• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. waktu luang (leisure). Perkembangan pariwisata yang pesat dewasa ini

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. waktu luang (leisure). Perkembangan pariwisata yang pesat dewasa ini"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pariwisata saat ini telah merupakan bentuk nyata dari perjalanan sebuah bisnis global yang sangat menjanjikan kerena ia diperkirakan akan menjadi sebuah sektor yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dunia yang dihasilkan dari pergerakan wisatawannya1. Jutaan orang rela menghabiskan puluhan bahkan ratusan juta rupiah, meninggalkan rumah pekerjaan untuk memuaskan atau membahagiakan diri (pleasure) dan untuk menghabiskan waktu luang (leisure). Perkembangan pariwisata yang pesat dewasa ini didorong pula oleh terwujudnya peningkatan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang didukung oleh kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi terutama di bidang transportasi telah menyebabkan perjalanan menjadi semakin dekat dan murah terutama dengan perkembangan murah (low cost carrier).

Saat ini informasi sebuah destinasi wisatapun dapat kita peroleh dengan mudah melalui internet ataupun smart phone yang sudah semakin canggih.

Kegiatan pariwisata dewasa ini telah mengalami banyak perubahan seiring dengan perubahan minat dan motivasi wisatawan untuk melakukan perjalanan. Wisatawan tidak hanya ingin melihat pemandangan alam, berekreasi ataupun berkunjung melihat-lihat objek wisata yang dikunjunginya.

1

(2)

Wisatawan ingin merasakan sesuatu yang berbeda atau ingin menikmati pengalaman baru untuk memuaskan hasrat pribadinya. Misalnya seperti fenomena sekarang ini telah terjadi pergeseran dari jenis wisata mass tourism

atau sering disebut wisata konvensional ke arah wisata minat khusus atau wisata alternative. Salah satu jenis wisata yang sedang mengalami perkembangan pesat adalah wisata kuliner.

2

Wisata kuliner masuk ke dalam kategori wisata minat khusus. Daya tarik masakan menjadi salah satu pendorong sebagian wisatawan minat khusus untuk mendatangi sebuah kota tujuan. Wisata kuliner merupakan wisata gastronomi ketika wisatawan memanjakan perut dengan berbagai masakan khas dari daerah/wilayah lain. Tujuan wisata kuliner bukan hanya sekedar mengenyangkan perut melainkan mendapatkan pengalaman makan dan memasak yang istimewa (Ismayanti, 2010:163).

Pariwisata dewasa ini sudah mengubah perilaku wisatawan itu sendiri, mengujungi berbagai destinasi wisata di suatu daerah dan mencicipi berbagai kuliner khas merupakan suatu gaya hidup baru yang dapat menunjukkan status sosial seseorang. Membicarakan masalah kuliner tentu tidak ada habisnya, hampir di setiap daerah maupun kota memiliki beragam jenis makanan, baik makanan modern atau tradisional maupun makanan khas. Salah satu kota yang memiliki makanan khas tradisional adalah Kota Sokaraja Kabupaten Banyumas. Kabupaten Banyumas tepatnya di Kota Sokaraja memiliki aneka

2

(3)

kuliner atau makanan khas yang cukum beragam diantaranya ada mendoan tempe, soto sokaraja, getuk goreng, nopia, dan kripik tempe.

Beberapa diantara makanan khas Kabupaten Banyumas salah satu diantaranya yang terkenal adalah Getuk Goreng ASLI H.Tohirin Sokaraja. Getuk Goreng merupakan makanan khas dari daerah Sokaraja yang terbuat dari ketela pohon atau singkong. Getuk Goreng merupakan salah satu produk pertanian olahan yang amat digemari dari dulu hingga sekarang karena Getuk Goreng Sokaraja memiliki karakteristik produk tersendiri dibandingkan dengan getuk-getuk di daerah lain, spesifikasi produknya misalnya adalah memiliki rasa atau aroma yang khas, serta mempunyai bentuk pembungkus yang khusus dengan pembungkus yang masih sederhana.

Usaha Getuk Goreng Sokaraja ini berjarak 9 km di sebelah timur kota Purwokerto. Getuk Goreng Sokaraja ASLI H. Tohirin sudah berdiri 9 dekade serta sudah mencapai 3 generasi dan terus semakin berkembang. Usaha ini dirintis pertama kali oleh Almarhum Bapak Sanpirngad pada tahun 1918.

Getuk Goreng ASLI H.Tohirin Sokaraja Banyumas hingga saat ini sudah ada 10 cabang toko, 9 toko diantaranya ada di Sokaraja dan 1 di daerah Buntu. Jika anda berkunjung ke Kota Sokaraja sebuah wilayah di Kabupaten Banyumas, anda akan melihat di sepanjang jalan ada banyak cabang toko Getuk Goreng Sokaraja. Di dalam makalah ini saya akan menjelaskan lebih jauh tentang Getuk Goreng ASLI H.Tohirin dari cara pengolahannya sampai dengan pemasarannya.

(4)

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah dipaparkan maka dapat ditarik suatu rumusan masalah yaitu bagaimana strategi promosi yang dilakukan perusahaan Getuk Goreng ASLI H.Tohirin sebagai produk pendukung daya tarik wisata Sokaraja ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas, tujuan dari diadakannya penelitian ini yaitu menemukan solusi pengembangan promosi perusahaan Getuk Goreng ASLI H.Tohirin sebagai produk pendukung daya tarik wisata Sokaraja ?

1.4 Manfaat penelitian

Manfaat yang ingin dicapai dari penulisan penelitian ini adalah a. Manfaat teoritis

Manfaat teoritis bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu pariwisata, diharapkan bisa menjadi dasar studi lanjutan yang dapat dikaji dan dikembangkan khususnya dalam pengembangan makanan khas tradisional sebagai Daya Tarik Wisata di suatu daerah.

b. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan informasi mengenai makanan khas tradisional sebagai Daya Tarik Wisata di Kabupaten Banyumas. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan

(5)

dan pertimbangan bagi pengelola usaha Getuk Goreng Sokaraja dalam upaya meningkatkan kunjungan wisatawan melalui makanan khas tradisional daerah sebagai Daya Tarik Wisata.

1.5 Tinjauan Pustaka

Berikut ini adalah beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan. Penelitian tersebut membahas kajian yang hampir sama yaitu mengenai kuliner atau makanan khas.

Penelitian dengan judul “Pengaruh Kualitas Produk Kuliner Terhadap Motivasi Kunjungan Wisatawan Di Lesehan Malioboro” yang dilakukan oleh Inayatul Ilah Nashruddin pada tahun 2009. Hasil dari penelitian tersebut adalah kualitas produk kuliner tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap motivasi kunjungan wisatawan ke lesehan Malioboro melainkan sebagai aktifitas pendukung setelah lelah berjalan-jalan di kawasan Malioboro.

Pada tahun 2008 Minta Harsana melakukan penelitian mengenai pengaruh kunjungan wisata kuliner di Malioboro dengan judul penelitian “ Wisata Kuliner di Yogyakarta Studi Kasus Tingkat Kepuasan Konsumen Terhadap Produk Dan Penyajian Makanan Di Taman Kuliner Condong Catur Dan Sentra Gudeg Wijilan Yogyakarta”. Hasil dari penelitian tersebut menjelaskan jika faktor utama yang menjadi daya tarik Taman Kuliner Condong Catur adalah suasana tempat sedangkan di Sentra Gudeg Wijilan faktor utama yang menjadi daya tarik adalah variasi makanannya.

(6)

Penelitian dengan judul “Sistem Pendukung Keputusan Wisata Kuliner Dengan Visualisasi Geografi” yang dilakukan oleh Handani pada tahun 2009. Hasil dari penelitian tersebut membahas jika keputusan seseorang melakukan perjalanan wisata dipengaruhi oleh visualisasi geografi. Sistem pendukung keputusan ini membantu melakukan penilaian setiap kriteria, hal ini berguna untuk memudahkan para pengambilan keputusan yang terkait dengan masalah penentuan tempat wisata kuliner di Yogyakarta.

Penelitian selanjutnya yang dipaparkan oleh SumarniBayu Anita pada tahun 2012 hasil temuan penelitian tersebut adalah bahwa konstruksi identitas “Wong Kito” terhadap pempek sebagai ikon kuliner Kota Palembang terbangun secara spesifik melalui sejarah keberadaan Wong Kito itu sendiri dengan Kota Palembangnya, perilaku atau kebiasaan sosial mereka dalam kehidupan sehari-hari terutama pada aspek kuliner, dan perkembangan timbal-balik yang saling mengikat antara Wong Kito dengan makanan kebanggaan mereka pempek.

1.6 Landasan Teori

Sebagai landasan dalam penulisan, peneliti meggunakan beberapa teori sebagai dasar landasan penelitian, beberapa teori tersebut yaitu Pariwisata dan Wisata. Menurut Marsono (2008) Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait dengan bidang itu. Wisata (tour) adalah

(7)

kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara suka rela dan bersifat sementara guna menikmati objek dan daya tarik wisata.

1.6.1 Pemasaran

Banyak sekali orang berpendapat bahwa promosi dan pemasaran adalah hal yang sama namun ternyata promosi dan pemasaran merupakan kedua hal yang berbeda. Perbedaan itu terletak pada luas cakupannya, kalau pemasaran cakupannya sangat luas sedangkan promosi merupakan bagian dari bentuk pemasaran. Kegiatan promosi akan selalu dibutuhkan bagi sebuah perusahaan untuk memperkenalkan produk barang atau jasa yang baru dihasilkan kepada masyarakat luas demi menunjang efektifitas kemampuan perusahaan dalam melakukan penjualan.

Definisi pemasaran menurut Philip Kotler dan Kevin Lane Keller (2008:5) pemasaran adalah sebuah proses kemasyarakatan di mana individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan orang lain.

Menurut Yoeti (1985:29) dalam Muljadi (2009) memaparkan Pengertian pemasaran pariwisata menyatakan bahwa pemasaran pariwisata adalah seluruh kegiatan untuk mempertemukan permintaan (demand) dan penawaran (supply), sehingga pembeli mendapat kepuasan dan penjual mendapat keuntungan maksimal dengan resiko seminimal mungkin.

(8)

Merujuk pada buku yang diterbitkan Departemen Kebudayaan dan Pariwisata 2009 menyatakan Pemasaran Pariwisata yang Bertanggung Jawab adalah proses perencanaan, pengelolaan dan evaluasi kegiatan pemasaran serta bauran pemasaran, yang memperhatikan dan mempertimbangakan aspek lingkungan, pemberdayaan masyarakat, terpenuhinya hak-hak wisatawan, menumbuhkan rasa tanggung jawab wisatawan selama berwisata.

1.6.2 Media Promosi

Menurut Evan dan Bernan (1992) dalam Simamora (2001:285) mendefinisikan promosi sebagai segala bentuk komunikasi yang digunakan untuk menginformasikan, membujuk atau mengingatkan orang-orang tentang produk yang dihasilkan dari penjual kepada pembeli potensial.

Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata (2002:11-22) dalam buku Standart Bahan Promosi Cetak, Promosi merupakan variabel utama dalam perencanaan strategi pemasaran. Fungsi utama dari promosi adalah untuk merangsang dan mendorong pasar untuk melakukan transaksi / kujungan wisata. Sehingga bisa dikatakan bahwa efektifitas promosi adalah suatu hasil atau tanda keberhasilan dalam melakukan dorongan kepada pembeli atau wisatawan untuk melakukan transaksi atau berkunjung ke suatu tempat.

Dalam buku Salah Wahab (1988:28) promosi adalah salah satu teknik yang berhasil menerobos selera dan keinginan orang-orang, menciptakan citra yang mampu mempengaruhi sejumlah orang yang ingin mengenalkan dirinya sendiri melalui citra tersebut. Bentuk-bentuk promosi sebagai berikut :

(9)

a. Periklanan (Advertising)

Semua bentuk komunikasi non personal tentang gagasan, barang atau jasa yang dibiayai oleh sponsor tertentu, periklanan dapat berbentuk iklan cetak, brosur, billboard atau poster.

b. Hubungan Masyarakat (Public Relation)

Kegiatan promosi yang ditujukan kepada umum untuk mengkomunikasikan citra positif produk atau perusahaannya dan untuk mempromosikan niat baik. Bentuknya dapat dilakukan dengan menjadi sponsor pada peristiwa atau kegiatan-kegiatan tertentu.

c. Promosi Penjualan (Sales Promotion)

Beragam insetif jangka pendek untuk mendorong keinginan mencoba atau membeli suatu produk atau jasa. Bentuknya pameran, pembagian voucher dan pembagian sampel produk.

d. Penjualan Pribadi (Personal Selling)

Komunikasi langsung atau tatap muka antara satu calon pembeli atau lebih untuk memberikan umpan balik segera terhadap sumber pesan dalam bentuk presentasi.

e. Pemasaran Langsung (Direct Marketing)

Rancangan pemasaran yang menggunakan satu atau beberapa media iklan untuk memperoleh tanggapan yang terukur bentuknya dapat berupa pengiriman catalog, faksimil.

(10)

1.6.3 Daya Tarik Wisata

Pengertian daya tarik wisata seperti disebutkan dalam “Undang-undang RI Nomor 10Th. 2009 tentang kepariwisataan Bab 1 Pasal 1 ayat 5” adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan.

Objek dan Daya Tarik Wisata adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata.Daya tarik wisata objek wisata dapat menimbulkan wisatawan untuk datang mengunjunginya.Para wisatawan datang untuk mendapatkan kepuasan batin (something to see, something to buy, and something to do).

Segala sesuatu yang menarik dan bernilai untuk dikunjungi/dilihat disebut objek wisata dan atraksi wisata.Sesuatu wilayah/daerah yang mempunyai objek/atraksi wisata menarik dan sering dikunjungi oleh para wisatawan disebut Daerah Tujuan Wisata (DTW).

Berdasarkan UU RI No.9 Tahun 1990 tentang kepariwisataan Pasal 4 dan 6 dalam Marsono (2008: 1-3), jenis wisata diklasifikasikan menjadi :

1. Wisata Alami (Natural Tourism)

Jenis wisata yang memanfaatkan potensi alam sebagai objek daya tariknya.

(11)

2. Wisata Budaya (Cultural Tourism)

Jenis wisata yang memanfaatkan potensi hasil buatan manusia sebagai objek daya tariknya.

3. Wisata Minat Khusus (Special Interest Tourism)

Jenis wisata yang memanfaatkan potensi khusus sebagai objek daya tariknya.

Menurut Yoeti (1996: 177-178) ditinjau dari sudut pemasaran pariwisata, terutama dalam rangka mengembangkan produk baru, sesungguhnya suatu daerah tujuan wisata mempunyai banyak hal yang dapat ditawarkan sebagai daya tarik wisatawan kepada pasar yang berbeda-beda dengan selera wisatawan. Yang penting diperhatikan dalam pengembangan suatu daerah untuk menjadi suatu daerah tujuan wisata, agar ia dapat menarik untuk dikunjungi oleh wisatawan potensial dalam macam-macam pasar, ia harus memenuhi tiga syarat yang selalu menjadi pertanyaan wisatawan kalau berkunjung, yaitu :

a. Daerah itu harus mempunyai apa yang disebut sebagai “something to see”. Artinya, di tempat tersebut harus ada obyek wisata dan atraksi wisata, yang berbeda dengan apa yang dimiliki oleh daerah lain. Dengan perkataan lain, daerah itu harus mempunyai daya tarik yang khusus, di samping itu ia harus mempunyai pula atraksi wisata yang dapat dijadikan sebagai “entertainments” bila orang datang ke sana.

(12)

b. Di daerah tersebut harus tersedia apa yang disebut dengan istilah

“something to do”. Artinya, di tempat tersebut setiap banyak yang dapat dilihat dan disaksikan, harus pula disediakan fasilitas rekreasi atau amusements yang dapat membuat mereka etah tinggal lebih lama di tempat itu.

c. Di daerah tersebut harus tersedia apa yang disebut dengan istilah“something to buy”. Artinya, di tempat tersebut harus tersedia fasilitas untuk berbelanja (shoping), terutama barang-barang souvenir dan kerajinan rakyat sebagai oleh-oleh untuk dibawa pulang ke tempat asal masing-masing. Fasilitas untuk berbelanja ini tidak hanya menyediakan barang-barang yang dapat dibeli, tetapi harus pula tersedia sarana-sarana pembantu lain untuk lebih memperlancar seperti money changer, bank, kantor pos, kantor telpon, dan lain-lain.

1.7 Metode Penelitian

1.7.1 Metode Pengumpulan Data

a. Pengamatan/obeservasi langsung

Perolehan data dengan melihat secara langsung kondisi yang ada di lapangan. Penelitian ini digunakan untuk menggambarkan secara umum makanan khas Getuk goreng. Tempat obeservasi berada di outlet perusahaan Getuk goreng di Kota Sokaraja.

(13)

b. Wawancara

Informasi yang diperoleh dengan cara memberikan sejumlah pertanyaan kepada pihak pengelola sebagai data pendukung. Responden yang diambil adalah mewawancarai pemilik outlet Getuk Goreng Sokaraja ASLI H.Tohirin dan menanyakan informasi tentang sejarah berdirinya Getuk goreng serta informasi tentang kegiatan promosi yang sudah dilakukan sejauh ini.

c. Studi Pustaka

Pengumpulan data dari buku-buku, laporan, literatur. Dalam hal ini penulis mendatangi perpustakaan daerah, Pusat Studi Pariwisata untuk mencari literatur yang berhubungan dengan strategi pengelolaan dan promosi.

1.7.2 Analisis Hasil

Setelah semua data terkait potensi dan daya tarik wisata kuliner pada makanan khas Getuk goreng terkumpul, kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif. Analisis deskriptif kualitatif adalah mentransformasi data mentah ke dalam bentuk data yang mudah dimengerti dan ditafsirkan; serta menyusun, menjabarkan dan menyajikan supaya menjadi suatu informasi.

(14)

1.8 Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, dan metode penelitian yang akan digunakan serta sistematika penulisan.

BAB II GAMBARAN UMUM MAKANAN KHAS GETUK GORENG SOKARAJA SEBAGAI DAYA TARIK WISATA

Bab ini menjelaskan tentang gambaran umum mengenai lokasi objek penelitian di Kabupaten Banyumas yang merupakan lokasi dari penelitian yang dilakukan. Pada sub bab berikutnya peneliti akan menjabarkan sejarah berdirinya Getuk Goreng Sokaraja dan pembuatan Getuk Goreng Sokaraja.

BAB III ANALISIS PROMOSI MAKANAN KHAS SEBAGAI DAYA TARIK WISATA

Bab ini akan membahas hasil observasi, wawancara dengan pemilik dan pelanggan langsung serta membahas hasil dari pengumpulan data kemudian akan diberikan hasilnya secara deskriptif tentang analisis promosi wisata Getuk Goreng ASLI H.Tohirin Sokaraja sebagai arahan pengembangan promosi wisata.

(15)

BAB IVKESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi tentang kesimpulan yang akan disampaikan mengenai ringkasan hasil penelitian dan beberapa saran yang merupakan masukan dari peneliti yang kiranya dapat dijadikan sebagai pertimbangan bagi pihak-pihak terkait dalam upaya mengembangkan promosi wisata di Kabupaten Banyumas.

Referensi

Dokumen terkait

Bagi instansi pemerintah yang telah mengetahui isi MoU tersebut, ada yang tidak menyetujui dengan diterapkannya MoU Common Guidelines Indonesia-Malaysia karena

Berbedahalnyadenganhasilpenelitian dariMorand-Fehr (1991) yang menyatakan bahwa kambing perah dengan bobot badan yang lebih besar akan memiliki tingkat produksi susu

berlangsung, dapat dinyatakan bahwa menurut peserta kegiatan: a) kegunaan materi yang disampaikan adalah sangat baik, b) kesesuaian materi yang disampaikan dengan PPM

Profit small or minus maximum level decent low level or zero Customer innovator mass market mass market laggard Competition scarce increase many competitors decrease Strategic

Suhu optimum pada oven hibridisasi menyebabkan produk PCR yang telah berlabel biotin akan berikatan dengan probe pada membran nitroselulosa di dalam chip.. Dimana

Sebagai panitia kaderisasi awal mahasiswa mesin tingkat tiga dituntut untuk dapat menjadi konseptor dan eksekutor dari suatu kegiatan HMM ITB namun masih dalam pengawasan dan

Di Kota Banjarmasin, dari 7 kelompok pengeluaran mengalami kenaikan indeks harga yaitu kelompok bahan makanan sebesar 0,90 persen, kelompok makanan jadi, rokok

• Residue Catalytic Cracker Complex Unit (RCC Complex), Unit RCC Complex terdiri dari beberapa unit operasi di kilang RU-VI Balongan yang berfungsi mengolah