dapat difokuskan untuk urusan yang menjadi kewenangannya dan membatasi penggunaan APBD untuk mendanai program dan kegiatan di luar kewenangannya;

6. Dalam rangka optimalisasi pencapaian sasaran pembangunan sesuai prioritas nasional dalam kerangka desentralisasi melalui Dana Alokasi Khusus (DAK), hibah dan/atau pinjaman/hibah luar negeri, masing-masing pemerintah daerah mengalokasikan dana pendamping dalam APBD sesuai dengan kriteria dan ketentuan yang dipersyaratkan; 7. Sinkronisasi kebijakan pemerintah dengan pemerintah

daerah dilakukan dengan mempedomani pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah, pemerintahan daerah provinsi, dan pemerintahan daerah kabupaten/kota sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor

(34)

Tabel 3.2

Asumsi Ekonomi Makro Provinsi Banten Tahun 2014 NO INDIKATOR EKONOMI RKPD 2013(Proyeksi)

1. Pertumbuhan Ekonomi (%) 6,6-6,8

2. Tingkat Inflasi (%) 4,5 ± 1 3. Pengangguran terbuka (%) 9,74

(35)

BAB IV

KEBIJAKAN PENDAPATAN, BELANJA DAN

PEMBIAYAAN DAERAH

Beberapa perubahan mendasar dalam sistem perencanaan pembangunan dan penganggaran daerah menuntut dilakukannya sejumlah perbaikan dalam pengelolaan keuangan daerah, terutama dalam aspek anggaran, aspek akuntansi, dan aspek pemeriksaan. Perubahan-perubahan ini mengarahkan pengelolaan keuangan daerah berdasarkan prinsip pengelolaan keuangan daerah secara ekonomis, efektif, efisien, transparan, dan akuntabel yang diimplementasikan dalam sistem anggaran berbasis kinerja.

Penganggaran daerah yang didasarkan kepada kemampuan keuangan daerah diarahkan dan dikelola berazaskan fungsi : (1) Otorisasi, yaitu sebagai dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan; (2) Perencanaan, yaitu menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan; (3) Pengawasan, yaitu menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan; (4) Fungsi Alokasi, yaitu anggaran daerah yang harus diarahkan untuk menciptakan lapangan

(36)

memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah.

Sehingga Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang direncanakan perlu mempedomani norma dan prinsip anggaran sebagai berikut :

1. Transparansi dan Akuntabilitas Anggaran Daerah. Merupakan persyaratan utama untuk mewujudkan pemerintah yang baik, bersih dan tanggungjawab. Sebagai instrumen evaluasi pencapaian kinerja dan tanggung jawab Pemerintah Daerah dalam mensejahterakan rakyat, maka APBD dapat menyajikan informasi yang jelas tentang tujuan, sasaran dan manfaat yang diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan yang dianggarkan;

2. Disiplin Anggaran. Program harus disusun dengan berorientasi pada kebutuhan masyarakat tanpa meninggalkan keseimbangan antara pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat. Oleh karena itu penyusunan anggaran dilakukan berlandaskan azas efisiensi, tepat guna, tepat waktu pelaksanaan dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan; 3. Keadilan Anggaran Pendapatan, pada hakekatnya diperoleh

melalui mekanisme pajak dan retribusi atau beban lainnya yang dipikul oleh segenap lapisan masyarakat. Untuk itu Pemerintah mengalokasikan penggunaannya secara adil dan merata berdasarkan pertimbangan yang obyektif agar dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa dikriminasi dalam pemberian pelayanan;

(37)

4. Efisiensi dan Efektivitas Anggaran. Dana yang tersedia dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan secara optimal guna kepentingan masyarakat. Oleh karena itu untuk mengendalikan tingkat efisiensi dan efektivitas anggaran, maka dalam perencanaannya ditetapkan secara jelas arah dan tujuan, sasaran, hasil dan manfaat yang diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan yang diprogramkan.

4.1. PENDAPATAN DAERAH

Rencana pendapatan daerah yang akan dituangkan dalam RAPBD merupakan perkiraan yang terukur secara rasional dan memiliki kepastian serta dasar hukum penerimaannya.

4.1.1 Kebijakan Perencanaan Pendapatan Daerah Tahun Anggaran 2014

Penyusunan pokok–pokok kebijakan penganggaran daerah dan kerangka ekonomi makro daerah tahun 2014 yang akan menjadi landasan dalam penyusunan APBD Tahun 2014 tidak dapat dilepaskan dari arah kebijakan dan perkembangan berbagai kinerja ekonomi tahun 2012 dan perkiraan target perekonomian

(38)

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Penerimaan PAD pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Banten Tahun 2012-2017 diproyeksikan rata-rata sebesar 13,25 % per tahun, dengan mempertimbangkan asumsi-asumsi berikut :

a)Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) berkisar 6,6-6,8 %;

b)Prediksi produksi kendaraan bermotor secara nasional tahun 2012 sebanyak 780.000 unit dan tumbuh setiap tahun hingga tahun 2015 sebanyak 1.030.000 unit. Sedangkan jumlah yang dipasarkan di wilayah Provinsi Banten setiap tahun rata-rata sebesar 6,8% ;

c) Kebijakan peningkatan penyertaan modal kepada lembaga-lembaga keuangan bank dan PT. Banten Global Development;

d)Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/10/DPNP perihal Penerapan Manajemen Resiko pada Bank yang melakukan Pemberian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB);

e)Penerapan pajak progresif di Provinsi Banten pada tahun 2013.

2. Dana Perimbangan

Penerimaan dari Dana Perimbangan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Banten Tahun 2012-2017 diproyeksikan sebesar 7-8% per tahun, dengan mempertimbangkan asumsi-asumsi sebagai berikut :

(39)

a)Realisasi penerimaan Dana Perimbangan selama kurun waktu 5 tahun terakhir mengalami peningkatan rata-rata sebesar 8,77%;

b)Berkurangnya pos dana perimbangan dari Bagi Hasil Pajak Bumi dan Bangunan mulai tahun 2014.

3. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah

Penerimaan dari Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Banten Tahun 2012-2017 diproyeksikan rata-rata sebesar 0,01% per tahun.

Beberapa pertimbangan dalam penentuan Kebijakan Perencanaan Pendapatan Daerah Tahun Anggaran 2014 sebagai berikut :

A. PENDAPATAN ASLI DAERAH

Dalam upaya pengelolaan dan peningkatan PAD, kebijakan yang ditempuh adalah memberikan insentif untuk menarik atau rangsangan agar kegiatan ekonomi masyarakat cenderung meningkat. Upaya tersebut antara lain melalui penyederhanaan sistem dan prosedur administrasi pemungutan pajak dan retribusi daerah, rasionalisasi pajak/retribusi daerah,

(40)

Sejalan dengan arah kebijakan penganggaran khususnya kebijakan pendapatan, tantangan pokok yang dihadapi berkaitan dengan upaya untuk terus meningkatkan pendapatan asli daerah melalui pajak dan non pajak daerah guna membiayai prioritas pembangunan yang ditetapkan.

Secara umum kebijakan penganggaran daerah adalah langkah– langkah yang dilakukan dalam meningkatkan target–target pendapatan dan langkah–langkah yang diperlukan untuk mengefektifkan belanja, dan efisiensi pembiyaan.

Untuk penganggaran pendapatan daerah yang bersumber dari PAD dalam penyusunan APBD Tahun Anggaran 2014, memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1. Kondisi perekonomian yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya, perkiraan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2013 dan realisasi penerimaan PAD tahun sebelumnya, serta ketentuan peraturan perundang-undangan terkait;

2. Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berpedoman pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2012 tentang Retribusi Pengendalian Lalu Lintas dan Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing, sehingga dilarang menganggarkan penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah yang peraturan daerahnya bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun

(41)

2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2012 tentang Retribusi Pengendalian Lalu Lintas dan Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing dan/atau telah dibatalkan.

Dalam penetapan target pajak daerah dan retribusi daerah, memperhatikan potensi pajak daerah dan retribusi daerah. Dengan mempertimbangkan tidak memberatkan masyarakat dan dunia usaha;

3. Rasionalitas hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan atas penyertaan modal atau investasi daerah lainnya, dengan memperhitungkan nilai kekayaan daerah yang dipisahkan, baik dalam bentuk uang maupun barang sebagai penyertaan modal (investasi daerah).

B. DANA PERIMBANGAN

Untuk penganggaran pendapatan daerah yang bersumber dari dana perimbangan dalam penyusunan APBD Tahun Anggaran 2014, memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

(42)

dalam Peraturan Menteri Keuangan Tahun Anggaran 2013, dan memperhatikan realisasi DBH Tahun Anggaran 2012; 3). Penganggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) dianggarkan

sesuai Peraturan Menteri Keuangan tentang Alokasi DAK Tahun Anggaran 2014. Dalam hal Peraturan Menteri Keuangan dimaksud belum ditetapkan, maka penganggaran DAK didasarkan pada alokasi DAK Provinsi Banten Tahun Anggaran 2014 yang diinformasikan secara resmi oleh Kementerian Keuangan atau Surat Edaran Menteri Keuangan setelah Rancangan Undang-Undang tentang APBN Tahun Anggaran 2014 disetujui bersama antara Pemerintah dan DPR-RI.

C. LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH

Penganggaran pendapatan daerah yang bersumber dari Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1) Penganggaran Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dialokasikan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai Pedoman Umum dan Alokasi Dana Bantuan Operasional Sekolah Tahun Anggaran 2014. Dalam hal Peraturan Menteri Keuangan dimaksud belum ditetapkan, penganggaraan dana BOS tersebut didasarkan pada alokasi dana BOS Tahun Anggaran 2013.

(43)

2) Penganggaran penerimaan hibah yang bersumber dari pihak ketiga, baik dari badan, lembaga, organisasi swasta dalam negeri/luar negeri, kelompok masyarakat maupun perorangan yang tidak mengikat dan tidak mempunyai konsekuensi pengeluaran atau pengurangan kewajiban pihak ketiga atau pemberi hibah, dianggarkan dalam APBD setelah adanya kepastian penerimaan dimaksud.

Berdasarkan pertimbangan diatas, maka Kebijakan Perencanaan Pendapatan Daerah Tahun Anggaran 2014 yang akan dilakukan adalah:

1). Pengembangan sistem administrasi, meningkatkan kualitas pelayanan pajak daerah dan retribusi daerah;

2). Intensifikasi dan ekstensifikasi pendapatan daerah dengan berpegang kepada prinsip keadilan dan tidak memberatkan masyarakat;

3). Peningkatan kesadaran masyarakat dalam bidang pajak daerah; 4). Peningkatan sarana dan prasarana pelayanan pajak daerah dan

retribusi daerah;

5). Penataan bidang perencanaan, pelaporan dan evaluasi pendapatan;

(44)

Daerah, dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, 2) Dana Perimbangan yang terdiri dari : Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK), 3) Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah.

A. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada tahun 2014 ditargetkan sebesar Rp4.675.126.000.000,-. Jumlah PAD tersebut diperoleh dari :

1) Pajak Daerah ditargetkan sebesar Rp4.473.832.000.000,-; 2) Retribusi Daerah ditargetkan sebesar Rp66.970.000.000,-; 3) Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan yang

ditargetkan sebesar Rp38.600.000.000,-; dan

4) Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah yang ditargetkan sebesar Rp95.724.000.000,-.

Termasuk kontribusi dari kabupaten/kota dan instransi vertikal untuk penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan. B. Dana Perimbangan

Dana Perimbangan yang ditargetkan pada tahun 2014 adalah sebesar Rp1.134.309.012.000,-. Dana Perimbangan tersebut diperoleh dari :

1) Dana Bagi Hasil Pajak / Bagi Hasil Bukan Pajak yang ditargetkan sebesar Rp405.819.000.000,-;

(45)

2) Dana Alokasi Umum yang ditargetkan sebesar Rp728.490.012.000,-;

C. Lain – Lain Pendapatan Daerah Yang Sah

Lain – lain Pendapatan Daerah yang Sah yang ditargetkan dalam tahun 2014 adalah sebesar Rp1.051.919.000.000,-Jumlah dana tersebut diperoleh dari Pendapatan Hibah Pihak Ketiga sebesar Rp5.400.000.000,- serta Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus sebesar

Rp1.046.519.000.000,-Secara lengkap target pendapatan daerah Provinsi Banten Tahun Anggaran 2014 dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1

Target Pendapatan Daerah Provinsi Banten Tahun Anggaran 2014

NO URAIAN APBD TA. 2013 RAPBD TA. 2014 +/(-)

1 PENDAPATAN DAERAH 5.718.700.741.000 6.861.354.012.000 1.142.653.271.000 1.1 Pendapatan Asli Daerah 3.577.954.000.000 4.675.126.000.000 1.097.172.000.000

1.1.1 Pajak Daerah 3.460.435.000.000 4.473.832.000.000 1.013.397.000.000 1.1.2 Retribusi Daerah 6.109.000.000 66.970.000.000 60.861.000.000 1.1.3 Hasil Pengelolaan Kekayaan

Daerah Yang Dipisahkan 36.460.000.000 38.600.000.000 2.140.000.000 1.1.4 Lain-lain Pendapatan Asli Daerah

yang Sah 74.950.000.000 95.724.000.000 20.774.000.000

1.2 Dana Perimbangan 1.088.577.051.000 1.134.309.012.000 45.731.961.000

1.2.1 Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil

Bukan Pajak 457.361.000.000 405.819.000.000 (51.542.000.000) 1.2.2 Dana Alokasi Umum 617.081.101.000 728.490.012.000 111.408.911.000 1.2.3 Dana Alokasi Khusus 14.134.950.000 - (14.134.950.000)

(46)

4.1.3 Upaya Pencapaian Target Pendapatan Daerah

Upaya-upaya yang akan dilakukan Pemerintah Provinsi Banten dalam pencapaian target pendapatan daerah tahun 2014 sebagai berikut :

1. Peningkatan Sumberdaya Manusia, melalui:

a. Bimbingan Teknis Peningkatan Kemampuan Pelayanan Aparatur

b. Pelatihan Penerapan Sistem Aplikasi Samsat

2. Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pajak Daerah; melalui: a. Razia Kendaraan Bermotor

b. Sosialisasi Pajak Daerah melalui Media Cetak dan Media Elektronik

c. Penyuluhan Pajak Daerah di Kecamatan-kecamatan

d. Koordinasi dengan Instansi teknis terkait (SKPD Penghasil, Pertamina, Produsen Kendaraan Bermotor, Lembaga Pembiayaan/Leasing, Kepolisian, dan Jasa Raharja)

3. Peningkatan Pelayanan pada UPT/Kantor Bersama Samsat; melalui:

a. Penambahan jumlah UPT/Kantor Bersama Samsat b. SAMSAT Keliling

c. Pembentukan Gerai SAMSAT d. Pembentukan Samsat Drive Thru

e. Sertifikasi Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2002-2008, di 6 (enam) UPT/Kantor Bersama Samsat yaitu

(47)

UPT BSD, UPT Ciputat, UPT Cikokol, UPT Ciledug, UPT Serang dan UPT Cilegon.

f. Layanan Informasi Pajak Kendaraan Bermotor melalui SMS (Short Message Services)

4. Peningkatan Sistem; melalui:

a. Pengembangan Sistem Samsat Online b. Pemeliharaan Sistem Aplikasi Samsat

c. Pembuatan Sistem Informasi Pajak Daerah 4.2. BELANJA DAERAH

Memperhatikan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2014, Anggaran Belanja Daerah digunakan untuk pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan. Belanja penyelenggaraan urusan wajib diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas

(48)

4.2.1. Kebijakan Belanja Daerah

Belanja daerah disusun dengan pendekatan prestasi kerja yang berorientasi pada pencapaian hasil dari input yang direncanakan, oleh karena itu dalam penyusunan APBD Tahun Anggaran 2014, Pemerintah Provinsi Banten berupaya menetapkan target capaian kinerja setiap belanja, baik dalam konteks daerah, satuan kerja perangkat daerah, maupun program dan kegiatan, yang bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas perencanaan anggaran dan memperjelas efektifitas dan efisiensi penggunaan anggaran. Disamping itu, Program dan kegiatan harus memberikan informasi yang jelas dan terukur serta memiliki korelasi langsung dengan keluaran yang diharapkan dari program dan kegiatan dimaksud ditinjau dari aspek indikator, tolok ukur dan target kinerjanya, sesuai prioritas pembangunan daerah Tahun 2014 yang diantaranya diperuntukkan :

1. Pembangunan Infrastruktur Wilayah dalam rangka mendukung Program Strategis Nasional MP3EI, dan MP3KI; 2. Peningkatan kualitas layanan kesehatan termasuk fasilitasi

operasional Rumah Sakit Umum Daerah Banten; 3. Peningkatan kualitas layanan pendidikan;

4. Meningkatkan ketahanan pangan, penanggulangan kemiskinan dan pengangguran, pengelolaan Sumber daya alam dan Lingkungan Hidup;

5. Reformasi birokrasi;

(49)

diantaranya :

a. Kesepakatan dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk pengembangan kawasan minapolitan; b. Kesepakatan dengan Kementerian Pertanian untuk

mendukung surplus pangan beras 10 juta Ton;

c. Kesepakatan dengan Kepolisian untuk menjaga stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat yang kondusif. 7. Bantuan keuangan kepada Kabupaten/Kota untuk distribusi

Beras Miskin, Jaminan Kesehatan Masyarakat Daerah, up date data dan pelaporan pembangunan, dan Infrastruktur wilayah;

8. Memperhatikan Rekomendasi DPRD terhadap LKPJ Gubernur Banten Tahun 2012;

Penerapan azas efisiensi dan efektifitas belanja merupakan langkah – langkah yang ditempuh dalam mengoptimalkan belanja daerah. Total Belanja Daerah dalam APBD Provinsi Banten Tahun Anggaran 2014 ditargetkan sebesar Rp7.022.866.012.000,-.

Disamping itu adanya penyesuaian gaji dan tunjangan yang melekat sebesar 10 % dari tahun sebelumnya serta penyesuaian tambahan penghasilan pegawai negeri sipil

(50)

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah. 4.2.2. Kebijakan Belanja Tidak Langsung

Kebijakan Belanja Tidak Langsung dalam Rancangan APBD Provinsi Banten TA. 2014 memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

A. Belanja Pegawai

1. Besarnya penganggaran untuk gaji pokok dan tunjangan PNSD disesuaikan dengan hasil rekonsiliasi jumlah pegawai dan belanja pegawai dalam rangka perhitungan DAU Tahun Anggaran 2014 dengan memperhitungkan rencana kenaikan gaji pokok dan tunjangan PNSD serta pemberian gaji ketiga belas.

2. Penganggaran belanja pegawai untuk kebutuhan pengangkatan Calon PNSD sesuai formasi pegawai tahun 2014.

3. Penganggaran belanja pegawai untuk kebutuhan kenaikan gaji berkala, kenaikan pangkat, tunjangan keluarga dan mutasi pegawai dengan memperhitungkan acress yang besarnya maksimum 2,5 persen dari jumlah belanja pegawai untuk gaji pokok dan tunjangan.

(51)

4. Penganggaran Tambahan Penghasilan PNSD, baik aspek kebijakan pemberian tambahan penghasilan maupun penentuan kriterianya harus ditetapkan terlebih dahulu dengan peraturan kepala daerah dengan memperhatikan kemampuan keuangan daerah sesuai amanat Pasal 63 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 dan Pasal 39 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolan Keuangan Daerah, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011.

5. Peningkatan kesejahteraan pegawai dan pembinaan Purna Bhakti PNSD Provinsi Banten.

B. Belanja Hibah dan Bantuan Sosial

Penganggaran Belanja Hibah yang diberikan Pemerintah Provinsi Banten kepada Pemerintah, masyarakat, dan organisasi kemasyarakatan ditujukan untuk menunjang penyelenggaraan urusan pemerintah daerah. Sedangkan penganggaran Belanja Bantuan Sosial yang diberikan kepada individu, keluarga, masyarakat, dan kelompok masyarakat diarahkan untuk melindungi masyarakat dari

(52)

C. Belanja Bagi Hasil Kepada Kabupaten/Kota

Penganggaran dana bagi hasil yang bersumber dari pendapatan pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota mempedomani Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009. Tata cara penganggaran dana bagi hasil tersebut telah memperhitungkan rencana pendapatan pajak daerah dan retribusi daerah pada Tahun Anggaran 2014, sedangkan pelampauan target Tahun Anggaran 2013 yang belum direalisasikan kepada pemerintah daerah dan menjadi hak pemerintah kabupaten/kota ditampung dalam Perubahan APBD Tahun Anggaran 2014.

D. Belanja Bantuan Keuangan.

Penganggaran bantuan keuangan kepada pemerintah daerah lainnya dan kepada desa yang didasarkan pada pertimbangan untuk mengatasi kesenjangan fiskal, membantu pelaksanaan urusan pemerintahan daerah yang tidak tersedia alokasi dananya, sesuai kemampuan keuangan masing-masing daerah. Belanja Bantuan Keuangan diberikan kepada Pemerintah Kabupaten dan Kota, Pemerintah Desa, dan Partai Politik.

E. Belanja Tidak Terduga

Penganggaran belanja tidak terduga dilakukan secara rasional dengan mempertimbangkan realisasi Tahun Anggaran 2012 dan kemungkinan adanya kegiatan-kegiatan yang sifatnya tidak dapat diprediksi sebelumnya, diluar

(53)

kendali dan pengaruh pemerintah daerah. Belanja tidak terduga merupakan belanja untuk mendanai kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan terjadi berulang, seperti kebutuhan tanggap darurat bencana, penanggulangan bencana alam dan bencana sosial, yang tidak tertampung dalam bentuk program dan kegiatan pada Tahun Anggaran 2014, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya. 4.2.3. Kebijakan Pembangunan Daerah

Belanja pemerintah dalam kerangka pertumbuhan ekonomi yang sehat tidak hanya sekedar investasi infrastruktur untuk mengakselerasi peningkatan produktivitas tetapi juga bagaimana belanja pemerintah dapat menyelesaikan masalah-masalah sosial dan kemiskinan yang menjadi penghambat pertumbuhan. Belanja diarahkan pada aktivitas yang memiliki eksternalitas yang besar. Balanja pada sektor pendidikan diarahkan pada pendidikan sesuai permintaan pasar tenaga kerja, belanja pada sektor kesehatan diarahkan pada peningkatan kesehatan masyarakat untuk menunjang peningkatan produktivitas sumber daya manusia. Belanja penanganan kemiskinan tidak hanya sekedar jaring

(54)

masyarakat dan tidak lagi menjadi beban belanja yang tidak produktif.

Belanja pembangunan diarahkan pada upaya pengarahan pertumbuhan ekonomi yang sehat. Untuk itu dibagi arahan dua kategori belanja, yaitu Crisis Action Program dan Development Agent Program. Pembagian ini tentunya berdasarkan data atau fakta adanya potensi/kekuatan yang harus dieksplorasi dan disisi lain ada masalah-masalah yang harus ditangani secara khusus yang bersifat krisis, seperti kemiskinan, pengangguran, tingkat kesehatan yang rendah dan lain sebagainya.

Kategori Crisis Action Program adalah program rencana tindak untuk menyelesaikan masalah yang sifatnya krisis dan perlu ditangani segera dan sebagai bagian dari kebijakan Pro Poor dan sekaligus juga Pro Job dengan skala terbatas untuk katergori masyarakat ekonomi lemah. Crisis action program terbagi atas jaring pengaman sosial (social safety net) dan pemberdayaan ekonomi (injection up grade). Jaring pengaman sosial diarahkan sebagai solusi sementara dalam mengatasi masalah-masalah sosial akibat adanya kemiskinan, seperti raskin, beasiwa pendidikan atau pendidikan gratis, pengobatan gratis, penanganan kekurangan gizi, bantuan benih gagal panen dan kegiatan lainnya, sedangkan pemberdayaan ekonomi lemah adalah program peningkatan kemampuan ekonomi masyakat yang berada pada kategori krisis atau prasejahtera menuju sejahtera dengan

(55)

kemampuan memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan tanpa tergantung pada pihak lain.

Ketegori Development Agent Program adalah program pembangunan yang diarahkan untuk menjadi akselerator atau pengungkit dalam pengembangan ekonomi dan pembangunan yang memiliki multiplier effect atau dampak ganda yang besar, baik dalam sumbangannya terhadap penyediaan lapangan kerja (pro job) maupun dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi (pro growth). Development agent terbagi atas akselerator, back up agent dan follower. Akselerator adalah program kegiatan yang dirancang untuk menjadi daya tarik atau pengungkit bagi aktivitas ekonomi yang lain. Hal ini berupa kebijakan pro dunia usaha baik pemberian insentif maupun peningkatan iklim usaha yang baik. Secara umum target akhir adalah menjadikan Provinsi Banten menjadi daerah yang memiliki nilai kompetitif dan komparatif investasi. Contoh dari program akselerator pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus, revitalisasi logistic management, pengembangan pusat-pusat pertumbuhan seperti Kawasan Industri (industrial estate), agropolitan, minapolitan, kawasan strategis Bojonegara dan pengembangan program tematik lain yang memiliki dampak

(56)

up agent adalah seperti pengembangan konektivitas atau pembangunan jaringan jalan dan jembatan ke Kawasan Ekonomi Khusus atau ke pusat-pusat pertumbuhan, pengembangan kelembagaan masyarakat dan pembangunan infrastruktur lainnya. Posisi program back up agent sangat penting bagi keberlangsung program akselerator selama dunia usaha belum dapat melaksanakannya sendiri. Follower adalah program yang menjadi pengikut sebagai akibat dari adanya program akselerator. Program ini diantaranya adalah investasi pada BUMD yang diarahkan untuk terlibat bersama-sama dunia usaha lain dalam mengembangkan dampak program akselerator.

A. Bidang Urusan/Program Pada Rencana Kerja Penanggulangan Kemiskinan Tahun 2014

Rencana Kerja Penanggulangan Kemiskinan tahun 2014 di Provinsi Banten memuat 11 Urusan wajib dan 6 urusan pilihan (dari 25 Urusan Wajib dan 8 urusan pilihan) yang mencakup 35 Program (dari 78 Program) pada RPJMD 2012-2017 seperti terlampir pada tabel berikut :

Tabel 4.2

Rencana Kerja Penanggulangan Kemiskinan Tahun 2014

URUSAN WAJIB

NO URUSANBIDANG NO PROGRAM SKPD

1 Pendidikan 2 Pendidikan Dasar Wajib Belajar 9

Tahun Dindik

3 Pendidikan Menengah Wajib Belajar 12

Tahun Dindik

6 Pendidikan Non Formal dan Informal

(57)

NO URUSANBIDANG NO PROGRAM SKPD

2 Kesehatan; 1 Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Dinkes 2 Pembinaan Upaya Kesehatan Dinkes 3 Pengendalian Penyakit Dan

Penyehatan Lingkungan Dinkes 4 Kefarmasian Dan Perbekalan

Kesehatan Dinkes 5 Pengembangan dan Pemberdayaan

Sumberdaya Manusia Kesehatan Dinkes 6 Peningkatan mutu layanan kesehatan

masyarakat RSUDBanten/Dinkes/ RSU Malingping 3 Pekerjaan Umum 3 Pengembangan dan Revitalisasi

Infrastuktur Permukiman SDAP 4 Perumahan; 1 Pembinaan dan Penataan Perumahan SDAP 6 Perencanaan

Pembangunan 2 Pengendalian Pembangunan Daerah Bappeda 11 Pemberdayaan

perempuan dan perlindungan anak;

1 Pemberdayaan Perempuan dan

Perlindungan Anak BPPMD

13 Sosial 1 Pemberdayaan Masyarakat Miskin Dinsos/ BPPMD 2 Rehabilitasi Sosial Dinsos

3 Perlindungan dan Jaminan SosialDinsos 4 Pemberdayaan Kelembagan Sosial dan

Keagamaan Dinsos/ BiroKesra 14 Ketenagakerjaan; 1 Pengembangan Kelembagaan,

Hubungan Industrial dan Perlindungan Tenaga Kerja

Disnakertrans 2 Produktivitas, Perluasan, Kesempatan

Kerja dan Berusaha Disnakertrans 3 Peningkatan Keterampilan Tenaga

Kerja Disnakertrans 15 Koperasi dan

usaha kecil dan menengah;

1 Pengembangan Usaha dan Akses

Permodalan K-UMKM Dinkop-UMKM 2 Pengembangan Produk dan Pemasaran

K-UMKM Dinkop-UMKM

3 Peningkatan Daya Saing, Kapasitas

Kelembagaan dan SDM K-UMKM Dinkop-UMKM 21 Ketahanan 1 Ketahanan Pangan Masyarakat BKPP

(58)

URUSAN PILIHAN

NO URUSANBIDANG NO PROGRAM SKPD

1 Pertanian 1 Peningkatan Produksi, Produktivitas peternakan, perikanan, pertanian dan perkebunan

DKP, Distanak 2 Peningkatan daya saing dan

pemasaran produk peternakan, perikanan, pertanian dan perkebunan

DKP, Distanak 4 Peningkatan Daya Dukung

Sumberdaya Pertanian Distanak 3 Pemberdayaan kelembagaan dan

sumberdaya peternakan, perikanan, pertanian dan perkebunan

DKP,Distanak 3 Energi dan Sumber Daya Mineral; Industri; Perdagangan; dan

1 Pengelolaan Listrik dan Pemanfaatan

Energi Distamben

2 Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumber Daya Mineral, Batubara, Panas Bumi, Geologi dan Mitigasi Bencana Geologi

Distamben 4 Pariwisata 1 Pengelolaan dan Pengembangan

Pariwisata Disbudpar 5 Kelautan dan

Perikanan 1 Pengelolaan Sumberdaya laut, pesisirdan pulau-pulau kecil DKP 6 Perdagangan 1 Peningkatan dan pengembangan

perdagangan Disperindag 7 Industri 1 Peningkatan daya saing industri Disperindag

Program Penanggulangan Kemiskinan Tahun 2014 berupa Bantuan Keuangan Kabupaten/Kota, Bantuan Sosial, dan Belanja Hibah untuk percepatan pengurangan kemiskinan meliputi :

1. Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu (JAMSOSRATU); 2. Jaminan Kesehatan Daerah (JAMKESDA) Provinsi Banten; 3. Biaya Operasional Beras untuk masyarakat miskin;

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan teori diatas interaksi yang tidak seimbang antara manusia (host) dengan lingkungan dalam hal ini tanah, makanan atau minuman yang disebabkan karena

Alhamdullilah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahuwata’ala atas segala rahmat, hidayah serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

Menurut Yoeti (1996: 177-178) ditinjau dari sudut pemasaran pariwisata, terutama dalam rangka mengembangkan produk baru, sesungguhnya suatu daerah tujuan wisata mempunyai

Qualitative research used herein will examine propositions and alternatives that provide the foundation for measuring the outcome of this research. Proposition 1: Internet

Jumlah pasien baru di Indonesia juga mengalami penurunan drastis dari sebelumnya mencapai level diatas 10 ribu kasus per hari pada awal Januari menjadi kisaran 6 ribu kasus di

Lima variabel di antaranya yang memiliki tingkat kepentingan tertinggi adalah jumlah anggota rumah tangga (X5), adanya anggota rumah tangga yang menggunakan telepon selular

Allah SWT akan menilai hamba- Nya berdasarkan tingkat ketakwaan dan amal (akhlak baik) yang dilakukannya. Seseorang yang memiliki akhlak mulia akan dihormati

Satu lagi contoh empirikal kefisienan governans ialah pengalaman bandar San Jose yang bertanggung jawab ke atas perkhidmatan kepada pelbagai lapisan penduduk, pekerja dan pelawat