• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Karakteristik, Personal Hygiene dan Sanitasi Lingkungan Rumah terhadap Kejadian Kecacingan pada anak balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bromo Kota Medan Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Karakteristik, Personal Hygiene dan Sanitasi Lingkungan Rumah terhadap Kejadian Kecacingan pada anak balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bromo Kota Medan Tahun 2015"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

11 BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Personal Hygiene

Personal Hygiene atau kebersihan perorangan adalah suatu tindakan yang

dilakukan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang dalam rangka memelihara kesehatannya. Seseorang dikatakan memiliki kebersihan diri apabila, orang tersebut dapat menjaga kebersihan tubuhnya yang meliputi kebersihan kulit, gigi dan mulut, rambut, mata, hidung dan telinga, tangan, kaki dan kuku, kebersihan genitalia serta kebersihan dan kerapian pakaiannya (Crissey, 2005).Personal Hygiene dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki kebersihan diri, mencegah penyakit, meningkatkan kepercayaan diri dan menciptakan keindahan (sebagaian sumber diambil dari Tarwoto dan wartonah, 2003). Upaya-upaya yang dilakukan seseorang untuk memelihara dan mempertinggi derajat kesehatannya meliputi (Tarwoto dan Wartonah, 2003) :

a. Memelihara kebersihan b. Makanan yang sehat c. Cara hidup yang teratur

d. Meningkatkan daya tahan tubuh dan kesehatan jasmani e. Menghindari terjadinya penyakit

f. Meningkatkan taraf kecerdasan dan rohaniah

(2)

h. Pemeriksaan kesehatan

Untuk mencegah terjadinya penularan penyakit kecacingan maka personal

hygiene yang dapat dilakukan adalah :

a. Menjaga kebersihan Kulit

Kulit merupakan organ aktif yang berfungsi sebagai pelindung, sekresi, ekskresi, pengatur temperatur, dan sensasi. Kulit dapat melindungi tubuh dari berbagai kuman atau trauma sehingga perawatan yang cukup (adekuat) sangat diperlukan agar kulit dapat mempertahankan fungsinya. Untuk selalu memelihara kebersihan kulit kebiasaan – kebiasaan sehat yang harus dilakukan seperti (Potter, 2005)

1. Menggunakan barang-barang keperluan sehari-hari milik sendiri 2. Mandi menggunakan sabun mandi secara rutin minimal 2x sehari 3. Mengganti pakaian dengan teratur

4. Menjaga kebersihan pakaian

5. Hindari menggunakan pakaian yang lembab/basah 6. Makan yang bergizi terutama sayur dan buah 7. Menjaga kebersihan lingkungan.

b. Perawatan kebersihan tangan dan kuku

(3)

jari – jari tangan mereka dimasukkan ke dalam mulut atau makan tanpa mencuci tangan. Oleh karena itu menjaga kebersihan tangan dan kuku sangat penting untuk dilakukan baik sebelum maupun setelah melakukan aktivitas. Membersihkan tangan dapat dilakukan minimal 2 kali dalam sehari atau setiap kotor dengan (1) Mencuci tangan dengan menggunakan sabun dan air bersih yang mengalir (2) menyabuni dan mancuci harus meliputi area antara jari tangan, kuku dan punggung tangan (3) mengeringkan tangan dengan handuk yang bersih (4) Cuci tangan dilakukan sebelum makan atau sebelum memegang makanan dan setelah tangan kotor misalnya, setelah memegang uang, memegang binatang, berkebun, setelah buang air besar atau buang air kecil.

Menjaga kebersihan kuku merupakan salah satu aspek penting dalam mempertahankan perawatan diri karena kuman dapat masuk kedalam tubuh melalui kuku khusunya untuk menghindari terjadinya penularan cacing dari tangan ke mulut (Gandahusada et al., 2006). Oleh karena itu, memotong kuku minimal 1 kali seminggu atau saat terlihat panjang sangat penting untuk dilakukan (Potter, 2005). c. Perawatan kebersihan kaki

(4)

d. Kebiasaan ibu memilih makanan

Kebiasaan penggunaan feses manusia sebagai pupuk tanaman menyebabkan semakin luasnya pengotoran tanah, persediaan air rumah tangga dan makanan tertentu, misalnya sayuran akan meningkatkan jumlah penderita cacingan. Demikian juga kebiasaan makan masyarakat, menyebabkan terjadinya penularan penyakit cacing tertentu. Misalnya, kebiasaan makan secara mentah atau setengah matang, ikan, kerang, daging dan sayuran. Bila dalam makanan tersebut terdapat kista atau

larva cacing, maka siklus hidup cacingnya menjadi lengkap, sehingga terjadi infeksi

pada manusia (Entjang, 2003).

2.2 Sanitasi Lingkungan

Sanitasi lingkungan merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk mencapai lingkungan yang sehat melalui upaya pengendalian faktor lingkungan fisik khususnya hal – hal yang mempunyai dampak merusak perkembangan fisik kesehatan dan kelangsungan hidup manusia. Sanitasi lingkungan mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih dan sebagainya (Chandra, 2007). Sanitasi lingkungan merupakan hal penting yang harus diperhatikan oleh karena itu untuk mencapai kemampuan hidup yang sehat di masyarakat, beberapa hal yang harus diperhatikan adalah :

2.2.1 Jamban

(5)

dan CO2 sebagai hasil dari proses pernapasan. Pembuangan kotoran manusia yang dimaksudkan adalah tempat pembuangan tinja dan urine, pada umumnya disebut

latrine, jamban atau kakus. Jamban adalah suatu bangunan yang digunakan untuk

membuang dan mengumpulkan kotoran/najis yang lazim disebut WC, sehingga kotoran atau najis tersebut berada dalam suatu tempat tertentu dan tidak menjadi penyebab atau penyebar penyakit dan mengotori lingkungan pemukiman (Notoatmodjo, 2007).

Penyediaan sarana jamban merupakan bagian dari usaha sanitasi yang cukup penting peranannya. Ditinjau dari sudut kesehatan lingkungan pembuangan kotoran yang tidak saniter akan dapat mencemari lingkungan terutama tanah dan sumber air. Pembuangan tinja yang tidak saniter akan menyebabkan berbagai macam penyakit seperti : thypus, disentri, kolera, bermacam-macam cacing ( gelang, kremi, tambang dan pita ), schistosomiasis dan sebagainya. Beberapa persyaratan yang harus diperhatikan dalam membuat jamban sehat adalah :

1. Tidak mencemari air

2. Tidak mencemari tanah permukaan

3. Bebas dari serangga terutama lalat, kecoa dan binatang lainnya 4. Tidak menimbulkan bau

5. Nyaman dan aman digunakan oleh pemakainya

(6)

2.2.2 Lantai Rumah

Rumah memiliki fungsi beragam, selain sebagi tempat berlindung dari panasnya sinar matahari dan hujan, rumah juga menjadi tempat untuk melakukan sosialisasi antar penghuninya. Hampir sebagian aktivitas manusia dilakukan dirumah, oleh sebab itu, kondisi rumah dapat mempengaruhi perkembangan dan kesehatan fisik dan mental penghuninya. Rumah yang sehat dan layak tidak harus berwujud rumah mewah dan besar namun rumah yang sehat adalah rumah yang memenuhi persyaratan rumah sehat salah satunya adalah rumah dengan bangunan yang kuat dan memiliki lantai yang mudah untuk dibersihkan. Lantai yang memenuhi persyaratan adalah lantai yang tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak basah pada musim hujan. Oleh karena itu lantai rumah sebaiknya terbuat dari ubin, keramik atau semen agar tidak lembab dan tidak menimbulkan genangan atau becek (Kusnoputranto, 2000).

2.3 Penyakit Kecacingan

Penyakit kecacingan merupakan penyakit yang dapat menyebabkan berbagai penyakit serius pada anak terutama pada masyarakat dengan sosio ekonomi rendah yang berada di daerah pedesaan atau daerah pinggiran. Jenis cacing yang sering ditemukan pada anak –anak yaitu cacing yang ditularkan melalui tanah ( Soil

Transmitted Helminthes ) seperti Ascaris Lumbricoides, Nekator Americanus,

(7)

2.3.1 Cacing Gelang (Ascaris Lumbricoides)

Cacing gelang berukuran 20-25 cm, cacing ini tinggal dan menyebar di usus kecil. Telur cacing yang keluar bersama tinja dapat mencemari tanah di lingkungan sekitar dan sayuran yang ditanam di tanah tersebut akan ikut tercemar apabila dimakan tanpa dimasak terlebih dahulu ( dijadikan sebagai lalapan). Bila telur tertelan setelah melalui berbagai tahap perkembangan di dalam tubuh maka cacing usus akan timbul di usus kecil. Manusia adalah satu-satunya hospes cacing gelang

(Ascaris lumbricoides), penyakit yang di sebabkan oleh cacing ini disebut Askariasis

(Gandahusada et al., 2006).

Gambar 2.1. Cacing Gelang (Ascaris Lumbricoides) 2.3.1.1 Morfologi dan Daur hidup

(8)

Bentuk infektif ini, bila tertelan oleh manusia, menetas di usus halus. Larvanya akan menembus dinding usus halus dan menuju pembuluh darah atau saluran limfe, lalu dialirkan kejantung, kemudian mengikuti aliran darah ke paru. Larva di paru menembus dinding pembuluh darah, lalu dinding alveolus, masuk rongga alveolus, kemudian naik ke trakea melalui bronkiolus dan bronkus. Dari trakea larva ini menuju ke faring, sehingga menimbulkan rangsangan pada faring. Penderita batuk karena rangsangan ini dan larva akan tertelan kedalam eksofagus, lalu menuju ke usus halus. Di usus halus larva berubah menjadi cacing dewasa. Sejak telur matang tertelan sampai cacing dewasa bertelur diperlukan waktu kurang lebih 2 bulan (Gandahusada et al., 2006).

Gambar 2.2. Daur hidup Cacing Gelang (Ascaris Lumbricoides)

(9)

2.3.1.2 Gejala Klinis

Penderita akan mengalami gejala yang disebabkan oleh cacing dewasa dan larva. Gangguan yang di sebabkan oleh larva biasanya terjadi ketika larva tersebut berada di paru, apabila tubuh orang tersebut rentan maka akan terjadi perdarahan kecil pada dinding alveolus yang akan menimbulkan gangguan pada paru yang di sertai dengan batuk, demam dan eosinofilia. Keadaan ini disebut sindrom Loeffler. Gejala yang disebabkan oleh cacing dewasa biasanya hanya gejala ringan, kadang-kadang penderita mengalami gangguan usus ringan seperti mual-mual, nafsu makan berkurang, perut buncit, diare dan konstipasi. Pada infeksi berat, terutama pada anak dapat terjadi malabsorbsi sehingga memperkuat keadaan malnutrisi. Efek yang serius terjadi bila cacing – cacing ini menggumpal dalam usus sehingga terjadi obstruksi usus (ileus). Pada keadaan tertentu cacing dewasa mengembara ke saluran empedu, apendiks atau ke bronkus dan menimbulkan keadaan gawat darurat sehingga kadang – kadang perlu tindakan operatif (Gandahusada et al., 2006).

2.3.1.3 Pengobatan

Pengobatan dapat dilakukan secara perorangan atau secara massal pada masyarakat. Untuk perorangan dapat digunakan bermacam – macam obat misalnya

piperasin, pirantel pamoat, mebendazol atau albendazol. Obat ini di minum agar

(10)

2.3.2 Cacing Cambuk (Trichuris Trichiura)

Dalam bahasa Indonesia cacing ini dinamakan cacing cambuk karena secara menyeluruh bentuknya seperti cambuk. Infeksi dengan cacing cambuk (Trichuriasis) lebih sering terjadi di daerah panas, lembab dan sering bersama –sama dengan infeksi

Ascaris. Sampai saat ini dikenal lebih dari 20 species Trichuris spp, namun yang

menginfeksi manusia hanya Trichruis Trichuria dan Trichuris Vulpis. Penyakit yang disebabkan cacing ini dinamakan trichuriasis atau trichocepaliasis. Penyakit ini terutama terjadi di daerah subtropis dan tropis, dimana kebersihan lingkungan yang buruk serta iklim yang hangat dan lembab memungkinkan telur dari parasit ini mengeram di dalam tanah. (Gandahusada et al., 2006)

Gambar 2.3. Cacing Cambuk (Trichuris Trichiura) 2.3.2.1 Morfologi

(11)

b) Cacing betina panjangnya 4 -5 cm, bagian anterior halus seperti cambuk, bagian ekor lurus berujung tumpul. Vulva terdapat di bagian tubuh yang mulai membesar, sedangkan anusnya terletak di bagian posterior tubuh. c) Telurnya berukuran 50 x 22 mikron, bentuknya seperti tempayan dengan

kedua ujung menonjol, berdinding tebal dan berisi larva. Kulit bagian luar berwarna kekuning – kuningan dan bagian dalamnya jernih.

d) Cacing dewasa berwarna merah muda, melekat pada dinding apendiks, kolon atau bagian posterior ileum. Bagian tiga perlima anterior tubuh langsing, dan bagian posterior tebal sehingga menyerupai cambuk.

2.3.2.2 Siklus Hidup

(12)

Gambar 2.4. Daur Hidup Cacing Cambuk (Trichuris Trichiura) Sumber : Gandahusada, S, et al. 2006. Parasitologi Kedokteran. UGM. Jogjakarta

2.3.2.3 Gejala Klinis

Tidak ada gejala klinis yang khas pada infeksi ringan. Disentri, prolapsus

rekti, apendisitis, anemia berat, mual dan muntah dapat terjadi karena adanya infeksi

(13)

dari trauma yang berasal dari cacing dan toksik yang dikeluarkannya. Trauma pada dinding usus terjadi karena cacing ini membenamkan kepalanya pada dinding usus. Cacing ini biasanya menetap pada sekum akan tetapi dapat juga ditemukan di kolon

asendens (Gandahusada et al., 2006).

2.3.2.4 Pengobatan

Pengobatan pada Cacing cambuk sama seperti pengobatan pada Ascariasis, untuk perseorangan dapat dipergunakan obat misalnya piperasin, pirantel pamoat,

mebendazol atau albendazol.

2.3.3 Cacing Tambang (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale)

Disebut cacing tambang karena pertama kali ditemukan di daerah pertambangan, yang fasilitas sanitasinya kurang memadai. Hospes cacing tambang adalah manusia dan akan menyebabkan Nekatoriasis dan Ankilostomiasis.

.

(14)

2.3.3.1 Morfologi

a) Cacing betina Ancylostoma duodenale mampu bertelur 10.000 butir setiap harinya, sedangkan pada Necator americanus mengeluarkan telur kira-kira 9000 butir setiap harinya.

b) Pada Ancylostoma duodenale cacing betinanya berukuran 10-30 mm dan cacing jantannya berukuran 8-11 mm, cacing ini menyerupai huruf C dan dan mulutnya mempunyai 2 pasang gigi.

c) Sedangkan pada Necator americanus cacing betinanya berukuran 9-11 mm dan cacing jantannya berukuran 5-9 mm, cacing ini menyerupai huruf S dan mulutnya mempunyai 2 pasang gigi.

d) Telur cacing tambang keluar bersama-sama dengan feses, bentuknya bundar, oval dan besarnya sekitar 20-50 mikron. Di dalam telur dapat terlihat seperti ada sel-sel berjajar.

2.3.3.2 Siklus Hidup

Telur dikeluarkan dengan tinja dan setelah menetas dalam waktu 1-1,5 hari keluarlah larva rabditiform. Dalam waktu kira-kira 3 hari larva rabditiform tumbuh menjadi larva filariform, yang dapat menembus kulit dan dapat hidup selama 7-8 minggu di tanah. Telur cacing tambang yang besarnya kira-kira 60 x 40 mikron, berbentuk bujur dan mempunyai dinding tipis. Di dalamnya terdapat 4-8 sel. Larva

rabditiform panjangnya kira-kira 250 mikron, sedangkan larva filariform panjangnya

(15)

Gambar 2.6. Daur Hidup Cacing Tambang (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale)

Sumber : Gandahusada, S, et al. 2006. Parasitologi Kedokteran. UGM. Jogjakarta

2.3.3.3 Gejala Klinis

Larva cacing tambang yang menginfeksi manusia pada umumnya tidak menjadi dewasa dan mengakibatkan terjadinya kelainan kulit yang disebut creeping

(16)

suatu dermatitis dengan gambaran khas berupa kelainan intrakutam serpigmosa, yang antara lain disebabkan Anyclostoma Braziliense dan Anyclostoma Caninum. Kulit yang ditembus oleh larva filariform akan menjadi keras, merah dan gatal. Dalam beberapa hari akan terbentuk terowongan intrakutan sempit, yang tampak sebagai garis merah, sedikit menimbul, gatal dan bertambah panjang sesuai dengan gerakan larva di dalam kulit. Keadaan ini akan menyebabkan terjadinya infeksi sekunder yang diakibatkan karena kulit digaruk (Gandahusada et al., 2006).

2.3.3.4 Pengobatan

Obat anti cacing antara lain Piperasin, Mebendazol, Pyrantel bemoat. Obat cacing lainnya tetrachlorathylena (TCE) diberikan 0,1 ml/kg berat badan. Obat ini harus diberikan dalam bentuk cairan pada perut yang belum terisi, dapat di ulang selama tiga hari. Apabila kadar haemoglobin penderita rendah sebaiknya dinaikkan dahulu sampai 40% dengan transfusi atau dengan pemberian Fe Sulfat sebelum memakai obat cacing.

2.4 Dampak Infeksi Kecacingan

(17)

infeksi ringan akan menyebabkan gangguan penyerapan nutrien lebih kurang 3% dari kalori yang dicerna, pada infeksi berat mencapai 25% dari kalori yang dicerna tidak dapat dimanfaatkan oleh tubuh. Infeksi Ascaris Lumbrocoides yang berkepanjangan dapat menyebabkan kekurangan kalori protein dan diduga dapat mengakibatkan efisiensi vitamin A (Hidayat, 2002). Pada infeksi Trichuris Trichuria berat sering dijumpai diare darah, turunnya berat badan dan anemia. Anemia ini terjadi karena

Trichuris Trichuria mampu menghisap darah sekitar 0.005 ml/hari/cacing

(Gandahusada et al, 2006)

Infeksi cacing tambang umumnya berlangsung secara menahun, cacing tambang sudah dikenal sebagai penghisap darah. Seekor cacing tambang mampu menghisap darah 0.2 ml per hari. Apabila terjadi infeksi berat maka penderita akan kehilangan darah secara perlahan dan dapat menyebabkan anemia berat. Seorang anak yang menderita kecacingan memiliki tanda – tanda : berat badan turun, wajah pucat, kulit dan rambut jarang, keadaan tubuh lemah, lesu dan mudah sakit. Selera makan berkurang, kulit telapak tangan tidak merah, kurang darah dan mungkin jantung berdebar –debar, sesak nafas dan sering pusing (Hendrawan, 1997).

2.5 Pencegahan dan Penanggulangan Kecacingan

(18)

A. Menjaga kebersihan Perorangan

1) Mencuci tangan sebelum makan dan sesudah buang air besar dengan menggunakan air dan sabun.

2) Menggunakan air bersih untuk keperluan makan, minum, dan mandi 3) Memasak air untuk minum

4) Mencuci dan memasak makanan dan minuman sebelum dimakan 5) Mandi dan membersihkan badan paling sedikit dua kali sehari 6) Memotong dan membersihkan kuku

7) Memakai alas kaki bila berjalan di tanah, dan memakai sarung tangan bila melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan tanah

8) Menutup makanan dengan tutup saji untuk mencegah debu dan lalat mencemari makanan tersebut

B. Menjaga Kebersihan Lingkungan

1) Membuang tinja di jamban agar tidak mengotori lingkungan. 2) Jangan membuang tinja, sampah atau kotoran di sungai. 3) Mengusahakan pengaturan pembuangan air kotor.

4) Membuang sampah pada tempatnya untuk menghindari lalat dan lipas. 5) Menjaga kebersihan rumah dan lingkungannya.

C. Pengobatan Tujuan :

a. Memutuskan mata rantai penularan.

(19)

c. Meningkatkan kesehatan dan produktivitas. Prinsip Pengobatan

Prinsip pengobatan infeksi cacingan adalah membunuh cacing yang ada dalam tubuh manusia yaitu dengan dengan menggunakan obat yang aman berspektrum luas, efektif untuk jenis cacing yang ditularkan melalui tanah. Menurut berbagai pengalaman frekuensi pengobatan dilakukan 2 kali dalam setahun.

Jenis Pengobatan

Jenis pengobatan penyakit cacingan ada dua macam yaitu pengobatan massal dan pengobatan selektif.

1. Pengobatan Massal (Blanket Treatment)

a. Blanket Mass Treatment

(20)

b. Selective Mass Treatment

Pengobatan yang dilakukan terhadap penduduk yang menjadi sasaran program, tetapi hanya kepada penduduk yang hasil pemeriksaan tinjanya positif. Hal ini dilakukan pada daerah yang mempunyai sarana dan prasarana laboratorium yang memadai, karena pemeriksaan tinja harus dilakukan pada seluruh sasaran. Di samping itu kondisi geografis memungkinkan untuk pengumpulan sediaan tinja secara berkala. Pengobatan dilakukan secara berurutan (satu per satu) dan harus diminum didepan petugas (tidak boleh dibawa pulang).

2. Pengobatan Selektif (Selective Treatment)

Pengobatan dilakukan di sarana kesehatan bagi penderita yang datang berobat sendiri dan hasil pemeriksaan mikroskopik tinja positif atau hasil pemeriksaan klinis dinyatakan positif menderita cacingan.

Pemilihan obat cacing dengan kriteria dan spesifikasi sebagai berikut : a. Aman (efek samping minimal)

b. Efektif untuk beberapa jenis cacing

c. Harga terjangkau baik oleh pemerintah maupun masyarakat.

(21)

Untuk pengobatan massal dosis Mebendazole 500 mg (dosis tunggal) dan

Albendazole 400 mg (dosis tunggal). Untuk pengobatan selektif Mebendazole

dosisnya 100 mg x 2 kali selama 3 hari (Kemenkes, 2006)

2.6 Metode Pemeriksaan Telur Cacing pada Feces 1. Cara Langsung (Sediaan Basah)

Pemeriksaan tinja secara langsung ada dua cara yaitu pemeriksaan tinja secara langsung dengan kaca penutup dan tanpa kaca penutup (Hadidjaja, 1990).

a. Dengan Penutup Kaca

Letakkan satu tetes cairan diatas kaca benda kemudian diambil feces (1-2 mm3) dengan lidi dan diratakan menjadi homogen, bila terdapat bahan yang kasar dikeluarkan dengan lidi, kemudian ditutup dengan kaca penutup, di usahakan supaya cairan merata dibawah kaca penutup tanpa ada gelembung udara, kemudian dibaca dibawah mikroskop dengan perbesaran 10x. (Hadidjaja, 1990).

b. Tanpa Kaca Penutup

Diletakkan setetes air diatas kaca benda, dengan lidi diambil feses (2-3 mm3) dan diratakan hingga homogen menjadi lapisan tipis tetapi tetap basah, kemudian diperiksa dibawah mikroskop perbesaran 10x. (Hadidjaja, 1990) 2. Cara Tidak Langsung

(22)

Prinsip pemeriksaan metode sedimentasi adalah dengan adanya gaya sentrifugal dari sentrifuge dapat memisahkan antara suspensi dan supernatannya sehingga telur cacing akan terendapkan. (Hadidjaja, 1990). b. Metode Flotasi dengan NaCl Jenuh (Willis, 1921)

Prinsip pemeriksaan metode Flotasi NaCl jenuh adalah adanya perbedaan antara berat jenis telur yang lebih kecil dari berat jenis NaCl sehingga telur dapat mengapung. (Hadidjaja, 1990).

c. Metode Teknik Kato Katz (Kato dan Miura, 1954)

Prinsip pemeriksaan ini adalah feses direndam pada larutan gliserin hijau, dikeringkan dengan kertas saring dan diamkan 20- 30 menit pada inkubator dengan suhu 40oC untuk mendapatkan telur cacing dan larva. (Hadidjaja, 1990).

d. Metode Suzuki

(23)

2.7 Kerangka Teori

Menurut teori John Gordon bahwa timbulnya suatu penyakit sangat dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu bibit penyakit (Agent), pejamu (Host) dan lingkungan (Environment).

Gambar 2.7. Segitiga Epidemiologi

Ketiga faktor tersebut akan terus menerus berinteraksi satu sama lain. Jika interaksinya seimbang, terciptalah keadaan seimbang. Begitu terjadi gangguan keseimbangan, maka akan muncul penyakit. Agen penyakit, manusia,dan lingkungan bersama-sama saling mempengaruhi dan memperberat satu sama lain, sehingga memudahkan agen penyakit baik secara langsung atau tidak langsung masuk ke dalam tubuh manusia. Penyakit kecacingan adalah penyakit yang disebabkan karena masuknya telur infektif kedalam tubuh seseorang. Sesuai dengan teori diatas interaksi yang tidak seimbang antara manusia (host) dengan lingkungan dalam hal ini tanah, makanan atau minuman yang disebabkan karena lingkungan tercemar dapat memudahkan agent penyakit dalam hal ini adalah larva cacing infektif untuk masuk kedalam tubuh manusia dan menyebabkan terjadinya penyait. (Sutrisno, 2010).

Host (Pejamu)

(24)

2.8 Kerangka Konsep

Gambar

Gambar 2.1. Cacing Gelang (Ascaris Lumbricoides)
Gambar 2.2. Daur hidup Cacing Gelang (Ascaris Lumbricoides)
Gambar 2.3. Cacing Cambuk (Trichuris Trichiura)
Gambar 2.4. Daur Hidup Cacing Cambuk (Trichuris Trichiura)
+4

Referensi

Dokumen terkait

Kesadaran terhadap inti agama ini menjadi basis utama bagi tindakan-tindakan keagamaan yang merespon realitas faktual dengan instrument yang telah menjadi bagian inheren dalam

6.1.1 Strategi Peningkatan Kualitas Kehidupan

Aset keuangan tersedia untuk dijual merupakan aset yang ditetapkan sebagai tersedia untuk dijual atau tidak diklasifikasikan dalam kategori instrumen keuangan yang lain,

KHI Pipe Industries memproduksi pipa dengan bahan baku yang disebut lembaran plat baja (coil), dimana mesin yang dipakai adalah Mesin SPM (Spiral Pipe Machine), dan proses

Pada penulisan ilmiah yang berjudul Pembuatan Website Fashionista Dengan Menggunakan Macromedia Dreamweaver MX ini, yang melatar belakangi adalah bahwa banyaknya orang yang

Dari Quality Assurance System tersebut akan dapat diketahui prosedur yang membentuk system, fungsi-fungsi yang terkait, dokumen-dokumen yang digunakan, dan catatan-catatan

[r]

[r]